Anda di halaman 1dari 23

TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA

PARAMETER KUALITAS BATUBARA

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Ayuni Lestari (061740411837)
Destry Nadia Putri (061740411839)
Dyah Carissa Azaria (061740411840)
Ricky Samuel Situmeang (061740411848)
3 EGD

Dosen Pembimbing : Ir. Fatria, M.T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI DIV TEKNIK ENERGI
POLITEKNIK NEGEI SRIWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun Panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas
kehendak-Nyalah makalah Kimia Organik yang berjudul “Parameter Kualitas Batubara”
ini dapat diselesaikan.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak mengalami
kesulitan, karena referensi yang didapatkan oleh penyusun merupakan rekomendasi
langsung dari dosen mata kuliah yang bersangkutan, hal ini tidak meminimkan
pengetahuan para penyusun dalam penyelesaian makalah. Selain itu, penyusun pun
mendapatkan berbagai bimbingan dari beberapa pihak yang pada akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan para
pembaca tentang Parameter Kualitas Barubara.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah kimia
organik yaitu Ibu Ir. Fatria, M.T. yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyusun makalah ini dengan baik. Dan pada Akhirnya kepada Allah jualah
penyusun mohon taufik dan hidayah, semoga usaha kami mendapat manfaat yang baik.
Serta mendapat ridho Allah SWT. Aamiin ya rabbal alamin.

Palembang, November 2018

Penyusun
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.............................................. i
DAFTAR ISI............................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Batubara ( English : Charcoal ) adalah salah satu batuan sedimen yang
terbentuk dari tumbuh-tumbuhan ataupun jasad renik organik yang membusuk
selama bertahun-tahun hingga terjadi proses pengerasan dan membentuk senyawa
kimia kompleks yang terdiri dari unsur Karbon, Hidrogen, oksigen, Nitrogen dan
Belerang.
Beberapa kimiawan memberikan rumus kimia untuk batubara yaitu
C137H97O9NS. Batubara juga termasuk sumber daya alam yang melimpah dan
mudah diperoleh karena batubara berasal dari pembusukan tumbuhan dan jasad
organik yang jumlahnya tidak terhitung sehingga dapatk dikatakan bahwa batubara
termasuk sumber energi fosil yang cukup potensial dan murah meskipun
keberadaanya kini semakin berkurang karena eksploitasi yang berlebihan.
Batubara juga tidak memiliki pengaruh langsung terhadap perekonomian
masyarakat karena pemanfaatanya sendiri masih bergantung pada industri-industri
penambangan batubara di indonesia dan masyarakat indonesia belum sepenuhnya
memanfaatkan batubara sebagai sumber energi, selain itu masyarakat lebih sering
menggunakan kayu bakar ataupun bahan bakar fosil seperti minyak tanah sebagai
komoditas utama.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan silabus yang diberikan, rumusan masalah yang akan dibahas
adalah Parameter Kualitas Batubara.

1.1 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah kimia organik dan memahami materi tentang parameter kualitas batubara
secara lebih mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ARTI PENTING KUALITAS BATUBARA


Salah satu tahapan penting dalam rangkaian proses eksploitasi dan produksi
batubara adalah memahami benar tipikal batubara dalam hal kualitasnya. Mengingat
biaya eksploitasi yang mahal, kita harus memperhitungkan aspek ekonomis. Hanya
batubara dengan kualitas yang bagus dan seam-nya (lapisan) tebal akan menjadi titik
target untuk ditambang.
Demikian juga dalam rangkaian proses produksi yang pada ujungnya akan
berhubungan dengan marketing dimana customer/buyer (pembeli) kita akan membeli
produk batubara dengan parameter kualitas tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Dengan demikian kualitas batubara merupakan faktor yang sangat penting selain
aspek besar cadangan dan lain-lain. Kualitas batubara ditentukan berdasarkan hasil
analisis terhadap beberapa parameter kualitas batubara seperti pada tabel berikut :
DASAR
NO PARAMETER KETERANGAN
PELAPORAN
Terdiri dari :
Total Moisture
1. Ar  Air bebas (surface moisture)
(kandungan air total)
 Air bawaan (inherent moisture)
Dasar data yang memberikan tentang
tipe batubara. Jumlah totalnya = 100
%
 Ash, berasal dari mineral matter
dalam batubara, bila dilakukan
Analisis Proksimat
oksidasi/pembakaran maka akan
 Inherent Moisture
diperoleh sisa pembakaran yang
 Ash (kandungan abu)
berupa abu.
2.  Volatile Matter Ad
 Zat terbang, terdiri atas gas-gas
(kandungan zat terbang)
yang mudah terbakar seperti H2,
 Fixed Carbon (karbon
CO, CH4, CO2 & H2O.
tertambat)
 Fixed Carbon (karbon tertambat),
adalah kadar karbon yang
terdapat dalam batubara yang
merupakan unsure utama dalam
pembakaran.
Menggambarkan nilai dari batubara
sebagai bahan bakar. Juga dinyatakan
3. Calorivic Value (nilai kalor) Ad
dalam Btu/lb dan Kcal/kg
1MJ/kg = 430 Btu/lb = 239 Kcal/kg
4. Total Sulfur Ad Total Sulfur, adalah jumlah
kandungan sulfur dalam batubara,
yang merupakan zat pencemar. 3
jenis sulfur dalam batubara : Pyritic
Sulfur (FeS2), Organic Sulfur dan
Sulphat (kalsium sulfat & besi sulfat)
Selalu ditunjukkan oleh analisis Ad
Analisis Ultimat sample dan hasilnya dihitung ke
 Carbon Dmmf dengan koreksi air dan
 Hydrogen mineral pengotor (mineral matter)
5.  Oksigen Dmmf dari sampel.
 Nitrogen Jumlahnya 100 %
 Sulfur Kandungan H & N sangat penting
 CO2 dalam perkiraan dari gross calorific
value
Analisisi Abu
 SiO2
 Al2O3
 Fe2O3
Penting dalam memperkirakan
 TiO2
perilaku abu, biasanya dalam
 Mn3O4
6. Total Abu mengidentifikasi tidak selalu unsur
 CaO
yang berkonsentrasi tinggi yang
 MgO
menjadi masalah dalam pemanfatan
 Na2O
 K2O
 P2O5
 SO3
AFT, menggambarkan sifat softening
(melunak) dan sifat melting
(meleleh) dari batubara jika
AFT, o (Ash Fusion dipanaskan. Dinyatakan dalam
Temperature) derajat batubara akan melunak dan
 ISO – A (IDT) meleleh.
7. ST Ad AFT rendah <1300 oC. AFT tinggi
 ISO – B (HT) >1300 oC
 ISO – C (FT) Penting dalam memperkirakan
perilaku abu secara normal
pengukuran dibawah kondisi oksidasi
maupun reduksi

Memberikan informasi
kecenderungan dari sulfur selama
benefisiasi/ pemanfatan dan hasil
8. Bentuk dari Sulfur Ad
sulfur selam pembakaran dan
karbonisasi
Jumlahnya = persentase total sulfur
Trace Element
 Arsenic
 Boron Pengotor bawaan, yang
9. Ad
 Chlorine konsentrasinya tidak terlalu tinggi
 Fluorine
 Phosphorus
10. HGI (Hardgrove Ad HGI, merupakan suatu index yang
Grindability Index) menyatakan mudah atau sukarnya
batubara untuk diremuk menjadi
ukuran halus (-200#). HGI >> mudah
diremuk, HGI << sukar diremuk.
Penting dalam perkiraan sifat
ketergerusan.
Penting dalam memperkirakan
11. Abrasion Index
penggunaaan mill
12. FSI (Free Swelling Index)  FSI, merupakan suatu index
13. Roga Index yang menyatakan besarnya
14. Gray King Coke Type pemuaian batubara bila
Dilatometry dipanaskan. Nilainya 0 – 9.
 Softening Temp, oC  Gray King Coke/ Gray King
15.  Resolidifying Temp, oC Assay, merupakan cara
 Max Contraction, % menentukan tipe kokas dari
 Max Dilatation, % batubara bila dilakukan
karbonisasi
 Dilatometry, nilai yang
menunjukkan terjadinya
Plastometry pengembangan & konstraksi
 Max dialdivision/ mm (pengkerutan) batubara apabila
 Temp. initial fluidity dipanaskan pada kondisi
16.
 Temp. max fluidity tertentu.
 Temp. final fluidity Pada dasarnya penting dalam
 Fluidity temp. range mengevaluasi secara rinci sifat-sifat
coking dan caking batubara dan
potensi batubara tersebut untuk
dibuat kokas.

2.2 PARAMETER KUALITAS BATUBARA


1. Total Moisture
Total moisture (TM) adalah moisture yang terkandung dalam
contoh batubara yang diterima di laboratorium, yang mana
menggambarkan kandungan moisture sumber batubara yang diambil
contohnya tersebut. Salah satu penetapannya adalah dengan metode two-
stage determination. Dalam metode ini penetapan dilakukan dengan dua
analisis yang berkaitan. Pertama dilakukan dengan analisis free moisture
kemudian dilanjutkan dengan analisis residual moisture.
Dalam ISO, BS, dan AS : Free moisture adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan persen jumlah air yang menguap dari
contoh batubara yang dikeringkan pada kondisi ruangan (suhu dan
kelembaban ruangan) yang kadang-kadang dibantu dengan hembusan
kipas angin. Pengeringan dilakukan sampai mendapat berat konstan.
Air dry loss adalah istilah yang dipergunakan oleh ASTM untuk
menyebutkan istilah free moisture ini, sedangkan istilah free moisture
dalam ASTM mempunyai pengertian yang berbeda sama sekali. Dalam
ASTM : Free moisture adalah istilah yang dipergunakan untuk
menggambarkan moisture yang terdapat pada permukaan partikel
batubara pada kondisi tertentu yang dalam ISO, BS dan AS
dipergunakan istilah surface moisture.
Residual moisture adalah jumlah persen moisture yang
terkandung pada contoh batubara yang sebelumnya telah dikeringkan
(air dried), baik itu contoh yang telah dihaluskan sampai ukuran partikel
212/250 micron (untuk general analysis), maupun contoh yang telah
digiling sampai ukuran yang lebih kasar, seperti 0.250, 0.850, 2.36, dan
3.00mm.
Hasil analisis free moisture dan residual moisture kemudian
dihitung untuk mendapatkan total moisturenya dengan rumus TM =
FM + RM*(1-FM/100).

2. Analisis Proksimat
Proximate analysis adalah rangkaian analisis yang terdiri dari inherent
moisture, total moisture, ash, volatile matter dan fixed carbon.
a) Inherent Moisture
Inherent moisture disebut juga bed moisture atau in-situ moisture
adalah moisture yang terkandung dalam batubara (dalam molekul
batubara) di lapisan bawah tanah. Untuk mensimulasi kondisi bawah
tanah, yang mempunyai kelembaban relatif 100% sulit untuk dilakukan,
sehingga untuk mengetahui kandungan inherent moisture yang tepat sulit
dilakukan. Sebagai pendekatan dibuatlah suatu tes dengan kondisi
simulasi yang dapat dilakukan di laboratorium. Kondisi tersebut yaitu
kelembaban relatif 96-97% dan suhu 30oC.
Oleh karena adanya perbedaan kondisi tersebut, maka perbedaan antara
hasil analisis dengan inherent moisture yang sebenarnya selalu ada,
terutama pada lower rank coal (batubara derajat rendah) yang kandungan
moisturenya tinggi.
Moisture holding capacity (ISO, BS dan AS) atau equilibrium
moisture (ASTM) adalah analisis untuk menentukan kandungan moisture
tersebut. Hasil pemeriksaan analisis ini, dari laboratorium ke
laboratorium diharapkan konstan, karena contoh sebelum dianalisis
dikondisikan terhadap kondisi standart (suhu 30oC;kelembaban 96-
97%).
Kondisi contoh yang dianalisis sangat menentukan hasil analisis,
oleh karena itu contoh harus sesegar mungkin (tidak boleh teroksidasi).
Antara metode standar ASTM dengan metode standar lainnya (ISO, BS,
dan AS) ada perbedaan pada ukuran partikel contoh yang dipergunakan
untuk analisis. ASTM menggunakan partikel berukuran 1.18 mm,
sedangkan metode standar lainnya menggunakan partikel berukuran -
0.212 mm.

b) Ash
Batubara tidak mengandung ash, tetapi mengandung zat
anorganik berupa mineral. Ash (A) adalah residu anorganik hasil
pembakaran batubara, terdiri dari oksida logam seperti Fe2O3, MgO,
Na2O, K2O, dsb, dan oksida non-logam seperti SiO2, P2O5, dsb.
Penetapan ash merupakan bagian dari analisis proximate. Prinsip dari
penetapan ini ialah sejumlah contoh batubara yang sudah dihaluskan (+1
gram) dibakar pada suhu dengan rambat pemanasan tertentu sampai
didapat residu (abu). Residu yang didapat ditimbang dan dihitung
jumlahnya dalam persen.
Nilai kandungan ash suatu batubara selalu lebih kecil daripada
nilai kandungan mineralnya. Hal ini terjadi karena selama pembakaran
telah terjadi perubahan kimiawi pada batubara tersebut, seperti
menguapnya air kristal, karbondioksida dan oksida sulfur.
c) Volatile Matter
Apabila 1 gram contoh contoh batubara dipanaskan pada kondisi
standar tertentu (suhu 900oC, selama 7 menit dalam furnace khusus)
maka akan ada bagian yang terbakar dan menguap. Bagian yang terbakar
dan menguap tersebut ialah volatile matter (VM) dan moisture. Untuk
mendapatkan nilai %VM, persen bagian yang terbakar dan menguap
tersebut dikurangi %moisture. Analisis ini merupakan bagian dari
penetapan proximate.

d) Fixed Carbon
Fixed carbon adalah nilai total kandungan unsur carbon dalam
suatu contoh batubara. Fixed carbon (FC) merupakan bagian dari
analisis proximate. Nilai FC tidak didapat melalui analisis tetapi melalui
perhitungan (FC = 100 – M – A – VM).

3. Calorivic Value
Calorivic value adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran
contoh batubara di laboratorium. Pembakaran dilakukan pada kondisi standar,
yaitu pada volume tetap dan dalam ruangan yang berisi gas oksigen dengan
tekanan 25 atm.
Selama proses pembakaran yang sebenarnya pada ketel, nilai calorivic
value ini tidak pernah tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama
air, menguap dan menghilang bersama-sama dengan panas penguapannya.
Maksimum kalori yang dapat dicapai selama proses ini adalah nilai net calorivic
value. Calorivic value dikenal juga dengan specific energy dan satuannya adalah
kcal/kg atau cal/g, MJ/kg,Btu/lb.

4. Analisis Ultimat
Ultimate analysis adalah analisis yang memeriksa unsur-unsur zat
organik dalam batubara, seperti karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan oksigen.
Unsur-unsur selain oksigen dapat dianalisis di laboratorium, sedangkan untuk
oksigen sendiri bisa didapat dari perhitungan.
a) Forms of Sulphur
Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pyritic sulphur,
sulphate sulphur dan organic sulphur. Analisis forms of sulphur
dilakukan untuk mengetahui komposisi penyusun sulfur.
Organic sulphur terdapat pada seluruh material carbonaceous dalam
batubara dan jumlahnya tidak dapat dikurangi dengan teknik pencucian
Sulfur dalam bentuk pyritic dan sulphate merupakan bagian dari
mineral-matter yang terdapat dalam batubara yang jumlahnya
kemungkinan masih dapat dikurangi dengan teknik pencucian. Persen
pyritic dan sulphate sulphur didapat melalui analisis di laboratorium,
sedangkan organic sulphur didapat dengan cara mengurangi % total
sulphur dengan pyritic dan sulphate sulphur (S(o) = TS-S(p)-S(s)).
Terdapatnya sulphate sulphur dalam suatu batubara sering dipergunakan
sebagai penunjuk bahwa batubara tersebut telah teroksidasi, sedangkan
pyritic sulphur dianggap sebagai salah satu penyebab timbulnya
spontaneous combustion. Spontaneous combusition adalah proses
terjadinya kebakaran stockpile batubara secara spontan.
Sebelum dilakukan proses pencucian batubara sebaiknya dilakukan
analisis forms of sulphur terlebih dahulu, untuk mengetahui %organic
sulphur-nya. Apabila organic sulphur-nya > 1.00%, kita harus
menyadari bahwa sebaik apapun proses pencucian batubara tersebut,
produknya tetap akan mengandung total sulphur > 1.00% sehingga kita
dapat menentukan apakah proses pencucian batubara efektif untuk
dilakukan atau tidak.

b) Carbonate Carbondioxide
Penetapan carbonate carbondioxide dilakukan untuk
mendapatkan angka yang dapat dipergunakan sebagai pengoreksi hasil
penetapan karbon, sehingga karbon yang dilaporkan hanyalah karbon
organik (organic carbon). Penetapan carbonate carbondioxide tidak
perlu dilakukan pada contoh batubara derajat rendah (brown coal dan
lignite), karena batubara derajat rendah atau lower rank coal bersifat
asam sehingga carbonate carbon-nya akan kosong.

5. Ash Analysis
Salah satu faktor penting pada pemakaian batubara dan kokas dalam
industri adalah sifat mineralnya pada proses pembakaran. Dengan mengetahui
sifat-sifat tersebut, proses pemakaian batubara dapat dirancang sedemikian rupa
sehingga masalah yang mungkin timbul dapat diantisipasi dengan baik, misalnya
masalah penanganan dan pembuangan ash (abu), fly ash (partikel abu halus yang
ikut terbang bersama-sama asap dan sisa pembakaran lainnya), clinker, dan slag
(cairan kerak). Selain itu faktor ini sering juga sering dipergunakan sebagai
arahan dalam memilih bahan bakar batubara yang cocok untuk suatu industri.
Penggambaran sifat ini, secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung
rasio kelompok unsur tertentu yang terkandung dalam batubara, yang mana
kemudian dikenal dengan istilah slagging dan fouling factor.
Slagging adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran batubara
dimana abunya meleleh dan membentuk kerak yang menempel pada dinding
dalam ruang pembakaran dan pada pipa-pipa superheater yang berjarak
renggang, yang sulit untuk dibersihkan sehingga mengakibatkan berkurangnya
penyaluran panas.
Fouling adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran dimana
abu halus yang mengandung sodium menguap bersama-sama sulphur dan
berakibat sama seperti slagging.
Slagging/fouling factor adalah sebuah indeks yang dihitung baik dari
data ash analysis maupun dari data ash fusion temperature yang dapat
memberikan indikasi seberapa jauh kecenderungan batubara tersebut
menimbulkan masalah slagging/fouling selama proses pembakaran.
Ash sebagian besar terdiri dari oksida silikon, aluminium, besi, kalsium,
magnesium, titan, mangan, dan logam alkali. Sebagian di antaranya terikat
sebagai silikat, sulfat, dan posfat. Komposisi ash batubara tidak sama dengan
komposisi mineralnya tetapi dapat menggambarkan komposisi mineralnya.
Total hasil analisis ini harus 100+2%. Hasil analisis seharusnya dilaporkan
dalam basis “Ignited at 800oC”, tetapi banyak orang yang melaporkan hasil
analisis ini tanpa mencantumkan basisnya.
Di pabrik semen, yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar, data
komposisi abu batubara sangat berguna untuk menghitung kontribusi unsur-
unsur yang terdapat dalam abu batubara tersebut terhadap produk semen yang
dihasilkan. Data komposisi abu batubara juga berguna sebagai penunjuk
kemungkinan dipergunakannya abu tersebut sebagai bahan baku produk
sampingan, misalnya batako.
Komposisi ash suatu batubara erat hubungannya dengan ash fusion
temperature-nya. Ash yang mengandung oksida besi, kalsium, magnesium,
natrium, dan kalium yang tinggi umumnya mempunyai ash fusion temperature
yang rendah, sedangkan ash yang mengandung silika, aluminium, dan titan yang
tinggi umumnya mempunyai ash fusion temperature yang tinggi. Namun apabila
kandungan silika tinggi sekali, ash fusion temperature-nya justru rendah.
Contoh abu batubara yang diperlukan untuk ash analysis dengan metode
Atomic Absorption sebanyak 0.400+0.0010 gram (duplo). Untuk mengantisipasi
kemungkinan adanya pengulangan analisis, penyediaan 1.0 gram abu sangatlah
bijaksana. Contoh abu dibuat di laboratorium dengan hati-hati agar abu yang
terbentuk benar-benar telah terabukan dengan baik. Untuk analisis dengan
metode X-Ray Spectometry diperlukan contoh yang lebih banyak.
Tabel V.1
Komposisi Karakteristik
Abu Batubara dan Kokas Inggris
Elemen Rumus Kimia Rentang (%)
Silica SiO2 15 – 55
Alumina Al2O3 10 – 40
Ferric oxide Fe2O3 1 – 40
Calcium oxide CaO 1 – 25
Magnesium oxide MgO 0.5 – 5
Sodium oxide Na2O 0–8
Potassium oxide K2O 0–5
Titanium oxide TiO2 0–3
Manganese oxide Mn3O4 0–1
Sulphate SO3 0 – 12
Phospate P2O5 0–3

6. Ash Fusion Temperature


Ash fusion temperature (AFT) adalah analisis yang dapat
menggambarkan sifat pelelehan abu batubara yang diukur dengan mengamati
perubahan bentuk contoh abu yang telah dicetak berupa kerucut, selama
pemanasan bertahap.
Analisis biasanya dilakukan dengan dua kondisi pemanasan, yaitu
kondisi oksidasi dan kondisi reduksi. Pada kondisi reduksi, pemanasan
dilakukan dalam tabung pembakaran yang dialiri oleh campuran 50% gas
hidrogen dan 50% gas karbondioksida, sedangkan pada kondisi oksidasi
pemanasan dilakukan dalam tabung pembakaran yang dialiri oleh 100% gas
karbondioksida.
Pengamatan sifat pelelehan ini umumnya dilakukan pada suhu 900oC
sampai dengan 1600oC. Pengamatan dicatat dan dilaporkan pada saat contoh abu
meleleh dan berubah menyerupai profil standar yang telah tersedia. Analisis
yang dilakukan pada kondisi oksidasi umumnya mendapatkan hasil yang lebih
tinggi daripada yang dilakukan pada kondisi reduksi. Hal ini tergantung dari
kandungan komponen tertentu dalam abu tersebut, sebagai contoh, komponen
besi oksida yang mempunyai efek pelelehan yang berbeda pada kondisi oksidasi
dengan pada kondisi reduksi.
Apakah itu AFT oksida atau reduksi yang dapat dipakai untuk
memprediksi permasalahan yang mungkin timbul pada suatu instalasi,
tergantung dari bentuk operasi itu sendiri. Sebagai contoh, dalam kasus pabrik
penghasil gas, dimana kondisi reduksi terjadi di ruang pembakaran maka AFT
reduksilah yang cocok untuk dilakukan, sebaliknya pada dasar fixed furnace,
dimana udara pembakaran mengalir dari bawah ke atas, kondisinya ialah
oksidasi, sehingga AFT oksidasilah yang cocok. Dalam kasus pembakaran
pulverized fuel, keadaannya berbeda dan tidak menentu. Pada nyala pembakaran,
sebagian besar kondisinya reduksi, sedangkan di luar nyala pembakaran
kondisinya agak oksidasi tergantung dari banyaknya kelebihan udara yang
dialirkan.
AFT sangat dipengaruhi oleh komposisi abu (ash analysis) apabila :
a. Komposisi abu semakin mendekati Al2O3.2SiO2 (rasio Al2O3/SiO2 = 1 : 1.18)
semakin sulitlah untuk meleleh. Artinya flow temperature-nya tinggi dan
rentang suhu lelehnya tinggi.
b. CaO, MgO, dan Fe2O3 bersifat agak melelehkan sehingga akan menurunkan
AFT terutama apabila mengandung kelebihan SiO2.
c. FeO, Na2O, dan K2O mempunyai kemampuan menurunkan AFT yang sangat
kuat.
d. Kandungan sulfur yang tinggi menurunkan suhu initial deformation dan
memperlebar rentang suhu lelehnya (flow-initial deformation).
Batubara yang abunya memiliki AFT yang tinggi (initial deformation > 1350oC),
sangat cocok dipergunakan pada operasi dengan sistem
penanganan/pembuangan abu berupa padatan kering, sedangkan batubara yang
abunya memiliki AFT rendah (flow<1350oC) sangat cocok dipergunakan pada
operasi dengan sistem penanganan/pembuangan abu berupa lelehan.

7. Trace Element
a) Chlorine
Chlorine adalah salah satu elemen batubara yang dapat
menimbulkan korosi (pengkaratan) dan masalah fouling/slagging
(pengkerakkan) pada ketel uap. Kadar chlorine lebih kecil dari 0.2%
dianggap rendah, sedangkan kadar chlorine lebih besar dari 0.5%
dianggap tinggi. Adanya elemen chlorine selalu bersama-sama dengan
adanya elemen natrium.

b) Phosporus
Adanya phosphorus (posfor) di dalam coking coal sangat tidak
diinginkan karena dalam peleburan baja, phosphorus akan berakumulasi
dan tinggal dalam baja yang dihasilkan. Baja yang mengandung
phosphorus tinggi akan cepat rapuh.
8. Hardgrove Grindability Index
Hardgrove grindbility index (HGI) adalah indeks yang menggambarkan
tingkat kemudahgerusan batubara oleh alat penggerus (pulverizer) di lapangan,
yang proses pembakaran batubaranya menggunakan partikel batubara halus (75
micron) yang biasa disebut dengan pulverized fuel (pf).
HGI tidak bersifat aditif, artinya apabila kita mempunyai dua jenis
batubara yang nilai HGI-nya berbeda, kemudian dicampurkan dengan komposisi
tertentu, nilai batubara tidak bisa dihitung berdasarkan komposisi pencampuran
tersebut. Nilai HGI campuran cenderung ke arah nilai yang lebih kecil.

9. Abrasion Index
Abrasion index adalah indeks yang menunjukkan daya abrasi (kikis)
batubara terhadap bagian dari alat yang dipergunakan untuk menggerus batubara
tersebut (pulverizer) sebelum dipergunakan sebagai bahan bakar. Semakin tinggi
nilai abrasive index suatu batubara semakin tinggi pula biaya pemeliharaan alat
penggerus batubara tersebut.
Suatu batubara disebut abrasive apabila abrasive index-nya 400-600, dan
disebut tidak abrasive apabila abrasive index-nya <10. Coke mempunyai
abrasive index 2500 sedangkan sandstone mempunyai abrasive index 1200.
Batubara yang diinginkan pembeli harus mempunyai abrasive index <200.
Apabila abrasive index-nya > 200, harga batubara tersebut bisa lebih murah atau
bahkan sama sekali ditolak.

10. FSI (Free Swelling Index)


FSI, merupakan suatu index yang menyatakan besarnya pemuaian
batubara bila dipanaskan. Nilainya 0 – 9. FSI menunjukkan sifat pengkokasan
batubara yaitu kecenderungan melelehnya batubara menjadi material yang
mencair dan kemudian mengeras membentuk kokas, jika batubara dipanaskan.
Nilai FSI digunkan untuk menguji batubara yang akan dibuat kokas.

11. Roga Index


Roga index adalah indeks yang didapat dari salah satu tes caking yang
disebut roga test. Tes ini untuk mengukur caking power. Indeks ini
dipergunakan dalam klasifikasi batubara internasional sebagai alternatif dari
crusible swelling number. Indeks ini dapat diperbandingkan dengan perkiraan di
bawah ini.

12. Gray King Coke


Gray-King coke type adalah analisis untuk mengamati coking coal.
Coking adalah sifat yang berhubungan dengan perilaku batubara selama proses
carbonisation (proses pembuatan coke secara komersial) serta sifat coke yang
dihasilkannya. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang lambat yang
lebih mirip dengan tingkat pemanasan pada coke oven.

13. Audibert Arnu Dilatometry


Pada proses karbonisasi, batubara pada awalnya umumnya mengkerut,
kemudian mengembang ketika volatile matter mulai menguap, dan akhirnya
terbentuklah gumpalan kokas. Perubahan volume yang terjadi pada proses ini
sangat penting untuk diketahui, agar penentuan jumlah batubara konsumsi coke
oven dapat dilakukan dengan tepat sehingga prosesnya menjadi aman. Informasi
ini pun penting diketahui dalam proses pencampuran beberapa batubara untuk
operasi pembuatan kokas komersial.
Audibert-Arnu dilatometry adalah alat untuk mengukur perubahan
volume yang terjadi pada proses karbonisasi tersebut.

14. Caking and Coking Analysis Properties


Caking dan coking properties adalah sifat atau perilaku batubara pada
saat dipanaskan serta sifat coke yang terbentuk dari pemanasan tersebut.
Caking adalah sifat yang menggambarkan kemampuan batubara
membentuk gumpalan yang mengembang selama proses pemanasan. Tes ini
dilakukan pada tingkat pemanasan yang cepat. Tes untuk mengukur sifat caking
ini adalah crucible swelling number (disebut juga dengan free swelling index
(ASTM), dan coke button index) dan caking power yang diukur dengan roga test.
Coking adalah sifat yang berhubungan dengan perilaku batubara selama proses
carbonisation (proses pembuatan coke secara komersial) serta sifat coke yang
dihasilkannya. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang lambat yang
lebih mirip dengan tingkat pemanasan pada coke oven. Tes untuk mengukur sifat
coking ini adalah Gray-king coke type, dilatometry (Audibert-Arnu), plastometry
(Gieseler).

2.3 Kualitas Batubara dan Aspek Pemanfaatan


Demikian di atas telah diuraikan secara garis besar parameter kualitas
batubara. Berbicara tentang aspek pemanfaatan, setiap konsumen memiliki standar
kualitas yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhannya.
Jadi sekarang berkembang sudut pandang, kualitas tidak selalu mutlak berbicara
tentang nilai saja tetapi juga kejelian memanfaatkan nilai yang sudah ada dan
menentukan sasaran pasar yang tepat sehingga batubara kita tetap punya nilai jual.
Pada halaman selanjutnya akan diperlihatkan beberapa tabel yang mewakili
beberapa konsumen mengenai parameter-parameter kualitas yang diinginkan.
Kebutuhan akan kualitas batubara antara pabrik semen, pabrik kokas, pembangkit
tenaga listrik dan sebagainya berbeda satu sama lain.
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan
Oleh Pabrik Semen

Parameter Yang Limit Tipikal Keterangan


Diinginkan
Nilai kalori net berkurang. Akan
Total moisture 4–8 max 12 menimbulkan masalah pada
(%-ar)
(max 15) penggilingan dan
Free moisture
rendah max 10 – 12 penanganan. Limit untuk low
(%-ar)
rank coal lebih tinggi.
Pengaruh abu kecil tetapi
kadarnya harus tetap (+2%).
Ash max 20 Komposisi abu harus
< 15
(%-ad) (max 40 – 50) konsisten karena diperlukan
dalam pengaturan
penambahan bahan baku.
Tergantung sistem
Volatile matter
Beragam (max 24) pembakaran tetapi biasanya
(%-dmmf)
fleksibel.
Basis yang diinginkan
Gross Calorivic Value
Beragam (min 21.0) konsumen bermacam-macam
(MJ/kg-ad)
(gross/net, ad/ar).
Tergantung dari kandungan
Total Sulphur
< 2% max 2 – 5 sulfur bahan baku.
(%-ad)
Kadar sulfur clinker < 1.3%
Dalam proses kering,
kandungan chlorine dalam
clinker < 0.03%. Tergantung
Chlorine
Rendah (max 0.1) dari kandungan chlorine
(%-ad)
bahan baku, maksimum
dalam batubara beragam
sampai 0.01%.
P2O5 Kandungan P2O5 dalam
< 2% (max 6 – 8)
Ash analysis (%) clinker < 1%
Tergantung dari kapasitas
Hardgrove grindability Min 50 – 55
Tinggi penggerusan serta jumlah
index (min 40)
produksi yang diinginkan.
Tergantung limit ukuran
Max particle size (mm) 25 – 30 35 – 40 partikel yang dapat diterima
oleh alat penggerus.
Terlalu banyak yang halus akan
menimbulkan masalah pada
Fines content waktu penanganannya terutama
(<0.5mm) 15 – 20 25 – 30 kalau basah,
(%) bahkan total moisture akan lebih
besar apabila terlalu banyak
yang halus.

Catatan : Limit tipikal adalah limit yang pada umumnya diinginkan para
konsumen, angka dalam kurung adalah angka yang menunjukkan limit
pada kasus tertentu.
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan
Oleh Pabrik Kokas

Parameter Yang Limit Tipikal Keterangan


Diinginkan
Akan menimbulkan masalah
Total moisture max 12
5 – 10 pada penggilingan dan
(%-ar) (max 15)
penanganan.
Kandungan abu kokas
Ash max 6 – 8 hendaknya rendah untuk
Rendah
(%-ad) (max 10 – 12) mengurangi kerak pada blast
furnace.
16 – 21 low volatile coal
Volatile matter
Beragam 21 – 26 medium volatile coal
(%-dmmf)
26 – 31 high volatile coal
Kandungan sulfur kokas
hendaknya rendah agar
Total sulphur max 0.6 – 0.8
Rendah penyerapan sulfur oleh pig
(%-ad) (max 1.0)
iron dalam blast furnace
dikurangi.
Phosphorus Phosphorus dalam baja akan
Rendah max 0.1
(%-ad) membuat baja cepat rapuh.
Free swelling index 7–9 min 6
Roga test 60 – 90 min 50
Gray-King coke type G6 – G14 min G4 – G5
Audibert-Arnu 25 – 70 min 20 low volatile coal
dilatometry 80 – 140 min 60 medium volatile coal
max dilatation (%) 150 – 350 min 100 high volatile coal
Gieseler plastometry above 80 min 70 low volatile coal
Fluidity range above 100 min 80 medium volatile coal
(oC) above 130 min 100 high volatile coal
Data caking/coking di atas hanya sebagai penunjuk potensi batubara untuk dibuat kokas. Prediksi
kinerja batubara dalam coke oven yang lebih dapat dipercaya memerlukan tes yang lebih ekstensif.
Prime coking coal adalah batubara yang memenuhi deretan kualitas yang paling atas. Blend coking
coal tidak harus mengikuti deretan kualitas di atas, karena juga tergantung dari batubara yang
dipakai untuk pencampurnya.

Catatan : Limit tipikal adalah limit yang pada umumnya diinginkan para
konsumen, angka dalam kurung adalah angka yang menunjukkan limit pada
kasus tertentu.
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan
Oleh Pembangkit Tenaga Listrik
Limit
Parameter Yang Keterangan
Diinginkan Tipikal
Nilai kalori net berkurang. Akan
Total moisture
max 12 menimbulkan masalah pada
(%-ar) 4–8
(max 15) penggilingan dan
Free moisture rendah
max 10 – 12 penanganan. Limit untuk low
(%-ar)
rank coal lebih tinggi.
Nilai kalori berkurang.
Limit tergantung pada
Ash max 15 – 20
Rendah kemampuan alat dalam
(%-ad) (max 30)
penangananan dan
pembuangan abu.
25 – 30 min 25 Side-fired p.f furnace
Volatile matter
(%-dmmf)
15 – 25 max 25 Down –fired p.f furnace
Basis yang diinginkan
Gross Calorivic Value
Tinggi min 24 – 25 konsumen bermacam-macam
(MJ/kg-ad)
(gross/net, ad/ar).
Limit maksimum tergantung
Total Sulphur max 0.5 – 1.0 peraturan daerah tentang polusi.
(%-ad) Rendah (max 2.0) Inggris 2%,
Jerman 1%, Jepang 0.5%.
Sebagai penunjuk kandungan
Chlorine max 0.1 – 0.3 alkali. Harus rendah untuk
(%-ad) Rendah (max 0.5) mengurangi kecenderungan
terjadinya fouling.
Dry bottom furnace.
Tergantung fleksibilitas dan
Tinggi ISO A min 1200 prosedur operasi alat.
(min 1050)
Ash Fusion temp.
(oxidizing/reducing) Wet bottom furnace.
(oC) Tergantung suhu operasi.
max 1350 Kondisi tanur yang
Rendah ISO C (max 1430) menentukan oxidicing dan
reducing yang diperlukan ash
fusion.
Rendah Yang diinginkan rendah untuk
Nitrogen (%dmmf)
(0.8 – 1.1) mengurangi pembentukan Nox.
Tergantung dari kapasitas
Hardgrove grindability min 50 – 55
Tinggi penggerusan serta jumlah
index (min 45)
produksi yang diinginkan.
Tergantung limit ukuran
Particle size max (mm) 25 – 30 35 – 40 partikel yang dapat diterima oleh
alat penggerus.
Terlalu banyak yang halus akan
menimbulkan masalah pada
Fines content waktu penanganannya terutama
(less than 0.5 mm) 15 – 20 25 – 30 kalau basah,
(%) bahkan total moisture akan lebih
besar apabila terlalu banyak
yang halus.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Batubara ( English : Charcoal ) adalah salah satu batuan sedimen yang
terbentuk dari tumbuh-tumbuhan ataupun jasad renik organik yang membusuk
selama bertahun-tahun hingga terjadi proses pengerasan dan membentuk senyawa
kimia kompleks yang terdiri dari unsur Karbon, Hidrogen, oksigen, Nitrogen dan
Belerang.
Kualitas batubara ditentukan berdasarkan hasil analisis terhadap beberap
parameter kualitas batubara. Parameter kualitas batubara terdiri dari :

 Total Moisture (kandungan air total)


 Analisis Proksimat :
 Inherent Moisture
 Ash (kandungan abu)
 Volatile Matter (kandungan zat terbang)
 Fixed Carbon (karbon tertambat)
 Calorivic Value (nilai kalor)
 Total Sulfur
 Analisis Ultimat :
 Carbon
 Hydrogen
 Oksigen
 Nitrogen
 Sulfur
 CO2
 Analisisi Abu
 AFT, o (Ash Fusion Temperature)
 Trace Element :
 Chlorine
 Fluorine
 Phosphorus
 HGI (Hardgrove Grindability Index)
 Abrasion Index
 FSI (Free Swelling Index)
 Roga Index
 Gray King Coke Type
 Dilatometry
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/100568772/Parameter-Kualitas-Batubara
https://www.academia.edu/8297813/Parameter_Kualitas_Batubara
https://www.scribd.com/doc/129387090/Genesa-Dan-Parameter-Yang-Menentukan-
Kualitas-Batubara
https://www.scribd.com/document/333177817/16-Parameter-Kualitas-Batubara-Anbat

Anda mungkin juga menyukai