Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Lidah buaya (Aloe vera (L.) Weeb.) merupakan satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia
yang berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai tanaman obat dan bahan baku industri.
Menurut Wahjono dan Koesnandar (2002), selain itu juga lidah buaya memiliki banyak manfaat
dan khasiat dibbeberapa bidang seperti bidang kedokteran, bidang kosmetik, bidang olahan
makanan dan lain-lain.

Permintaan lidah buaya di Indonesia untuk bahan kosmetik dan obat-obatan semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya perusahaan pengolahan daun lidah buaya, sehingga setiap
tahun harus mengimpor dari Amerika Serikat dan Australia (Furnawanthi, 2002). Melihat peluang
pasar yang besar tersebut menyebabkan banyak masarakat memilih untuk membudidayakan
tanaman ini.

Seperti halnya tanaman lain, untuk dapat berproduksi maksimal lidah buaya harus
terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. Selain kebutuhan yang bersifat input, kebutuhan akan ruang
hidup atau jarak tanam juga memiliki pengaruh yang sangat besar, oleh sebab itu pengaturan jarak
tanam harus diperhatikan untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal.

Makalah ini dibuat bertujuan untuk membantu meningkatkan hasil produksi tanaman lidah
buaya dengan pengaturan jarak tanam yang tepat.
BAB II

TANAMAN LIDAH BUAYA

2.1 Klasifikasi Tanaman Liadah Buaya

Aloe genus berasal dari famili Liliaceae dengan lebih dari 500 spesies di dunia.
Tanaman Ini adalah spesies tanaman sukulen dan endemik ke Afrika, daerah tropis dan
semi tropis. Spesies yang dikenal dari Aloe adalah Aloe vera L. dan nama lainnya adalah
Aloe barbadensis Miller. Tanaman ini memiliki daun segitiga dan berdaging dengan tepi
bergerigi, bunga tubular kuning dan buah-buahan yang mengandung banyak biji (Surjushe
et al., 2008)

Menurut Furnawanthi, (2002)

klasifikasi tanaman lidah buaya sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliflorae
Suku : Liliaceae
Marga : Aloe
Jenis : Aloe vera .L.
2.2 Morfologi Tanaman Lidah Buaya
A. Batang
Tanaman lidah buaya merupakan tanaman yang berbatang pendek.
Batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian
terbenam di dalam tanah. Melalui batang akan muncul tunas-tunas yang kemudian
akan menjadi cabang anak lidah buaya (bibit). Lidah buaya yang bertangkai
panjang juga muncul dari batang melalui celah-celah atau ketiak daun. Beberapa
spesies lidah buaya ada juga yang berbentuk pohon dengan ketinggian 3-5 m,
spesies semacam ini dapat dijumpai di gurun-gurun di Afrika Utara, dan Amerika.
Melalui batang inilah tumbuh tunas yang akan menjadi anakan.
B. Daun/Pelepah
Daun pelepah lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang.
Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, dan
mempunyai lapisan lilin di permukaan, serta bersifat sukulen yakni mengandung
air, getah, atau lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian
bawahnya membulat cekung. Daun lidah buaya memiliki panjang mencapai 50—
75 cm dengan berat 0,5—1 kg, daun melingkar rapat disekeliling batang dengan
duri lemas di bagian tepi. Getah atau lendir (gel) berwarna kuning dan ujung
meruncing. Pada daun lidah buaya muda, terdapat bercak berwarna hijau pucat
sampai putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya beranjak dewasa. Namun
tidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau lokal. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun juga berjajar
gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna.
C. Bunga
Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2—3
cm berwarna kuning-oranye. Tersusun sedikit berjuntai melingkari ujung tangkai
yang menjulang ke atas sepanjang sekitar 50—100 cm. Bunga lidah buaya ada juga
yang berwarna kemerahan, berupa pipa yang mengumpul, keluar dari ketiak daun,
berukuran kecil, tersusun dalam rangkaian berbentuk tandan, panjangnya bisa
mencapai 1 m.

D. Akar
Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang sangat pendek dengan akar
serabut yang panjangnya bisa mencapai 30—40 cm dan berada pada permukaan
tanah. Akibatnya tanaman mudah tumbang karena akar tidak cukup kuat menahan
beban daun lidah buaya yang cukup berat.
E. Biji
Biji dihasilkan dari bunga yang telah mengalami penyerbukan.
Penyerbukan biasanya dilakukan oleh burung atau serangga lainnya. Namun, jenis
Aloe barbadensis dan Aloe chinensis tidak membentuk biji atau tidak mengalami
penyerbukan. Kegagalan ini diduga disebabkan oleh serbuk sari steril (pollen
sterility) dan ketidaksesuaian diri (self incompatibility). Karena itu, kedua jenis
tanaman ini berkembang biak secara vegetatif melalui anakan.

Gambar 1. Tanaman lidah buaya

Lidah buaya dapat tumbuh di daerah yang kering. Hal ini dikarenakan lidah buaya
dapat menutup stomatanya sampai rapat pada musim kemarau untuk melindungi kehilangan
air dari daunnya. Lidah buaya juga dapat hidup di daerah beriklim dingin, karena lidah buaya
termasuk tanaman CAM ( crassulance acid metabolism ). Tanaman CAM adalah tanaman
sukulen yang memiliki daging daun tebal dan memiliki kebiasaan untuk tidak membuka
stomatanya pada siang hari. Saat malam hari stomata daun ini akan membuka, memungkinkan
uap air masuk dan tidak terjadi penguapan air, sehingga air di dalam tubuhnya dapat
dipertahankan (McVicar, 1994)
BAB IV
JARAK TANAM

2.3 Jarak Tanam


Jarak tanam atau kerapatan tanaman merupakan bagian dari teknik bercocok tanam
yang perlu diperhatikan secara serius agar pemanfaatan sumber daya lingkungan dapat
maksimal. Istilah jarak tanam bila dipilah lebih lanjut sesungguhnya terdiri dari dua kata
yaitu jarak dan tanam. Jarak mempunya arti ruang (panjang, jauh) antara dua benda atau
tempat. Sementara kata tanam bermakna prihal tanam menanam, dan bila kata tersebut
menunjukkan suatu karya, menjadi menanam(kan) yang artinya menaruh (bibit, benih,
stek, dsb) di dalam tanah supaya tumbuh (Poerwadarminta, 1983).
Kerapatan tanaman penting diketahui untuk menentukan sasaran agronomi, yaitu
produksi maksimal karena kerapatan tanaman berhubungan erat dengan jumlah hasil yang
diperoleh dari sebidang tanah. Pengaturan jarak tanam sesungguhnya merupakan upaya
meperkecil persaingan antara sesama tanaman. Persaingan yang terjadi antara tanaman
yang diupayakan/dibudidayakan secara monokultur akan menyebabkan persaingan antara
tanaman sejenis (intraspecific competition). Persaingan antara tanaman sejenis untuk
merebut nutrisi, tempat/ruang, air dan faktor-faktor keperluan pertumbuhan lainnya
(Candrakirana;1993).
Pada sistem bercocok tanam, apabila kerapatan tanaman (jumlah populasi)
melebihi batas optimum, maka akan terjadi hambatan pertumbuhan tanaman akibat tidak
tahan bersaing dengan tanaman lain. Semakin dekat jarak tanam antara satu tanaman
dengan tanaman lain, makin serupa sifat pertumbuhan yang dperlukan, makin hebat pula
persaingannya (Aryawijaya, dalam Candrakirana;1993).
Beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan rendahnya produktivitas pada
jarak tanam yang rapat yaitu :
1. Varietas umumnya akan tumbuh tidak optimal apabila menerima sinar yang rendah
akibat adanya persaingan antar individu tanaman dalam jarak tanam rapat.
2. Terjadinya kahat hara tertentu terutama N, P dan K serta air akibat pertanaman yang
rapat, perakaran yang intensif sehingga pengurasan hara juga intensif.
3. Terjadinya persaingan dan tidak adanya ruang tersebut maka proses pertumbuhan
seperti fotosintesis dan perkembangan dahan akan terhambat, hal tersebut dikarenakan
unsur hara, air maupun cahaya merupakan kebutuhan mutlak bagi tanaman dalam
proses fotosintesisnya. Sedangkan tanpa adanya ruang maka dahan akan saling
menaungi sehingga perkembangannya akan terganggu (Sugeng, 2001).

Sumarno (1984) telah menyatakan bahwa tanaman akan tumbuh dengan


baik apabila faktor - faktor tumbuh yang diperlukannya berada dalam keadaan
optimal , sebaliknya bila keadaan tersebut tidak tersedia dalam keadaan optimal maka
pertumbuhan tanaman akan terhambat yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil.
Jarak tanam akan mempengaruhi ketersediaan faktor - faktor tumbuh yang
dibutuhkan tanaman. Semakin rapat jarak tanam yang dibutuhkan maka semakin
sedikit ketersediaan faktor - faktor tumbuh tersebut. Pada sistem pertanaman
polikultur hal ini akan mengakibatkan adanya spesies yang dominan dan spesies
yang tertekan, namun pada sistem monokultur seluruh tanaman akan terhambat
pertumbuhannya. Namun, semakin lebar jarak tanam yang dipergunakan
mengakibatkan popolasi tanaman akan berkurang sehingga produksinya akan
menurun (Putriani, 2005) dan merangsang tumbuhnya gulma
BAB V

JARAK TANAM PADA TANAMAN LIDAH BUAYA

Menurut sudarto (1997) Belum ada kesesuaian pendapat tentang jarak tanam yang baik
untuk tanaman lidah buaya, namun dengan beberapa alasan, jarak tanam yang dianjurkan
berada pada kisaran 50x50 cm sampai 100x100 cm .

karena jarak tanam sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dimana tanaman
lidah buaya dibudidayakan. Dengan panjang akar tanaman lidah buaya 30 - 40 cm dan panjang
daun 50 - 75 cm, pendapat di atas tidak dapat dibantah. Namun karena masih berada
pada kisaran yang luas maka cukup layak untuk ditentukan jarak tanam yang lebih tepat.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh jumini dan syammiah diperoleh hasil sebagai berikut

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jarak tanam 50x50 cm belum cukup
lebar bagi pertanaman lidah buaya. Jarak tanam ini tidak hanya mengurangi kecukupan hara
tersedia (dapat dicermati dari jumlah daun dan jumlah anakan) namun juga buruk
pengaruhnya terhadap ruang hidup yang dibutuhkan tanaman (dapat dicermati dari panjang daun,
tebal daun dan lebar daun) . demikian, jarak tanam 70x70 cm mulai terlalu lebar
bagi pertanaman lidah buaya , karena hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan
jarak tanam 60x60 cm.

Tanaman lidah buaya tidak mempunyai tajuk yang rimbun sehingga penanamannya dapat
dilakukan dengan menggunakan jarak tanam yang tidak terlalu lebar tapi tidak juga terlalu rapat.
Jarak tanam yang sering digunakan adalah jarak tanam baris tunggal yang memudahkan
pemeliharaan dan pemanenan. Jarak tanam yang digunakan secara baris tunggal adalah 50 x 75
cm dan 50 x 100 cm. Pengukuran jarak tanam yang baik akan memudahkan pemeliharaan
selanjutnya karena lidah buaya akan dipelihara dalam waktu yang lama.

.
Manfaat pengaturan jarak tanam pada tanaman lidah buaya

1. Tanaman dapat tumbuh dengan maksimal


2. Mencegah adanya persaingan antara tanaman lidah buaya
3. Memudahkan pemeliharaan dan pemanenan
4. Mencegah resikonya terkena hama
BAB V

KESIMPULAN

Tanaman lidah buaya merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat dan
khasiat,dalam budidaya tanaman lidah buaya tidak terlalu susah. Seperti halnya tanaman lain,
untuk dapat berproduksi maksimal lidah buaya harus terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. Selain
kebutuhan yang bersifat input, kebutuhan akan ruang hidup atau jarak tanam juga memiliki
pengaruh yang sangat besar, oleh sebab itu pengaturan jarak tanam merupakan salah satu factor
yang sangat penting.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tanaman lidah buaya membutuhkan jarak
tanam yang tidak terlalu rapat tapi juga tidak terlalu lebar, jika menggunakan jarak tanam yang
terlalu rapat maka akan membuat tanaman tidak tumbuh dengan optima, begitupun sebaliknya jida
penanaman menggunakan jarak tanam yang terlalu lebar malah akan mengurangi jumlah varietas
yang ditanam. Dan jarak tanam yang tepat yaitu berkisar 50 x 75 cm atau 50 x 100 cm.
DAFTAR PUSTAKA

Candrakirana, I Wayan. 1993. Studi Tentang Pengaruh Pengaturan Jarak Tanam Terhapan
Jumlah Tanaman Padi IR-64 (Oryza sativa L. Varietas IR-64). Universitas Udayana Press.
Singaraja

Furnawanthi. I.2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Agro Media
Pustaka. Jakarta
McVicar, J., 1994, Jekka’s Complete Herb Book , Kyle Cathie Limited, London

Poerwadarminta. W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka

Putriani, H. 2005. Dalam Jumini dan Syammiah 2006. Pengaruh jenis pupuk organik dan jarak
tanam terhadap budidaya pertumbuhan lidah buaya. jurnal Floratek 2 :10 7 – 1 13

Sugeng, H.,2001. Bercocok Tanam Padi. Aneka Ilmu. Semarang

Sumarno, 1984. Kedelai dan Cara Budidayanya. Yasaguna, Jakarta.

Surjae, AR,Vasmi, R.2008 Aloe vera a short review. Indian journal of Dermatology: 53,163-
166

Wahjono, E. dan Koesnandar. 2002. Mengebunkan Lidah Buaya secara Intensif . Jakarta: Agro
Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai