Bahan kemasan plastik tersusun dari polimer-polimer, berasal dari bahan mentah
berupa monomer, selain itu juga mengandung bahan aditif yang diperlukan untuk
memperbaiki sifat fisiko kimia plastik tersebut, dan disebut komponen non plastik.
Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi
ringan, inert, tidak berkarat. dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi
warna. Aspek negatif kemasan plastik adalah bila monomer-monomer bermigrasi
ke dalam bahan makanan yang dikemas, yang merupakan bagian yang berbahaya
bagi manusia karena bersifat karsinogenik, sehingga makanan yang dikonsumsi
tidak memenuhi kaidah keamanan pangan atau Food Safety.
Jenis plastik tertentu (misalnya PE, PP, PVC) tidak tahan panas, berpotensi
melepaskan migran berbahaya yang berasal dari sisa monomer dari polimer
sehingga merupakan kelemahan dalam pemilihan kemasan plastik apabila tidak
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keamanan pangan, dan plastik
merupakan bahan yang sulit terbiodegradasi sehingga dapat mencemari
lingkungan.
Pada penjual makanan jajanan (street food), penggunaan kantung kresek seringkali
dilakukan dengan tidak tepat, akibat kurangnya pengetahuan bahwa bahan
dasarnya berasal dari daur ulang berbagai jenis plastik, sehingga penggunaannya
untuk pembungkus makanan dalam keadaan panas, seperti bakso kuah panas,
bakmi kuah panas, bubur panas, gorengan panas, sehingga suhu yang relative
tinggi akan membantu migrasi bahan kimia plastik ke dalam makanan.
Bagi yang suka memanaskan makanan dengan microwave, wadah plastik untuk
memanaskan lauk, apabila tidak memenuhi syarat food grade, maka monomer-
monomer plastik akan bermigrasi danikut bercampur dengan makanan dan
memberikan efek karsinogenik.
Benzen juga tidak bisa dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya zat ini
semakin lama semakin menumpuk dan terbalut oleh lemak tubuh, bisa memicu
munculnya penyakit kanker. Hasil penelitian aditif plastik dibutil ptalat (DBP) dan
DOP pada PVC termigrasi cukup banyak ke dalam minyak zaitun, minyak jagung,
minyak biji kapas dan minyak kedelai. DOP merupakan aditif yang populer
digunakan dalam proses plastisasi. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai
50-60% dari total produksi plasticizer. DOP juga memberikan viskositas yang
stabil pada saat aplikasinya pada PVC. Lebih dari itu, harga DOP paling murah di
antara sekitar 300 plasticizer yang dikembangkan, karena proses sintesanya
sederhana dan bahan baku industri petrokimia yang berlimpah.
Disamping plastik, styrofoam atau plastik busa juga sedang banyak digunakan
untuk kemasan makanan terutama untuk makanan cepat saji. Keunggulan plastik
dan styrofoam yang praktis dan tahan lama merupakan daya tarik yang cukup kuat
bagi para penjual maupun konsumen makanan untuk menggunakannya
Pemakaian styrofoam sebagai kemasan atau wadah makanan memang dengan
mempertimbangkan beberapa kelebihan styrofoam, seperti mampu mencegah
kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang, mampu
mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, serta
mempertahan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, ringan.
Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan
bahwa residustyrofoam dalam makanan sangat berbahaya, dapat
menyebabkan endokrin disrupter (EDC), penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia
karsinogen dalam makanan. Hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan sejak
tahun 1930-an, diketahui bahwa stiren, bahan dasar styrofoam, bersifat mutagenik
(mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen yang sifatnya akumulatif
sehingga akibatnya baru terasa dalam jangka waktu panjang. Semakin lama waktu
pengemasan dengan styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula
migrasi bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke dalam makanan atau
minuman, terutama makanan atau minuman yang mengandung lemak atau minyak
tinggi.
Bahan bacaan
1. Chung BY, Kyung M, Lim SK, Choi SM, Lim DS, Kwack SJ, Kim HS, Lee
BM. Uterotrophic and Hershberger assays for endocrine disruption properties of
plastic food contact materials polypropylene (PP) and polyethylene terephthalate
(PET). J Toxicol Environ Health A. 2013;76(10):624-34. doi:
10.1080/15287394.2013.801767.
2. Nurminah M. Penelitian sifat berbagai bahan kemasan plastik dan kertas serta
pengaruhnya terhadap bahan yang dikemas. US U Digital library 2002.
3. Suyitno. Bahan-bahan pengemas. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta,1990:19-20.
4. Noor Z. Senyawa anti gizi. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta,1992:246.
5. Donatus IA. Toksin Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta,1990:160-92.
6. Mulyani S. Karsinogenik dan antineoplastik, PAU Bioteknologi Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta,1992:30.
7. Tim Publikasi Bersama: Himpunan Polimer Indonesia, Inaplas, Federasi
Pengemas
8. Indonesia. Produk Plastik yang Aman Digunakan. 2006