Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi


klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang.
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi
stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke
tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke
bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya,
merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.

Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering


ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu tingginya
angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras,
gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes,
dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu
negara.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MH
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Sunter Jaya RT/RW 06/09, Sunter Jaya
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Betawi
Pendidikan : S1
Agama : Islam
No Rekam Medis : 25.48.40
Tanggal Masusk IGD : 22/6/2018

B. ANAMNESIS
Dilakukan Alloanamnesis oleh istri pasien tanggal 22 Juni 2018
a. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak ± 15 menit SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Os mengalami penurunan kesadaran, mendadak saat aktivitas ± 15 menit SMRS.
Sebelum mengalami penurunan kesadaran os mual dan muntah sebanyak 2 kali,
muntah menyemprot, dan mengeluh sakit kepala. ± 7,5 jam SMRS Os sempat tidak
sadar selama 10 menit, tetapi kemudian sadar kembali. Terdapat kelemahan badan
sebelah kanan dan sulit berjalan sejak ± 7 jam SMRS, bicara sempat pelo, dan mulut
agak mencong.
Os memiliki riwayat hipertensi tetapi jarang minum obat dan kontrol. Demam
tidak ada, riwayat batuk lama tidak ada, riwayat kencing manis tidak diketahui.
Riwayat diare dan muntah-muntah sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit ginjal
tidak ada.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat tekanan darah
tinggi +, riwayat kencing manis tidak diketahui. Riwayat jantung dan penyakit ginjal
tidak ada.

2
d. Riwayat Penyakit Kelurga
Riwayat penyakit yang sama dikeluarga disangkal. Riwayat darah tinggi,
penyakit hantung dan kencing manis pada keluarga tidak diketahui.
e. Riwayat Pengobatan
Os belum berobat untuk keluhan seperti ini, os juga sedang tidak mengonsumsi
obat-obatan untuk riwayat penyakitnya yang lain.
f. Riwayat Psikososial
Os lebih sering mengonsumsi makanan di luar rumah, tidak membatasi asupan
garam, Os jarang berolahraga, os juga jarang memeriksakan kesehatan ke RS atau
fasilitas kesehatan terdekat.
g. Riwayat Alergi
Alergi obat-obatan, makanan, cuaca dan debu disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 BB : 65 Kg
 TB : 160 cm
 Status Gizi (IMT) : BB (kg)/TB2 (m)
65/(1,6)2 = 25,39 ~ Overweight
b. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 170/90 mmHg
 Nadi : 62x/m
 Respiratory Rate : 11x/m
 Suhu : 36,4 C
Kepala
 Bentuk kepala : bulat, simetris, normocephal.
 Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
reflek cahaya langsung +/-, tidak langsung +/-
 Telinga : sekret -, pendengaran dalam batas normal
 Hidung : sekret -, perdarahan -, tidak ada septum deviasi
 Mulut : sianosis -, sariawan -, perdarahan gusi -, rose spot –
 Lidah : tidak ada kelainan

3
Leher
 Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
 Palpasi : pembesaran KGB -, pembesaran kelenjar tiroid -.
 Kaku kuduk : tidak ada
Thoraks
 Paru
- Inspeksi : normochest, simetris, retraksi intercostal (-)
- Palpasi : vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang paru
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), whezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas pada ICS II PSL dextra
Batas kanan pada ICS IV PSL dextra
Batas kiri pada ICS V MCL sinistra
- Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Gallop (-), murmur (-)

Abdomen
 Inspeksi : datar, tidak terlihat massa.
 Auskultasi : bising usus (+) 12x/menit
 Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan
epigastrium, supel, turgor kulit normal, undulasi (-).
 Perkusi : timpani di keempat kuadran abdomen
Ekstrimitas
 Superior : akral hangat +/+, edema -/-,petekie (-), CTR < 2 detik
 Inferior : akral hangat +/+, edema -/-,petekie (-), CTR < 2 detik

c. Status Neurologis
Kesadaran : Sopor
GCS : E2M4V2
Gerakan abnormal : Tidak ada

4
Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)

Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus) : Tidak dilakukan
3. N-III, IV, VI
a. Gerakan bola mata : Tidak dapat dilakukan
b. Ptosis : Tidak dapat dilakukan
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
d. Refleks Pupil
 langsung :+/-
 tidak langsung :+/-
4. N-V (Trigeminus) : Tidak dapat dilakukan
5. N-VII (Fasialis) : Tidak dapat dilakukan
6. N. VIII (Vestibulocochlearis) : Tidak dapat dilakukan
7. N-IX, X : Tidak dilakukan
8. N-XI (Akesorius) : Tidak dapat dilakukan
9. N-XII (Hipoglosus) : Tidak dapat dilakukan
Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
 Biceps : Meningkat
 Triceps : Meningkat
 Achiles : Meningkat
 Patella : Meningkat

5
b. Refleks Patologis
 Babinski : +/+
 Oppenheim : + /+
 Chaddock :-/-
 Gordon :-/-
 Scaeffer :-/-
 Hoffman-Trommer :-/-

2. Kekuatan Otot
3333 5555
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
4444 5555
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - /-
b. Hipertoni : -/-
Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan
Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Fungsi Kortikal
Tidak dilakukan
Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia :-
Hipersekresi keringat :-

6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Tanggal 22/6/2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemaglobin 14,1 10-15 g/dL
Eritrosit 4,55 x 106 3,6 – 4,8 x 106 /mm3
Hematokrit 41,8 32-44 %
Leukosit 17.100 5.000-10.000 /mm3
Trombosit 176.000 150.000-450.000 /mm3
LED 15 0-10 mm/jam
MCV 94,2 90-96 %
MCH 30,9 27-31 pg
MCHC 32,9 32-36 g%
KIMIA KLINIK
GDS 114 <200 mg/dl
Ureum 77 <43 mg/dl
Kreatinin 1,1 0,6-1,3 mg/dl
SGOT 14 <60 IU/L
SGPT 22 <45 IU/L
ELEKTROLIT
Natrium 127 136-145 mmol/L
Kalium 3,8 3,5-5,1 mmol/L
Klorida 95 97-111 mmol/L
ANALISA GAS DARAH
pH 7,44 7,35-7,45
PO2 98,2 80-100 mmHg
PCO2 29,9 35-45 mmHg
HCO3 20,0 22-26 mmol/L
O2Sat 97,9 90-100 %
BE -2,9 (-2) – (+2) -

7
b. Rontgen Thoraks

E. RESUME

Tn. MH, 58 tahun, dengan status gizi overweight. Mendadak penurunan kesadaran
saat aktivitas sejak ± 15 menit SMRS, muntah + sakit kepala +. Lemah anggota gerak
kanan, bicara pelo, mulut agak mencong. Riwayat hipertensi +tetapi jarang minum obat
dan kontrol.
Kesadaran sopor, GCS E2M4V2, TD 170/90, suara paru ronkhi +/+, pupil isokor,
RCL +/-, RCTL +/-, motorik kesan hemiparese dextra, reflex fisiologis meningkat, reflex
Babinski dan Oppenheim +/+.
F. DIAGNOSIS
Penurunan Kesadaran e.c Stroke Hemorrhagic dd Stroke non Hemorrklhagic
G. TATALAKSANA
Non-medikamentosa
- Observasi tanda klinis
- Bed rest total
- Head Up 30º
- Konsul dr. Sp. S
- Rencana CT Scan
Medikamentosa
- O2 3 lpm
- IVFD NaCl 20 tpm

8
- Inj. Citicoline 250 mg (IV)
- Inj. Ceftriaxone 1 gram (IV)
- Inj. Omeprazol 40 mg (IV)
H. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : Dubia ad malam
 Quo ad functionam : Dubia ad malam
 Quo ad sanationam : Dubia ad malam

9
BAB III
ANALISA MASALAH

A. STROKE HEMORAGIK
I. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan
fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak
didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara
lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea
II. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik :
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler
III. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke terdiri dari :

10
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar
11 – 20 %. Orang yang berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke
sebesar 71 %, sedangkat usia 65 – 45 tahun memiliki risiko 25 %, dan
4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding
perempuan.
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit
putih.
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak
70% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya stroke pada
penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.

11
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat
pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati
meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1
kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati
dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima
tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan
aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan
terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan
juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi
terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di
dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di
jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.
g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali.
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok

12
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi
berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf
otak dan lain – lain. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko
terkena stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko
lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi)
dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan
kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba
itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah
terserang stroke.
IV. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan
intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak
akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim
otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecil – kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1
mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma
ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan

13
perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak
dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel
atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan
serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali
terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan
penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi
umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai
penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan pembentukan
mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab
utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa,
diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan
tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis,
pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering
meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture
ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke
dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering
berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum
biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan
hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh
fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh
jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga
kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-
kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada
keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila
volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka
timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam
beberapa jam.

14
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens)
pada CT Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga
subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala
hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini
umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya
akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya
malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya
berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah,
darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam
parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala
kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar,
akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat,
muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan
Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross
hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya
darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark
otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang
terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka
kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada
saat pertama kali muncul.

15
Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :
 Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
 Derajat 1 : Sakit kepala ringan
 Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang
meningeal dan kemungkinan adanya defisit saraf kranial
 Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal
neurologi ringan
 Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal
deserebrasi
 Derajat 5 : Koma dalam, deserebrasi

2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler


a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.

16
b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh
tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah,
gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral
(hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak
spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung dari
area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik
biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan
daripada tipe lain dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia,
disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita
sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya
dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
 Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota
tubuhnya
 Rasa kesemutan di sebagian tubuh
 Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer
dominan
 Kebutaan (amaurosis fugaks)
 Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
 Penglihatan ganda (diplopia)
 Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot
ekstraokular
 Pusing seperti berputar (vertigo)
 Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)

17
 Kesulitan untuk menelan (disfagia)
 Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese
atau tetraparese)
 Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal
(hemianestesia) baik unilateral maupun bilateral

Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :

 SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X


tekanan darah diastole) - (3 x atheroma) - 12
 Scoring :
 Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
 Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
 Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
 Tanda – tanda atheroma :
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes
mellitus, angina, claudicatio intermitten).
 Interpretasi hasil score :
 > 1 : Stroke hemoragik

18
 < -1 : Stroke non-hemoragik
 -1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian
status neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang
jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan
sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan
susunan motorik sebagai berikut:

a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak


b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
 Refleks Babinsky
 Refleks Oppenheim
 Refleks Gordon
 Refleks Schaefer
 Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis,
trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap
Darah (LED)
 Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
 Fungsi hati (SGOT/SGPT)
 Urine Lengkap
 Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)

19
 Asam Urat
 Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum
adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan,
oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik.
Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95 %
 Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas

20
 Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia
( pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada
pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik seperti glukosa)
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran,
pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena
peningkatan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
 Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit,
diulang setiap 4 – 6 jam dengan target ≤ 310
mOsm/L.
 Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila
perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi

21
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi
edema otak dan tingginya TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan
tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
 Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan
diikuti oleh fenitoin loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit
 Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
 Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan,
dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan obat
antipiretik dan diatas penyebabnya
 Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau > 37.5°C
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan diberikan antibiotik
 Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan
elektroklit)
 Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi
lumbal untu pemeriksan CSF
 Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).

22
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200
mmHg atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara
kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan
perfusi serebral ≥ 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati –
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga
MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg
cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan
darah pada penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol
dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem)
intravena digunakan dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan
ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan
hingga TDS 140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering
digunakan sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya
vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam

23
target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema
paru, gagal ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS
160/90 mmHg pada 6 jam pertama.
3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.
a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
 Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau
trombositopenia berat sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor
koagulasi atau trombosit
 Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi
faktor pembekuan darah
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
 Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :
 Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
 Tidah baring total dengan posisi kepala ditinggikan
30°, beri O2 2 – 3 LPM bila perlu
 Hati – hati dalam penggunaan sedatif
 Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem
kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
 Lakukan penatalaksanaan ABC
 Perawatan dilakukan di ruang intensif
 Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi
dan menjamin jalan napas yang adekuat.
 Hindari pemakaian sedatif
 Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
o Terapi antifibrinolitik :

24
 Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV,
kemudian diikuti dengan infus kontinu 1 gr/jam
atau asam traneksamat 1 gram IV kemudian
dilanjutkan 1 gr setiap 6 jam sampai aneurisma
tertutup atau biasanya disarankan selama 72 jam.
 Terapi umum :
o Berikan laxative untuk melunakkan feses secara reguler
o Analgetik :
 Acetaminophen ½ - 1 gr/4 – 6 jam dengan dosis
maksimal 4 gr/4 – 6 jam
o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
 Haloperidol IM 1 – 10 mg tiap 6 jam
 Petidin IM 50 – 100 mg atau morfin SC atau IV 5
– 10 mg/4 – 6 jam
 Midazolam 0.06 – 1.1 mg/KgBB/jam
 Propofol 1 – 3 mg/KgBB/jam
VII. KOMPLIKASI
1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan
sitoksik, pada intra dan extraseluler.
b. Vasospasme (terutama pada PSA)
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh
sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat
langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau
produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri.
Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung,
disorientasi,”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada
daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang
dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat.
c. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid
25
bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan
Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga
pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Hidrosefalus sub akut dapat
terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2
hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala,
penurunan kesadaran dan inkontinen.
d. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.

2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :


a. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah
fungsi otak membaik kembali.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke.
Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran,
patologi lesi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai
sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama
risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr, M dan M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi Duus. 2010. Jakarta: EGC
2. Bornstein, Nathan M. Stroke Practical Guide for Clinicians. 2009. Basel: Kargel.
3. Gofir, Abdul. Manajemen Stroke, Evidance Based Madacine. 2009. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press
4. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
bekerja sama dengan Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 2008
5. Kumar, Cotran, Robbins, Buku Ajar Patologi Volume 2. 2007.Jakarta: EGC
6. Leon-Carrion, J. 2005. Methods and tools for the assessment of outcome after brain
injury rehabilitation. In : Leon-Carrion J, Von Wild KRH, Zitnay GA. (eds). Brain
Injury treatment theories and practices.pp.331-353. Taylor & Francis. Great Brittain.
7. Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta:
2004
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta:
PERDOSSI.
9. Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine. Patofisiologi Edisi 4 Buku 2. EGC. Jakarta: 1995
10. Rumantir, U, C; 1986; Pola Penderita Stroke RSHS periode 1984-1985; Lab/UPF Ilmu
Penyakit Saraf UNPAD RSHS, Bandung
11. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed. McGraw
Hill. 2001

27

Anda mungkin juga menyukai