Anda di halaman 1dari 42

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

STATUS PASIEN
Dokter Muda

Nama Dokter muda Felicia Flora Fajaray Tanda tangan

NIM 406172075

Tanggal 31 Oktober 2018

Rumah Sakit RS Bhayangkara Semarang

Gelombang Periode 22 Oktober – 24 November 2018

Nama Pasien Ny. M

Umur 62 tahun

Alamat Semarang

Jenis Kelamin Perempuan

Pekerjaan Tidak bekerja

Agama Islam

Pendidikan SD

Status Pernikahan Menikah

No. RM 18-10-167965

Diagnosis ODS Katarak Senilis Matur

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 1


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
ANAMNESIS (Autoanamnesa dari pasien pada Rabu, 31 Oktober 2018, pukul 10.30 WIB
di Poli Mata RS Bhayangkara Semarang)
Keluhan Utama Penglihatan mata kanan dan kiri kabur berkabut
Mata kanan dan kiri terasa tidak nyaman gatal dan pedih
Keluhan Tambahan

 Pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri kabur


sejak 5 bulan yang lalu, kabur dirasakan tiba-tiba,
keluhan dirasakan sepanjang hari, terasa seperti
bayangan kabut yang menutupi pandangan bagian
tengah,mulanya bagian tepi masih jelas.
 Satu bulan sebelum datang ke poli, penglihatan pasien
semakin kabur, pasien merasa bayangan kabut semakin
tebal dan semakin luas dan sangat menggangu aktifitas
pasien, sehingga dalam melakukan segala aktifitas,
pasien selalu membutuhkan bantuan. Pasien juga
mengeluhkan silau bila melihat cahaya.
Riwayat Penyakit
 Satu hari sebelum datang ke poli, penglihatan pasien
Sekarang
semakin parah, ia hanya dapat melihat bayangan saja.
Sampai akhirnya ketika saat pasien mandi, mata kiri
pasien terkena shampoo dan seketika mata kiri pasien
menjadi tidak bias melihat apa-apa. Pasien hanya bisa
melihat cahaya.
 Selain itu pasien mengeluhkan bahwa kedua mata pasien
sering gatal. Gatal yang dirasakan hilang timbul tidak ada
waktu tertentu munculnya gatal. Tidak ada hal yang
memperberat keluhan pasien, dan diperingan dengan
pasien mengucek mata. Pasien juga mengeluhkan kedua
mata pasien sering terasa pedih. Pedih yang dirasakan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 2


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
pasien terus menerus. Hal ini diperingan bila pasien
menutup mata, dan diperberat bila pasien lama membuka
mata.
 Keluhan lainnya seperti nyeri, berair, mata merah, keluar
kotoran mata, pandangan seperti ada benda yang
melayang layang, disangkal
 Riwayat pengobatan untuk keluhan tersebut ialah
menggunakan tetes mata rohto/isto, namun tidak ada
perbaikan
 Pasien mengaku tidak pernah mengalami trauma pada
kepala terutama bagian mata
 Riwayat menggunakan kacamata (+)
 Riwayat trauma mata disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat asma disangkal.
 Riwayat batuk kronis, merokok, penurunan berat badan
secara drastis, berkeringan di malam hari disangkal.
Riwayat Penyakit  Riwayat penyakit jantung disangkal.
Dahulu  Riwayat sakit gigi (+)
 Riwayat sakit nyeri sendi disangkal
 Riwayat penyakit mata/Op mata disangkal.
 Riwayat alergi obat disangkal.
 Riwayat pernah mengalami keluhan yang sama
disangkal.
 Riwayat penggunaan obat-obatan tertentu secara rutin
disangkal

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 3


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
 Riwayata keluarga yang mengalami keluhan serupa
Riwayat Penyakit seperti pasien disangkal
Keluarga  Riwayat diabetes melitus dalam keluarga disangkal
 Riwayat hipertensi dalam keluarga (+)
 Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan
Kebiasaan / Lingkungan obat-obat terlarang disangkal.
 Riwayat bekerja diluar kota disangkal.

ANAMNESIS SISTEM
Dalam batas normal
1. Cerebrospinal

Dalam batas normal


2. Cor

Dalam batas normal


3. Respirasi / Pulmo

Dalam batas normal


4. Abdomen

Dalam batas normal


5. Urogenital

6. Extremitas / Dalam batas normal


Musculoskeletal

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 4


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
KESIMPULAN ANAMNESIS
Telah diperiksa pasien bernama Ny. M berusia 62 tahun, dari anamnesis didapatkan:
 Pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri kabur sejak 5 bulan yang lalu,
kabur dirasakan tiba-tiba, keluhan dirasakan sepanjang hari, terasa seperti
bayangan kabut yang tebal, sehingga pasien hanya bias melihat bayangan saja
Pasien juga mengeluhkan silau bila melihat cahaya.
 Selain itu pasien mengeluhkan bahwa kedua mata pasien sering gatal. Gatal yang
dirasakan hilang timbul tidak ada waktu tertentu munculnya gatal. Tidak ada hal
yang memperberat keluhan pasien, dan diperingan dengan pasien mengucek
mata. Pasien juga mengeluhkan kedua mata pasien sering terasa pedih. Pedih
yang dirasakan pasien terus menerus. Hal ini diperingan bila pasien menutup
mata, dan diperberat bila pasien lama membuka mata.
 Riwayat pengobatan untuk keluhan tersebut ialah menggunakan tetes mata
rohto/isto, namun tidak ada perbaikan
 Riwayat hipertensi (+)

PEMERIKSAAN OBYEKTIF
(Pemeriksaan dilakukan pada Rabu, 31 Oktober 2018, pukul 10.30 WIB di Poli Mata
RS Bhayangkara Semarang)
Tekanan Darah : 170/80 mm/Hg
Frekuensi Nadi : 84x/menit, regular, isi cukup
Frekuensi Napas : 18x/menit, regular, abdominotorakal
Suhu : tidak diukur

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 5


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
(Pemeriksaan dilakukan pada Rabu, 31 Oktober 2018, pukul 10.30 WIB di Poli Mata
RS Bhayangkara Semarang)

Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerja- Tidak
kan
Visus Jauh 1/300 1/~ √
Refraksi √
Koreksi NC NC √
Visus Dekat √
Proyeksi sinar √
Persepsi Warna (Merah,

Hijau)

PEMERIKSAAN OBJEKTIF
(Pemeriksaan dilakukan pada Rabu, 31 Oktober 2018, pukul 10.30 WIB di Poli Mata
RS Bhayangkara Semarang)

Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerj Tid
a-kan ak
1. Posisi mata Ortoforia (0°) Ortoforia (0°) √

2. Gerakan bola mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


3. Lapang
Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
pandang(konfrontasi)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 6


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
4. Kelopak mata S I S I
(Superior et Inferior)
 Benjolan - - - - √
 Edema - - - - √
 Hiperemis - - - - √
 Ptosis - - - - √
 Lagophthalmos - - - - √
 Ectropion - - - - √
 Entropion - - - - √
5. Bulu mata
 Trikiasis - - √
 Madarosis - - √
 Krusta - - √
6. Aparatus Lakrimalis
a. Sakus lakrimal
 Hiperemis - - √
 Edema - - √
 Fistel - - √
Punctum lakrimal
 Eversi - - √
 Discharge - - √
7. Konjungtiva
K. Bulbi
 Warna Transparan Transparan √
 Vaskularisasi - - √
 Nodul - - √
 Edema - - √

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 7


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
K. Tarsal Superior
 Hiperemis - - √
 Folikel - - √
 Papillae - - √
 Korpus alienum - - √
K. Tarsal Inferior
 Hiperemis - - √
 Folikel - - √
 Papillae - - √
 Korpus alineum - - √
8. Sklera
 Warna Putih Putih √
 Inflamasi - - √
9. Kornea
 Kejernihan Jernih Jernih √

 Ukuran 11 mm 11 mm √
 Permukaan Rata Rata √
 Limbus Arcus senilis (+) Arcus senilis (+) √
 Infiltrat - - √
 Defek - - √
 Edema - - √
10. Bilik Mata Depan
 Kedalaman Cukup Cukup √
 Hifema - - √
 Hipopion - - √
11. Iris

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 8


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
 Warna Coklat Coklat √
 Sinekia - - √
 Iridodenesis - - √
 Neovaskularisasi - - √
12. Pupil
 Ukuran 3 mm 3 mm √
 Bentuk Bulat Bulat √
 Tepi Rata Rata √
 Simetris Simetris Simetris √
 Refleks direk - - √
 Refleks indirek - - √
13. Lensa
 Kejernihan Tidak Jernih Tidak Jernih √
 Luksasio - - √
 Afakia - - √
 IOL - - √
14. Reflek fundus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √

15. Reflek makula Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √

16. Korpus vitreum Floaters (-) Floaters (-) √


17. Optic disc
 Bentuk Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
 Batas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
 Warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
 C/D Ratio Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
18. Perbandingan A/V Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
19. Retina

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 9


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
 Perdarahan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
 Eksudat Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
 Ablasio Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
 Sikatriks Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai √
 Neovaskularisasi - - √
20. Tekanan intra √
okuler 20 mmHg 17 mmHg

Gambar:
OD OS

Lensa keruh merata Lensa keruh merata

Keterangan : tampak kelainan pada mata Kanan dan Kiri

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 10


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG (tanggal 1 November 2018)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 11


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Pemeriksaan EKG (tanggal 1 November 2018)

Pemeriksaan Biometri (tanggal 1 November 2018)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 12


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
VOD: 1/300 VOS: 1/~
Koreksi : NC Koreksi : NC
Lensa : keruh merata Lensa : keruh merata
TIO: 20 mmHg TIO: 17 mmHg

RESUME
Telah diperiksa pasien bernama Ny. M berusia 62 tahun, dari anamnesis didapatkan:
 Pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri kabur sejak 5 bulan yang lalu,
kabur dirasakan tiba-tiba, keluhan dirasakan sepanjang hari, terasa seperti bayangan
kabut yang tebal, sehingga pasien hanya bias melihat bayangan saja Pasien juga
mengeluhkan silau bila melihat cahaya.
 Selain itu pasien mengeluhkan bahwa kedua mata pasien sering gatal. Gatal yang
dirasakan hilang timbul tidak ada waktu tertentu munculnya gatal. Tidak ada hal
yang memperberat keluhan pasien, dan diperingan dengan pasien mengucek mata.
Pasien juga mengeluhkan kedua mata pasien sering terasa pedih. Pedih yang
dirasakan pasien terus menerus. Hal ini diperingan bila pasien menutup mata, dan
diperberat bila pasien lama membuka mata.
 Riwayat pengobatan untuk keluhan tersebut ialah menggunakan tetes mata
rohto/isto, namun tidak ada perbaikan
Riwayat hipertensi (+)

1. Dari pemeriksaan fisik:

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 13


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
a. Tekanan darah: 170/80 mmHg; Frekuensi Nadi: 84x/menit, regular, isi cukup;
Frekuensi Napas: 18x/menit, regular, abdominotorakal
b. Dari pemeriksaan subjektif:
 VOD: 1/300
 VOS: 1/~

3. Dari pemeriksaan penunjang:


Pemeriksaan USG (tanggal 1 November 2018)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 14


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Pemeriksaan EKG (tanggal 1 November 2018)

Pemeriksaan Biometri (tanggal 1 November 2018)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 15


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
DIAGNOSIS KERJA
ODS Katarak Senilis Matur

DIAGNOSIS BANDING
1. OS Katarak Senilis Hipermatur
2. Retinopati Hipertensi

TERAPI FARMAKOLOGI
1. Penambahan air mata dengan pemberian tetes mata buatan / emulsi/salep mata
2. Obat tetes anti kekeruhan pada lensa mata
3. Operasi EKEK

TERAPI NON-FARMAKOLOGI
 EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien bahwa pandangan kedua mata yang kabur disebabkan
katarak pada kedua lensa mata,
2. Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak dapat diobati dengan obat tetapi
dapat disembuhkan dengan operasi dan pemberian lensa tanam pada mata
3. Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya operasi ekstraksi katarak, jenis
tindakan, persiapan, kelebihan dan kekurangan.
4. Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi apabila tidak dioperasi,
kemungkinan lensa akan mencair, isi lensa akan keluar, menimbulkan reaksi
peradangan dan peningkatan tekanan bola mata,
5. Menjelaskan tentang komplikasi yang mungkin timbul selama operasi dan
pascaoperasi.
6. Kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
7. Kontrol mata secara teratur ke dokter spesialis

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 16


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
PROGNOSIS
o Ad visam : ad bonam
o Ad vitam : ad bonam
o Ad sanationam : dubia ad bonam
o Ad fungtionam : dubia ad bonam
o Ad kosmetikam : ad bonam

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 17


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas
karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan
bayangan yang kabur pada retina.1 Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan
pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologik
lensa di mana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. 2
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Terjadi secara perlahan-
lahan, sehingga penglihatan terganggu secara beragam sesuai tingkat kekeruhan lensa.
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, biasanya
diatas 50 tahun.2
Katarak disebabkan hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein
lensa, proses penuaan (degeneratif). Meskipun tidak jarang ditemui pada orang muda,
bahkan pada bayi yang baru lahir sebagai cacat bawaan, infeksi virus (rubela) di masa
pertumbuhan janin, genetik, gangguan pertumbuhan, penyakit mata, cedera pada lensa
mata, peregangan pada retina mata dan pemaparan berlebihan dari sinar ultraviolet.
Kerusakan oksidatif oleh radikal bebas, diabetes mellitus, rokok, alkohol, dan obat-
obatan steroid, serta glaukoma (tekanan bola mata yang tinggi), dapat meningkatkan
risiko terjadinya katarak.2

B. ANATOMI LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan.
Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan pada lensplate.3 Tebal sekitar 4 mm dan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 18
Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula (zonula Zinnii) yang
menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humour aquos
dan disebelah posterior terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis
epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi kurang elastik.1
Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun
saraf di lensa.1

C. METABOLISME LENSA NORMAL


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di
bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian
posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour,
dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui
glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH
untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan
aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi
sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogen. 1

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 19


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
D. AKOMODASI LENSA
Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke
benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh aksi
badan silier terhadap serat-serat zonula. Setelah umur 30 tahun, kekakuan yang terjadi
di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya akomodasi.2
Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensa
menjadi lebih cembung. Ketika otot silier berkontraksi, ketebalan axial lensa
meningkat, kekuatan dioptri meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat otot silier
relaksasi, serat zonular menegang, lensa lebih pipih dan kekuatan dioptri menurun.2

Akomodasi Tanpa Akomodasi


Otot silier Kontraksi Relaksasi
Ketegangan serat zonular Menurun Meningkat
Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih
Tebal axial lensa Meningkat Menurun
Dioptri lensa Meningkat Menurun
Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi.

Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III


(okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu akomodasi,
sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok akomodasi. Obat-obatan
yang menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik.2

E. ETIOPATOFISIOLOGI
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui.
Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya
katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui.2
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi
tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 20


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat
benda dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang
baru pada lensa’ yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis
nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa (proses kristalisasi pada lensa
yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein) yaitu terbentukanya protein
dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa
sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan
kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa.2
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan
usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat
keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram)
pada seseorang. 2
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna
putih dan abu-abu./ Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di
lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring
dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama
sekali. Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan penurunan
konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya konsentrasi sodium dan calcium.
Selain itu, proses degeneratif pada epithelium lensa akan menurunkan
permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-molekul larut air sehingga transportasi air,
nutrisi dan antioksidan kedalam lensa menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi
dan penurunan antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki peran
penting pada proses pembentukan katarak. Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol
dan paparan sinar UV yang tinggi menjadi faktor risiko perembangan katarak sinilis.2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 21


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
F. KLASIFIKASI KATARAK
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
1. Katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas1 tahun dan di bawah 40
tahun.
3. Katarak senil, katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.

Berdasarkan morfologinya katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi:


1. Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
3. Katarak Subkapsular Posterior

Katarak Nuklear
Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan nukleus
lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak yang lokasinya terletak pada bagian
tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis),
berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini
merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi dari
pada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih
baik.2

Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta
komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang lapisan yang
mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lambat, tetapi lebih cepat dibandingkan katarak nuklear. Terdapat
wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Keluhan yang biasa
terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa silau.2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 22


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Katarak Subkapsular Posterior
Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian
lensa belakang secara perlahan. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lebih cepat. Bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan diabetes,
obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan
membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.2

Stadium katarak senilis


Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur, dan
hipermatur.

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma
Tabel 2. Perbedaan stadium katarak senile. 2,3

1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak
yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada
awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 23


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.

2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai
seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahadaw test, maka akan terlihat bayangn iris
pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).

3. Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan
besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan
dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan menyebabkan myopia lenticular

4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi
yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui
kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif.

5. Katarak Hipermatur

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 24


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan
berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa.
Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi
inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat
timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA kembali terhambat
akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu sendiri yang menghalangi
aliran cairan bola mata.

G. TANDA DAN GEJALA


Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:4
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole.

2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar
belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu
mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari.
Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 25


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan
tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui
lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi
penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang
disebabkan oleh adanya katarak.

4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan
pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami
penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya
kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya
katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa
menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk
diatasi dengan ekstraksi katarak.

5. Variasi Diurnal Penglihatan


Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada
siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita
katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar
terang dibanding pada sinar redup.

6. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular
dengan cover test dan pin hole.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 26


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
7. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding
warna sebenarnya.

8. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang
sering bergerak-gerak.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi
cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium
dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca
pembesar atau slit lamp. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan
semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis
pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen.5

H. TERAPI
Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:6
A. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka
operasi katarak bisa dilakukan.
B. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 27
Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina

C. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus,
namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien
muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam
meskipun pengelihatan tidak akan kembali.

Teknik-teknik pembedahan katarak


Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui tindakan
bedah. Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi
katarak Intra Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak
Ekstra Kapsular (ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada
operasi katarak, yaitu ICCE, ECCE dan phacoemulsifikasi.7

Operasi katarak intrakapsular/ Ekstraksi katarak intrakapsular


Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi limbus
superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan. Masih dapat
dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus.
Keuntungannya adalah tidak akan terjadi katarak sekunder. 2,7
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post operasi
yang mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-180º
dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam penglihatan
yang lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan
lepasnya luka operasi. Edema kornea juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif
dan komplikasi dini.7

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 28


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Operasi katarak ekstrakapsular
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode
ini adalah karena kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke
dalam kamera posterior serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema
makula sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit yang dapat
terjadi yaitu dapat timbul katarak sekunder.1,7

Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama
menyisakan kapsul bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm
yang berguna untuk mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul
anterior lensa dibuka. Dari lubang insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu
mengeluarkan getaran ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi kepingan-
kepingan kecil, kemudian dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Namun kurang efektif untuk
katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:7
 (Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal
ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli selama pembedahan,
yang juga mengurangi resiko perdarahan.
 Cepat menyembuh.
 Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur
mata.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 29


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
I. KOMPLIKASI KATARAK
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. 7
 Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar yang
akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi
substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma.
 Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli
anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan
produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan
timbul glaukoma
 Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri
(auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan
menjadi glaukoma.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 30


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
J. KEJADIAN KATARAK DI INDONESIA

Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan


masyarakat.Kebutaan karena katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan masalah
kesehatan global yang harus segera diatasi, karena kebutaan dapat menyebabkan
berkurangnya kualitas sumber daya manusia dan kehilangan produktifitas. Kebutaan
akibat katarak masih mendominasi tingkat kebutaan di Indonesia.9
Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar
0,1% dari jumlah penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun. Oleh sebab itu,
percepatan penanggulangan buta akibat katarak yang paling tepat adalah dengan
melakukan operasi katarak dengan hasil operasi yang optimal, dengan mengangkat lensa
yang keruh dan menggantinya dengan lensa buatan sehingga penglihatan dapat kembali
normal. Operasi ini tidak memakan biaya yang terlalu mahal dan telah masuk ke dalam
skema jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.9
Hasil Survei Kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness atau RAAB
tahun 2014 2016 di 15 provinsi menunjukkan penyebab utama gangguan penglihatan
dan kebutaan adalah kelainan refraksi 10-15% dan katarak 70-80%. Katarak merupakan
proses degeneratif yang sangat dipengaruhi oleh faktor usia, oleh karena itu kasus ini
akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah lanjut usia. Walaupun
katarak juga dapat diderita oleh bayi dan anak, yang disebabkan oleh proses dalam
kandungan seperti infeksi dan malnutrisi selama usia anak-anak ataupun komplikasi dari
penyakitlain.9

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 31


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
K. PREVALENSI KATARAK DI INDONESIA
Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan tertinggi kedua di dunia
setelah Ethiopia dengan prevalensi di atas 1%. Tingginya angka kebutaan di Indonesia
tidak hanya mejadi masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial. Berdasarkan data dari
World Health Organization (WHO 2012) katarak merupakan penyebab kebutaan utama
di dunia. Terdapat 39 juta orang yang buta di seluruh dunia, dengan penyebab utama
kebutaan yaitu katarak sebesar 51%. Selain itu, katarak merupakan penyebab gangguan
penglihatan kedua di dunia dengan angka kejadian sebesar 33% (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007 dan
2013, prevalensi penduduk yang menderita katarak termasuk katarak senilis di
Indonesia sebesar 1,8%. Pada tahun 2013, prevalensi katarak semua umur sebesar 1,8%
atau sekitar 18.499.734 orang. Sementara perkiraan insidensi katarak sebesar 0,1% per
tahun. Selain itu, penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak
15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropics.

Gambar 1. Distribusi Penyebab Kebutaan Estimasi Global


(sumber : Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012 )

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 32


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah tahun
2007 dan 2013, presentase penduduk yang terdiagnosis katarak termasuk katarak senilis
mengalami peningkatan sebesar 1,1% yakni pada tahun 2007 dengan prevalensi 1,3%
dan pada tahun 2013 prevalensi katarak meningkat menjadi 2,4%. Selain itu, pada tahun
2013, Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi
katarak diatas angka nasional (1,8%) dan merupakan provinsi dengan jumlah kebutaan
terbanyak di Indonesia dengan penyebab utama kebutaan adalah katarak. Berdasarkan
laporan dari sub bidang pelayanan kesehatan Dinas Kesehatan Kota.9
Semarang mengalami fluktuatif. Pada tahun 2014 jumlah penderita katarak
senilis sebanyak 194 penderita. Pada tahun 2015 penderita katarak senilis mengalami
peningkatan sebesar 549 menjadi 734 penderita. Pada tahun 2016 penderita katarak
senilis mengalami penurunan menjadi 593 penderita.9

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 33


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Gambar2. Perkiraan Jumlah Penyandang Kebutaan dan Severe Low Vision Menurut Provinsi Tahun
2013 (Keterangan: urutan provinsi berdasarkan jumlah kebutaan terbanyak
Sumber: Riskesdas 2013, diolah oleh Pusdatin Kementerian Kesehatan)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 34


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Gambar 3. Prevalensi Kebutaan dan Severe Low Vision Menurut Provinsi Tahun 2013
(Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan)

Gambar 4. Prevalensi Katarak Menurut Provinsi Tahun 2013


(sumber : Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 35


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
L. KATARAK BACKLOG
Kebutuhan operasi katarak di Indonesia lebih kurang 240.000 orang setiap
tahunnya. Sementara itu, kemampuan untuk melakukan operasi katarak diperkirakan
baru mencapai 180.000/tahun sehingga setiap tahun selalu bertambah backlog katarak
sebesar lebih kurang 70.000, yaitu penambahan jumlah sisa penderita yang tak
tertangani tahun sebelumnya. Besarnya backlog katarak disebabkan oleh beberapa
faktor, di antaranya adalahkarena akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata
masih terbatas terutama di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang
belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan dan SDM kesehatan yang memadai, salah
satunya keberadaan dokter spesialis mata.
Jika kita tidak segera mengatasi backlog katarak ini maka angka kebutaan di
Indonesia semakin lama akan semakin tinggi.8 Pada umumnya katarak susah dicegah,
yang bisa dicegah adalah kebutaan karena katarak. Kebutaan itu bisa dihindari dengan
cara dioperasi. Operasi katarak adalah operasi paling efektif, paling efisien, paling
menimbulkan benefit paling tinggi daripada tindakan prosedur lainnya, sehingg orang
yang tadinya tidak produktif jadi produktif lagi.

M. UPAYA PENANGGULANGAN KATARAK di INDONESIA


Tiga alasan utama penderita katarak belum dioperasi adalah karena
ketidaktahuan, ketidakmampuan dan ketidakberanian. Pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat Indonesia terhadap kesehatan mata masih memprihatinkan.
Kekurangpahaman tersebut bisa disebabkan kurangnya akses informasi mengenai
penyebab dan pengobatan katarak, dan bila informasi tersebut telah tersedia pun, mereka
tidak tahu kemana mencari tempat layanan pembedahan katarak.

Hal tersebut di atas, menyebabkan penderita katarak terlambat berobat, yang


akhirnya membuat gangguan penglihatan yang sebenarnya reversible menjadi
kadaluwarsa, sehingga sampai saat ini masih banyak ditemukan kasus kebutaan karena
katarak yang tidak dioperasi. Kesadaran tiap individu yang tercermin dalam
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 36
Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
pengetahuan dan sikapnya terhadap katarak merupakan faktor penting dalam hal
screening, diagnosis, serta pengelolaan katarak. Pada akhirnya hal ini dapat membantu
mengurangi kejadian kebutaan karena katarak. 10

Hal ini menunjukkan perlunya praktisi kesehatan memberikan edukasi yang


lebih baik dan jelas kepada pasien, untuk meyakinkan dan memberi kepercayaan diri
pasien bahwa operasi katarak itu aman dan tidak berisiko besar.10
Menurut penelitian, banyak mengaku tidak pernah tahu sebelumnya mengenai
penyakit katarak, gejala katarak serta pencegahannya. Mereka juga cenderung
memeriksakan diri setelah penglihatan dirasa cukup mengganggu aktifitas sehari-hari.
Hasil ini sesuai dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun
2013 yang menunjukkan bahwa terdapat tiga terbanyak alasan penderita katarak belum
operasi yaitu 51,6% karena tidak mengetahui menderita katarak, 11,6% karena tidak
mampu membiayai dan 8,1% karena takut operasi.10
Vision 2020: The Right to Sight, merupakan joint programme yang diprakarsai
oleh WHO dengan International Agency for the Prevention of Blindness ( IAPB), sebuah
organisasi yang memayungi berbagai kelompok profesi dan organisasi non
pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan mata masyarakat.
Untuk memenuhi amanah Vision 2020 : The Right to Sight yang mengharuskan
setiap negara menyusun national plan masing – masing , maka pada tahun 2003,
Kementerian Kesehatan RI bersama – sama dengan organisasi profesi Persatuan Dokter
Spesialis Mata Indonesia ( Perdami ) mulai menyusun Strategi Nasional
Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan ( PGPK ), yang kemudian
disahkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1473/MENKES/SK/X/2005
. Dokumen Strategi Nasional PGPK ini merupakan pedoman bagi Program Kesehatan
Indera Penglihatan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun swasta di Indonesia

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 37


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia adalah organisasi profesi dari
dokter spesialis mata Indonesia yangbergerak di bidang kesehatan mata dan telah
berkiprah selama 48 tahun di negeri ini. Walaupun, kewajiban untuk memberikan hak
penglihatan yang optimal bagi setiap penduduk Indonesia dengan salah satu indikator
berkurangnya angka kebutaan nasional merupakan tanggung jawab pokok pemerintah,
namun Perdami secara moral terpanggil untuk membantu pemerintah untuk
merealisasikannya. Salah satu wujud dari tanggung jawab moral organisasi profesi
Perdami untuk membantu pemerintah diantaranya ialah membentuk seksi khusus di
dalam struktur kepengurusan Perdami yang bernama Seksi Penanggulangan Buta
Katarak ( SPBK ).
Tanggung jawab utama SPBK Perdami adalah mengeliminasi buta katarak yang
diderita masyarakat Indonesia dengan melakukan bakti sosial (baksos) bedah katarak ke
berbagai wilayah di Indonesia. Secara berkala, anggota Perdami – dengan sukarela –
melakukan kegiatan baksos bedah katarak ke berbagai daerah di seluruh pelosok
Nusantara, mulai dari daerah perkotaan sampai ke daerah daerah terpencil yang bahkan
sulit dijangkau dengan alat transportasi dan alat komunikasi.
Dalam catatan Perdami, nilai total operasi katarak yang telah dilaksanakan
diperkirakan mencapai 170.000 tindakan Kenyataannya, jumlah ini masih jauh dari
target minimal yang harus dicapai , mengingat jumlah ini bahkan tidak dapat
mengatasi kasus – kasus katarak yang muncul setiap tahunnya (incidence rate) di
Indonesia yang diperkirakan sebesar 0.1% atau lebih kurang 200-an ribu kasus katarak
baru. Belum lagi diperhitungkan backlog katarak, yaitu penambahan jumlah sisa
penderita yang tak tertangani tahun sebelumnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan upaya penanggulangan buta katarak di
Indonesia tidak mencapai target yang diinginkan. Secara umum, problem mendasar
yang kita hadapi ialah bahwa sampai saat ini upaya penanggulangan gangguan
penglihatan dan kebutaan belumdianggap sebagai program prioritas oleh Pemerintah.
Program PGPK sempat terhenti dan saat ini mulai diperhatikan kembali, walau belum
berjalan secara baik. Pemerintah mulai memberikan perhatian untuk berbagai
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 38
Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
kegiatan yang terkait dengan upaya penanggulangan buta katarak di Indonesia. Sangat
diharapkan kerjasama antara pemerintah, akademisi dan peran swasta dapat saling bahu
membahu melakukan penanggulangan katarak sehingga meningkatkan Cataract
Surgical Rate yang akan mengangkat nama bangsa di mata international.
Selama ini Perdami berinisiatif menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi
swasta, lembaga sosial masyarakat, organisasi nonpemerintah maupun badan usaha
milik negara, diantaranya lewat program corporate social responsibility (CSR) untuk
membantu pembiayaan dalam penanggulangan buta katarak di Indonesia. Masalah lain
dalam penanggulangan buta katarak di Indonesia, selain ‘political will’ dari Pemerintah,
perlu tertatanya sistim pelayanan kesehatan indera penglihatan yang integratif dan
komprehensif . Kondisi ini perlu diperkuat dengan manajemen informasi dan pendataan
dalam penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan mulai dari pusat sampai ke
daerah.Semua faktor ini secara kumulatif mengakibatkan target pencapaian dalam
penganggulangan buta katarak dapat terlihat dalam mencapai hasil yang diharapkan.

N. PERAN DOKTER UMUM DALAM PENANGGULANGAN KATARAK

Secara kuantitatif dokter umum lebih banyak jumlahnya dan sebaran ke daerah
lebih merata. Di daerah yang agak jauh masih sulit ditemukan dokter spesialis mata.
Dokter umum menjadi tempat pertama masyarakat dalam memeriksa kesehatan,
sehingga kasus penyakit katarak dapat ditemukan dan dokter umum diharapkan dapat
mengarahkan pasien ke pemeriksaan lebih lanjut, khususnya pada penyakit-penyakit
komplikasi yang bisa berakibat ke mata seperti diabetes melitus ataupun hipertensi.
Dengan demikian, permasalahan katarak di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung
jawab atau urusan dokter spesialis mata, namun dokter umum juga memiliki peran
penting dalam menanggulangipermasalahan katarak di Indonesia.

Seperti yang kita ketahui dokter umum memiliki kompetensi dibangun dengan
pondasi yang terdiri atasprofesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri,
serta komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa pengelolaan informasi,
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 39
Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah
kesehatan
Oleh karena itu area kompetensi disusun dengan urutan sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang Luhur
2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
3. Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
6. Keterampilan Klinis
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

Sehingga dalam hal ini pengelolaan masalah kesehatan berupa :


1. Melaksanakan promosi kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat
2. Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah kesehatan pada
individu, keluarga dan masyarakat
3. Melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat
4. Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyara
kat dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan
5. Mengelola sumber daya secara efektif, efisien dan berkesinambungan dalam
penyelesaian masalah kesehatan
6. Mengakses dan menganalisis serta menerapkan kebijakan kesehatan spesifik yang
merupakan prioritas daerah masing-masing di Indonesia

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 40


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
KESIMPULAN

Gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia masih menjadi masalah


kesehatan masyarakat dengan prevalensi kebutaan yang tinggi pada usia lanjut yang
sebagian besar disebabkan oleh katarak dan keterbatasan tenaga, sarana, prasarana.
Ketersediaan data mengenai gangguan penglihatan dan kebutaan juga masih perlu
diupayakan agar menjadi lebih valid.
Untuk mencapai Vision 2020 perlu komitmen dari Pemerintah baik di pusat
maupun di daerah. Keberhasilan programpun sangat ditentukan oleh partisipasi
masyarakat, swasta dan LSM serta komitmen dan dukungan dari lintas sektor dan
pemerintah pusat maupun daerah. Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan mata di masyarakat dengan memperkuat sistem rujukan ke rumah sakit.
Peran swasta, LSM nasional dan internasional akan sangat membantu pemerintah dalam
upaya untuk penanggulangan kebutaan ini.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 41


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Vaughan, Daniel G; Asbury, Taylor and Eva, Paul Riordan. 2000. Oftalmologi
Umum. 14th ed. Jakarta : Widya Medika.
3. Setiohadji, B., Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept of
Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University. 2006.
4. Bradford C. Basic Ophtalmology. 8th Edition. San Fransisco-American
Academy of opthalmology. 2004.
5. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya
Medika; 2000.176-177.
6. Boyd Benjamin, prof, MD, F.A.C.S. Indication for surgery-preoperative
evaluation. Dalam : The Art and The Science of Cataract Surgery. Colombia.
Highlight of Ophthalmology.2001.p11-33
7. Victor, Vicente. Senile Cataract. 2018. Diakses 10 november 2018. Avaible in
https://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview
8. Kemenkes RI. 2017. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2017.
Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.
9. Aini NA, Santik YD. Kejadian Katarak senilis di RSUD Tugurejo.HIGEA 2018
(2). Avaible in : file:///C:/Users/USER/Downloads/20639-Article%20Text-
48679-1-10-20180518.pdf
10. Arditya SK, Rahmi FL. Hubungan pengetahuan dengan sikap terhadap operasi
katarak pada pasien katarak senilis di RSUP Dr. Kariadi Semarang. The
Indonesia Journal of Public Health vol 4 (1). 2007 : 21-24

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara 42


Periode 22 Oktober – 24 November 2018
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai