Anda di halaman 1dari 25

1

Daftar isi

1. Kata Pengantar……………………………………………… 3
2. BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………….. 4
1.2 Rumusan masalah ……………………………………… 5
1.3 Tujuan ………………………………………………….. 6
3. BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi . .…………………………….............................. 7
2.2 Etiologi …….…………………………………………… 7
2.3 Patofisiologi .……………………………………………. 8
2.4 Pathway …………………………………………………. 9
2.5 Klasifikasi ………………………………………………. 10
2.6 Manisfestasi klinis …………………………...…………. 11
2.7 Pemeriksaan penunjang ………………………………… 11
2.8 Komplikasi ……………………………………………… 12
2.9 Penatalaksanaan ………………………..………………. 13
4. BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ………………………………………………. 14
3.2 Diagnosa ………………………………………………... 16
3.3 Intervensi ……………………………………………….. 16
3.4 Implementasi ……………………………………………. 22
3.5 Evaluasi ………………………………………………… 24
5. BAB IV PENUTUP
4.1 kesimpulan ……………………………………………... 25
4.2 saran ……………………………………………………. 25

2
Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Fraktur dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangkamenambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit
Fraktur. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Palembang , Maret 2019

Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan
yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk
memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih
baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh
Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengurus pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah
tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot
rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini.
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat
lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya
terdiri dari bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan
seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya
di kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena
peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat
tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian
Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang
mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu,
rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30
orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan
juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban

4
mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672
orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005
dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620 orang
dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu
menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun
fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan
tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah
fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup
fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai
bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau
lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup
tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu fraktur?
2. Apa saja etiologi dari fraktur ?
3. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
4. Apa saja manifestasi klinik dari fraktur ?
5. Apa saja komplikasi fraktur ?
6. Bagaimana penanganan fraktur ?
7. Bagaimana konsep askep dari fraktur ?

5
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Apa itu fraktur
2. Untuk mengetahui Apa saja etiologi dari fraktur
3. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi dari fraktur
4. Untuk mengetahui Apa saja manifestasi klinik dari fraktur
5. Untuk mengetahui Apa saja komplikasi fraktur
6. Untuk mengetahui Bagaimana penanganan fraktur
7. Untuk mengetahui Bagaimana konsep askep dari fraktur

6
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 :
1183).
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
2.2 Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.
Penyebab Fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah
tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.

7
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot
sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

2.3 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau
trauma Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur
bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan
telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan

8
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
2.4 pathway

Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan integritas Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung tulang


tulang kerusakan pada jaringan dan menembus otot dan kulit
pembuluh darah

Ketidakstabilan posisi Luka


fraktur, apabila organ Perdarahan lokal
fraktur digerakkan
Gangguan
Hematoma pada daerah integritas kulit
Fragmen tulang yang fraktur
patah menusuk organ
sekitar Kuman mudah masuk
Aliran darah ke daerah distal
Gangguan rasa berkurang atau terhambat
nyaman nyeri Resiko tinggi
(warna jaringan pucat, nadi infeksi
Sindroma kompartemen lemas, cianosis, kesemutan)
keterbatasan aktifitas

Kerusakan neuromuskuler
Defisit perawatan diri
2.5 Pengobatan
Gangguan fungsi organ distal
Pengobatan dari

Gangguan mobilitas fisik

9
fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi
operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup
dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi
pada bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya
kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi
setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain:
adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya
kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi
dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang
dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan
memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan
trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami
cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi.
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri yang hebat.
2.5 Klasifikasi
1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia
luar
2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from
without (dari luar).

10
3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya
mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang
2.6 Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama
lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan
metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi.
CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)

11
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
2.8 Komplikasi
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan
yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas
bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.

12
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti.
Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
2.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non
pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling
(mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam
bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur
yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang
dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips
untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan
ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang
bertahap dan imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction
internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan
melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant
pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa
melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan
menurun, (Brunner & suddarth, 2002)
b. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi
proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya
riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat
mempengaruhi perawatan post operasi
2. Pola Kebiasan
a. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi
dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat,
dampak hospitalisasi
b. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya
program eliminasi
c. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak
mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi
dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti
timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali
d. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur
sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun

14
untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat
melakukannya sendiri,
e. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal
hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini
sering dilakukan pasien ditempat tidur.
f. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas,
selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image,
psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam
perawatan dirumah sakit.
g. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat
spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti
h. Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena
merasa dirinya tidak berguna
i. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah
riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap
biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
3. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme
otot dan keadaan kulit.
4. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan
kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit
biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
5. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
6. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara
melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit
bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit
jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)

15
3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan
rangka neuromuskuler
4. Resiko infeksi b/d tindakan invasi
3.3 Intervensi

Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Nyeri akut NOC : Managemen Nyeri
v Pain Level
- Kaji nyeri secara
v Pain control
komprehensif termasuk
v Comfort level
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria Hasil :
dan faktor presipitasi
· Mampu
- Observasi reaksi
mengontrol nyeri
nonverbal dari
(tahu penyebab
ketidaknyamanan
nyeri.
- Ajarkan tentang teknik
· Mampu
non farmakologi, tehnik
menggunakan
relaksasi
tehnik
- Berikan analgetik
nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
untuk mengurangi
- Kolaborasikan dengan
nyeri, mencari
dokter jika ada keluhan
bantuan)
dan tindakan nyeri tidak
· Melaporkan
berhasil
bahwa nyeri
- Atur posisi pasien yang
berkurang dengan

16
menggunakan nyaman
manajemen nyeri
· Wajah rileks
· Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
· Tanda vital dalam
rentang normal

Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC

17
Kerusakan NOC : NIC :
integritas jaringan Tujuan: kerusakan - Kaji ulang integritas
b.d fraktur integritas jaringan luka dan observasi
dapat diatasi setelah terhadap tanda infeksi
tindakan perawatan. atau drainage
· Kriteria - Monitor suhu tubuh
hasil: - Lakukan perawatan
Penyembuhan kulit, dengan sering
luka sesuai pada patah tulang yang
waktu menonjol
· Tidak ada - Lakukan alih posisi,
laserasi, pertahankan kesejajaran
integritas kulit tubuh
baik - Kolaborasi
pemberian antibiotic

Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Kerusakan NOC : NIC :
mobilitas fisik b.d Tujuan : kerusakan - Pertahankan tirah
cedera jaringan mobilitas fisik dapat baring dalam posisi
sekitar fraktur, berkurang setelah yang diprogramkan

18
kerusakan rangka dilakukan tindakan - Tinggikan
neuromuskuler keperaawatan ekstrimitas yang sakit
Kriteria hasil - Instruksikan
NOC : klien/bantu dalam
· latihan rentang gerak
Meningkatkan pada ekstrimitas yang
mobilitas pada sakit dan tak sakit
tingkat paling - Beri penyangga
tinggi yang pada ekstrimit yang
mungkin sakit diatas dan
· dibawah fraktur ketika
Mempertahank bergerak
an posisi - Jelaskan pandangan
fungsinal dan keterbatasan dalam
· aktivitas
Meningkaatkan
kekuatan
/fungsi yang
sakit
·
Menunjukkan
tehnik mampu
melakukan
aktivitas

19
Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Resiko infeksi b/d NOC : Infection Control
tindakan invasif v Immune Status (Kontrol infeksi)
v Risk control - Bersihkan
lingkungan setelah
Kriteria Hasil : dipakai pasien lain
v Klien bebas dari - Gunakan sabun
tanda dan gejala antimikrobia untuk
infeksi cuci tangan
v Menunjukkan - Cuci tangan setiap
kemampuan untuk sebelum dan sesudah
mencegah tindakan keperawatan
timbulnya infeksi - Gunakan sarung
v Jumlah leukosit tangan sebagai alat
dalam batas normal pelindung
- Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
- Tingkatkan intake
nutrisi
- Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)

20
- Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor hitung
granulosit, WBC
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
- Berikan perawatan
kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
- Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
- Dorong masukan
cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi

21
- Ajarkan cara
menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan
infeksi
- Laporkan kultur
positif

3.4 Implementasi

Implementasi merupakan salah satu unsur pertahapan dari


keseluruhan pembangunan sistem komputerisasi, dan unsur yang harus
dipertimbangkan dalam pembangunan sistem komputerisasi yaitu masalah
perangkat lunak (software), karena perangkat lunak yang digunakan
haruslah sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan, disamping masalah
perangkat keras (hardware) itu sendiri.

3.5 Evaluasi

TGL/jam dx EVALUASI (SOAP)


14/05/2010 1 S: klien mengatakan nyeri berkurang
21.50 O: Ekspresi wajah tenang
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
22.50 2. S: Klien mengatakan pemenuhan kebutuhan sehari
hari masih sdikit dibantu.
O: Pemenuhan kebutuhan klien sebagian dibantu.
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
00.00 3. S: Klien mengatakan cukup nyaman pada posisinya
O: keadaan klien membaik

22
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau


tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.

Etiologi

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan


punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.
4.2 Saran
1. Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas pasca
operasi.
2. Sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi protein untuk
mempercepat penyembuhan luka

24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal BedahEdisi8 Volume2.


Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J.(2000). Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Syamsuhidayat. (2004). Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Price, A. dan Wilson, L. (1995). Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4 EGC. Jakarta,
hal :1117-1119
http://putririzkadewi.blogspot.co.id/2011/09/fraktur.html
http://maemunah-machy.blogspot.co.id/2012/01/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-fraktur.html
https://id.scribd.com/doc/244576755/Pathway-Fraktur#scribd

25

Anda mungkin juga menyukai