Depresi merupakan kelainan yang sering ditemukan, dengan prevalensi 5-10% di
Fasilitas Kesehatan Primer. Gangguan ini menempati peringkat ke-4 sebagai penyebab disabilitas diseluruh dunia, dan diperkirakan akan menempati peringkat ke-2 ditahun 2020. Prevalensi gejala depresif sekitar 30% pada populasi umum dengan kecenderungan pada wanita sebanyak 2 kali lipat dibandingkan pada laki-laki.1 Menurut PPDGJ III, depresi dapat diklasifikasikan menjadi episode depresi tunggal (ringan, sedang, berat, lainnya, dan yang tak tergolongkan [YTT]) serta gangguan depresif berulang.2 Sedangkan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder V (DSM-V) pasien yang mengalami hanya episode depresif dikatakan mengalami gangguan depresif berat dan diklasifikasikan menjadi gangguan depresif berat episode tunggal dan rekuren.2 Depresi dapat menimbulkan gejala somatisasi, dan gangguan somatisasi dapat menyebabkan depresi. Somatisasi adalah gangguan psikis yang menyebabkan gangguan fisik. Pendek kata, somatisasi adalah istilah umum yang menggambarkan adanya gejala medis dijelaskan dan menyiratkan komponen psikologis dengan gejala adalah penyakit fisik yang disebabkan oleh pikiran negatif dan/atau masalah emosi. Perlu diketahui bahwa pikiran dapat menyebabkan gejala fisik. Sebagai contoh, ketika seseorang takut atau cemas dapat memacu detak jantung yang cepat, jantung berdebar, merasa sakit, gemetar (tremor), berkeringat, mulut kering, sakit dada, sakit kepala, dan bernafas cepat. Gejala-gejala fisik tersebut melalui saraf otak mengirim impuls tersebut ke berbagai bagian tubuh, dan pelepasan adrenalin ke dalam aliran darah.3,4