Anda di halaman 1dari 9

A.

Prolong Fever

Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah
terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu
hasil reaksi imunologi yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Diduga bahwa pirogen adalah suatu
protein yang identik dengan interleukin – 1. Di dalam hipotalamus, zat ini merangsang pelepasan
asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang dapat langsung
menyebabkan pireksia, Pengaruh pengaturan otonom akan mengakibatkan terjadinya
vasokonstriksi periger sehingga pengeluaran panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu
badan dapat berambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga
mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya ke
permukaan, maka demam bertambah pada seorang pasien. Beberapa tipe demam yang mungkin
kita jumpai antara lain1:
Demam Septik : Pada tipe demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai
keluhan menggigil dan berkeringat. Bila Demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat normal
dinamakan juga demam hektik.
Demam remiten : Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai 2 derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
Demam intermiten : Suhu badan dapat turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi tiap 2 hari disebut demam tersiana, sedangkan bila
terdapat 2 hari bebas demam diantara 2 serangan demam disebut demam kuartana.
Demam kontinyu : Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda melebihi 1 derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia
Demam siklik : Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode
bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.2

Adanya prolong fever dimungkinkan pada beberapa penyakit malaria, leptospira, Lupus
eritematosus sitemik, infeksi dan saluran kemih bagian atas. Pada pasien dalam kasus ini terdapat
demam yang lebih dari 14 hari naik turun tidak ada waktu khusus (malam atau pagi hari), demam
terutama terjadi setelah pasien menggigil. Suhu saat demam + 39oC. Saat tidak demam suhu
pasien + 36oC (mencapai suhu normal). Demam dirasa membaik ketika meminum paracetamol,
namun setelah 6 - 8 jam demam dirasa kembali tinggi oleh pasien. Dan siklus demam ini
meyerupai demam septik namun untuk waktunya tidak terbatas pada malam atau pagi saja.
Demam juga di dukung oleh beberapa gejala tambahan yang mengarahkan ke suatu diagnosis.
Berikut ini merupakan daftar penyakit yang menjadi diagnosis banding pada kasus ini beserta
penjelasannya :
Diagnosis Temuan yang memperkuat diagnosis Temuan yang
Banding menyingkirkan diagnosis
Malaria Pada pasien ini memiliki riwayat tinggal di ICT malaria ditemukan hasil
papua selama 1 tahun, sudah kembali ke yang negative.
jawa selama 3 tahun dan selama tinggal di
Papua suami pasien pernah terkena malaria.
Berdasarkan gejala awal yang ditemukan
pada pasien berupa demam tinggi selama
14 hari yang disertai adanya tanda anemia,
nyeri perut bagian perut kanan atas yang
berkembang menjadi nyeri ulu hati,
muntah, dan splenomegaly (hasil USG)
Leptospira Pada kasus ini pasien memiliki gejala pemeriksaan IgM Leptospira
berupa keluhan demam tinggi sejak + 14 negative
hari SMRS Suhu saat demam + 39oC. Saat
tidak demam suhu pasien + 36oC
(mencapai suhu normal). Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala terutama
dibelakang kepala dan dibelakang mata,
nyeri badan, sendi, mual namun tidak
muntah.
Lupus Pada kasus ini pasien merupakan seorang
hasil pemeriksaan ANA tes
Eritematosus perempuan usia 28 tahun yang merupaan
yang merupakan standar
Sistemik usia produktif memiliki gejala berupa
emas pemeriksaan LES
keluhan demam tinggi sejak + 14 hari
SMRS Suhu saat demam + 39oC. Saat tidak didapatkan hasil 5,5
demam suhu pasien + 36oC mencapai suhu (negative) dan anti dsDNA
normal).Dari hasil pemeriksaa darah rutin didapatkan hasil 23,7
didapatkan hasil trombositopeni (negative).
(67.000),leukositosis (14.200), dan anemia
normositik normokromik (Hb 10,3; Ht
31%; Eritrosit 3,81 jt)
Infeksi Saluran Pada kasus ini pasien memiliki gejala -
Kemih berupa keluhan demam tinggi sejak + 14
hari SMRS Suhu saat demam + 39oC. Saat
tidak demam suhu pasien + 36oC mencapai
suhu normal), mengigil (+).
hasil pemeriksaan sekresi-eksresi yang
keluar pada tanggal 25 oktober 2018 yang
menunjukkan bahwa Epitel tubulus, lekosit,
eritrosit, Kristal, silinder patologi, silinder
hialin, mucus, eritrosit dan bakteri dalam
urin yang meningkat

Berdasarkan table diatas didapatkan bahwa kasus prolong fever pada pasien ini lebih mengarah
kepada diagnosa infeksi saluran kemih.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan keadaan ditemukannya mikrorganisme di dalam


urin dalam jumlah tertentu. Dalam keadaan normal, urin juga mengandung
mikroorganisme, umumnya sekitar 102 hingga 104 bakteri/ml urin. Pasien didiagnosis
infeksi saluran kemih apabila urinnya mengandung lebih dari 105 bakteri/ml (Coyle dan
Prince, 2005).

Penderita infeksi saluran kemih tidak mengalami gejala, namun umumnya mempunyai
gejala yang terkait dengan tempat dan keparahan infeksi. Gejala - gejala dapat terjadi
sendiri-sendiri atau bersamaan dan dapat meliputi berikut ini :
1. menggigil, demam, nyeri pinggang, sering mual dan muntah (biasanya terkait dengan
pielonefritis akut)
2. disuria, sering atau terburu- buru buang air kecil, nyeri suprapubik dan hematuria
yang biasanya terkait dengan sistitis (Schaeffer, 1994).

Beberapa istilah infeksi saluran kemih yang sering dipergunakan di dalam


klinik ialah: (Tessy dkk, 2004).
1. Asymptomatic Significant Bacteriuria (ASB) ialah bacteriuria yang bermakna tanpa
disertai gejala.
2. Bacterial cyititis ialah sindrom yang terdiri dari:
a. sakit waktu kencing
b. sering kencing (siang maupun malam)
c. Abacterial cystitis ( urethra syndrome ) ialah sindrom yang terdiri dari:
sakit waktu kencing, sering kencing tanpa disertai bakteri di dalam kandung kemih.

Dari segi anatomi infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu infeksi
saluran kemih bagian atas dan infeksi saluran kemih bagian bawah. Infeksi saluran kemih bagian
bawah terdiri dari sistitis (kandung kemih), uretritis (uretra), serta prostatitis (kelenjar prostat).
Infeksi saluran kemih bagian atas terdiri dari pielonefritis yaitu infeksi yang melibatkan ginjal
(Coyle dan Prince, 2005).

Infeksi saluran kemih (ISK) dari segi klinik dibagi menjadi:


1. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (simple/ uncomplicated urinary tract infection),
yaitu bila infeksi saluran kemih tanpa faktor penyulit dan tidak didapatkan gangguan
struktur maupun fungsi saluran kemih.
2. Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection), yaitu bila
terdapat hal–hal tertentu sebagai infeksi saluran kemih dan kelainan struktur maupun
fungsional yang merubah aliran urin seperti obstruksi aliran urin ; batu saluran kemih,
kista ginjal, tumor ginjal, abses ginjal, residu urin dalam kandungan kemih (Suwitra dan
Mangatas, 2004)

Secara umum mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih dengan tiga cara yaitu:
1. Asenden yaitu jika masuknya mikroorganisme adalah melalui uretra dan cara inilah yang
paling sering terjadi.
2. Hematogen (desenden), disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada ginjal
yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui peredaran darah.
3. Jalur limfatik, jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik yang
menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang hal ini jarang terjadi (Coyle
dan Prince, 2005).

Gejala klinis infeksi saluran kemih sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi
sebagai berikut: (Tessy dkk,2004).
1. Pasien infeksi saluran kemih bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit
atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak
enak di daerah suprapubik.
2. Pasien infeksi saluran kemih bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise,
mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri dipinggang.

Guna menentukan adanya bakteriuria, artinya infeksi saluran kemih dengan bakteri, sekarang
tersedia beberapa cara diagnosa, yaitu:
1. Tes sedimentasi mendeteksi secara mikroskopis adanya kuman dan lekosit dalam urin
2. Tes nitrit (Nephur R) menggunakan strip mengandung nitrat yang dicelupkan ke urin.
Praktis semua gram negatif dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit, yang tampil sebagai
perubahan warna tertentu pada strip. Kuman-kuman gram-positif tidak terdeteksi
3. Dip-slide test (Uricult) menggunakan persemaian kuman di kaca obyek, yang seusai
inkubasi ditentukan jumlah koloninya secara mikroskopis. Tes ini dapat dipercaya dan
lebih cepat daripada pembiakan lengkap dan jauh lebih murah.
4. Pembiakan lengkap terutama dilakukan sesudah terjadinya residif 1-2 kali, terlebih-lebih
pada infeksi saluran kemih anak- anak dan pria.
5. Tes ABC (Antibody Coated Bacteria) adalah cara imunologi guna menentukan infeksi
saluran kemih yang letaknya lebih tinggi. Dalam hal ini tubuli secara lokal membentuk
antibodies terhadap kuman, yang bereaksi dengan antigen yang berada di dinding kuman.
Kompleks yang terbentuk dapat diperlihatkan dengan cara imunofluoresensi (Tjay dan
Rahardja, 2007).

B. Observasi Ikhterik
Pada pasien ini juga didapatkan adanya tanda ikhterik pada pemeriksaan fisik dan
didapatkan peningkatan bilirubin direk pada hasil permeriksaan laboratorium.
Peningkatan bilirubin direk ini mengindikasikan terjadinya ikhterus dikarenakan adanya
proses hepatal, dimana sesuai teori Ikterus merupakan kondisi dimana terdapat gambaran
klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk
akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Ikterus akan tampak apabila serum bilirubin
>2mg/dL. Dan jika penyebab ikhterus tersebut adalah proses hepatal maka kerusakan sel
hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan
meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan
mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar
bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.

Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:


1. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
- Kelainan sel darah merah
- Infeksi seperti malaria, sepsis.
- Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang berasal
dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan eritroblastosis
fetalis.
2. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang
larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali
kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan
oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan
pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan
berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
3. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk
akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah
akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian
kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan :
hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.

C. Hipokalemia
Pada pasien ini juga didapatkan adanya hypokalemia. Hypokalemia merupakan keadaan
dimana kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/L. ipokalemia merupakan kejadian yang
sering ditemukan di klinik. Terdapat 3 mekanisme terjadinya hipokalemia yaitu
berkurangnya asupan kalium, peningkatan ekskresi kalium melalui ginjal dan traktus
urinarius dan redistribusi kalium dari ekstraseluler ke intraseluler.
Ambilan kalium sel dipicu oleh alkalinemia, insulin, stimulasi beta adrenergik dan santin.
Aldosteron juga mampu mencetuskan ambilan kalium oleh sel setelah konsumsi
makanan.
Asupan kalium yang tidak adekuat dapat disebabkan asupan kalium yang kurang dari 1
gram per hari (25 mmol per hari), deplesi kalium dan hipokalemia akibat ekskresi kalium
ginjal.
Gambaran klinis deplesi kalium sangat bervariasi, dan berat ringannya tergantung derajat
hipokalemia. Gejala jarang terjadi kecuali kalium kurang dari 3 mEq/L. Mialgia,
kelemahan atau kram otot ektremitas bawah merupakan keluhan yang sering.

D. Anemia Normositik Normokromik

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan juga hasil eritrosit, hemoglobin, dan
hematokrit yang rendah pada pasien ini dengan MCV dan MCH yang normal yang
menunjukkan terjadinya anemia normositik normokromik pada pasien ini.

Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin yang
beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin,
hitung eritrosit dan hematocrit.13

Untuk menjabarkan definisi anemia diatas maka perlu ditetapkan batas hemoglobin
yang kita anggap anemia. Batas ini disebut cut off point, yang sangat dipengaruhi oleh :
umur, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut. Batas yang umum
dipakai ialah kriteria WHO tahun 1968. Dinyatakan anemia bila : 14
- Laki dewasa : Hb < 13 g/dl
- Perempuan dewasa tak hamil : Hb < 12 g/dl
- Perempuan hamil : Hb < 11 g/dl
- Anak umur 6-14 tahun : Hb < 12 g/dl
- Anak umur 6 bulan-6 tahun : Hb < 11 g/dl
Sedangkan untuk alasan praktis kriteria klinis dirumah sakit di Indonesia pada umumnya :
- Hb < 10 g/dl
- Ht < 30 %
- Eritrosit < 2,8 juta/mmk Pada pasien ini didapatkan jumlah Hb 7,7 gr%,
Ht 24,3%, jumlah eritrosit 3,07 jt/mmk maka dapat dikategorikan sebagai pasien anemia.

Patofisiologi dan Gejala Anemia


Anemia timbul karena :
a. Anoksia organ target, karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah
ke jaringan menimbulkan gejala pada organ yang terkena.
b. Mekanisme kompesasi tubuh terhadap anemia:
- Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkat enzim 2,3 DPG (2,3
diphospho glycerate)
- Meningkatkan curah jantung
- Redistribusi aliran darah
- Menurunkan tekanan oksigen darah
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,
apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah nilai tertentu. Gejala umum
anemia ini timbul karena: anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya
daya angkut oksigen.
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun
di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: derajat penurunan
hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung paru sebelumnya.
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala yaitu:15 Gejala umum anemia. Gejala
umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta
akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul
pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin <7g/dL. Sindrom anemia terdiri dari
rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
sesak nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, dilihat dari konjunctiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak
spesifik. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan bahwa pasien lemah,
mudah lelah bila beraktifitas, namun tidak didapatkan konjungtiva pucat.

Anda mungkin juga menyukai