Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KECEMASAN
DI RUANG SAAD RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:
ARIES KRISANTO
NIM: N420184301

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
2018
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KECEMASAN

A. PENGERTIAN
Kecemasan atau ansietas merupakan reaksi emosional terhadap
penilaian individu yang subyektif dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan
tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-
hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tak menentu,
tidak tenteram, kadang disertai berbagai keluhan fisik.
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi
dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu terhadap sesuatu yang berbahaya.
Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi
tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.

B. ETIOLOGI
Penyebab gangguan ini kurang jelas. Gejala muncul biasanya
disebabkan interaksi dari aspek-aspek biopsikososial termasuk genetik
dengan beberapa situasi, stres atau trauma yang merupakan stressor
muneulnya gejala ini. Di sistem saraf pusat beberapa mediator utama dari
gejala ini adalah. norepinephrine dan serotonin. Sebenarnya anxietas
diperantarai oleh suatu system kompleks yang melibatkan system limbic,
thalamus, korteks frontal secara anatomis dan norepinefrin, serotonin dan
GABA pada sistem neurokimia, yang mana hingga saat ini belum
diketahui jelas bagaimana kerja bagian-bagian tersebut menimbulkan
anxietas. Begitu pula pada depresi walapun penyebabnya tidak dapat
dipastikan namun biasanya ditemukan defisensi relatif salah satu atau
beberapa aminergic neurotransmitter (noeadranaline, serotonin, dopamine)
pada sinaps neuron di susunan saraf pusat khususnya sistem limbic

C. TANDA DAN GEJALA KECEMASAN


Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami
ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
D. PATOFISIOLOGIS

Faktor risiko

GABA meningkat gangguan sel saraf gyrus


parietalis gemetar

Tidak mampu menerima pesan cukup untuk berhenti

Cemas

Saraf simpatis meningkat takikardi

Vasokonstriksi

Perfusi organ menurun

Otot kepala
kulit

Tenggorokan telinga pusing


penimbunan panas menrun

Ketegangan ketegangan
keringat
Tenggorokan mendengung

E. TINGKATAN KECEMASAN
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas
yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap
ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat
kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan
panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan
masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai
berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai
berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai
berikut
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas

4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena


hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah.

Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :


a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah

F. FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan
dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam
keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan.

G. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah
dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

H. SUMBER KOPING
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan
menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari
sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah
aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya
yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu
dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).

I. MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping
yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan
orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan
panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme
koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi
kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan
ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu
apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

J. PENATALAKSANAAN
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak
(limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti
cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi
bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang
tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan,
agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor
keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.

5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.
1. Faktor Predisposisi.
2. Faktor Presipitasi.
3. Perilaku.
a. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.
Sistem Tubuh Respons
Kardiovaskuler • Palpitasi.
• Jantung berdebar.
• Tekanan darah meningkat dan denyut nadi
menurun.
• Rasa mau pingsan dan pada akhirnya
pingsan.
Pernafasan • Napas epat.
• Pernapasan dangkal.
• Rasa tertekan pada dada.
• Pembengkakan pada tenggorokan.
• Rasa tercekik.
• Terengah-engah.
Neuromuskular • Peningkatan reflek.
• Reaksi kejutan.
• Insomnia.
• Ketakutan.
• Gelisah.
• Wajah tegang.
• Kelemahan secara umum.
• Gerakan lambat.
• Gerakan yang janggal.
Gastrointestinal • Kehilangan nafsu makan.
• Menolak makan.
• Perasaan dangkal.
• Rasa tidak nyaman pada abdominal.
• Rasa terbakar pada jantung.
• Nausea.
• Diare.
Perkemihan • Tidak dapat menahan kencing.
• Sering kencing.
Kulit • Rasa terbakar pada mukosa.
• Berkeringat banyak pada telapak tangan.
• Gatal-gatal.
• Perasaan panas atau dingin pada kulit.
• Muka pucat dan bekeringat diseluruh
tubuh.

b. Respon Perilaku Kognitif.


Sistem Respons
Perilaku • Gelisah.
• Ketegangan fisik.
• Tremor.
• Gugup.
• Bicara cepat.
• Tidak ada koordinasi.
• Kecenderungan untuk celaka.
• Menarik diri.
• Menghindar.
• Terhambat melakukan aktifitas.
Kognitif • Gangguan perhatian.
• Konsentrasi hilang.
• Pelupa.
• Salah tafsir.
• Adanya bloking pada pikiran.
• Menurunnya lahan persepsi.
• Kreatif dan produktif menurun.
• Bingung.
• Khawatir yang berlebihan.
• Hilang menilai objektifitas.
• Takut akan kehilangan kendali.
• Takut yang berlebihan.
Afektif • Mudah terganggu.
• Tidak sabar.
• Gelisah.
• Tegang.
• Nerveus.
• Ketakutan.
• Alarm.
• Tremor.
• Gugup.
• Gelisah.
4. Sumber Koping.
5. Mekanisme Koping.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Penyelesaian kerusakan.
2. Kecemasan.
3. Pola napas tidak efektif.
4. Koping individu tidak efektif.
5. Diam.
6. Gangguan pembagian bidang energi.
7. Ketakutan.
8. Inkontinensial.
9. Stress
10. Cedera resiko terhadap......
11. Perubahan nutrisi.
12. Respon pasca trauma.
13. Ketidakberdayaan.
14. Gangguan harga diri
15. Gangguan pola tidur.
16. Isolasi sosial.
17. Perubahan proses berfikir.
18. Gangguan eliminasi urine.

C. INTERVENSI.
Tujuan umum : Klien akan mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan
hingga panik.
Tujuan khusus :
Klien mampu untuk ;
1. Membina hubungan saling percaya.
2. Melakukan aktifitas sehari-hari.
3. Mengekspresikan dan mengidentifikasi tentang kecemasannya.
4. Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
5. Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
6. Klien terlindung dari bahaya.
a. Ansietas Ringan.
a) Gerakan tidak tenang.
b) Perhatikan tanda peningkatan ansietas.
c) Bantu klien menyalurkan energi secara konstruktif.
d) Gunakan obat bila perlu.
e) Dorong pemecahan masalah.
f) Berikan informasi akurat dan fuktual.
g) Sadari penggunaan mekanisme pertahanan.
h) Bantu dalam mengidentifikasi keterampilan koping yang
berhasil.
i) Pertahankan cara yang tenang dan tidak terburu.
j) Ajarkan latihan dan tehnik relaksasi.
b. Ansietas Sedang.
a) Pertahankan sikap tidak tergesa-gesa, tenang bila berurusan
dengan pasien.
b) Bicara dengan sikap tenang, tegas meyakinkan.
c) Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
d) Hindari menjadi cemas, marah, dan melawan.
e) Dengarkan pasien.
f) Berikan kontak fisik dengan menyentuh lengan dan tangan
pasien.
g) Anjurkan pasien menggunakan tehnik relaksasi.
h) Ajak pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
i) Bantu pasien mengenali dan menamai ansietasnya
c. Ansietas Berat.
a) Isolasi pasien dalam lingkungan yang aman dan tenang.
b) Biarkan perawatan dan kontak sering sampai konstan.
c) Berikan obat-obatan pasien melakukan hal untuk dirinya
sendiri.
d) Observasi adanya tanda-tanda peningkatan agitasi.
e) Jangan mennyentuh pasien tanpa permisi.
f) Yakinkan pasien bahwa dia aman.
g) Kaji keamanan dalam lingkungan sekitarnya
d. Panik.
a) Tetap bersama pasien ; minta bantuan.
b) Jika mungkin hilangkan beberapa stressor fisik dan
psikologisdari lingkungan.
c) Bicara dengan tenang, sikap meyakinkan, menggunakan nada
suara yang rendah.
d) Katakan pada pasien bahwa anda (staf) tidak akan
membahayakan dirinya sendiri atau orang lain.

D. EVALUASI
Evaluasi terhadap kecemasan dapat di lihat dari pasien yang selalu
khawatir dengan kematian dan mampu mengenali kecemasannya dengan
respon subjektif klien mengatakan tahu arti cemas, klien mengatakan lebih
senang diam memikirkan masalah sendiri sedangkan respon objektif
ekspresi wajah tampak gelisah, klien menjawab pertanyaan yang diajukan,
klien mampu mengenal kecemasannya. Kecemasan itu pula dapat
diartikan sebagai reaksi yang timbul karena ancaman yang tidak menentu.
Pencegahan dari kecemasan itu dapat dilakukan dengan cara perawat
memberikan dorongan kepada pasien untuk mengembangkan kepercayaan
diri, serta sering mendekatkan diri kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., Suliswati., Farida, P., Rochimah., & Banon E. 2009. Asuhan
Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info
Media.

Stuart, G.W., & Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3.
Jakarta : EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KECEMASAN

Oleh :

NOVIANA PUSPITA DEWI

N42084338

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

2018

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KECEMASAN

Oleh :

MUSTOFA KAMAL

N420184333
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

2018

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KECEMASAN

Oleh :

ANDI PURWONO
N420184460

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

2018

Anda mungkin juga menyukai