PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Batasan- batasab umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat
berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho(2008):
1. Menurut undang –undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat II
yang berbunyi “lanjut usia dalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas “
2. Menurut WHO:
a) Usia pertengahan : 45-59 Tahun
b) Lanjut usia : 60- 74 Tahun
c) Lanjut usia tua : 75-90 Tahun
d) Usia sangat tua : diatas 90 tahun ( Kushariyadi ,2010)
2. Perubahan intelektual
Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah(2012), akibat
proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan otak
seperti perubahan intelegenita Quantion (IQ) yaitu fungsi otak kanan
mengalami penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam
berkommunikasi nonverbal, pemecahan masalah, kosentrasi dan kesulitan
mengenal wajah eseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan,
karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan
untuk menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga
kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun.
3. Perubahan keagamaan
Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umunya lansia aan
semakin teratur dalam kehidupan keagamannya , hal tersebut
berdangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan kehidupan
dunia.
4. Tugas perkembangan dalam lanjut usia
Menurut Havighurst dalam Stanley (2007) ,tugas perkembangan
adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan suatu
individu. Ada beberapa tahapan perkembangan yang terjadi pada lansia
,yaitu;
a) Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik
b) Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan
c) Penyesuaian diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat lainya.
d) Pembentukan gabungan ( pergelompokan) yang sesuai dengannya.
e) Pemenuhan kewajiban social dan kewarganegaraan.
f) Pembentukan kepuasan pengaturan dalam kehidupan.
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).
1. Depresi
a. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu rnakan, psikomotor,
konsentrasi, keielahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kap'an dan Sadock, 1998). Depresi adalah suatu perasaan
sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat
berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah
yang dalam (Nugroho, 2000). Menurut Hudak & Gallo (1996), gangguan
depresi merupakan keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan
penyebab tindakan bunuh diri.
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh
kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong
(Keliat, 1996). Sedangkan menurut Hawaii (1996;, depresi adalah bentuk
gangguan kejiwaan pada alam perasaan (mood), yang ditandai dengan
kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna,
dan putus asa. Depresi adalah suatu kesedihan atau perasaan duka yang
berkepanjangan (Stuart dan Sundeen, 1998).
b. Depresi Sedang
Gejala :
a) Kehilangan minat dan kegembiraan
b) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
dan menurunnya aktivitas.
c) Kosentrasi dan perhatian yang kurang
d) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
c. Depresi Berat
Gejala :
a) Mood depresif
b) Kehilangan minat dan kegembiraan
c) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesu¬dah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
d) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
e) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
h) Tidur tergangguDisertai waham, halusinasi
i) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu
3. Penyebab Depresi
Menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), faktor penyebab depresi ialah :
a. Faktor Predisposisi
a) Faktor genetik, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif
melalui riwayat keluarga dan keturunan.
b) Teori agresi menyerang kedalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi
karena perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri.
c) Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada perpisahan traumatika
individu dengan benda atau yang sangat berarti.
d) Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri
yang negatif dan harga diri rendah mempe ngaruhi sistem keyakinan
dan penilaian seseorang terhadap stressor.
e) Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah
kognitif yang di dominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri
sesorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang.
f) Model ketidakberdayaan yang dipelajari ( learned helplessness ),
menunjukkkan bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi
keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil
yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang
respon yang tidak adaptif.
g) Model perilaku, berkembang dari teori belajar sosial, yang
mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan
positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
h) Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang
terjadi selama depresi, termasuk definisi katekolamin, disfungsi
endokri, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik dalam irama
biologis.
b. Stressor Prncetus
Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan ( depresi ) menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), yaitu :
a) Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.
Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan,
maka persepsi seseorang merupakan hal sangat penting.
b) Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai
pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-
masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan
masalah.
c) Peran dan ketegangan peran telah dilaporka mempengaruhi
perkembangan depresi, terutama pada wanita.
d) Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai
penyakit fisik. Seperti infeski, neoplasma, dan gangguan
keseimbangan metabolik, dapat mencentuskan gangguan alam
perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi
dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan. Kebanyakan
penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering disertai depresi.
Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari faktor
predisposisi (teori biologis terdiri dari genetik dan biokimia), dan faktor pencetus (teori
psikososial terdiri dari psikoanalisis, kognitif, teori pembelajaran, teori kehilangan
objek).
6. Faktor –faktor yang menyebabkan depresi pada lanjut usia yang tinggal di
institusi/panti werdha.
Terjadinya depresi pada lanjut usia yang tinggal dalam institusional seperti
tinggal di panti wreda (Endah dkk, 2003) :
a) Faktor Psikologis
Motivasi masuk panti wreda sangat penting bagi lanjut usia untuk
menentukan tujuan hidup dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan
di panti. Tempat dan situasi yang baru, orang0orang yang belum dikenal,
aturan dan nilai-nilai yang berbeda, dan keterasingan merupakan stressor
bagi lansia yang membutuhkan penyesuaian diri. Adanya keinginan dan
motivasi lansia untuk tinggal dipanti akan membuatnya bersemangat
meningkatkan toleransi dan kemampuan adaptasi terhadap situasi baru.
Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalah yang
menarik adalah kekurangan kemampuan dalam beradaptasi secara
psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan
kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stress lingkungan sering
menyebabkan depresi. Hubungan stress dan kejadian depresi seringkali
melibatkan dukungan social (social support) yang tersedia dan digunakan
lansia dalam menghadapi stressor. Ada bukti bahwa individu yang
memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup, kurang
mengalami depresi bila berhadapan dengan stress (Billings, et all, 1983;
Samiun, 2006).
Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan selalu
menganggap bahwa hidupnya telah gagal karena harus menghabiskan sisa
hidupnya jauh dari orang-orang yang dicintai mengakibatkan lansia
memandang masa depan suram dan selalu menyesali diri, sehingga
mempengaruhi kemampuan lansia dalam beradaptasi terhadap situasi baru
tinggal di institusi.
b) Faktor Psikososial
Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social
dan dukungan social mengakibatkan penyesuaian diri yang negative pada
lansia. Menurunnya kepasitas hubungan keakraban dengan keluarga dan
berkurangnnya interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat
menimbulkan perasaan tidak berguana, merasa disingkirkan, tidak
dibutuhkan lagi dan kondisi ini dapat berperan dalam terjadinya depresi.
Tinggal di institusi membuat konflik bagi lansia antara integritas,
pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan social
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan
mempertahankan kepuasan hidup dan self-esteemnya sehingga mudah
terjadi depresi pada lansia (Stoudemire, 1994).
Kemampuan adaptasi dan lamanya tinggal dipanti mempengaruhi
terjadinya depresi. Sulit bagi lansia meninggalkan tempat tinggal lamanya.
Pada lansia yang harus meninggalkan rumah tempat tinggal lamanya
(relokasi) oleh karena masalah kesehatan atau social ekonomi merupakan
pengalaman yang traumatic karena berpisah dengan kenangan lama dan
pertalian persahabatan yang telah memberikan perasaan aman dan
stabilitas sehingga sering mengakibatkan lansia merasa kesepian dan
kesendirian bahkan kemeorosotan kesehatan dan depresi (Friedman,
1995).
Pekerjaan di waktu muda dulu yang berkaitan dengan peran social
dan pekerjaannya yang hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan
tinggal di institusi mengakibatkan hilangnya gairah hidup, kepuasaan dan
penghargaan diri. Lansia yang dulunya aktif bekerja dan memiliki peran
penting dalam pekerjaannya kemudian berhenti bekerja mengalami
penyesuaian diri dengan peran barunya sehingga seringkali menjadi tidak
percaya dan rendah diri (Rini, 2001).
c) Faktor Budaya
Perubahan social ekonomi dan nilai social masyarakat,
mengakibatkan kecenderungan lansia tersisihkan dan terbengkalai tidak
mendapatkan perawatan dan banyak yang memilih untuk menaruhnya di
panti lansia (Darmojo & Martono, 2004). Pergeseran system keluarga
(family system) dari extendend family ke nuclear family akibat
industrialisasi dan urbanisasi mengakibatkan lansia terpinggirkan. Budaya
industrialisasi dengan sifat mandiri dan individualis menggangap lansia
sebagai “trouble maker” dan menjadi beban sehingga langkah
penyelesainnya dengan menitipkan di panti. Akibatnya bagi lansia
memperburuk psikologisnya dan mempengaruhi kesehatannya.
Tinggal di panti wreda harusnya merupakan alternative yang
terakhir bagi lansia, karena tinggal dalam keluarga adalah yang terbaik
bagi lansia sesuai dengan tugas perkembangan keluarga yang memiliki
lansia untuk mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan dan
mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi (Duvall, 1985 yang dikutip
oleh Friedman, 1998).
7. Skala Pengukuran Depresi pada Lansia
Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap
lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai
dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus
dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat
dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia.
Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan di berbagai
tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression
Scale (GDS).
Alat ini diperkenalkan oleh Yesavage pada tahun 1983 dengan indikasi
utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak
memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS ini
memiliki sensitivitas 84 % dan specificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini
correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin
pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS
menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab
“ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-10
menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak
mencakup hal-hal somatic yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood
lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan
depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang
membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi
secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan.
Pernyataan Unfavorable, jawaban “tidak” diberi nilai 1 dan jawaban “ya”
diberi nilai 0.
Assasment Tool geriatric depressions scale (GDS) untuk mengkaji depresi
pada lansia sebagai berikut:
No. Pernyataan Ya Tidak
1) Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan kehidupannya?
2) Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau kesenangan
akhir-akhir ini?
3) Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup
ini?
4) Apakah bapak/ibu sering merasa bosan?
5) Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik di masa
depan?
6) Apakah bapak/ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang menganggu
terus menerus?
7) Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat?
8) Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada
anda?
9) Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?
10) Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa?
11) Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah?
12) Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada keluar dan
mengerjakan sesuatu?
13) Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa depan?
14) Apakah bapak/ibu akhir0akhir ini sering pelupa?
15) Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini
menyenangkan?
16) Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa?
17) Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini?
18) Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa
lalu?
19) Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan?
20) Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang
baru?
21) Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?
22) Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada
harapan?
23) Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya
daripada bapak/ibu?
24) Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele?
25) Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?
26) Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi?
27) Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi hari?
28) Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social?
29) Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat sesuatu keputusan?
30) Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam memikirkan sesuatu
seperti dulu?
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang cukup
sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor
penyebab dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh orang usia
lanjut. Di lain pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan
namun hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan
secara fisik dan psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti
semula.
4.2 Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan
komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada
lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek
yang lain, olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan
psikososial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat
jasmani dan rohani.
DAFTAR PUSTAKA
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC
Muhibbinsyah. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mi Ja Kim, Gertrude K. McFarland, Audrey M. McLane, Diagnosa Keperawatan, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1994
- Potter & Perry, Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005