Anda di halaman 1dari 9

TATA CARA KLAIM UANG PERTANGGUNGAN KEMATIAN DARI ASURANSI

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

HUKUM ASURANSI

OLEH:

ADITIYA PARLINDUNGAN SITORUS NIM 8111416331

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dijaman yang semakin maju, resiko yang ada semakin marak mengancam
keselamatan masyarakat, khususnya di Negara Indonesia yang ramai akan
pengangguran yang memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi dan kondisi lalu lintas
yang rawan kecelakaan, maka dari itu kebutuhan masyarakat akan proteksi asuransi
sebenarnya sangatlah penting, namun oknum-oknum jahat juga tidak hanya beredar
dipihak masyarakat tapi juga dalam perusahaan yang menjanjikan pertanggungan,
berdasarkan beberapa kejadian penipuan dari perusahaan asuransi yang tidak
mencairkan hak dari nasabah mengakibatkan semua perusahaan asuransi terkena
imbasnya, yaitu cibiran “asuransi itu penipu” atau juga “asuransi susah diklaim”
sedangkan masih banyak perusahaan asuransi yang menjalankan dan memberikan
kewajibanya kepada nasabah atas hak yang sudah terpenuhi dengan persyaratan yang
ada di setiap perusahaan asuransi.
Kebijakan pemerintah juga sudah beranjak kedalam peraturan UU tentang
asuransi yang tidak semua kalangan masyarakat memahami dan bahkan
mengetahuinya, alangkah baiknya jika masyarakat dan perushaan asuransi bisa
mengikuti UU tanpa melanggarnya.

1.2 Rumusan masalah


Dalam makalah ini ada beberapa permasalahan yang akan diselesaikan, diantaranya:
 Cara Klaim Uang Pertanggungan Kematian di Asuransi
 UU yang mengatur Proses Klaim Uang pertanggungan Kematian
1.3 Landasan Teori

Asuransi dalam Undang-Undang No. 2 Th 1992 tentang usaha perasuransian


adalah “perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”Badan penyalur risiko disebut
"tertanggung", dan badan yang menerima risiko "penanggung". Perjanjian antara kedua
badan ini disebut kebijakan, adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap
istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar, untuk risiko yang ditanggung
disebut "premi". Ini biasanya ditentukan oleh "penanggung" untuk dana yang bisa
diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.
BAB II
PEMBAHASAN

CARA KLAIM ASURANSI KEMATIAN

Dari pihak agen asuransi akan membantu keluarga almahum/almahuma


nasabah mengurus surat-surat untuk klaim asuransi kematian, yaitu:

1. Pihak agen akan membawa sebuah form klaim asuransi kematian dari PT
Allianz ke rumah sakit untuk diisi oleh dokter yang menangangi
almahum/almahuma nasabah dan meminta surat keterangan kematian dari
pihak rumah sakit.

2. Pihak agen akan mendatangi RT/RW setempat untuk meminta surat kematian
sebelum kemudian ke Kelurahan. Agen akan memfotokopi surat kematian dari
Kelurahan untuk dilegalisir dan membawanya ke Kecamatan untuk memproses
akte kematian.

Kenapa harus menyertakan surat keterangan kematian dari kelurahan jika sudah
menyertakan akte kematian dari kecamatan? Karena untuk menghindari
kepalsuan akte kematian. Selain itu, kelurahan merupakan instansi pemerintah
resmi yang paling dekat dengan warga.
UU yang Mengatur Proses Klaim Uang Pertanggungan Kematian

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992


Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih
lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2
(dua) jenis asuransi, yaitu:
a. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahui dan rumusan:
“untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung
jawab hukuin kepada pihak ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh
terlanggung”.
b. Ansuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi
sosial, dapat diketahui dari rumusan:
“untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan
pada jenis asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 di persempit hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka urusannya
adalah:
“Asuransi jiwa adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana
pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang diasuransikan.”
“Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah
diterimanya premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang,
rensuransi termasuk di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk
dalam asuransi jiwa”.
Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan
berlakunya undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf
dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan ‘undang-undang ini’
adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu, tidak perlu lagi
membahas asuransi jiwa berdasarkari Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi,
dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2
Undang-Undang Tahun 1992.
2. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302. pasal 308
KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh) pasa. Akan tetapi tidak 1 (satu) pasal pun yang memuat
rumusan definisi asuransi jiwa. Dengan demikian sudah tepat jlka definisi asuransi
dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dijadikan titik totak
pembahasan dan ini ada hubungannya dengan ketentuan Pasal 302 dan Pasal 303
KUHD yang membolehkan orang mengasuransikan jiwanya.
Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD:
“Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang
berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan
dalam perjanjian”.
Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan:
“Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa
diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya”.
Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang dapat
mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu
tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.
Sehubungan dengan uraian pasal-pasal perundang-undangan di atas, Purwosutjipto
memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan definisi:
“Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup
(pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil)
asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi
kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dan
meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu
jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang
tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai
penikmatnya”.
Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Pasal
angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan bahwa
pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung
dan tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya penutup (pengambil)
asuransi dan penanggung.
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “penanggung
dengan menerima premi memberikan pembayaran”, tanpa menyebutkan
kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan
membayar l orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai
penikmatnya. Kesannya hanya untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak
termasuk untuk yang berjangka waktu tertentu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Klaim asuransi kematian harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh
perusahaan asuransi yang sudah sesuai dengan hukum asuransi seperti yang tertulis
dalam UU dan KUHD tentang asuransi, jika ada syarat yang tidak terpenuhi maka uang
pertangungan yang seharusnya diberikan, akan hangus jika ada syarat yang tak
terpenuhi.

SARAN
Yang terpenting disini adalah nilai dari kejujuran dari awal Karena dari system asuransi
tidak bisa memproses data-data palsu, maka dari itu agent asuaransi akan membantu
kedua pihak dalam service untuk kelancaran transaksi, dengan kejujuran sejak awal
mengambil asuransi maka 100% uang pertanggungan akan diberikan sebagi hak anda.

Anda mungkin juga menyukai