Anda di halaman 1dari 10

KOMPLIKASI LOKAL

1. Needle breakage
Sejak adanya jarum anestesi lokal stainless steel yang tidak dapat digunakan kembali,
kerusakan jarum telah menjadi komplikasi yang sangat jarang terjadi pada injeksi anestesi lokal
gigi. Jarum gigi panjang kemungkinan besar telah patah selama injeksi. sekitar 32 mm panjang
jarum tidak mungkin masuk semua ke jaringan, beberapa bagian dari jarum akan tetap terlihat di
mulut pasien.
Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu :
 penekukan jarum secara sengaja oleh dokter sebelum injeksi
 gerakan mendadak yang tak terduga oleh pasien saat jarum masih tertanam dalam
jaringan
 kontak kuat dengan tulang.
1.1. Problem
Kerusakan akibat jarum bukan masalah yang signifikan. Fragmen jarum yang patah tidak
terlihat ketika jarum di tarik. Jarum yang tersisa di jaringan menimbulkan resiko serius. Fragmen
jarum yang tersisa dapat bermigrasi ke area lain nya
1.2. Management
Rujukan ke spesialis yang sesuai ( mis: bedah mulut) untuk evaluasi dan upaya
pengambilan. Radiograf panoramic dan computed tomographic (CT).
1.3. Pencegahan
Jangan menggunakan jarum pendek untuk blok nervus alveolar inferior. Jangan gunakan
jarum ukuran 30 untuk blok nervus alveolar inferior pada anak dan orang dewasa. Jangan
membengkokkan jarum saat memasukkan ke dalam jaringan lunak. Berhati-hatilah saat
memasukkan jarum pada anak yang lebih muda atau pasien dewasa atau anak yang sangat fobia.

2. Prolonged anesthesia or paresthesia


Paresthesia didefinisikan sebagai anestesi persisten (anestesi jauh melampaui durasi yang
diharapkan), atau mengubah sensasi jauh melampaui durasi anestesi yang diharapkan. Selain itu,
definisi paresthesia harus mencakup hiperestesia dan disestesia, di mana pasien mengalami rasa
sakit dan mati rasa. Respons klinis pasien terhadap hal ini dapat banyak dan beragam, termasuk
sensasi mati rasa, bengkak, kesemutan, dan gatal-gatal. Disfungsi oral terkait, termasuk
menggigit lidah, mengeluarkan air liur, kehilangan rasa, dan gangguan bicara. Trauma ke saraf
apa pun dapat menyebabkan parestesia. Paresthesia adalah komplikasi prosedur bedah mulut dan
implan gigi rahang bawah yang tidak biasa.
Berdasarkan kejadian paresthesia dan pengalaman operator, Injeksi larutan anestesi lokal
yang terkontaminasi oleh alkohol atau larutan sterilisasi di dekat saraf menghasilkan iritasi,
mengakibatkan edema dan peningkatan tekanan di wilayah saraf, yang menyebabkan paresthesia.
Kontaminan ini, terutama alkohol, bersifat neurolitik dan dapat menghasilkan trauma jangka
panjang pada saraf (paresthesia berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun).
Trauma ke selubung saraf dapat dihasilkan oleh jarum selama injeksi. Banyak pasien
melaporkan sensasi "sengatan listrik" di seluruh distribusi saraf yang terlibat. Meskipun sangat
sulit (dan sangat tidak mungkin) untuk benar-benar memutuskan batang saraf atau bahkan
seratnya dengan jarum kecil yang digunakan dalam kedokteran gigi, trauma pada saraf yang
dihasilkan oleh kontak dengan jarum adalah yang mungkin diperlukan untuk menghasilkan
paresthesia. Memasukkan jarum ke dalam foramen, seperti pada blok saraf divisi kedua
(maxillary) melalui foramen palatine yang lebih besar, juga meningkatkan kemungkinan cedera
saraf.
2.1. Management
Nichol melaporkan bahwa sebagian besar parestesia sembuh dalam waktu kurang lebih 8
minggu tanpa pengobatan. Hanya jika kerusakan saraf parah maka paresthesia akan menetap, dan
ini jarang terjadi.
McCarthy dan Orr merekomendasikan urutan berikut dalam mengelola pasien dengan
defisit sensorik persisten setelah anestesi lokal:
 Intruksikan pasien untuk menelepon dokternya jika setelah sehari pasien masih mengeluhkan
mati rasa.
 Jelaskan bahwa paresthesia tidak jarang terjadi setelah pemberian anestesi lokal. Sisk dan
rekannya melaporkan bahwa paresthesia dapat berkembang hingga 22% dari pasien.
 Atur janji untuk memeriksa pasien.
 Catat insiden tersebut pada dental chart.

3. Facial nerve paralysis


Facial nerve merupakan saraf yang membawa impuls motorik ke otot-otot ekspresi
wajah, kulit kepala, telinga luar dan struktur lainnya. Paralysis dapat terjadi pada cabang terminal
ketika dilakukan blok nervus infraorbital atau ketika kaninus diinfiltrasi.
3.1. Penyebab
Facial nerve paralysis umumnya disebabkan oleh anastesi lokal ke dalam kapsul kelenjar
saliva, yang terletak pada posterior border dari ramus mandibular, ditutupi oleh otot pterygoid
medial dan masseter. Mengarahkan jarum ke posterior atau memasukkannya terlalu dalam saat
anastesi mengenai kelenjar parotid. Jika anastesi lokal mengendap kan menyebabkan
kelumpuhan sementara
3.2. Masalah yang timbul
Hilangnya fungsi motoric pada otot-otot ekspresi wajah akibat anastesi local biasanya
bersifat sementara. Unilateral paralysis. Masalah primer: Wajah pasien terlihat miring. Masalah
sekunder: pasien tidak mampu menutup satu mata karena reflex kelopak mata hilang.
3.3. Pencegahan
Paralysis dapat dicegah dengan mengikuti protocol blok nervus inferior alveolar dan
Vazirani-Akinosi. Ujung jarum harus dipastikan tidak mengenai kelenjar parotid selama anastesi
dilakukan. Jika jarum terlalu posterior maka harus ditarik sampai ke jaringan lunak
(mengarahkan jarum lebih ke anterior). Karena tidak ada kontak dengan tulang saat dilakukan
blok nervus Vazirani-Akinosi, overinsersi jarum absolut 25mm harus dihindari, jika
memungkinkan.
3.4. Management
Yakinkan kepada pasien dan Jelaskan bahwa keadaan tersebut berlangsung sementara
dan akan hilang tanpa efek lainnya. Lensa kontak harus dilepashingga pergerakan otot kembali.
Gunakan penutup mata pada mata yang terkena sampai fungsi otot kembali. Jika terjadi
resistensi, pasien disarankan untuk menutup mata secraa berkala untuk melumasi mata. Catat
kejadian pada rekam medik pasien. Walaupun tidak ada kontraindikasi, tetapi lebih baik untuk
tidak melanjutkan perawatan pada kunjungan tersebut.

4. Trismus
Kata trismus berasal dari bahasa yunani, yaitu trismos yang berarti tetanic spasm yang
berkepanjangan pada otot-otot rahang dimana pembukaan mulut menjadi terbatas. Meskipun
nyeri post injeksi merupakan komplikasi umum dari anastesi lokal, trismus dapat menjadi salah
satu masalah yang lebih kronis dan rumit.
4.1. Penyebab
Trauma pada otot atau pembuluh darah di fossa infratemporal merupakan penyebab yang
paling umum dari trismus yang disebabkan oleh injeksi anastesi lokal pada gigi. Ineksi anastesi
lokal terbukti sedikit myotoxic pada otot rangka. Sehingga secara cepat menyebabkan nekrosis
progresif pada serat otot yang terekspos. Perdarahan adalah penyebab lain dari trismus. Volume
ekstravaskular yang besar menyebabkan iritasi jaringan saat jarum dimasukkan, kemudian terjadi
disfungsi otot.
4.2. Masalah yang timbul
Rata-rata pembukaan interinsisal pada kasus trismus adalah 13.7mm. Rata-rata
pembukaan interinsisal pada laki-laki 44.8mm dan wanita 39.mm. Pada fase akut trismus, nyeri
yang dihasilkan karna perdarahan menyebabkan kejang otot dan terbatasnya pergerakan. Pada
fase kronis, akan terjadi hipomobiliti kronis karena peningkatan nyeri, peningkatan reaksi
jaringan (iritasi), dan jaringan parut.
4.3. Pencegahan
Gunakan jarum disposable yang tajam dan steril. Perawatan dan penanganan yang tepat
pada catridge anastesi lokal. Gunakan teknik aseptic. Jarum harus diganti. Praktekkan teknik
insersi dan injeksi. Hindari injeksi berulang dan insersi yang multiple ke area yang sama-----
pengetahuan anatomi dan teknik yang tepat. Gunakan volume anastesi lokal yang minimum.
Tergantung pada aturan yang direkomendasikan.
4.4. Management
Dengan nyeri dan disfungsi ringan pasien mengalami kesulitan membuka mulut
minimum. Untuk sementara, gunakan terapi panas, bilasan saline hangat, analgesic, dan jika
perlu muscle relaxant untuk memanagemen fase awal dari kejang otot. Terapi panas yaitu dengan
memberikan handuk basah yang panas diletakkan pada area selama 20 menit perjam. Larutan
saline hangat dengan pemberian 1 sendok teh garam + 12 ounce air hangat, dibiarkan dalam
mulut lalu dikeluarkan.

5. Soft tissue injury


5.1. Cause
Umumnya pada anak kecil, disabilitas mental atau fisik, dan pada pasien tua, akan tetapi
bisa juga pada seluruh umur
5.2. Problem
Trauma pada jaringan yang dianastesi akan menyebabkan bengkak dan rasa sakit saat
efek anastesi hilang. Ada kemungkinan infeksi akan terjadi kecil
5.3. Prevention
Memilih anastesi lokal sesuai dengan waktu yang sesuai dengan waktu jumpa. Cotton roll
diletakkan diantara bibir dan gigi jika masih ada efek anastesi saat waktu kunjungan pasien
selesai. Cotton roll diamankan dengan dental floss dengan cara melilitkan dental floss ke gigi
(untuk mencegah aspirasi cotton roll secara tidak sengaja). Peringatkan pasien dan orang tua
untuk tidak makan, minum panas dan menggigit bibir dan lidah untuk menguji anastesi. Stiker
peringatan mandiri dapat digunakan pada anak anak
5.4. Management
 analgesik untuk menghilangkan sakit jika diperlukan
 antibiotik, jika diperlukan, pada situasi yang menghasilkan infeksi
 Larutan salin hangat untuk mengurangi pembengkakakn yang terjadi
 Petroleum Jelly atau lubrikan untuk mengcover lesi bibir dan meminimalisir iritasi

6. Hematoma
6.1. Cause
Karena palatum merupakan mempunyai jaringan yang padat, hematoma jarang terjadi
pada injeksi palatal. Hematoma dapat terjadi setelah blok posterior superior alveolar atau inferior
alveolar. Hematoma yang terjadi karena blok inferior alveolar umumnya terlihat intraoral,
sedangkan PSA dapat terlihat extraoral.
6.2. Problem
Hematoma jarang memberi masalah signifikan selain rasa tidak nyaman atau malu bagi
pasien. Komplikasi yang dapat terjadi pada hematoma adalah trismus dan rasa sakit dengan
pembengkakan dan diskolorasi yang akan menghilang dalam 7-14 hari.
6.3. Prevention
Pengetahuan tentang anatomi normal dan teknik injeksi. Beberapa teknik seperti Blok
PSA, IANB dan blok mental/insisif mempunyai risiko besar terhadap hematoma. Modifikasi
teknik injeksi tergantung dengan anatomi pasien. Seperti kedalaman penetrasi blok PSA pada
pasien yang mempunyai karakteristik wajah yang lebih kecil. Gunakan jarum yang pendek untuk
Blok PSA untuk mengurangi risiko hematoma. Minimalkan jumalah penetrasi jarum pada
jaringan. Jangan gunakan jarum sebagai probe pada jaringan. Hematoma tidak selamanya bisa
dihindari. Saat jarum sudah masuk ke jaringan, risiko akan selalu ada.
6.4. Management
Ketika pembengkakan terjadi saat atau sesudah injeksi anastesi lokal, direct pressure
langsung dilakuakn pada daerah yang berdarah. Pada kebanyakan injeksi, pembuluh darah
berlokasi antara permukaan mukosa membran dengan tulang; penekanan lokal kurang dari 2
menit efektif untuk menghentikan perdarahan

7. Pain on injection
7.1. Cause
Penyuntikan yang tidak sesuai prosedur/teknik yang di anjurkan. Sering mengatakan hal-
hal yang dapat menakuti pasien. Jarum yang tumpul karena penyuntikan multiple. Penyuntikan
yang terlalu cepat dapat merusak jaringan

7.2. Problem
Sakit saat penyuntikan dapat meningkatkan kekhawatiran pasien, dapat menyebabkan
pasien bergerak tiba-tiba, meningkatkan resiko patahnya jarum, tramuanya jaringan atau jarum
dapat melukai operator
7.3. Prevention
Lakukan penyuntikan dengan teknik dan prosedur yang benar, baik secara anatomis atau
fisiologis. Gunakan jarum yang tajam. Gunakan anastesi topikal dengan benar.
Gunakan larutan anastesi yang steril. Suntikan larutan anastesi dengan perlahan. Pastikan
suhu larutan sesuai. Buffer larutan anastesi, normal ph 7.4
7.4. Management
Tidak ada perawatan yang dibutuhkan.
8. Burning on injection
8.1. Cause
Larutan anastesi yang terlalu asam (ph 3.5), Injeksi yang terlalu cepat
8.2. Problem
Ph larutan yang terlalu asam menyebabkan sensasi terbakar dan menyebabkan iritasi.
Ketika sensasi terbakar muncul akibat penyuntikan yang terlalu cepat, mampu menyebabkan
komplikasi seperti trismus, edema atau paresthesia.
8.3. Prevention
Bufferring larutan anastesi di ph 7.4 sesaat sebelum injeksi. Suntikan larutan anastesi dengan
perlahan. 1-1.8 ml/min
8.4. Management
Penanganan dibutuhkan jika muncul komplikasi, seperti edema, paresthesia

9. Infection
9.1. Cause
Penyebab utama terjadinya infeksi saat penyuntikan adalah jarum yang tidak steril

9.2. Problem
Jarum yang terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi ringan. Jika dibiarkan dan tidak di
tangani dapat menyababkan trismus
9.3. Prevention
Gunakan jarum diposable steril. Persiapkan jaringan yang akan disuntik dengan baik. Keringkan
lalu gunakan anastasi topikal
9.4. Management
Jika terjadi infeksi ringan pasca injeksi : Kompres otot sekitar dan aplikasikan analgesik bila
perlu Otot di relaksasi.

10. Edema
10.1. Cause
Trauma saat injeksi, Infeksi, Alergi : angioedema dpt terjadi sebagai respon, thdp anestesi
topikal tipe ester pd pasien yg alergi , Perdarahan (efusi darah ke jaringan lunak à
pembengkakan), Injeksi larutan yg mengiritasi (alkohol atau larutan sterilisasi dingin yg
mengandung cartridge), Angioedema herediter.
10.2. Problem
Biasanya edema akibat anestesi lokal ini nyeri dan menyebabkan disfungsi regio dan
pasien merasa malu. Angioneurotic edema akibat anestesi lokal pada pasien yg alergi terkadang
dapat mengganggu saluran nafas. Edema pada lidah, faring, atau laring dpt berkembang dan
mengancam jiwa sehingga perlu manajemen khusus.
10.3. Prevention
Merawat dan memegang alat anestesi lokal dengan benar. Gunakan teknik injeksi
atraumatik. Lakukan evaluasi medis yg adekuat sebelum pemberian obat pada pasien
10.4. Management
Edema karena injeksi traumatik atau larutan yg mengiritasi biasanya hilang dlm beberapa
hari tanpa terapi khusus. Berikan analgesik utk mengatasi nyeri. Setelah perdarahan, edema
hilang lebih lambat (7-14 hari). Jika terlihat bekas seperti warna kebiruan, hijau atau warna
lainnya ini menunjukan hematoma. jika gejala infeksi tdk hilang dalam 3 hari lakukan terapi
antibiotik. Edema karena alergi : jika pembengkakan di jaringan lunak bukal dan tidak
melibatkan saluran nafas berikan intramuskular atau oral histamine blocker dan dirujuk

11. Sloughing of tissues


11.1. Cause
Deskuamasi Epitel
Aplikasi anestesi topikal pada gingiva terlalu lama. Peningkatan sensitivitas jaringan thdp
anestesi lokal topikal atau injeksi. Reaksi pada area yg diaplikasikan anestesi topikal.
Abses Steril
Reaksi sekunder dari iskemia berkepanjangan akibat anestesi lokal dgn vasokonstriktor
(biasanya norepinephrine). Biasanya pada palatum durum
11.2. Problem
Nyeri, terkadang parah, Memungkinkan terjadinya infeksi pada area tsb
11.3. Prevention
Gunakan anestesi topikal yg sesuai. Biarkan larutan berkontak pd membran mukosa 1-2
menit utk memaksimalkan efektivitas dan minimalisir toksisitas Ketika menggunakan
vasokonstriktor untuk hemostasis à larutan jangan terlalu concentrated. Norepinephrine
(levophed) 1:30.000 sering menyebabkan iskemia
11.4. Management
Bersifat simptomatik. Nyeri berikan analgesik seperti aspirin atau NSAID lainnya dan
ointment topikal (Orabase) direkomendasikan utk meminimalisir iritasi. Deskuamai epitel
sembuh dlm beberapa hari. Abses steril biasanya terjadi selama 7-10 hari.

12. Postanesthetic intraoral lesions


12.1. Cause
 Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
 Herpes simplex
 Trauma jarum, larutan anestesi lokal, cotton swab, atau instrumen lainnya (rubber dam,
clamp) pada jaringan
12.2. Problem
Pasien mengeluh nyeri di area ulserasi
12.3. Prevention
Herpes simplex ekstraoral dapat dicegah jika pada fase prodromal (mild burning, sensasi
gatal lesi) à agen antiviral seperti acyclovir.
12.4. Management
 jika nyeri à larutan anestesi topikal (viscous lidocaine)
 Campuran diphenhydramine (benadryl) dan milk of magnesia dikumur
 Orabase tanpa kenalog
 Tannic acid preparation (Zilactin)
 Ulser biasanya 7-10 hari dengan/tanpa perawatan

Anda mungkin juga menyukai