Trauma adalah kekuatan dari luar tubuh yang mengenai tubuh atau bagian dari
tubuh sehingga menimbulkan kerusakan atau luka pada tubuh atau bagian tubuh
tersebut. Luka adalah terputusnya kontunuitas jaringan akibat trauma atau kekerasan.
Klasifikais fraktur
Merupakan fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga
lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
Merupakan fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam atau dari luar.
a. Fraktur transversal
Yakni fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
Segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ket
tempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya
dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit di perbaiki.
d. Fraktur segmental
Disebut juga fraktur kompresi, terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya
(sering disebut dengan brust fracture). Fraktur pada korpus vertebra ini dapat
didiagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung
menunjukan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada
satu atau beberapa verteba.
f. Fraktur spinal
Fraktus spinal timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur ini khas pada
cedera terputar sampai tulang patah. Jenis fraktur rendah energi ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh
dengan imobilisasi luar.
3. Interpretasi GCS?
GCS (Glasgow coma scale) adalah skala yang digunakan untuk mementukan
tingkat kesadaran seseorang. Skala ini mula-mula dikembangkan sehubungan dengan
penentuan gradasi dan prognosa cedera kepala dan traumatika, tetapi tampaknya
sering pula di aplikasikan pada keadaan-keadaan gangguan kesadaran lainnya (non
traumatika). Adapun interpretasi GCS sebagai berikut.
Respons Nilai
Respons (membuka) mata
Spontan 4
Berdasarkan perintah verbal 3
Berdasarkan rangsangan nyeri 2
Tidak memberi respon 1
Respons motorik
Menurut perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menjauhi rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak memberi respon 1
Respons verbal
Orientasi baik 5
Percakapan kacau 4
Kata-kata kacau 3
Mengerang 2
Tidak memberi respon 1
GCS pada bayi dan anak
Respons Nilai
Repons (membuka) mata
Spontan 4
Berdasarkan suara 3
Berdasarkan rangsnag nyeri 2
Tidak memberi respons 1
Respons motorik
Aktif 6
Melokalisir rangsang nyeri 5
Menjauhi rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak memberi respons 1
Respons verbal
Senyum, orientasi terhadap objek 5
Menangis tapi dapat ditenangkan 4
Menangis dan tidak dapat ditenangkan 3
Mengerang dan agitatif 2
Tidak memberi repons 1
4. Jenis-jenis trauma?
a. Trauma kepala
1). Cedera kulit kepala. Luka pada kulit merupaka tempat masuknya kuman
yang dapat menyebabkan infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan
abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.
3). Cedera otak. Cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna.
Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu
yang bermakna. Kerusakan otak bersifan irrefersibel. Cedera otak serius
dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau
cedera pada kepala yang menimbulkan kontusio, leserasi dan hemoragik
otak.
4). Komosio serebri (cedera kepala ringan). Komosio umunya meliputi suatu
periode tidak sadar yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa
menit. Komosio ditunjukan dengan gejala pusing atau berkunang-kunang
dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak di lobus
frontal yang terkena maka pasien akan berperilaku aneh, dan jika lobus
temporal yang terkena maka akan menimbulkan amnesia atau disorientasi.
d. Trauma leher
Struktur jaringan yang dapat terkena trauma dapat berupa pembuluh darah
karotis/jugularis/vertebralis, esofagus,faring, trakea, laring vertebra, dan medula
spinalis. Trauma tembus leher biasanya disebabkan oleh luka tusukan atau
tembakan peluru. Trauma tumpul dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor, trauma clothesline, pukulan langsung, stragulasi, dan menggantung.
e. Trauma thoraks
f. Trauma abdomen
Trauma tembus abdomen sering diakibatkan oleh luka tusukan atau luka
tembakan peluru dan dapat disertai dengan trauma dada. Trauma tumpul
abdomen dapat diakibatkan oleh tubrukan kemdaraan bermotor dan penyebab lain
mencakup jatuh dan kekerasan.
g. Trauma ortopedik
Pasien mendapat skor untuk ketiga kategori, yakni membuka mata, respons
motorik, dan respons verbal. Jumblah dari ketiga skor tersebut memberikan panilaian
tingkat kesadaran secara keseluruhan, yang berkisar antara 3 (tidak ada respon sama
sekali) sampai 14 (sadar penuh).
Jadi dapat disimpulkan bahwa skor GCS (14) pada kasus masuk dalam
kategori normal, yakni pasien dalam keadaan sadar penuh.
a. Reposisi
Pada fraktur yang sudah di reposisi dan stabil maka gips berbantal cukup
untuk imobilisasi. Bila reposisi dan imobilisasi tidak mencukupi, maka dilakukan
traksi kulit atau traksi skeletal. Traksi dapat dipasang secara fixed atau secara
balanced.
a. Tindakan pada saat pembidaian diikuti dengan menutupi daerah fraktur dengan
kain steril (jangan dibalut).
e. Penutupan luka. Waktu kurang dari 6-7 jam merupakan “Golden Period” dimana
kontaminasi tidak luas dan dapat dilakukan penutupan luka secara primer.
Waktu lebih dari 7 jam atau luka yang sangat kotor, penutupan luka memerlukan
jahitan situasi, beberapa hari kemudian (jangan lebih drai 10 hari) dilakukan eksisi
dan jahitan kembali (delayed primary closure). Kulit yang hilang luas diganti
dengan skin graft.
f. Fiksasi
g. Restorasi
Rumah sakit tipe C merupakan rumah sakit yang telah mampu memberikan
pelayanan Kedokteran spesialis terbatas. Rumah sakit tipe C ini didirikan di setiap ibu
kota kebupaten (Regency hospital yang mampu menampung pelayan rujukan dari
puskesmas.
Secara umum komplikasi fraktur dibagi atas komplikasi awal dan komplikasi
lama.
Komplikasi awal
a. Syok
b. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak adanya nadi, CRT
(capillary refil time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, serta
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi pembidaian,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
c. Sindrom kompartemen
Merupakan kondisi dimana terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Kondisi ini hanya terjadi pada fraktur
yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda
khas dari sindrom kompartemen ini adalah 5P, diantaranya:
Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (seperfisial) dan masuk ke
dalam. Hal ini biasanya terjasi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karen
apenggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau
plat.
e. Avaskular nekrosis
Terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
Merupakan komplikasi serius yang sering terjadi pada fratur tulang panjang.
Terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan demam.
Komplikasi lama
a. Delayed union
b. Non-union
Apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu anatara 6-8 bulan dan tidka terjadi
konsolidasi sehingga terdapat pseudoatrosis (sendi palsu). Pseudoatrosis dapat
terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama infeksi yang disebut sebagai
infected pseudoathrosis.
c. Mal-union
Adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas
yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau menyilang, misalnya
pada fraktur radius-ulna.
10. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat dilakukan untuk kasus dalam skenario?
Digunakan untuk menentukan jenis fraktur serta kedudukan fragmen. Foto harus
menunjukan seluruh panjang tulang serta persendian dibagian proksimal dan
distalnya.
2. Kategori 2: pasien emergency, seperti pasien yang cedera kepala di sertai tanda-
tanda syok, apabila tidak dilakukan pertolongan segera akan menjadi lebih buruk.
3. Kategori 3: pasien urgent, seperti cedera kepala disertai luka robek dan rasa
pusing
4. Kategori 4: pasien semi urgent, keadaan pasien dengan cedera kepala dengan rasa
pusing ringan, luka lecet atau luka superficial.
3. Hijau: pasien masih stabil sekalipun tidak diterapi selama beberapa jam
(misalnya kontusio, laserasi minor)
4. Hitam: pasien yang tidak memberi respon tanpa ventilasi atau sirkulasi
spontan atau dengan trauma yang berat yang kemungkinannya tidak mampu
bertahan hidup. Nb:jangan buang sumber energi pada pasien ini meskipun
pasien yang dapat diselamatkan mengalami dekompensasi.