Anda di halaman 1dari 12

LEARNING OBJECTIVE

1. Apa tanda dan gejala seseorang dikatakan trauma?

Trauma adalah kekuatan dari luar tubuh yang mengenai tubuh atau bagian dari
tubuh sehingga menimbulkan kerusakan atau luka pada tubuh atau bagian tubuh
tersebut. Luka adalah terputusnya kontunuitas jaringan akibat trauma atau kekerasan.

Tanda dan gejala trauma:

 Tidak dapat berdiri atau berjalan


 Nyeri tekan sendi panggul unilateral
 Jarak gerak yang terbatas
 Fraktur sendi panggul : tungkai memendek. Fleksi, abduksi, adduksi, dan
eksorotasi
 Dislokasi posterior : tungkai imobil dan memendek
 Dislokasi anterior : tungkai imobil
 Fraktur batang femur : pembengkakan, ekimosis, tungkai mulai memendek
dengan deformitas yang jelas, mungkin mengalami penurunan tekanan darah
 Bursitis : nyeri tekan superficial, dapat menahan berat badan
Sumber: Prawetiningtyas,E.2013.Pedoman Diagnosa Dan Tindakan: Pemeriksaan
Kasus Forensik.Malang: UB Press

Jeffrey,M,C.,Scott,K.2012.Master Plan Kedaruratan Medik.Tanggerang


Selatan:Binarupa Aksara Publisher

2. Sebutkan jenis-jenis fraktur!

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontunuitas tulang, tulang rawan,


baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktus adalah
patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Fraktur lengkap terjadi
apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan
seluruh ketebalan tulang.

Klasifikais fraktur

1. Klasifikasi berdasarkan penyebab

a. Fraktur traumatik, disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang


dengan kekuatan yang besar.

b. Fraktur patologis, disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat


kelainan patologis di dalam tulang. Penyebab yang paling sering dari fraktur-
fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
c. Fraktur stres, disebabkan oleh trauma terus menerus pada suatu tempat
tertentu.

2. Klasifikasi secara klinis

a. Fraktur tertutup ( close fraktur )

Merupakan fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga
lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (open fraktur)

Merupakan fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam atau dari luar.

c. Fraktur dengan komplikasi

Yakni fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, deleyed


union,non-union, serta infeksi tulang.

3. Klasifikasi berdasarkan radiologis (lokalisasi/letak fraktur)

a. Fraktur transversal

Yakni fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
Segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ket
tempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya
dikontrol dengan bidai gips.

b. Fraktur kuminutif

Merupakan serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana


terdapat lebih dari dua fragmen tulang.

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit di perbaiki.

d. Fraktur segmental

Merupakan dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan


terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Biasanya, satu ujung yang
tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin memerlukan
pengobatan secara bedah.
e. Fraktur impaksi

Disebut juga fraktur kompresi, terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya
(sering disebut dengan brust fracture). Fraktur pada korpus vertebra ini dapat
didiagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung
menunjukan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada
satu atau beberapa verteba.

f. Fraktur spinal

Fraktus spinal timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur ini khas pada
cedera terputar sampai tulang patah. Jenis fraktur rendah energi ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh
dengan imobilisasi luar.

Sumber: Noor,Z.2016.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.Jakarta:Salemba Medika

3. Interpretasi GCS?

GCS (Glasgow coma scale) adalah skala yang digunakan untuk mementukan
tingkat kesadaran seseorang. Skala ini mula-mula dikembangkan sehubungan dengan
penentuan gradasi dan prognosa cedera kepala dan traumatika, tetapi tampaknya
sering pula di aplikasikan pada keadaan-keadaan gangguan kesadaran lainnya (non
traumatika). Adapun interpretasi GCS sebagai berikut.

GCS pada Dewasa

Respons Nilai
Respons (membuka) mata
Spontan 4
Berdasarkan perintah verbal 3
Berdasarkan rangsangan nyeri 2
Tidak memberi respon 1
Respons motorik
Menurut perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menjauhi rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak memberi respon 1
Respons verbal
Orientasi baik 5
Percakapan kacau 4
Kata-kata kacau 3
Mengerang 2
Tidak memberi respon 1
GCS pada bayi dan anak

Respons Nilai
Repons (membuka) mata
Spontan 4
Berdasarkan suara 3
Berdasarkan rangsnag nyeri 2
Tidak memberi respons 1
Respons motorik
Aktif 6
Melokalisir rangsang nyeri 5
Menjauhi rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak memberi respons 1
Respons verbal
Senyum, orientasi terhadap objek 5
Menangis tapi dapat ditenangkan 4
Menangis dan tidak dapat ditenangkan 3
Mengerang dan agitatif 2
Tidak memberi repons 1

Sumber: Satyanegara.2010.Ilmu Bedah Saraf.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama

4. Jenis-jenis trauma?

a. Trauma kepala

Trauma kepala dikenal sebagai cedera otak, merupakan gangguan fungsi


normal otakm karena trauma baik trauma tumpul, maupun trauma tajam. Defisit
neurologi terjadim karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa
karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.

Jenis-jenis trauma kepala:

1). Cedera kulit kepala. Luka pada kulit merupaka tempat masuknya kuman
yang dapat menyebabkan infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan
abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.

2). Fraktur tengkorak. Merupakan rusaknya kontunuitas tulang tengkorak yang


disebebakan oleh trauma. Fraktur tengkorak dapat menimbulkan dampak
tekanan yang kuat. Pada fraktur tengkorak terbuka terkadi kerusakan pada
duramater sedangkan pada fraktur tertutup keadaan duramater tidak rusak.

3). Cedera otak. Cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna.
Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu
yang bermakna. Kerusakan otak bersifan irrefersibel. Cedera otak serius
dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau
cedera pada kepala yang menimbulkan kontusio, leserasi dan hemoragik
otak.

4). Komosio serebri (cedera kepala ringan). Komosio umunya meliputi suatu
periode tidak sadar yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa
menit. Komosio ditunjukan dengan gejala pusing atau berkunang-kunang
dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak di lobus
frontal yang terkena maka pasien akan berperilaku aneh, dan jika lobus
temporal yang terkena maka akan menimbulkan amnesia atau disorientasi.

Sumber: Batticaca,F,B.2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

b. Trauma medula spinalis

Mengidentifikasi lokasi trauma medula spinalis berdasarkan pada


disfungsineurologik yang ada. Trauma medula spinalis diantaranya:

 Transeksi medula spinalis: hilangnya fungsi total dibawah lesi


 Hipperekfleksia:kerusakan jaras spinotalamikus dan kortikospinalis dengan
disfungsi motorik ipsilateral dan disfungsi nyeri kontralateral.
 Trauma medula spinalis sentral (hiperekstensi): kerusakan jaras
kortikospinalis sentral yang mengakibatkan defisit motorik anggota gerak
bagian atas.
 Sindrom kauda equina: gangguan fungsi sensoris dan motorik anggota gerak
bagian bawah, usus/buli, dan anestesi di area pelana.
 Brown-Sequard: gangguang fungsi motorik dan proprioseptif ipsilateral
c. Trauma maksilofasialis

Seringkali terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, trauma tembus,


kekerasan, jatuh. Klasifikasi fraktur maksila.

d. Trauma leher

Struktur jaringan yang dapat terkena trauma dapat berupa pembuluh darah
karotis/jugularis/vertebralis, esofagus,faring, trakea, laring vertebra, dan medula
spinalis. Trauma tembus leher biasanya disebabkan oleh luka tusukan atau
tembakan peluru. Trauma tumpul dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor, trauma clothesline, pukulan langsung, stragulasi, dan menggantung.

e. Trauma thoraks

Diakibatkan oleh trauma tumpul (yaitu akibat kompresi orga, trauma


langsung, atau trauma deselerasi) atau trauma tembus.

f. Trauma abdomen
Trauma tembus abdomen sering diakibatkan oleh luka tusukan atau luka
tembakan peluru dan dapat disertai dengan trauma dada. Trauma tumpul
abdomen dapat diakibatkan oleh tubrukan kemdaraan bermotor dan penyebab lain
mencakup jatuh dan kekerasan.

g. Trauma ortopedik

Fraktur dapat mempunyai faktor penyebab traumatik, berkaitan dengan stres


(misalnya trauma karena penggunaan yang berlebihan), atau patologik (misalnya
sekunder sebagai akibat kelemahan tulang yang telah ada sebagai akibat tumor
atau osteoporosis).

Sumber: Jeffrey,M,C.,Scott,K.2012.Master Plan Kedaruratan Medik.Tanggerang


Selatan:Binarupa Aksara Publisher

5. Hasil GCS ini tergolong kategori normal atau tidak?

Pasien mendapat skor untuk ketiga kategori, yakni membuka mata, respons
motorik, dan respons verbal. Jumblah dari ketiga skor tersebut memberikan panilaian
tingkat kesadaran secara keseluruhan, yang berkisar antara 3 (tidak ada respon sama
sekali) sampai 14 (sadar penuh).

Jadi dapat disimpulkan bahwa skor GCS (14) pada kasus masuk dalam
kategori normal, yakni pasien dalam keadaan sadar penuh.

Sumber: Rubenstein,D.,Wayne,D.,Bradley,J.2017. Lecture Notes Kedokteran


Klinis.Surabaya:EMS

6. Manajemen penanganan pada kasus dalam skenario dan bagaimana perawatan


konservatifnya?

Tanda dan gejala fraktur:

1). Riwayat trauma


2). Nyeri lokal dan makin bertambahbersama gerakan
3). Hilangnya fungsi anggota gerak dan persendian yang terdekat
4). Terdapat perubahan bentuk (deformitas)
5). Nyeri tekan, nyeri ketok, dan nyeri sumbu
6). Krepitasi tidak perlu selalu di buktikan
7). Gerakan abnorlmal
8). Pemeriksaan keadaan neurovaskular di bagian distal dari garis fraktur

Dari tanda dan gejala fraktur tersebut, dapan dilakukan penatalaksanaan


umum, diantaranya:

1. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaga lapangnya jalan napas.


2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin buruk nya kedudukan fraktur.

Penatalaksanaan fraktur tertutup:

a. Reposisi

Pada reposisi dibutuhkan anestesi. Kedudukan fragmen distal dikembalikan


pada alignment dengan menggunakan traksi. Traksi dapat dilakukan dengan suatu
penarikan tangan yang dilakukan secara perlahan, cermat dan hati-hati. Pada
fraktur tertentu juga diperlukan traksi kulit (misalnya pada anak-anak dan dewasa)
atau traksi skeletal (misalnya pada dewasa).

b. Fiksasi atau imobilisasi

Pada fraktur yang sudah di reposisi dan stabil maka gips berbantal cukup
untuk imobilisasi. Bila reposisi dan imobilisasi tidak mencukupi, maka dilakukan
traksi kulit atau traksi skeletal. Traksi dapat dipasang secara fixed atau secara
balanced.

h. Restorasi ( pengembalian fungsi)

Sedapat mungkin pembidaian dilakukan dalam posisi fungsional sendi yang


bersangkutan. Sesudah periode imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi dengan fisioterapi atau aktivitas yang sesuai
dengan fungsi sendi tersebut.

Penatalaksanaan fraktur terbuka:

a. Tindakan pada saat pembidaian diikuti dengan menutupi daerah fraktur dengan
kain steril (jangan dibalut).

b. Dalam anestesi, dilakukan pembersihan luka dengan menggunakan akuades steril


atau larutan garam fisiologik secara irigasi. Pemakaian antiseptik (terutama
dengan konsentrasi tinggi) tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan kerusakan
jaringan.

c. Eksisi jaringan mati (debridement), cabikan-cabikan mulai dari lemak subkutan,


fasia, otot serpihan tulang dan benda asing lainnya di eksisi dan luka dicuci
kembali sedalam-dalamnya.

d. Reposisi, dilakukan alignment terhadap fragmen tulang

e. Penutupan luka. Waktu kurang dari 6-7 jam merupakan “Golden Period” dimana
kontaminasi tidak luas dan dapat dilakukan penutupan luka secara primer.

Waktu lebih dari 7 jam atau luka yang sangat kotor, penutupan luka memerlukan
jahitan situasi, beberapa hari kemudian (jangan lebih drai 10 hari) dilakukan eksisi
dan jahitan kembali (delayed primary closure). Kulit yang hilang luas diganti
dengan skin graft.

f. Fiksasi

g. Restorasi

Pengobatan pada fraktur dapat dilakukan dengan memberikan:

 Antibiotika dosis tinggi secara oral atau suntikan


 Anti tetanus serum dan toksoid
 Anti-inflamsi
 Analgetik

Sumber: Purwadianto,A.,Sampurna,B.2017.Kedaruratan Medik.Tanggerang


Selatan:Binarupa Aksara Publisher

7. Mengapa rumah sakit tipe C tidak mampu menangani kasus tersebut?

Rumah sakit tipe C merupakan rumah sakit yang telah mampu memberikan
pelayanan Kedokteran spesialis terbatas. Rumah sakit tipe C ini didirikan di setiap ibu
kota kebupaten (Regency hospital yang mampu menampung pelayan rujukan dari
puskesmas.

Fasilitas dan kemampuan pelayanan yang meliputi:

1. Pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar.

2. 4 (empat ) pelayana spesialis penunjang medik

3. Peralatan meliputi peralatan radiologi.

4. Jumlah tempat tidur minimal 100 buah

Sumber: Ismainar,H.2015.Manajemen Unit Kerja: Untuk Perekam Medis Dan


Informatika Kesehatan Masyarakatkeperawatan Dan
Kebidanan.Yogyakarta:Deepublish

Rikomah,S,E.2017.Farmasi Rumah Sakit.Yogyakarta:Deepublish

8. Komplikasi pada kasus dan bagaimana cara mencegah komplikasi tersebut?

Secara umum komplikasi fraktur dibagi atas komplikasi awal dan komplikasi
lama.
Komplikasi awal

a. Syok

Terjadi karen akehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler


yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Pada beberapa kondisi tertentu,
syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat
pada pasien .

b. Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak adanya nadi, CRT
(capillary refil time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, serta
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi pembidaian,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.

c. Sindrom kompartemen

Merupakan kondisi dimana terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Kondisi ini hanya terjadi pada fraktur
yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda
khas dari sindrom kompartemen ini adalah 5P, diantaranya:

 Pain (nyeri lokal)


 Paralysis (kelumpuhan tungkai)
 Pallor (pucat bagian distal)
 Parestesia (tidak ada sensasi)
 Pulselessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak
baik, dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki.
d. Infeksi

Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (seperfisial) dan masuk ke
dalam. Hal ini biasanya terjasi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karen
apenggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau
plat.

e. Avaskular nekrosis

Terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f. Sindrom emboli lemak

Merupakan komplikasi serius yang sering terjadi pada fratur tulang panjang.
Terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan demam.

Komplikasi lama

a. Delayed union

Merupaka kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai waktu yang dibutuhkan tulang


untuk sembuh atau tersambung dengan baik. Disebabkan karena penurunan suplai
darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang
waktu 3-5 bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggita gerak bawah).

b. Non-union

Apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu anatara 6-8 bulan dan tidka terjadi
konsolidasi sehingga terdapat pseudoatrosis (sendi palsu). Pseudoatrosis dapat
terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama infeksi yang disebut sebagai
infected pseudoathrosis.

c. Mal-union

Adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas
yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau menyilang, misalnya
pada fraktur radius-ulna.

Sumber: Noor,Z.2016.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.Jakarta:Salemba Medika

9. Bagaimana cara merujuk pasien ke dokter ahli?

Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan yang


lebih bermutu, sehingga tujuan pelayanan tercapai. Bila pasien mengalami komplikasi
dengan tingkat keparahan yang tinggi, adanya penyakit kronis dan daya tahan tubuh
menurun yang selutuhnya memerlukan penanganan yang lebih lanjut, dokter layanan
primer akan segera membuat pertimbangan dan memutuskan dilakukan rujuk.
Pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan tinggat pertama oleh fasilitas
kesehatan pertama. Jika diperlukan peyananan lanjutan maka akan dirujuik ke
pelayanan tingkat kedua atau pada dokter spesialis yang bersangkutan.

Sumber: Ali,Fauziah.,Kandou,G.,Umboh,J.2015.Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat


Jalan Tingkat Pertama Program JKN Di Puskesmas Siko Dan Kalumata Kota
Ternate 2014.Volume 5.Nomor3.JIKMU. Viewed On 24/08/2018. From
http://ejournal.unsrat.ac.id dan www.bpjs kesehatan.go.id

10. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat dilakukan untuk kasus dalam skenario?

Pemeriksan penunjang pada fraktur dapat dilakukan dengan pemeriksaan


radiologik yang bertujuan:
1. Untuk diagnosa

Digunakan untuk menentukan jenis fraktur serta kedudukan fragmen. Foto harus
menunjukan seluruh panjang tulang serta persendian dibagian proksimal dan
distalnya.

Proyeski diambil dari antero-posterior dan lateral, bila perlu oblik.

2. Untuk menilai hasil reposisi dan penyembuhan

 Setelah reposisi, dilakukan penilaian terhadap alignment (yang dinilai dari


antero posterior dan lateral), angulasi, rotasi dan discrepancy.
 Setelah 3 minggu reposisi, cari tanda konsolidasi.
 Setelah 6 bulan reposisi, cari radiological neuron

Sumber: purwadianto,a.,sampurna,b.2017.kedaruratan medik.tanggerang


selatan:binarupa aksara publisher

11. Bagaimana menentukan prioritas dalam keadaan bencana?

Keadaan bencana merupakan keadaan gawat darurat yang mana pelayanan


pada pasien memerlukan pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk
mencegah kematian dan kecacatan, atau pelayanan pasien gawat darurat memegang
peranan sangat penting bahwa waktu adalah nyawa. Waktu tanggap pelayanan pada
pasien dalam keadaan bencana dapat dikategorikan berdasarkan kegawatan menjadi:

1. Kategori 1: resusitasi, yaitu pasien yang memerlukan resusitasi segera, seperti


pasien dengan epidural atau sub dural hematoma. CKB

2. Kategori 2: pasien emergency, seperti pasien yang cedera kepala di sertai tanda-
tanda syok, apabila tidak dilakukan pertolongan segera akan menjadi lebih buruk.

3. Kategori 3: pasien urgent, seperti cedera kepala disertai luka robek dan rasa
pusing

4. Kategori 4: pasien semi urgent, keadaan pasien dengan cedera kepala dengan rasa
pusing ringan, luka lecet atau luka superficial.

5. Kategori 5: false emergency, yakni pasien datang bukan karena indikasi


kegawatan menurut medis, cedera kepala tanpa keluhan fisik

Sumber: Haryatun,N.Sudaryanto,A.2017.Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan


Keperawatan Pasien Cedera Kepala Kategori I-V Di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi.Vol 1.No 2.Berita Ilmu
Keperawatan.Viewed on 22/08/2018. From
http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/view/3739
Terdapat pula kategori triage untuk Unit Gawat Darurat dalam keadaan bencana,
diantaranya:

1. Merah: keadaan yang mengancam jiwa yang dapat distabilkan dengan


perawatan segera (misalnya hipoksia).

2. Kuning: dekompensasi akan terjadi jika trauma tidak diterapi tetapi


keterlambatan enam puluh menit semestinya dapat ditoleransi (misalnya
trauma tembus yang stabil).

3. Hijau: pasien masih stabil sekalipun tidak diterapi selama beberapa jam
(misalnya kontusio, laserasi minor)

4. Hitam: pasien yang tidak memberi respon tanpa ventilasi atau sirkulasi
spontan atau dengan trauma yang berat yang kemungkinannya tidak mampu
bertahan hidup. Nb:jangan buang sumber energi pada pasien ini meskipun
pasien yang dapat diselamatkan mengalami dekompensasi.

Sumber: Jeffrey,M,C.,Scott,K.2012.Master Plan Kedaruratan Medik.Tanggerang


Selatan:Binarupa Aksara Publisher

Anda mungkin juga menyukai