Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, sangat butuhkan peran pendidik

yang profesiaonal. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik

merupakan jabatan profesional1. Untuk itu profesionalisme guru dituntut terus

berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya

manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di

forum regional maupun internasional.

Tantangan lain dunia pendidikan di era informasi dimana dunia menjadi

semakin terbuka, menghilangkan batas-batas geografis, administratif, yuridis,

politis maupun sosial-budaya. Masyarakat global, masyarakat teknologis atau

masyarakat informasi yang bersifat terbuka dan berubah sangat cepat tersebut

memberikan tuntunan, tantangan atau bahkan ancaman-ancaman baru. Manusia

1
_______, (2004), Standar Kompetensi Guru Sekolah Menengah Pertama, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
2

yang hidup di abad ini dituntut untuk berusaha tahu banyak (knowing much),

berusaha berbuat banyak (doing much), berusaha mencpai keunggulan (being

exellence), berusaha menjalin hubungan dan kerjasama dengan oran lain (being

sociable), dan berusaha menjaga teguh nilai-nilai moral (being morally). Manusia-

manusia unggul, bermoral dan pekerja keras inilah yang menjadi tuntutan

masyarakat global. Manusia-manusia demikian akan mampu berkompetisi secara

sehat di abad sekarang.

Dasar-dasar pengembangan manusia “unggul, bermoral dan pekerja keras”

tersebut diberikan di sekolah, pengembangan selanjutnya berlangsung di

masyarakat dan lingkungannya. Sekolah mungkin tidak mampu mencetak

manusia-manusia seperti tersebut, tetapi memberikan dasar-dasarnya untuk

kemudian dikembangakan lebih lanjut. Dengan demikian pendidikan merupakan

ujung tombak untuk mencetak manusia yang unggul, bermoral dan pekerja keras.

Ini berarti pula guru sebagai pendidik mempunyai peran yang strategis dalam

mewujudkan hal tersebut.

Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

menjadi penghuni di permukaan planet bumi ini, yang senantiasa

berhadapan/berhubungan dengan dimensi-dimensi ruang, waktu, dan berbagai

bentuk kebutuhan (needs) serta berbagai bentuk peristiwa baik dalam skala

individual maupun dalam skala kelompok (satuan sosial).

Berkenaan dengan sebagian dari hakekat makhluk manusia tadi, dan

kemudian dihadapkan pada beberapa disiplin ilmu sosial, maka tentu saja terdapat

relasi, relevansi, dan fungsi yang cukup signifikan. Dimensi ruang (permukaan
3

bumi) dengan segala fenomenanya, sangat relevan menjadi obyek (bahan) kajian

geografi. Sedangkan dimensi manusia baik dalam skala individual maupun dalam

skala kelompok (masyarakat dan satuan sosial lainnya) sangat relevan menjadi

bahan kajian/telaah disiplin sosiologi dan psikologi sosial. Kemudian dimensi

waktu dan peristiwa-peristiwa yang dialami manusia dari waktu ke waktu sangat

relevan menjadi obyek/bahan kajian bagi disiplin ilmu sejarah. Sedangkan

dimensi kebutuhan (needs) yang senantiasa memiliki karakteristik/sifat

keterbatasan (kelangkaan) sangat tepat menjadi obyek kajian bagi disiplin ilmu

ekonomi.

Perkembangan kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia

dewasa ini menunjukkan perkembangan yang memprihatinkan berkaitan dengan

nasionalisme. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa bangsa

ini sedang mengalami krisis nasionalisme. Upaya memisahkan diri dari NKRI

merupakan salah satu indikasi bahwa ada masalah dengan semangat nasionalisme

bangsa Indonesia.

Contoh sederhana dari lunturnya semangat nasionalisme antara lain adalah

penggunaan Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan, bahasa nasional, dan bahasa negara, perlu akui kian terdesak, terlebih-

lebih dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Ini tidak lain disebabkan oleh

bangsa kita sendiri yang sangat suka meniru apa-apa yang berasal dari luar negara

dan mencintai produk-produk luar negara. Demikian pula halnya dalam

berbahasa. Kita sering menganggap bahasa asing lebih “wah”, lebih bergengsi,
4

dan lebih bermutu. Hal ini, antara lain, dapat kita lihat dalam berbagai peristiwa

atau kegiatan seperti berikut.

(1) Pertemuan-pertemuan Resmi

Banyak pakar, tokoh, dan pejabat kita lebih suka menggunakan istilah-

istilah asing, seperti capable, elegant, dan clean goverment, dalam pertemuan-

pertemuan resmi, seperti seminar, lokakarya, dialog interaktif, dan lain-lain,

meskipun tidak semua orang bisa memahaminya.

(2) Karya Tulis

Karya tulis, seperti artikel, skripsi, tesis, dan lain-lain, jika tidak disisipi

dengan istilah-istilah asing dianggap kurang bermutu. Meskipun dalam beberapa

kasus bahasa asing perlu untuk menegaskan maksud atau memang tidak ada

terjemahan yang dianggap tepat dalam bahasa Indonesia.

(3) Nama Produk

Ada anggapan bahwa sebuah produk akan dianggap bermutu atau

berkualitas jika nama produk tersebut menggunakan kata-kata asing.

(4) Nama Lembaga

Nama lembaga atau perkumpulan juga akan dianggap hebat dan bergengsi

jika menggunakan kata-kata asing.

(5) Acara Telivisi dan Iklan/Promo

Banyak acara televisi kita diberi nama dengan bahasa asing, seperti

Headline News, Indonesian Today, Breaking News, Kick ‘N Rush, dan Planet

Football. Begitu juga dengan iklan-iklan yang ditayangkan televisi kita banjir
5

dengan kosa-kata asing, seperti Star Mild losta masta, so Klin is the best, dan

simPATI No Compromise No Problem.

Contoh sederhana di atas menunjukkan bahwa kebanggaan berbahasa dan

berbangsa Indonesia sudah mulai luntur. Kondisi ini jika tidak ada pembenahan

secara serius dan menyeluruh maka dikhawatirkan akan menyebabkab hilangnya

jati diri sebagai bangsa Indonesia.

Berdasarkan latar belakang di atas maka pendidikan mempunyai tanggung

jawab yang besar dalam memupuk kembali semangat nasionalisme. Terlebih lagi

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang mempunyai tujuan selain memberikan

pemahaman yang bersifat pengetahuan juga berupa keterampilan sosial yang salah

satunya adalah pemupukan semangat nasionalisme.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumasan masalah yang

diangkat adalah:

1. Apa yang menyebabkan lunturnya nilai-nilai nasionalisme dikalangan

generasi muda?

2. Bagaimana menanamkan nilai-nilai nasionalisme dikalangan generasi muda

melalui pendidikan IPS?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan pembahasan ini adalah:


6

1. Untuk mengetahui penyebab lunturnya nilai-nilai nasionalisme dikalangan

generasi muda.

2. Untuk mengetahui penanaman nilai-nilai nasionalisme dikalangan generasi

muda melalui pendidikan IPS.

D. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Secara teoritis, dapat menambah wahana pengetahuan tentang peran dan

tugas guru Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam menanamkan nilai-

nilai nasionalisme

2. Secara praktis, dapat menjadi masukan yang berguna bagi pengembangan

penanaman nilai-nilai nasionalisme.

Anda mungkin juga menyukai