Anda di halaman 1dari 7

KENALI BAHAYA KEMASAN PLASTIK

Produk pangan memerlukan kemasan agar dapat dipasarkan dan


didistribusikan secara luas, mempermudah konsumen untuk mengenali serta
membawanya, memperpanjang masa simpan serta mempertahankan citarasa dan
kerenyahan. Kemasan pangan digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus
pangan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan makanan
dan bahan pangan, disamping itu kemasan pangan juga mempunyai berbagai
fungsi lain, diantaranya untuk menjaga pangan tetap bersih serta mencegah
terjadinya kontaminasi mikroorganisme; menjaga produk dari kerusakan fisik;
menjaga produk dari kerusakan kimiawi (misalnya kelembaban/uap air),
memberikan informasi mengenai produk pangan dan instruksi cara penyimpanan
yang baik maupun cara memasak sertanilai gizi pada label.

Dalam memilih jenis kemasan, faktor keamanan penting dipertimbangkan.


Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan banyak dipergunakan dengan
pertimbangan keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah
mengikuti bentuk pangan yang dikemas; berbobot ringan; tidak mudah pecah;
bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka
warna, dapat diproduksi secara massal, harga relatif murah dan terdapat berbagai
jenis pilihan bahan dasar plastik. Kemasan yang paling sering dijumpai saat ini
adalah plastik dan styrofoam.

Dalam dua dasarwarsa terakhir, kemasan plastic merebut pangsa pasar


kemasan dunia, mengungguli kemasan kaleng dan gelas, mendominasi industri
makanan di Indonesia dan kemasan luwes (fleksibel) menempati porsi 80%.
Jumlah plastik yang digunakan untuk mengemas, menyimpan dan membungkus
makanan mencapai 53% khusus untuk kemasan luwes, sedangkan kemasan kaku
sudah mulai banyak digunakan untuk minuman.

Bahan kemasan plastik tersusun dari polimer-polimer, berasal dari bahan mentah
berupa monomer, selain itu juga mengandung bahan aditif yang diperlukan untuk
memperbaiki sifat fisiko kimia plastik tersebut, dan disebut komponen non plastik.
Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi
ringan, inert, tidak berkarat. dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi
warna. Aspek negatif kemasan plastik adalah bila monomer-monomer bermigrasi
ke dalam bahan makanan yang dikemas, yang merupakan bagian yang berbahaya
bagi manusia karena bersifat karsinogenik, sehingga makanan yang dikonsumsi
tidak memenuhi kaidah keamanan pangan atau Food Safety.

Jenis plastik tertentu (misalnya PE, PP, PVC) tidak tahan panas, berpotensi
melepaskan migran berbahaya yang berasal dari sisa monomer dari polimer
sehingga merupakan kelemahan dalam pemilihan kemasan plastik apabila tidak
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keamanan pangan, dan plastik
merupakan bahan yang sulit terbiodegradasi sehingga dapat mencemari
lingkungan.

Pada penjual makanan jajanan (street food), penggunaan kantung kresek seringkali
dilakukan dengan tidak tepat, akibat kurangnya pengetahuan bahwa bahan
dasarnya berasal dari daur ulang berbagai jenis plastik, sehingga penggunaannya
untuk pembungkus makanan dalam keadaan panas, seperti bakso kuah panas,
bakmi kuah panas, bubur panas, gorengan panas, sehingga suhu yang relative
tinggi akan membantu migrasi bahan kimia plastik ke dalam makanan.
Bagi yang suka memanaskan makanan dengan microwave, wadah plastik untuk
memanaskan lauk, apabila tidak memenuhi syarat food grade, maka monomer-
monomer plastik akan bermigrasi danikut bercampur dengan makanan dan
memberikan efek karsinogenik.

Migrasi merupakan perpindahan yang terdapat dalam kemasan ke dalam bahan


makanan, dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu luas permukaan yang kontak dengan
makanan; kecepatan migrasi; jenis bahan plastik dan suhu serta lamanya kontak.
Mc. Gueness melaporkan bahwa semakin panas bahan makanan yang dikemas,
semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan. Salah
satu zat aditif adalah dioktil ptalat (DOP). DOP menyimpan zat benzen suatu
larutan kimia yang sulit dicerna dalam saluran pencernaan manusia.

Benzen juga tidak bisa dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya zat ini
semakin lama semakin menumpuk dan terbalut oleh lemak tubuh, bisa memicu
munculnya penyakit kanker. Hasil penelitian aditif plastik dibutil ptalat (DBP) dan
DOP pada PVC termigrasi cukup banyak ke dalam minyak zaitun, minyak jagung,
minyak biji kapas dan minyak kedelai. DOP merupakan aditif yang populer
digunakan dalam proses plastisasi. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai
50-60% dari total produksi plasticizer. DOP juga memberikan viskositas yang
stabil pada saat aplikasinya pada PVC. Lebih dari itu, harga DOP paling murah di
antara sekitar 300 plasticizer yang dikembangkan, karena proses sintesanya
sederhana dan bahan baku industri petrokimia yang berlimpah.

Disamping plastik, styrofoam atau plastik busa juga sedang banyak digunakan
untuk kemasan makanan terutama untuk makanan cepat saji. Keunggulan plastik
dan styrofoam yang praktis dan tahan lama merupakan daya tarik yang cukup kuat
bagi para penjual maupun konsumen makanan untuk menggunakannya
Pemakaian styrofoam sebagai kemasan atau wadah makanan memang dengan
mempertimbangkan beberapa kelebihan styrofoam, seperti mampu mencegah
kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang, mampu
mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, serta
mempertahan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, ringan.

Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan
bahwa residustyrofoam dalam makanan sangat berbahaya, dapat
menyebabkan endokrin disrupter (EDC), penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia
karsinogen dalam makanan. Hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan sejak
tahun 1930-an, diketahui bahwa stiren, bahan dasar styrofoam, bersifat mutagenik
(mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen yang sifatnya akumulatif
sehingga akibatnya baru terasa dalam jangka waktu panjang. Semakin lama waktu
pengemasan dengan styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula
migrasi bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke dalam makanan atau
minuman, terutama makanan atau minuman yang mengandung lemak atau minyak
tinggi.

Beberapa monomer berbahaya adalah vynil khlorida, akri lonitril, meta


crylonitril venylidine chlorideserta shyrene, dan merupakan senyawa karsinogen.
Kedua monomer tersebut dapat bereaksi dengan komponen-komponen DNA
seperti vynl khlorida dengan guanine dan sitosin, sedangkan akrilonisil (vynil
cyanida) dengan adenine, monomer vinile khlorida mengalami metabolisme
dalam tubuh melalui pembentukan hasil antara senyawa epoksi cloreshyan oksida,
yang sangat reaktif dan bersifat karsinogenik.
Semakin tinggi suhu makanan, semakin banyak komponen yang mengalami
migrasi, masuk dan bercampur dengan makanan, sehingga secara tak sadar juga
mengkonsumsi zat-zat yang termigrasi. Semakin lama produk disimpan, batas
maksimum komponen-komponen yang bermigrasi semakin terlampaui, sehingga
informasi batas ambang waktu kadaluwarsa bagi produk yang dikemas plastik
perlu diinformasikan secara jelas dan lengkap pada label kemasan makanan kepada
konsumen.

Kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berbahan baku polivinil


khlorida dan kopolimer akrilonitril perlu disimpan di tempat yang bebas dari panas
matahari, untuk mencegah lepasnya monomer-monomer plastik. Penjaja AMDK
dijalanan menjajakannya di bawah terik matahari, sementara semakin tinggi suhu
semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam bahan yang
dikemas. Demikian pula apanila menyimpanan AMDK terlalu lama di dalam mobil
pada siang hari yang terik sebaiknya ttidak diminum lagi.
Plastik lemas untuk penutup makanan, sebaiknya dipilih jenis polietilen.

Wadah plastik untuk menyimpan maupun memanaskan makanan


dalam microwave ataupun dikukus, harus dipilih plastik yang food grade-nya,
khususnya bagi bayi, pemilihan botol susu harus benar-benar selektif karena
dampak negatif kemasan plastik tidak langsung dapat dilihat secara langsung,
mengingat sifatnya akumulatif dan akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang
sangat perlu dicermati, khususnya kandungan bisphenol A yang sangat karsinogen.

Bahan kimia dalam kemasan Polyvinyl chloride (PVC), Phthalates,


Polycarbonate yangmengandungBisphenolA, Polystyrene, Polyethylene, Polyeste
r, Urea-formaldehyde merupakan bahan tiruan melamin, Polyurethane
foam, Acrylic, Tetrafluoroethylene, merupakan cemaran kimia berbahaya yang
perlu dicermati kemungkinan bermigrasi ke dalam bahan pangan.

Kemasan Plastik yang Aman Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah migrani


dari kemasan ke dalam pangan antara lain, konsentrasi migran; kekuatan
ikatan/mobilitas bahan kimia dalam pengemas tersebut; ketebalan kemasan; sifat
alami pangan dalam yang kontak dengan pengemas (kering, berair, berlemak,
asam, alkoholik); kelarutan bahan kimia terhadap pangan; lama dan suhu kontak.
Beberapa jenis plastik yang relatif aman digunakan sebagai kemasan pangan
adalah PP, HDPE, LDPE, dan PET. Keamanan kemasan dapat dikenali dari logo
atau tulisan yang tertera, misalnya , tulisan ‘aman untuk makanan’ atau for food
use / food grade. Logo atau tulisan atau kode plastik tersebut biasanya dicetak
timbul pada kemasan plastik. Secara umum sebaiknya kemasan plastik tidak
digunakan untuk pangan yang bersifat asam, mengandung lemak atau minyak,
terutama dalam keadaan panas. (Ir Ingrid S Surono, MSc, PhD).

Bahan bacaan
1. Chung BY, Kyung M, Lim SK, Choi SM, Lim DS, Kwack SJ, Kim HS, Lee
BM. Uterotrophic and Hershberger assays for endocrine disruption properties of
plastic food contact materials polypropylene (PP) and polyethylene terephthalate
(PET). J Toxicol Environ Health A. 2013;76(10):624-34. doi:
10.1080/15287394.2013.801767.
2. Nurminah M. Penelitian sifat berbagai bahan kemasan plastik dan kertas serta
pengaruhnya terhadap bahan yang dikemas. US U Digital library 2002.
3. Suyitno. Bahan-bahan pengemas. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta,1990:19-20.
4. Noor Z. Senyawa anti gizi. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta,1992:246.
5. Donatus IA. Toksin Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta,1990:160-92.
6. Mulyani S. Karsinogenik dan antineoplastik, PAU Bioteknologi Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta,1992:30.
7. Tim Publikasi Bersama: Himpunan Polimer Indonesia, Inaplas, Federasi
Pengemas
8. Indonesia. Produk Plastik yang Aman Digunakan. 2006

Anda mungkin juga menyukai