DISUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
2018
DAFTAR ISI
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Pengertian Pendapatan Asli Daerah............................................................................................5
B. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah...........................................................................................6
D. Jenis Pajak Daerah......................................................................................................................8
E. Retribusi Daerah.......................................................................................................................12
BAB III...............................................................................................................................................17
KESIMPULAN..................................................................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................................................17
B. Saran...........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang terbagi atas beberapa provinsi
dan setiap provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten/kota yang juga
setiap kabupaten/kota memiliki pemerintah daerah. Banyaknya daerah di
Indonesia membuat pemerintah pusat sulit mengkoordinasi pemerintahan
yang ada di daerah-daerah. Sehingga untuk memudahkan pelayanan dan
penataan pemerintahan, maka pemerintah pusat mengubah kebijakan
yang tadinya berasas sentralisasi menjadi desentralisasi yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Wujud dari kebijakan desentralisasi tersebut adalah lahirnya otonomi
daerah.
Otonomi daerah merupakan pemberdayaan daerah dalam
pengambilan keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola
sumber daya yang dimiliki dengan potensi dan kepentingan daerah itu
sendiri dan tidak bergantung subsidi dari pusat. Dengan otonomi daerah
yang luas, nyata dan bertanggungjawab, setiap daerah dituntut untuk
dapat menggali sumber-sumber keuangan di daerahnya.
Sumber keuangan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah
daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat
pula, sehingga mampu mendorong perekonomian dan pembangunan
daerah tersebut, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat secara umum.
PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber
ekonomi asli daerah, dan salah satu sumber PAD yang memiliki kontribusi
terbesar berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah
dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan
retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah.
Selama ini, pungutan daerah yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Yang mana sesuai dengan
Undang-Undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 11
jenis pajak, yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis pajak kabupaten/kota,
dan diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Retribusi selain yang
ditetapkan dalam peraturan pemerintah, adapun peraturan pemerintah
tersebut menetapkan 27 jenis Retribusi yang dapat dipungut oleh daerah
yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi yaitu retribusi jasa
umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
tertanggal 1 Januari 2010 Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diganti menjadi Undang-Undang No.
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Diberlakukannya Undang-Undang ini memberikan peluang bagi daerah
untuk mampu meningkatkan PAD-nya. Hal ini disebabkan dalam Undang-
Undang tersebut menegaskan adanya penambahan 4 jenis pajak,
diantaranya 3 jenis pajak kabupaten/kota dan 4 jenis retribusi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Pajak Daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
2. Apakah Retribusi Daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
3. Apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang dihadapi, maka tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk memberikan bukti empiris yang dikemukakan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah
2. Untuk mengetahui pengaruh Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah
3. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan akan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Akademis, penelitian ini dapat menambah literatur bagi mahasiswa
untuk penelitian selanjutnya mengenai Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
2. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan kita
bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memiliki kontribusi terhadap
PAD yang berdampak pada peningkatan mutu layanan publik, sehingga
kita sebagai wajib pajak memiliki kesadaran yang tinggi untuk selalu taat
membayar pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
1 Mardiasmo, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002, hlm. 132.
2 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang
dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Dari definisi Pendapatan Asli Daerah yang
dikemukakan oleh beberapa ahli di atas pada dasarnya memiliki
karakteristik yang sama. Maka dari itu penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa pendapatan asli daerah adalah segala penerimaan
daerah setempat yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD
yang sah.
C. Pajak Daerah
Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara
(pemerintah) berdasarkan Undang-Undang yang bersifat dapat
dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak
mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung,
yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini menunjukkan
bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan
Undang-Undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan
bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan.
Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas Negara selalu berisi uang
pajak. Selain itu, pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang akan
menjamin adanya keadilan dan kepastian hokum bagi pembayar pajak
sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan
besarnya pajak.
Menurut Mardiasmo, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.3
Seperti yang dikemukakan beberapa para ahli mengenai pengertian
pajak oleh (Resmi) Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran
rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.4
Dr. Soeparman Soemahamidjaja mendefinisikan pajak adalah iuran
wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-
barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Prof. PJA. Adriani menjelaskan pengertian pajak adalah iuran kepada
Negara yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan pajak daerah itu sendiri menurut Undang-Undang No. 28
Tahun 2009, yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.5
Dari definisi di atas, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerahnya tanpa imbalan yang langsung dapat dirasakan,
yang bersifat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah setempat.
3 Mardiasmo, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002, hlm. 21.
4 Resmi, Perpajakan Teori & Kasus, Salemba Empat, Jakarta, 2005, hlm. 26.
1. Pajak Hotel
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka
20 dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia
jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata,
wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya,
serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh.
2. Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Sedangkan yang dimaksud dengan restoran adalah fasilitas
penyedia makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran, yang
mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan
sejenisnya termasuk jasa boga/catering.
6 Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rajawali, Jakarta, 2010, hlm. 64.
3. Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
Sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan,
pertunjukan, permainan, dan atau keramaian yang dinikmati dengan
dipungut bayaran.
4. Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Sedangkan yang dimaksud dengan reklame adalah benda, alat,
perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk
tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau
untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan,
yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh
umum.
5. Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan (PPJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga
listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan
umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sedangkan yang
dimaksud dengan mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan
logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-
undangan di bidang mineral dan batu bara. Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan merupakan pengganti dari Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C yang semua diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.
Saat ini, sampai dengan diberlakukannya ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009, khususnya tentang Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan, pemerintah kabupaten/kota masih dimungkinkan
untuk memungut Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan
pengambilan bahan galian Golongan C sesuai dengan peraanturan
perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C adalah
bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan, yaitu:
a. Golongan bahan galian strategis
b. Golongan bagan galian vital
c. Golongan bahan gailan yang tidak termasuk dalam golongan a atau b.
Penunjukan suatu bahan galian ke dalam suatu golongan diatur
dengan peraturan pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan ini
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian, yang mulai berlaku
pada tanggal diungkapkan, yaitu pada tanggal 15 Agustus 1980.
7. Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun
yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor. Sedangkan yang dimaksud dengan parkir
adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara.
8. Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau
pemanfaatan air tanah. Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang
terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Pajak Air Tanah semula bernama Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP) berdasarkan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000 dan merupakan jenis pajak provinsi, PPPABTAP dipecah
menjadi dua jenis pajak, yaitu Pajak Air Permukaan dan Pajak Air Tanah;
dimana Pajak Air Permukaan dimasukkan sebagai pajak provinsi
sedangkan Pajak Air Tanah ditetapkan menjadi pajak kabupaten/kota.
9. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan atau pengusahaan sarang burung walet. Yang dimaksud dengan
burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu
collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan
collocalia linchi. Pajak Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak
kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak
Sarang Burung Walet, dengan berbagai nama, pada dasarnya telah
banyak diterapkan oleh pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia.
Pungutan atas budi daya sarang burung walet dilakukan oleh berbagai
kabupaten/kota dengan nama yang berbeda, ada yang secara tegas
dinyatakan sebagai pajak daerah, tetapi ada pula yang dinyatakan
sebagai retribusi daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diberikan
dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997, dimana ditentukan bahwa pemerintah
kabupaten/kota dimungkinkan untuk memungut pajak dan atau retribusi
daerah selain yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000, sepanjang memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan adalah
pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi
yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
kabupaten/kota. Sedangkan yan dimaksud dengan bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan atau perairan pedalaman dan atau laut. PBB Perdesaan dan Perkotaan
merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
PBB Perdesaan dan Perkotaan dewasa ini pada dasarnya merupakan
suatu jenis pajak pusat, yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui
Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, di mana hasilnya
sebagian besar diserahkan kapada daerah. Walaupun telah ditetapkan
menjadi salah satu jenis pajak kabupatan/kota, tetapi tentang PBB
Perdesaan dan Perkotaan pemungutan PBB tetap menjadi kewenangan
pemerintah pusat sampai dengan tahun 2013. Ketentuan Pasal 180 ayat 5
tersebut membuat pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan pada setiap
kabupaten/kota di Indonesia mungkin saja tidak serempak, tergantung
kesiapan pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan peraturan
daerah yang berkaitan. Hanya saja diharapkan paling lambat 1 Januari
2014, PBB Perdesaan dan Perkotaan telah menjadi pajak daerah pada
suatu kabupaten/kota.
E. Retribusi Daerah
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini
penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi,
retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah.
Retribusi menurut Siahaan adalah pembayaran wajib dari penduduk
kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara
Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini
dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang
dan peraturan daerah yang berkenaan.
b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa)
secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang
dilakukannya.
d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu
jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
8 Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rajawali, Jakarta, 2010, hlm. 5.
3. Retribusi Perizinan Tertentu.9
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 149 ayat
2-4, penetapan jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu
untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan
kewenangan daerah masing-masing sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Hal yang sama juga berlaku untuk penetapan jenis
retribusi jasa usaha untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota, dilakukan
sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan oleh daerah masing-masing.
Rincian jenis objek dari setiap retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha,
dan retribusi perizinan tertentu diatur dalam peraturan daerah yang
bersangkutan10.
9 Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rajawali, Jakarta, 2010, hlm. 620.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
B. Saran
berikut:
Resmi, Siti. 2005. Perpajakan Teori & Kasus. Salemba Empat. Jakarta.
Siahaan, Marihot P. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Rajawali. Jakarta.