Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

SIROSIS HEPATIS DAN HEPATITIS B

Pembimbing:
dr. Rusli, Sp.PD

Oleh:
Dennis Aditya (406162132)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI - BOGOR
PERIODE 28 MEI 2018 – 11 AGUSTUS 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :
Sirosis Hepatis dan Hepatitis B

Disusun oleh :
Dennis Aditya (406162132)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Ciawi

Ciawi, Juni 2018

dr. Rusli, Sp.PD

2
SIROSIS HATI
1.1 DEFINISI SIROSIS HATI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif . Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan
penunjang retikulun kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan
regenerasi nodularis parenkim hati.1
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata yang merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronis dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan hati.1

1.2 EPIDEMIOLOGI SIROSIS HATI


Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsi sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di Barat. Angka
kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis hati dari wanita (2-4,5 :
1). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dari 19914 pasien yang dirawat di bagian penyakit
dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati (5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819
pasien sirosis hati (72,7%). Perbandingan pria dan wanita 2,2 : 1. Dari hasil biopsi ternyata
kekerapan sirosis mikro dan makronodular hampir sama (1,6 : 1,3).

1.3 KLASIFIKASI SIROSIS HATI


1. Klasifikasi Etiologi3
 Etiologi yang diketahui penyebabnya:
- Hepatitis virus tipe B dan C
- Alkohol
- Metabolik: Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha I anti
tripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit penimbunan glikogen.
- Kolestasis kronik/ sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik.
- Obstruksi aliran vena hepatik, penyakit vena eksklusif, sindrom Budd Chiari,
perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan.
- Gangglian imunologis : hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.
- Toksik dan obat: MTX, INH, Metildopa.
- Operasi pintas usus halus pada obesitas.

3
- Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis.
 Etiologi tanpa diketahui penyebabnya, dinamakan sirosis kriptogenik/ heterogenous.

2. Klasifikasi Morfologi2
 Sirosis Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal dan teratur,dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata tersebar di seluruh lobul. Besar nodul sampai 3
mm.
 Sirosis Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, nodul yang besarnya
juga bervariasi. Ada nodul besar di dalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang
masih baik atau terjadi regenerasi parenkim,
 Sirosis Campuran
Sirosis mikronodular yang berubah menjadi makronodular.

3. Klasifikasi Fungsional3
 Kompensasi baik ( laten, sirosis dini)
 Dekompensasi ( aktif,disertai kegagalan hati dan hipertensi portal )

1.4 PATOGENESIS SIROSIS HATI


Peradangan sel hati menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular),
terjadi kolaps lobulus hati dan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps
dan berubah jadi parut. Jaringan parut dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang
lainnya atau porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan ganggaan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel
duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen
bertambah dan reversible menjadi irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang
aselular pada daerah porta dan parenkim hati. 4

4
1.5 PATOFISIOLOGIS SIROSIS HATI
Alcoholic Cirrhosis
Sirosis alkoholik merupakan salah satu dari konsekuensi akibat penggunaan minuman
alkohol yang lama. Dan sering disertai tipe perlukaan hati yang dirangsang oleh alkohol seperti
fatty liver alkoholik dan hepatitis alkoholik. Sirosis tipe ini mempunyai karakteristik garis parut
yang tipis dan difus, sejumlah kerusakan sel hati yang seragam, dan nodul regeneratif kecil
sehingga kadangkala disebut sebagai sirosis mikronodular. Para pakar umumnya setuju bahwa
alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hepar. Akumulasi lemak mencerminkan
adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk pembentukan trigliserida secara berlebihan,
pemakaiannya yang berkurang dalam pembentukan lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam
lemak.
Dengan intake alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblas muncul pada lokasi
perlukaan dan mendeposit kolagen. Septa seperti sarang laba-laba dari jaringan ikat muncul di
periportal dan zona perisentral dan akhirnya menghubungkan triad portal dan vena sentral.
Jaringan pengikat yang tipis ini melingkupi sejumlah kecil massa dari sel hati yang tersisi, yang
beregenerasi dan membentuk nodul. Walaupun regenerasi muncul dalam sejumlah kecil
parenkim, umumnya kerusakan sel melebihi penggantian sel parenkim. Dengan kelanjutan
destruksi hepatosit dan deposisi kolagen, hati mengisut, dan mendapat gambaran nodular, dan
menjadi keras pada stadium akhir sirosis. 4

Biliary Cirrhosis
Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari sistem bilier intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan ekskresi bilier yang terganggu, destruksi dari
parenkim hepatik, dan fibrosis yang progresif. Sirosis bilier primer terkarakteristik dengan
inflamasi kronik dan obliterasi fibrous dari duktus-duktus kantung empedu intrahepatik. Sirosis
bilier sekunder merupakan hasil dari obstruksi lama dari duktus ekstrahepatik yang lebih besar.
Walaupun Sirosis bilier primer dan sekunder dipisahkan secara patofisiologi namun dengan sebab
awal yang sama, banyak gejala klinis yang mirip.
Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam sel-sel hepar. Terbentuk
lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti sirosis laennec.
Hepar membesar, mengeras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi
bagian awal dan primer dari sindrom, demikian pula pruritus , malabsorpsi dan steatorea. 4

5
Cardiac Cirrhosis
Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju penyakit liver kronis
dan sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis dari fibrosis dan nodul regeneratif
membedakan sirosis kardiak dari kongesti pasif dari hati akibat gagal jantung akut dan nekrosis
hepatoselular akut (shock liver) yang diakibatkan dari hipotensi sistemik dan hipoperfusi dari
liver.
Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd dari tekanan vena yang meningkat melalui
vena kava inferior dan vena hepatik menuju kongesti dari hepar. Sinusoid-sinusoid hepar menjadi
terdilatasi dan terisi penuh darah, dan liver menjadi bengkak dan tegang. Dengan kongesti pasif
yang lama dan iskemia dari perfusi sekunder yang buruk sampai output jantung yang berkurang,
nekrosis dari sentrilobular hepatosit menyebabkan fibrosis pada daerah-daerah sentral ini.
Akhirnya, terjadi fibrosis sentrilobular, dengan kolagen menjulur keluar dalam karakteristik pola
stellate dari vena sentral. Pemeriksaan luar dari hepar menunjukkan warna merah yang lain
(terkongestif) dan daerah yang pucat (fibrotik), sebuah pola yang sering disebut “nutmeg liver”.
Kemajuan dalam penanganan gangguan jantung, dan kemajuan dalam ilmu pengobatan bedah,
telah mengurangi frekuensi sirosis jantung.4

Hepatitis
1.5.1 DEFINISI HEPATITIS B
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan infeksi virus
hepatitis B.3 Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari
seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. 4 Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik,
yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya,
adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan
radang dan kerusakan pada hepar.11

1.5.2 EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO HEPATITIS B


Hepatitis B merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, tetapi distribusi carier virus
hepatitis B sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Di area dengan prevalensi tinggi
seperti Asia Tenggara, Cina, dan Afrika, lebih dari setengah populasi pernah terinfeksi oleh virus
hepatitis B pada satu saat dalam kehidupan mereka, dan lebih dari 8% populasi merupakan
pengidap kronik virus ini. Keadaan ini merupakan akibat infeksi VHB yang terjadi pada usia
dini.5,6

6
Infeksi VHB yang terjadi pada masa bayi dan anak umumnya tidak memberikan gejala
klinis (asimtomatik), sehingga sering kali tidak diketahui. Dengan demikian dapat dimengerti bila
angka laporan mengenai jumlah pengidap jauh di bawah angka yang sebenarnya. 5,6
Pada bayi dan anak terdapat masalah hepatitis B yang serius karena risiko untuk
terjadinya infeksi hepatitis B kronis berbanding terbalik dengan usia saat terjadinya infeksi. Data-
data menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi VHB sebelum usia 1 tahun mempunyai resiko
kronisitas sampai 90%, sedangkan bila infeksi VHB terjadi pada usia antara 2- 5 tahun risikonya
menurun menjadi 50%, bahkan bila terjadi infeksi pada anak berusia di atas 5 tahun hanya
berisiko 5-10% untuk terjadinya kronisitas.5,6
Prevalens HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20%, dengan
frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini lebih tinggi. Di Jakarta
prevalens HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%. Angka-angka ini sangat tinggi
sehingga diperlukan suatu cara untuk menurunkannya. Pengobatan untuk menghilangkan virus
hepatitis B sampai saat ini belum memuaskan dan hanya dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan criteria yang sangat selektif serta menelan biaya yang cukup tinggi. Cara lain yang dapat
digunakan adalah dengan imunisasi hepatitis B secara universal. Berdasarkan data di atas,
menurut klasifikasi WHO, Indonesia tergolong dalam Negara dengan prevalens infeksi VHB
sedang sampai tinggi, sehingga strategi yang dianjurkan adalah dengan pemberian vaksin pada
bayi sedini mungkin.7,8
Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan terjadinya infeksi
HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap VHB ini diduga mendapatka infeksi
HBV melalui transmisi vertical, sedangkan sebagian lainnya mendapatkan melalui transmisi
horizontal karena kontak erat pada usia dini. Tingginya angka transmisi vertical dapat
diperkirakan dari tingginya angka pengidap VHB pada ibu hamil pada beberapa rumah sakit di
Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha untuk memutuskan rantai penularan sedini
mungkin, dengan cara vaksinasi bahkan bila memungkinkan diberikan juga imunisasi pasif
(HBIg).7,8
1.5.3 PATOFISIOLOGI HEPATITIS B
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah partikel Dane
masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi
dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang
tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B merangsang respon imun tubuh, yang
pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat terangsang dalam waktu beberapa
menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan
respon imun spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T,

7
CD8 + terjadi setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada
pada permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 + akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel
hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan
menyebabkan meningkatnya ALT.

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan mengakibatkan produksi antibody antara
lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel virus hepatitis B
bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan demikian anti-HBs akan mencegah
penyebaran virus dari sel ke sel.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis B dapat diakhiri tetapi
kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi virus hepatitis B yang menetap. Proses
eliminsai virus hepatitis B oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus
atau pun faktor pejamu.

Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B, hambatan
terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel – sel terinfeksi, terjadinya mutan virus hepatitis
B yang tidak memproduksi HBeAg, integarasi genom virus hepatitis B dalam genom sel hati

Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi terhadap
antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor kelamin dan
hormonal.

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B dalam persistensi virus
hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan
oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus
yang dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi virus
hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga disebabkan oleh kelelahan sel T
karena tingginya konsentrasi partikel virus.

1.5.4 FAKTOR PREDISPOSISI HEPATITIS B


Faktor Host (Penjamu)
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur

8
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 -
45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak
bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-
10%.8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin
terhindar dari hepatitis kronis.6
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria. 6
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B,
terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum
mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna. 6
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya
hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian
akupuntur.6
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah,
dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka
dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air
kemih).6

Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang
menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya. Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika
dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di
Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China. 6

Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan
hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi.
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam

9
1.5.5 SUMBER DAN CARA PENULARAN HEPATITIS B
Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:
a. Darah
b. Saliva
c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
d. Feces dan urine
e. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi
virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap
darah.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu : 6
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum
atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus
hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu: 6
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif
kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada
bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan
kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap
virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual.
1.5.6 MANIFESTASI KLINIS HEPATITIS B
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi 2
yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem
imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes.
Hepatitis B akut terdiri atas :
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala
klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual,
nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan
laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT,
Fosfatose alkali, meningkat).
2) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan
splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua.

10
setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati
abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati
masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai
prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian.
Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan
SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik, hati menjadi lebih kecil,
kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah,
dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem
imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif
dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan
mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan
perbaikan yang mantap.
1.5.7 DIAGNOSIS HEPATITIS B
Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis seringkali hanya
bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala baru dapat diketahui pada waktu
menjalani pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain. 8
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:9
a. HbsAg (antigen permukaan virus hepatitis B)
Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat
oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu
tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatitis B akut ataupun kronis. HBsAg
bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil
tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau
pasien menjadi karier VHB. HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.
b. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)
Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya
antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit
hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin
VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat
kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat
imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
c. HbeAg

11
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif
menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak diri.
Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu
maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif
dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain
maupun janinnya.
d. Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg
yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.
e. HbcAg (antigen core VHB)
Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang
terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
f. Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)
Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti
HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc
positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau
orang tersebut penah terinfeksi VHB.
2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif dan terjadi
replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan perburukan penyakit semakin
besar.
3. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B-nya aktif dan
memerlukan pengobatan anti virus.
4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah protein yang
dibuat oleh sel hati yang kanker.
5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging), untuk
mengetahui timbulnya kanker hati.
7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien calon yang baik
untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi.

Perjalanan alami penyakit HBV sangat kompleks, dengan adanya kemajuan dalam
pemeriksaan HBV DNA, siklus HBV, respon imun dan pemahaman mengenai genom HBV yang
lebih baik, maka perjalanan alami penyakit HBV dibagi menjadi 4 fase, yaitu
1. Immune tolerance
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang tinggi, kadar ALT
yang normal dan gambaran histology hati yang normal atau perubahan yang minimal. Fase
ini dapat berlangsung 1-4 dekade. Fase ini biasanya berlangsung lama pada penderita yang
terinfeksi perinatal, dan biasanya serokonversi spontan jarang terjadi, dan terapi untuk

12
menginduksi serokonversi HBeAg biasanya tidak efektif. Fase ini biasanya tidak memberikan
gejala klinis.9
2. Immune clearance
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang tinggi atau
berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histology hati menunjukkan
keradangan yang aktif, hal ini merupakan kelanjutan dari fase immune clearance. Pada
beberapa kasus, sirosis hati sering terjadi pada fase ini. Pada fase ini biasanya saat yang tepat
untuk diterapi.9
3. Inactive HBsAg carrier state
Fase ini biasanya bersifat jinak (70-80%), ditandai dengan HBeAg negative, antiHBe
positif (serokonversi HBeAg), kadar HBV DNA yang rendah atau tidak terdeteksi, gambara
histologi hati menunjukkan fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang ringan. Lama fase
ini tidak dapat dipastikan, dan biasanya menunjukkan prognosis yang baik bila cepat dicapai
oleh seorang penderita.9
4. Reactivation
Fase ini dapat terjadi pada sebagian penderita secara spontan dimana kembalinya
replikasi virus HBV DNA, ditandai dengan HBeAg negative, Anti HBe positif, kadar HBV
DNA yang positif atau dapat terdeteksi, ALT yang meningkat serta gambaran histology hati
menunjukkan proses nekroinflamasi yang aktif.9

13
1.5.8 PENATALAKSANAAN HEPATITIS B
Penderita dan keluarga diberi penjelasan atau penyuluhan tentang cara penularan, infeksiositas
penderita sebagai pengidap HBsAg, apalagi jika HBeAG positif, keluarga serumah dan yang

14
menjalin hubungan intim/seksual perlu divaksinasi terhadap hepatitis B (perlu uji saring pra-
vaksinasi atas HBsAg dan anti-HBs)

Aktivitas pekerjaan sehari-hari seperti biasa disesuaikan dengan keluhan (aktivitas hepatitis),
jangan sampai terlalu meletihkan, demikian juga dengan olahraga
Diet khusus tak diperlukan, namun harus pertahankan gizi baik dan tidur yang cukup. Protein 1-
1,5 gr/kg/hari. Terapi spesifik hingga sekarang masih dalam tahap eksperimental dan pola
pemberian bermacam-macam.

Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk mencegah atau menghentikan progesi jejas
hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan infeksi dalam
pengobatan hepatitis B kronik, tujuan akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda
replikasi virus yang aktif secara menetap (HBeAg dan DNA VHB ) atau dengan kata lain
mengontrol “viral load” serendah mungkin menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya DNA
VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati.

Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, sero konvensi HBeAg tidak dapat
dipakai sebagai titik akhir pengobatan dan respons pengobatan hanya dapat dinilai dengan
pemeriksaan DNA VHB.9

Terdapat dua golongan pengbatan untuk hepatitis kronik yaitu :


1. Golongan imunomodulasi
- Interferon (IFN)
Interferon adalah kelompok protein intreseluler yang normal ada dalam tubuh, diproduksi oleh sel
limfosit dan monosit. Produksinya dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama infeksi
virus.
IFN berkhasiat sebagai antivirus, imuno modulator, anti prolifrative dan anti fibrotik. Efek anti
virus terjadi dimana IFN berinteraksi dengan reseptornya yang terdaftar pada membrane
sitoplasma sel hati yang diikuuti dengan diproduksinya protein efektor sebagai antivirus. Pada
hepatitis B kronik sering didapatkan penurunan IFN. Akibatnya,terjadi penurunan penampilan
molekul HLA kelas 1 pada membrane hepatosit yang sangat diperlukan agar sel T sitotoksit dapat
mengenali sel – sel hepatosit yang terkena virus VHB. Sel – sel terseut menampilkan antigen
sasaran (target antigen) VHB pada membrane hepatosit.

15
IFN adalah salah satu obat pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dnegan HbeAg
positif, dengan aktifitis penyakit ringan – sedang, yang belum mengalami sirosis. IFN telah
dilaporkan dapat mengurangi replikasi virus.9
Beberapa factor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN :
- Konsentrasi ALT yang tinggi
- Konsentrasi DNA VHB yang rendah
- Timbulnya flare up selama terapi
- IgM anti HBc yang positif
Efek samping IFN
1. Gejala seperti flu
2. Tanda – tanda supresi sutul
3. Flare up
4. Depresi
5. Rambut rontok
6. Berat badan turun
7. Gangguan fungsi tiroid.

Dosis IFN yang dianjurkan untuk HBeAg (+) adalah 5 – 10 MU 3x seminggu selama 16 – 24
minggu. Untuk HBe Ag (-) sebaiknya sekurang – kurangnya diberikan selama 12 bulan.

- Timosin alfa
Timosin alfa merangsang fungsi sel limfosit. Pada hepatitis virus B, timosin alfa berfungsi
menurunkan replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB.
Keunggulan obat ini adalah tidak efek samping seperti IFN, dengan kombinasi dengan IFN obat
ini dapat meningkatkan efektifitas IFN.9

2. Golongan antiviral
- Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3’ tiasitidin yang merupakan suatu analog nukleosid,
berfungsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan
nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase yang berfungsi
dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin
menghambat produksi VHB baru dan mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi
tetapi tidak mempengaruhi sel – sel yang telah terinfeksi, karena itu apabila obat dihentikan

16
konsentrasi DNA akan naik kembali akibat diproduksinya virus – virus baru oleh sel – sel yang
telah terinfeksi. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA,
normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna
dibandingkan placebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi
terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57%
setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan makin
lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia, resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun
pertama pemberian lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun ke
2,3,4 dan 5 terapi.9

- Adefovir Dipivoksil

Prinsip kerjanya hamper sama dengan lamivudin, yaitu sebagai analog nukleosid yang
menghambat enzim reverse transcriptase. Umumnya digunakan pada kasus – kasus yang kebal
terhadap lamivudin, dosisnya 10 – 30 mg tiap hari selama 48 minggu.

HBeAg HBV DNA ALT Strategi Pengobatan


(>105copies/ml)

+ + 2 x BANN Efikasi terhadap terapi rendah


Observasi, terapi bila ALT meningkat

+ + > 2 x BANN Mulai terapi dengan : interferon alfa,


lamivudin atau adefovir
End point terapi : serokonversi HBeAg
dan timbulnya anti HBe
Durasi terapi :
- Interferon selama 16 minggu
- Lamivudin minimal 1 tahun,
lanjutkan 3-6 bulan setelah terjadi
serokonversi HBeAg
- Adefovir minimal 1 tahun
Bila tidak memberikan respon/ada
kontraindikasi, interferon diganti

17
lamivudin / adefovir
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan
adefovir

Mulai terapi dengan : interferon alfa,


- + > 2 x BANN lamivudin atau adefovir. Interferon atau
adefovir dipilih mengingat kebutuhan
perlunya terapi jangka panjang
End point terapi : normalisasi kadar ALT
dan HBV DNA (pemeriksaan PCR) tidak
terdeteksi
Durasi terapi :
- Interferon selama satu tahun
- Lamivudin selama > 1 tahun
- Adefovir selama > 1 tahun
Bila tidak memberikan respon/ ada
kontraindikasi interferon diganti
lamivudin / adefovir
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan
adefovir

- - 2 x BANN Tidak perlu terapi

Terkompensasi : lamivudin atau adefovir


± + Sirosis hati Dekompensasi : lamivudin (atau
adefovir), interferon kontraindikasi,
transplantasi hati

Sirosis hati Terkompensasi : observasi


± - Dekompensasi : rujuk ke pusat
transplantasi hati

Respon Antivirus

Respon terapi Keterangan

18
1. Biokimiawi Penurunan kadar ALT menjadi normal
1.
2. Virologi Kadar HBV DNA menurun / tidak terdeteksi (<105copies/ml)
1. HbeAg + menjadi HbeAg
2.
3. Pada pemeriksaan biopsi hati, indeks aktifitas
4. Histologi histologi menurun paling tidak 2 angka
dibandingkan sebelum terapi

Terpenuhinya kriteria : biokimiawi, virologi dan


1. Respon komplit menghilangnya HbsAg

1.6 MANIFESTASI KLINIS SIROSIS HATI


Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan pasien mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung , mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila
sudah dekompensata gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati
dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Mungkin disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air seni berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan atau
tanpa melena, serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, binggung, agitasi
sampai koma.10
Temuan klinis sirosis meliputi spider angioma – spider angiomata (atau spider
teleangiektasi), suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan dibahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan
dikaitkan dengan peningkatan rasio ekstradiol atau testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
10
ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.
Eritemapalmaris, warna merah saga pada thenar atau hipothenar telapak tangan. Hal ini
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada
sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hiperteroidisme, dan keganasan
hematologi.10
Perubahan kuku-kuku muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna
normal kuku. Diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Ditemukan juga pada kondisi
sindromnefrotik.10

19
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertropi periostisis
prolifatikkronik menimbulkan nyeri.
Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasiapalmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-
jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik tidak berkaitan dengan sirosis.
Tanda ini juga bisa ditemukan pada DM, Distrofirefleksimpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alkohol.10
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mamae laki-
laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenidion. Selain itu ditemukan juga hilangnya
rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan kearah
feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase
10
menopause.
Atrofi testis hipogonodisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol
pada alhoholik sirosis dan hemakromatosis. 10
Hepatomegali – ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil.
10
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik.
10
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. 10
Fetorhepatikum, bau napas yang khas pada sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi
dimetil sulfid akibat pintasan portosistemik yang berat. 10
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin
10
kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
Asteriksis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepakan dari tangan,
dorsofleksi tangan. 10
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya : demam yang tidak tinggi akibat nekrosis
hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis, pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis
alkoholik, hal ini akibat sekunder infilterasi lemak, fibrosis dan edema. 10
Diabetes Melitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan
tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel β pankreas. 10

1.7 DIAGNOSIS SIROSIS HATI


Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik.

20
Test fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin dan waktu protrombin.
1) Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamilpiruvat transaminase (SGPT) meningkat
tetapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase
normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
2) Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang
tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
3) Gama Glutamil Transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkalifosfatase pada
penyakit hati. Meninggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain
mengindiksi GGT mikrosomal hepatik,juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, namun bisa meningkat
pada sirosis lanjut.
5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis.
6) Globulin, konsenterasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
baketri dari sistem porta ke jairngan limfoid, selanjutnya mengindukasi produksi
imunoglobulin.
7) Waktu Protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga
pada sirosis meanjang.
8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi aiar bebas.
9) Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacan-macam, anemia normokrom,
normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan
trombositopenia, lekopenia, dan nitropenia akibat splenomegali kongestif dengan
hipertensi sehingga terjadi hipersplenisme.
10) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang.
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudaut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya masa. Pada sirosis lanjutan, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, dan ada peningkatan echogenitas parenkimal hati. Selain itu USG

21
juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, tombosis vena porta dan pelebaran vena
porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
11) Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena
biayanya relatif mahal. 10

Subaryono Soebandiri mernformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda di bawah ini sudah dapat
menegakkan diagnosis sirosis hati dekompensasi.
1. Asites
2. Splenomegali
3. Perdarahan varises (hematemesis)
4. Albumin yang merendah
5. Spider nevi
6. Eritema palmaris
7. Venakolateral

1.8 KOMPLIKASI SIROSIS HATI


Sirosis hati yang berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan
tergantung pada dua kelompok besar komplikasi:
1. Kegagalan hati, timbul spider naevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia,
ikterus, ensefalopati dan lain-lain.
Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati.
2. Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esophagus /
cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.
Bila penyakit berlanjut maka dan kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi lain berupa:
1. Peritonitis Bakterial Spontan
Infeksi cairan asites oleh 1 jenis bakteria tanpa ada bukti infesi sekunder
intraabdominal.
2. Sindrom Hepatorenal- terjadi fungsi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum,kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal, kerusakan hati
lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.
3. Hipertensi porta—varises esophagus. 20%-40% pt sirosis dengan varises esofagus
pecah yang menimbulkan perdarahan.

22
4. Ensephalopati Hepatik- kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.

1.9 PENATALAKSANAAN SIROSIS HATI


Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 10
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cuku
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin.
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang
telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang
belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti:
a) kombinasi IFN dengan ribavirin,
b) terapi induksi IFN,
c) terapi dosis IFN tiap hari

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB
1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari
75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari
3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit
tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

23
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular, beratnya hipertensi
portal dan timbulnya komplikasi lain.
Berdasarkan klasifikasi Child10 :

Parameter klinis 1 2 3
 B <2 2–3 >3
ilirubin serum > 3,5 3 – 3,5 <3
 A Nihil Mudah dikontrol Sukar
lbumin serum Nihil Minimal Berat/ Koma
 A Sempurna Baik Kurang/ kurus
sites
 E
nsefalopati
 N
utrisi

Kombinasi skor : 5-6 (Child A), 7-9 (Child B), 10-15 (Child C)
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C berturut-turut
100, 80, 45 %

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison’s 2005. principle of internal medicine, 16 ed. Editor Kurt J. Isselbacher,


A.B, MD, Eugene Braunwald, et. Al, Boston
2. Husadha Y. Fisiologi dan Pemeriksaan Biokimia Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. 1996. Balai Penerbit FK UI Jakarta
3. Jay H. Stein,MD, Panduan Klinik Ilmu Pnyakit Dalam, edisi 4 EGC, Jakarta.
2006
4. www.emedicine.com. Chirrosis Hepatis
5. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In Harrison’s :
Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical Publishing
Division, 2005.
6. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright MD,
Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition. Saunders
Elsevier. Canada. 2006
7. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak – Tinjauan
Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
8. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B – Tinjauan Komprehensif Hepatitis
Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000

9. Soemohardjo S. buku ajar ilmu penyakit dalam. Hepatitis B kronik. 6th ed. 2014.
10. Nurdjanah S. buku ajar ilmu penyakit dalam. Sirosis Hepatis. 6th ed. 2014

25

Anda mungkin juga menyukai