Anda di halaman 1dari 5

Nama : Septiyani Upik Marwati.

NPM : 1610401085

PERBEDAAN SISTEM PERTANIAN TERPADU DAN SISTEM PERTANIAN ECOFARMING

 SISTEM PERTANIAN TERPADU

Sistem pertanian terpadu merupakan menggabungkan berbagai kegiatan pertanian,


peternakan, perikanan, kehutanan dalam ekosistem pertanian dalam satu lahan dengan demikian
diharapkan terjadi suatu peningkatan produktivitas hasil lahan tersebut dari penghasilan petani
jangka pendek, menengah dan panjang sehingga petani sendiri dalam menejemen keuangan dapat
terpenuhi dengan adanya sistem pertanian terpadu ini.
Pertanian terpadu dikatakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara
menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian terpadu
sangat menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem
pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap lingkungan.
Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian juga dapat
dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu
memiliki potensi biomas yang besar.
Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber
masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen
pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan.
Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah
dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.

Penerapan Pertanian Terpadu

Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan
dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian
yang integral dalam system pertanian tersebut. Analisis input pada peternakan ini adalah
kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan
tersebut adalah jerami dan shorgum. Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya
ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat
di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan.
Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu
memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar. Sedangkan air tidak
terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah
diberikan.

Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang
dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton
dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan,
informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk
organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan
dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian.
Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil
penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat.
Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai
pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada
tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4
berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus.
Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya
berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani
ke depan. Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat.
Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil
pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi
kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi. Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran
tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai
pupuk.

Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple
cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman tanaman musiman jagung, ketela
pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon. Sistem
tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman
perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum
banyak mendapat perhatian. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai
komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan
komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman
perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra,
hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan
biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa.

Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : (1) tersedianya tanaman peneduh
bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2) meningkatkan kesuburan tanah
melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan
ternak, membatasi pertumbuhan gulma, (4) mengurangi penggunaan herbisida, (5) meningkatkan
hasil tanaman perkebunan dan (6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun,
jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. Pengolahan feses dan
urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan MARROS Bio-Activa
yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi
tanaman.

Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami
tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang
merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan,
kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan
adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai
sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh
rasio C, N, P. Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik
pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl
eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya.
Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap.

CONTOH DARI SISTEM PERTAIAN TERPADU

Petani selain menanam padi dapat beternak atau ayam termasuk menanam sayur mayur dengan
kotoran yang dihasilkan ternak dapat dipergunakan untuk pupuk kandang untuk sayuran tanpa harus
membeli pupuk lagi serta kalau emmang gagal dalam hal menanam padi masih dapat penghasilan dari
ternak dan ikan untuk mendapatkan penghasilan guna menutupi kerugian dari gagal panen.
 SISTEM PERTANIAN ECOFARMING

Ecofarming adalah bentuk budidaya pertanian yang mengusahakan sedapat mungkin


tercapainya keharmonisan dengan lingkungannya. Dalam hal tertentu dalam ecofarming bisa saja
memasukkan komponen pepohonan atau tumbuhan berkayu lainnya sehingga dapat disebut
agroforestri. Dalam eco-farming tidak selalu dijumpai unsur kehutanan dalam kombinasinya,
sehingga dalam hal ini ecofarming merupakan kegiatan pertanian.
Selain itu ecofarming ini mempunyai pengertian sebagai merupakan sistem budidaya tanaman
yang berpihak kepada kelestarian lingkungan hidup serta kesehatan konsumennnya. Pada
dasarnya, sistem ini bukan merupakan sebuah konsep baru, tetapi merupakan suatu cara bertani
yang sudah dikembangkan sebelum diterapkannya pertanian konvensional (revolusi hijau).
Namun, keakraban petani dengan sistem pertanian konvensional pada saat ini menyebabkan
pengetahuan tentang pola pertanian ekologis dan keterampilan dalam menerapkan sistem
pertanian yang sejak dulu telah dilakukan tersebut menjadi terlupakan.
Selain menghasilkan produk pertanian yang aman dikonsumsi, bergizi serta baik bagi kesehatan,
keuntungan lain yang dapat diperoleh dari pengembangan sistem pertanian organik diantaranya
adalah: meminimalkan polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, meningkatkan dan
menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang serta memelihara kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan.
Petani menunjukkan pupuk organik hasil produksinyaPertanian ekologis mengacu kepada sistem
pertanian yang mengikuti prinsip-prinsip dan logika-logika organisme hidup yang semua elemen-
elemennya (tanah, tanaman, ternak serangga, petani, dll) berhubungan erat satu sama lain. Oleh
karenanya pertanian ekologis harus didasarkan pada pengertian yang mendalam dan pengelolaan
yang cermat dari interaksi - interaksi dan proses-proses tersebut.
Dengan demikian istilah pertanian ekologis tidak hanya berarti penolakan terhadap penggunaan
pupuk dan pestisida yang bersifat sintetis atau kimia. Petani ekologis dapat banyak belajar dari
mengamati hubungan saling ketergantungan dalam suatu ekosistem alam, misalnya hutan.

CONTOH DARI SISTEM PERTAIAN ECOFARMING

Dalam hal tertentu dalam ecofarming bisa saja memasukkan komponen pepohonan atau
tumbuhan berkayu lainnya sehingga dapat disebut agroforestri. Dalam eco-farming tidak selalu
dijumpai unsur kehutanan dalam kombinasinya, sehingga dalam hal ini ecofarming merupakan
kegiatan pertanian. Misalnya pada penanaman pohon kakao yang mana dapat dimanfaatkan
semua yang dihasilkan dari pohon kakao tersebut.

Anda mungkin juga menyukai