Anda di halaman 1dari 25

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah Gizi tepat pada waktunya yang berjudul “kebutuhan gizi pada proses
penyembuhan luka bakar ”. Tak lupa pula kami panjatkan salawat dan salam atas
junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari zaman jahilia ke
zaman modern ini. Makalah “kebutuhan gizi pada proses penyembuhan luka bakar ”
ini disusun berdasarkan kajian penulisan dalam mencari materi yang berhubungan
dengan konsep tumbuh kembang anak melalui media elektrolik-internet.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Palembang, Oktober 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................2

DAFTAR ISI ..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................4

B. Rumusan Masalah .............................................................................................5

C. Tujuan ..............................................................................................................5

D. Manfaat ............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi .............................................................................................................6

B. Etiologi .............................................................................................................6

C. Patofisiologi ......................................................................................................7

D. Tipe luka bakar .................................................................................................9

E. Luas luka bakar ................................................................................................11

F. Efek luka bakar yang luas……………………………………………………...12

G.Perubahan metabolisme………………………………………………………...14

H.Terapi Nutrisi…………………………………………………………………..18

I. Jalur pemberian Nutrisi………………………………………………………...21

J. Evaluasi Nutrisi………………………………………………………………....23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar merupakan salah satu rasa nyeri yang sangat hebat yang pernah
atau dapat dialami seseorang yaitu rasa nyeri yang diakibatkan karena
terbakar. Sewaktu kejadian luka bakar, terjadi rasa sakit yang sangat hebat
karena ujung-ujung dari saraf rusak sehingga menimbulkan perasaan sakit
yang terus menerus. Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, kimia, listrik,
cahaya, atau radiasi. Luka bakar sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kematian. Luka bakar juga merupakan stres fisiologik akibat
hipermetabolisme.

Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus


yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi) dan
anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar
atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang
lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar
yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan
prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan
oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia
memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik
(elektrik) atau percikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia
menyebabkan resiko infeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan
ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi
kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan teknik pengobatan yang
berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.

Selain teknik pengobatan dan perawatan luka bakar yang baik, pasien luka
bakar juga membutuhkan nutrisi yang baik untuk mendukung
penyembuhannya. Gangguan nutrisi pada pasien yang dirawat dapat
disebabkan karena keadaan penyakit penderita atau dapat juga disebabkan
kurangnya perhatian petugas kesehatan. Menurut pakar ahli gizi sekitar 75
persen status gizi pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan.
Penatalaksanaan nutrisi adalah prioritas untuk mengurangi kelihangan gizi
selama periode hipermetabolisme dan untuk mempromosikan perbaikan
selama masa penyembuhan. Karena itu pelayanan gizi pasien, khususnya bagi
penderita luka bakar, yang dirawat di rumah sakit perlu dilakukan secara dini
agar dapat dilakukan upaya pemberian nutrisi yang diperlukan.

4
Pemberian nutrisi bukan sekadar memberi makan, tetapi juga harus
memperhatikan kebutuhan gizi bagi penderita. Dengan demikian kerja sama
antara dokter yang merawatdengan ahli gizi sangat diperlukan, agar makanan
yang dihidangkan sesuai dengan kebutuhan penderita tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud luka bakar ?
2. Bagaimana etiologi pada luka bakar ?
3. Bagaimana patofisiologi pada luka bakar ?
4. Apa saja perubahan metabolisme pada luka bakar ?
5. Apa saja terapi nutrisi pada luka bakar ?
6. Apa saja jalur pemberian terapi nutrisi pada luka bakar ?
7. Bagaimana pemantauan terapi nutrisi pada luka bakar ?
8. Bagaimana evaluasi terapi nutrisi pada luka bakar ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk memberikan pengetahuan mengenai patofisiologi luka bakar
2. Untuk memberikan pengetahuan mengenai perubahan metabolisme pada
luka bakar
3. Untuk memberikan pengetahuan mengenai pemberian nutrisi pada
penderita luka bakar.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna

5
Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001). Sedangkan menurut Moenajat (2001) luka bakar
adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas
melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.
Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan
yang mengancam kehidupan.

B. Etiologi
Panas bukan merupakan satu-satunya penyebab dari luka bakar, beberapa
jenis bahan kimia dan arus listrik juga bisa menyebabkan terjadinya luka bakar.
Panas atau suhu yang tinggi ini bisa berasal dari gas, cairan dan bahan padat
(solid) yang mengalami eningkatan suhu. Biasanya bagian tubuh yang terbakar
adalah kulit, tetapi luka bakar juga bisa terjadi pada jaringan di bawah kulit,
bahkan organ dalam pun bisa mengalami luka bakar meskipun kulit tidak terbakar.
Sebagai contoh, meminum minuman yang sangat panas atau zat kaustik
(misalnya asam) bisa menyebabkan luka bakar pada kerongkongan dan lambung.
Menghirup asap dan udara panas akibat kebakaran gedung bisa menyebabkan
terjadinya luka bakar pada paru-paru.
Selain itu penyebab luka bakar yang lain adalah karena radiasi dan sengatan
listrik. Luka bakar listrik bisa disebabkan oleh suhu diatas 49820 Celsius, yang
dihasilkan oleh suatu arus listrik yang mengalir dari sumber listrik ke dalam tubuh
manusia.
Resistensi (kemampuan tubuh untuk menghentikan atau memperlambat aliran
listrik) yang tinggi terjadi pada kulit yang bersentuhan dengan sumber listrik,
karena itu pada kulit tersebut banyak energi listrik yang diubah menjadi panas
sehingga permukaannya terbakar.
Luka bakar listrik juga menyebabkan kerusakan jaringan dibawah kulit yang
sangat berat. Ukuran dan kedalamannya bervariasi dan bisa menyerang bagian
tubuh yang jauh lebih luas daripada bagian kulit yang terluka. Kejutan listrik yang

6
luas bisa menyebabkan kelumpuhan pada sistem pernafasan dan gangguan irama
jantung sehingga denyut jantung menjadi tidak beraturan.
Luka bakar kimia bisa disebabkan oleh sejumlah iritan dan racun, termasuk
asam dan basa yang kuat, fenol dan kresol (pelarut organik), gas mustard dan
fosfat.

C. Patofisiologi

Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein
atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent.
Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.

Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar
yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada


volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.

Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36


jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan

7
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.

Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi
syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum
luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi
segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat
kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan
masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka
bakar.

Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan
respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume
darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak
memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.

Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor


inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme

D. Tipe Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman dan Tingkat Keseriusan

1. Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar

Luka bakar dapat digolongkan sebagai derajat pertama, derajat kedua


superfisial, derajat kedua dalam atau derajat ketiga. Luka bakar yang merusak
tulang, otot, dan jaringan dalam dapat di klasifikasikan sebagai derajat

8
keempat. Luka bakar akibat sengatan arus listrik menyebabkan robeknya
jaringan dan digolongkan sebagai luka bakar derajat empat.

a. Luka Bakar Derajat Pertama

Terbatas di epidermis, misalnya terbakar matahari. Terdapat eritema


dan nyeri, tetapi tidak segera timbul lepuh. Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam 3-4 hari. Luka bakar ini tidak menimbulkan
jaringan parut. Biasanya tidak timbul komplikasi.

b. Luka Bakar Derajat Kedua Superfisial

Meluas ke epidermis dan kedalam lapisan dermis. Luka bakar ini


sangat nyeri dan menimbulkan lepuh dalam beberapa menit. Luka
bakar ini biasanya sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut,
walaupun orang-orang tertentu terutama orang Amerika keturunan
Afrika, dapat mengalami jaringan parut karena luka ini. Penyembuhan
biasanya memerlukan waktu sebulan. Komplikasi jarang terjadi,
walaupun mungkin timbul infeksi sekunder pada luka.

c. Luka Bakar Derajat Kedua Dalam

Meluas ke seluruh dermis. Folikel rambut mungkin utuh dan akan


tumbuh kembali. Luka bakar jenis ini hanya sensitif parsial terhadap
nyeri karena luasnya destruksi saraf-saraf sensorik. Namun, daerah
disekitarnya biasanya mengalami luka bakar derajat kedua superfisial
yang nyeri.

Pada luka bakar jenis ini penyembuhannya memerlukan waktu


beberapa minggu dan pembersihan (debridement ) secara bedah untuk
membuang jaringan yag mati. Biasanya diperlukan tandur kulit pada
luka bakar ini selalu terjadi pembentukan jaringan parut.

d. Luka Bakar Derajat Ketiga

Meluas ke epidermis, dermis dan jaringan subkutis. Kapiler dan vena


mungkin hangus dan aliran darah ke daerah tersebut berkurang. Saraf
rusak sehingga luka tidak terasa nyeri. Namun, daerah di sekitarnya
biasanya memperlihatkan nyeri seperti pada luka bakar derajat kedua.
Luka bakar jenis ini mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan
untuk sembuh dan diperlukan pembersihan secara bedah dan

9
penanduran. Luka bakar derajat ketiga membentuk jaringan parut dan
jaringan tampak seperti kulit yang keras. Luka bakar derajat keempat
meluas ke otot dan tulang jaringan dalam.

2. Berdasarkan tingkat keseriusan luka bakar

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,


yaitu :

a. Luka bakar mayor


 Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan
lebih dari 20% pada anak-anak.
 Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
 Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
 Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa
memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
 Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20%
pada anak- anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
 Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki,
dan perineum.
c. Luka bakar minor

Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan
Griglak (1992) adalah :

 Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan
kurang dari 10 % pada anak-anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
 Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.

 Luka tidak sirkumfer.

E. Luas Luka Bakar

Luas luka bakar mengacu kepada presentase luas luka bakar derajat kedua
atau lebih dibandingkan dengan luas permukaan tubuh. Untuk menentukan luas
luka bakar, tubuh dibagi menjadi prsentase relatif luas permukaan. Sebagai contoh,

10
lengan (atas dan bawah) dianggap memiliki luas 9% dari luas permukaan tubuh,
sedangkan tungkai 18%. Prsentase luas tubuh yang terbakar dijumlahkan sehingga
didapat presentase total. Penentuan presentase luka bakar dengan metode ini
disebut “Rumus Sembilan”(rules of nine).

Luka bakar luas didefinisikan sebagai luka bakar yang mengenai 25% sampai
40% luas permukaan tubuh seorang dewasa, dan antara 15% sampai 25% luas
permukaan tubuh anak. Luka bakar yang luasnya lebih dari 40% pada orang
dewasa atau 25% pada anak berkaitan dengan angka kematian yang tinggi. Tingkat
kesehatan keseluruhan dari pasien harus dipertimbangkan sewaktu memperkirakan
daya hidup pasien luka bakar. Anak-anak dan orang tua memiliki angka kematian
yang meningkat dibandingkan orang dewasa muda atau usia pertengahan. Orang
yang terkena luka bakar luas harus dipindahkan ke fasilitas khusus perawatan luka
bakar sesegera mungkin.

1. Dewasa
 Kepala bagian depan : 4,5%
 Kepala bagian belakang : 4,5%
 Dada : 9%
 Punggung atas : 9%
 Perut : 9%
 Punggung bawah : 9%
 Kelamin : 1%
 Lengan atas depan : 4,5%
 Lengan atas belakang : 4,5%
 Tungkai depan : 9%
 Tungkai belakang : 9%
 TotaI : 100%

2. Bayi

 Kepala dan leher : 21%


 Badan bagian depan : 13%
 Badan bagian belakang : 13%
 Lengan : 10%
 Tungkai : 13.5%

11
 Bokong : 5%
 Alat Kelamin : 1%

F. Efek Luka Bakar yang Luas

Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh.
Semua sistem terganggu, terutama sistem kardiovaskular. Karena semua organ
memerlukan aliran darah yang adekuat, maka perubahan fungsi kardiovaskular
memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan passien

1. Respon Kardiovaskular pada Luka Bakar yang Luas


Dalam beberapa jam setelah luka bakar yang luas, kemampuan kapiler
untuk berfungsi sebagai sawar difusi hilang, dan cairan keluar dari sistem
vaskular. Terjadi penimbunan filtrat di ruang interstisium diantara sel-sel
sehingga terjadi edema interstisium yang luas dan penurunan drastis tekanan
darah. Dapat timbul syok ireversibel. Hilangnya integritas kapiler
digambarkan sebagai hilangnya sumbatan kapiler. Mekanisme penyebab
hilangnya sumbatan kapiler belum sepenuhnya dipahami, walaupun riset-riset
mengisaratkan bahwa beberapa mediator peradangan, termasuk histamin dan
prostaglandin, ikut berperan. Histamin dan sebagian prostaglandin adalah
vasodilator kuat.
Selama priode kebocoran kapiler, sel-sel darah putih dan merah tidak
melewati kapiler. Hal ini meningkatkan kepekatan darah dan menyebabkan
aliran darah merambat. Pasien beresiko mengalami pembentukan bekuan
darah. Dapat terjadi syok ireversibel. Dengan melemahnya denyut jantung,
terjadi penimbunan darah diparuh sehingga timbul kongesti paru dan
peningkatan peningkatan resiko pembentukan embolus. Penimbunan aliran
darah ke ginjal menyebabkan hipoksia ginjal dan pengeluaran urin menjadi
berkurang. Sistem renin-angiostensin terangsang sehingga mengalami
peningkatan volume, maka edema semakin parah dan semakin meningkatkan
resiko kongesti paru dan pneumonia. Hipoksia saluran cerna menyebabkan
cedera pada sel-sel penghasi mukus sehingga timbul ulkus lambung dan
deodenum. Dalam waktu sekitar 24-48 jam setelah luka bakar, kapiler
tersumbat kembali dengan dan cairan secara perlahan diserap ulang ke dalam
sirkuasi. Namun, efek dari hilangnya sumbatan tersebut masih ada dan risiko
morbiditas dan mortalitas tetap tinggi.
2. Respon Sel Terhadap Luka Bakar

12
Sel-sel mengalami kebocoran elektrolit, sehingga natrium tertimbun di
dalam sel dan terjadi pembengkakkan. Kalium keluar sel dan masuk ke cairan
ekstrasel. Magnesium dan fosfat keluar dari sel. Perubahan-perubahan ini
mempengaruhi potensial membran semua sel dan dapat menyebabkan
disritmia jantung serta perubahan pada fungsi susunan saraf pusat.
Luka bakar yang luas menghambat fungsi imun. Berkurangnya fungsi
imun, disertai hilangnya fungsi protektif kulit, menempatkan pasien pada
risiko tinggi infeksi. Penurunan fungsi kekebalan tampaknya disebabkan oleh
pelepasan hormon-hormon, tidak terbatas pada glikokortikoid, terutama
kortisol. Kortisol dikeuarkan dalam keadaan stres dan merupakan
imunosupresan pada konsentrasi tinggi.
Pada luka bakar yanga luas, laju metabolisme secara drastis meningkat.
Peningkatan kecepatan metabolisme dapat terjadi akibat pengaktivan sistem
saraf simpatis dan akibat hialangnya panas sewaktu kulit rusak. Pusat kontrol
suhu di hipotalamus terpengaruh oleh respons terhadap luka bakar yang luas,
sehingga terjadi pengaktivan di titik tertentu di hipotalamus. Hal ini dapat
terjadi dari respons peradangan yang luas karena jaringan yang mulai sembuh
membutuhkan banyak kalori.

Luka bakar selalu diikuti respon stres. Respon stres dirancang untuk :

1. Memproduksi cukup kkal untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang


meningkat dari luka bakar. Meningkatnya sekresi epinefrin, norepinefrin, dan
kortikosteroid akibat dari pemecahan glikogen, simpanan lemak, dan protein
tubuh, terutama otot-otot skletal. Efek bersih dari luka yang parah adalah
meningkatnya kehilangan nitrogen urin, otot-otot yang menyusut, dan
kehilangan berat.
2. Mempertahankan volume darah. Sekresi hormon antidiuretik (ADH)
meningkat selama respon stres, dengan menurunya jumlah urin yang keluar
dan retensi cairan.

G. Perubahan Metabolisme pada Luka Bakar

Kasus luka bakar merupakan suatu keadaan stress metabolisme yang


menyebabkan respon neuroendokrin.keadaan ini disebut juga hoper
metabolisme.Reaksi pertama dari luka bakar dikenal dengan fase awal/fese
akut/fase syok yang berlangsung singkat,ditandai dengan terjadinya penurunan

13
tekanan darah,curah jantung,suhu tubuh,dan konsumsi oksigen,serta hilangnya
cairan dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya hipofolemi,hipoperfusi,dan
aksidosisi laktat.

Reaksi selanjutnya disebut fase flow yang berlangsung selama beberapa


minggu atau lebih.pada fase ini terjadi kondisi hepermetabolisme dan
hiperkatabolisme.dibandingkan cidera lainya,terdapat fase hepermetabolisme yang
ditandai dengan peningkatan pemakaian energi yang disertai kehilangan panas
melalui proses penguapan (evaporative haet loss),peningkatan akyivitas
selular,dan pelepasan peptidaparakrin.

Peningkatan evaporative haet loss dan stimulasi β adrenergik disebabkan oleh


beberapa hal :

1. Jaringan yang mengalami kerusakan (dan atau kehilangan) tidak aktif


sebagai sarana protektif.
2. Peningkatan aliran darah kelokal cidera sehingga panas dari sentral dilepas
didaerah tersebut,dan melalui proses evavorasi terjadi kehilangan cairan
dan panas yang menyebabkan penurunan suhu tubuh (energi panas yang
digunakan untuk proses evavorasi kurang lebih 578 kcal/Liar). Dengan
peningkatan aliran darah kedaerah lokal cidera,terjadi peningkatan curah
jantung secara disproporsional yang memacu kerja jantung.disisi
lain,peningkatan suhu pada daerah luka akibat bertambahnya naliran
kedaerh lokal cidera ini secara teoritis akan mempercepat proses
penyembuhan.namun pada kenyataan nya kehilangan panas (energi) akan
diakselarasi oleh adanya febris.

IWL = (25 +
%LB) x TBSA x 24jam

Kondisi evavorative head loss dan jaringan luka yang terbuka menyebabkan
kehilangan cairan tubuh ytang berlebihan,karena perlu mempertimbangkan
insesible water loss(IWL) lebih banyak dari biasanya. Perhitungan IWL pada
penderita luka bakar menggunakan persamaan :

%LB = presentase luka bakar

14
Stimulus β adrenergik menyebabkan melepasnya hormon stress
(katokolamin,kortison,glukagon),dan adanya resistensi insulin akan menyebabakan
peningkatan laju metabolisme disertai perubahan metabolisme berupa
glikolisis,glikogenolisis,proteolisis,lipolisis,dan glukoneogenisis,selain itu terjadi
pila retensi natrium,dan reasobsi air.TBSA = Total body surfese area

Perubahan metabolisme pda penderita luka bakar bukan hanya terjadi oleh adanya
perubahan hormon stress saja,tetapi juga disebebkan oleh mediator sel radang
seperti sitokin,eikosanoid(prostaglandin,tromboksan,leukarin) dan radikan bebas
yang dilepaskan kedalam sirkulasi menyusul terjadinya suatu cidera
jaringan.reaksi dari mediator-modiator ini dikenal sebagai SIRS.Pelepasan sitoksin
seperti IL-1,IL-2,IL-6,dan TNF akan menyebabkan keadaan hiperkatabolisme
menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama,keadaan tersebut akan
memperburuk perjalanan penyakit pada luka bakar.

Gejala klinik yang timbul pada status katablik ekstensif iniadalah


kelemahan,emasiasi,kelelahan,gangguan fungsi organ vital dan balans energi
negatif.untuk menghadapi kondisi stress,diperlukan kebutuhan energi yang lebih
besar,bahkan pada penderita luas luka bakar lebih dari 40% luas permukaan tubuh
akan terjadi penurunan BB mencapai lebih kurang 20%,pada penurunan BB 10-
40% akan dijumpai kondisi yang dapat disamakan degan malnutrisi sedangakn bila
penurunan BB mencapai 40-50% akan menggambarkan kondisi keseimbangan
mekrogen negatif dengan kehilangan massa protein lebih kurang 25-30%,bila
kondisi ini terjadi akan berakibat fatal.

1. Metabolisme Karbohidrat

Glukosa adalah sumber bahan bakar metabolik utama untuk semua komponen
seluler pada proses penyembuhan luka bakar. Pada kondisi trauma berat,
khususnya pada luka bakar terjadi keadaan hiperglikemi yang disebut Burn
pseudo diabetes. Level glukosa darah meningkat pada pasien luka bakar
dibandingkan level sirkulasi insulin selama resulstitasi. Peningkatan hormone
anti–insulin (kotekolamin, glukagon, kartisol) akanterjadi untuk meng’
conter’ efek miningkan insulin dan diperlukan untuk menjaga glukoneogenisis
yang adekuaat untuk memenuhi kebutuhab energi pasien. Pada daerah luka
terjadi peningkatan aliran darah setempat dan uptake glukosa tampa disertai
peningkaatan kosumsi oksigen hal ini akan menghasilkan keadaan
metabolisme anaerob yang mengubah glukosa menjadi laktat.

15
Kesimpulanya, glukasa diperlukan untuk penyembuhan luka dan fungsi imun
pada penderita luka bakar disuplai oleh hati dari sekuens glukosa-laktat-
glukasa dari siklus Cary, dan dari pengubah asam amino yang disumbangkan
oleh pemecahan otot perifer. Suplai glukosa melalui suppot nutrisi akan
mengurangi proteolisis dan memilihara massa bebas lemak. Akan tetapi
pasien luka bakar mungkin mengalami kesulitan metobolisme glukosa ketika
diberi asupan lebih besar dari 4-5 mg/kg/menit. Oleh karena itu maka dalam
pemberian makanan tambahan harus dilakukan perhitungan kebutuhan kalori
yang sesuain untuk pasien luka bakar dan terdiri dari lemak serta protein.

2. Metabolisme Lemak

Normalnya metabolisme lemak menyediakan porsi energi paling besar yang


digunakan pada saat kestersediaan glukosa tidak adekuat. Rendahnya
konsentrasi insulin di sirkulasi menyebabkan peningkatan lipolisi dan
kitogenesis, dan jaringan perifer di ubah ke metabolisme gliserol, asam lemak
bebas, dan badan keton.

Perubahan neuroendokrin yang menyertai luka bakar mengubah metabolisme


lemak secara signifikan. Lipolysis meningkat setelah luka bakar, sebagai
respon dari meningkatnya kotekolamin di sirkulasi, serta gliserol dan asam
lemak bebas di jadikan bahan bakar oleh jaringan yang tidak terbakar.
Ketogenesis menurun pada pasien luka bakar. Badan keton merupakan salah
satu sumber energi alternatif utama yang digunakan selama priode starvasi,
hal ini menyebapkan meningkatnya kebutuhan untuk gluconeogenesis. Efek
protein sparring pada lemak terbatas pada luka bakar. Penambahan kandungan
lemak dalam diet yang lebih besar dari 30% dapat merusak fungsi imun dan
tidak akan menyediakan tambahan massa tubuh bebas lemak.

3. Metabolisme Protein

Penderita luka bakar tidak hanya menggunakan protein untuk gluconeogenesis


tapi juga untuk membentuk protein fase akut, penyembuhan muka,
mempertahankan fungsi imun, serta mengganti hilangnya protein melalui
eksudat luka. Kerena asam amino dilepaskan hanya oleh jaringan yang tidak
terbakar, maka asam amino menurun pada pasien dengan luka bakar luas.

Akibat dari perubahan hormona yang terjadi, proteolysis di otot perifer


meningkat cepat dan dilepaskanya alanin dan glutamin. Alanin adalah amino
acid glukoneogenik penting, dan pengukuran pengeluaran alanine dari otot
skelet pada pasien luka bakar meningkat 3 kali lipat. Besarnya pelepasan

16
alanin periper ini sebanding dengan luas luka bakar dan parallel dengan
besarnya gluconeogenesis dan ureogenesis. Disfungsi hepatic sekunder pada
sefsis dan adanya penyakit hepatic dapat mempengaruhi evektifitas perubahan
alanin menjadi glukosa dan menyebapkan komplikasi dalam managemen
metabolic. Sedangkan glutamin merupakan bahan bakar untuk epital usus, sel
imunitas, dan pembentukan amunia di ginjal.

Kesimpulannya, tujuan dari support nutrisi adalah untuk meminimalisasi


proteolysis yang terjadi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi, dengan
cara menyediakan sumber alternative glukosa dan protein.

4. Metabolisme Air

Pasien luka bakar mengalami kehilangan cairan yang sangat banyak. Cairan
tubuh menguap melalui kulit, pasien memerlukan lingkungan pada suhu yang
hangat dan perawatan yang intensif, dalam 24 jam pertama resusitasi
memerlukan cairan sampai 30 Liter. Munculnya eksudat menyebabkan
lebihbanyak cairan yang hilang. Selain itu temperature tubuh pasien
meningkat dan pasien sering mengalami demam.

5. Metabolsime Elektrolit

Hiponatemia dapat terjadi pada pasien yang penguapan berkurang drastis


karena pemakaian pembalut ata grafting , yang akan mengubah cairan. Atau
pada perawatan menggunakan siver nitrat, yang cenderung menarik natrium
dari luka. Hipokalemia sering terjadi selama periode resusitasi dan selama
sintesis protein. Peningkatan serum kalium dalam darah menandakan hidrasi
yang tidak adekuat.

Hipokalsemia terjadi bersama hipoalbuminemia pada pasien luka bakar yang


luasnya lebih dari 30% luas permukaan tubuhnya. Kehilangan kalsium yang
berlebihan terjadi bila pasien dimobilisasi atau dirawat dengan silver nitrat.
Magnesium juga mungkin hilang melalui luka bakar sehingga memerlukan
perhatian.

Hipophosphatermia diidentifikasi pada pasien luka bakar berat. Hal ini


terutama terjadi pada pasien yang menerima cairan resusitasi dalam jumlah
besar dengan infus parenteral solusi glukosa dan pemberian antasid dosis
tinggi untuk pencegahan stress ulcer. Kadar serumnya harus dimonitor dan
diperlukan suplementasi fospat.

6. Metabolisme Mineral

17
Zinc level terdapat pada luka bakar. Zinc adalah kofaktor dalam metabolisme
energi dan sintesis protein. Anemia dapat terjadi karena defisiensi besi, dan
diterapi dengan pemberian packed red blood cells.

7. Metabolsime Vitamin

Vitamin c dihubungkan dengan sintesis kolagen dengan fungsi imun, dan


diperlukan dalam penyembuhan luka. Vitamin A adalah nutrient pentign
untuk fungsi imun dan epitalialisasi.

H. Terapi Nutrisi

Support nutrisi adalah factor yang paling penting dalam perawatan untuk pasien
luka bakar. Penyembuhan luka hanya dapat terjadi pada fase anabolik. Pemberian
makanan enteral yang dini (dalam 4-12 jam) memperlihatkan penurunan respon
hiperkatabolik, menurunkan pelepasan katakolamin dan glukagon, menambah
berat badan, dan memperpendek masa perawatan di rumah sakit.

Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar ditunjukkan pada table berikut :

Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar

1.meminimalisasi respon metabolik dengan cara:

· Mengontrol suhu lingkungan

· Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

· Mengontrol rasa sakit dan cemas

· Menutup luka bakar segera

2.memenuhi kebutuhan nutrisi dengan cara :

· Menyediakan kalori yang cukup untuk mencegah berat badan lebih besar
dari 10% berat badan normal.

· Menyediakan protein yang cukup untuk tercapainy positif nitrogen


balance dan mempertahankan atau menggantikan cadangan protein

· Menyediakan suplementasi vitamin dan mineral yang di indikasikan

3. mencegah ulcer curling dengan cara:

18
· Menyediakan antasid atau pemberiaan makanan enteral continu.

1. Kebutuhan Kalori

Rumus yang telah ada dapat menghitung kebutuhan kalori pasien luka bakar
secara akurat. Persamaan harris – benedict kurang dapat memperkirakan
kebutuhan kalori karena tidak melibatkan faktor stress, dan studi yang
dilakukan menentukan faktor stress bervariasi dari 1.5 hingga 2.1 .

Pria : 66,47 + ( 13,75 x BB [kg]) + (5 x TB [cm]) - (6,76 x umur


[Tahun]) x AF x BF

Wanita : 65,51 + (9,56 x BB [kg]) + 1,85 x TB [cm]) – (4,6 x umur


[Tahun]) x AF x BF

AF : Actifity factor = 1,2 – 1,3

BF : Burn faktor = 1,5 – 2,1 (deep burn).

Sebalikanya, rumus dari curreri berlebih untuk mengukur kebutuhan


kalorinya, yaitu :

Kebutuhan energi = 25 kcal/kg = 40 kcal% BS


area

Saat ini pemberian energi untuk penderita luka bakar tidak boleh melebihi 30-
40 kcal /kg per hari

19
Pengukuran metabolic rate pada pasien luka bakar yang dirawat di
united state institute of surgical research ( USAISR) telah digunakan un tuk
merumuskan nutrisi berdasar umur, ukuran tubuh, dan luas luka bakar.
Analisis yang kini di dapat dari kalori meter linier dengan plateau REE pada
2-2,5x BMR saat luka bakar 60% atau lebih indirek menemukan hubungan
linier antara metabolic rate luas luka bakar dan bertentangan dengan studi-
studi sebelumnya, yang menemukan kurva dari luas permukaan badan. Studi
serupa diuniversitas toronto mendeskripsikan hubungan linier antara prentase
total area tubul yang terbakar, basal energy expenditure yang di harapkan
(diukur dengan rumus Harris-Benedict), suhu tubuh, jumlah hari setelah
terbakar, dan termogenik efek makanan. Ke dua studi ini mengkonfirmasi
rumus berdasarkan studi metabolic sebelumnya yang overestimate kebutuhan
kalori pasien luka bakar pada perwatan masa kini.

Hubungan antara kebutuhan energi dan luas luka bakar kosisten untuk
pasien yang bernapas bebas, tapi variasi data dari pasien yang di beri bantuan
ventilasi mekanik mebuat perkiraan kebutuhan kalori kurang akurat. Data
kalorimeter indirek pada pasien dengan ventilasi mekanik dapat menjadi tidak
akurat karena adanya ventilasi area yang mati (dead space), kebocoran udara
pada sistem ventilatory, dan peningkatan kerja pernapasan selama sedasi yang
inadekuat. Oleh karena itu, kebutuhan kalori pada pasien dengan ventilator
mekanik harus diukur pertama-tama dengan kalorimeter indirek tapi harus
dievaluasi respon pasien terhadap support nutrisi.

Studi longitudinal REE pada pasien luka bakar ditemukan tidak ada
hubungan antara energi ekpenditur dengan luas luka bakar. Walaupun eksisi
total segera dan skin grafting pada keseluruhan luka baar dapat
menghilangkan respon hipermetabolik, eksisi luka bakar yang dini dan
penutupan luka pada 48-72 jam tidak memberikan efek pada metabolic rate.

Pennetuan kebutuhan kalori, baik yang didapat melalu rumus maupun dari
kilometre indirect, harus dikoreksi untuk aktivitas, walaupun sekarang ini
dilaporkan pada pasien rawat inap, yang sakit parah tidak memerlukan koreksi
untuk aktivitas, pada pasien luka bakar biasanya dilibatkan dalam program
terapi fisik ekstensive untuk meminimalisasi komplikasi luka bakar. Biasanya,
kalori akhir yang didapat 20-25% lebih basar dari REE.

Pemberian karbohidrat dan lemak dengan jumlah adekuat untuk


memenuhi kalori yang mungkin dapat menjadi komplikasi karena perubahan
substrat metabolisme dan system GI yang telah disebutkan sebelumnya.

20
Secara umum, kebutuhan kalori untuk pasien luka bakar dapat dipenuhi
dengan pemberian solusi enteral standar pada jumlah yang dapat ditolerir oleh
system GI.

2. Kebutuhan Nitrogen
Penentuan keseimbangan nitrogen pada pasien luka bakar disulitkan
dengan kehilangan protein dari luka terbuka. Pasien luka bakar yang dalam
keadaan hipermetabolic dan starvasi dapat kehilangan 30gr nitrogen/hari ,
dengan 20-30% kehilangan terjadi pada pembentukan eksudat serosa dari luka
bakar.
Studi yang dilakukan Waxman dan rekan-rekannya, meneliti
kehilangan protein dari permukaan yang selruuh atau sebagian ketebalan luka
bakar. Peneliti-peneliti tersebut menemukan bahwa rata-rata kehilangan
protein/hari melalui luka bakar untuk akhir luka minggu pertama dapat
diperkirakan sebagai berikut

Protein loss (g)= 1,2 x BSA (m2) x % luka bakar

 Pada minggu kedua paska luka bakar kehilangan pretein menjadi


tinggal setengahnya ; protein loss (g)= 0,6 x BSA (m2) x % luka bakar

Sedangkan kehilangan Nitrogen melalui luka bakar diperkirakan:

 untuk luka bakar hari 1-3:Nitrogen loss (g)= 0,3 x BSA x % luka bakar
 untuk luka bakar hari ke 4-16 digunakan rumus pada tabel di bawah
ini, sehingga kebutuhan protein harian dapat diperkirakan.
 Kebutuhan protein perhari dapat dihitung dengan formula berikut ini :
 Kebutuhan protein = 6,25x kebutuhan energi (kcal)/ 150

I. Jalur Pemberian Nutrisi

1. Pemberian Nutrisi Melalui Oral

Pemberian nutrisi melalui oral dilakukan pada pasien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisinya sendiri dengan cara membantu memberikan
nutrisi melalui oral(mulut).Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien dan membangkitkan selera makan pasien.

2. Pemberian Nutrisi Melalui Pipa penduga/lambung atau NGT

Pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung dilakukan pada pasien yang


tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi secara oral,misalnya karena sulut

21
menelan.Oleh karena diberikan melalui pipa penduga,nutrisi yang
diberikanadalah nutrisi yang berbentuk cair.

3. Pemberian Nutrisi Melalui Parenteral

Pemberian nutrisi melalui parental dilakukan pada pasien yang tidak dapat
menerima makanan melalui oral atau pipa nasogastric.

Nutrisi ini diberikan berupa cairan infus yang dimasukan ke dalam tubuh
melalui darah vena,baik secara sentral (untuk nutrisi parenteral total) maupun
vena perifer (untuk nutrisi parenteral parsial)

Nutrisi parenteral parsial (diberikan melalui intravena untuk memenuhi


sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien bagi pasien masih dapat
menggunakan saluran pencernaan.cairan yang diberikan umumnya dlam
bentuk dextrose atau cairan asam amino.

Nutrisi parenteral total diberikan melalui intravena ketika kebutuhan nutrisi


sepenuhnya diberikan melalui cairan infus karena saluran pencernaan pasien
tidak dapat digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah Triofusin 1000
(mengandung karbihidrat), Pan Amin G (mengandung asam amino),dan
intalipid (mengandung lemak)

Indikasi pemberian nutrisi parenteral pada luka bakar adalah bila terjadi
ketidakstabilan hemodinamik, resusitasi, pemakaian vasopressor, distensi
abdomen atau cairan lambung >200 cc/hari.jenis dan jumlah yang diberikan
tampak pada tabel dibawah ini.

Petunjuk pemberian nutrisi parenteral total

Zat Gizi Asupan yang direkomendasikan

Total Cairan 1,75 ml/kg/jam untuk bayi dan anak <20 kg,

1,5 ml/kg/jam untuk anak >20kg

Karbohidrat 5-7 mg/kg

Protein 2,5-4 g/kgbb

Lemak (20%) Mulai dengan 0,5 g/kg selama 12 jam hingga


1-1,5 g lemak kg/hari. Lemak intravena tidak
diberikan dengan dosis >3,6 g/kg/hari

22
Bila Kadar albumin ,3 mg/dl

Albumin 25%

J. Evaluasi Terapi Nutrisi


1. Tanda insufisiensi nutrisi awal adalah kelelahan pada pasien.
2. Toleransi nutrisi enteral dilihat dari : pengukuran residu volume
gaster,perpindahan/transit ke intestine.
3. Pemeriksaan lab rutin : kadar glukosa darah,keseimbangan elektrolit,fungsi
ginjal dan liver,pengukuran metabolisme protein.
4. Pengukuran antropometris : berat badan,BMI,mid-upper arm cirmference.
5. Keseimbangan nitrogen (jika fungsi ginjal masi baik) sebagai indikator status
dan efisinsi nutrisi yaitu :
 Nitrogen loss = N urin + 8 mg/kgbb + 0,2 g N/% luas luka bakar
 Atau dengan cara : N urin = ( [urea urin x 0,08]/2,14) + 4g.
6. Penanda status protein : albumin,transthyretin/prealbumin,retinol binding
protein,CRP (penanda inplamasi).

23
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas
melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.
Luka bakar perlu ditangani secara saksama untuk mencegah kejadian yang
mengancam jiwa. Prinsip utama penanganan luka bakar, menurut situs burn survivors
online, meliputi pengurangan rasa sakit, mencegah infeksi, menyeimbangkan cairan
dan elektrolit tubuh, serta asupan gizi yang baik.

Diet pada luka bakar bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
terjadinya gangguan metabolik serta mempertahankan status gizi secara optimal
selama proses penyembuhan.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://syofeb.blogspot.com/2017/09/terapi-nutrisi-pada-pasien-luka-bakar.html

htt Oetoro, Samuel, Dr. 2000. Penatalaksanaan Nutrisi pada penderita Luka Bakar.
http://mnu-malang.com
Arisandi, Defa, A.Md.Kep. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Luka
p://www.pilonidal.org/_assets/pdf/nutrition.pdf

Nadesul, Handrawan, Dr. 2002. Bagaimana Merawat Luka Bakar.


http://www.kompas.com
Bernadi, Rakhmat & Karina. 2003. Menyikapi Luka Bakar

25

Anda mungkin juga menyukai