Anda di halaman 1dari 52

Karya Ilmiah

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP STATUS KEBERADAAN


RUMAH SUSUN BERDASARKAN UU. NO 20 TAHUN 2011
TENTANG RUMAH SUSUN

Oleh :

KASMAN SIBURIAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Dalam penulisan Karya Ilmiah ini, penulis memperoleh bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan

2. Ibu kepala perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan

3. Pihak-pihak tertentu yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam Karya Ilmiah ini
belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan , untuk itulah penulis dengan segala
rendah hati menerima berbagai kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Akhirnya penulis sangat mengharapkan bahwa Karya Ilmiah ini dapat


bermanfaat untuk membantu mahasiswa dalam perkuliahan dan sekaligus dapat
digunakan untuk melangkapi persyaratan akademis.

Medan, Januari 2013

Penulis

Kasman Siburian, SH, MH.

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI………………………………………………………………….............. ii

BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan ............................................................................... 4

BAB II : TINJAUAN TEORITIS........................................................................ 5


A. Rumah Susun .................................................................................... 5
1. Pengertian Rumah Susun Klasifikasi .......................................... 5
2. Klasifikasi Asas-Asas pembangunan rumah susun .................... 8
B. Tujuan Pembangunann Rumah Susun .............................................. 9
C. Landasan Hukum pemilikan Satuan Rumah
Susun Di Indonesia............................................................................ 14
1. Asas Pemisahan Horizontal......................................................... 14
2. Ketentuan yang mengatur mengenai hak
atas tanah kepunyaan bersama dan pemilikan
bagian-bagian bangunan diatasnya secara
belum berlakunya UU rumah susun ............................................ 16

D. Pemisahan Hak Atas Satuan-Satuan Rumah Susun .......................... 23

ii
BAB III : PEMBAHASAN .................................................................................... 24
A. Kedudukan Hukum Rumah Susun Berdasarkan
Undang-Undang No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.......... 24
1. Ketentuan Tentang Rumah Susun sebagaimana
yang terdapat dalam Undang- Undang
No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. ................................ 24
2. Kedudukan Atau Status Hukum Rumah Susun .......................... 31
3. Penghunian dan Pengelolaan Rumah susun ............................... 37
B. Perlindungan Hukum Pada Penghuni Rumah Susun
Atas Pemilik Rumah Susun............................................................... 42

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 46


A. Kesimpulan........................................................................................ 46
B. Saran.................................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat

yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut

diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus

diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan

dan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut.

Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari

mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan

Pasal 33 UUD 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan

batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan

kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia

seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung

jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah

yang layak dan terjangkau.

Pada masa ini pemerintahan Indonesia telah melakukan suatu literatur

peraturan penataan bangun rumah susun yang ada di daerah perkotaan khususnya

1
rumah susun. Untuk mengharapkan mampu memberikan kehidupan yang lebih baik

bagi masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Dengan adanya peraturan yang dibuat

oleh pemerintahah tersebut, maka masyarakat tidak dapat melanggar aturan

pemerintah yang telah sudah ditetapkan. Masyarakat juga diharapkan dapat

berperan aktif dalam pengelolaan pembangunan rumah atau badan usaha. Peran serta

masyarakat setempat sangat berpengaruh sekali terhadap laju perkembangan daerah

dan juga tertatanya bangunan-bangunan di daerah perkotaan daerah ruang lingkup

tempat tinggalnya masyarakat.

Perwujudan rumah susun yang layak huni dan terjangkau peningkatan

pemanfaatan rumah susun, pengaruh pertumbuhan penduduk yang seimbang dengan

pemenuhan tempat tinggal, pemberdayaan pemangku kepentingan rumah susun,

pemberian kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan kepemilikan rumah susun,

serta pemenuhan kebutuhan lain yang berguna bagi masyarakat.

Rumah susun adalah bangunann gedung bertingkat yang dibangun dalam

suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang terbagi dalam satuan

fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang terbagi dalam satuan-satuan

yang dipergunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi

dengan bagian-bersama, benda-bersama, dengan atau tanpa tanah bersama.

Pengertian mengenai rumah susun ini bertumpu pada muatan bagian bersama, benda-

bersama, dengan atau tanpa tanah bersama. Sehingga pengertian rumah susun

merupakan kesatuan utuh, termasuk konsep strata title.

2
Satuan rumah susun yang selanjutnya di sebut sarusun adalah unit rumah

susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian dan

mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

Pemeriksaan terhadap rumah susun yang telah selesai dibangun berdasarkan

persyaratan dan ketentuan perizinan yang telah diterbitkan, dan layak huni tersebut

dapat diberikan secara bertahap.

Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan kendala seluruh atau

sebagian bangunan rumah susun, sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak

bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan

batasnya dalam persyaratan izin bangunan. Pembangunan rumah susun menjadi

solusi bagi penataan kawasan kumuh. Menurut Lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), menyebutkan bahwa di

wilayah perkotaan telah meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada

tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000. Pembangunan rumah susun juga

akan membantu mengatasi kemacetan lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat

biaya transportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam

pembangunan ekonomi Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang dapat

mengcover semua permasalahan yang menyangkut rumah susun. Untuk memenuhi

tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan instruksi

dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun

3
diatur sendiri dengan undang-undang. Perbedaan substansi tersebut tentunya akan

memberikan dampak bagi pembangunan rumah susun dan bangunann bertingkat ke

depannya. Banyak hal yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun

1985 kini disempurakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011.

B. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan hukum ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana staus rumah susun berdasarkan undang-

undang 20 Tahun 2011 tentang rumah susun.

2. Untuk memahami keberadaan perlindungan hukum pada penghuni rumah

susun dan juga perlindungan pemilik rumah susun tersebut.

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Rumah Susun

1. Pengertian Rumah Susun

Konsep mengenai rumah susun adalah bagunan gedung yang bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional dalm arah horizontal maupun vertikal dan merupakan

satuan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,

terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda

bersama dan tanah bersama. Satuan rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya

digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai secara terhubung

ke jalan umum. Istilah yang memberikan pengertian hukum bagi bangunan gedung

bertingkat yang senatiasa memberikan sistem pemilikan perseorangan dan hak

bersama, yang penggunaanya untuk hunian secara mandiri ataupun secara terpadu

sebagai suatu kesatuan suatu pembangunan.

Rumah susun (rusun) untuk menyebut bagunan gedung bertingkat banyak

dengan fungdi hunian dalam pengertian umum seperti dimaksudkan oleh terbimi

Nologi Internasional sebagai condominium atau apartemen atau tower (Menara),

setiap satuan rumah susun harus mempunyai sarana penguhubung ke jalan umum,

tanpa mengangu dan tidak boleh menggangu satuan rumah susun milik orang lain.

5
Khusus mengenai pengertian rumah susun seiring dengan perkembangan

zaman sejak dilairkan UU rumah susun pada tahun 1985 hingga sekarang,

peristilahan atau terminologi atau “rumah susun” atau yang biasa disingkat dengan

“rusun” dalam kehidupan sehari-hari atau (contenporer) di Indonesia telah

berkembang menjadi :

Rumah Susun (“rusun”) untuk menyebut bangunan gedung bertingkat banyak

dengan fungsi hunian dalam pengertian umum-seperti dimaksudkan oleh terminologi

internasioal sebagai condominium atau apartement atau tower (Menara).

Rumah susun sederhana ( “rusuna”) dimaksudkan dsebagai rumah susun

(rusun) yang memperhatikan keterjangkauan daya beli masyarakat/ keluarga

golongan berpenghasilan menengah kebawah ( Berpendapatan diatas Rp 2500000-

4500000/ Bulan)- oleh sebab itu “rusuna” sering disebut juga dengan “apartemet

rakyat”; selain itu disebut-sebut sebagai “ Pembangunan 1000 menara/ tower”

sebagai mana di jalankan oleh pemerintah terbangun dalam periode tahun 2007-2011

di beberapa kota besar (berpenduduk 1500000) tidak lain adalah rusuna-rusun.

Rumah susun sederhana bertingkat tinggi, dimaksudkan sebagai rumah susun

sederhana(“rusuna”) dengan jumlah lantai lebih dari delapan lantai sampai dengan 20

lantai- istilah ini erat kaitanya dengan maksud pengaturan persyaratan teknis Rumah

susun dimana rusuna bertingkat tinggi harus memenuhi persyaratan-persyaratan

teknis pembangunan yang diatur oleh sekaligus 2 peraturan menteri pekerjaan umum:

(1) Peraturan metri pekerjaan umum : 60/PRT/M/1992 Tentang persyaratan teknis

pembangunan rumah susun; dan

6
(2) Peratuaran pekerjaan umum No 05/PRT/M/ 2007 tentang pedoman teknis

pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi.

(3) Rumah susun sederhana Milik (“rusunami”), dimaksudkan dengan rumah susun

sederhana (“rusuna”) yang satu satuan rumah susunnya diperuntukkan

dibeli/dimiiki masyarakat golongan menengah bawah dan golongan bawah.

Rumah susun sederhana sewa (“rusunawa”) dimaksudkan sebagai rumah

susun sederhana atau (“rusuna”) yang satuan satuan rumah susunya diperuntukkan

disewa/ dikontrak oleh masyarakat golongan menengah bawah.

Menurut pengertian Undang-Undang Nomor 4 tahun 1993, rumah susun

diberi pengertian sebagai bagunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu

lingkungan yang terbagai dalam bangunan bangunan yang terstrukturkan secara

fungsional dalam arah horizontal dan vertikal, merupakan satuan satuan yang masing

masing dapat memiliki secara terpisah terutama tempat-tempat yang masing masing

dapat memiliki secara terpisah terutama tempat-tempat hunian yang dilengkapi

dengan bangunan bersama dan tanah bersama.

Di Barat seperti Amerika Serikat rumah susun ini biasa disebut apartemen,

tetapi di Negara belanda biasa disebut Flat. Mereka umunya menggunakan istilah

yang sama baik untuk ruamah susun yang dihuni oleh lapisan masyaraka kelas atas,

Menengah maupun Bawah. Akan tetapi, ada kecenderungan di Indonesia Istilah

rumah susun dihuni oleh Penghuni lapisan masyarakat bawah dengan sarana dan

perlengkapan rumah yang sederhana.

7
Adapun rumah susun yang biasanya tidak berlantai banyak ( sering kali dua

lantai ) yang digunakan untuk penghuni lapisan masyarakat menengah kualitas sarana

perlengkapan rumah yang cukup sering disebut flat, barangkali istilah ini terpengaruh

oleh bangsa Belanda ketika menjajah Indonesia. Seperti di daerah Sekip, Yogyakarta,

perumahan yang dibangun pada awal kemerdakaan RI ini disebut flat.Akan tetapi,

istilah flat jarang digunakan lagi melainkan disebut perumahan, sedangkan rumah

susun berlantai banyak diperuntukkan bagi penghuni lapisan masyarakat atas, dengan

sarana yang mewah dan medern sering disebut apartement

Di Indonesia tampaknya tempat tinggal bersusun memiliki istilah yang

berbeda untuk masyarakat kelas atas, menengah, dan bawah. Gejala ini terjadi karena

kesenjangan gaya hidup antara lapisan masyarakat cukup tinggi. Sebab kedua,

pemerintah memperkenalkan dengan istilah yang berbeda-beda. Perumahan untuk

golongan masyarakat menengah diperkenalkan dengan istilah perumnas (perumahan

umum nasional) atau perumahan, sedangkan untuk masyarakat bawah diperkenalkan

dengan istilah rumah susun. Ada gejala pada masa Orde Baru, pemerintah

menggunakan bahasa sebagai ungkapan budaya yang memberi jarak antara status

sosial ekonomi lapisan atas, menengah, dan bawah.

2. Klasifikasi Asas-Asas Pembangunann Rumah Susun

Pembangunan rumah susun di Indonesia berlandaskan pada :

a. Asas kesejahteraan umum

b. Asas keadilan dan pemerataan, serta

c. Asas keserasian dan keseimbangan dalam peri kehidupan.

8
Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

tentang Rumah Susun.

ad.a. Asas kesejahteraan umum dipergunakan sebagai landasan

pembangunan rumah susun dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan

batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945 melalui pemenuhan kebutuhan akan perumahan sebagai kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya.

ad.b. Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar

pembangunan rumah susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap warga negara

dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan yang layak.

ad.c. Asas keserasian dan keseimbangan dalam peri kehidupan

mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan kepentingan

dalam pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah timbulnya kesenjangan-

kesenjangan sosial.

Ketiga asas tersebut harus selalu diperhatikan dalam rangka pembangunan rumah

susun agar tujuan pembangunan rumah susun dapat tercapai.

B. Tujuan Pembangunann Rumah Susun.

Tujuan Pembangunan rumah susun nasional adalah untuk mewujudkan

kesejahtraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai

salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi

terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-

9
Undang Dasar 1945. Salah satu unsur pokok kesejahtraan rakyat adalah terpenuhinya

kebutuhan akan perumahan dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat

sebagai manusia. Disamping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu

unsur aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan

pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka penempatan Ketahanan

nasional.

Sehubungan dengan uaraian tersebut di atas, maka kebijakan umum

pembangunan perumahan diarahkan untuk:

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat,

secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang

berkepribadian Indonesia.

b. Mewujudkan permukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata

ruang kota dan daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna.

Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah perkotaan


yang berpenduduk padat, sedangkan yang tersedia sangat terbatas, perlu
dikembangkan pembangunan perumahan dan permukiman dalam bentuk rumah susun
yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkunganya.
Pengertian Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang

distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi

daam satu-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan

dapet dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang pembangunanya

terpisah ada bagian bersama bangunan tersebut serta bersama-sama dan tanah

bersama yang diatasnya didirikan rumah susun, yang karena sifatnya dan fungsional

10
harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.

Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang

perlu diatur dengan undang-undang, dengan undang-undang ini di ciptakan dasar

hukum hak milik atas satuan rumah susun yang meliputi

a. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan

secara terpisah.

b. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun.

c. Hak bersama atas benda-benda.

d. Hak bersama atas tanah, yang semuanya merupakan satu kesatuan yang secara

fungsional tidak terpisahkan

Pengaturan dan pembinaan rumah susun merupakan tanggung jawab dan

wewenang pemerintah. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang setingginya

.sebagian unsur unsur tersebut dapat diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai

dengan asas pemerintahan sebagai mana dimaksud dalam undang-undang Nomor 5

tahun 1974.Untuk meninggalkan usaha pembangunan rumah susun. Undang-Undang

ini mengatur kemungkinan untuk memperoleh kredit konstuksi satuan rumah susun

dengan menggunakan lembaga hipotik atau fidusia. Khususnya bagi golongan

masyarakat yang berpenghasilan rendah yang ingin memiliki satuan rumah susun.

mendapatkan prioritas dan kemudahan-kemudahan baik langsung maupun tidak

langsung agar harganya dapat terjangkau.

11
Adapun tujuan pembangunan rumah susun seperti tercantum dalam Pasal 3 UU No

16 Tahun 1985 :

1. a. Memenuhi kebutuhan rumah yang layak bagi rakyat, terutama golongan

masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hukum

dalam pemanfaatannya. Yang dimaksudkan dengan perumahan yang layak

adalah perumahan perumahan yang memenuhi syarat-syarat teknik, kesehatan,

keamanan, keselamatan dan Norma-Norma sosial budaya.

b. Meningkatkan daya daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan

dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan

lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. Peningkatan daya

guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan harus sesuai dengan tata ruang

kota dan tata daerah serta tata guna tanah demi keserasian dan keseimbangan.

2. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan

lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dalam arti rumah susun

bukan hunian.

Pembangunan Rusun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan Rusun layak

huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dikawasan

perkotaan dengan penduduk diatas 1,5 juta jiwa, sehingga akan berdampak pada :

1. Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota ;

2. Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dan

pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan ;

12
3. Peningkatan efisiensi prasarana, sarana, dan utilitas perkotaan ;

4. Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota ;

5. Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan

menengah-bawah.

6. Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Namun setelah Undang-undang No 16 Tahun 1985 Telah diganti dengan

Undang-undang No 20 Tahun 2011 Tentang pengaturan Rumah Susun, Beradasarkan

Pasal 2 BAB II Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan asas:

a. Kesejahteraan;
b. Keadilan dan Pemerataan;
c. Kenasionalan;
d. Keefisienan dan kemanfaatan;
e. Keterjangkauan dan kemudahan;
f. Kemandirian dan kebersamaan;
g. Kemitraan;
h. Keserasian dan keseimbangan;
i. Keterpaduan;
j. Kesehatan;
k. Kelestarian dan keberlanjutan; dan
l. Keselamatan, Keamanan, Ketertiban, dan Keteraturan.

Perumahan dan kawasan permukiman diselengarakan untuk memberikan

kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan

mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang

proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman

sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama

bagi MBR.

Menigkatkan daya guna dengan hasil sumber daya alam bagi pembangun

perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik

13
dikawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan, memberdayakan para pemangku

kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, menunjang

pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan budaya, menjamin terwujudnya rumah

yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, Aman, Serasi, Teratur,

Terenacana, Terpadu, dan berkelanjutan.

C. Landasan Hukum pemilikan Satuan Rumah Susun Di Indonesia.

1. Asas Pemisahan Horizontal

Asas yang dipergunakan dalam hukum tanah yang berlaku saat ini adalah

asas pemisahan horizontal yang bersumber dari hukum adat. Pada dasarnya ada

pemisahan antara tanah dan bangunann yang berdiri di atasnya. Bahwa hukum yang

berlaku terhadap tanah tidak dengan sendirinya berlaku juga terhadap bangunan yang

berdiri di atasnya

Hak pemilikan atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi juga pemilikan bangunan

yang ada di atasnya.

Dalam penjabarannya dalam Norma-Norma hukum asas pemisahan horizontal

ini tidak belaku secara mutlak. Penerapannya dilakukan secara konkret relatif,

artinya bahwa dengan memperhatikan faktor-faktor konkret dan relatif yang meliputi

kasus yang dihadapi selalu ada kemungkinan untuk mengadakan penyimpangan, agar

supaya penyelesaiannya dapat memenuhi rasa keadilan, yang pada hakikatnya

merupakan tujuan dari hukum yang melaksanakan itu.

Dalam pasal 25 Undang-undang No.16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa pada

saat berlakunya Undang-undang ini semua ketentuan peraturan perundang-undangan

14
yang berhubungan dengan rumah susun yang tidak bertentangan dengan Undang-

undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-

undang ini dengan kata lain ketiga peraturan menteri dalam Negeri (PMDN) tersebut

masih berlakunya pada saat berlakunya Undang-undang No.16 Tahun 1985 sampai

diaturnya peraturan pelaksana.

Namun pada tanggal 27 Maret Tahun 1985 berlaku peraturan kepala badan

Pertanahan Nasional No.4 Tahun 1989 dimana dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa

dengan berlakunya peraturan ini, maka ketentuan dalam peraturan Menteri Dalam

Negeri (PMDN) No.14 Tahun 1975, Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No.4

Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No.10 Tahun 1983

dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang yang mengatur mengenai Rumah Susun. Jadi

yang dicabut adalah ketentuan yang mengatur mengenai pemilikan tanah kepunyaan

bersama yang disertai dengan pemilikan bagian-bagian bangunan gedung bertingkat,

sedangkan ketentuan mengenai pemilikan dan pendaftaran hak atas tanah

kepunyaaan bersama masih berlaku, sebelum adanya Undang-undang RI No.20

Tahun 2011 yang mengatur keseluruhan tentang Rumah Susun yang berlaku pada

saat ini.

Asas pemisahan horizontal adalah sesuai dengan realitas pedesaan, dimana

bangunan-bangunan dibuat dari kayu dan bambu hingga menurut kenyataannya

memang tidak merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dalam suasana sekarang ini

mana bangunan-bangunan dibuat dari batu yang berpedoman yang sukar dibongkar

dan merupakan satu kesatuan dengan tanahnya, pengetrapan asas pemisahan

15
horinzontal seharusnya memperhatikan kenyataan itu.Artinya tidak seharusnya

diterapkan secara mutlak terhadap setiap kasus yang dihadapi. Dalam hal ini, maka

kasus demi kasus harus mendapat pertimbangan khusus, untuk menentukan apakah

ketentuan hukum yang berlaku terhadap tanah akan kita perlakukan juga terhadap

bangunan yang ada di atasnya, antara lain dengan mengingat tujuan dan kegunaan

ketentuan peraturan yang bersangkutan.

2. Ketentuan yang mengatur mengenai hak atas tanah kepunyaan bersama


dan pemilikan bagian-bagian bangunan diatasnya secara belum berlakunya
UU rumah susun.
Pemecahan masalah mengenai pemilikan apartemen secara individual di

Indonesia dilakukan dengan menggunakan perangkat dan mekanisme pendaftaran

tanah yang diatu dalam PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan

melengkapi dengan peraturan menteri dalam negeri, pengkaitan pendaftaran tanah

dengan hak pemilikan atas apartemen itu disadari juga pada perkembangan dalam

penerapan asas pemisahan horizontal.

Pemerintah Indonesia dalam hal pemilikan apartemen secara individual pada

mulanya mengeluarkan seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur

segi-segi pendaftaran tanahnya yaitu:

a. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 14 tahun 1975 tentang pendaftaran hak

atas tanah bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya

serta penerbitan sertifikatnya.

16
b. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 1 tahun 1977 tentang penyelenggaraan

tata usaha pendaftaran tanah mengenai hak atas tanah yang dipunyai bersama

dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada diatasnya.

c. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 19 tahun 1983 tentang tata cara

permohonan dan pemberian izin penerbitan sertifikat hak atas tanah kepunyaan

bersama yang disertai dengan pemilikan secara terpisah bagian-bagian pada

bangunan bertingakat.

d. Peraturan-peraturan menteri dalam negeri tersebut berpangkal pada tafsiran,

bahwa dalam hukum kita dimungkinkan pemilikan apartemen-apartemen secara

individual. Hukum kita tidak menganut asas accessie, melainkan apa yang disebut

asas pemisahan horizontal di mana setiap benda yang menurut wujud dan

tujuannya dapat digunakan sebagai satu kesatuan yang yang berdiri sendiri, dapat

dijadikan objek pemilikan secara individual. Dalam penjelasan peraturan menteri

dalam negeri (PMDN) Nomor 10 tahun 1975 disebut juga bahan peraturan ini

bukan menciptakan hukum materil melainkan hanya menyempurnakan dan

melengkapi ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan pendaftaran tanah

yang diatur dalam PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat dewasa ini.

Prinsip dasar pembangunann rusun meliputi:

1. Keterpaduan: pembangunan rumah susun dilaksanakan prinsip keterpaduan

kawasan, sektor, antar perlaku, dan keterpaduan dengan sistem perkotaan.

17
2. Efesiensi dan Efektivitas: memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal,

melelui peningkatan instensitas penggunaan lahan dan sumber daya lainnya.

3. Penegakan hukum: mewujudkan adanya kepastian hukum dalam bermukim bagi

semua pihak, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan yang hidup ditengah

masyarakat.

4. Keseimbangan dan keberlanjutan: mengindahkan keseimbangan ekosistem dan

kelestarian yang sumber daya yang ada.

5. Kesetaraan: menjamin adanya kesetaraan peluang bagi masyarakat berpenghasilan

menengah-bawah untuk dapat menghuni rusun yang layak bagi peningkatan

kesejahteraan.

D. Pemisahan Hak Atas Satuan-satuan Rumah Susun


Pasal 39 peraturan pemerintah No.4 Tahun 1988, mewajibkan kepada

penyelenggara pembangunan rumah susun untuk memisahkan rumah susun atas

satuan-satuan yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.

Pemisahan tersebut dilakukan dengan membuat akta pemisahan.

Tata cara pembuatan dan pengisian akta pemisahan rumah susun diatur dalam

peraturan kepala badan pertanahan nasional Nomor 2 Tahun 1989. Tata cara

pembuatan dan pengisian akta tersebut adalah sebagai berikut:

A. Akta pemisahan dibuat dan di isi sendiri oleh penyelenggara pembangunan

rumah susun.

18
B. Akta pemisahan rumah susun berisikan:

1. Hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan akta pemisahan.


2. Nama lengkap pembuat/penandatanganan akta pemisahan yang dilengkapi
dengan jabatan dan tempat kerja (kantor) yang bersangkutan.
3. Nama badan hukum /instansi penyelenggara pembangunan rumah susun.
4. Status tanah dimana tanah rumah susun didirikan.
5. Sistem pembangunan rumah susun, apakah dilaksanakan secara mandiri atau
terpadu.
6. Penggunaan/pemanfaatan rumah susun, untuk hunian atau bukan untuk
hunian.
7. Jumlah blok rumah susun dalam kesatuan sistem pembangunan yang
dilaksanakan pada tanah bersama.
8. Uraian tiap blok rumah susun, mislanya blok 1 terdiri dari 10 (sepuluh) lantai.
lantai 1 terdiri dari 15 (Lima belas) satuan rumah susun, lantai 2 (dua) terdiri
dari 10 (sepuluh) satuan rumah susun dan sebagainya.
9. Macam-macam bagian dan benda berssama sesuai dengan pertelaan yang
telah disahkan.
10. Status tanah bersama, Nomor hak dan Nomor surat ukur serta batas-batas
tanah.
11. Perbandiangan proporsional antara satuan rumah susun terhadap hak atas
bagian, benda dan tanah bersama.
12. Tempat/kota dimana akta pemisahan tersebut di buat dan tanggal
penandatanganannya.
13. Jabatan si penandatangan akta pemisahan.
14. Tandatangan pembuat akta pemisah dan nama terangnya.
15. Tempat,tanggal,bulan dan tahun serta instansi yang mengesahkan akta
pemisah.

C. Akta pemisahan setelah disahkan harus didaftarkan oleh penyelenggara


pembangunan pada kantor pertanahan setempat dengan dilampiri :

- Sertifikat Hak atas tanah .

- Ijin layak huni.

19
- Warkah-warkah lainnya yang diperlukan.

Yang dapat menjadi subjek hak pengelolaan adalah badan hukum yang diberikan

hukum Indonesia dan kedudukan di Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh

Pemerintah dan/atau Daerah , juga lembaga dan instansi Pemerintah.

Persyaratan Teknis adan amdministratif pembangunan rumah susun diatur

dalam BAB III Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun

yang terdiri dari atas tiga bagian yaitu:

1. Umum

2. Persyaratan teknis

3. Persyaratan administratif

Yang dimana bagian pertama umum dengan kata lain bagian kata lain bagian

umum ini mengatur perencanaan yang harus memuat batas pemilikan individu dan

batas pemilikan bersama atas Rumah Susun yang dibangun, dan persyarataan teknis

diatur dalam pasal 11 sampai dengan pasal 29 Peraturan Pemerintah No.4 Tahun

1988 Tentang Rumah Susun Penulis tidak akan membahas secara terperinci mengenai

persyaratan teknis ini karena sifatnya yang berhubungan rancangan bangunan.

Persyaratan administratif sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan pasal 6

ayat (1) Undang-undang No .16 Tahun 1985 dan pasal 1 angka 6 Peraturan

pemerintah No 4 Tahun 1988 Tentang Rumah susun persyaratan administratif

meliputi:

20
a. Perizinan Usaha dari perusahaan Pembangunan Perumahan.
b. Izin Lokasi
c. Izin Mendirikan bangunan.
d. Izin layak huni.

Namun dari Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Telah di Hapuskan

Dengan Adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang

pengaturan Rumah Susun yang berlaku hingga pada saat ini.

Dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Pengaturan Rumah

Susun yang mengatur persyaratan rumah susun, diatur pada bagian ketiga persyaratan

pembangunan rumah susun meliputi dengan 3 syarat utama:

1. Persyaratan administratif.

2. Persyaratan teknis dan

3. Persyaratan ekologis

Dalam melakukan persyaratan pembangunan rumah susun secara administratif

pelaku pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi:

a. Status hak atas tanah dan

b. Izin mendirikan bangunan

Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun dan lingkungannya

sesuai dengan rencana fungsi dan pemanfaatannya permohonan izin sebagaimana

dimaksud pasal 29 ayat 2 dan 3 diajukan oleh pelaku pembangunan dengan

melampirkan persyaratan sebagai berikut:

21
a. Sertifikat hak atas tanah
b. Surat keterangan rencana kabupaten/kota
c. Gambar rencana tapak
d. Gambar rencana arsitektur yang memuat denah tapak, dan potongan rumah susun
yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari
sarusun.
e. Gambar rencana struktur beserta perhitunganya
f. Gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama,
tanah bersama.
g. Gambar rencana utilitas umum dan instalasi beserta perlengkapannya.

Pembangunan rumah susun dilaksanakan berdasarkan perhitungan dan

penetapan koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan yang disesuaikan

dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan yang mengacu pada

rencana tata ruang wilayah, ketentuan mengenai koefisien lantai bangunan dan

koefisien dasar bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikecualikan dalam hal

terdapat pembatsan ketinggian bangunan yang berhubungan dengan:

a. ketentuan keamanan dan keselamatan operasional penerbangan

b. kearifan lokal.

Persyaratan pembangunan rumah susun secara teknis dalam Pasal 35 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2011 Terdiri Atas:

a. Tata bangunan yang Meliputi persyaratan Pembenukan lokasi serta serta

intensitas dan arsitektur bangunan. Dan

b. Keandalan Bangunan yang Meliputi Persyaratan, Keselamatan, Kenyamanan,

Dan Kemudahan.

22
Ketentuan tata bangunan dan keandalan bangunan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 35 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Dan yang terakhir persyaratan pembangunan Rumah susun sesuai aturan pasal

37 dan pasal 38 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan ekologis yang mencakup

keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan, pembangunan rumah susun yang

menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi persyaratan

analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan

23
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hukum Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang No 20


Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1. Ketentuan tentang rumah susun sebagaimana yang terdapat dalam Undang-


Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

Selain melalui proses pemikiran yang panjang dan mendalam pada Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2011, ketentuan tersebut juga merupakan perkembangan

idealisme yang terdapat pada peraturan perundangan sebelumnya pertama, diawali

oleh kebutuhan untuk mengakomodir pemilikan tanah bersama, diterbitkanlah

peraturan menteri dalam negeri Nomor 14 Tahun 1975, yang memuat ketentuan

bahwa hak atas tanah bersama didaftar oleh kantor pertanahan dalam berupa buku

tanah, sesuai dengan jumlah pemegang hak atas tanah bersama. Dengan demikian,

pada masing-masing pemegang hak atas tanah dapat diberikan sertifikat hak atas

tanah bersama. Apabila diatas tanah bersama terdapat bangunan, maka pada tiap

pemilik bagian bangunan juga dapat diberikan sertifikat hak atas tanah bersama.

Kedua, peraturan menteri dalam negeri Nomor 14 Tahun 1975 selanjutnya di

refisi oleh peraturan menteri dalam negeri Nomor 4 Tahun 1977, yang memuat

ketentuan bahwa hak atas tanah bersama didaftar oleh kantor pertanahan dalam satu

buku tanah. Berdasarkan buku tanah ini dapat dibuatkan beberapa salinanya, untuk

dilampirkan pada sertifikat hak atas tanah bersama. Ketentuan ini juga

24
mempersyaratkan gambar denah bangunan, yang akan dilampirkan pada sertifikat hak

atas tanah bersama. Sehingga sertifikat hak atas tanah bersama akan terdiri dari:

salinan buku tanah, surat ukur, dan gambar denah bangunan.

Ketiga, peraturan menteri dalam negeri Nomor 4 Tahun 1977 selanjutnya

direfisi oleh peraturan menteri dalam negeri Nomor 10 Tahun 1983, yang memuat

ketentuan tentang: (1) surat keterangan pandaftaran tanah bagi pemilikan tanah

bersama; (2) salinan ijin mendirikan bangunan bagi pembangunan rumah susun; (3)

bangunan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah bersama; (4) bangunan telah selesai

dibangun; (5) defisi bangunan bertingkat; (6) salinan gambar denah bagian-bagian

bangunan; (7) salinan gambar denah tiap lantai ; dan (8) pernyataan tertulis mengenai

besarnya bagian tiap pemegang hak atas tanah bersama.

Keempat, peraturan menteri dalam negeri Nomor 10 Tahun 1983 kemudian

direfisi substansinya dan ditingkatkan bentuk produk perundangan-undangannya

dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, yang mengadopsi dan

mengembangkan: (1) substansi pada bagian ketiga angka 1 sampai dengan 4 menjadi

persyaratan permohonan hak milik atas satuan rumah susun; (2) substansi pada

bagian ketiga angka 5 menjadi defenisi rumah susun; (3) substansi pada bagian ketiga

angka 6 dan 7 menjadi gambar denah; dan (4) substansi pada bagian ketiga angka 8

menjadi nilai perbandingan proporsional.

Pada tanggal 31 Desember 1985 diundangkan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 1985 tentang rumah susun dalam lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1985 dan

penjelasanya dibuat dalam tamabahan lembaran Negara Nomor. 3317. Dalam

25
kepustakaan hukum Undang-Undang tersebut merupakan Undang-Undang

kondominium Indonesia. Undang-Undang ini mengandung sistem pembangunan dan

sistem pemilikan, yang dilengkapi dengan sistem pembebanan, sistem penghunian

dan pengelolaan, sebagai landasan untuk dapat mewujudkan bentuk pemukiman

fungsional dengan kepadatan tinggi, yang lengkap, serasi selaras, dan seimbang

dengan pemanfaatan tanah secara optimal yang mengutamakan asas kebersamaan.

Dengan berlakunya Undang-Undang rumah susun mulai tanggal tersebut

diatas berbagai masalah hukum yang sebelum itu di pertentangkan dan diragukan

pemecahannya dapat jawaban yang pasti. Undang-Undang ini mengatur hal-hal yang

bersifat pokok-pokok saja, sedangkan kententuan pelaksanaanya diatur lebih lanjut

dalam peraturan pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan yang lain.

Sampai saat ini ketentuan yang dimaksud yang telah ada ialah peraturan

pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang rumah susun, peraturan kepala badan

pertanahan nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang bentuk dan tata cara pengisian

serta pendaftaran akta pemisahan rumah susun dan peraturan kepala badan

pertanahan nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang bentuk dan tata cara pembuatan

buku tanah serta penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.

Peraturan pemerintah atau disingkat PP No.4 Tahun 1988 merupakan

peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, yang memberikan

aturan penetapan dalam rangka memecahkan semua permasalahan hukum yang

mengandung sistem kondominium, baik yang telah dibangun atau di ubah

peruntukanya maupun sebagai landasan pembangunan baru.

26
Peraturan pemerintah ini mengatur secara keseluruhan apa yang di

perintahkan oleh Undan-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut, dimaksudkan agar

dapat mewujudkan suatu kebulatan aturan yang tidak terpencar-pencar dalam

berbagai peraturan pemerintah, karena materi yang melandasi pengaturan ini berupa

rangkain kegiatan dalam satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan.

Disamping itu, tugas dan fungsi pemerintahaan yang diatur dalam Undang-

Undang tersebut sebenarnya merupakan bagian dari bidang perumahan dan

pemukiman dalam arti luas, karena itu pelaksanaan penerapannya tunduk juga pada

aturan-aturan umum yang ada, baik yang berkaitan dengan pembangunann atau

pemilikannya.

Pada dasarnya sistem rumah susun yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

16 Tahun 1785 tersebut, merupakan kemajuan besar dalam perkembangan hukum

pembangunan, sebab dapat memenuhi kepentingan masyarakat dengan memberikan

kepastian hak atas satuan-satuan dari bangunan-bangunan gedug bertingkat.

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 yang

dimaksud dengan rumah susun adalah “bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan, yang berbagi dalam bagian-bagian yang di strukturkan

secara fungsional dalam arah horizontal mauapun vertikal dan merupakan satuan-

satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama

untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan

tanah bersama.

27
Bila di kaitkan Dengan Ketentuan Rumah susun Undang-undang Rumah

Susun pasal 1 No.2 Tahun 2011 menegaskan bahwa, Penyelenggaraan Rumah Susun

adalah Kegiatan Perencanaan, pembangunan,Penguasaan dan pemanfaatan,

pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan pengendalian, kelembagaan, pendanaan

dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistimatis,

terpadu,berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Undang-undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945, Pasal28H ayat

(1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat

tinggal, dan Mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan yang sehat. Tempat

tinggal Merupakan peran strategis dalam pembentukan watak dan keprebadian bangsa

serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri

mandiri dan produktif. Oleh karena itu Negara bertanggung jawap untuk menjamin

pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau.

Pemenuhan hak atas Rumah merupakan Masalah Nasional yang dampaknya sangat

dirasakan diseluruh wilayah tanah air.

Hal ituh dapat dilihat dari masih banyak MBR yang belum dapat menghuni

rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang mengakibatkan terbentuknya

kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut adalah salah satunya

dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai bagian dari

perkembangan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan.

Pembangunan rumah susun diharapkan mampu mendorong pembangunan

perkotaan yang sekaligus menjadi solusi peningkatan kualitas pemukiman.

28
Ketentuan mengenai rumah susun selama ini diatur dengan Undang-Undang Nomor

16 Tahun 1985 Tentang rumah susun, tetapi dalam perkembangannya, Undang-

undang tersebut tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap Orang

dalam penghunian, kepemilikan dan pemanfaatan Rumah susun. Disamping itu,

pengaruh globalisasi, budaya dan kehidupan masyarakat serta dinamika masyarakat

menjadikan Undang-undang tersebut tidak memadai lagi sebagai pedoman dalam

pengaturan penyelengaraan Rumah susun.

Undang-undang ini menciptakan Dasar Hukum yang tegas berkaitan dengan

penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan asas kesejahteraan, keadilan dan

pemerataan, Kenasionalan keterjangkauan dan kemudahan, keefisienan dan

kemanfaatan, Kemandirian dan kebersamaan, kemitraan, keserasian dan

keseimbangan, keterpaduan , Kesehatan, kelestarian dan berkelanjutan, keselamatan,

kenyamanan, dan kemudahan, serta keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

Dalam Undang-undang ini penyelenggaraan Rumah susun bertujuan untuk

menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau, meningkatkat

efisiensi dan efektifitas pemanfaatan ruang, mengurangi luasan dan mencegah

timbulnya perumahan dan permukiman kumuh, mengarahkan perkembangan kawasa

perkotaan, memenuhi kebutuhan sosial dan Ekonomi, memberdayakan para

pemangku kepentinggan serta memberikan kepastian Hukum dalam penyediaan,

kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan Rumah susun.

Pengaturan dalam Undang-undang ini juga menunjukkan keberpihakan

Negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi MBR serta

29
partisipasi Masyarakat dalam penyelenggaraan Rumah susun. Undang-undang ini

memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah di bidang penyelenggaraan

Rumah susun dan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk

melakukan penyelenggaraan Rumah susun di daerah sesuai dengan Kewenangannya.

Kewenangan yang di berikan tersebut di dukung Oleh pendanaan yang

berasal dari anggaran pendapatan dan belanja Negara Maupun Anggaran Pendapatan

Negara dan belanja daerah.

Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan rumah susun secara

komprehensif meliputi pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,

pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengadilan,

kelembagaan tugas dan wewenang, hak dan kewajipan, pendanaan dan sitem

pembiayaan, dan peran masyarakat.

Hal mendasar yang diatur dalam Undang-undang ini, antara lain, mengenai

jaminan kepastian hukum kepemilikan dan kepenghunian atas Sarusun bagi MBR;

Adanya badan yang menjamin penyediaan Rumah Susun Umun dan Rumah Susun

Khusus, pemanfaatan Barang milik negara/daerah yang berupa tanah dan

pendayagunaan tanah wakaf; kewajiban pelaku pembangunann rumah susun

komersial untuk menyediakan Rumah susun Umum, pemberian insentif kepada

pelaku pembangunan Rumah Umum dan Rumah Susun Khusus, bantuan dan

kemudahan bagi MBR, serta perlindungan konsumen.

30
2. Kedudukan atau status hukum rumah susun

Saat ini Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai rumah susun, yaitu Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011

Tentang Rumah Susun. Definisi rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 adalah

“bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi

dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal

maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki

dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi

dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama”.

Menurut Undang-Undang Rumah Susun, rumah susun hanya dapat dibangun

di atas tanah hak milik, hak guna bangunann, hak pakai atas tanah Negara atau hak

pengelolaan sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku. Untuk rumah

susun yang dibangun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib

menyelesaikan status hak guna bangunannya terlebih dahulu sebelum menjual satuan

rumah susun yang bersangkutan.

Satuan rumah susun dapat dimiliki baik oleh perseorangan maupun badan

hukum yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah, dan untuk

mencapai tertib administrasi pertanahan serta memberikan kepastian dan

perlindungan hukum kepada pemilik hak atas satuan rumah susun, maka sesuai

dengan Pasal 9 ayat (1) sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun

diterbitkan sertipikat hak milik.

31
Hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih dengan cara pewarisan atau

dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang

mana pemindahan hak tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) dan didaftarkan pada Kantor Agraria/Badan Pertanahan

Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan. Peralihan hak dengan pewarisan adalah

peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris, sedangkan

pemindahan hak tersebut dapat dengan jual beli, tukar menukar dan hibah.

Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun,

Rumah Susun berikut tanah tempat bangunann itu berdiri serta benda lainnya yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang

dengan dibebani hak tanggungan atau fidusia. Dapat dibebani hak tanggungan apabila

rumah susun tersebut dibangun di atas tanah hak milik atau hak guna bangunan, dan

dibebani fidusia apabila dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara. Hal ini

dimaksudkan supaya dapat dimungkinkan adanya pemilikan satuan rumah susun

dengan cara jual beli yang pembayarannya dilakukan secara bertahap atau angsuran.

a. Asas dan Arah Pembangunan Rumah Susun

Perumahan merupakan salah satu unsur penting dalam strategi pengembangan

wilayah yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan

berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka

pemantapan Ketahanan Nasional. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa

perumahan merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh

wilayah tanah air, terutama di daerah pekotaan yang berkembang pesat.

32
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia.

Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat

terbatas, maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan

rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan

masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang

jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat

mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega

dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang

kumuh.

Pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan umum

keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan.

Asas kesejahteraaan umum dipergunakan sebagai landasan pembangunan rumah

susun dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh

rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui pemenuhan kebutuhan akan

perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan

keluarganya.

Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar pembangunan

rumah susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap warga negara dapat

menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan yang layak. Asas keserasian dan

keseimbangan dalam perikehidupan mewajibkan adanya keserasian dan

33
keseimbangan antara kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun,

untuk mencegah timbulnya kesenjangan-kesenjangan sosial.

Arah kebijaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia sebagaimana

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun berisi

3 (tiga) unsur pokok, yakni:

1. Konsep tata ruang dan pembangunan perkotaan, dengan mendayagunakan tanah

secara optimal dan mewujudkan pemukiman dengan kepadatan penduduk;

2. Konsep pembangunan hukum, dengan menciptakan hak kebendaan baru yaitu

satuan rumah susun yang dapat dimiliki secara perseorangan dengan pemilikan

bersama atas benda, bagian dan tanah dan menciptakan badan hukum baru yaitu

Perhimpunan Penghuni, yang dengan anggaran dasar dan anggaran rumah

tangganya dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik satuan rumah

susun, berwenang mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan

rumah susun;

3. Konsep pembangunann ekonomi dan kegiatan usaha, dengan dimungkinkannya

kredit konstruksi dengan pembebanan hipotik atau fidusia atas tanah beserta

gedung yang masih dibangun.

34
Dari uraian tersebut di atas, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan

diarahkan untuk :

1. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara

adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang

berkepribadian Indonesia.

2. mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang

kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.

 Di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang

Rumah Susun ditegaskan bahwa pembangunan rumah susun ditujukan

terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang

berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus

dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga

diperlukan adanya bangunan bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian

yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi

lemah.

Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan-persyaratan teknis dan

administratif yang lebih ketat. Untuk menjamin keselamatan bangunan, keamanan,

dan ketenteraman serta ketertiban penghunian, dan keserasian dengan lingkungan

sekitarnya, maka satuan rumah susun baru dapat dihuni setelah mendapat izin

kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghuni satuan rumah susun (Sarusun)

35
tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan

bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, karena secara keseluruhan

merupakan kebutuhan fungsional yang saling melengkapi, Saat ini Indonesia telah

memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rumah susun, yaitu

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Definisi rumah susun

menurut Pasal 1 angka 1 adalah “bangunann gedung bertingkat yang dibangun dalam

suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang

masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat

hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama”.

Menurut Undang-Undang Rumah Susun, rumah susun hanya dapat dibangun

di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak

pengelolaan sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku. Untuk rumah

susun yang dibangun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib

menyelesaikan status hak guna bangunannya terlebih dahulu sebelum menjual satuan

rumah susun yang bersangkutan.

Satuan rumah susun dapat dimiliki baik oleh perseorangan maupun badan

hukum yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah, dan untuk

mencapai tertib administrasi pertanahan serta memberikan kepastian dan

perlindungan hukum kepada pemilik hak atas satuan rumah susun, maka sesuai

dengan Pasal 9 ayat (1) sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun

diterbitkan sertipikat hak milik.

36
Hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih dengan cara pewarisan atau

dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang

mana pemindahan hak tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) dan didaftarkan pada Kantor Agraria/Badan Pertanahan

Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan. Peralihan hak dengan pewarisan adalah

peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris, sedangkan

pemindahan hak tersebut dapat dengan jual beli, tukar menukar dan hibah.

Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Rumah Susun, rumah susun berikut

tanah tempat bangunann itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan

dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak

tanggungan atau fidusia. Dapat dibebani hak tanggungan apabila rumah susun

tersebut dibangun di atas tanah hak milik atau hak guna bangunan, dan dibebani

fidusia apabila dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara. Hal ini

dimaksudkan supaya dapat dimungkinkan adanya pemilikan satuan rumah susun

dengan cara jual beli yang pembayarannya dilakukan secara bertahap atau angsuran.

3. Penghunian dan Pengelolaan Rumah susun

Satuan rumah susun dapat dihuni setelah mendapat ijin kelayakan untuk

dihuni. Permohonan ijin layal huni harus diajukan oleh penyelenggara pembangunann

rumah susun kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah akan memberikan ijin

layak huni setelah diadakan pemeriksaan dan bila mana pelaksanaan pembangunann

rumah susun dari segi artisektur, konstruksi, instalasi dan perlengkapan

37
pembangunann lainnya telah benar-benar sesuai dengan ketentuan dan persyaratan

yang ditentukan dalam Ijin Mendirikan Bangunann.

Apabila persyaratan penghunian telah dipenuhi dan para pemilik telah

menghuni satuan rumah susun tersebut, mereka wajib membentuk penghimpunan

penghuni untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama. Pembentukan

perhimpunan penghuni ini harus disesuaikan dengan luas lingkungan rumah susun,

yang masih terikat dengan adanya hak bersama atas benda bersama dan tanah

bersama. Jika dalam suatu lingkungan tanah bersama terdapat beberapa rumah susun,

maka pada masing-masing rumah susun dapat dimungkinkan dibentuk perhimpunan

penghuni yang berstatus badan hukum.

Perhimpuanan penghuni ini dapat mewakili para penghuni dalam melakukan

dalam melakukan perbuatan hukum baik kedalam maupun keluar. Karena

perhimpunan penghuni ini berstatus badan hukum yang dapat mewakili para

anggotanya dalam perbuatan hukum, maka untuk menjamin kepastian hak, kewajiban

dan tanggung jawab masing-masing penghuni, kesepakatanya perlu dituangkan

dalam suatu akta dan disahkan oleh Bupati/Wali kota madya Kepada Daerah Tingkat

II. Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta pengesahan dilakukan oleh

Gubernur Kepala Daerah Tinkat I.

Keanggotaan penghimpunan penghuni didasarkan kepada realita penghunian

artinya yang dapat menjadi anggota perhimpunan-perhimpunan adalah mereka yang

benar-benar menghuni atau menempati satuan rumah susun, baik atas dasar

38
pemilikan maupun hubungan hukum lainya, seperti sewa menyewa, sewa beli dan

sebagainya.

Apabila pemilik belum menghuni,memakai atau memanfaatkan satuan rumah

susun yang bersangkutan, maka pemilik harus menjadi anggota perhimpunan

penghuni, sedangkan apa bila penyelenggara pembangunan belum dapat menjual

seluruh satuan rumah susun, maka penyelenggara pembangunan harus bertindak

sebagai anggota perhimpunan penghuni.

Perhimpunan penghuni berpungsi membina terciptanya kehidupan lingkungan

yang sehat, tertib dan aman, mengatur dan membina kepentingan penghuni serta

mengelola rumah susun dan lingkungannya. Dalam melaksanakan fungsinya

perhimpunan penghuni mempunyai tugas:

a. Mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disusun oleh

pengurus dalam rapat umum perhimpunan penghuni.

b. Membina penghuni para penghuni kearah kesadaran hidup bersam yang serasi,

selaras dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya.

c. Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tercamtum dalam Aggaran

Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

d. Menyelenggarakan tugas-tugas administatif penghunian.

e. Menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan pengelola dalam pengelolaan

rumah susun dan lingkungannya.

39
f. Menyelenggarakan pembukuan dan administratif keuangan secara terpisah

sebagai kekayaan perhimpunan penghuni.

g. Menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang telah ditetapkan dalam Anggota

Rumah Tangga.

Untuk melaksanakan fungsi dan tugas perhimpunan penghuni,dibentuklah

Pengurus penghimpunan penghuni. Keanggotaan pengurus tersebut dipilih

berdasarkan asas kekeluargaan oleh dan dari anggota perhimpunan penghuni, melalui

rapat umum penghuni. Jumlah keanggotaan pengurus perhimpunan penghuni

sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara

dan Pengawas Pengelolaan. Dan jika dibutuhkan pengurus dapat membentuk Unik

pengawasan Pengelolaan.

Dalam mengelola rumah susun dan lingkungannya, perhimpunan penghuni

dapat menunjuk atau membentuk Badan pengelola rumah susun. Badan pengelola ini

harus dilengkapi dengan unit organisasi, personil dan peralatan yang mampu untuk

mengelola rumah susun. Mengelola maksudnya adalah kegiatan-kegiatan operasional

berupa pemeliharaan perbaikan, pembangunan sarana lingkungan, pasilitas sosial,

bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Badan pengelolaan perhimpunan

penghuni harus disahkan sebagai badan hukum dan professional Badan pengelola

dimaksud mempunyai tugas:

a. Melaksanaan pemeriksaan, pemeliharaan kebersihan dan perbaikan rumah susun

dan lingkungannya pada bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.

40
b. Mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan bagian bersama,

benda bersama dan tanah bersama sesuai dengan peruntukannya.

c. Secara periodik memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni disertai

permasalahan dan usaha pemecahannya.

Adapun hak, kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh penghuni satuan

rumah susun adalah:

a. Setiap penghuni berhak:

1. Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama,

benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib.

2. Mendapat perlindungan sesuai Anggota Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

3. Memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus perhimpunan penghuni.

b. Setiap penghuni berkewajiban:

1. Mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun dan

lingkungannya sesuai dengan Aggota Dasar dan Anggota Rumah Tangga.

2. Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda

bersama dan tanah bersama dan tanah bersama.

c. Penghuni di larang:

1. Melakukan perbuatan yang membahayakan keamanam ketertiban dan

keselamatan terhadap penghuni lainya, bangunan dan lingkungan.

41
2. Mengubah bentuk dan/ atau menambah bangunan di luar satuan rumah susun

yang dimiliki, tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni.

B. Perlindungan Hukum pada Penghuni Rumah Susun Atas Pemilik Rumah


Susun

Pada tanggan 20 April 1999 diundangkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999

tentang perlindungan konsumen (UUPK) yang memulai efektif berlaku pada 20 April

2000. Apabila dicermati muatan materi UUPK cukup banyak mengatur perilaku

pelaku usaha. Hal ini dapat dipahami mengingat kerugian yang diderita konsumen

barang atau jasa acap kali merupakan akibat perilaku pelaku usaha, sehingga wajar

apabila terdapat tuntutan agar perilaku pelaku usaha tersebut diatur, dan pelanggaran

terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang setimpal. Perilaku pelaku usaha

dalam melakukan strategi untuk mengembangkan bisnisnya inilah yang sering

menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Berkaitan dengan strategi bisnis yang digunakan oleh pelaku usaha pada

mulanya berkembang adagium caveat emptor (waspadalah konsumen), kemudian

berkembang menjadi caveat venditor (waspadalah pelaku usaha) ketika strategi bisnis

berorientasi pada kemampuan menghasilkan produk (Production Oriented) maka

disini konsumen harus waspada dalam mengkonsumsi barang dan jasa yang

ditawarka pelaku usaha. Pada masa ini konsumen tidak memiliki banyak peluang

untuk memilih barang atau jasa yang akan dikonsumsinya sesuai denga selera, daya

beli dan kebutuhan. Konsumen lebih banyak dalam posisi didikte oleh produsen.

42
Pola konsumsi masyarakat justru lebih banyak ditentukan oleh pelaku usaha

dan bukan oleh konsumennya sendiri. Seiring dengan perkembangan IPTEK dan

meningkatnya tingkat pendidikan, meningkat pula daya kritis masyarakat. Dalam

masa yang demikian, pelaku usaha tidak mungkin lagi mempertahankan stategi

bisnisnya yang lama, dengan resiko barang atau jasa yang ditawarkan tidak akan laku

di pasaran. Pelaku usaha kemudian mengubah strategi bisnisnya kearah pemenuhan

kebutuhan, selera dan daya beli pasar (Market Oriented) pada masa ini pelaku

usahalah yang harus waspada dalam memenuhi barang atau jasa untuk konsumen.

Dalam konteks ini pelaku usaha dituntut untuk menghasilkan barang-barang

yang kompetitif terutama dari segi mutu, jumlah dan keamanan. Di dalam UUPK

antara lain ditegaskan, pelaku usaha berkewajiban untuk menjamin mutu barang dan

atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar

mutu barang dan atau jasa yang berlaku.

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan

atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.

Ketentuan tersebut semestinya ditaati dan dilaksanakan oleh para pelaku usaha.

Namun dalam realitasnya banyak pelaku usaha yang kurang atau bahkan tidak

memberikan perhatian yang serius terhadap kewajiban maupun larangan tersebut,

sehingga berdampak pada timbulnya permasalahan dengan konsumen.

Permasalahan yang dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa

terutama menyangkut mutu, pelayanan serta bentuk transaksi. Hasil temuan Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengenai mutu barang, menunjukan masih

43
banyak produk yang tidak memenuhi syarat mutu. Manipulasi mutu banyak dijumpai

pada produk bahan bangunan seperti seng, kunci dan grendel pintu, triplek, besi beton

serta kabel listrik.

Selanjutnya transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha, cenderung

bersifat tidak balance. Konsumen terpaksa menandatangani perjanjian yang

sebelumnya telah disiapkan oleh pelaku usaha, akibatnya berbagai kasus pembelian

mobil, alat-alat elektronik, pembelian rumah secara kredit umumnya menempatkan

posisi konsumen di pihak yang lemah.

Permasalahan yang dihadapi konsumen tersebut pada dasarnya disebabkan

oleh kurang adanya tanggung jawab pengusaha dan juga lemahnya pengawasan

pemerintah. Secara Normatif pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi

atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi

barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi tersebut dapat

berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau

setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 19 ayat (1), dan (2)

UUPK).

Ketentuan ini merupakan upaya untuk memberikan perlindungan kepada

konsumen. Dengan demikian, dapat ditegaskan apabila konsumen menderita kerugian

sebagai akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku

usaha, berhak untuk menuntut tanggung jawab secara perdata kepada pelaku usaha

atas kerugian yang timbul dan secara hukum tata negara/pemerintah. Demikian

44
halnya pada transaksi rumah susun apabila konsumen menderita kerugian sehingga

menyebabkan timbulnya kerugian, maka ia berhak untuk menuntut penggantian

kerugian tersebut kepada pengembang perumahan yang bersangkutan.

Cosumer is an individual who purchases, or has the capasity to purchases,

goods ang servises offered for sale by marketing institution in order to statisfy

personal or hausehold needs, wants or desires.adapun produsen diartikan sebagai

setiap penghasil barang dan jasa yang di konsumsi oleh pihak atau orang lain. Kata

Consument (Belanda) oleh para ahli hukum telah disepakati sebagai pemakai terakhir

dari benda dan jasa (Uitenindelijk gebruiker van gorden en diesten) yang diserahkan

kepada mereka oleh pengusaha (oundernemer).

45
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pembangunan rumah susun merupakan masalah yang serius ditengah-tengah

masyarakat dalam perlindungan hukumnya dan juga kedudukan hukum rumah

susun dengan Undang-Undang No 16 Tahun 1985 Tentang Rumah

Susun,walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang

begitu terud maju, dengan adanya Undang- Undang yang baru, Undang-Undang

N0 20 Tahun 2011 Pengaturan pembangunan rumah susun, masyarakan terus

belum mengetahui adanya Undang- Undang yang baru yang telah dibuat oleh

pemerintah sehingga menimbulkan kekaburan meski penapsiran atas penghapusan

Undang-Undang No 16 Tahun 1985 tidak di berlakukan lagi atau dihapuskan.

2. Peran rumah susun dengan Undang-Undang baru dengan Undang-Undang No 20

Tahun 2011 Tentang Rumah susun, maka perlindungan Hukum rumah susun

semakin kuat dan tepat tujuan dibentuknya Undang-Undang tersebut serta

perlindungan Hukum nya bagi penghuni dapat dirasakan oleh penghuni dan juga

pemilik Rumah Susun. Dan berlandaskan dasar hukum yang diberikan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

46
B. Saran

1. Untuk DPR dan Presiden sebagai lembaga pembuat per undang – undangan

sebaiknya pembahasan atas Undang-Undang No 16 Tahun 1985 Tentang Rumah

Susun khususnya mengenai penghapusan/penggantian isi dari Undang-Undang

Rumah Susun tersebut memberikan penegasan yang berupa penambahan atau

penyisipan pasal- pasal bahwa Undang-Undang Rumah Susun telah di tingkatkan

status hukumnya dan juga perlindungan hukum nya bagi penghuni dan pemilik

rumah susun agar tidak menimbulkan kekaburan penapsiran yang luas dan

berbeda.

2. Penguatan peran rumah susun khususnya sebagai penengah di tengah – tengah

masyarakat, dan pemerintah harus memberikan informasi tentang Undang-

Undang pembangunann Rumah Susun yang lebih jelas sehingga penghuni

rumah susun dan pemilik rumah susun, tidak begitu terjebak dengan adanya

peraturan pemerintah atau dengan Undang-Undang yang baru yang telah

diberlakukan.

47
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun & Apartemen, Jakarta Sinar Grafika Off set
2010.

Andi Hamzah, Iwayan Suandra, B.A.Manalu, Dasar-dasar Hukum Perumahan,


Rineka Cipta, Jakarta, Cet 4, 2006.

Amirudin dan H.jainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Herman Hermit, Komentar atas Undang-Undang Rumah Susun (UU No.16 Tahun
1985) Dalam Perspektif isu-isu Strategis Periode 2007/2011, Bandung,
Mandar Maju, 2009.

M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun
Dalam Kerangka Hukum Benda, Bandung.

Nuansa Aulia, 2009, Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011


tentang Rumah Susun.

Urip Santoso, Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media Grup,
2010.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup edisi
1,cet: Ke-5 Jakarta, 2009, hal.29.

B. Undang -Undang

Undang-Undang rumah susun CV.Mandar maju Bandung, 2009.

Undang- Undang R.I. Nomor. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.Citra Umbara
Bandung 2012

Undang-Undang RI No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Anda mungkin juga menyukai