Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN

SEORANG PRIA BERUSIA 64 TAHUN DENGAN OTOMIKOSIS


AURICULA SINISTRA

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan


Ilmu Kesehatan THT-KL Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji kasus : dr. Nur Iman Nugroho, Sp.THT-KL

Pembimbing : dr. Muhammad Rizka

Dibacakan oleh : Herna Rizkia A. 22010117220044

Dibacakan tanggal : September2018

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus “Seorang Pria Usia 64 Tahun dengan Otomikosis Aurikula


Sinistra”
Penguji kasus : dr. Nur Iman Nugroho, Sp.THT-KL
Pembimbing : dr. Muhammad Rizka
Dibacakan oleh : Herna Rizkia A. 22010117220044
Dibacakan tanggal : September2018
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan di Bagian Ilmu Kesehatan THT-
KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang, September 2018

Mengetahui

Penguji kasus, Pembimbing,

dr. Nur Iman Nugroho, Sp.THT-KL dr. Muhammad Rizka

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
1.1 Latar belakang ........................................................................................................ 2
1.2 Tujuan ...................................................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
LAPORAN KASUS .......................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 11
3.1 Anatomi Telinga .................................................................................................... 11
3.1.1. Telinga Luar ...................................................................................................... 11
3.1.2 Telinga Tengah ................................................................................................... 11
3.1.3 Telinga Dalam ................................................................................................ 14
3.2 Otomikosis ............................................................................................................. 15
3.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Otomikosis ........................................................ 15
3.2.3 Patofisiologi Otomikosis ................................................................................ 16
3.2.4 Penegakan Diagnosis Otomikosis ................................................................ 17
3.2.5 Penatalaksanaan Otomikosis ........................................................................ 18
BAB IV ............................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
BAB V ................................................................................................................................ 3
PENUTUP.......................................................................................................................... 3
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 3
5.2 Saran .................................................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 4

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Otomikosis adalah infeksi telinga akut, subakut, dan kronik pada epitel
skuamosa pinna dan kanalis auditorius externa yang disebabkan terutama oleh
infeksi jamur. Namun, otomikosis juga dapat terjadi akibat infeksi bakteri
kronis yang menyebabkan turunnya imunitas local sehingga memudahkan
terjadinya infeksi jamur sekunder. Pada kasus dengan adanya perforasi
membrane timpani, jamur juga dapat menyebabkan infeksi pada telinga
tengah.1

Otomokosis terjadi hampir di seluruh penjuru dunia. Diperkirakan 25%


dari kasus infeksi telinga disebabkan karena infeksi jamur, dan kondisi ini
lebih sering terjadi pada daerah yang beriklim hangat dan lembab.2 Umumnya
otomikosis lebih sering dijumpai pada daerah tropis dan sub tropis seperti
Mesir, India, Birma, Pakistan, Bahrain, Israel dan Indonesia. Faktor
predisposisi penyakit ini diantaranya, suhu dan kelembaban lingkungan,
adanya serumen impaksi, penggunaan antibiotik topical dan steroid yang
berlebihan, keadaan imunokompromis, penggunaan alat-alat pembersih
telinga, riwayat penyakit telinga sebelumnya, penggunaan alat bantu dengar,
dan pasien yang telah dilakukan operasi mastoidektomi terbuka. 1

Pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), otomikosis termasuk


dalam level 4A. Level 4A artinya, dokter umum mampu mendiagnosis dan
memberikan terapi sampai tuntas.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah agar mahasiswa kedokteran
mampu menegakkan diagnosis, melakukan penatalaksanaan awal dan melakukan
rujukan yang tepat pada pasien dengan otitis media akut berdasarkan data yang
diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2
1.3 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
proses belajar untuk penegakkan diagnosis, penatalaksanaan awal dan rujukan
yang tepat pada pasien otitis media akut.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.S
Umur : 64 tahun
Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 5 Mei 1954
Jenis Kelamin : Laki-laki
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Brumbungan, Semarang
Pekerjaan : Penjahit
Pendidikan Terakhir : SMA
No. CM : 229062
Masalah Aktif Masalah Pasif
Telinga gatal dan berdengung

ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 27 September 2018 pukul 10.30 WIB di Ruang
Poliklinik THT BKIM

Keluhan Utama:
Nyeri telinga gatal

Perjalanan Penyakit Sekarang:

Sejak + 4 hari yang lalu pasien mengeluhkan gatal pada telinga kirinya,
gatal dirasakan hilang timbul, diperberat saat siang hari dan setelah mandi, gatal
tidak mengganggu aktifitas. Untuk mengurangi gatalnya pasien mengorek
telinganya dengan cotton bud. Pasien juga mengeluhkan cekot-cekot dan

4
berdenging pada telinga kiri sejak 2 hari yang lalu, dan membuat pasien sulit tidur
dengan nyaman. Keluar cairan dari telinga disangkal, gangguan pendengaran
disangkal, telinga terasa penuh (+), gangguan pada hidung maupun tenggorokan
disangkal. Karena keluhan tersebut, pasien memeriksakan diri ke BKIM.

Riwayat Penyakit Dahulu:


– Riwayat alergi disangkal
– Riwayat alergi obat atau makanan disangkal
– Riwayat Diabetes Mellitus dan Hipertensi (+) terkontrol
– Riwayat terkena dermatomikosis (+) (panu)
Riwayat Penyakit Keluarga:
– Riwayat keluarga dengan keluhan yang serupa disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien adalah seorang penjahit, pekerjaan dilakukan di rumah. Tinggal bersama
seorang isti dan kedua anaknya. Pembiayaan kesehatan umum.
Kesan : Sosial ekonomi cukup

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2018 10.30 WIB di Ruang
Poliklinik THT BKIM

Status Generalis

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Composmentis
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg Suhu : 37,5oC (subfebris)
Nadi : 80x/menit RR : 18 x/menit
Aktivitas : Normoaktif
Kooperativitas : Kooperatif
Status gizi : TB: 168cm BB: 64kg
BMI: 22,6 (normal)

5
Kulit : Turgor kulit cukup
Konjungtiva : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Jantung : Tidak diperiksa
Paru : Tidak diperiksa
Hati : Tidak diperiksa
Limpa : Tidak diperiksa
Limfe : Tidak diperiksa

Anggota Gerak : Motorik 55555 55555


55555 55555
Sensorik + +
+ +

Status Lokalis:
Telinga:

Dalam batas normal


Bagian Telinga Telinga kanan Telinga kiri
Hiperemis (-),nyeri ketok (-), Hiperemis (-), nyeri ketok (-),
Mastoid
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Hiperemis (-),fistula (-), abses Hiperemis (-), fistula (-),
Pre-aurikula
(-), nyeri tekan (-) abses (-), nyeri tekan (-)
Hiperemis (-), fistula (-), Hiperemis (-), fistula (-),
Retro-aurikula
abses (-), nyeri tekan (-) abses (-), nyeri tekan (-)
Normotia, hiperemis (+), Normotia, hiperemis (+),
Aurikula
edema (-), nyeri tarik (-) edema (-), nyeri tarik (-)
Serumen (-), edema (-),
hiperemis (-), furunkel (-),
Serumen (-), edema (-),
discharge (-), granulasi (-), di
CAE / MAE hiperemis (-), furunkel (-),
dapatkan hifa berfilamen
discharge (-), granulasi (-)
warna putih (+) dan
akumulasi debris yang

6
menempel pada dinding liang
telinga.
Perforasi (-),warna putih Perforasi (-), warna putih
Membran cemerlang, edem (-), bulging cemerlang, edem (-), bulging
timpani (-), reflek cahaya (+) arah jam (-),reflek cahaya (+) arah jam
5 7

Hidung dan Sinus Paranasal:

Pemeriksaan luar
Inspeksi : simetris (+), deformitas (-),warna kulit
Hidung sama dengan sekitar, allergic crease (-)
Palpasi : Os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
Sinus maksilaris
Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus maksilaris
Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus maksilaris
Sinus frontalis
Sinus Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus frontalis
Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus frontalis
Sinus ethmoidalis
Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus ethmoidalis
Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus ethmoidalis
Rinoskopi Anterior
Sekret Tidak ada sekret Tidak ada secret
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka Konka inferior edem (-) Konka inferior edem (-)
Tumor Massa (-) Massa (-)
Septum Deviasi septum (-)

Tenggorok:

7
Orofaring
Palatum Bombans (-), hiperemis (-)
Arkus Faring Simetris, uvula ditengah
Mukosa Hiperemis (-), granula (-)
Ukuran T1, hiperemis (-), Ukuran T1, hiperemis (-
permukaan rata, kripte ), permukaan rata, kripte
Tonsil
melebar (-), detritus (-), melebar (-), detritus (-),
membran (-) membran (-)
Peritonsil Abses (-), hiperemis (-)
Nasofaring (rinoskopi posterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
Laringofaring (laringoskopiindirek) : tidak dilakukan pemeriksaan
Laring (laringoskopiindirek) : tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala dan Leher:


Kepala :Mesosefal
Wajah :Simetris, deformitas (-)
Leher anterior : Pembesaran KGB (-)
Leher lateral : Pembesaran KGB (-)

Gigi dan Mulut:


Gigi-geligi : karies (-), gangren gigi (-), gigi goyang (-)
Lidah : simetris, tidak ada deviasi
Palatum : bombans (-)
Pipi : mukosa buccal: hiperemis (-), stomatitis (-)

RINGKASAN

Seorang laki-laki berusia 64 tahun datang ke Poli THT BKIM dengan


keluhan gatal pada telinga kiri. Sejak + 4 hari yang lalu pasien mengeluhkan gatal
pada telinga kirinya, gatal dirasakan hilang timbul, diperberat saat siang hari dan
setelah mandi, gatal tidak mengganggu aktifitas. Pasien juga mengeluhkan cekot-

8
cekot dan berdenging pada telinga kiri sejak 2 hari yang lalu, dan membuat pasien
sulit tidur.
. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada telinga kiri didapatkan bahwa telinga
luar hiperemis, membrane timpani telinga intak, reflek cahaya (+) arah jam 5,
sedangkan telinga kanan dalam batas normal.

DIAGNOSIS BANDING
1. Otomikosis
2. Otitis eksterna bakterial
DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Otomikosis sinistra

RENCANA PENGELOLAAN
1. Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesis, pemeriksaan fisik (otoskopi)
2. Terapi
- Ear Toilet
- Medikamentosa :
 Kotrimazol cream 1% dioleskan pada lubang telinga
 Asam asetat 2% tetes
3. Pemantauan
- Keadaan umum
- Suhu
- Progresivitas penyakit (Nyeri telinga, penjalaran jamur ke telinga
tengah)
4. Edukasi
- Gunakan obat sesuai petunjuk
- Pasien dianjurkan untuk tidak mengorek-ngorek liang telinga.
- Sebaiknya kedua telinga tidak terkena air dulu. Bila mandi, kedua
telinga ditutup menggunakan kapas.

9
5. Prognosis
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


3.1.1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane
timpani. Daun telinga terbentuk dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, yang tersusun atas tulang rawan pada sepertiga bagian luar dan
tulang pada dua per tiga bagian dalam rangkanya. Panjang saluran telinga luar
kira-kira 2 ½ -3 cm. Kelenjar serumen dan kelenjar rambut banyak ditemukan
pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga.3

Gambar 1. Telinga Luar

3.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah disebut juga dengan cavum timpani. Dilapisi oleh
membran mukosa, topografinya di bagian medial dibatasi oleh promontorium, di
lateral oleh membrane timpani, di anterior oleh muara tuba Eustachius, di
posterior oleh aditus ad antrum dari mastoid, di superior oleh tegmen timpani
fossa kranii, dan di inferior oleh bulbus vena jugularis. Telinga bagian tengah
berfungsi menghantarkan bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. 4

a. Membran timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki

11
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9
mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm.

Gambar 2.Bagian-bagian Membran Timpani

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars


tensa dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran
timpani dengan permukaan yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan
melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang temporal. Pars
tensa terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu: lapisan pertama epidermis di lateral
yang merupakan suatu epitel skuamosa berlapis, kedua, lapisan tengah atau
lamina propria, dengan serat radier ke luar dan sirkuler ke dalam dan ketiga,
mukosa medial yang merupakan selapis sel yang tebal. Pars flaksida terletak
dibagian atas dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan
yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior
(lipatan belakang).5

b. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan rongga yang dibatasi oleh membran timpani di
bagian lateral dan di bagian medial oleh promontorium. Pada bagian superior
kavum timpani dibatasi oleh tegmen timpani dan di inferior oleh bulbus jugularis
dan nervus fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, terdapat satu saluran yang

12
disebut aditus, berfungsi sebagai penghubung kavum timpani dengan antrum
mastoid melalui epitimpanum.
Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke
nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan
inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
epitimpanum, mesotimpanum, dan hipotimpanum. Epitimpanum merupakan
bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani.
Sedangkan mesotimpanum merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas
bawah membran timpani. Hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang
terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum
timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel) yaitu maleus, inkus dan
stapes.

Gambar 2. Bagian-bagian Cavum Timpani

c. Tuba eusthachius
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani,
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian
yaitu: bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian)
dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3

13
bagian). Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani.6
Tuba biasanya dalam keadan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen
diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan, dan
menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot tensor veli palatine apabila
perbedaan antara 20-40 mmHg. Gangguan fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa
hal, seperti tuba terbuka abnormal, myoklonus palatal, palatoskisis, dan obstruksi
tuba.
Tuba Eustachius berkembang hingga mencapai ukuran seperti dewasa pada
usia 7 tahun dengan panjang sekitar 36 mm, sedangkan pada bayi sekitar 18 mm.
Pada orang dewasa, tuba Eustachius membentuk sudut 45° terhadap bidang
horizontal, sedangkan pada bayi bervariasi dari horizontal hingga membentuk
sudut sekitar 10° terhadap bidang horisontal serta tidak membentuk sudut pada
istmus tetapi menyempit. Sudut yang menghubungkan antara tensor veli palatini
dan kartilago bervariasi pada bayi, sedangkan relatif stabil pada dewasa.

Gambar 3. Struktur Tuba Eustachius

3.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfe skala timpani
dengan skala vistibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap. Pada irisan melintang, koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala vestibule dan skala
timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala

14
vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli, sednagkan dasar skala media adalah
membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ corti.

3.2 Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi telinga akut, subakut, dan kronik pada epitel
skuamosa pinna dan kanalis auditorius externa yang disebabkan terutama oleh
infeksi jamur. Namun, otomikosis juga dapat terjadi akibat infeksi bakteri kronis
yang menyebabkan turunnya imunitas lokal sehingga memudahkan terjadinya
infeksi jamur sekunder. Pada kasus dengan adanya perforasi membrane timpani,
jamur juga dapat menyebabkan infeksi pada telinga tengah.

3.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Otomikosis

Berdasarkan data, 80% kasus otomikosis disebabkan oleh infeksi


Aspergillus, selain itu Candida juga termasuk jamur yang paling sering
menyebabkan otomikosis, selain itu terdapat juga jamur pathogen yang dapat
menyebabkan otomikosis termasuk diantaranya adalah Phycomycetes,
Rhizopus, actinomyces, and Penicillium.
Faktor risiko Otomikosis sebagai berikut :
 Kelembaban
Saluran telinga mudah terinfeksi karena gelap dan hangat, sehingga pada
keadaan kelembaban yang tinggi dan cuaca yang panas dapat
memudahkan terjadinya pertumbuhan dan proliferasi bakteri dan jamur
dalam saluran telinga. Hal ini terutama terjadi di daerah tropis dan
subtropis.
 Pasien imunokompromis
Pada pasien dengan imunokompromis, infeksi jamur menjadi lebih mudah
terjadi karena sistem imun pasien tidak mampu melindungi tubuhnya.
 Penggunaan jangka panjang tetes telinga antibiotic
Keadaan normal telinga dan sel epitel mukosa saluran telinga dapat
mengalami perubahan akibat penggunaan jangka panjang tetes telinga
antibotik, sehingga memudahkan terjadi pertumbuhan dan proliferasi

15
jamur. Perubahan tersebut juga dapat mengakibatkan flora normal dalam
saluran telinga berubah menjadi patologis.
 Perenang
Jika terlalu banyak air masuk ke dalam saluran telinga, misalnya saat
berenang, terutama di air yang mengandung klorin atau membersihkan
telinga dengan air pada saat mandi akan memudahkan jamur bertumbuh
dan berproliferasi karena air tersebut meningkatkan kelembaban,
meningkatkan pH dan membersihkan serumen yang melengket pada
mukosa saluran telinga yang pada keadaan normal sebenarnya berfungsi
melindungi dan mempertahankan mukosa saluran telinga. Dengan
demikian, perenang sebaiknya menggunakan ear plug atau penyumbat
telinga pada saat berenang.
 Terlalu sering membersihkan telinga
Terlalu sering membersihkan telinga menggunakan cotton bud dapat
mengakibat trauma lokal pada saluran telinga sehingga memudahkan
terjadinya infeksi, pertumbuhan dan proliferasi bakteri dan jamur.

3.2.3 Patofisiologi Otomikosis


Patofisiologi otomikosis berkaitan dengan anatomi, fisiologi dan
histologi kanalis akustikus eksterna. Kanalis akustikus eksterna adalah
sebuah saluran atau kanal dengan panjang rata-rata 2,5 cm dan lebar rata-
rata 7,9 mm pada orang dewasa. Saluran atau kanal ini berbentuk silinder
dan dilapisi dengan epitel berlapis gepeng bertanduk hingga ke bagian luar
membrana timpani. Bagian depan dari resesus membrana timpani, hingga
isthmus sering menjadi tempat akumulasi debris keratin dan serumen yang
sulit dibersihkan. Serumen memiliki suatu zat antimikotik, bakteriostatik
dan insect repellent. Serumen terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam
amino bebas, mineral, lisosim, imunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh.
Asam lemak tak jenuh rantai panjang yang terdapat pada kanalis akustikus
eksterna yang normal dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Komposisi
hidrofobik ini memungkinkan serumen berperan dalam mengeluarkan air

16
dari kanalis akustikus eksterna, serta membuat permukaan kanalis tidak
permeabel, mencegah maserasi dan kerusakan epitel.
Flora normal atau komensal yang terdapat di dalam kanalis akustikus
eksterna diantaranya, Staphylococcus epirdemidis, Corynebacterium sp,
Bacillus sp, Gram positive cocci (Staphylococcus aureus, Streptococcus sp,
non-pathogenic micrococci), Gram negative bacilli (Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Hemophilus influenza, Morazella catarrhalis,
etc) dan jenis jamur miselia dari genus Aspergillus dan Candida sp. Flora
normal atau komensal ini tidak bersifat patogen apabila lingkungan kanalis
aksutikus eksterna dan keseimbangan antara bakteri dan jamur tetap terjaga.
Faktor – faktor yang berperan dalam perubahan lingkungan kanalis
akustikus eksterna yang kemudian mengakibatkan jamur saprofit menjadi
patogen, diantaranya faktor lingkungan (suhu dan kelembaban), perubahan
pada epitel kanalis akustikus eksterna akibat dermatitis atau trauma mikro,
peningkatan pH, penurunan kualitas dan kuantitas serumen, faktor sistemik
(imunokompromis, neoplasma, diabetes melitus, penggunaan antibiotik
lama, agen sitostatik dan kortikosteroid), riwayat otitis eksterna bakteri atau
otitis media supuratif, dermatomikosis, serta kondisi sosial.

3.2.4 Penegakan Diagnosis Otomikosis


Penegakan diagnosis pada otomikosis diawali dengan pemeriksaan
lengkap THT yang terutama ditekankan pada pemeriksaan telinga dengan
menggunakan otoskopi. Pemeriksaan THT harus sesuai dengan protokol
yang berlaku. Kamar periksa THT memerlukan sebuah meja alat yang
berisi alat-alat THT (THT set dengan lampu kepala yang arah sinarnya
dapat disesuaikan dengan posisi organ yang akan diperiksa). Disamping
meja harus disiapkan kursi yang dapat diputar, ditinggikan serta dapat
direbahkan sebagai tempat berbaring untuk pasien sesuai dengan posisi
yang diinginkan pada pemeriksaan dan kursi dokter yang juga dapat
berputar yang diletakkan saling berhadapan.
Alat-alat pemeriksaan THT

17
 Telinga : lampu kepala, corong telinga, otoskop, garputala 1 set
 Hidung : spekulum hidung, alat pengait benda asing hidung
 Tenggorok: spatula lidah, kassa, kaca tenggorok, tissue.
Teknik Pemeriksaan
1. Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Pemeriksa menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan
3. Pemeriksa mengatur posisi pasien, duduk berhadapan dengan
pemeriksa dengan posisi lutut bersisian
Pada pemeriksaan dengan inspeksi dan palpasi akan ditemukan
tanda-tanda inflamasi pada kanalis telinga disertai nyeri tekan pada
tragus dan aurikula. Discharge dapat terlihat pada kanal. Pada
pemeriksaan dengan otoskop dapat terlihat kanal yang hiperemis,
sedikit edem dan tampak hifa berfilamen putih dengan titik-titik hitam
yang tumbuh dari permukaan kulit.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
adalah swab telinga dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH. Akan
tampak hifa dan spora pada pemeriksaan mikroskopis. Sedangkan untuk
menentukan spesies yang menginveksi dapat dilakukan kultur.

3.2.5 Penatalaksanaan Otomikosis


Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering,
tidak lembab dan disarankan untuk tidak mengkorek-korek telinga dengan
barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga atau kapas. Liang
telinga harus sering dibersihkan. Pengobatan yang dapat diberikan berupa
larutan asam asetat 2-5% dalam alcohol yang diteteskan ke dalam liang
telinga dan biasanya dapat menyembuhkan. Larutan timol 2% dalam spiritus
dilutes (alcohol 70%) atau meneteskan larutan burrow 5% satu atau dua
tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberikan
hasil pengobatan yang memuaskan. Dapat juga diberikan Neosporin dan
larutan gentian violet 1-2%. Akhir-akhir ini sering dipakai fungisida topical

18
spesifik, seperti preparat yang mengandung nystatin, ketoconazole,
klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara sistemik.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak
secar komplit mengobati proses dari otomikosis ini, karena agen-agen diatas
tidak menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps
kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan
anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius
eksternus itu sendiri, yakni dengan tidak melakukan maneuver-manuver
pada daerah tersebut, mengurangi paparan dengan air agar tidak menambah
kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat, juga menghindari situasi
apapun yang dapat merubah homeostasis local.

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan sejak + 4 hari yang


lalu pasien mengeluhkan gatal pada telinga kirinya, gatal dirasakan hilang timbul,
diperberat saat siang hari dan setelah mandi, gatal tidak mengganggu aktifitas.
Untuk mengurangi gatalnya pasien mengorek telinganya dengan cotton bud.
Pasien juga mengeluhkan cekot-cekot dan berdenging pada telinga kiri sejak 2
hari yang lalu, dan membuat pasien sulit tidur dengan nyaman. Keluar cairan dari
telinga disangkal, gangguan pendengaran disangkal, telinga terasa penuh (+),
gangguan pada hidung maupun tenggorokan disangkal. Tidak ada keluhan seperti
ini sebelumnya, pasien pernah mengalami dermatomikosis dalam bentuk panu.
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama.

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada telinga kiri didapatkan bahwa telinga


luar hiperemis, membrane timpani telinga intak, reflek cahaya (+) arah jam 5,
sedangkan telinga kanan dalam batas normal.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan kesimpulan bahwa


pasien menderita otomikosis auris sinistra. Otomikosis ditandai dengan adanya
gejala otalgia (nyeri telinga), otorrhea (keluar cairan dari telinga), gangguan
pendengaran, rasa penuh di telinga, telinga gatal, dan tinnitus. Terapi yang
diberikan untuk pasien adalah ear toilet, pemberian salep kotrimazol 1%, dan
asam asetat 2% diteteskan.

2
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada daerah yang beriklim hangat dan lembab seperti pada Indonesia yang
merupakan daerah tropis otomikosis sangat banyak ditemui, karena faktor
predisposisi penyakit ini diantaranya, suhu dan kelembaban lingkungan.
otomikosis termasuk dalam level 4A. Level 4A artinya, dokter umum mampu
mendiagnosis dan memberikan terapi sampai tuntas.

Diagnosis otomikosis pada pasien ini didapat dari anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Dari anamnesis pasien datang dengan keluhan sejak + 4 hari
yang lalu pasien mengeluhkan gatal pada telinga kirinya, gatal dirasakan hilang
timbul, diperberat saat siang hari dan setelah mandi, gatal tidak mengganggu
aktifitas. Untuk mengurangi gatalnya pasien mengorek telinganya dengan cotton
bud. Pasien juga mengeluhkan cekot-cekot dan berdenging pada telinga kiri sejak
2 hari yang lalu, dan membuat pasien sulit tidur dengan nyaman. Keluar cairan
dari telinga disangkal, gangguan pendengaran disangkal, telinga terasa penuh (+),
gangguan pada hidung maupun tenggorokan disangkal. Tidak ada keluhan seperti
ini sebelumnya, pasien pernah mengalami dermatomikosis dalam bentuk panu.
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama.

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada telinga kiri didapatkan bahwa telinga


luar hiperemis, membrane timpani telinga intak, reflek cahaya (+) arah jam 5,
sedangkan telinga kanan dalam batas normal.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan kesimpulan bahwa


pasien menderita otomikosis auris sinistra. Otomikosis ditandai dengan adanya
gejala otalgia (nyeri telinga), otorrhea (keluar cairan dari telinga), gangguan
pendengaran, rasa penuh di telinga, telinga gatal, dan tinnitus. Terapi yang
diberikan untuk pasien adalah ear toilet, pemberian salep kotrimazol 1%, dan
asam asetat 2% diteteskan.

3
5.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis dapat
menyusun makalah lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Edward Y, Irfandy D. Otomycosis. J FK UNAND. 2012;1(2):101–6.


2. Abdelazeem M, Gamea A, Mubarak H, Elzawawy N. Epidemiology,
causative agents, and risk factors affecting human otomycosis infections.
Turkish J Med Sci. 2015;45(4):820–6.

4
3. Djafar, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah dan dalam. Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, penyunting. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi ke-7. Jakarta:
Balai penerbit FKUI;2012.
4. Nugroho P. ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN PERIFER. J
THT-KLVol2,No2. 2011;2(2):6–10.
5. Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J. & Restuti, R. D. Telinga,
Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher. (Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2014).

Anda mungkin juga menyukai