Anda di halaman 1dari 40

TUGAS

Oleh:

ANDRY SOETOMO
STIKES BANI SHALEH KAMPUS CIBARUSAH
PRORAM ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN

Teori Konsep Keperawatan Menurut

Jean Watson

Keperawatan sebagai sains tentang human care didasarkam pada asumsi bahwa human
science and human care merupakan domain utama dan menyatukan tujuan keperawatan. Sebagai
human science keperawatan berupaya mengintegrasikan pengetahuan empiris dengan estetika,
humanities, dan kiat/art (Watson, 1985).

Dalam pandangan keperawatan manusia dilihat sebagai sosok yang utuh. Karena keutuhan ini
maka manusia itu unik, berbeda dari manusia lain. Manusia juga diyakini sebagai sistem terbuka
(openned system), yang berinteraksi dengan manusia lain dan lingkungannya secara dinamis, dan
berkesinambungan itu semua penting untuk perkembangan personalnya.

Sebagai pengetahuan tentang human care fokusnya untuk mengembangkan pengetahuan yang
menjadi inti keperawatan, seperti yang dinyatakan oleh Watson (1985) “human care is the heart
of nursing”. Pandangan tentang keperawatan sebagai science tentang human care adalah
komprehensif. Ini termasuk pengembangan pengetahuan sebagai basis dalam area:
1. Pengkajian terhadap kondisi manusia.
2. Implikasi dari pengalaman manusia dan responnya terhadap kondisi sehat sakit.
3. Telaah terhadap pengelolaan kondisi-kondisi yang menyertainya.
4. Deskripsi dari atribut-atribut caring relationship.
5. Studi tentang sistem bagaimana human care harus diwujudkan.

Konsep sehat sakit

Dalam pandangan keperawatan Jean Watson, manusia diyakini sebagai person as a whole, as a
fully functional integrated self. Jean Watson mendefinisikan sehat sebagai kondisi yang utuh
dan selaras antara badan, pikiran, dan jiwa, ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian antara diri
yang dipersepsikan dan diri yang diwujudkan. Dari beberapa konsep sehat sakit di atas dapat
dikemukakan beberapa hal prinsip, antara lain:

1. Sehat menggambarkan suatu keutuhan kondisi seseorang yang sifatnya multidimensional,


yang dapat berfluktuasi tergantung dari interrelasi antara faktor-faktor yang
mempengaruhi.
2. Kondisi sehat dapat dicapai, karena adanya kemampuan seseorang untuk beradaptasi
terhadap lingkungan baik internal maupun eksternal.
3. Sehat tidak dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi yang terhenti pada titik tertentu, tetapi
berubah-ubah tergantung pada kapasitasnya untuk berfungsi pada lingkungan yang
dinamis.

Teori Watson

Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan teori pengetahuan
manusia dan merawat manusia. Tolak ukur pandangan Watson ini didasari pada unsure teori
kemanusiaan. Pandangan teori Jean Watson ini memahami bahwa manusia memiliki empat
cabang kebutuhan manusia yang saling berhubungan diantaranya kebutuhan dasar biofisikal
(kebutuhan untuk hidup) yang meliputi kebutuhan makanan dan cairan, kebutuhan eliminasi dan
kebutuhan ventilasi, kebutuhan psikofisikal (kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan
aktifitas dan istirahat, kebutuhan seksual, kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi)
yang meliputi kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan organisasi, dan kebutuhan intra dan
interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan) yaitu kebutuhan aktualisasi diri.

Berdasarkan empat kebutuhan tersebut, Jean Waston memahami bahwa manusia adalah makhluk
yang sempurna yang memiliki berbagai macam ragam perbedaan, sehingga dalam upaya
mencapai kesehatan, manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental dan
spiritual karena sejahtera merupakan keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa sehingga
untuk mencapai keadaan tersebut keperawatan harus berperan dan meningkatkan status
kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengobati berbagai penyakit dan penyembuhan
kesehatan dan fokusnya pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.

Teori human caring

Teori Jean Watson yang telah dipublikasikan dalam keperawatan adalah “human science and
human care”. Watson percaya bahwa fokus utama dalam keperawatan adalah pada carative
factor yang bermula dari perspektif humanistik yang dikombinasikan dengan dasar poengetahuan
ilmiah. Oleh karena itu, perawat perlu mengembangkan filososfi humanistic dan system nilai
serta seni yang kuat. Filosofi humanistic dan system nilai ini memberi fondasi yang kokoh bagi
ilmu keperawatan, sedangkan dasar seni dapat membantu perawat mengembangkan visi mereka
serta nilai-nilai dunia dan keterampilan berpikir kritis. Pengembangan keterampilan berpikir
kritis dibutuhkan dalam asuhan keperawatan, namun fokusnya lebih pada peningkatan kesehatan,
bukan pengobatan penyakit.

Asumsi dasar tentang ilmu keperawatan Watson

Beberapa asumsi dasar tentang teori Watson adalah sebagai berikut:

1. Asuhan keperawatan dapat dilakukan dan diperaktikkan secara interpersonal.


2. Asuhan keperawatan terlaksana oleh adanya factor carative yang menghasilkan kepuasan
pada kebutuhan manusia.
3. Asuhan keperawatan yang efektif dapat meningkatkan kesehatan dan perkembangan
individu dan keluarga.
4. Respons asuhan keperawatan tidak hanya menerima seseorang sebagaimana mereka
sekarang, tetapi juga hal-hal yang mungkin terjadi padanya nantinya.
5. Lingkungan asuhan keperawatan adalah sesuatu yang menawarkan kemungkinan
perkembangan potensi dan memberi keleluasaan bagi seseorang untuk memilih kegiatan
yang tebaik bagi dirinya dalam waktu yang telah ditentukan.
6. Asuhan keperawatan lebih bersifat healthgenic (menyehatkan) daripada curing
(mengobati).
7. Praktik caring merupakan pusat keperawatan.

Watson (1988) dan George (1990) mendefenisikan caring lebih dari sebuah exisestensial
philosophy, ia memandang sebagai dasar spiritual, baginya caring adalah ideal moral dari
keperawatan. Manusia akan eksistensi bila dimensi spritualnya meningkat ditunjukkan dengan
penerimaan diri, tingkat kesadaran diri yang tinggi, kekuatan dari dalam diri, intuitif. Caring
sebagai esensi dari keperawatan berarti juga pertanggung jawaban hubungan antara perawat-
klien, dimana perawat membantu memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kesehatan.
“Theory of Human Caring” (Watson), mempertegas jenis hubungan dan transaksi yang
diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien
sebagai manusia yang mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.

Watson mengemukakan bahwa caring merupakan inti dari keperawatan. Dalam hal ini caring
merupakan perwujudan dari semua faktor yang digunakan perawat dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada klien. Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam
melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan menerima
kelebihan maupun kekurangan klien. Watson juga mengemukakan bahwa respon setiap individu
terhadap suatu masalah kesehatan unik, artinya dalam praktik keperawatan, seorang perawat
harus mampu memahami setiap respon yang berbeda dari klien terhadap penderitaan yang
dialaminya dan memberikan pelayanan kesehatan yang tepat dalam setiap respon yang berbeda
baik yang sedang maupun akan terjadi. Selain itu, caring hanya dapat ditunjukkan dalam
hubungan interpersonal yaitu hubungan yang terjadi antara perawat dengan klien, dimana
perawat menunjukkan caring melalui perhatian, intervensi untuk mempertahankan kesehatan
klien dan energi positif yang diberikan pada klien. Watson juga berpendapat bahwa caring
meliputi komitmen untuk memberikan pelayanan keperawatan yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Dalam praktiknya, perawat di tantang untuk tidak ragu dalam menggunakan
pengetahuan yang dimilikinya dalam praktik keperawatan.

Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan Human Caring
Theory. Tolak ukur pandangan Watson ini didasari pada unsur teori kemanusiaan. Jean Watson,
1985 (dalam B. Talento, 1995) membagi kebutuhan dasar manusia dalam dua peringkat utama,
yaitu kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah (lower order needs) dan kebutuhan yang
tingkatnya lebih tinggi (higher order needs).

Pemenuhan kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu membantu upaya kompleks
manusia untuk mencapai aktualisasi diri. Tiap kebutuhan dipandang dalam konteksnya terhadap
kebutuhan lain dan semuanya dianggap penting. Kebutuhan manusia yang saling berhubungan
diantaranya kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup yang meliputi kebutuhan
makanan dan cairan, kebutuhan eliminasi, kebutuhan ventilasi, kebutuhan psikofisikal
(kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan aktivitas dan istirahat, kebuthan seksualitas;
kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi) yang meliputi kebutuhan intrapersonal dan
interpersonal (kebutuhan aktualisasi diri).

Berdasarkan kebutuhan tersebut, Jean Watson memahami bahwa manusia adalah makhluk yang
sempurna yang memiliki berbagai macam ragam perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai
kesehatan, manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental, dan spiritual karena
sejahtera merupakan keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa sehingga untuk mencapai
keadaan tersebut keperawatan harus berperan dalam meningkatkan status kesehatan, mencegah
terjadinya penyakit, mengobati berbagai penyakit dan penyembuhan kesehatan.

Grand theory menurut Jean Watson

Watson berpendapat bahwa fokus utama dalam keperawatan ada di faktor carative. Dia
percaya bahwa bagi perawat untuk mengembangkan filsafat humanistik dan sistem nilai, seorang
liberal dengan latar belakang seni yang kuat diperlukan. Sistem filsafat dan nilai memberikan
fondasi yang kokoh bagi science of caring.

a. Carrative Factor
Elemen-elemen yang terdapat dalam carative factor adalah:
1. Membentuk sistem nilai humanistic-alturistik.
2. Menanamkan keyakinan dan harapan (faith-hope).
3. Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang lain.
4. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu (helping-trust).
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negative.
6. Menggunakan metode pemecahan masalah yang sistemantis dalam pengambilan
keputusan.
7. Meningkatkan proses belajar-mengajar interpersonal.
8. Menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi, dan memeperbaiki
mental, sosialkultural, dan spiritual.
9. Membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
10. Mengembangkan factor kekuatan eksistensial-fenomenologis.
Tetapi kesepuluh carative factors ini sebagai suatu kerangka untuk memberikan suatu bentuk
dan focus terhadap fenomena keperawatan. Watson menganggap istilah “factors” terlalu standart
terhadap sensibilitasnya di masa kini. Ia pun kemudian menawarkan suatu konsep yang lebih
sesuai dengan evolusi teorinya dan arahnya di masa depan. Konsep tersebut adalah “clinical
caritas” dan “caritas processes”, yang dianggapnya lebih cocok dengan ide-ide dan arah
perkembangan teorinya (Watson,2004). Dimana clinical caritas process terdiri dari yaitu.

1. Menerapkan perilaku yang penuh kasih sayang dan kebaikan dan ketenangan dalam
konteks kesadaran terhadap caring.
2. Hadir dengan sepenuhnya dan mewujudkan serta mempertahankan sistem kepercayaan
yang dalam dan dunia kehidupan subjektif dari dirinya dan orang dirawat.
3. Memberikan perhatian terhadap praktik-praktik spiritual dan transpersonal diri orang lain,
melebihi ego dirinya.
4. Mengembangkan dan mempertahankan suatu hubungan caring yang sebenarnya, yang
saling bantu dan saling percaya.
5. Hadir untuk menampung dan mendukung ekspresi perasaan posotif dan negatif sebagai
suatu hubungan dengan semangat yang dalam dari diri sendiri dan orang yang dirawat.
6. Menggunakan diri sendiri dan semua cara yang diketahui secara kreatif sebagai bangian
dari proses caring, untuk terlibat dalam penerapan caring-healing yang artistic.
7. Terlibat dalam pengalaman belajar mengajar yang sebenarnya yang mengakui keutuhan
diri orang lain dan berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain.
8. Menciptakan lingkungan healing pada seluruh tingkatan, baik fisik maupun nonfisik,
lingkungan yang kompleks dari energi dan kesadaran, yang memiliki keholistikan,
keindahan, kenyamanan, martabat, dan kedamaian.
9. Membantu terpenuhinya kebutuhan dasar, dengan kesadaran caring yang penuh,
memberikan “human care essentials“, yang memunculkan penyusuaian jiwa, raga dan
pikiran, keholistikan dan kesatuan diri dalam seluruh aspek care; dengan melibatkan jiwa
dan keberadaan secara spiritual.
10. Menelaah dan menghargai misteri spiritual, dan dimensi eksistensial dari kehidupan dan
kematian seseorang, “soul care” bagi diri sendiri dan orang yang dirawat.

b. Transpersonal Caring Relationship


Menurut Watson (1999), Transpersonal caring relationship berkarakteristikkan hubungan
khusus manusia yang tergantung pada moral perawat yang berkomitmen, melindungi, dan
meningkatkan martabat manusia seperti dirinya atau lebih tinggi dari dirinya. Perawat
merawat dengan kesadaran yang dikomunikasikan untuk melestarikan dan menghargai
spiritual, oleh karena itu tidak memperlakukan seseorang sebagai sebuah objek.

Perawat sadar bahwa mempunyai hubungan dan potensi untuk menyembuhkan. Hubungan ini
menjelaskan bagaimana perawat telah melampaui penilain secara objektif, menunjukkan
perhatian kepada subjektifitas seseorang, dan lebih mendalami situasi kesehatan diri mereka
sendiri. Kesadaran perawat menjadi perhatian penting untuk berkelanjutan dan pemahaman
terhadap persepsi orang lain. Pendekatan ini melihat keunikan dari kedua belah pihak, yaitu
perawat dan pasien, dan juga hubungan saling menguntungkan antara dua individu, yang
menjadi dasar dari suatu hubungan. Oleh karena itu, yang merawat dan yang di rawat
keduanya terhubung dalam mencari makna dan kesatuan, dan mungkin mampu merasakan
penderitaan pasien. Istilah transpersonal berarti pergi keluar dari diri sendiri dan
memungkinkan untuk menggapai kedalaman spiritual dalam meningkatkan kenyamanan dan
penyembuhan pasien. Pada akhirnya, tujuan dari transpersonal caring relationship adalah
berkaitan dengan melindungi, meningkatkan dan mempertahankan martabat, kemanusiaan,
kesatuan dan keselarasan batin.

c. Caring Occation Moment

Caring Occation menurut Watson (1988,1999) adalah kesempatan (mengenai tempat dan
waktu) pada saat perawat dan orang lain datang pada saat human caring dilaksanakan, dan
dari keduanya dengan fenomena tempat yang unik mempunyai kesempatan secara bersama
datang dalam moment interaksi human to human. Bagi Watson (1988, 1999) bidang yang luar
biasa yang sesuai dengan kerangka refensi seseorang atau perasaan-perasaan yang dialami
seseorang, sensasi tubuh, pikiran atau kepercayaan spiritual, tujuan-tujuan, harapan-harapan
pertimbangan dari lingkungan, arti persepsi seseorang kesemuanya berdasar pada pengalaman
hidup yang dialami seseorang, sekarang atau masa yang akan datang. Watson (1999)
menekankan bahwa perawat dalam hal ini sebagai care giver juga perlu memahami kesadaan
dan kehadiranya dalam moment merawat dengan pasiennya, lebih lanjut dari kedua belah
pihak perawat maupun yang dirawat dapat dipengaruhi oleh perawatan dan tindakan yang
dilakukan keduanya, dengan demikian akan menjadi bagian dari pengalaman hidupnya
sendiri. Caring occation bisa menjadi transpersonal jika memungkinkan adanya semangat dari
keduanya (perawat dan pasien) kemudian adanya kesempatan yang memungkinkan
keterbukaan dan kemampuan–kemampuan untuk berkembang (Watson 1999 , pp. 116-117).

Paradigma Keperawatan Menurut Watson

1. Keperawatan

Keperawatan adalah penerapan art dan human science melalui transaksi transpersonal caring
untuk membantu manusia mencapai keharmonisan pikiran, jiwa dan raga yang
menimbulkan selfknowlegde, self-control, self-care, dan selfhealing.

2. Klien

Klien adalah individu atau kelompok yang mengalami ketidakharmonisan pikiran, jiwa dan
raga, yang membutuhkan bantuan terhadap pengambilan keputusan tentang kondisi sehat-
sakitnya untuk meningkatkan harmonisasi, self-control, pilihan dan selfdetermination.

3. Kesehatan

Kesehatan adalah kesatuan dan keharmonisan didalam pikiran, jiwa dan raga antara diri
dengan orang lain dan antara diri dengan lingkungan.

4. Lingkungan
Lingkungan adalah dimana interaksi transpersonal caring terjadi antara klien dan perawat.

Asumsi Dasar Science of Caring

Watson mengidentifikasi banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar dari transpersonal caring.
Watson meyakini bahwa jiwa seseorang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Watson
mengatakan 7 asumsi tentang science of caring. Asumsi dasar tersebut yaitu :

1. Caring dapat didemonstrasikan dan dipraktekkan dengan efektif hanya secara


interpersonal.
2. Caring terdiri dari carative factors yang menghasilkan kepuasan terhadap kebutuhan
manusia tertentu.
3. Efektif caring meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu dan keluarga.
4. Respon caring menerima seseorang tidak hanya sebagai dia saat ini, tetapi juga menerima
akan jadi apa dia dikemudian.
5. Lingkungan caring adalah sesuatu yang menawarkan perkembangan dari potensi yang
ada, dan disaat yang sama membiarkan seseorang untuk memilih tindakan yang terbaik
bagi dirinya saat itu.
6. Caring lebih ”healthogenic” daripada curing.
7. Praktik caring merupakan sentral bagi keperawatan.

Proses Keperawatan Dalam Teori Caring

Watson (1979) menekankan bahwa proses keperawatan memiliki langkah-langkah yang sama
dengan proses riset ilmiah, karena kedua proses tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah
dan menemukan solusi yang terbaik. Lebih lanjut Watson menggambarkan kedua proses tersebut
sebagai berikut (tulisan yang dimiringkan menandakan proses riset yang terdapat dalam proses
keperawatan):

1. Pengkajian
Meliputi observasi, identifikasi, dan review masalah; menggunakan pengetahuan dari
literature yang dapat diterapkan, melibatkan pengetahuan konseptual untuk pembentukan dan
konseptualisasi kerangka kerja yang digunakan untuk memandang dan mengkaji masalah.
(Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol . 1 No.3, September 2008 :147-150).

Pengkajian juga meliputi pendefinisian variabel yang akan diteliti dalam memecahkan
masalah.

Watson (1979) dalam Julia (1995) menjelaskan kebutuhan yang harus dikaji oleh perawat
yaitu:

1. Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan untuk tetap hidup meliputi
kebutuhan nutrisi, cairan, eliminasi, dan oksigenisasi.
2. Lower order needs (psychophysical needs) yaitu kebutuhan untuk berfungsi,
meliputi kebutuhan aktifitas, aman, nyaman, seksualitas.
3. Higher order needs (psychosocial needs) ,yaitu kebutuhan integritas yang
meliputi kebutuhan akan penghargaan dan beraffiliasi.
4. Higher order needs (intrapersonali needs), yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri.

2. Perencanaan

Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable-variabel akan diteliti


atau diukur, meliputi suatu pendekatan konseptual atau design untuk memecahan masalah
yang mengacu pada asuhan keperawatan serta meliputi penentuan data apa yang akan
dikumpulkan dan pada siapa dan bagaimana data akan dikumpulkan.

3. Implementasi

Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari rencana serta meliputi pengumpulan
data.

4. Evaluasi
Merupakan metoda dan proses untuk menganalisa data, juga untuk meneliti efek dari
intervensi berdasarkan data serta meliputi interpretasi hasil, tingkat dimana suatu tujuan yang
positif tercapai, dan apakah hasil tersebut dapat digeneralisasikan

Teori Keperawatan Abraham Maslow

Konsep Dasar Teori Humanistik Menurut Abraham Maslow


Pada awal karirnya, Maslow melakukan observasi terhadap monyet.Ia melakukan
pengamatan intensif terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya didapatkan
kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang
lain. Contohnya, jika Anda lapar dan haus, maka Anda akan cenderung untuk mencoba
memuaskan dahaga. Anda dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu, tetapi tanpa
air Anda hanya dapat hidup selama beberapa hari saja, karena kebutuhan akan air lebih kuat
daripada kebutuhan akan makan. Tetapi, jika Anda sangat haus, tapi kemudian tersedak dan
Anda tidak dapat bernapas, maka kebutuhan untuk bernapas lebih penting dibandingkan dengan
kebutuhan akan air untuk minum.
Berdasarkan pengalaman tersebut Maslow membuat ide mengenai hierarki kebutuhan yang
sangat terkenal. Menurutnya, terdapat lima lapisan kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan
fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan memiliki, kebutuhan
penghargaan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini menyangkut
kebutuhan akan oksigen, air, protein, garam, gula, kalsium, mineral, dan vitamin, termasuk
juga kebutuhan untuk menjaga keseimbangan pH ( menjadi terlalu asam atau basa akan
dapat membunuh ) dan temperature ( 98,6 atau dekat dengan itu ) selain itu, terdapat juga
kebutuhan untuk aktif, istirahat, tidur, untuk mengeluarkan limbah ( CO2, keringat, urin, dan
kotoran ), kebutuhan untuk menghindari rasa sakit dan kebutuhan untuk berhubungan seks.
Maslow percaya dengan penelitian yang menyatakan bahwa kebutuhan ini sebenrnya
bersifat individual. Misalnya, kekurangan vitamin C akan menyebabkan kelaparan yang
sangat sfesifik terhadap vitamin C, seperti jus jeruk.
b. Keselamatan dan Kebutuhan Keamanan
Ketika sebagian besar kebutuhan fiiologis sudah dipenuhi, maka lapisan kedua akan datang.
Anda akan menjadi makin tertarik untuk menjadi keadaan aman, stabil, serta terlindungi.
Anda mungkin perlu untuk mengembangkan struktur, ketertiban, dan keteraturan.Kebutuhan
sekarang bukan lagi lapar dan haus tetapi kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan dari
ketakutan dan kecemasan.Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan tersebut di
manifestasikan dalam bentuk keinginan untuk memiliki sebuah rumah di lingkungan aman,
keamanan di lingkungan kerja, rencana pensiun, asuransi, dan sebaginya.
c. Kebutuhan Memiliki Cinta
Ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan sebagian besar sudah terpenuhi, maka
lapisan ketiga kebutuhan mulaai muncul.Anda mulai merasa perlu memiliki teman, kekasih,
anak-anak, hubungan kasih sayang secara mendalam dan ikatan social.Anda mulai merasa
rentan terhadap kesepian dan kegelisahan social. Dalam kehiduan sehari-hari, kita
menunjukan kebutuhan ini dalam bentuk keinginan untuk menikah, memiliki keluarga,
menjadi bagian dari sebuah komunitas, bagian dari keluarga besar, daan anggota suatu klub,
termasuk juga bagian dari apa yang kita cari dalam sebuah karir.
d. Kebutuhan Penghargaan
Pada tahap selanjutnya, kita mulai mencari sedikit harga diri.Maslow mencatat dua versi
mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan yang lebih tinggi.
Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan
status, ketenaran, kemuliaan, pengakuaan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan
dominasi. Kebutuhan yang “ tinggi” adalah kebutuhan akan harga diri, termasuk perasaan,
seperti keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian, dan kebebasan.
Kebutuhan penghargaan diri dikategorikan tinggi karena bentuknya tidak seperti rasa hormat
dari orang lain. Misalnya, apabila menyangkut harga diri, maka akan sulit untuk merasa
kalah ( perasaan lebih rendah ). Versi negatif kebutuhan ini adalah rendah diri dan kompleks
inferioritas ( inferiority complexs ). Dalam hal ini, Maslow mengakui konsep adler
mengenai kompleks inferioritas yang merupakan akar dari sebagian besar masalah-masalah
psikologis kita.
Maslow melihat semua kebutuhan ini sebagai kebutuhan dasar hidup.Demikia juga dengan
cinta dan harga diri yang diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan.Menurutnya, kita semua
memiliki kebutuhan ini dan semuanya berasal dari genetic, seperti halnya naluri.Bahkan, dia
menyebut naluriah sebagai kehidupan.
e. Aktualisasi Diri
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dan agak sedikit berbeda adalah aktualisasi diri.Maslow
menggunakan berbagai istilah untuk menyebutkan tingkatan ini.Maslow menyebutnya
pertumbuhan motivasi (berbeda dengan definisi motivasi), karena kebutuhan aktualisasi diri
adalah B-needs (B-being), berbeda dengan D-needs.Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan
yang tidak melibatkan keseimbangan atau homeostatis, tetapi melibatkan keinginan yang
terus-menerus untuk memenuhi potensi, untuk menjadi semua yang kita bisa.
Dalam penelitiannya mengenai orang yang mencapai aktualisasi diri, Maslow menggunakan
metode kualitatif yang disebut analisis biografi untuk mengetahui aktualisasi diri seseorang.
Orang-orang yang mencapai aktualisasi diri juga memiliki cara yang berbeda berhubungan
dengan orang lain. Mereka menikmati kesendirian, dan merasa nyaman dengan
kesendiriannya, mereka juga menikmati hubungan pribadi dengan beberapa teman dekat dan
anggota keluarga secara mendalam.

Hakekat Pandangan Tentang Manusia


Maslow memandang manusia dengan optimis, memiliki kecenderungan alamiah untuk
bergerak menuju aktualisasi diri.Manusia memiliki kebebasan untuk berkehendak, memiliki
kesadaran untuk memilih serta memiliki harapan.Meskipun memiliki kemampuan jahat dan
merusak, tetapi bukan merupakan esensi dasar dari manusia.Sifat-sifat jahat muncul dari rasa
frustasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar. Misalnya, ketika kebutuhan akan makanan tidak
terpenuhi, maka ia akan mencuri supaya dapat makan.
Maslow percaya bahwa kesempurnaan manusia tidak akan tercapai, tetapi ia menyakini
bahwa manusia mampu untuk terus tumbuh dan berkembang luar biasa. Manusia mempunyai
potensi untuk menjadi actual, karena kebanyakan manusia akan berjuang dalam hidupnya untuk
memperoleh makanan, rasa aman, atau pun cinta.
Teori maslow didasarkan kepada pandangan mengenai sejarah manusia sebagai hewan
evolusioner yang terus berproses untuk tumbuh menjadi manusia yang sesungguhnya. Selama
proses tersebut, secara berangsur-angsur manusia lebih termotivasi oleh metamotivasi dan B-
values. Pada umumnya, perilaku manusia termotivasi oleh kebutuhan fisiologis dan rasa aman
yang ditentukan oleh kekuatan dari luar, yang memposisikan perilaku aktualisasi diri manusia
memiliki porsi yang lebih kecil.Individu dibentuk secara biologis (genetis) dan dipengaruhi
lingkungan sosial.Ketika manusia mencapai aktualisasi diri, mereka mengalami sinergi yang baik
antara kebutuhan biologis, social, dan aspek spiritual dalam dirinya.

Teknik yang Digunakan


Tehnik yang digunakan oleh Abraham Maslow yaitu terapi. Menurut Maslow, tujuan
terapi adalah agar klien memeroleh B-values, atau nilai kebenaran, keadilan, kesederhanaan, dan
sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, klien harus bebas dari kebergantungan pada orang
lain, supaya dorongan alami menuju pertumbuhan dan aktualisasi diri menjadi aktif.Meskipun
Maslow bukan psikoterapis, dia menganggap bahwa teori kepribadiannya dapat diterapkan
dalam psikoterapi.
Dalam konsep hierarki kebutuhan dinyatakan bahwa jika seseorang masih dapat bergerak
pada level kebutuhan dasar (fisiologis) dan rasa aman melebihi yang lainnya, biasanya merekaa
tidak termotivasi untuk mencari psikoterapis. Sebaliknya, mereka akan berusaha keras untuk
memenuhi kebutuhan akan perawatan dan kesamaan.
Kebanyakan manusia yang membutuhkan terapi adalah mereka yang memiliki kebutuhan
tingkat ketiga.Tingkat kebutuhan ini biasanya dipenuhi dengan baik, tetapi masih kesulutan
untuk mendapatkan kasih sayang. Karena itu, psikoterapi diarahkan kepada proses interpersonal
yang hangat dan penuh kasih sayang. Dengan demikian, klien memperoleh kepuasan dalam
memenuhi kebutuhan akan rasa cinta, memperoleh rasa percaya diri, dan penghargaan diri
sendiri. Hubungan yang baik antara klien dan terapis merupakan pengobatan psikologis terbaik.
Hubungan yang saling menerima akan memberikan perasaan patut dicintai dan memvasilitasi
kemampuan mereka untuk mengembangkan hubungan nasihat diluar terapi.

Tujuan Pendekatan Humanistik


1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya
menurut apa adanya. “Saya adalah saya”.
2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-
pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar
individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal
mungkin.
3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam
proses aktualisasi dirinya.
4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat
dijangkau menurut kondisi dirinya.

Kelebihan dan Kelemahan Teori Humanistik


1. Kelebihan Teori Humanistik
a. Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif-
dialogis dan humanis.
b. Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat,
kebebasan mengungkapkan gagasan.
c. Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih
adalah kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta
didik yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

2. Kelemahan Teori Humanistik


a. Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
b. Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah
berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
c. Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis
TEORI KEPERAWATAN MADELEINE LEININGER

Teori Leininger tentang Transcultural Nursing atau Transkultural keperawatan. Teori


tersebut menekankan pada kebudayaan perawat dimana mereka harus memberikan asuhan
keperawatan terhadap setiap pasien tanpa melihat latar belakang mereka dan berusaha untuk
menyamaratakan pelayanan yang mereka terima. Dalam sebuah artikel, Leininger berpendapat
bahwa:
“Transcultural Nursing adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada
analisis dan studi perbandingan tentang budaya. Keperawatan transkultural merupakan ilmu yang
difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau
meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar
belakang budaya. Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepada klien sesuai dengan
latar belakang.” (Leininger dalam Ferry dan Makhfudli 2009:16).4 Perilaku Caring dapat
ditunjukkan dalam hubungan interpersonal, yaitu hubungan yang terjadi antara perawat dengan
klien dimana perawat menunjukkan caring melalui perhatian, intervensi untuk mempertahankan
kesehatan klien dan energi positif yang diberikan pada klien

OVERVIEW IDE TEORI KEPERAWATAN LEININGER


Caring dalam keperawatan memiliki banyak pengertian yang berhubungan dengan
kebutuhan pasien yaitu pemberian perhatian, dukungan, pengarahan, dan lain sebagainya
sehingga dapat menunjang akan kesembuhan individu. Caring memiliki manfaat bagi pasien
yakni sebagai ketenangan jiwa, terbinanya rasa percaya, dan mengurangi kecemasan pasien
meskipun mereka sedang dalam masa yang sangat sulit.
Perilaku perawat dalam asuhan keperawatan sangat menentukan kondisi pasien meskipun
efek yang paling utama adalah obat. Namun, sebenarnya seseorang sakit bukan hanya karena
fisiknya namun juga pikiran dan jiwanya. Oleh sebab itu, perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan harus bisa memberikan pelayanan terbaik bukan berdasarkan status seseorang
melainkan karena ketulusan dan kerelaan yang utuh. Menurut Rahayu (2014), Leininger
mempunyai asumsi mendasar dari teorinya yaitu perilaku Caring. Caring adalah esensi dari
keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan
Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada
individu secara utuh.

PANDANGAN TENTANG KONSEP CARING

Konsep dari Leininger yaitu budaya, nilai budaya, perbedaan budaya, etnosentris, etnis, ras, care,
cultural care, dan cultural imposition. Konsep ini menjadi dasar dimana perawat harus bisa
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasiennya dengan melihat latar belakang budaya dari
sudut pandang pasien. Oleh sebab itu, tidak banyak perawat yang memiliki pandangan yang baik
dimata masyarakat.

Respon baik positif maupun negatif akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana
perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan. Konsep dari Leininger ini menjadi acuan
sebagai pengubah asuhan keperawatan perawat sehingga jauh lebih baik.

KELEBIHAN DARI TEORI LEININGER BESERTA PERAWAT DALAM ASUHAN


MASYARAKAT

Pentingnya peran perawat dalam asuhan keperawatan yang melibatkan peran serta
masyarakat sangat dibutuhkan dimana individu, keluarga maupun masyarakat sebagai pelaku
kegiatan upaya peningkatan kesehatan serta bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri
berdasarkan asas kebersamaan dan kemandirian. Sesuai dengan teori Watson, tujuan
keperawatan yaitu untuk meningkatkan kesehatan, mengembangkan klien pada kondisi sehatnya,
dan mencegah kesakitan.
Perawatan kesehatan masyarakat merupakan bentuk dari praktek keperawatan yang
diaplikasikan untuk meningkatkan kesehatan dan memelihara kesehatan dari masyarakat dengan
tujuan membantu masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan dan pencegahan terhadap
penyakit melalui:
1 Pemberian asuhan keperawatan secara langsung kepada individu, keluarga, dan
kelompok dalam masyarakat, dengan strategi intervensi yaitu proses kelompok,
pendidikan kesehatan serta kerjasama (partnership).
2 Memperhatikan secara langsung terhadap status kesehatan seluruh masyarakat secara
komprehensif.
3 Mengutamakan teknologi yang menggunakan teknologi terbaik demi kesehatan pasien.
4. Dengan melihat latar budaya pasien, perawat lebih terbantu bagaimana untuk menangani
pasien yang sesuai dengan budayanya dan pasien dapat merasakan kenyamanan melalui
relasi antara pasien dengan perawat.

PENGARUH PERILAKU CARING BESERTA KEKURANGANNYA DALAM PRAKTIK


KEPERAWATAN

Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari kebudayaan,
nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap keperawatan yang
berhubungan dengan caring adalah kehadiran, sentuhan kasih sayang, mendengarkan,
memahami klien, Caring dalam spiritual, dan perawatan keluarga. Hubungan caring terjalin
dengan baik apabila antara perawat dan klien dapat memahami satu sama lain sehingga keduanya
bisa menjalin hubungan yang baik dengan melakukan hal seperti, mengerahkan harapan bagi
klien dan perawat; mendapatkan pengertian tentang gejala, penyakit, atau perasaan yang diterima
klien; membantu klien dalam menggunakan sumber daya sosial, emosional, atau spiritual;
memahami bahwa hubungan caring menghubungkan manusia dengan manusia, roh dengan roh.

Watson (1985), meyakini praktek caring sebagai inti keperawatan yang menggambarkan
dasar dalam kesatuan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (kebaikan, kepedulian dan cinta
terhadap diri sendiri dan orang lain) caring digambarkan sebagai moral ideal keperawatan. Hal
ini meliputi keinginan untuk merawat, dengan tulus yang meliputi komunikasi, tanggapan positif,
dukungan atau intervensi fisik oleh perawat (Synder dalam Christensendan Kenny 2009).

Perilaku caring perawat jika tidak dilakukan dengan baik maka akan berdampak pada
klien dan juga perawat. Perawat yang tidak caring tidak termotivasi meningkatkan kinerja sesuai
dengan standar profesi termasuk kinerja dalam penerapan prinsip etik keras hati, tidak perhatian
dengan klien dan berkelakuan seperti robot. Dampaknya dalam profesi tentu ia tidak akan
digunakan sesuai dengan tugas dan kewenangannya dan bisa jadi dia akan dipindahkan atau
peralihan tanggung jawab karena perilakunya.

Pengaruh atau dampak yang paling terlihat dari setiap pasien yang menerima pelayanan
seperti demikian maka ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi yaitu: klien akan mengalami
perubahan perilaku menjadi malas-malasan, marah tanpa sebab, tidak ingin makan, bahkan bisa
jadi klien akan mengalami penurunan kondisi kesehatannya. Berubahnya kondisi fisik ataupun
psikologis klien ditentukan oleh perilaku caring oleh perawat. Saat perawat hendak memberikan
asuhan keperawatan, sebagai klien atau pasien tentu memerlukan sebuah kenyamanan sehingga
pasien dalam kondisi sekarat diakhir hidupnya ia bisa merasakan kedamaian sebelum ia
meninggal.
Perilaku caring sangat penting ketika perawat melakukan asuhan keperawatan kepada
kliennya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kesembuhan klien tersebut. Pengaruh yang nyata
pada kondisi klien yaitu kondisi fisik meliputi kesembuhan penyakit dalam maupun luar, dan
psikologis meliputi rasa aman, dan nyaman bahkan ketika seseorang mengalami kondisi sekarat
hingga pada akhirnya ia meninggal dalam keadaan damai. Peran perawat dalam meningkatkan
perilaku caring terhadap klien sebagai asuhan keperawatan yaitu adanya perawatan secara
langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat menggunakan intervensi yang tepat dan
selalu memperhatikan status klien setiap saat agar kedamaian pasien terpenuhi.

Perilaku caring seharusnya dimiliki oleh setiap perawat, agar dapat sungguh-sungguh
memberikan pelayanan kesehatan terhadap klien. Seharusnya perawat memiliki kesadaran diri
yang tinggi terhadap pentingnya perilaku caring terhadap pemberian asuhan keperawatan kepada
klien. Perilaku caring harus dapat diciptakan oleh setiap pribadi perawat, dimana setiap pribadi
perawat mampu untuk menerapkan perilaku caring dalam kehidupan sehari-hari, agar dapat
tercipta secara alami, sehingga ketika perawat menghadapi klien di bangsal, maka perawat benar-
benar memiliki profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan dan pencapaian
kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat terhadap klien dapat memengaruhi
kenyamanan dan mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan klien.
KONSEP SEHAT SAKIT

Menurut WHO (1947)


Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik,
mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan
konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

SEHAT MENURUT DEPKES RI,


UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur –unsur fisik, mental dan sosial dan di
dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan

Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis
dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal
(psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan
ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.

Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun


(kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya
terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi
bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit(2).

Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan
sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh
gangguan terhadap sistem tubuh manusia
CIRI-CIRI SEHAT

Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya
keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit.Semua organ tubuh berfungsi normal
atau tidak mengalami gangguan.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
1. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya,
misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
3. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian,
kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang
Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat
dari praktik keagamaan seseorang.
4. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain
atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan,
status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
5. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap
hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa
(siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak
berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara
sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya
berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan
kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

Paradigma sehat

paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang
bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang
dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang
berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan per - lindungan terhadap penduduk agar
tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit.
Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang
bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya
untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun teta p mengupayakan yang sakit segera
sehat.Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan
kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit.Telah dikembangkan pengertian tentang
penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan sosio kultural.

Aspek-aspek pendukung kesehatan

Banyak orang berpikir bahwa sehat adalah tidak sakit, maksudnya apabila tidak ada
gejala penyakit yg terasa berarti tubuh kita sehat.Padahal pendapat itu kurang tepat.Ada
kalanya penyakit baru terasa setelah cukup parah, seperti kanker yg baru diketahui setelah
stadium 4.Apakah berarti sebelumnya penyakit kanker itu tidak ada?Tentu saja ada, tetapi
tidak terasa.Berarti tidak adanya gejala penyakit bukan berarti sehat.
Sesungguhnya sehat adalah suatu kondisi keseimbangan, di mana seluruh sistem organ di
tubuh kita bekerja dengan selaras. Faktor-faktor yg mempengaruhi keselarasan tersebut
berlangsung seterusnya adalah:

1. Nutrisi yang lengkap dan seimbang


2. Istirahat yang cukup
3. Olah Raga yang teratur
4. Kondisi mental, sosial dan rohani yang seimbang
5. Lingkungan yang bersih

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN


KESEHATAN

1. Faktor Internal
a. Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia)
memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan.
Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan
penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau
mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..
b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri
dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan
untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan
pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan sendirinya.

c. Persepsi tentang fungsi


Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang
kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak
pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung
berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang
parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka
melaksanakannya.
Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang
cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri), juga
data objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru).
Informasi ini memungkinkan perawat merencanakan dan mengimplementasikan
perawatan klien secara lebih berhasil.

d. Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya.
Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung
berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawa-
tirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons
emosional yang kecil selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosionalterhadap
ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan
tidak mau menjalani pengobatan. Contoh: seseorang dengan napas yang terengah-engah
dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional
tidak dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak
orang yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan
kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita kanker
dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan. Ada
beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga mereka
akan mengakui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang
tepat.

e. Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,
mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau
teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang.
Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat
dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan
keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang
keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang
sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan
perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu,
sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat
dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

2. Faktor Eksternal
a. Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi
cara klien dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya:

 Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi
mejadi penyakit berat dan mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya
anak tersebut akan malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.
 Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika
keluarganya melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak orang
tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak
dia akan melakukan hal yang sama.

b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan
kerja.
Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya,
hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.

c. Latar Belakang Budaya


Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu,
termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan
bahasa yang digunakan.

Rentang sehat –sakit

 Suatu skala ukur secara relative dalam mengukur keadaan sehat/kesehatan seseorang.
 Kedudukannya pada tingkat skala ukur : dinamis dan bersifat individual.
 Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan kematian pada
titik yang lain.

tahapan sakit menurut Suchman


terbagi menjadi 5 tahap yaitu Tahap mengalami gejala

1. Tahap transisi : individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuhnya ; merasa dirinya
tidak sehat/merasa timbulnya berbagai gejala/merasa ada bahaya.
 Mempunyai 3 aspek :
 Secara fisik : nyeri, panas tinggi
 Kognitif : interprestasi terhadap gejala
 Respon emosi terhadap ketakutan/kecemasan
 Konsultasin dengan orang terdekat : gejala + perasaan, kadang-kadangh mencoba
pengobatan di rumah.

2. tahap asumsi terhadap peran sakit (sick Role)

 Penerimaan terhadap sakit


 Individu mencari kepastian sakitnya keluarga atau teman : menghasilkan peran sakit.
 Mencari pertolongan dari profesi kesehatan, yang lain mengobati sendiri, mengikuti
nasehat teman/keluarga.
 Akhir dari tahap ini dapat ditemukan bahwa gejala telah berubah dan merasa lebih
baik. Invidu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya. Rencana
pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman selanjutnya.

3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan.

 Individu yang sakit : meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif sendiri.
 3 tipe informasi
 validasi keadaan sakit
 Penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti
 Keyakinan bahwa mereka akan baik
 Jika tidak ada gejala : individu mempersepsikan dirinya sembuh jika ada gejala
kembali pada profesi kesehatan.

4. Tahap ketergantungan

Jika profesi kesehatan memvalidasi (memantapkan) bahwa seseorang sakuit : menjadi


pasien yang tergantung untuk memperoleh bantuan.knapa Setiap orang mempunyai
tingkat ketergantungan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
5. Tahap penyembuhan

 Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada peran sakit
danfungi sebelum sakit.
 Kesiapan untuk fungsi social.Perawat – Membantu pasien untuk berfungsi dengan
meningkatkan kemandirian Memberi harapan dan support.

SAKIT DAN PERILAKU SAKIT

Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau
seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan
Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti
biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri
untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain
dimensi fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang
memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami;
melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi
sebagai mekanisme koping.Bauman (1965)
Seseorang menggunakan tiga criteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
1. Adanya gejala : naiknya temperature, nyeri

2.Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit

3.Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja, sekolah.


CIRI-CIRI SAKIT

1. Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh ; merasa dirinya tidak sehat /
a. merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3 aspek :
- secara fisik : nyeri, panas tinggi.
- Kognitif : interprestasi terhadap gejala.
- Respons emosi terhadap ketakutan / kecamasan.
2. Asumsi terhadap peran sakit (sick Rok).Penerimaan terhadap sakit.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit

1. Faktor Internal
Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami.Klien akan segera
mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa
membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja
orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara
menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu
fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari
pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas
dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak
dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang
ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang
ada.
2. Faktor Eksternal
a. Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan
Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih
cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena
mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
b. Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru
meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang
berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan
pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya
dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari
pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman
Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu
diperiksakan ke dokter.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat,
mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami
latar belakang budaya yang dimiliki klien.
d. Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap
terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari
pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering
mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar
dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan
prosedur yang rumit.
f. Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat
peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti
seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam
POCO-POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket,
Lapangan Sepak Bola, dll.

Tahap-tahap Perilaku Sakit

1. Tahap I (Mengalami Gejala)


 Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”
 Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga
adanya diagnosa tertentu.
 Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan
fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan
memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon
emosional.
 Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam
kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

2. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)


 Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat
 Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau
kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari
kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.
 Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan
fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana
tergantung beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
 Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan,
sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan  akan tetapi jika
gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak
dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.
3.Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
 Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli,
mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan
implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang
 Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu
penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa
mengancam kehidupannya.  klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa
tersebut.
 Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah
ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem
pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan
kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai
dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah
ditetapkan.
 Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia
akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang
diinginkan
 Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam
kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan
bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang
didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai
usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

4.Tahap IV (Peran Klien Dependen)


 Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada
pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.
 Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan
stress hidupnya.
 Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya
 semakin parah sakitnya, semakin bebas.
 Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-
hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah
maupun masyarakat.
5. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
 Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba,
misalnya penurunan demam.
 Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih
lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya
dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan
perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi perubahan-
perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana
perawatan yang efektif

DAMPAK SAKIT

1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien


Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi
orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan
menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya
seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau
kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan
menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan
perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah,
dan menarik diri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress,
karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
2. Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil
keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-
peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.
Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara
drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi
denganperubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan jangka pendek  klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang
berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka penjang  klien memerlukan proses
penyesuaian yang sama dengan ’Tahap Berduka’.
Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
3. Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya.
Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan
klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien/keluarga terhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
1. Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
2. Kapasitas adaptasi
3. Kecepatan perubahan
4. Dukungan yang tersedia.
4. Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup
bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek
kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya
tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.Perubahan konsep diri
akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan
perubahan peran.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya
yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak
mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan
dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau
tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang
lain atau kepada teman-temannya  klien akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.
Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan
mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan
akibat dan kondisi yang dialami klien.
5. Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil
keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping
terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan
tertunda sampai mereka sembuh.Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga
harus membuat pola fungsi yang ,baru sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang
tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika
anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai
mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.
UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEPERAWATAN

1. Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan


a. BAB 1 ketentuan umum, pasal 1 ayat 3
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
b. Pasal 1 ayat 4
Sarana kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
UU no 38 tahun 2014 tentang keperawatan
a. BAB I Ketentuan Umum Pasal I:
Dalam ketentuan menteri ini yang dimaksud dengan :
 Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun
diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh Indonesia .
 Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan
pekerjaan keperawatan diseluruh wilayah Indonesia.

b. BAB III perizinan


Pasal 8 Ayat
1. Perawat dapat melaksanakan pratek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan,
pratek perorangan atau kelompok.
2. Perawat yang melaksanakan pratek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan
harus memiliki SIK.
3. Perawat melakukan pratek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP

Pasal 9, Ayat 1
 SIK sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota setempat.
Pasal 10
 SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 12
 SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
 SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya
keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengan kompetensi yang lebih
tinggi.
 Surat Izin Pratek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang
diberikan perawat untuk menjalankan pratek perawat.

Pasal 13
 Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIP dilakukan melalui penilaian
kemampuan keilmuan dan keterampilan bidang keperawatan, kepatuhan terhadap
kode etik profesi serta kesanggupan melakukan pratek keperawatan.

Pasal 15
Perawat dalam melaksanakan pratek keperawatan berwenang untuk :
a. Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir (a) meliputi : intervensi
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksudkan huruf (a) dan
(b) harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi
profesi.
d. Pelayanan tindakan medic hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari
dokter.
Pasal 15 adalah pasal 20
 Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat
berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15.
 Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan
untuk penyelamatan jiwa.

Pasal 21
 Perawat yang menjalankan pratek perorangan harus mencantumkan SIPP diruang
prateknya.
 Perawat yang menjalankan pratek mandiri diperbolehkan memasang papan nama.

Pasal 31
Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :
a. Menjalankan pratek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.
b. Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau
Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain,
dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud

Anda mungkin juga menyukai