Anda di halaman 1dari 295

Buku Ajar

Pediatri Gawat Darurat

Penyusun:
Antonius H. Pudjiadi
Abdul Latief
Novik Budiwardhana

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA


2011
Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat
@ 2011 UKK Pediatri Gawat Darurat
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara
dan dalam bentuk apapun tanpa seijin dari penulis dan penerbit.

Diterbitkan pertama kali oleh:


Unit Kerja Pediatri Gawat Darurat
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tahun 2011

Diterbitkan oleh:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

ISBN 978-979-8421-69-3
Sambutan Ketua Umum
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

Salam sejahtera dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia


Pertama-tama kami ingin mengucapkan selamat dan terima kasih kepada Unit Kerja Koordinasi
Pediatri Gawat Darurat (UKK PGD) IDAI atas diterbitkannya Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat.
Buku ini sudah ditunggu cukup lama oleh anggota IDAI dan juga tenaga kesehatan lain yang bekerja
di Unit Pediatri Gawat Darurat Anak.
Ilmu tentang gawat darurat anak mempunyai kespesifikan dan sangat perlu diipahami secara
komprihensif oleh semua dokter spesialis anak, karena penanganan gawat darurat merupakan tata
laksana lini pertama untuk kelangsungan hidup seorang anak dan terhindar dari kecacatan yang
dapat mempengaruhi kualitas hidupnya.
Buku ajar PGD diharapkan dapat membekali anggota IDAI dengan ilmu yang harus dimiliki oleh
dokter spesialis anak dalam menangani kasus gawat darurat di semua tahapan pelayanan kesehatan
anak. Dengan demikian, IDAI dapat memberikan kontribusinya secara nyata dalam menurunkan
angka kematian dan kecacatan anak di Indoensia.
Kami berharap buku ini menjadi acuan bagi semua dokter spesialis anak di Indonesia dalam
memberikan pelayanan gawat darurat anak. Selamat bertugas.

Healthy children for healthy Indonesia

Dr. Badriul Hegar, SpA(K), PhD.


Ketua Umum
Sambutan Ketua UKK
Pediatri Gawat Darurat IDAI

Puji syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa, buku ajar Pediatri Gawat Darurat edisi pertama dapat
diselesaikan pada KONIKA XV tahun 2011 ini. Sekalipun masih jauh dari sempurna, penerbitan
buku ini kami wujudkan juga mengingat kebutuhannya yang mendesak.
Penyusunan buku ini telah melalui masa waktu yang amat panjang. Perkembangan ilmu yang
demikian pesat memaksa kami melakukan revisi berulang-ulang sebelum penerbitan. Asupan dari
disiplin ilmu yang bersinggungan juga amat kami cermati. Edisi pertama ini tersusun atas sembilan
bagian yang meliputi dua puluh sembilan bab yang tersusun mulai dari konsep Pediatri Gawat Darurat
hingga aplikasi klinis pada berbagai gangguan sistem serta beberapa prosedur penting di Pediatric
Intensive Care Unit.
Kami harapkan buku ini dapat digunakan sebagai salah satu panduan dalam meningkatkan
kemampuan dokter anak Indonesia dalam bidang Pediatri Gawat Darurat, selain kepustakaan lain
serta berbagai pelatihan yang selama ini telah dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kepada seluruh penulis dan berbagai pihak yang telah bekerja keras mendukung penerbitan
ini, atas nama Unit Kerja Koordinasi Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Anak Indonesia, kami
ucapkan banyak terima kasih.

Ketua UKK IDAI Pediatri Gawat Darurat IDAI

Dr. Antonius H. Pudjiadi, SpA(K)


v
i
Kata Pengantar

Sejawat Yth,

Kehadiran Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat ini adalah hasil kerja keras dari teman sejawat yang
tergabung dalam Unit Kerja Koordinasi (UKK) Pediatri Gawat Darurat. Pemilihan topik pada buku
ini diprioritaskan pada kasus-kasus yang sering ditemui dalam praktek sehari-hari di Pediatric Intensive
Care Unit dan beberapa prosedur penting di PICU.
Setelah melalui proses revisi dan penyuntingan yang panjang, buku ini akhirnya berhasil kami
wujudkan. Format berupa newspaper atau 2 kolom pada buku ini berbeda dengan buku ajar sebelumnya,
sengaja kami pilih dengan harapan format ini lebih nyaman dibaca. Demikian juga dengan Mutiara
Bernas, suatu terminologi untuk merangkum hal-hal penting pada setiap bab, merupakan buah pikir
kami yang diharapkan dapat mempermudah pembaca untuk merangkum intisari dari suatu bab. Satu
kekhususan lagi dari Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat ini adalah tulisan dari almarhumah DR. Dr.
Tatty Ermin Setiati, Sp.A(K) mengenai bab Keseimbangan Asam Basa dan Kristaloid dan Koloid.
Dimuatnya tulisan ini memiliki nilai historis karena ditujukan untuk mengenang karya beliau dan
komitmennya yang amat kuat untuk memajukan Pediatri Gawat Darurat di Indonesia.
Akhirnya saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada
para kontributor yang telah membagi pengalaman dan pengetahuannya sehingga buku ini dapat
diterbitkan. Terlepas dari kekurangan yang ada semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dan
untuk anak-anak Indonesia.

Penyunting
viii Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat
Daftar Isi

Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia ............................. iii
Sambutan Ketua UKK Pediatri Gawat Darurat IDAI ............................................................. v
Kata Pengantar..................................................................................................................... vii
Editor .................................................................................................................................... xi
Daftar Kontributor ................................................................................................................ xi
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................................... xii
Daftar Tabel..........................................................................................................................................xiii
Daftar Gambar .................................................................................................................... xvi

1. Pediatri Gawat Darurat, Menyongsong Masa Depan ...................................................... 1


Abdul Latief, Antonius Pudjiadi, Imral Chair, Yogi Prawira
2. Penjaminan Mutu Pelayanan PGD.................................................................................. 8
Chairul Yoel
3. Aspek Medikolegal di Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) Anak ........... 16
Munar Lubis, Novik Budiwardhana
4. Evaluasi Diagnosis dan Tata Laksana Penurunan Kesadaran pada Anak ...................... 18
Setyabudhy, Irawan Mangunatmadja, Saptadi Yuliarto
5. Kejang ................................................................................................................................ 29
Setyabudhy, Irawan Mangunatmaja
6. Peningkatan Tekanan Intrakranial ................................................................................ 37
Setyabudhy, Irawan Mangunatmaja
7. Pemantauan Susunan Saraf Pusat di Pediatric Intensive Care Unit ............................. 46
Setyabudhy, Saptadi Yuliarto
8. Terapi Oksigen ............................................................................................................... 51
Enny Harliani Alwi
9. Kegawatan Respirasi pada Anak ................................................................................... 59
Ririe Fachrina Malisie
10. Ventilasi Mekanik Konvensional pada Anak................................................................. 85
Dadang Hudaya Somasetia, Antonius Pudjiadi
11. Pemantauan Hemodinamik .......................................................................................... 92
Novik Budiwardhana, Ririe Fachrina Malisie
12. Syok ............................................................................................................................. 108
Hari Kushartono, Antonius Pudjiadi
13. Kegawatan pada Penyakit Jantung Bawaan (PJB) ...................................................... 111
Eva Miranda Marwali, Liza Fitria Zaimi
14. Gagal Ginjal Akut ........................................................................................................ 124
Antonius Pudjiadi, Irene Yuniar
15. Keseimbangan Asam Basa .......................................................................................... 132
Abdul Latief, Tatty Ermin Setiati, Hari Kushartono
16. Kristaloid dan Koloid ....................................................................................................... 144
Hari Kushartono, Tatty Ermin Setiati
17. Sepsis dan Kegagalan Multi Organ ............................................................................. 152
Rismala Dewi
18. Perdarahan dan Trombosis.................................................................................................. 158
Antonius Pudjiadi
19. Nutrisi pada Anak Sakit Kritis .................................................................................... 162
Nurnaningsih
20. Abdomen Akut .............................................................................................................175
Novik Budiwardhana
21. Sindrom Kompartemen Abdomen .............................................................................. 180
Guwansyah Dharma Mulyo
22. Enterokolitis Nekrotikans ........................................................................................... 187
Guwansyah Dharma Mulyo, Klara Yuliarti
23. Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak ............................................................. 193
Dzulfikar Djalil Lukmanul Hakim
24. Prosedur Jalan Napas ................................................................................................. 215
Elisa
25. Akses Vaskular ....................................................................................................................... 221
Silvia Triratna
26. Sedasi dan Analgesia ................................................................................................... 227
Antonius Pudjiadi
27. Terapi Sulih Ginjal Berkesinambungan pada Anak ..................................................... 238
Darlan Darwis, Susetyo Harry Purwanto, M. Tatang Poespanjono, Irene Yuniar
28. Tata Laksana Keracunan ............................................................................................. 249
Enny Harliani Alwi
29. Tenggelam dan Hampir Tenggelam (Drowning and Near-Drowning) .................................262
Idham Jaya Ganda
Editor
Antonius H. Pudjiadi
Abdul Latief
Novik Budiwardhana

Daftar Kontributor
Abdul Latief Dzulfikar Djalil Lukmanul Hakim
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo FK Unpad/RSUP Hasan Sadikin
Jakarta Bandung

Antonius H. Pudjiadi Elisa


Departemen Ilmu Kesehatan Anak Intensive Care Unit
FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Jogja International Hospital
Jakarta Yogyakarta

Chairul Yoel Enny Harliani Alwi


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK USU/RSUP Dr. H. Adam Malik FK Unpad/RSUP Dr. Hasan Sadikin
Medan Bandung

Dadang Hudaya Somasetia Eva Miranda Marwali


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Pediatric Cardiac Intensive Care Unit
FK Unpad/RSUP Dr. Hasan Sadikin RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Bandung Jakarta

Guwansyah Dharma Mulyo Hari Kushartono


Instalasi Gawat Darurat-Intensive Care Unit Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RS Anak dan Bunda Harapan Kita FK Unair/RSU Dr. Soetomo
Jakarta Surabaya

Darlan Darwis Idham Jaya Ganda


Departemen Ilmu Kesehatan Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUP Cipto Mangunkusumo FK Unhas/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Jakarta Makasar
xii Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Imral Chair Rismala Dewi


Departemen Ilmu Kesehatan Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta Jakarta

Irene Yuniar Setyabudhy


Departemen Ilmu Kesehatan Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo FK Unibraw/RS Saiful Anwar
Jakarta Malang

Munar Lubis Silvia Triratna


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK USU/RSUP Dr. H. Adam Malik FK Unsri/RSUP Muh. Hoesin
Medan Palembang

Novik Budiwardhana Susetyo Harry Purwanto Departemen Ilmu


Pediatric Cardiac Intensive Care Unit Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Mangunkusumo Jakarta
Jakarta
(Alm.) Tatty Ermin Setiati
Nurnaningsih Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Undip/RSU Dr. Kariadi
FK UGM/RS Dr. Sardjito Semarang
Yogyakarta

Ririe Fachrina Malisie


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unri/RSUD Arifin Achmad
Riau

Ucapan Terima Kasih


Buku ini dapat terwujud berkat usaha keras tenaga-tenaga muda potensial yang terdiri dari:
1. Klara Yuliarti
2. Liza Fitria Zaimi
3. Saptadi Yuliarto
4. Yogi Prawira
5. M. Tatang Poespanjono
6. M. Hidayatullah (Tata letak)
7. Zakaria (Ilustrator)
Daftar Tabel

Tabel 4.1 Derajat penurunan kesadaran


Tabel 4.2 Penilaian Skala Koma Glasgow pada anak
Tabel 4.3 Penyebab tersering perubahan tekanan darah dan laju nadi anak tidak sadar
Tabel 4.4 Pola pernapasan disertai dengan penurunan fungsi susunan saraf pusat
Tabel 4.5 Gangguan refleks pupil dan gerakan bola mata pada penurunan kesadaran
Tabel 4.6 Manifestasi klinis berdasarkan tingkat gangguan di susunan saraf pusat
Tabel 4.7 Penyebab tersering penurunan kesadaran pada anak
Tabel 5.1 Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang
Tabel 5.2 Klasifikasi kejang
Tabel 5.3 Etiologi kejang pada anak
Tabel 5.4 Obat yang sering digunakan dalam penghentian kejang
Tabel 6.1 Berbagai etiologi peningkatan TIK
Tabel 6.2 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
Tabel 8.1 Perkiraan FiO2 dengan mempergunakan alat pemberian oksigen aliran rendah
Tabel 8.2 Petunjuk dosis awal pemberian oksigen
Tabel 8.3 Indikasi pemberian oksigen berdasarkan perlu tidaknya kontrol FiO2
Tabel 9.1 Perbedaan anatomi jalan napas anak dan dewasa
Tabel 9.2 Terapi antibiotik empiris awal untuk pasien HAP dan VAP tanpa faktor risiko bakteri
multiresisten/MDR (awitan awal dengan berbagai derajat beratnya penyakit)
Tabel 9.3 Terapi antibiotik empiris awal untuk pasien HAP dan VAP awitan lanjut atau dengan
faktor risiko bakteri multiresisten/MDR dan berbagai derajat beratnya penyakit
Tabel 9.4 Faktor risiko perburukan klinis pada bronkiolitis akut
Tabel 9.5 Lung Injury Score (LIS) atau skor Murray
Tabel 9.6 Konsensus Komite Amerika-Eropa untuk Acute Lung Injury dan Acute Respiratory Distress
Syndrome(1994)
Tabel 9.7 Penyebab tersering ALI dan ARDS
Tabel 10.1 Tipe napas
Tabel 10.2 Rekomendasi pengaturan awal ventilator
Tabel 10.3 Parameter yang berhubungan dengan risiko kegagalan penyapihan
xii Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 11.1 Parameter laju nadi , laju napas, hitung leukosit dan tekanan darah sistolik menurut
golongan umur
Tabel 11.2 Variabel hemodinamik yang dapat menjadi peringatan terjadinya gangguan
hemodinamik
Tabel 13.1 Mekanisme penurunan hantaran oksigen jaringan pada berbagai lesi PJB asianotik
Tabel 13.2 Korelasi perubahan morfometrik vaskular paru pra-operasi dengan variasi aliran darah
(Qp), tekanan (Ppa), dan resistensi (Rp) paru
Tabel 13.3 Contoh disfungsi ventrikel pada PJB asianotik dengan overload volume dan atau
overload tekanan
Tabel 14.1 Kriteria gagal ginjal akut berdasarkan pediatric RIFLE
Tabel 14.2 Penyebab gagal ginjal akut di PICU
Tabel 14.3 Obat nefrotoksik
Tabel 14.4 Beberapa pemeriksaan untuk membedakan gagal ginjal tipe pra-renal dan renal
Tabel 14.5 Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal akut
Tabel 15.1 Hubungan antara ion bikarbonat, PaCO2 dan SBE pada kelainan asam basa
Tabel 15.2 Klasifikasi asidosis metabolik berdasarkan anion gap
Tabel 15.3 Klasifikasi gangguan asam-basa menurut Henderson-Hasselbalch (H-H) dan Stewart
Tabel 15.4 Berat ringan gangguan keseimbangan asam-basa berdasarkan nilai PaCO2 dan SBE
Tabel 15.5 Interpretasi gangguan keseimbangan asam-basa
Tabel 16.1 Efek koloid yang merugikan
Tabel 16.2 Terapi cairan pada beberapa keadaan
Tabel 17.1 Obat inotropik dan vasopresor
Tabel 18.1 Modifikasi sistem penilaian International Society on Thrombosis and Hemostasis untuk diagnosis
DIC
Tabel 18.2 Terapi penunjang
Tabel 19.1 Keadaan yang mempengaruhi kebutuhan energi (faktor stres)
Tabel 19.2 Parameter yang harus dinilai pada pasien yang mendapat nutrisi enteral
Tabel 19.3 Kebutuhan cairan rumatan berdasarkan berat badan
Tabel 19.4 Kebutuhan rumatan elektrolit dan mineral
Tabel 19.5 Komposisi multivitamin injeksi
Tabel 19.6 Kebutuhan trace element per hari
Tabel 19.7 Inisiasi pemberitan nutrisi parenteral
Tabel 19.8 Pemantauan pemberian nutrisi parenteral
Tabel 20.1 Penyebab abdomen akut
Tabel 20.2 Kegunaan ultrasonografi dan CT scan abdomen pada kegawatan abdomen akut
Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat xv

Tabel 20.3 Obstruksi usus mekanik


Tabel 21.1 Faktor risiko terjadinya hipertensi intra-abdomen dan sindrom kompartemen abdomen
Tabel 22.1 Stadium Bell dengan modifikasi
Tabel 24.1 Panduan ukuran LMA pada anak
Tabel 26.1 Beberapa indikasi penggunaan sedasi dan analgesia di ICU anak
Tabel 26.2 Dosis benzodiazepin
Tabel 26.3 Reseptor opioid
Tabel 26.4 Sistem skoring nyeri dan sedasi
Tabel 26.5 Skor Ramsay
Tabel 26.6 Skala FLACC
Tabel 26.7 Skala CRIES
Tabel 27.1 Perbandingan metode hemofiltrasi terhadap 58 pasien anak di Royal Children’s
Hospital, Melbourne (1986 – 1989)
Tabel 27.2 Perbandingan CRRT dengan HDI
Tabel 27.3 Filter yang sering dipakai pada pasien pediatrik
Tabel 27.4 Pemilihan CRRT pada pasien kritis di PICU
Tabel 27.5 Ukuran dan jenis kateter yang direkomendasikan menurut usia dan berat badan Tabel
27.6 Koefisien sieving membran berpori besar dan membran berpori konvensional Tabel 28.1
Manifestasi klinis toxidrome
Tabel 28.2 Antidotum
Tabel 29.1 Epidemiologi kasus tenggelam
Daftar Gambar

Gambar 4.1 Gambaran skematis pola napas


Gambar 4.2 Letak lesi disertai reaksi kedua pupil pada kesadaran menurun
Gambar 4.3 Jaras konjugasi mata
Gambar 4.4 Refleks bola mata pada kesadaran menurun
Gambar 4.5 Algoritme tata laksana awal pasien dengan kesadaran menurun
Gambar 5.1 Algoritme tata laksana kejang pada anak
Gambar 6.1 Kompensasi intrakranial pada desakan massa.
Gambar 6.2 Kurva volume-tekanan
Gambar 6.3 Algoritme tata laksana peningkatan tekanan intrakranial
Gambar 8.1 Kurva disosiasi hemoglobin
Gambar 9.1 Hubungan antara diameter jalan napas, perbedaan tekanan jalan napas dan aliran
udara
Gambar 9.2 Perbedaan anatomi jalan napas anak dan dewasa
Gambar 9.3 Diagram jalur ventilasi dan organ yang rentan terkena penyakit
Gambar 9.4 Model alveoli sesuai dengan rumus Laplace (a) dan model interdependensi dari
alveoli (b)
Gambar 9.5 Komplians dinamik
Gambar 9.6 Alveoli yang ideal (komplians statis dan dinamis seimbang) (a) dan alveoli yang
kaku (fast dan slow alveoli) (b)
Gambar 9.7 Proses penghantaran oksigen dari atmosfir sampai ke sel
Gambar 9.8 Kurva disosiasi oksigen: P50 adalah tekanan parsial oksigen dimana 50% hemoglobin
tersaturasi
Gambar 9.9 Hubungan antara pasokan oksigen (DO2) dan konsumsi oksigen (VO2)
Gambar 9.10 Diagram kaskade penghantaran oksigen (atmosfir ® mitokondria)
Gambar 9.11 Kurva ketidaksesuaian ventilasi perfusi
Gambar 9.12 Perbedaan FEV dan FVC pada paru normal (A), obstruktif (B) dan restriktif (C)
Gambar 9.13 Variasi tekanan sistolik selama inspirasi (pulsus paradoksus)
Gambar 9.14 Hiperinflasi dinamik dan air trapping pada asma
Gambar 9.15 Terapi antibiotika empiris untuk HAP dan VAP
Gambar 9.16 Kurva tekanan volume
Gambar 9.16 Kurva tekanan volume pada alveoli normal dan pada cedera paru
Gambar 9.17 Patofisiologi gagal napas pada gangguan neuromuskular
Gambar 10.1. Rancang bangun ventilator tipe volume generated dan pressure generated
Gambar 10.2. Grafik skalar untuk menilai waktu inspirasi dan ekspirasi
Gambar 10.3. Komplians sistem pernapasan
Gambar 10.4. PIP pada Volume Generated Ventilator
Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat xvii

Gambar 11.1 Orkestrasi hemodinamik. Kondisi ideal pasokan oksigen cukup, ekstraksi oksigen
normal
Gambar 11.2 Gelombang arterial pada berbagai lokasi anatomis
Gambar 11.3 Gelombang tekanan vena sentral dan korelasinya dengan EKG
Gambar 11.4 Lokasi pemasangan jalur vena sentral
Gambar 11.5 Prosedur menentukan titik nol
Gambar 11.6 Pemberian preload akan meningkatkan isi sekuncup sampai batas tertentu
Gambar 11.7 Dampak variasi respirasi terhadap tekanan arteri
Gambar 11.8 Contoh rekaman kurva tekanan arteri sistemik dan tekanan jalan napas pada
seorang pasien dengan variasi tekanan sistolik dan tekanan nadi yang besar.
Gambar 13.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi vaskular paru dan afterload ventrikel
sistemik
Gambar 14.1 Mekanisme terjadinya nekrosis tubular akut (ATN) pada gagal ginjal akut pra-renal
Gambar 15.1 Diagram senjang anion (anion gap)
Gambar 15.2 Hubungan antara SID, pH, dan ion hidrogen
Gambar 15.3 Gamblegram SID
Gambar 15.4 Gamblegram dengan SIG (SIG = SIDa – SIDe)
Gambar 17.1. Skema perjalanan infeksi
Gambar 17.2. Patofisiologi sepsis dan kegagalan multi organ
Gambar 19.1 Algoritma nutrisi enteral
Gambar 20.1 Tata laksana awal pada anak dengan abdomen akut
Gambar 23.1 Cross finger-finger sweeping
Gambar 23.2 Chest thrust
Gambar 23.3 Manuver Heimlich
Gambar 23.4 Abdominal thrush
Gambar 23.5 Look-listen-feel
Gambar 23.6 Ventilasi tekanan positif
Gambar 23.7 Periksa nadi brakialis
Gambar 23.8 RJP pada bayi
Gambar 23.9 RJP pada anak
Gambar 23.10 Pemasangan oropharyngeal airway
Gambar 23.11 Bag-mask ventilation C-E position
Gambar 23.12 Pulseless Electrocardiography Activity (PEA) Gambar
23.13 Takikardia ventrikel (ventricle tachycardia, VT) Gambar 23.14
Fibrilasi ventrikel (ventricle fibrillation, VF) Gambar 23.15
Algoritme bantuan hidup dasar pada anak Gambar 23.16
Algoritme bantuan hidup dasar pada anak
Gambar 24.1. A. Cara insersi daun laringoskop lengkung (curved) B. cara insersi daun laringoskop
lurus (straight). Perhatikan posisi ujung daun laringoskop terhadap epiglotis.
Gambar 24.2. Teknik insersi LMA.
Gambar 24.3. Anatomi luar jalan napas sebelah atas.
xviii Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Gambar 24.4. Teknik krikotirotomi perkutaneus


Gambar 25.1. Pemasangan akses intraosseus
Gambar 25.2 Pemasangan akses vena jugularis
Gambar 26.1. Spektrum obat sedasi dan analgesia
Gambar 26.2. Obat analgesik
Gambar 26.3. Skala Visual Analog
Gambar 26.4. Skala Wong Baker
Gambar 27.1 Pergerakan solut melewati suatu membran berdasarkan konsentrasi sesuai prinsip
difusi
Gambar 27.2 Pergerakan solut selama terapi pembersihan darah sesuai prinsip konveksi.
Gambar 27.3 Absorbsi pada CRRT
Gambar 27.4 Grafik hubungan berat molekul dengan klirens pada CRRT
Gambar 27.5 Skema SCUF
Gambar 27.6 Skema CVVH
Gambar 27.7 Skema CVVHD
Gambar 27.8 Skema CVVHDF
Gambar 27.9 Gambar skema sirkuit CRRT dengan berbagai jenisnya
1 Pediatri Gawat Darurat,
Menyongsong Masa Depan
Abdul Latief, Antonius Pudjiadi, Imral Chair, Yogi Prawira

DEfINISI PEDIATRI GAwAT DARURAT perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan kondisi tersebut.
Pediatri gawat darurat (PGD) adalah subspesialisasi ilmu
Tujuan utama pengelolaan pasien di PICU
kesehatan anak di Indonesia. Subspesialisasi ini
mencakup ranah keilmuan dan profesi yang meliputi adalah untuk menyelamatkan jiwa pasien yang
mengalami sakit kritis, namun masih dapat
kedaruratan pediatri (pediatric emergency), tata laksana
disembuhkan (recoverable and reversible). Dengan
intensif (pediatric intensive care), dan transportasi anak
dengan kegawatan (pediatric transportation demikian, apabila penyakit dasar pasien tidak
mungkin untuk disembuhkan (terminal stage)
medicine). Di manca negara, subspesialisasi ini
termasuk dalam ranah pediatric critical caremedicine. maka pasien tersebut tidak akan mendapat
manfaat dari perawatan di PICU. Hal ini perlu
Ilmu pediatric critical care telah mengalami menjadi perhatian, karena sumber daya manusia,
kemajuan dramatis dalam beberapa dekade sarana dan prasarana PICU yang sangat terbatas,
terakhir, khususnya pediatric intensive care. Pada dengan biaya perawatan yang mahal.
tahun 1993, Committee on Hospital Care and
Pediatric Section of the Society of Critical Care Pada tahun 2004, dilakukan revisi terhadap
Medicine menerbitkan pedoman yang membagi pedoman awal dengan tetap membagi PICU
menjadi dua level. PICU level I harus mampu
Pediatric Intensive Care Unit (PICU) menjadi
menyediakan layanan definitif bagi pasien anak
level I dan II. Pedoman ini juga mencakup ruang
(kecuali neonatus) yang mengalami gangguan
lingkup dan pelayanan pediatric critical care,
medis, bedah ataupun trauma yang kompleks,
struktur organisasi, fasilitas rumah sakit, staf
progresif dan dinamis. Unit ini sebaiknya berada
medis, obat-obatan dan peralatan, pemantauan,
dalam pusat layanan kesehatan besar atau di
pelatihan dan pembelajaran berkelanjutan.
dalam rumah sakit khusus anak. Dalam kondisi
Pediatric Intensive Care Unit merupakan tertentu, misalnya keterbatasan tenaga pediatric
unit dari rumah sakit, dengan staf dan intensivist, kondisi geografis dan keterbatasan
perlengkapan khusus, yang ditujukan untuk transportasi, maka PICU level II dapat menjadi
observasi, perawatan dan terapi pasien anak alternatif untuk stabilisasi pasien anak sakit
berusia 0-18 tahun (selain neonatus) yang kritis sebelum dirujuk ke level I.
menderita sakit kritis, cedera, atau penyakit-
penyakit yang mengancam jiwa atau potensial
mengancam jiwa dengan prognosis dubia. PICU SEjARAh PERKEMbANGAN PEDIATRI
harus mampu menyediakan sarana dan prasarana
GAwAT DARURAT DI DUNIA
serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-
fungsi vital. PICU harus memiliki staf medis, Perawatan optimal guna memenuhi kebutuhan
khusus pada anak dengan sakit kritis menjadi
2 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

dasar didirikannya unit perawatan intensif Saat ini The Johns Hopkins PICU memiliki
khusus anak, terpisah dari pasien dewasa 22 tempat tidur, dengan proporsi: sepertiga
maupun neonatus. Pediatric Intensive Care untuk pasien pascaoperasi jantung, sepertiga
Unit (PICU) pertama kali didirikan di Eropa, untuk pasien sakit kritis dan sepertiga untuk
tepatnya di Goteburg Childrens’ Hospital , pasien pascaoperasi mayor lainnya. Rumah sakit
Swedia pada tahun 1950-an. Pada saat itu ini merupakan pusat trauma dan transplantasi
PICU terutama diperuntukkan bagi korban pada anak. Penyakit kritis yang ditangani
epidemi polio. Epidemi ini juga yang memicu meliputi gagal nafas akut, kelainan kongenital
didirikannya ICU yang pertama kali dikenal kompleks, gagal jantung, gagal ginjal dan hati,
dunia, di Copenhagen, Denmark. syok, infeksi berat, penyakit metabolik, asma
Di Amerika Serikat , ICU dewasa baru derajat serangan berat, kejang, henti jantung,
didirikan pada awal 1960-an, diikuti dengan kegawatan susunan saraf pusat dan koma
pembukaan PICU di Children’s Hospital of diabetikum. Selain itu, unit ini juga menangani
Philadelphia, yang digagas oleh Dr. John pasien anak pascaoperasi bedah saraf, ortopedi,
Downes pada tahun 1967. Namun demikian, dan THT. Unit perawatan luka bakar juga
perkembangan PICU di Amerika Serikat, tergabung dalam PICU, khususnya di negara
bahkan dunia, tidak lepas dari didirikannya The bagian Maryland, Amerika Serikat.
Johns Hopkins Pediatric Intensive Care Unit. Hingga kini, The Johns Hopkins PICU
The Johns Hopkins Pediatric Intensive Care diperkuat oleh tim multidisiplin yang telah
Unit didedikasikan bagi perawatan anak-anak yang berpengalaman dalam menjalankan prosedur
mengalami sakit yang mengancam jiwa serta pasien mutakhir, antara lain ventilasi mekanik, inhaled
pascaoperasi. Pada tahun 1977, Mark C. Rogers Nitric Oxide (iNO), Extra Corporeal Membrane
menjadi asisten profesor anestesi dan pediatri di The Oxygenation (ECMO), implan alat bantu dengar,
Johns Hopkins University School of Medicine dan dialisis, pemantauan tekanan intrakranial,
Direktur Pediatric Intensive Care Unit di Johns elektroensefalografi (EEG), plasmaferesis, dan
Hopkins Hospital. Saat itu, unit tersebut hanya ultrafiltrasi veno-venous berkelanjutan.
berkapasitas delapan tempat tidur, dengan tenaga Di Amerika Latin, PICU pertama kali
perawat yang sangat terbatas. Dalam dikembangkan di Peru dan Venezuela pada
perjalanannya, tim ini diperkuat oleh Dr. Steven tahun 1972, diikuti oleh Brazil pada tahun
Nugent, yang direkrut dari Children’s Hospital of 1974. Hingga tahun 2004, di Brazil terdapat 107
Philadelphia (CHOP), dan Dr. James Robotham, NICU dan PICU dengan populasi anak sebesar
yang merupakan anggota tim paru anak. 2,6 juta. Pendanaan PICU tersebut berasal
Dalam perjalanannya, Johns Hopkins dari organisasi amal (15%), institusi swasta
memelopori program fellowship PGD selama 2- (46%), dan institusi pemerintah (46%) dengan
3 tahun, yaitu pendidikan klinis 1 tahun, kapasitas berkisar antara 2-20 tempat tidur. Hal
dilanjutkan dengan riset selama 1-2 tahun. menarik di sini adalah banyaknya PICU yang
Program ini merupakan pembuka jalan untuk dikelola oleh ahli neonatologi dibandingkan
sertifikasi, sehingga pada tahun 1985 American pediatric intensivist, serta area geografi dengan
Board of Pediatrics mengakui subspesialisasi baru populasi penduduk sedikit justru memiliki unit
dalam bidang Pediatric Critical Care Medicine, dengan kapasitas terbesar.
yang selanjutnya juga diakui oleh The American Salah satu PICU pertama di Asia didirikan di
Boards of Medicine, Surgery, and Anesthesiology. Chulalongkorn Medical School , Thailand pada
Namun demikian baru tahun 1990, akreditasi tahun 1968. Setelah itu, berturut-turut didirikan
pertama Pediatric Critical Care Medicine Training PICU di Siriraj Medical School (1970), dan
Programs dilakukan. Ramathibodi Medical School (1973). Saat ini, di
Pediatri Gawat Darurat, Menyongsong Masa Depan 3

Thailand terdapat 12 fakultas kedokteran yang Ruang Unit Perawatan Intensif pertama
masing-masing memiliki satu PICU. Selain itu, mulai dibangun dengan desain dari Australia.
terdapat 21 rumah sakit di bawah Kementrian Pada tahun 1975, empat dokter yang baru
Kesehatan Masyarakat yang sebagian besar menyelesaikan pendidikan spesialisasi Ilmu
memiliki fasilitas PICU. Kesehatan Anak diminta untuk memperkuat
unit tersebut. Keempat dokter tersebut adalah
SEjARAh PERKEMbANGAN PEDIATRI Dr. Imral Chair, Dr. Darlan Darwis, Dr. Gusti
GAwAT DARURAT DI INDONESIA Rusepno Hasan, dan Dr. Adnan S. Wiharta.
Namun, karena Dr. Adnan mengundurkan
Perkembangan kedokteran PGD terus diri, hanya tiga dokter yang kemudian dikirim
berkembang dengan adanya kemajuan yang ke Departemen Anestesiologi untuk menjalani
pesat di bidang farmakologi dan teknologi. Di pelatihan di bidang perawatan intensif selama 6
Indonesia, perjalanan tersebut bermula dari bulan.
impian Profesor Sutedjo, Kepala Departemen
Untuk mempersiapkan tenaga perawat,
Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI-RSCM,
satu orang perawat bagian anak RSCM
untuk membangun sebuah rumah sakit khusus
diberangkatkan ke Australia. Di negeri
anak pada tahun 1971. Saat itu Profesor
kangguru itu, ia mendapat pelatihan khusus
Odang, yang juga seorang dokter spesialis anak,
bidang keperawatan intensif. Perawat tersebut
menjabat sebagai direktur Rumah Sakit Cipto
juga mendapatkan amanah untuk mendidik
Mangunkusumo.
teman sejawat perawat di ICU Anak RSCM.
Untuk memenuhi impian tersebut, Dengan bantuan dokter serta perawat dari Unit
salah seorang staf departemen IKA, Dr. Yani Perawatan Intensif Dewasa dan Departemen
A. Kasim, dikirim oleh Profesor Sutedjo ke IKA sendiri, pelatihan diberikan kepada 14
Departemen Anestesiologi FKUI-RSCM orang perawat dari berbagai ruang rawat bagian
untuk mempelajari ilmu anestesi anak. anak selama 1 bulan, meliputi teori dan praktik
Namun, Profesor Kelan, Kepala Departemen dengan menggunakan alat-alat boneka latihan
Anestesiologi saat itu mengatakan bahwa yang tersedia.
ilmu anestesi anak belum dikembangkan
Setelah melewati 2 tahun masa
secara khusus. Oleh sebab itu, Dr. Y. A.
pembangunan fisik dan pembentukan tenaga
Kasim selanjutnya mempelajari ilmu anestesi
kerja, pada tahun 1976, unit perawatan intensif
umum. Pada tahun yang sama, dengan
anak mulai beroperasi. Namun, karena tidak
bantuan biaya dari pemerintah Australia,
mendapat persetujuan dari Prof. Rukmono
Departemen Anestesiologi mengembangkan
selaku direktur RSCM, unit ini diberi istilah
Unit Perawatan Intensif di RSCM.
Unit Perawatan Khusus, yang berada di luar
Pada tahun 1972, kepemimpinan RSCM struktur organisasi Rumah Sakit. Dengan
beralih dari Profesor Odang kepada Profesor demikian, sebagai unit yang swasembada, upaya
Rukmono, yang ternyata tidak menyetujui pengembangannya dijalankan dengan dana
rencana pembangunan rumah sakit khusus yang dihimpun sendiri. Pengembangan yang
anak tersebut. Profesor Sutedjo kemudian dimaksud, termasuk mengirimkan anggota staf
mengalihkan rencana pengembangan anestesi unit untuk mendalami ilmu perawatan intensif
anak menjadi pembangunan Unit Perawatan di luar negeri.
Intensif Anak pada 1973. Satu tahun
Pada tahun 1980, Dr. Imral mendapatkan
kemudian, setelah menyelesaikan pendidikan
kesempatan memperdalam ilmunya di Ziekenhuis
anestesiologinya, Dr. Y. A. Kasim mulai
Rijkuniversiteit, Gent, Belgia selama 6 bulan.
merealisasikan rencana tersebut.
Disusul oleh Dr. Rusepno yang diterbangkan
4 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

ke Amerika Serikat pada tahun 1981, untuk karena melibatkan dokter dari Amerika Serikat
menambah pengetahuannya di Pittsburgh yang akan bekerja di Unit Perawatan Intensif
University Children Hospital. Dua tahun selama minimal 1 tahun. Namun, proyek
kemudian, Dr. Darlan berkesempatan mengikuti ini menjadi cikal bakal dijadikannya Unit
kegiatan pembelajaran perawatan intensif anak Perawatan Intensif IKA FKUI-RSCM sebagai
di Hospital des Enfant Malade, Paris, Perancis pusat pelatihan perawat intensif anak sampai
selama 1 tahun. Sedangkan, Dr. Abdul Latief sekarang.
yang bergabung pada tahun 1982, berangkat ke Pada tahun 1988, Unit Perawatan Intensif
Perth, Australia untuk secara khusus mendalami mendapatkan suntikan dua tenaga baru, Dr.
ilmu perawatan intensif neonatus. Harry Purwanto dan Dr. Antonius H. Pudjiadi.
Pada tahun 1983 di Semarang, Dr. Tatty Keduanya kemudian menjalani pelatihan di
Ermin Setiati, seorang dokter spesialis anak Departemen Anestesiologi RSCM dan Cardiac
lulusan Semarang, yang telah mendapat Centre RS Jantung Harapan Kita, selama 6
pendidikan di Sofia Children Hospital, Rotterdam, bulan di tiap rumah sakit. Setelah itu, seperti
mendirikan Unit Perawatan Intensif Anak yang anggota staf unit sebelumnya, keduanya juga
kedua di Indonesia. mendapatkan pelatihan perawatan intensif di
Sehubungan dengan maraknya kasus luar negeri. Kali ini di University of Washington,
demam berdarah dengue (DBD), pada tahun Seattle, Amerika Serikat pada tahun 1989 dan
1987, Dr. Rusepno menggagas pembangunan 1990.
sebuah clinical research centre dengan fokus Setelah mendapat pelatihan di ICU Anak
pada DBD sebagai bagian dari Unit Perawatan RSCM, pada tahun 1986 didirikan Neonatal
Intensif RSCM. Untuk itu beliau meminta ICU yang pertama di RS Ibu dan Anak Harapan
bantuan Project Hope dan bekerjasama dengan Kita. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, saat
Laboratorium NAMRU. Pada penilaian itu, Neonatal Intensive Care masih bergabung
awal yang dilakukan oleh tim Project Hope, dengan Pediatric Intensive Care Unit. Neonatal
dirumuskan dua masalah dalam penanganan Intensive Care di RS Dr. Cipto Mangunkusumo
DBD di Jakarta, yaitu masalah pencegahan selanjutnya mulai berdiri sendiri pada tahun 1996
infeksi serta kualitas perawatan dan peralatan setelah Dr. Idham Amir dan Dr. Eric Gultom
rumah sakit yang kurang. Oleh sebab itu, menyelesaikan pendidikan neonatal intensivist di
dikirimlah sebuah tim dari Amerika Serikat yang Australia. Pada awalnya perkembangan Neonatal
terdiri dari dokter, perawat, respiratory therapist Intensive Care Unit agak tersendat. Dr. Rinawati
serta biomedical engineer untuk meninjau serta Rohsiswanto dan Dr. Risma Kerina Kaban, staf
membagi ilmunya dengan staf Unit Perawatan muda bagian Ilmu Kesehatan Anak, ikut belajar
Intensif. Kepala Perawat (Rusli Sidabutar, ke Australia, mendalami ilmu Neonatal Intensive.
AMK) dan wakilnya (Lili Agustina, AMK) Sekembalinya dari Australia, pada tahun 2003,
turut diberangkatkan ke Amerika Serikat untuk Dr. Rinawati Rohsiswatmo bersama Dr. Idham
menjalani kegiatan magang selama 3 bulan. Amir dan staf perinatologi senior lainnya,
Sarana fisik juga diperlengkap dengan bantuan mengembangkan Neonatal Intensive Care Unit
pengiriman tempat tidur, ventilator, serta yang modern di RS Cipto Mangunkusumo.
peralatan perawatan intensif lainnya. Cita-cita mereka terwujud pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama, Dr. Rusepno Pada tahun 2006, Dr. Risma Kerina Kaban,
meninggal dunia sehingga tanggung jawab memperkuat tim Neonatal Intensive Care Unit
proyek ini dipindahkan ke tangan Dr. Imral. RS Dr. Cipto Mangunkusumo.
Sayangnya rencana penelitian DBD tersebut Pada tahun 2006, Pediatric Cardiac Intensive
menemui hambatan: ijin dari FKUI tidak keluar Care Unit di RS Jantung Harapan Kita menjadi
Pediatri Gawat Darurat, Menyongsong Masa Depan 5

satu unit tersendiri dengan dimotori oleh Dr. Karena itu World Federation of Pediatric Intensive
Novik Budiwardhana, yang sebelumnya telah Care and Critical Care Societies menganjurkan
mendalami ilmu perawatan intensif anak di agar pelayanan anak sakit gawat dibagi dalam
Royal Children Hospital, Melbourne pada tahun 4 tingkat sesuai dengan tingkat kemajuan
2004. Dr. Eva Miranda kemudian ikut bergabung ekonomi negara dan angka mortalitas balita:
dan menjalani pendidikan tambahan di Hospital 1. Bukan negara industri dengan mortalitas
for Sick Children di Toronto, Canada pada balita > 30/1000
tahun 2007. Pada awalnya unit ini merupakan
Prioritas pelayanan hanya meliputi pelayanan
bagian dari Unit Post Operative Cardiac Care
kesehatan dasar seperti: pemberian air susu
yang dibidani oleh Dr. Iqbal Mustafa, Dr. Yusuf
ibu, imunisasi, proses melahirkan yang bersih,
Rachmat, dan Dr. Heru Samudro.
penyediaan air bersih, suplementasi vitamin
Sejak tahun 2000, ICU anak di Indonesia A dan zink dan penggunaan antibiotik pada
telah aktif berpartisipasi dalam World Federation kasus tertentu.
Pediatric Intensive and Critical Care Society,
2. Bukan negara industri dengan mortalitas
dengan Dr. Antonius H. Pudjiadi sebagai balita < 30/1000
national ambassador. Pertemuan tahunan
Pediatric and Neonatal Intensive Care nasional Prioritas pelayanan ditingkatkan dengan
saat ini menjadi tolok ukur kemajuan PICU dan penggunaan cairan resusitasi isotonik,
NICU di Indonesia. Pertemuan tahunan ini mulai albumin untuk resusitasi malaria berat,
diselenggarakan sejak tahun 2007 dengan dukungan larutan glukosa dan natrium untuk
Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Perhimpunan cairan rumat, penggunaan antibiotik dan
Dokter Intensive Care Indonesia. antimalaria dini serta penggunaan nasal
continuous positive airway pressure (CPAP)
pada gawat napas.
ARAhAN MASA DEPAN PEDIATRI 3. Negara industri sedang berkembang
GAwAT DARURAT DI INDONESIA Prioritas pelayanan ditingkatkan lagi
dengan intubasi dan penggunaan
Dalam 100 tahun terakhir ini, telah terjadi ventilator mekanik, resusitasi tahap lanjut,
penurunan mortalitas anak yang dramatis di penggunaan cairan koloid, penggunaan
negara maju. Pediatric Intensive Care mempunyai inotropik, pengembangan pusat rujukan
peranan yang cukup besar dalam pencapaian tersier serta transportasinya, penggunaan
prestasi ini. Seiring dengan berkembangnya parameter saturasi vena sentral sebagai
teknik ventilasi mekanik, mortalitas balita target resusitasi, penggunaan antibiotik yang
menurun dari 29% menjadi 7%. Di Amerika tepat,mengeliminasi fokus infeksi dengan
Serikat, Pediatric Intensive Care Unit (PICU) tindakan operasi, tatalaksana hiperglikemia,
berperan penting dalam penurunan angka penggunaan intravenous immunoglobulin
mortalitas sebesar 5 kali. Namun demikian biaya (IVIG), lung protection strategy dan dialisis
yang dibutuhkan untuk mencapainya amat untuk sepsis berat.
besar, tidak terjangkau sebagian besar negara 4. Negara industri maju
berkembang. Di negara miskin dengan tingkat
Prioritas ditingkatkan lagi dengan kemampuan
kematian balita amat tinggi, tindakan medis
pemantauan curah jantung invasive,
sederhana seperti imunisasi, perbaikan status
penggunaan teknologi ECMO, continuous
gizi, penggunaan antibiotik dan penggunaan
renal replacement therapy (CRRT),
obat inotropik ternyata telah menurunkan
plasmaferesis, High Frequency Oscillator
mortalitas balita antara 10 hingga 100 kali lipat.
(HFO) dan iNO.
6 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Indonesia berada dalam kelompok negara 6. Pembangunan, setidaknya, satu PICU tingkat
industri sedang berkembang, bersama 111 menengah di setiap provinsi yang akan
negara lainnya, termasuk India, China, negara- menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan
negara di Amerika Selatan dan Tengah, negara- anak di tingkat yang lebih rendah.
negara Teluk dan Timur Tengah, Asia Tenggara, 7. Pembangunan PICU berstandar internasional
Pakistan, Rusia, Afrika Tengah dan Utara. sebagai pusat rujukan tertinggi, sekaligus
Namun demikian, Indonesia memiliki wilayah berperan dalam upaya peningkatan kesehatan
yang luas dan penduduk yang amat beragam. global untuk memberikan pelayanan
Berdasarkan kelompok tempat tinggal, tingkat maksimal, pada rumah sakit (RS) tipe B dan
pendidikan dan penghasilan, mortalitas bayi A dimungkinkan untuk mengembangkan
dan balita di Indonesia mempunyai variasi yang pelayanan dengan kekhususan. Untuk
amat besar. Berdasarkan tempat tinggal, yang itu terbuka pula kemungkinan untuk
dibedakan menjadi urban dan rural, mortalitas pengembangan Neonatal ICU dan PICU
bayi bervariasi antara 32-52%, berdasarkan yang mempunyai kekhususan seperti PICU
tingkat pendidikan, antara 23-67%, dan khusus penyakit menular, PICU khusus
berdasarkan penghasilan 17-61%. Karena bedah, PICU khusus penyakit saraf dan
besarnya variasi ini, upaya pengembangan metabolik dll.
PICU nasional harus memiliki strategi yang
Demi memudahkan perencanaan
tepat. Kemajuan di bidang ekonomi serta
pembangunan, maka disusunlah pedoman
mutu dan jumlah tenaga profesional di bidang
nasional pelayanan PICU yang berisi petunjuk
kesehatan mengakibatkan Indonesia pantas
tentang sarana dan peralatan medis, kompetensi
pula memandang pasar global sebagai peluang
tenaga medis, fasilitas penunjang, hingga indikasi
bagi industri kesehatan Indonesia. Berdasarkan
masuk, keluar atau kriteria rujukan pasien.
pertimbangan di atas, maka rencana strategis
Pedoman ini tentu saja besar manfaatnya bagi
kebijakan pengembangan pelayanan pediatric
penyelenggara pendidikan, bahkan juga bagi
intensive nasional adalah sebagai berikut:
penyedia tenaga/lowongan kerja.
1. Peningkatan mutu dan pelayanan kesehatan Pada RS tipe C atau tingkat pelayanan lebih
tingkat terendah, puskesmas hingga rendah, PICU selayaknya mampu memberikan
posyandu agar mampu meningkatkan derajat pelayanan suportif yang menyelamatkan nyawa,
kesehatan, melakukan pendidikan kesehatan seperti penggunaan ventilator mekanik, cairan
dan memberikan semua pelayanan dasar resusitasi dan obat vasoaktif, hingga pasien
kesehatan anak. menjadi stabil setidaknya selama 4-12 jam.
2. Pengembangan sistem pelayanan kesehatan Pasien yang membutuhkan tindakan diagnosis
terpadu dan berjenjang, termasuk sistem dan terapeutik lebih jauh, atau membutuhkan
pelayanan gawat-darurat khusus anak serta pemantauan yang lebih invasif dan lama, harus
sistem rujukannya. dirujuk ke RS tipe B atau A. Pada RS tipe B,
3. Meningkatkan ketrampilan dan kemampuan PICU harus mampu melakukan pelayanan
akademis pemberi jasa pelayanan kesehatan. paripurna hingga indikasi perawatan di PICU
4. Pengembangan sistem rewards yang lebih tidak ada lagi. Di RS tipe A, PICU mampu
melayani kasus-kasus khusus dengan tingkat
baik untuk menjamin kesejahteraan dan rasa
kesulitan lebih tinggi lagi, seperti pasca bedah
aman pemberi jasa pelayanan kesehatan.
jantung terbuka, transplantasi, pasien yang
5. Pengembangan sistem asuransi kesehatan membutuhkan tindakan khusus seperti CRRT,
nasional. ECMO, kasus dengan kelainan bawaan
kompleks, dll.
Pediatri Gawat Darurat, Menyongsong Masa Depan 7

DAfTAR PUSTAKA tomorrow. Jakarta: Perdici; 2009. h.19-24.


4. Pudjiadi AH. Pediatric intensive care di Indonesia:
1. Committee on Hospital Care and Pediatric
antara mimpi dan kenyataan. Dalam: ICU:
Section of the Societ y of Critical Care Medicine.
yesterday, today and tomorrow. Jakarta: Perdici;
Guidelines and levels of care for pediatric intensive
2009. h.92-5.
care unit. Pediatrics. 1993;92:166-75.
5. Rogers MC. The history of pediatric intensive
2. Moss MM. Physical design and personnel
care around the world. Dalam: Nichols DG,
organization of the PICU. Dalam: Nichols
penyunting. Rogers’ textbook of pediatric
DG, penyunting. Rogers’ textbook of pediatric
intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott
intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008. h.3-17.
Williams & Wilkins; 2008. h.46-55.
6. Rosenberg DI, Moss MM. Guidelines and levels
3. Pudjiadi AH. Sejarah unit perawatan intensif anak
of care for pediatric intensive care units. Pediatrics.
FKUI-RSCM. Dalam: ICU: yesterday, today and
2004;114:1114-25.
2 Penjaminan Mutu Pelayanan PGD
Chairul Yoel

Isu kualitas di bidang pelayanan kesehatan satu juta pasien setiap tahunnya menjadi
(health care quality) bukanlah merupakan korban dari kesalahan medis dan menyebabkan
sesuatu hal yang baru. Isu ini juga selalu terkait kematian lebih dari 100 ribu pasien. Kematian
dengan isu keamanan pasien (patient safety), akibat kesalahan medis disebutkan lebih besar
bahkan sebagian besar berpendapat bahwa dari jumlah total seluruh kematian akibat
keamanan pasien justru menjadi dimensi utama kecelakaan lalu lintas, jatuh, tenggelam dan
dari mutu pelayanan. Hippocrates berabad-abad kecelakaan penerbangan.
lalu telah mengungkapkan hal tersebut dalam Di tengah pesatnya perkembangan
pernyataannya yang sangat dikenal di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran,
kedokteran: primum non nocere - yang pertama ternyata tidak selalu diimbangi dengan
, jangan membahayakan. Walaupun isu tersebut penerapan berbagai kemajuan tersebut dalam
telah dikenal berabad-abad sebelumnya, namun pelaksanaan praktik pelayanan kesehatan.
upaya untuk memfasilitasi peningkatan mutu Sebagian besar dokter pada dasarnya memahami
pelayanan dan keamanan pasien baru mengalami risiko yang mungkin timbul pada pasien akibat
percepatan dalam dua abad terakhir ini, tidak diterapkannya prinsip perbaikan mutu
khususnya sejak 1990-an. Hal ini tidak terlepas dalam pelaksanaan pelayanan. Sering mereka
dari meningkatnya perhatian dan tekanan berpendapat bahwa tanggung jawab ini berada
masyarakat tentang isu keamanan dan kualitas di tangan pihak administratif rumah sakit. Para
pelayanan kesehatan. Tuntutan dari masyarakat dokter lebih terfokus pada mengidentifikasi,
dan berbagai pihak pemangku kepentingan mengetahui dan mengajarkan berbagai praktik-
semakin tajam terhadap tersedianya pelayanan praktik terbaik dari perspektif fisiologis dan
kesehatan yang berkualitas serta adanya efikasi, ketimbang menerapkan praktik-praktik
keterbukaan informasi mengenai pembiayaan tersebut secara efektif dan nyata terhadap pasien
sektor pelayanan kesehatan. yang berada di lingkungan pelayanan kesehatan.
Di Amerika Serikat, dari laporan yang Di Intensive Care Unit (ICU) termasuk
dikeluarkan oleh Institute of Medicine (IOM), Pediatric Intensive Care Unit (PICU)/pelayanan
Institute for Health Care Improvement dan pediatrik gawat darurat, masalah mutu
Agency for Healthcare Research and Quality pelayanan dan keamanan pasien menjadi
(AHRQ), menggaris bawahi tentang temuan masalah yang krusial. Pelayanan perawatan
sejumlah kesalahan medis dan gap yang sering anak sakit kritis memiliki risiko yang tinggi
terjadi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan serta terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan.
keamanan pasien. Pada tahun 1999, IOM Hal ini antara lain disebabkan oleh penggunaan
mengeluarkan laporan berjudul To Err Is Human, teknologi kedokteran yang semakin banyak
yang memperkirakan bahwa sekitar dan kompleks, pelaksanaan perawatan yang
Penjaminan Mutu Pelayanan PGD 9

rumit dan membutuhkan ketelitian, proses berbagai kejadian yang tak diharapkan, antara
pengambilan keputusan dan intervensi yang lain masalah komunikasi, profesionalisme/
harus dilakukan secara cepat, perkembangan kompetensi, ketersediaan sistem informasi,
pesat dalam pengobatan dan praktik perawatan pembakuan prosedur, keamanan pasien dan
anak, dan besarnya anggota tim yang harus lingkungan, dan beberapa faktor lainnya.
terlibat dalam proses perawatan (perawat, Salah satu model pertama dalam
konsultan, dan lain-lain). mengevaluasi kualitas pelayanan kesehatan
dikembangkan oleh Donabedian mengemukakan
bATASAN PENjAMINAN MUTU 3 elemen yang harus dinilai dari suatu pelayanan
The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan kesehatan yakni struktur, proses dan luaran
(outcome). Elemen struktur terkait dengan unit
mutu pelayanan kesehatan sebagai derajat
peningkatan pelayanan kesehatan mencapai pelayanan kesehatan/rumah sakit, kualifikasi
tingkatan luaran (outcomes) yang diinginkan, provider kesehatan dan karakteristik pasien
yang dilayani. Misalnya rumah sakit memiliki
serta tetap sesuai secara profesional dengan
kemampuan untuk memberikan pelayanan
perkembangan ilmu pengetahuan. Keamanan
Magnetic Resonance Imaging (MRI), unit memiliki
pasien didefinisikan sebagai kondisi terbebas dari
cedera, baik akibat suatu perawatan ataupun struktur dan ketenagaan yang jelas. Elemen
akibat kesalahan medis. proses merujuk kepada teknis dan tata cara
melaksanakan pelayanan kesehatan, misalnya
Kissoon, mendefinisikan penjaminan evaluasi pelayanan yang diberikan berdasarkan
mutu pelayanan kesehatan sebagai proses yang panduan klinik/prosedur yang dibakukan.
terorganisasi dalam menilai/mengevaluasi Elemen outcome (luaran) berhubungan dengan
kinerja pelayanan untuk memperbaiki praktik hasil akhir (end point) dari proses pelayanan,
dan mutu pelayanan. Disebutkan bahwa misalnya angka kematian ataupun kepuasan
komponen penjaminan mutu terdiri dari sistem, pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan.
struktur, proses dan hasil (outcome). Sistem
Dalam menilai kualitas pelayanan
merupakan komponen yang mutlak harus
kesehatan, diperlukan sejumlah pengukuran
dimiliki. Perbaikan luaran akan diperoleh apabila
secara kuantitatif untuk menetapkan luaran
perawatan dilaksanakan oleh unit perawatan
dan kualitas pelayanan. Namun kendala utama,
kritikal yang memenuhi standar yang ditetapkan.
khususnya di bidang pelayanan kesehatan anak
Luaran yang lebih baik akan dihasilkan dari
adalah terbatasnya penelitian yang terstruktur
unit dengan level ketelitian yang tinggi, volume
dalam menentukan parameter dari luaran
pasien yang besar, dan ketersediaan sumber
tersebut. Lohr mendefinisikan outcome dengan
daya/fasilitas yang cukup. Komponen struktur
5D yakni death, disease, disability, discomfort
berhubungan dengan tata kelola pelaksanaan
pelayanan. Luaran akan membaik bila unit dan dissatisfaction. Agar luaran menjadi suatu
dipimpin seorang direktur purna waktu dan ukuran yang valid, parameter tersebut haruslah
terlatih dibidang perawatan kritikal, unit yang erat keterkaitannya dengan proses perawatan.
menganut format tertutup dan diperkuat staf Dengan kata lain perubahan proses perawatan
yang kredensial. Tersedianya tim perawatan secara langsung akan mempengaruhi luaran.
intensif dan adanya rasio perawat yang sesuai Kemampuan untuk mengukur dan mengikuti
sehingga dapat mengurangi beban perawat. secara terus menerus outcome dari pelayanan
Dalam proses pelayanan harus diidentifikasi menjadi bagian yang paling kritikal dalam upaya
sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi dan memperbaiki suatu sistem pelayanan. Berbagai
sering menjadi akar permasalahan terjadinya parameter terkait kualitas dan outcome pelayanan
digunakan sebagai tolak ukur penilaian. Oleh
10 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

sebab itu parameter yang digunakan haruslah jelas, Yang dimaksud dengan aman adalah
dapat didefinisikan, relevan dan sesuai dengan pasien terhindar dari kesalahan medis yang
kebutuhan spesifik dari penilaian. Benchmarking mungkin timbul selama menjalani perawatan.
adalah upaya membandingkan nilai kualitas dan Kesalahan medis bisa dalam bentuk kesalahan
outcome yang dimiliki dengan nilai yang dimiliki diagnosis, kesalahan terapeutik dan kesalahan
institusi pelayanan sejenis lainnya. pencegahan. Kejadian infeksi nosokomial,
Mengurangi keberagaman dalam struktur prosedur tanpa pembakuan dan upaya
organisasi dan proses perawatan merupakan pencegahan komplikasi perawatan yang tidak
strategi yang penting untuk memperbaiki berjalan menambah panjangnya daftar penyebab
outcome dan memacu peningkatan kualitas. ketidak amanan pelayanan. The Institute of
Adanya dokter yang berfungsi sebagai direktur Medicine (IOM) menganjurkan pemanfaatan
unit dan keberadaan tenaga intensivis 24 jam sistem teknologi untuk mengurangi terjadinya
di semua unit akan mengurangi keberagaman berbagai kesalahan dalam penanganan pasien.
struktur organisasi berbagai unit perawatan Diperkirakan angka kejadian kesalahan medis
intensif. Proses perawatan yang menggunaan dapat diturunkan hingga separuhnya dengan
panduan klinik dan tahapan kerja yang jelas menerapkan sistem teknologi. Kendala utama
akan mengurangi keberagaman proses. adalah membengkaknya biaya investasi yang
diperlukan. Perawatan efektif menggambarkan
Untuk melakukan upaya perbaikan
bahwa pelayanan yang diberikan memiliki
kualitas pelayanan kesehatan ada 3 pertanyaan
landasan ilmiah dan berkesesuaian, tidak
penting yang harus dijawab. Pertanyaan pertama
substandar ataupun berlebih-lebihan. Pelayanan
adalah perubahan dalam aspek apa yang akan
yang terpusat kepada pasien diartikan sebagai
dilakukan, pertanyaan kedua: bagaimana
suatu pelayanan yang respek dan respon
memastikan bahwa perubahan yang dilakukan
terhadap kebutuhan pasien; proses pengambilan
akan membawa perbaikan, dan pertanyaan
keputusan sejauh mungkin melibatkan pasien
ketiga : bentuk-bentuk perubahan apa yang
dan keluarganya. Tepat waktu menggambarkan
dilakukan sehingga tercapai perbaikan. Dalam
suatu pelayanan segera tanpa keterlambatan,
melakukan perbaikan kualitas pelayanan dapat
baik dalam tindakan ataupun masa tunggu
digunakan acuan kerangka kerja siklus PDSA
(Plan-Do-Study-Act), yakni merencanakan, pelayanan pasien. Efisien adalah pola pelayanan
yang menghindari penggunaan sumber daya
melaksanakan, mengevaluasi dan memperbaiki
kembali suatu kegiatan upaya perbaikan kualitas
pelayanan. Mutiara bernas
The Institute of Medicine (IOM) dalam
laporannya yang berjudul Crossing the Quality
Chasm, menyebutkan terdapat 6 dimensi dari
kualitas yang menjadi target utama dari upaya Penjaminan mutu merupakan proses
perbaikan kualitas, yakni: yang terorganisasi dalam menilai dan
1. Aman
2. Efektif dan berkesesuaian pelayanan.
3. Terpusat pada pasien
4. Tepat waktu dan luaran
5. Efisien, dan
6. Menganut kesetaraan pelayanan sejenis
Penjaminan Mutu Pelayanan PGD 11

secara berlebihan tanpa mengorbankan kualitas mortalitas pada berbagai tingkatan, baik untuk
pelayanan. Pelayanan juga harus menganut memprediksi mortalitas pada 90% maupun pada
prinsip kesetaraan yakni tidak membedakan 20 %.
perlakuan atas gender, etnis, geografis dan status Penggunaan sistem skoring sudah dikenal
sosioekonomi. cukup lama dalam pelayanan/perawatan
kesehatan, baik untuk menilai beratnya penyakit,
prediksi, menentukan tindakan, maupun untuk
SeveritY SCore DAN PREDIKSI penelitian dan pembanding kualitas pelayanan.
MORTAlITAS Beberapa contoh awal pengembangan bentuk
sistem skoring adalah Apgar score dan skala
Salah satu standar yang berhubungan dengan koma Glasgow. Sistem skoring yang sering
outcome di suatu unit perawatan intensif digunakan di lingkungan ICU, antara lain,
adalah sistem skoring dan prediksi mortalitas. Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation
Disamping digunakan untuk menilai beratnya (APACHE), Simplified Acute Physiologic Score
penyakit dan prognosis pasien yang dirawat (SAPS), Mortality Prediction Model (MPM),
di unit perawatan intensif, sistem ini sangat dan Sequential Organ Failure Assessment score
membantu pengambilan keputusan klinis, (SOFA). Untuk kelompok anak, yang paling
pembakuan penelitian dan membandingkan sering digunakan adalah skoring PRISM (the
kualitas pelayanan pasien antar unit perawatan Pediatric Risk of Mortality) dan PIM (the Pediatric
intensif. Index of Mortality). Skor PRISM yang merupakan
Secara umum sistem skoring menggunakan derivat dari PSI (Physiologic Stability Index), pada
nilai numerik ataupun skor beratnya sakit untuk awalnya memiliki 14 variabel dengan 23 rentang
sejumlah variabel klinis. Dengan perhitungan variabel, dan telah disempurnakan lebih jauh
skor dapat diprediksi outcome klinis, biasanya menjadi PRISM III, yang digunakan dalam 12
prediksi mortalitas pasien. Hubungan antara jam pertama perawatan. Sistem skoring PIM,
skor tingkat beratnya sakit dengan outcome yang hampir setara dengan MPM pada kelompok
sudah diperoleh sebelumnya secara empiris dewasa, memiliki 8 variabel yang penilaiannya
berdasarkan suatu data besar dari populasi dilakukan pada saat satu jam pertama setelah
pasien ICU. Oleh sebab itu sistem skoring pasien kontak dengan tim ICU. Penggunaan
tidak dapat digunakan untuk kelompok pasien PIM menjadi kurang popular dibanding PRISM
yang nonkritikal. Dua prinsip yang harus karena memiliki beberapa kelemahan. Penilaian
dipertimbangkan dalam penggunaan sistem hanya dilakukan satu kali pada saat kontak
skoring prediksi, yaitu pertama sistem skoring pertama dengan tim ICU sehingga kemungkinan
harus dapat mengukur luaran yang penting bias menjadi besar. Disamping itu pengertian
(misal mortalitas). Kedua, sistem harus mudah kontak pertama dengan tim ICU dalam satu
digunakan dan tidak menghabiskan waktu serta jam pertama kurang cukup tegas antara sewaktu
biaya yang banyak. Dua karakteristik harus pula transportasi atau pada saat telah berada di
dimiliki oleh sistem skoring ini yakni diskriminasi ruang gawat darurat. Pengalaman penggunaan
dan kalibrasi. Diskriminasi adalah akurasi dari MPM pada kelompok dewasa menunjukkan
hasil prediksi terhadap hasil observasi, dianggap bahwa pemakaian skoring yang berdasarkan
sempurna bila hasil prediksi sesuai dengan parameter fisiologis (misal APACHE) ternyata
hasil observasi. Kalibrasi menggambarkan memberikan hasil yang lebih baik dan konsisten
kemampuan sistem skoring melakukan prediksi dibanding pemakaian MPM. Skoring lain yang
(mortalitas) dalam rentang yang luas. Dengan juga sering dipakai di PICU adalah Paediatric
kata lain akurasi tetap tinggi untuk memprediksi Logistic Organ Dysfunction (PELOD) score
12 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

(http://www.sfar.org/scores2/pelod2.html), yang tempat berkembangnya infeksi nosokomial di


digunakan sebagai instrumen yang valid untuk suatu rumah sakit dan menjadi penyebab
menentukan beratnya disfungsi multi organ kesakitan dan kematian bermakna terhadap
pada pasien PICU. pasien yang dirawat. Infeksi nosokomial
Harus dipahami bahwa dari sekian merupakan salah satu indicator benchmarking yang
banyak sistem skoring yang telah digunakan, penting. Benchmarking tersebut meliputi angka
masing-masing tetap memiliki kelebihan infeksi aliran darah melalui kateter intra vena (RBSI
dan kekurangannya. Sistem skoring terus catheter-related bloodstream infection rate),
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan infeksi saluran pernafasan/pneumonia akibat
perkembangan intervensi perawatan yang penggunaan ventilator (VAP=ventilator
mempengaruhi luaran. Sistem skoring Acute associated pneumonia) dan infeksi saluran
Physiologic and Chronic Health Evaluation kemih akibat penggunaan kateter urin
(APACHE), misalnya telah dikembangkan (CAUTI=catheter-associated urinary tract
mulai dari APACHE II sampai APACHE infection).
IV. Penyempurnaan termasuk pengurangan Terdapat beberapa faktor yang
variabel penilaian yang digunakan, misalnya menyebabkan tingginya infeksi nosokomial di
APACHE II mengurangi variabel dari 34 pada unit perawatan intensif anak, antara lain:
model awal menjadi 12 variabel pada APACHE  Populasi pasien PICU berada di suatu
II. Simplified Acute Physiologic Score (SAPS), lingkungan yang sarat dengan prosedur dan
sebelumnya banyak menggunakan SAPS-II sistem pemantauan yang invasif;
telah diperbaharui dengan munculnya versi
 Pasien umumnya memiliki daya tahan tubuh
SAPS-III. The Mortality Prediction Model II
yang rendah disebabkan: faktor usia (insidens
(MPM II) adalah versi yang sering digunakan
infeksi nosokomial tertinggi dijumpai
pada sistem skor MPM namun versi baru MPM-
pada usia 2 bulan – 1 tahun), penggunaan
III telah pula diperkenalkan.
kemoterapi, stres kronik dan kurangnya
mobilitas;
Mutiara bernas  Penggunaan berbagai jenis antimikrobial
yang menyebabkan PICU menjadi tempat
Skor PRISM III dan PELOD banyak berkembangnya organisme patogen
dipakai sebagai instrumen prediksi multiresisten yang sangat sulit diatasi
mortalitas dan derajat keparahan (pemberian antibiotika lebih dari 10 hari
penyakit. Kedua sistem skor ini sangat meningkatkan kemungkinan mendapat
membantu pengambilan keputusan klinis, infeksi nosokomial 5 kali lipat).
pembakuan penelitian dan membandingkan  Pemberian nutrisi parenteral (22 kali lebih
kualitas pelayanan pasien antar unit sering mendapat infeksi nosokomial).
perawatan intensif Infeksi nosokomial yang paling sering
dijumpai di unit perawatan intensif adalah:
INfEKSI NOSOKOMIAl DI PICU  Infeksi aliran darah melalui kateter intra
vena (CRBSI = catheter-related bloodstream
Infeksi nosokomial adalah infeksi mikroorganisme infection)
invasif yang menimbulkan peradangan patogen
yang didapatkan pasien sewaktu berada di  Infeksi saluran pernafasan/pneumonia akibat
penggunaan ventilator (VAP = ventilator
rumah sakit. Unit perawatan intensif anak
associated pneumonia), dan
(PICU) menjadi salah satu lokasi paling penting
Penjaminan Mutu Pelayanan PGD 13

 Infeksi saluran kemih akibat penggunaan perburukan pertukaran gas, meningkatnya


kateter urin (CAUTI = catheter-associated kebutuhan O2 dan dukungan ventilator,
urinary tract infection) bradi atau takikardia. Pemeriksaan serial dari
Dari data yang dihimpun oleh National bronchoalveolar lavage (BAL) sangat membantu
Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) dan menegakkan diagnosis mikrobiologis. Catheter-
Pediatric Prevention Network (PPN), antara tahun related bloodstream infection (CRBSI) terjadi
1992-2004 di USA didapatkan angka kejadian setelah adanya kontaminasi dan kolonisasi pada
infeksi nosokomial di PICU sekitar 6-12 %. kateter pembuluh darah. Sumber kolonisasi
Kelompok studi di Eropa bahkan mendapatkan umumnya adalah dari kulit dan pangkal (hub)
angka kejadian di PICU mencapai 23.5 %. kateter. Mikroorganisme akan bermigrasi
Data NNIS dan PPN juga menunjukkan bahwa sepanjang permukaan luar kateter sampai
jenis infeksi nosokomial yang paling sering akhirnya memasuki aliran darah. Patogenesis
adalah CRBSI, diikuti kemudian oleh VAP dan CAUTI mirip dengan CRBSI, yaitu sumber
CAUTI. Kelompok studi di Eropa mendapatkan kolonisasi dari daerah perineum bermigrasi
hasil yang agak berbeda, VAP merupakan jenis melalui permukaan luar kateter sampai di
terbanyak diikuti CRBSI, CAUTI dan luka kandung kencing. Strategi pencegahan infeksi
pasca bedah. Sebagai perbandingan, CAUTI nosokomial yang disebabkan CRBSI dan
merupakan jenis yang terbanyak dijumpai pada CAUTI antara lain adalah :
kelompok usia dewasa.  Segera mencabut kateter bila tidak lagi
Jenis mikroorganisme penyebab infeksi diperlukan;
nosokomial di PICU juga terus berubah dari  Mencuci tangan secara benar sebelum
waktu ke waktu. Yang paling menyulitkan pemasangan kateter;
adalah munculnya strain yang multiresisten. Di  Bekerja secara aseptik pada waktu
berbagai unit dijumpai Pseudomonas, pemasangan kateter;
Acinetobacter, Klebsiella yang resisten terhadap  Menggunakan sistem tertutup atau port
beta-laktamase dan aminoglikosida. Sejak tahun de entrée/penghubung kateter seminimal
2004 dijumpai pula Methiciline Resistant
mungkin;
Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycine
resistant Enterococcus, dan multidrug resistant  Menggunakan kateter khusus (anti septic/
Pseudomonas dan Enterobacter. antimicrobial impregnated catheter)
Ventilator associated pneumonia (VAP)  Manipulasi sistem seminimal mungkin selama
didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi penggunaan.
pada seorang pasien setelah penggunaan Strategi yang tepat dan pelaksanaan
ventilasi mekanik selama 48 jam sejak dirawat konsisten dalam upaya mengendalikan infeksi
di rumah sakit. Adanya VAP harus dicurigai nosokomial akan dapat memperbaiki outcome
bila sekurang-kurangnya pada 2 kali serial foto PICU, meningkatkan keamanan pasien,
dada dijumpai gambaran infiltrat baru, progresif mengurangi pembiayaan yang tidak diperlukan
dan persisten pada pasien yang telah dirawat dan memperpendek masa perawatan. Suatu
dengan ventilasi mekanik lebih dari 48 jam. studi pada kelompok pasien anak menunjukkan
Disamping temuan radiologis, pasien harus pula bahwa infeksi nosokomial melalui aliran darah
memenuhi kriteria klinis dan laboratoris, antara akan meningkatkan tambahan biaya perawatan
lain demam >38oC tanpa sebab yang jelas, sebesar $ 46,000 dan memperpanjang masa
leukopenia atau leukositosis, sputum purulen, perawatan di PICU menjadi 14,6 hari.
apnea atau takipnea, batuk, ronki, dan mengi,
14 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

UPAyA PENINGKATAN EfISIENSI DI antara LOS yang diobservasi dengan LOS yang
PICU diprediksi. Selain dapat mengukur efisiensi
penggunaan sumber daya, LOS rasio baku juga
Dalam proses pengelolaan pelayanan PICU, dapat digunakan sebagai indikator pembanding
kualitas tak dapat dipisahkan dari keamanan dengan unit lain yang sejenis, khususnya dalam
dan efisiensi. Disamping menurunkan angka penggunaan sumber daya. Bahkan LOS rasio
kesakitan dan kematian, intensivist pediatric baku saat ini telah menjadi standar benchmarking
juga harus berperan untuk mengurangi atau kinerja dan kualitas perawatan ICU.
meniadakan kejadian infeksi nosokomial.
Sejumlah faktor diidentifikasi sebagai
Kegagalan pencegahan infeksi nosokomial
faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi suatu
akan melipat gandakan pembiayaan dan masa
unit perawatan intensif, antara lain:
perawatan pasien di PICU.
 Jumlah tempat tidur
Para ekonom bidang kesehatan selalu  Kriteria masuk dan keluar
mendorong setiap unit pelayanan untuk  Kebijakan transfer
menggunakan sumber daya kesehatan secara  Keberadaan intensivis 24 jam
cost-effective dan efisien tanpa mengorbankan
 Desain ICU dan pola ketenagaan
kualitas. Mereka mendefinisikan nilai (value)
 Pola kerja dokter dan perawat
suatu pelayanan dengan kualitas dibagi biaya  Organisasi pengelola
atau cost (V=Q/C). Nilai perawatan akan
meningkat bila unit mampu menghasilkan luaran Unit perawatan intensif dengan jumlah
yang sesuai dengan menggunakan pembiayaan tempat tidur kurang dari 12 dinilai tidak
yang minimum. Dengan kata lain, efisiensi efisien, sebaliknya unit diatas 20 tempat
suatu unit perawatan intensif akan tercapai bila tidur akan menyebabkan berbagai kendala
luaran klinik yang optimal bisa diperoleh dengan penyediaan sumber daya sehingga mengurangi
penggunaan sumber daya yang rendah. efisiensi. Berbagai data menunjukkan bahwa
keberadaan tenaga intensivis selama 24 jam
Oleh sebab itu untuk menentukan efisiensi
dapat menurunkan pembiayaan, morbiditas
suatu unit perawatan intensif perlu ditetapkan
dan mortalitas di suatu unit perawatan intensif.
indikator yang menggambarkan kinerja
Karakteristik organisasi pengelola ICU juga
kliniknya dan tolak ukur penggunaan sumber
sangat mempengaruhi efisiensi, termasuk
dayanya. Metode yang banyak digunakan untuk konsep tersedianya tim critical care yang solid
menilai efisiensi penggunaan sumber daya di
dan pimpinan (medical directors) yang mampu
unit perawatan intensif adalah berdasarkan
menggerakkan dan mengarahkan pengelolaan
pemakaian tindakan (terapi) khusus di
unit bersangkutan.
lingkungan ICU seperti ventilator mekanik
dan pemberian zat vasoaktif. Sistem skoring
klinik adalah cara yang umum digunakan Mutiara bernas:
untuk mengendalikan berbagai variabel pasien
• Efisiensi suatu unit perawatan intensif
(fisiologis, diagnostik dan lain-lain) sehingga
akan tercapai bila outcome klinis
dimungkinkan untuk melakukan perbandingan
parameter yang standar dengan unit lain yang yang optimum bisa diperoleh dengan
sejenis. Length of stay (LOS) merupakan penggunaan sumber daya yang rendah.
cara yang umum dilakukan untuk mengukur • Berbagai data menunjukkan bahwa
penggunaan sumber dayadisuatu unit perawatan keberadaan tenaga intensivis selama
intensif. Biasanya digunakan LOS rasio baku 24 jam dapat menurunkan
(the standardized LOS ratio), yakni perbandingan pembiayaan, morbiditas dan
mortalitas di ICU.
Penjaminan Mutu Pelayanan PGD 15

KEPUSTAKAAN Last updated: December 28, 2009, http://www.


uptodate.com
1. Cholis TJ, Pollack MM. Scoring system in critical
8. Marcin JP, Bratton SP. Outcome and qualit y:
care. Dalam: Wheeler DS, Wong HR, Shanley
definitions, assessment, and analysis. Dalam:
TP, penyunting. Pediatric critical care medicine
Wheeler DS, Wong HR, Shanley TP, penyunting.
: basic science and clinical evidence. London:
Pediatric critical care medicine : basic science
Springer-Verlag London Limited; 2007
and clinical evidence. London: Springer-Verlag
2. Harrison AM. Maximizing value in pediatric London Limited; 2007
ICUs. Dalam: Rowin ME, Spinella PC,
9. Niedner NF. The science and methodology of
penyunting. Current concept in pediatric critical
qualit y improvement and patient safet y. Dalam:
care. Societ y of Critical Care Medicine; January
Spinella PC, Nakagaw TA, penyunting. Current
2010
concept in pediatric critical care. Societ y of
3. Institute of Medicine Committee on Qualit y Critical Care Medicine; January 2011
of Health Care in America. To err is human:
10. Pollack MM, Patel KM, Ruttimann UE. PRISM
building a safer health system. Kohn LT, Corrigan
III – an updated pediatric risk of mortalit y score.
JM, Donaldson MS, penyunting. Washington
Crit Care Med. 1996; 24:743-52
DC: National Academy Press; 2000
11. Richards MJ, Edwards JR, Culver DH, Gaynes
4. Institute of Medicine Committee on Qualit y of
RP. The National Nosocomial Infections
Health Care in America. Crossing the qualit y
Surveillance System : nosocomial infections in
chasm: a new health system for the 21st century.
pediatric intensive care units in the United States.
Washington DC: National Academy Press; 2001
Pediatrics. 1999;103 (4)
5. Kelley MA. Predictive scoring systems in the
12. Rowin ME, Vohra A, Christenson JC. Nosocomial
intensive care unit. Dalam: Parsons PE, Wilson
infection in intensive care unit. Dalam: Wheeler
KC. Last updated: June 7, 2010, http://www.
DS, Wong HR, Shanley TP, penyunting. Pediatric
uptodate.com
critical care medicine : basic science and clinical
6. Kissoon N. Qualit y assurance in ICU. South evidence. London: Springer-Verlag London
African Critical Care Congress, 2010 (http:// Limited; 2007
www.critcare.co.za/Summit/15th%20-%20Fri/
13. Slonim AD, Pollack MM. Integrating the Institute
Session04/ Qualit y_Assurance.pdf)
of Medicine’s six qualit y aims into pediatric
7. Marchaim D, Kaye K. Infections in the intensive critical care: relevance and applications. Pediatr
care unit. Dalam: Harris AB, Elinor L, penyunting. Crit Care Med 2005; 6:264 –9
3 Aspek Medikolegal di Unit Perawatan
Intensif (Intensive Care Unit/ICU) Anak
Munar Lubis, Novik Budiwardhana

ETIKA DAN MEDIKOlEGAl TATA yang meliputi masalah persetujuan tindakan


lAKSANA KASUS KEGAwATAN medis, penganiayaan anak, pengakhiran bantuan
penunjang hidup, dan penentuan kematian.
Berbagai kasus malpraktik menunjukkan
Persetujuan tindakan medis untuk anak
perlunya perbaikan pendidikan medikolegal bagi
dibawah umur dilakukan oleh orang tua
para dokter anak. Proses pelayanan kegawatan
atau walinya, di Indonesia batas kedewasaan
merupakan hal yang sulit. Dalam situasi
yang dianut adalah sudah berusia 20 tahun.
gawat darurat, waktu observasi pasien sangat
Persetujuan itu diberikan oleh pihak yang
pendek, ditambah lagi terjadi perubahan-
berhak setelah memperoleh informasi dari
perubahan klinis yang tak terduga. Dalam hal
dokter yang menangani pasien. Dalam keadaan
proses, kegawatan pediatrik ini menjadi lebih
darurat medis sementara tidak ada pihak yang
rumit dikarenakan berbagai faktor, termasuk
dapat dimintai persetujuannya, maka dokter
pertimbangan legal yang khusus.
tetap wajib melakukan tindakan apapun yang
Identifikasiisu-isulegal iniakanmeningkatkan terbaik bagi pasien tersebut. Pasien anak sering
kemampuan dokter untuk merasa lebih nyaman dibawa berobat ke unit gawat darurat tanpa
dalam lingkungan kerja yang sudah rumit. Lebih disertai oleh pengasuh yang legal. Penanganan
penting lagi, pengetahuan tentang prinsip- medis yang tepat pada pasien anak dengan
prinsip legal memberikan waktu tambahan keadaan urgen atau darurat seharusnya tidak
untuk dapat fokus pada kualitas pengobatan ditunda karena menunggu memperoleh consent.
saat krisis daripada pertimbangan legal sebelum
Di ICU anak terdapat beberapa isu khusus
memutuskan untuk melakukan suatu tindakan.
yang membutuhkan landasan kuat dalam
Jika terdapat pertentangan antara pertanyaan
bidang medikolegal. Isu khusus itu antara lain
hukum dengan pengobatan, hal terbaik adalah
melakukan konsultasi dengan otoritas legal yang
kompeten. Jika waktu tidak memungkinkan Mutiara bernas:
akses tersebut, maka tidak dapat dihindari • Seorang dokter hanya dapat dimintai
bahwa pelayanan medis disesuaikan dengan pertanggungjawaban hukum bila terbukti
kemampuan terbaik dari dokter. Bagaimanapun lalai atau menelantarkan pasien yang
luaran (outcome) legal pada satu kasus seharusnya ditolong.
tertentu, seorang dokter harus merasa nyaman
• Jika terdapat pertentangan antara
dalam standar praktik profesional dan dapat
menyesuaikan diri. pertanyaan hukum dengan pengobatan,
hal terbaik adalah melakukan konsultasi
Dalam pelayanan kegawatdaruratan di dengan otoritas legal yang berkompeten.
bidang pediatrik terdapat beberapa isu medikolegal
Aspek Medikolegal di Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) Anak 17

penganiayaan anak dan pengakhiran bantuan hanya harus mempertanggungjawabkan terbatas


penunjang hidup. pada hal-hal yang dapat diduga sebelumnya
Penganiayaan anak merupakan isu khusus saja. Dengan demikian seorang dokter hanya
yang saat ini juga sering dijumpai di Indonesia. dapat diminta pertanggungjawaban hukum bila
terbukti lalai atau menelantarkan pasien yang
Sering dijumpai orang tua yang melakukan
seharusnya ditolongnya.
penganiayaan terhadap anaknya berulangkali
membawa anaknya ke unit gawat darurat,
sementara penganiayaan itu sendiri senantiasa
Mutiara bernas:
terjadi kembali. Dokter anak harus selalu
mencurigai adanya penganiayaan anak (child Malpraktik adalah suatu keadaan ketika
abuse) bila menemukan gejala-gejala seperti seorang dokter tidak mematuhi standar
trauma berulang. perawatan (standard of care), kurangnya
Pengakhiran bantuan penunjang hidup pengetahuan atau keterampilan, atau
bagi anak yang secara medis tidak dapat lagi kelalaian dalam menangani pasien yang
diobati merupakan masalah pelik bagi dokter merupakan penyebab langsung dari
dan akan dibahas secara tersendiri dalam tulisan kecederaan yang diderita pasien.
ini.
Isu malpraktik yang saat ini tengah
merebak perlu disikapi dengan arif oleh profesi DAfTAR PUSTAKA
medis, khususnya mengenai mispersepsi yang 1. American Academi of Pediatrics. Consent for
terjadi baik oleh masyarakat maupun dokter emergency medical services for children and
sendiri. Malpraktik medis adalah suatu keadaan adolescents. Pediatrics. 2003:111;703-6
ketika seorang dokter tidak mematuhi standar
2. Herkutanto. Aspek medikolegal dalam pelayanan
perawatan (standard of care), kurangnya kegawatdaruratan pediatrik. Dipresentasikan
pengetahuan atau keterampilan, atau kelalaian pada International Symposium Pediatric Challenge
dalam menangani pasien yang merupakan 2006, Medan, Mei 1-4, 2006
penyebab langsung dari kecederaan yang
3. McAbee GN, Deitschel C, Berger. Pediatric
diderita pasien. Keadaan ini harus dibedakan
medicolegal education in the 21st century.
dengan “kejadian tak diharapkan” (untoward Pediatrics. 2006:117;1790-2
result), yaitu terdapat kondisi yang memang tidak
4. Rice MM. Medicolegal issues in pediatric and
dapat diduga (unforeseen) oleh dokter. Untuk
adolescent emergencies. Emerg Med Clin North
untoward result ini dokter tidak dapat dimintai
Am. 1991:9;677-95
pertanggungjawaban hukum, karena dokter
4 Evaluasi Diagnosis dan Tata laksana
Penurunan Kesadaran pada Anak
Setyabudhy, Irawan Mangunatmadja, Saptadi Yuliarto

Penurunan kesadaran pada anak merupakan obstudansi, letargi, stupor, dan koma (Tabel
kedaruratan yang dapat mengancam jiwa 4.1). Skala Koma Glasgow digunakan sebagai
sehingga membutuhkan diagnosis dan tata parameter untuk menilai tingkat kesadaran
laksana secara cepat dan tepat. Untuk secara kuantitatif. Sadar (kompos mentis)
memberikan tata laksana yang adekuat adalah keadaan tanggap terhadap lingkungan
dibutuhkan pengetahuan yang baik mengenai dan diri sendiri di lingkungan tersebut baik
manifestasi klinis, pemeriksaan fisis neurologis, saat ada atau tidak ada rangsangan. Obtundasi
dan kemungkinan penyebab. Pemeriksaan (apatis) adalah penurunan kesadaran ringan
penunjang membantu menegakkan diagnosis yang ditandai dengan berkurangnya perhatian
pasti penyebab penurunan kesadaran sehingga terhadap lingkungan sekitar dan reaksi yang
dapat dilakukan tata laksana spesifik berdasarkan lambat terhadap rangsangan. Pada kondisi ini,
etiologi. Tujuan utama tata laksana penurunan komunikasi masih dapat dilangsungkan sebagian.
kesadaran adalah mencegah kerusakan otak Pada keadaan letargi (somnolen), pasien tampak
lebih lanjut. mengantuk atau tidur, akan tetapi masih dapat
dibangunkan dengan rangsangan suara atau
nyeri. Saat sadar pasien dapat berkomunikasi
DEfINISI dengan pemeriksa kemudian tertidur kembali.
Stupor (sopor) adalah gangguan kesadaran
Kesadaran memerlukan fungsi normal dari yang menyerupai tidur dalam dan hanya dapat
kedua hemisfer otak dan ascending reticular dibangunkan sebagian dengan rangsang nyeri
activating system (ARAS) mulai dari midpons yang kuat. Komunikasi tidak ada atau minimal.
sampai hipotalamus anterior. Sadar (fully allert) Derajat kesadaran terbaik tetap tidak normal
adalah keadaan bangun (wakefulness) dan dan tanpa rangsangan kesadaran kembali seperti
tanggap (awareness) terhadap diri sendiri dan
lingkungan. Korteks, saraf otonom, dan stimulus
dari batang otak bertanggung jawab terhadap Tabel 4.1. Derajat penurunan kesadaran
keadaan bangun dan tanggap. Pada keadaan ini Keadaan Definisi
anak dapat melakukan aktivitas kompleks yang Obtundasi Kesulitan dalam mempertahankan keadaan
sesuai dengan usianya dan dapat berorientasi sadar
baik terhadap orang lain, tempat, waktu, dan letargi Respons terhadap stimulus selain nyeri
situasi. Stupor Respons hanya terhadap nyeri
Tingkat kesadaran dapat dinilai secara Koma Tidak respons terhadap nyeri
kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat Dikutip dari: fenichel GM. Clinical pediatric neurology,
kesadaran secara kualitatif dibagi atas sadar, 2005.
Evaluasi Diagnosis dan Tata Laksana Penurunan Kesadaran pada Anak 19

sebelumnya. Koma adalah gangguan kesadaran mencari etiologi penurunan kesadaran. Riwayat
yang berat, pasien tampak tidur dalam tanpa trauma, penyakit sebelumnya, atau obat-obatan
dapat dibangunkan dan tidak bereaksi terhadap yang dikonsumsi dapat ditanyakan bila dicurigai
berbagai rangsangan, baik taktil, verbal, visual, adanya intoksikasi obat. Penyakit jantung
maupun rangsangan lainnya. atau neurovaskular perlu dipertimbangkan
sebagai penyebab penurunan kesadaran akut,
sedangkan pada penurunan kesadaran subakut
EvAlUASI DIAGNOSIS perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya
kelainan metabolik. Riwayat kesehatan,
Riwayat klinis gangguan neurologis sebelumnya, riwayat tinja
berdarah, muntah, atau riwayat yang tidak
Pada saat awal, pemeriksaan dan penanganan
sesuai dengan cedera yang terlihat (kekerasan
kedaruratan yang meliputi jalan napas (airway),
pada anak) juga perlu dievaluasi.
pernapasan (breathing), dan sirkulasi darah
(circulation) harus dilakukan secara cepat dan
cermat. Simultan dengan penanganan ini, Pemeriksaan fisis
dapat digali riwayat klinis yang penting untuk
Pada prinsipnya, pemeriksaan fisis umum
penanganan pasien. Setelah pasien stabil dapat
tidak dapat dipisahkan dengan pemeriksaan
ditanyakan riwayat klinis pasien secara lebih
neurologis dan dapat dikerjakan secara simultan.
detil. Riwayat klinis sangat penting untuk
Pemeriksaan fisis umum dan neurologis meliputi:

Tabel 4.2. Penilaian Skala Koma Glasgow pada anak

Tanda Skala Koma Glasgow Skala Koma Glasgow-Modifikasi untuk Anak Nilai
buka mata Spontan Spontan 4
Terhadap perintah Terhadap suara 3
Terhadap rangsang nyeri Terhadap rangsang nyeri 2
Tidak ada Tidak ada 1
Respons verbal Terorientasi Sesuai usia, terorientasi, ikuti obyek, senyum sosial 5
bingung Menangis tetapi dapat dibujuk 4
Disorientasi Rewel, tidak kooperatif, tanggap lingkungan
Kata-kata tidak tepat Rewel, tangis persisten, dapat dibujuk tidak konsisten 3
Suara tidak dimengerti Tangis tak terbujuk, tak tanggap lingkungan, gelisah, 2
agitasi
Tidak ada Tidak ada 1
Respons motorik Mengikuti perintah Mengikuti perintah, gerakan spontan 6
Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri 5
Menghindar nyeri Menghindar nyeri 4
fleksi abnormal terhadap nyeri fleksi abnormal terhadap nyeri 3
Ekstensi abnormal terhadap nyeri Ekstensi abnormal terhadap nyeri 2
Tidak ada Tidak ada 1
Nilai total terbaik 15
Dikutip dari:Teasdale G. lancet.1974;2:81
20 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 4.3. Penyebab tersering perubahan tekanan darah dan laju nadi anak tidak sadar

Tekanan darah Laju dan irama nadi/denyut jantung


- Tinggi - Tidak teratur
Peningkatan tekanan intrakranial Amfetamin
Perdarahan subarakhnoid Antikolinergik
Intoksikasi Trisiklik
Amfetamin Digitalis
Antikolinergik - lambat
Simpatomimetik Penghambat beta
- Rendah Narkotik
Syok spinal - Cepat
Kegagalan adrenal Alkohol
Keracunan Amfetamin
Narkotika Teofilin
Sianida
Sedatif atau hipnotik
Dikutip dari: Myer EC, dkk. Principles of child neurology, 1996.

Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi kesadaran ringan jika nilai skala sebesar 12–14,
(ABCs management) sebagai tindakan resusitasi gangguan kesadaran sedang jika nilai skala 9-11,
awal dan koma jika ≤8 (Tabel 4.2).
1. Pola napas Tanda vital
2. Derajat kesadaran
3. Pemeriksaan saraf kranialis Pemeriksaan tanda vital yang meliputi laju dan
4. Pemeriksaan motorik, meliputi postur, irama nadi/denyut jantung, laju dan pola napas,
aktivitas motorik spontan, dan respons suhu, serta tekanan darah sangat membantu
terhadap rangsang untuk menentukan penyebab penurunan
kesadaran. Beberapa penyebab yang perlu
5. Pemeriksaan sistemik lainnya yang dipikirkan berdasarkan kelainan tanda vital
dilakukan secara sistematik dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Penilaian derajat kesadaran dengan Pola napas


Skala Koma Glasgow
Pola napas normal membutuhkan interaksi
Penentuan tingkat kesadaran agar mudah normal antara batang otak dan korteks
dinilai secara obyektif ditentukan dengan serebri. Batang otak berperan dalam mengatur
skala numerik. Skala Koma Glasgow yang asli keinginan napas (drive), sedangkan korteks
sebenarnya ditujukan untuk menilai koma berperan dalam mengatur pola napas. Kontrol
pada trauma kepala dan sebagian bergantung metabolik, oksigenasi, dan keseimbangan asam
pada respons verbal sehingga kurang sesuai basa dikontrol dengan menurunkan pusat
bila diterapkan pada bayi dan anak kecil. Oleh batang otak antara medula dan midpons.
karena itu diajukan beberapa modifikasi untuk Gangguan metabolik dan hipoksia dapat diatasi
anak. Penilaian dilakukan dengan penilaian dengan perubahan pola pernapasan, sehingga
numerik terhadap respons terbaik buka mata, pola napas yang abnormal mencerminkan
fungsi motorik, dan respons lisan atau verbal. gangguan neurologis yang berat. Penentuan
Skala berkisar antara 3–15, disebut gangguan lokasi kelainan berdasarkan pola napas
Evaluasi Diagnosis dan Tata Laksana Penurunan Kesadaran pada Anak 21

Tabel 4.4. Pola pernapasan disertai dengan penurunan fungsi susunan saraf pusat
Cheyne-stokes Pola napas apnea disertai hiperpnea secara teratur bergantian
Gangguan serebral bilateral atau diensefalon (metabolik atau ancaman herniasi)
hiperventilasi Asidosis metabolik, hipoksia atau keracunan (amfetamin, kokain, organofosfat)
Gangguan di daerah midpons atau midbrain
Apneuristik berhentinya inspirasi dalam waktu yang lama
Kelainan pons atau medula
Ataksik Pola napas tidak teratur
Kelainan pada medula
hipoventilasi Alkohol, narkotik atau sedatif (kelainan di ARAS)
Dikutip dari: Myer EC, dkk. Principles of child neurology, 1996.

Pernapasan Cheyne - StoKes

hiperventilasi sentral neurogenik


Hiverventilasi sentral
neurogenetiK

Pernapasan Cluster

Pernapasan AtaKsiK

Gambar 4.1. Gambaran skematis pola napas

tidak selalu pasti. Penting bagi klinisi untuk Ensefalopati metabolik, intoksikasi
mengenal kelainan pola napas sehingga mampu glutamat atau barbiturat, dan lesi di daerah
memperkirakan derajat kerusakan yang terjadi. diensefalon menyebabkan pupil mengecil
Karakteristik pola napas dapat dilihat pada (konstriksi) tapi tetap memberikan respons
Tabel 4.4 dan Gambar 4.1. terhadap cahaya. Lesi di midbrain mempengaruhi
serabut simpatis dan parasimpatis sehingga
pupil terfiksasi di tengah dan terjadi konstriksi
Ukuran dan reaktivitas pupil serta gerak pupil yang tidak reaktif. Keterlibatan saraf otak
bola mata III menyebabkan dilatasi pupil yang terfiksasi.
Reaksi pupil (konstriksi dan dilatasi) diatur oleh Pin point pupil ditemukan akibat lesi di daerah
sistem saraf simpatis (midriasis) dan parasimpatis pontin (Gambar 4.2).
(miosis). Serabut simpatis berasal dari Kelumpuhan asimetri lebih sering
hipotalamus, sedangkan serabut parasimpatis ditemukan bila penurunan kesadaran disebabkan
berasal dari midbrain. kelainan struktural. Jaras yang mengatur
22 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 4.5. Gangguan refleks pupil dan gerakan bola mata pada penurunan kesadaran
Dilatasi pupil
Satu sisi: tumor, ancaman herniasi, pascakejang, atau lesi di saraf otak III
Dua sisi: pascakejang, hipotermia, hipoksia, kerusakan menetap, ensefalitis, atau syok akibat perdarahan
Konstriksi pupil
Menetap: kelainan pons dan gangguan metabolik
Reaktif: kelainan medula oblongata dan gangguan metabolik
Midsized pupil
Menetap: herniasi sentral
Gerakan bola mata
Deviasi ke arah destruksi hemisfer, menjauhi fokus kejang dan menjauhi lesi batang otak
Ke bawah dan keluar (down and out): diabetes neuropati, fraktur kompresi tulang tengkorak, peningkatan tekanan
intrakranial, dan meningitis di daerah pons

NETABOLIK

Kecil
kecilReaKtif
reaktif

DiensefaliK TeKtal
Kecil
kecil ReaKtif
reaktif pupil besar terfiKsir, hippus

Pons
Nervus III (UnKus) gingoint
dilatasi, terfiKsir

Midrain
midgosition, terƒiksir

Gambar 4.2. letak lesi disertai reaksi kedua pupil pada kesadaran menurun
Evaluasi Diagnosis dan Tata Laksana Penurunan Kesadaran pada Anak 23

KANA
N

Labirin

Gambar 4.3. jaras konjugasi mata


jaras dari korteks frontal kanan menurun, melewati garis tengah, bersinaps di paramedian pontin reticular formation (PPRf)
kiri. Serabutnya merangsang saraf otakvI kiri (mata kanan bergerak ke lateral kiri). Kemudian sinyal bergerak ke atas
melalui medial longitudinal fasciculus (Mlf) menuju saraf otak III kanan (mata kanan bergerak ke medial kanan).

gerakan bola mata melalui fasikulus longitudinal oleh gangguan anatomis yang lokasinya sama
medialis, yang berhubungan dengan saraf otak dengan bagian kaudal ARAS. Beberapa keadaan
III, IV, dan VI di batang otak. Penjelasan di atas yang menyebabkan gangguan refleks pupil dan
dapat lebih dipahami dengan mempelajari jaras gerakan bola mata dapat dilihat pada Tabel 4.5.
gerakan mata ke satu arah seperti yang terlihat Refleks bola mata pada pasien dengan
pada Gambar 4.3. penurunan kesadaran dinilai dengan Doll’s
Jaras dari korteks frontal kanan menurun, eye movement (DEM) dan dengan tes kalori
melewati garis tengah, bersinaps di paramedian (Gambar 4.4). Doll’s eye movement dikatakan
pontin reticular formation (PPRF) kiri. baik bila bola mata bergerak berlawanan dengan
Serabutnya merangsang saraf otak VI kiri (mata arah gerakan kepala. Hal ini berarti batang
kanan bergerak ke lateral kiri). Kemudian sinyal otak dalam kondisi baik. Pada tes kalori, air es
bergerak ke atas melalui medial longitudinal dialirkan pada membran timpani yang intak,
Gerakan bola mata abnormal pada pasien jika batang otak baik maka mata akan bergerak
dengan penurunan kesadaran yang disebabkan ke arah telinga yang dirangsang.
24 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Batang otaK
utuh

H2 O dingin H2O dingin H2 O dingin H2O panas

NLF
(bilateral)

H2O dingin H2O panas H2 O dingin H2O panas

Lesi
Batang otaK
bawah

H2 O dingin H2O dingin H2 O dingin H2O panas

Gambar 4.4. Refleks bola mata pada kesadaran menurun

Tabel 4.6. Manifestasi klinis berdasarkan tingkat gangguan di susunan saraf pusat

Tingkat gangguan Respons motorik Pupil Gerak bola mata Pernapasan


pernapasan
Kedua korteks Withdrawal Miosis, reaktif Spontan, konjugasi gerakan Cheyne-stokes
horizontal
Talamus Dekortikasi fiksasi di tengah Spontan, konjugasi gerakan Cheyne-stokes
horizontal
Midbrain Dekortikasi atau Tidak reaktif Ke lateral (kerusakan N III) Cheyne-stokes
deserebrasi
Pons Deserebrasi Pin point pupil Ke medial (kerusakan NvI) biot
Medula oblongata Hipotonia, fleksi Miosis dan dapat Tidak terdapat gerakan bola Ataksik
terjadi sindrom mata
horner
Dikutip dari: bleck TP. Textbook of clinical neurology, 2003.
Evaluasi Diagnosis dan Tata Laksana Penurunan Kesadaran pada Anak 25

Tabel 4.7. Penyebab tersering penurunan kesadaran pada anak


Infeksi atau inflamasi Struktural Metabolik, nutrisi, atau toksin
Infeksi Trauma hipoksik-iskemik
Meningitis bakterialis Kontusio Syok
Ensefalitis Perdarahan intrakranial Gagal jantung atau paru
Riketsia Diffuse axonal injury Tenggelam
Protozoa Neoplasma Keracunan CO, sianida
Infestasi cacing Penyakit vaskular Strangulasi
Inflamasi Infark otak Kelainan metabolik
Ensefalopati sepsis Perdarahan otak Sarkoidosis, hipoglikemia
vaskulitis Kelainan kongenital Gangguan cairan-elektrolit
Demielitis Trauma tulang belakang Kelainan endokrin
Acute demyelinating encephalomyelitis Infeksi fokal Asidosis
Sklerosis multipel Abses hiperamonia
Serebritis Uremia, porfiria
hidrosefalus Penyakit mitokondria
Kejang Nutrisi
Defisiensi tiamin
Defisiensi piridoksin,
asam folat
Toksin eksogen
Obat-obatan
logam berat
Ensefalopati hipertensif
Ensefalopati luka bakar

Respons Motorik Manifestasi klinis berdasarkan tingkat


gangguan
Fungsi motorik dapat memberikan informasi
tentang lokasi lesi. Hemiparesis yang disertai Berdasarkan uraian di atas, secara garis besar
refleks otot yang abnormal memperlihatkan manifestasi klinis neurologis berdasarkan tingkat
lokasi lesi kontralateral jaras kortikospinal. gangguan pada susunan saraf pusat dapat dilihat
Fenomena kortikal akibat kerusakan pada atau pada Tabel 4.6. Evaluasi diagnosis tingkat
di atas nukleus tertentu pada batang otak dapat gangguan kesadaran perlu ditentukan dengan
menyebabkan: menilai respons motorik, besar dan reaksi pupil,
gerak bola mata, dan pola pernapasan. Dengan
 Dekortikasi atau posisi fleksi (lengan fleksi memantau tingkat gangguan kesadaran secara
dan tertarik ke atas dada) disebabkan berkala dapat ditentukan prognosis pasien.
oleh kerusakan serebral hemisfer bilateral
(kortikal atau sub-kortikal) atau depresi Pemeriksaan Penunjang
toksik-metabolik fungsi otak dengan fungsi
batang otak yang masih baik. Pemeriksaan penujang dilakukan untuk
 Deserebrasi atau posisi ekstensi (lengan membantu mencari penyebab penurunan
ekstensi dan rotasi interna) menunjukkan kesadaran. Umumnya pemeriksaan darah
lesi destruktif otak tengah dan pons bagian yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah
atas. Ditemukan pula pada kelainan tepi lengkap, elektrolit termasuk kalsium dan
metabolik berat seperti ensefalopati hepatik magnesium, glukosa, pemeriksaan fungsi hati,
dan ensefalopati hipoksik anoksik. faktor koagulasi, dan uji tapis toksikologi.
26 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Pemeriksaan khusus seperti kadar obat Tata laksana


antikonvulsan, kadar laktat, kreatinin kinase,
Pendekatan tata laksana penurunan kesadaran
fungsi tiroid, dan fungsi adrenal dilakukan atas
pada anak dapat dilakukan dengan mengikuti
indikasi. Pemeriksaan elektrokardiografi dan
algoritme pada Gambar 4.5. Tata laksana
foto toraks dilakukan jika dicurigai adanya
awal penurunan kesadaran bertujuan untuk
kelainan jantung atau paru.
mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Pungsilumbal harus dilakukan bila terdapat
Prinsip utama adalah mempertahankan
dugaan infeksi susunan saraf pusat. Pada kasus
jalan napas yang adekuat dan mempertahankan
tertentu, diperlukan pemeriksaan CT scan
fungsi kardiovaskular. Anak dengan penyebab
kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal. Pada
koma yang belum jelas penyebabnya harus
pasien infeksi susunan saraf pusat dengan ubun-
dilakukan pemeriksaan gula darah atau langsung
ubun yang telah menutup, terkadang tekanan
diberikan cairan dekstrosa 25% sebanyak 1-4
intrakranial yang meningkat perlu diturunkan
mL/kgBB, kemudian dievaluasi responsnya.
lebih dahulu sebelum melakukan pungsi lumbal.
Bila didapatkan perbaikan dramatis, maka
CT scan kepala dipilih bila dicurigai selanjutnya diberikan infus dekstrosa 10%. Pada
terdapat trauma kepala dengan komplikasi kesadaran yang tidak pulih setelah pemberian
perdarahan intrakranial, tumor atau massa infus dekstrosa, maka hipoglikemia sebagai
di daerah supratentorial. Magnetic Resonance penyebab dapat disingkirkan.
Imaging (MRI) kepala dipilih bila dicurigai
Peningkatan tekanan intrakranial dapat
adanya kelainan di daerah serebelum, batang
terjadi akibat adanya gangguan struktur, infeksi,
otak atau medula spinalis. Kelainan pada metabolik atau toksisitas. CT scan kepala harus
substansia grisea, lesi demielinisasi, iskemia,
dilakukan pada setiap anak dengan penurunan
kelainan akibat gangguan metabolik atau
kesadaran akibat trauma kepala tertutup
ensefalitis lebih jelas terlihat dengan MRI.
atau penyebab yang tidak dapat ditentukan
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) dengan pasti. Peningkatan tekanan intrakranial
digunakan untuk mendiagnosis kejang diturunkan dengan pemberian manitol 20%
elektrik. Pola EEG tertentu, seperti gelombang intravena per drip dengan dosis 0,5-1,0 gram/
epileptiform pada daerah temporal yang kgBB selama 30 menit setiap 6–8 jam. Nalokson
berlangsung periodik menguatkan diagnosis diberikan bila dicurigai adanya overdosis
ensefalitis herpes simpleks. Selain itu EEG narkotika.
bermanfaat dalam penilaian berkala pasien
Kejang dan status epileptikus harus diatasi.
status epileptikus, koma persisten atau pasien
Perlu dipertimbangkan adanya kejang walaupun
yang dilumpuhkan.
tidak bermanifestasi secara klinis (status
epileptikus non-konvulsif subklinis) sehingga
Penyebab ketersediaan EEG sangat penting untuk
pemantauan pasien penurunan kesadaran. Bila
Berdasarkan pemeriksaan fisis, neurologis, dan dicurigai adanya infeksi susunan saraf pusat,
pemeriksaan penunjang, dapat dibuat diagnosis harus dilakukan pungsi lumbal dan diberikan
banding kemungkinan penyebab penurunan antibiotik atau antivirus yang sesuai.
kesadaran. Penyebab penurunan kesadaran pada
anak secara garis besar dibagi atas (Tabel 4.7): Gangguan keseimbangan cairan-elektrolit
dan keseimbangan asam basa harus dikoreksi.
 Infeksi atau inflamasi Hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia,
 Kelainan struktur otak atau hipomagnesemia yang menyertai penyakit
 Metabolik, nutrisi, atau toksin sistemik jauh lebih sering menyebabkan
Evaluasi Diagnosis dan Tata Laksana Penurunan Kesadaran pada Anak 27

Jalan napas – intubasi bila SKG <8


Pernapasan – pertahankan saturasi O2 >80%
Sirkulasi – pertahankan tekanan arteri >70

Pemeriksaan kadar glukosa, elektrolit, analisis gas darah, fungsi hati, fungsi ginjal,
fungsi tiroid, darah lengkap, skrining toksikologi

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

- Hiperventilasi, manitol 0,5-1,0 gram/kgBB


- Bila tekanan intrakranial meningkat atau herniasi berikan tiamin (100 mg IV) diikuti
dengan 25 gram glukosa bila serum glukosa <60 mg/dL
- Nalokson diberikan 0,8 mg/kgBB/jam IV jika terdapat overdosis narkotika
- Bilas lambung dengan activeted charcoal bila dicurigai keracunan obat

CT scan / MRI kepala bila dicurigai adanya kelainan struktur otak

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis lengkap

Pertimbangkan: EEG, pungsi lumbal

Gambar 4.5. Algoritme tata laksana awal pasien dengan kesadaran menurun

koma. Asidosis atau alkalosis, baik metabolik KESIMPUlAN


maupun respiratorik juga harus dikoreksi.
Suhu tubuh normal baik untuk pemulihan dan Penurunan kesadaran dan koma pada anak
pencegahan asidosis. Antipiretik yang sesuai merupakan suatu kedaruratan medik yang
harus diberikan untuk menurunkan demam. membutuhkan intervensi cepat dan terencana.
Agitasi dapat meningkatkan tekanan intrakranial Prinsip pendekatan diagnostik penurunan
dan menyulitkan bantuan ventilasi mekanik kesadaran pada anak dimulai dengan evaluasi
sehingga dapat dipertimbangkan pemberian tingkat gangguan kesadaran berdasarkan besar
sedatif walaupun mungkin akan menyulitkan dan reaksi pupil, gerak bola mata, pola napas,
evaluasi neurologik berkala. Pemantauan harus dan respons motorik. Tata laksana awal pada
dilakukan secara berkala dan berkesinambungan, penurunan kesadaran adalah sama. Evaluasi
meliputi pola pernapasan, ukuran pupil dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan
reaksi terhadap rangsangan, motilitas okular, dan pemeriksaan penunjang khusus merupakan
respons motorik terhadap rangsangan. langkah selanjutnya dalam menentukan
28 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

tata laksana khusus berdasarkan etiologi. 3. Cohen BH, Andresfky JC. Altered states of
Pemantauan berkala dapat menentukan consciousness. Dalam: Maria BL, penyunting.
prognosis pasien selanjutnya. Current management in child neurology. Edisi
ke-3. Hamilton: BC Decker Inc.;2005. h. 551-62.
4. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology. Edisi
Mutiara bernas ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. h.
47-75.
• Penurunan kesadaran pada anak
5. Hadjiloizou SM, Riviello JJ. Coma and other
merupakan kedaruratan yang mengancam
states of altered awareness in children. Dalam:
jiwa, membutuhkan diagnosis dan David RB, Bodensteiner JR, Mandelbaum
tatalaksana cepat DE, Olson B, penyunting. Clinical pediatric
• Penyebab penurunan kesadaran pada neurology. Edisi ke-3. New York: DemosMedical;
anak secara garis besar dibagi atas: 2009. h. 495-506.
infeksi/ inflamasi, kelainan struktur 6. Huang LH. Coma and altered mental status.
otak, dan metabolik/nutrisi/toksin Dalam: Kirpalani H, Huang LH, penyunting.
Manual of pediatric intensive care. Ontario:
• Pemeriksaan terutama ditujukan pada
People’s medical publishing house; 2009. h. 345-
pemeriksaan tanda vital (meliputi laju 51.
dan irama denyut jantung serta pola
7. King D, Avner JR. Altered mental status. Clin
napas), derajat kesadaran, refleks
Ped Emerg Med. 2003;4:171-8.
pupil, dan respons motorik
8. Myer EC, Watenberg N. Coma in infants
• Tata laksana awal penurunan kesadaran and children. Dalam: Berg BO, penyunting.
meliputi penanganan jalan napas (airway), Principles of child neurology. New York: Mc
pernapasan (breathing), dan sirkulasi Graw-Hill; 1996. h. 303-15.
(circulation), baru kemudian dilakukan 9. Nelson DS. Coma and altered level of
pencarian etiologi consciousness. Dalam: Fleisher GR, Ludwig S,
• Tata laksana awal penurunan kesadaran penyunting. Textbook of pediatric emergency
bertujuan mencegah kerusakan otak medicine. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott
lebih lanjut Williams and Wilkins; 2010. h. 176-86.
10. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victor’s,
Principles of neurology. Edisi ke-9. New York:
McGraw Hill; 2009. h.339-61.
11. Steven RD, Bhardwaj A. Approach to the
KEPUSTAKAAN comatose patient. Crit Care Med. 2006;34:31-41.
1. Abend NS, Kessler SK, Helfaer MA, Licht 12. Taylor DA, Ashwal S. Impairment of
DJ. Evaluation of the comatose child. Dalam: consciousness and coma. Dalam: Swaiman KF,
Nichols DG, penyunting. Roger’s textbook of Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric
pediatric intensive care. Edisi ke 4. Philadelphia: neurology: principles & practice. Edisi ke-4.
Lippincott Williams and Wilkins; 2008. h. 846- Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h. 1378-
61. 400.
2. Bleck TP. Level of consciousness and attention. 13. Ziai WC, Mirski MA. Evaluation and
Dalam: Goetz CG, penyunting. Textbook of management of the unconscious patient.
clinical neurology. Edisi ke-2. Philadelphia: Dalam: Johnson RT, Griffin JW, McArthur
Saunders; 2003. h. 3-18. JC, penyunting. Current therapy in neurologic
disease. Edisi ke 6. St Louis: Mosby; 2002. h. 1-8.
5 Kejang
Setyabudhy, Irawan Mangunatmaja

Kejang adalah kedaruratan neurologis yang PATOfISIOlOGI


sering dijumpai pada praktik sehari-hari. Hampir
5% anak berumur di bawah 16 tahun minimal Patofisiologi kejang pada tingkat selular
pernah mengalami satu kali kejang. Sebanyak berhubungan dengan terjadinya paroxysmal
21% kejang pada anak terjadi pada satu tahun depolarization shift (PDS) yaitu depolarisasi
pertama kehidupan, sedangkan 64% dalam lima potensial pascasinaps yang berlangsung lama (50
tahun pertama. ms). Paroxysmal depolarization shift merangsang
lepas muatan listrik yang berlebihan pada neuron
Kejang dapat sederhana, berhenti sendiri,
otak dan merangsang sel neuron lain untuk
memerlukan pengobatan lanjutan, merupakan
melepaskan muatan listrik secara bersama-sama
gejala awal suatu penyakit berat atau menjadi
sehingga timbul hipereksitabilitas neuron otak.
status epileptikus. Langkah awal dalam
menghadapi kejang adalah memastikan bahwa Paroxysmal depolarization shift diduga
anak memang kejang. Tata laksana kejang disebabkan oleh kemampuan membran sel
meliputi stabilisasi pasien, identifikasi etiologi, melepaskan muatan listrik yang berlebihan,
terapi sesuai dengan etiologi, dan pemantauan berkurangnya inhibisi oleh neurotransmiter asam
secara berkesinambungan. Pada makalah ini gama amino butirat (GABA), atau meningkatnya
akan dibahas mengenai kejang sederhana hingga eksitasi sinaptik oleh neurotransmiter glutamat
status epileptikus. dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang.
Pada pasien dengan epilepsi fokal, terdapat
sekelompok sel neuron yang bertindak sebagai
DEfINISI pacemaker lepasnya muatan listrik disebut
sebagai fokus epileptikus. Sekelompok sel
Kejang adalah manifestasi klinis yang disebabkan neuron ini akan merangsang sel di sekitarnya
oleh lepasnya muatan listrik di neuron. Kejang untuk melepaskan muatan listriknya. Keadaan
dapat disertai oleh gangguan kesadaran, tingkah ini merupakan transisi fokal interiktal atau
laku, emosi, motorik, sensorik dan atau otonom. gelombang paku iktal pada elektroensefalografi.
Kejang dapat dibagi atas kejang fokal dan Manifestasi klinis bergantung pada luasnya sel
kejang umum. Kejang fokal berasal dari fokus neuron yang tereksitasi. Pasien epilepsi umum
lokal di otak, dapat melibatkan sistem motorik, pembentukan gelombang paku-ombak terjadi
sensorik maupun psikomotor. Kejang umum pada strukturkorteks. Terdapat penyebaran cepat
melibatkan kedua hemisfer, dapat berupa kejang proses eksitasi (spike) dan inhibisi (gelombang
non-konvulsif (absans) dan konvulsif. ombak) pada kedua hemisfer otak melalui jaras
kortikoretikular dan talamokortikal. Status
30 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 5.1. Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang
Keadaan Kejang Menyerupai kejang
Onset Tiba-tiba Mungkin gradual
lama serangan Detik / menit beberapa menit
Kesadaran Sering terganggu jarang terganggu
Sianosis Sering jarang
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Stereotipik serangan Selalu jarang
lidah tergigit atau luka lain Sering Sangat jarang
Gerakan abnormal bola mata Selalu jarang
fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang
Dapat diprovokasi jarang hampir selalu
Tahanan terhadap gerakan pasif jarang Selalu
Pasca-serangan bingung hampir selalu Tidak pernah
EEG iktal abnormal Selalu hampir tidak pernah
EEG pasca-iktal abnormal Selalu jarang
Dikutip dari: Smith Df. An atlas of epilepsy, 1998.

epileptikus terjadi akibat proses eksitasi yang panjang sangat dipengaruhi oleh jenis kejang
berlebihan berlangsung terus menerus yang pasien. Ada obat diindikasikan untuk jenis kejang
diikuti oleh proses inhibisi yang tidak sempurna. tertentu, misalnya karbamazepin untuk jenis
kejang fokal atau asam valproat untuk kejang
tipe absans. Pemilihan OAE yang salah dapat
KRITERIA KEjANG
memperberat jenis kejang tertentu, misalnya
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan penggunaan karbamazepin dan fenitoin dapat
anamnesis dan akan lebih mudah bila serangan memperberat kejang umum idiopatik seperti
kejang tersebut terjadi di hadapan kita. Pada awal kejang absans, atonik, dan mioklonik.
penanganan, sangatlah penting membedakan
Saat ini klasifikasi kejang yang digunakan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
adalah berdasarkan Klasifikasi International
apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau
League Against Epilepsy of Epileptic Seizures tahun
serangan yang menyerupai kejang. Perbedaan di
antara keduanya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.2. Klasifikasi kejang
Perlu diingat bahwa pada pasien epilepsi dapat
terjadi serangan yang menyerupai kejang, seperti I. Kejang parsial (fokal, lokal)
aritmia, sinkop atau distonia. Oleh karenanya, Kejang fokal sederhana
deskripsi akurat dari serangan saat itu sangat Kejang parsial kompleks
penting. Kejang parsial yang menjadi umum
II. Kejang umum
Absans
Mioklonik
KlASIfIKASI Klonik
Tonik
Jenis kejang dapat ditentukan berdasarkan
Tonik-klonik
deskripsi serangan yang akurat. Penentuan jenis Atonik
kejang ini sangatlah penting untuk menentukan III. Tidak dapat diklasifikasi
jenis terapi yang akan diberikan. Pemilihan obat Dikutip dari: The Commission on Classification andTerminology
anti kejang/obat anti epilepsi (OAE) jangka of the International League Against Epilepsy, 1981.
Kejang 31

1981 (Tabel 5.2). Jenis kejang harus ditentukan yang berhubungan, obat-obatan, trauma,
setiap kali pasien mengalami serangan. Tidak gejala infeksi, gangguan neurologis baik umum
jarang ditemukan bahwa jenis kejang saat ini maupun fokal, serta nyeri atau cedera akibat
berbeda dengan sebelumnya. Semakin banyak kejang.
jenis serangan kejang yang dialami pasien, Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai
semakin sulit penanganan kejang dan pemilihan tanda vital, mencari tanda trauma akut
obat anti kejang. kepala, dan ada tidaknya kelainan sistemik.
Pemeriksaan ditujukan mencari cedera yang
terjadi mendahului atau selama kejang, adanya
ETIOlOGI penyakit sistemik, paparan zat toksik, infeksi,
dan kelainan neurologis fokal. Bila dijumpai
Penentuan etiologi kejang berperan penting kelainan fokal, misalnya paralisis Todd’s,
dalam tata laksana kejang selanjutnya. Keadaan harus dicurigai adanya lesi intrakranial. Bila
ini sangat penting terutama pada kejang yang terjadi penurunan kesadaran perlu dilakukan
sulit diatasi atau kejang berulang. Etiologi pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor
kejang pada seorang pasien dapat lebih dari penyebab. Edema papil yang disertai tanda
satu. Etiologi kejang yang tersering pada anak rangsang meningeal menunjukkan adanya
dapat dilihat pada Tabel 5.3. peningkatan tekanan intrakranial akibat infeksi
susunan saraf pusat.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik PEMERIKSAAN PENUNjANG
diperlukan untuk memilih pemeriksaan
penunjang yang terarah dan tata laksana Untuk menentukan faktor penyebab dan
selanjutnya. Aloanamnesis dimulai dari riwayat komplikasi kejang pada anak, diperlukan
perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, beberapa pemeriksaan penunjang meliputi
dilanjutkan dengan pertanyaan terarah untuk pemeriksaan laboratorium, pungsi lumbal,
mencari kemungkinan faktor pencetus atau elektroensefalografi, dan pencitraan neurologis.
penyebab kejang. Anamnesis diarahkan pada Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang ini
riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis ditentukan sesuai dengan kebutuhan.

Tabel 5.3. Etiologi kejang pada anak


Kejang demam sederhana Gangguan metabolik :
Infeksi : - hipoglikemia
- Infeksi intrakranial: meningitis, ensefalitis - hiponatremia
- Shigellosis - hipoksemia
Keracunan : - hipokalsemia
- Alkohol - Gangguan elektrolit atau dehidrasi
- Teofilin - Defisiensi piridoksin
- Kokain - Gagal ginjal
Lain-lain : - Gagal hati
- Ensefalopati hipertensi - Kelainan metabolik bawaan
- Tumor otak Penghentian obat anti epilepsi
- Perdarahan intrakranial Trauma kepala
- Idiopatik
Dikutip dari: Schweich Pj, dkk. Oski’s pediatrics,1999.
32 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

a. Pemeriksaan laboratorium c. Elektroensefalografi


Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan Pemeriksaan EEG digunakan untuk mengetahui
kejang berguna untuk mencari etiologi dan adanya gelombang epileptiform. Pemeriksaan
komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khususnya
yang dilakukan bergantung pada kondisi klinis interiktal EEG. Beberapa anak tanpa kejang
pasien. Pemeriksaan yang dianjurkan pada secara klinis ternyata memperlihatkan
pasien dengan kejang lama adalah kadar glukosa gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak
darah, elektrolit, darah perifer lengkap, dan masa lain dengan epilepsi berat mempunyai gambaran
protrombin. Pemeriksaan laboratorium tersebut interiktal EEG yang normal. Sensitivitas
bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. EEG interiktal bervariasi. Hanya sindrom
Jika dicurigai adanya meningitis bakterialis epilepsi saja yang menunjukkan kelainan EEG
perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah yang khas. Abnormalitas EEG berhubungan
dan kultur cairan serebrospinal. Pemeriksaan dengan manifestasi klinis kejang, dapat berupa
polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus gelombang paku, tajam dengan/atau tanpa
herpes simpleks dilakukan pada kasus dengan gelombang lambat. Kelainan dapat bersifat
kecurigaan ensefalitis. umum, multifokal, atau fokal pada daerah
temporal maupun frontal.
b. Pungsi lumbal Pemeriksaan EEG segera dalam 24-48
jam setelah kejang atau sleep deprivation dapat
Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada memperlihatkan berbagai macam kelainan.
pasien kejang disertai penurunan kesadaran Beratnya kelainan EEG tidak selalu berhubungan
atau gangguan status mental, perdarahan kulit, dengan beratnya klinis. Gambaran EEG yang
kaku kuduk, kejang lama, gejala infeksi, paresis, normal atau memperlihatkan kelainan minimal
peningkatan sel darah putih, atau pada kasus menunjukkan kemungkinan pasien terbebas
yang tidak didapatkan faktor pencetus yang jelas. dari kejang setelah obat antiepilepsi dihentikan.
Pungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48
atau 72 jam setelah pungsi lumbal yang pertama
untuk memastikan adanya infeksi susunan saraf d. Pencitraan neurologis
pusat. Bila didapatkan kelainan neurologis Foto polos kepala memiliki nilai diagnostik
fokal dan peningkatan tekanan intrakranial, kecil meskipun dapat menunjukkan adanya
dianjurkan melakukan pemeriksaan CT Scan fraktur tulang tengkorak. Kelainan jaringan
kepala terlebih dahulu untuk mencegah risiko otak pada trauma kepala dideteksi dengan CT
terjadinya herniasi. scan kepala. Kelainan gambaran CT scan kepala
The American Academy of Pediatrics dapat ditemukan pada pasien kejang dengan
merekomendasikan bahwa pemeriksaan pungsi lumbal riwayat trauma kepala, pemeriksaan neurologis
sangat dianjurkan pada serangan kejang pertama yang abnormal, perubahan pola kejang, kejang
disertai demam pada anak usia di bawah berulang, riwayat menderita penyakit susunan
12 bulan karena manifestasi klinis meningitis saraf pusat, kejang fokal, dan riwayat keganasan.
tidak jelas atau bahkan tidak ada. Pada anak Magnetic Resonance Imaging (MRI)
usia 12-18 bulan dianjurkan melakukan pungsi lebih superior dibandingkan CT scan dalam
lumbal, sedangkan pada usia lebih dari 18 bulan mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil
pungsi lumbal dilakukan bila terdapat kecurigaan di daerah temporal atau daerah yang tertutup
adanya infeksi intrakranial (meningitis). struktur tulang misalnya daerah serebelum atau
Kejang 33

batang otak. MRI dipertimbangkan pada anak 5-10 menit


dengan kejang yang sulit diatasi, epilepsi lobus  Pemasangan akses intravena.
temporalis, perkembangan terlambat tanpa
 Pengambilan darah untuk pemeriksaan:
adanya kelainan pada CT scan, dan adanya lesi
darah perifer lengkap, glukosa, dan
ekuivokal pada CT scan.
elektrolit.
 Pemberian diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB
secara intravena (kecepatan 5 mg/
TATA lAKSANA
menit), atau dapat diberikan diazepam
Umumnya kejang tonik klonik berhenti spontan rektal 0,5 mg/kgBB (untuk berat badan
dalam 5 menit. Bila kejang tidak berhenti dalam <10 kg diberikan 5 mg, bila berat badan
5 menit, maka kejang cenderung berlangsung >10 kg diberikan 10 mg, dosis maksimal
lama. Status epileptikus (SE) adalah kejang lama 10 mg/kali).
lebih dari 30 menit atau kejang berulang tanpa  Atau dapat diberikan lorazepam 0,05-
pulihnya kesadaran di antara kejang. Terdapat 0,1 mg/kgBB intravena (maksimum 4
dua jenis status epileptikus, yaitu SE konvulsif mg). Alternatif lain adalah midazolam
(parsial/fokal motorik dan tonik klonik umum) 0,05–0,1 mg/kgBB intravena. Pemberian
dan SE non-konvulsif (absans dan parsial diazepam intravena atau rektal dapat
kompleks). diulang 1-2 kali setelah 5-10 menit,
Status epileptikus konvulsif pada anak lorazepam 0,1mg/kgBB dapat diulang
merupakan kegawatan yang mengancam jiwa sekali setelah 10 menit .
dengan risiko terjadinya gejala sisa neurologis.  Jika didapatkan hipoglikemia, berikan
Risiko ini tergantung pada penyebab dan cairan dekstrosa 25% 2 ml/kgBB.
lamanya kejang. Makin lama kejang berlangsung,
makin sulit untuk menghentikannya. Tujuan
10-15 menit
tata laksana kejang tonik klonik umum lebih
dari 5 menit adalah menghentikan kejang dan  Cenderung menjadi status konvulsivus.
mencegah terjadinya status epileptikus.  Berikan fenitoin 15-20 mg/kgBB
Langkah-langkah penanganan kejang terbagi intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%
atas tata laksana fase akut dan fase meliputi: diberikan dengan kecepatan 25-50 mg/
menit.
a. Fase akut: penghentian kejang
 Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin
0-5 menit :
5-10 mg/kgBB, sampai maksimum
 Yakinkan bahwa aliran udara pernapasan dosis 30 mg/kgBB.
baik.
 Monitor tanda vital, berikan oksigen,
Lebih dari 30 menit
pertahankan perfusi oksigen ke jaringan.
 Pemberian antikonvulsan masa kerja
 Bila keadaan pasien stabil, lakukan
panjang (long acting).
anamnesis terarah, pemeriksaan umum
dan neurologis secara cepat.  Fenobarbital 10 mg/kgBB intravena
bolus perlahan–lahan dengan kecepatan
 Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan
100 mg/menit. Dapat diberikan dosis
fokal, dan infeksi.
tambahan 5-10 mg/kgBB dengan interval
10-15 menit.
34 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

 Pemeriksaan laboratorium sesuai komplikasi penting untuk prognosis pasien.


kebutuhan meliputi analisis gas darah, Pada kejang lama dapat terjadi hipoksia
elektrolit, gula darah. Koreksi kelainan terjadi akibat gangguan ventilasi, sekresi air
yang ada. Awasi tanda-tanda depresi liur dan sekret trakeobronkial yang berlebihan,
pernapasan. serta peningkatan kebutuhan oksigen. Hipoksia
 Bila kejang masih berlangsung siapkan mengakibatkan asidosis, yang selanjutnya
intubasi dan kirim ke Unit Perawatan menyebabkan penurunan fungsi ventrikel
Intensif. Berikan fenobarbital 5-8 mg/ jantung, penurunan curah jantung, hipotensi,
kgBB secara bolus intravena, diikuti dan mengganggu fungsi sel dan neuron.
rumatan fenobarbital drip dengan dosis Pada SE terjadi pengeluaran katekolamin
3–5 mg/kgBB/jam (Diagram 5.1). dan perangsangan saraf simpatis yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah,
Penanganan pasien dengan status denyut jantung, dan tekanan venasentral. Edema
konvulsivus/epileptikus tidak hanya bertujuan otak terjadi akibat adanya hipoksia, asidosis,
untuk menghentikan kejang, tetapi juga atau hipotensi. Pada kejang yang tidak dapat
mencegah terjadinya komplikasi sistemik yang teratasi, dapat terjadi hiperpireksia sehingga
timbul pasca status konvulsivus. Pengenalan dapat terjadi mioglobinuria dan peningkatan
dini, intervensi yang adekuat, dan pencegahan kreatin fosfokinase akibat rabdomiolisis.

Tabel 5.4. Obat obat yang sering digunakan dalam penghentian kejang

Keterangan Diazepam Lorazepam Fenitoin Fenobarbital Midazolam


Dosis inisial 0,3-0,5 mg/kgbb 0,05-0,1 mg/kgbb 15-20 mg/kgbb 10-20 mg/kgbb 0,05-0,1mg/
kgbb
Maksimum dosis 10 mg 4 mg -- -- --
awal
Dosis ulangan 5-10 menit, dapat 5-10 menit, dapat bila kejang tak 10-15 menit
diulang satu-dua diulang satu kali terkontrol, periksa 5-10 mg/kg
kali kadar dalam serum
setelah 1-2 jam.
Dapat diberikan
setengah dosis
lama kerja 15 menit-4 jam Sampai 24 jam 12 jam 12- 24 jam 1-6 jam
Rute pemberian Iv perlahan, Iv Iv perlahan, Iv perlahan, Iv bolus
rektal kecepatan 50 kecepatan 100 mg/ perlahan,
mg/menit, dapat menit, atau IM kecepatan
diencerkan dengan 0,2 ug/menit
NaCl 0,9% atau drip 0,4-
0,6 ug/kg/menit
Catatan Dilanjutkan hindarkan Monitor tanda vital Monitor tanda
dengan fenitoin pengulangan vital
atau OAE sebelum 48 jam
Efek samping Somnolen, bingung, depresi hipotensi, depresi hipotensi, depresi hipotensi,
ataksia, depresi napas napas, aritmia napas bradikardi
napas
Kejang 35

Beberapa macam obat yang sering Pengobatan selalu dimulai dengan satu
digunakan untuk mengatasi status konvulsivus jenis obat (monoterapi). Dosis dinaikkan
dapat dilihat pada Tabel 5.4. dengan titrasi sampai tercapai konsentrasi
terapeutik serum atau dosis terapeutik. Jika
dengan dosis maksimal kejang masih tidak
Pengobatan jangka panjang terkontrol, pertimbangkan kombinasi terapi
Pengobatan pada pasien yang mengalami dengan OAE lainnya. Jika kejang terkontrol,
kejang simptomatik akut ditujukan pada faktor pertimbangkan penurunan dosis OAE yang
penyebab. Apabila faktor penyebab dapat segera pertama kali diberikan. Tidak ada satu jenis
diobati, maka tidak diperlukan pemberian obat OAE yang merupakan pilihan utama untuk
anti epilepsi jangka panjang. Risiko berulangnya semua jenis epilepsi. Beberapa OAE lebih
kejang terjadi dalam satu tahun pertama, efektif untuk jenis kejang tertentu atau sindrom
khususnya dalam tiga bulan pertama. Bila tertentu. Saat ini pengobatan jangka panjang
selama tiga bulan pertama tanpa pengobatan yang dianjurkan adalah selama dua atau tiga
tidak didapatkan kejang, maka pasien tidak tahun setelah kejang yang terakhir.
memerlukan pengobatan jangka panjang.

Diazepam 5 - 10 mg
0-10 mnt
jarak 5 menit

Rumah
10 -20 mnt Monitor:
(kec 2 mg/mnt, maks 20 mg)
Unit Gawat Tanda vital
Darurat
sirkulasi Midazolam 0,2 mg/kg (IV bolus) Gula darah
Cat: Jika pemberian diazepam
rektal sebelum ke RS hanya 1x,
(kec <2 mg/mnt) Analisis gas darah
RS
Pulse oxymetri
Fenitoin Koreksi kelainan
PICU/ 20 -30 mnt Kadar obat darah
Cat: dapat diulang
darurat maks 1g
5-10 mg/kg, maks
30 mg/kg Fenobarbital 30 -60 mnt
Cat: dapat diulang 20 mg/kg (IV)
dgn tambahan 5-10 (kec 100 mg/mnt) maks 1 g
mg/kg
Refrakter

Midazolam 0,2 mg/kg (IV bolus) Propofol 3-5 mg/kg (IV drip)
5-8 mg/kg (IV)

Gambar 5.1. Algoritme penanganan kejang akut dan status konvulsif


36 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

American Academy of Pediatrics’ practice


Mutiara bernas parameters on the evaluation and treatment of
 Kejang adalah kedaruratan neurologis children with febrile seizures. Pediatr Rev.
1999;20:285-9.
 Kejang dibagi atas kejang fokal dan kejang
umum 6. Fisch BJ. EEG primer basic principles of digital
and analog EEG. Edisi ke-3. Amsterdam:
 Anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
Elsevier; 1999. h.245-59.
pemeriksaan penunjang ditujukan
untuk mencari etiologi intrakranial atau 7. Glaze DG. Status epilepticus. Dalam: McMillan
JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB,
ekstrakranial
penyunting. Oski’s pediatrics. Philadelphia:
 Tatalaksana kejang adalah membebaskan Lippincott Williams & Wilkins; 1999. h.1947-9.
jalan napas, memperbaiki oksigenasi dan 8. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status
sirkulasi, serta memberikan obat antikejang epilepticus. Pediatr Clin North Am. 2001;48:683-
 Obat antikejang pilihan pertama 94.
adalah golongan benzodiazepin, 9. Lowenstein DH, Alldredge BK. Status
dilanjutkan dengan fenitoin bila kejang epilepticus. N Engl J Med. 1998;338:970-6.
berlanjut sampai 10-15 menit, fenobarbital 10. MCabee GN, Wark JE. A practical approach to
bila kejang lebih dari 30 menit uncomplicated seizures in children. Am Fam
 Kejang lebih dari 30 menit Physician 2000;62:1109-10.
memerlukan perawatan di unit 11. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of
perawatan intensif epileptogenesis. Neurol Clin North Am.
2001;19:237-50.
KEPUSTAKAAN 12. Pellock JM. Treatment of seizures and epilepsy
in children and adolescents. Neurology.
1. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips 1998;51:S8-14.
B, Scott R, Whitehouse W. The treatment of 13. Roth HI, Drislane FW. Seizures. Neurol Clin.
convulsive status epilepticus in children. Arch 1998;16:257-84.
Dis Child. 2000;83:415-19. 14. Sabo-Graham T, Seay AR. Management of
2. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based status epilepticus in children. Pediatr Rev.
emergency medicine: Evaluation and diagnostic 1998;19:306-12.
testing evaluation of the patient with seizures: 15. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topics
an evidence based approach. Em Med Clin in emergency medicine. Dalam: McMillan
North Am. 1999;17:203-20. JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB,
3. Camfield PC, Camfield CC. Advances in the penyunting. Oski’s pediatrics. Philadelphia:
diagnosis and management of pediatric seizure Lippincott Williams & Wilkins; 1999. h.566-89.
disorders in the twentieth century. J Pediatr. 16. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie JM,
2000;136:847-9. Chadwick DW. An atlas of epilepsy. Edisi ke-
4. Commission on Classification and Terminology 1. New York: The Parthenon Publising Group;
of the International League Against 1998. h.15-23.
Epilepsy. Proposal for revised clinical and 17. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam:
electroencephalographic classification of Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, penyunting.
epileptic seizures. Epilepsia. 1981;22:489-501. Principles of neural science. New York: McGraw-
5. Duffner PK, Baumann RJ. A synopsis of the Hill; 2000. h. 940-35.
6 Peningkatan Tekanan Intrakranial
Setyabudhy, Irawan Mangunatmaja

PENDAhUlUAN volume total CSS berkurang. Darah juga ikut


berkompensasi dengan mengalihkan darah
Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dapat vena ke sinus venosus dura. Jika terdapat massa
disebabkan berbagai etiologi, yaitu edema intrakranial (misalnya tumor otak), otak dan
serebri akibat trauma kepala, hipoksia-iskemia, volume arteri akan tetap statis, sedangkan CSS
infeksi, gangguan metabolik, hidrosefalus, dan dan darah vena akan mengalami penurunan
lesi desak ruang. Jika tidak dikenali dan tidak volume sampai komponen-komponen tersebut
ditata laksana secara dini dan tepat, peningkatan tidak mampu mengkompensasi lagi, sehingga
TIK dapat mengakibatkan cedera neurologis akan terjadi peningkatan TIK (Gambar 6.1).
ireversibel bahkan mortalitas. Bayi dan anak dengan ubun-ubun dan sutura
yang masih membuka (biasanya usia <18 bulan)
dapat mengkompensasi perubahan komposisi
PATOfISIOlOGI komponen intrakranial yang terjadi secara
Tekanan intrakranial (TIK) merupakan jumlah perlahan dalam jangka waktu lama (perubahan
total tekanan dari otak, darah dan cairan kronik). Namun, kelompok usia ini tetap rentan
serebrospinal dalam rongga intrakranial. terhadap peningkatan TIK akut. Pemahaman
Doktrin Monroe-Kellie menyatakan rongga terhadap doktrin Monroe-Kellie penting bagi
kranium adalah ruang tetap yang terdiri atas tata laksana peningkatan TIK pada anak.
tiga komponen yaitu darah, otak, dan cairan Konsep penting lain dalam dinamika
serebrospinal (CSS). Darah meliputi 10% intrakranial meliputi autoregulasi, komplians,
volume total rongga kranium, CSS sebesar 10%, aliran darah otak, kecepatan metabolisme serebral
dan otak sebesar 80%. Cairan serebrospinal dan tekanan perfusi serebral. Autoregulasi adalah
memiliki 70% kapasitas buffer intrakranial. kemampuan mempertahankan aliran darah otak
Saat terjadi peningkatan satu atau lebih dari (cerebral blood flow, CBF) dengan vasokonstriksi
komponen tersebut maka komponen lain akan dan vasodilatasi pembuluh darah otak meskipun
turun untuk menjaga volume intrakranial terdapat fluktuasi tekanan darah sistemik. Jika
tetap sama. Darah dan CSS merupakan autoregulasi terganggu, maka aliran darah otak
komponen yang dapat berkompensasi. Saat akan tergantung pada perubahan tekanan darah
terjadi edema otak karena sebab tertentu, sistemik. Komplians menunjukkan perubahan
CSS akan berpindah dari ventrikel dan rongga tekanan akibat perubahan volume, merupakan
subarakhnoid serebral ke rongga subarakhnoid indikator toleransi otak terhadap peningkatan
spinal melalui foramen magnum. Selanjutnya TIK. Tiap pasien memiliki derajat komplians yang
terjadi pengurangan produksi CSS atau berbeda walaupun mengalami derajat kerusakan
terjadi peningkatan absorpsi CSS, sehingga yang sama. Faktor-faktor yang berpengaruh pada
38 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

TIK

Volume Vena
60

CSS
Nassa

Ven
50

CSS

a
40
Nassa
30
Volume Volume Volume
Arteri Arteri Arteri 20
I0
OtaK OtaK OtaK
Normal TerKompensasi
0
DeKompensasi
TIK normal TIK meningKat
Gambar 6.1. Kompensasi intrakranial pada desakan massa
Keterangan: CSS, cairan serebrospinal; TIK, tekanan intrakranial

kondisi ini masih belum diketahui. Saat komplians Kejang dan demam akan meningkatkan
terganggu, maka terjadi peningkatan dramatis aliran darah otak dan laju metabolisme otak.
pada kurva tekanan/volume yang selanjutnya Prosedur untuk menurunkan laju metabolisme
menyebabkan peningkatan TIK secara cepat. otak seperti pemberian barbiturat dan
Pada otak tanpa kerusakan, aliran darah hipotermia juga akan menurunkan aliran darah
otak diatur untuk memenuhi kebutuhan otak otak. Metabolisme otak bergantung pada glukosa
akan oksigen dan substrat. Secara fisiologis, untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh,
faktor yang berpengaruh pada aliran darah otak dengan adenosin trifosfat (ATP) dan siklus Krebs
adalah tekanan parsial karbondioksida arteri untuk mempertahankan metabolisme aerob.
(PaCO2), oksigenasi arteri, pH, tekanan perfusi Saat terjadi hipoksia maka terjadi metabolisme
otak, dan laju metabolisme otak. Tekanan anaerob yang menghasilkan laktat dan piruvat
parsial karbondioksida arteri (PaCO2) berkaitan serta menurunkan produksi ATP dan pasokan
secara langsung dengan aliran darah otak, dan energi untuk metabolisme tubuh.
merupakan mediator kimia paling poten dari aliran Tekanan perfusi otak atau cerebral
darah otak. Peningkatan PaCO2 menyebabkan perfusion pressure (CPP) merupakan tekanan
vasodilatasi yang akan meningkatkan aliran perfusi pada sel dan merupakan indikator
darah otak dan sangat berpotensi meningkatkan penting aliran darah otak. Tekanan perfusi
TIK. Kondisi asidosis dan hipoksemia juga yang cukup akan mencegah kerusakan akibat
dapat meningkatkan aliran darah otak dengan iskemia otak sekunder. Tekanan perfusi otak
mekanisme vasodilatasi. Aliran darah otak pada didapat dari pengukuran tidak langsung aliran
kondisi kebutuhan jaringan meningkat akan darah otak dan dihitung dengan mengukur
menyebabkan hiperemia. Aliran darah otak perbedaan antara mean arterial pressure (MAP)
pada dewasa berkisar 50–70 mL/100 g/menit, dengan intracranial pressure (ICP), dengan
sedangkan pada anak sehat dapat mencapai 108 persamaan berikut: CPP = MAP-ICP. Belum
mL/100 g/menit. Aliran darah otak <20 mL/100 terdapat panduan nilai normal CPP untuk anak.
g/menit menunjukkan adanya iskemia otak dan Namun, dari persamaan tersebut, nilai minimal
berkaitan dengan luaran yang buruk pada anak CPP yang diperlukan untuk mencegah iskemia
dengan trauma kepala. adalah sebagai berikut: dewasa, CPP >70
Peningkatan Tekanan Intrakranial 39

P Ambang nilai yang lebih rendah dapat


digunakan pada bayi dan anak kecil. Ambang
nilai untuk memulai terapi pada hipertensi
intrakranial bervariasi, tergantung pada etiologi.
Penggunaan batas atas nilai normal untuk
memulai terapi masih diperdebatkan.

Mutiara bernas
• Tekanan intrakranial (TIK) merupakan
jumlah total tekanan dari otak,
darah, dan cairan serebrospinal dalam
rongga intrakranial
P eq
• Dinamika intrakranial dipengaruhi
V eq VD VD
Ve oleh autoregulasi, komplians, aliran
Gambar 6.2. Kurva volume-tekanan darah otak, laju metabolisme otak, dan
tekanan perfusi otak

ETIOlOGI
mmHg; anak, CPP >50–60 mmHg; bayi/balita, Mekanisme peningkatan TIK dapat disebabkan
CPP >40–50 mmHg. Penelitian menyatakan peningkatan massa jaringan otak, volume darah,
CPP <40 mmHg merupakan prediktor penting atau cairan serebrospinal (Tabel 6.2). Satu
mortalitas pada anak dengan kerusakan otak atau lebih faktor tersebut dapat meningkatkan
akibat trauma. tekanan intrakranial secara tunggal atau simultan.
Rentang normal TIK bervariasi Peningkatan TIK dapat terjadi karena berbagai
berdasarkan usia (Tabel 6.1). Hipertensi sebab, yaitu edema serebri (akibat trauma
intrakranial dinyatakan sebagai peningkatan kepala, kondisi hipoksik-iskemik, infark serebri,
TIK >20 mmHg selama lebih dari 5 menit. infeksi (meningitis, ensefalitis), ensefalopati

Tabel 6.1. Berbagai etiologi peningkatan TIK


Mekanisme patologi Contoh
Massa hematom (ekstradural, subdural, intraserebral)
Keganasan (glioma, meningioma, metastasis)
Abses
Edema fokal akibat trauma, infark, tumor
Gangguan sirkulasi CSS hidrosefalus obstruktif
hidrosefalus komunikans
Obstruksi sinus venosus mayor fraktur depresi pada lokasi di atas sinus venosus mayor
Trombosis vena serebral
Edema otak difus Ensefalitis, meningitis, cedera kepala luas, perdarahan subarakhnoid, sindrom
Reye, ensefalopati akibat timbal, intoksikasi air, hampir tenggelam
Idiopatik hipertensi intrakranial jinak
Sumber: Dunn l. j Neurol Neurosurg Psychiatry. 2002;73:i23–7
40 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 6.2. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial


Tujuan manajemen Intervensi
Penurunan volume otak Evakuasi massa, mempertahankan euvolemia, terapi hiperosmolar
Penurunan cairan serebrospinal ventrikulostomi, drainase lumbal
Penurunan volume darah otak Elevasi kepala 300, mempertahankan normokarbia, hiperventilasi ringan pada
hipertensi intrakranial refrakter
Penurunan laju metabolisme otak Normotermia, sedasi dan analgesia, pencegahan dan terapi kejang, pada hipertensi
intrakranial refrakter: terapi barbiturat, hipotermia ringan/sedang

metabolik, hidrosefalus, dan proses desak ruang yang bermanifestasi sebagai bradikardi. Pola
(tumor, perdarahan intraparenkimal karena napas abnormal merupakan komponen terakhir
ruptur malformasi arteriovena atau aneurisma). dari trias Cushing, yang terjadi karena kompresi
Keterlambatan deteksi dini dan penanganan batang otak. Sangatlah penting dalam mengenali
peningkatan TIK akan mengakibatkan kerusakan gejala awal peningkatan TIK karena trias
neurologis yang ireversibel. Cushing merupakan gejala yang timbul amat
perlahan pada anak dengan cedera neurologis
dan merupakan suatu petunjuk adanya herniasi.
Mutiara bernas
Peningkatan TIK dapat terjadi akibat edema
serebri, trauma kepala, kondisi hipoksik- TATA lAKSANA
iskemik, infark serebri, infeksi, gangguan
Tujuan utama tatalaksana peningkatan TIK
metabolik, ensefalopati, hidrosefalus, dan
adalah untuk mencegah dan meminimalkan
proses desak ruang
kerusakan sekunder otak, tanpa memandang
etiologi. Terminologi kerusakan primer dan
GEjAlA KlINIS sekunder umumnya digunakan pada kasus
cedera kepala traumatik, namun istilah ini juga
Pada peningkatan TIK dapat dijumpai sakit dapat diterapkan pada anak dengan ensefalopati
kepala dengan derajat dan durasi yang bervariasi, metabolik, lesi hipoksik-iskemik, lesi otak
muntah, letargi, meningismus, disorientasi, nontraumatik, infeksi otak, dan perdarahan
disfungsi neurologis fokal, kejang, dan koma. intrakranial. Kerusakan primer menunjukkan
Tanda awal pada bayi dan anak usia muda dapat kejadian awal tanpa memandang mekanisme
berupa ubun-ubun besar membonjol dan refleks kerusakan, sedang kerusakan sekunder
pupil yang lemah. Pada peningkatan TIK yang menunjukkan proses yang berlangsung dalam
berat dan lama dapat terjadi pembesaran pupil hitungan jam sampai hari setelah kerusakan awal.
unilateral, kelumpuhan saraf kranial (III, IV, Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
VI), edema papil, dan trias Cushing (hipertensi, dapat melalui intervensi terhadap faktor-faktor
bradikardi, dan perubahan pola napas). Kondisi sesuai doktrin Monroe-Kellie (Tabel 6.3), yaitu
ini menunjukkan tanda herniasi awal atau dengan menurunkan volume otak, menurunkan
lanjut. Trias Cushing terjadi pada kondisi iskemia volume cairan serebrospinal, menurunkan laju
serebralyang menyebabkan vasokonstriksi perifer metabolisme otak, dan/atau menurunkan aliran
sehingga mengakibatkan tekanan darah sistolik darah otak. Tujuan intervensi tersebut adalah
meningkat untuk mempertahankan perfusi untuk mempertahankan tekanan perfusi otak dan
otak. Baroreseptor kardiak akan merespons TIK sesuai usia. Tata laksana peningkatan TIK
kondisi ini dengan merangsang respons vagal berdasarkan algoritma pendekatan peningkatan
Peningkatan Tekanan Intrakranial 41

TIK pada anak dengan kerusakan neurologis dapat Pemberian vasopressor dapat dilakukan pada
dilihat pada Gambar 6.3. kondisi hipotensi yang menetap meskipun telah
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat.

Airway, Breathing, Circulation


Head positioning
Manajemen awal pada anak dengan kecurigaan
Kepala pasien diposisikan pada garis tengah
peningkatan TIK adalah penilaian patensi
sumbu tubuh untuk menjaga drainase vena
jalan napas (airway), pernapasan (breathing),
jugularis dan kepala dielevasikan 15-300. Metode
dan sirkulasi (circulation), atau ABC. Intubasi
ini sangat efektif untuk menurunkan tekanan
harus dipertimbangkan pada kondisi: kesulitan
intrakranial dan mengoptimalkan tekanan perfusi
mempertahankan patensi jalan napas, GCS
otak. Elevasi kepala di atas 300 atau menurunkan
<8, hasil CT scan menunjukkan edema serebri
kepala dibawah 150 berkaitan dengan peningkatan
difus, kerusakan neurologis dengan resiko
dan atau penurunan tekanan perfusi otak.
dekompensasi, ketidakstabilan dinding dada,
pola napas abnormal, dan obstruksi jalan napas
atas. Intubasi harus dilakukan dengan pemberian Drainase serebrospinal
medikasi untuk mencegah peningkatan TIK Drainase cairan serebrospinal akan menyebabkan
selama prosedur. Medikasi yang dianjurkan penurunan TIK yang cepat namun transien.
adalah tiopenthal, lidokain, dan short-acting Drainase ini dapat dilakukan secara kontinu
nondepolarizing neuromuscular blockage agent ataupun intermiten. Metode paling optimal
(misal vekuronium, atrakurium). untuk memonitor TIK dan drainase cairan
Kecukupan oksigenasi harus dijaga untuk serebrospinal adalah melalui kateter
mencegah sekuele dari kerusakan sekunder. ventrikulostomi. Penelitian tentang efek metode
Pertahankan tekanan parsial oksigen arteri drainase cairan serebrospinal terhadap efek TIK,
(PaO2) >60 mmHg, saturasi oksigen (SpO2) tekanan perfusi otak, aliran darah otak, serta laju
>90%, dan positive end expiratory pressure (PEEP) metabolisme otak masih sangat terbatas. Pada
5 cmH2O. Tekanan darah sesuai umur harus kondisi hipertensi intrakranial yang refrakter,
dipertahankan untuk menjamin kecukupan drainase lumbal dapat dipertimbangkan jika
tekanan perfusi otak dan mencegah iskemia sisterna basalis terbuka dan tidak ada tanda
berkelanjutan. Pencegahan hipotensi juga harus midline shift, atau tidak ada massa yang nyata
dilakukan karena berkaitan dengan peningkatan pada hasil pencitraan neurologis.
mortalitas pada cedera otak traumatik. Hipotensi
pada anak didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik dibawah persentil 50 sesuai usia atau jika Terapi osmotik
didapatkan klinis syok. Median (persentil 50) Manitol merupakan agen osmotik yang telah
tekanan darah sistolik pada anak >1 tahun dapat digunakan puluhan tahun untuk mengatasi
dihitung dengan rumus: 90 + (2 x usia dalam hipertensi intrakranial. Mekanisme kerja
tahun). Tanda lain penurunan perfusi adalah manitol ada dua, yaitu (1) menginduksi
takikardia, penurunan produksi urin (<1 mL/kg/ diuresis osmotik, dengan cara menghasilkan
jam), nadi lemah atau tak teraba, pemanjangan gradien osmosis sehingga cairan dari jaringan
waktu pengisian kapiler >2 detik, dan otak tertarik ke rongga vaskular, kemudian
penurunan kesadaran. Pada cedera neurologis diekskresikan melalui ginjal, dan (2) efek
dengan hipotensi, resusitasi cairan tetap harus reologis, yaitu menurunkan viskositas darah dan
diberikan sesuai dengan tata laksana syok. Tidak hematokrit serta meningkatkan aliran darah
ada indikasi untuk melakukan restriksi cairan. otak dan pasokan oksigen otak. Efek reologis
42 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Head up <30O
+/- blokade PaCO2~ 35 PaO2 >60%

TIK >20 mmhg

kejang demam

TIK >20 mmhg

PbtO2
atau salin hipertonis PaO 30-35 mmhg

Terapi barbiturat hipotermia moderat hiperventilasi Kraniektomi Drainase


32-33OC PaO2 <30 dekompresi lumbal

Gambar 6.3. Algoritme tata laksana peningkatan tekanan intrakranial


CT, computed tomography; GCS, Glasgow Coma Scale; PaCO2, tekanan parsial karbondioksida arteri; SjvO2, saturasi oksigen
vena jugularis; PbtO2, tekanan parsial oksigen otak
Dikutip dari Marcoux KK. AACN Clinical Issues. 2005;2:212-31
Peningkatan Tekanan Intrakranial 43

langsung bekerja menurunkan TIK dalam terhadap terapi. Hiperventilasi intermiten


hitungan menit setelah pemberian manitol. dilakukan pada kondisi peningkatan TIK akut
Efek diuresis osmotik bekerja lebih lambat, atau bila terdapat tanda awal herniasi.
yaitu 15-30 menit setelah pemberian manitol,
dan bertahan sekitar 6-8 jam, sehingga manitol
diberikan dengan frekuensi tiap 4-6 jam dengan Regulasi temperatur
dosis 0,5-1 gram/kgBB/kali. Mempertahankan temperatur pada rentang
Pemberian cairan hipertonis dapat normal dapat mencegah komplikasi akibat
menurunkan TIK dan memperbaiki luaran hipotermia dan hipertemia. Anak dengan cedera
pada anak dengan cedera kepala traumatik. neurologis dapat mengalami fluktuasi suhu tubuh
Cairan hipertonis dapat menurunkan TIK karena infeksi, sepsis, perdarahan intrakranial,
dan volume darah otak dengan menciptakan dan gangguan hipotalamus. Peningkatan
gradien osmosis dalam otak, disamping tetap temperatur inti >37,50C berhubungan dengan
dapat mengisi volume intravaskular. Pemberian terjadinya peningkatan TIK dan kenaikan
cairan hipertonis 10 mL/kg bolus mampu kebutuhan oksigen otak. Pada penelitian dengan
memperbaiki tingkat kesadaran dan skor Skala hewan coba, hipotermia dikatakan memiliki efek
Koma Glasgow. Pemberian secara kontinu yang neuroprotektif dengan menurunkan metabolisme
dianjurkan dimulai dari 0,1 sampai 1,0 mL/kg/ serebral, pelepasan glutamat ekstraselular,
jam. Pemantauan kadar natrium serum dan mobilisasi kalsium, produksi radikal bebas dan
status neurologis perlu dilakukan secara ketat, sintesis nitrit oksida. Namun penelitian yang lain
mengingat risiko terjadinya osmotic demyelination menyebutkan bahwa hipotermia (35-35,50C)
syndrome (central pontin myelinosis) akibat berpotensi meningkatkan kejadian pneumonia,
peningkatan kadar natrium serum yang cepat. kerusakan kulit, ketidakseimbangan elektrolit,
hipotensi, menggigil, dan koagulopati. Intervensi
pengaturan suhu pada anak dengan peningkatan
hiperventilasi TIK dianjurkan dalam rentang normotermia.
Hipotermia sedang dianjurkan pada anak
Hiperventilasi dianjurkan dilakukan sebagai
dengan peningkatan TIK refrakter yang tidak
intervensi awal peningkatan TIK akut yang
berespons terhadap terapi. Penghentian terapi
bermakna. Hiperventilasi tidak dianjurkan
hipotermia harus dilakukan perlahan untuk
sebagai terapi profilaksis karena memiliki potensi
mencegah komplikasi seperti gangguan elektrolit,
memperburuk iskemia serebral. Lebih lanjut,
perburukan edema serebri, asidosis, dan hipotensi.
hiperventilasi dapat menurunkan kapasitas
buffer bikarbonat pada jaringan interstisial otak,
yang menurunkan kemampuan vasokonstriksi. Sedasi, analgesia, dan blok
Normalnya, alkalosis menyebabkan konstriksi neuromuskular
arteriol, namun dengan hilangnya kemampuan
buffer maka vasokonstriksi yang dapat menurunkan Anak dengan cedera otak akut yang mendapat
aliran darah otak akan terganggu. Hiperventilasi ventilasi mekanik sebaiknya diberikan sedasi dan
sedang (PaCO2 30-35 mmHg) dapat diterapkan analgesia yang cukup untuk mencegah nyeri dan
pada peningkatan TIK yang berkepanjangan kecemasan. Agen yang sering digunakan meliputi
meskipun sudah dilakukan drainase cairan opiod, benzodiazepin, dan barbiturat. Pemberian
serebrospinal, sedasi dan analgesia, head positioning, agen blokade neuromuskular dapat membantu
dan terapi osmolar. Hiperventilasi yang bermakna mengontrol PaCO2, mencegah menggigil, dan
(<30 mmHg) dilakukan pada penderita dengan gerakan pada penderita dengan ventilasi mekanik,
peningkatan TIK refrakter yang tidak berespons sehingga dapat mencegah peningkatan TIK.
44 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Manajemen dan pencegahan kejang


Anak dengan cedera kepala akut berisiko lebih Steroid
besar mengalami kejang dibandingkan orang Penggunaan kortikosteroid diindikasikan untuk
dewasa, dikarenakan rendahnya ambang kejang mengurangi pembengkakan dan stabilisasi
pada anak. Kejang pada peningkatan TIK harus membran sel pada kasus peningkatan TIK
segera diatasi, karena kejang akan meningkatkan karena lesi massa (tumor otak, abses), inflamasi,
laju metabolisme otak, aliran darah otak, dan dan infeksi. Steroid tidak dianjurkan pada
volume darah otak, yang selanjutnya akan peningkatan TIK akibat trauma kepala.
memperberat peningkatan TIK. Kejang pada
kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian
golongan benzodiazepin (misalnya lorazepam) Cairan, elektrolit, dan nutrisi
atau fenitoin, dan dilanjutkan dengan obat
Tujuan terapi cairan adalah mempertahankan
antiepilepsi dosis rumatan selama minimal
penderita dalam kondisi euvolemia,
2 minggu. Pemberian antiepilepsi pada anak
normoglikemia, dan mencegah hiponatremia.
direkomendasikan dalam jangka pendek, Pemberian dektrosa parenteral dihindari pada
kecuali kondisi klinis dan etiologi kejang pada 48 jam setelah kerusakan neurologis karena
penderita menunjukkan perlunya pemberian
kemungkinan terjadinya asidosis laktat, kecuali
obat antiepilepsi dalam jangka waktu panjang.
penderita mengalami hipoglikemia. Makanan
enteral mulai diberikan dalam 72 jam setelah
Terapi barbiturat cedera. Selama tidak ada kontraindikasi, nutrisi
diberikan secara enteral, karena diyakini dapat
Pemberian barbiturat dosis tinggi dilakukan pada menurunkan lama rawat inap di ruang intensif
hipertensi intrakranial refrakter yang tidak teratasi dan mencegah komplikasi.
dengan intervensi yang telah disebutkan diatas.
Barbiturat dapat menurunkan TIK dengan cara Anak yang mengalami hipertensi
menurunkan laju metabolisme otak, sehingga intrakranial sebaiknya mendapat cairan sesuai
mengurangi pemakaian glukosa dan kebutuhan kebutuhan rumatan, kecuali ada indikasi
oksigen. Penelitian mengenai efektifitas pemberian cairan bolus pada kondisi hipotensi,
barbiturat pada peningkatan TIK intraktabel hipovolemia, dan penurunan produksi urin.
di bidang pediatrik masih terbatas, namun Cairan rumatan sebaiknya berupa salin normal
beberapa penelitian menunjukkan barbiturat dengan penambahan kalium klorida berdasarkan
memperbaiki luaran penderita. Barbiturat dapat berat badan. Cairan yang diberikan hendaknya
menyebabkan instabilitas hemodinamik berat, bersifat isotonis atau hipertonis. Penggunaan
sehingga penggunaannya harus diawasi dengan cairan hipotonis sebaiknya dihindarkan.
ketat, terutama status hemodinamik, tekanan Hiponatremia harus dicegah karena akan
vena sentral, dan status oksigenasi. memperparah peningkatan TIK. Jika terjadi
hiponatremia, lakukan koreksi secara perlahan
untuk mencegah pontine myelinosis.
Pembedahan
Prosedur pembedahan yang dapat dilakukan yaitu Perawatan
evakuasi massa akut (tumor otak, hematoma
epidural) dan pemasangan monitor TIK dengan Pemberian lidokain sebelum tindakan suctioning
ventrikulostomi. Kraniektomi dekompresif untuk dianjurkan untuk mengurangi peningkatan TIK
meningkatkan komplians intrakranial penderita akibat tindakan. Pemberian analgesia dan sedasi
dengan hipertensi intrakranial refrakter. yang adekuat diperlukan sebelum tindakan
Peningkatan Tekanan Intrakranial 45

atau prosedur yang dapat menyebabkan nyeri,


Mutiara bernas
kecemasan, atau peningkatan TIK. Kondisi
• Tujuan tatalaksana peningkatan ruangan yang tenang dapat mengurangi
TIK adalah untuk mencegah dan stimulus visual dan auditori pada penderita.
meminimalkan kerusakan sekunder Memberi kesempatan untuk dukungan keluarga
• Tata laksana awal peningkatan TIK pada pasien dengan peningkatan TIK sangatlah
meliputi penanganan jalan napas (airway), penting, namun tetap dengan memperhatikan
pernapasan (breathing), dan sirkulasi tanda vital pasien.
(circulation)
• Pertahankan PaO2 >60 mmHg dan
SpO2 >90% untuk menjaga kecukupan KEPUSTAKAAN
oksigenasi
• Pertahankan kecukupan perfusi sistemik 1. Abend NS, Kessler SK, Helfaer MA, Licht
untuk mencegah hipotensi dan hipoksia DJ. Evaluation of the comatose child. Dalam:
Nichols DG, penyunting. Roger’s textbook of
• Pertahankan nilai TIK dan tekanan
pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
perfusi otak sesuai usia
Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 847-61.
• Drainase cairan serebrospinal jika ada 2. Dunn LT.Raised intracranial pressure. J Neurol
indikasi Neurosurg Psychiatry. 2002;73(Supp):i23–7.
• Posisikan kepala pada garis tengah sumbu 3. Keenan HT, Nocera M, Bratton SL. Frequency
tubuh dan elevasi kepala 15-300 of intracranial pressure monitoring in infants
• Hiperventilasi hanya dilakukan untuk and young toddlers with traumatic brain injury.
peningkatan TIK akut atau bila terdapat Pediatr Crit Care Med. 2005; 6: 537–41.
tanda awal herniasi 4. Larsen GY, Goldstein B. Increased intracranial
• Pertahankan normotermia pressure. Pediatr Rev. 1999;20:234-9.
• Manitol diberikan bila TIK > 20 mmHg, 5. Marcoux KK. Management of increased
pertahankan osmolalitas serum <320 intracranial pressure in the critically ill child
mOsm/L with an acute neurological injury. AACN Clin
Issues. 2005; 2: 212–31.
• Pertahankan euvolemia
6. Nelson DS. Coma and altered level of
• Monitor elektrolit, cegah hiponatremia consciousness. Dalam: Fleisher GR, Ludwig S,
• Monitor glukosa, cegah hipoglikemia atau penyunting. Textbooks of pediatric emergency
hiperglikemia medicine. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott
• Pemberian lidokain sebelum tindakan Williams & Wilkins; 2010. h. 177-87
suctioning 7. Nortje J, Gupta AK. The role of tissue oxygen
monitoring in patients with acute brain injury.
• Pemberian sedasi dan analgesia yang Br J Anaesth. 2006;97:95–106.
adekuat, pertimbangkan blokade
neuromuskular 8. Ranjit S. Management of a comatose patient with
intracranial hypertension: current concepts.
• Monitor aktivitas kejang, berikan Indian J Pediatr. 2006;43:409-15.
antiepilepsi jika ada indikasi 9. Sharma A. Raised intracranial pressure and its
• Mulai pemberian nutrisi enteral setelah management. JK Science. 1999;1:13-21.
72 jam 10. White H, Venkatesh B. Cerebral perfusion
• Minimalisir stimulus visual dan auditori pressure in neurotrauma: a review. Anesth
Analg. 2008;107:979–88.
7 Pemantauan Susunan Saraf Pusat
di Pediatric Intensive Care Unit
Setyabudhy, Saptadi Yuliarto

Pemantauan susunan saraf pusat (SSP) bEbERAPA MODAlITAS PEMANTAUAN


penting dilakukan pada pasien di Pediatric NEUROlOGIS DI PICU
Intensive Care Unit (PICU) yang mengalami
atau berisiko mengalami gangguan neurologi Elektroensefalogram (EEG)
untuk mendeteksi secara dini terjadinya Elektroensefalogram merekam aktivitas otak
hipoksia/iskemia SSP. Pemantauan SSP yang berupa sinyal elektrik melalui kulit kepala.
ideal harus dapat mendeteksi setiap perubahan Sinyal elektrik yang terekam dalam EEG
status neurologis sebelum terjadi kerusakan SSP tersebut berasal dari neuron-neuron otak
yang ireversibel. Tekanan intrakranial (TIK) terutama yang terletak pada korteks, sehingga
dan evoked potentials (EP) adalah parameter EEG mencerminkan gambaran topografi
yang berkorelasi baik dengan fungsi serebral dan korteks. EEG sangat sensitif sebagai indikator
telah digunakan secara luas. Tata laksana pasien disfungsi serebral dan berkaitan dengan
dengan gangguan neurologi akut didasarkan metabolisme serebral. Terdapat 4 manfaat EEG
pada patofisiologi dari perfusi serebral, oksigenasi untuk perawatan di PICU yaitu: (1) membantu
serebral, dan fungsi serebral. menegakkan diagnosis; (2) panduan terapi; (3)
Tujuan utama pemantauan SSP pada pemantauan kondisi susunan saraf pusat; dan
pasien dengan kondisi neurologis kritis adalah: (4) memperkirakan prognosis.
(1) deteksi dini perburukan neurologis sebelum Sebagai alat bantu diagnostik, EEG
terjadinya kerusakan SSP yang ireversibel; (2) berperan terutama pada pasien yang
memberikan tata laksana secara individual; (3) mengalami ensefalopati atau koma. EEG dapat
pemantauan respons terapi; (4) menghindari membedakan antara koma yang sesungguhnya,
kemungkinan terjadinya efek samping yang koma psikogenik, atau kondisi yang menyerupai
tidak dikehendaki; dan (5) meningkatkan luaran koma akibat locked-in syndrome. Pada dua
neurologis pada pasien yang sembuh dari cedera kondisi terakhir, EEG akan menunjukkan pola
neurologi akut. Pencitraan neurologis (CT- normal awake pattern. EEG juga bermanfaat
Scan, MRI) berperan penting dalam tata laksana dalam menentukan keparahan dan penyebab
pasien, namun pemeriksaan ini mengharuskan ensefalopati toksik-metabolik. Pola-pola tertentu
pasien meninggalkan ruang perawatan intensif. dalam EEG mengindikasikan etiologi spesifik.
Pemantauan SSP dapat membantu membuat Pola excessive fast activity merupakan gambaran
keputusan akan perlu tidaknya dilakukan yang sering disebabkan overdosis obat sedatif-
pencitraan neurologis. Saat ini tersedia berbagai hipnosis, sedangkan gelombang trifasik dapat
modalitas untuk memantau fungsi SSP di ruang ditemukan pada disfungsi hepatik, gagal ginjal,
perawatan intensif, baik yang invasif maupun non- dan anoksia. Ensefalitis herpes simpleks (EHS)
invasif. Pada bahasan ini, akan dibahas beberapa memiliki gambaran EEG yang khas yaitu periodic
teknik pemantauan SSP yang umum digunakan.
Pemantauan Susunan Saraf Pusat di PICU 47

sharp waves pada lobus temporalis, sehingga g/min, sedangkan EEG telah menunjukkan
dapat membantu menegakkan diagnosis pada abnormalitas bila CBF turun menjadi 20-25
awal perjalanan penyakit. Pemeriksaan EEG mL/100 g/menit. Kemampuan EEG mendeteksi
harus segera dilakukan pada pasien yang diduga penurunan CBF sebelum terjadi kematian sel
menderita EHS. Pemeriksaan EEG juga sangat sangat bermanfaat pada tindakan tertentu,
bermanfaat untuk mendeteksi status epileptikus misalnya operasi bedah jantung dan karotis.
non-konvulsif, terutama apabila penyebabnya Pada keadaan tersebut, EEG dapat memberikan
tidak jelas dan tidak ada tanda klinis yang peringatan kepada dokter bedah atau anestesi
menunjukkan aktivitas kejang. Pemantauan EEG akan terjadinya perubahan perfusi serebral.
dapat membantu menghindari under treatment Penggunaan serupa dapat diterapkan pada pasien
dan over treatment pada status epileptikus. yang dirawat di ICU dengan kondisi iskemia
Under treatment dapat menyebabkan asidosis intrakranial atau perdarahan intrakranial
metabolik, rabdomiolisis dan kematian neuron, dimana CBF rentan mengalami gangguan.
sedangkan over treatment lebih sering terjadi dan Penggunaan EEG kontinu 24 jam
dapat mengakibatkan gagal nafas iatrogenik dan atau video-EEG monitoring semakin banyak
kolaps kardiovaskular. Seringkali pasien yang dipertimbangkan di ICU untuk berbagai
sakit kritis menunjukkan gerakan involunter indikasi klinis, misalnya untuk pemantauan
yang menyerupai kejang, seperti tremor, status epileptikus (SE) dan koma akibat
mioklonus, spasme dan posturing. Pemeriksaan pemberian terapi (therapeutically induced coma)
EEG membantu membedakan gerakan-gerakan pada pasien SE refrakter dan cedera otak akibat
tersebut dengan status epileptikus. trauma. Demikian juga telah terbukti bahwa
Pemantauan terhadap fungsi kardiovaskular EEG kontinu 24 jam sangat bermanfaat dalam
dan respirasi di ICU dilakukan secara ketat pemantauan terhadap pasien yang berisiko
menggunakan berbagai kateter, transduser, mengalami kejang subklinis, SE nonkonvulsif
dan monitor digital. Tujuannya adalah untuk persisten, ensefalopati metabolik, dan kondisi
meningkatkan deteksi dini terhadap terjadinya neurologis yang membatasi kemampuan pasien
perburukan kondisi. Namun, pemantauan SSP untuk memberikan respon (misalnya trauma
hanya dilakukan secara berkala dan subyektif, batang otak, sindrom neuropati perifer berat).
yang umumnya dikerjakan oleh perawat. Hal ini Pemeriksaan EEG kontinu 24 jam dengan
seringkali tidak cukup akurat dan cepat. Sebagai rekaman video lebih bermanfaat dibandingkan
contoh, apabila telah ditemukan dilatasi pupil pemeriksaan EEG rutin. Prognosis pasien yang
unilateral maka upaya intervensi sudah terlambat. menderita ensefalopati hipoksik iskemik juga
Kesulitan pemantauan klinis diperberat pada dapat diperkirakan dengan pemeriksaan tersebut.
pasien yang mendapatkan sedasi atau mengalami Pemantauan EEG kontinu 24 jam atau serial dapat
paralisisis neuromuskular. pula digunakan untuk konfirmasi kematian otak.
Elektroensefalogram sangat bermanfaat
dalam memonitor SSP pada pasien yang secara
klinis sulit dinilai dan memiliki kemampuan Tekanan Intrakranial (TIK)
mendeteksi cedera SSP pada stadium dini. Peningkatan TIK merupakan penyebab kematian
Pemeriksaan EEG sensitif untuk mendeteksi terbanyak pada kasus bedah saraf dan trauma
iskemia dan hipoksia, dapat mendeteksi kepala berat. Peningkatan TIK yang menyertai
disfungsi neuron pada tahap yang reversibel, cedera otak akibat trauma biasanya diikuti
sekaligus menentukan lokasi jejas SSP. Kematian dengan cedera sekunder akibat penurunan
sel terjadi bila aliran darah serebral (cerebral perfusi serebral. Intervensi yang ditujukan untuk
blood flow, CBF) turun di bawah 12 mL/100 mengendalikan kenaikan tekanan intrakranial
48 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

menghasilkan perbaikan luaran neurologis dan SjvO2 turun. Secara umum, nilai SjvO2 <50%
peningkatan angka kesintasan. Tujuan utama merupakan indikator iskemia serebral.
pemantauan dan manajemen peningkatan TIK Abnormalitas yang meningkatkan
adalah mencegah cedera iskemia. Walaupun konsumsi oksigen (misalnya: demam, kejang)
beberapa ahli masih belum sependapat mengenai atau yang menyebabkan penurunan hantaran
manfaat memasang alat pemantauan TIK oksigen (misalnya: peningkatan TIK, hipotensi,
yang invasif, laporan berbasis bukti terkini hipoksemia, hipokapnia, anemia) dapat
menyebutkan bahwa pada anak dengan cedera menurunkan SjvO2. Cedera sekunder yang
otak akibat trauma pemasangan alat pemantauan terjadi pada pasien dengan gangguan neurologi
TIK sangat dianjurkan karena bermanfaat dalam dapat dideteksi dini dengan monitoring SjvO2.
menentukan terapi dan mempengaruhi luaran. Kesalahan teknis dapat disebabkan perubahan
Metode pemantauan TIK yang paling banyak posisi kepala atau posisi kateter yang tidak tepat.
dipakai saat ini menggunakan kateter intraventrikel Perbedaan substansial antara bulbus kanan dan
atau intraparenkim. Kateter intraventrikel lebih kiri juga dapat diukur. Akurasi pengukuran
sering dipakai, merupakan metode yang lebih SjvO2 tergantung pada kalibrasi in vivo.
langsung dibandingkan kateter intraparenkim, Pengukuran SjvO2 dapat mengetahui adekuat
dan memberikan hasil yang lebih akurat. Selain atau tidaknya CPP dan CBF tetapi tidak dapat
itu, pemasangan kateter intraventrikel juga menggambarkan iskemia regional.
memungkinkan untuk mengeluarkan sejumlah
cairan serebrospinal (CSS) untuk mengurangi
tekanan intrakranial dan memasukkan sejumlah Transcranial doppler
larutan garam fisiologis guna menentukan Transcranial doppler (TCD) merupakan alat ukur
hubungan tekanan-volume dari otak, yang CBF regional yang invasif, portabel dan reliabel.
bertujuan untuk memperkirakan komplians Probe ultrasound dipasang secara multidireksi
serebral. Risiko pemasangan kateter intraventrikel dapat menggambarkan TCD simultan dari arteri
adalah terjadinya infeksi sehingga harus dilepas serebri media dan atau arteri serebri posterior.
segera setelah kondisi memungkinkan. Arteri serebri media adalah yang paling banyak
dipelajari pada anak. Pemeriksaan TCD terhadap
arteri serebri media digunakan pada manajemen
Saturasi oksigen bulbus vena jugularis pascaoperasi bedah jantung anak, trauma kepala
(jugular venous bulb oxygen saturation) berat, ruptur malformasi arteri-vena, status
Saturasi oksigen bulbus vena jugularis (SjvO2) epileptikus dan hidrosefalus akut. Keterbatasan
merupakan saturasi oksigen darah di bulbus teknik TCD diantaranya adalah kesulitan
vena jugularis yang terletak di basis cranii. menentukan letak probe ultrasound karena harus
Pemasangan kateter SjvO2 memungkinkan membuat lubang pada tulang kepala, hanya
pemantauan SjvO2 secara kontinu. Saturasi dapat memberikan gambaran dari pembuluh
normal berkisar antara 60-80%. Konsep darah berukuran sedang hingga besar, variasi
fisiologis dari pengukuran ini adalah bahwa pengukuran pada setiap pemeriksaan, dan hanya
perbedaan antara saturasi SjvO2 dan saturasi mengukur secara aktual kecepatan aliran CBF.
darah arteri (SaO2) merupakan parameter tidak
langsung dari aliran darah otak secara global. Laser-doppler flowmetry
Ketika tekanan perfusi serebral dan aliran
darah otak menurun, otak harus mengekstraksi Laser-Doppler flowmetry (LDF) mengukur
oksigen dalam jumlah yang sama dari volume kecepatan pergantian sinar laser yang
darah yang lebih sedikit, sehingga menyebabkan direfleksikan oleh eritrosit untuk mengkalkulasi
Pemantauan Susunan Saraf Pusat di PICU 49

laju CBF pada area tertentu di korteks serebri. berdifusi dengan cairan ekstraselular otak
Laser-doppler flowmetry mengukur laju aliran melalui membran dialisis. Sampel cairan
darah dari pembuluh darah mikro dari sejumlah dikumpulkan setiap jam dan dianalisis dengan
kecil jaringan otak dengan cara menempatkan alat mikrodialisis khusus. Perubahan kadar
serabut optik yang dapat memancarkan sinar glukosa, laktat, piruvat dan berbagai asam amino
laser pada parenkim otak. Keterbatasan teknik dalam cairan interstisial otak dapat diukur
ini adalah reliabilitas pengukuran, artefak akibat dengan metode ini. Kadar laktat dan glutamat
gerakan pasien, laju aliran yang tidak akurat bila ekstraseluler dilaporkan meningkat pada kondisi
serabut optik diletakkan di dekat pembuluh desaturasi vena jugularis. Kateter untuk anak
darah besar, dan penurunan sinyal LDF jika nilai saat ini telah tersedia, tetapi pengalaman klinis
hematokrit rendah. pada anak masih terbatas. Penelitian pada anak
dengan cedera otak akibat trauma menunjukkan
Mutiara bernas bahwa rasio glutamin dibandingkan glutamat
ekstraseluler memiliki nilai prognostik dan
Elektroensefalogram sangat sensitif berhubungan dengan luaran klinis.
sebagai indikator disfungsi serebral.

hipoksia/iskemia serebral. KEPUSTAKAAN


Pemantauan tekanan intrakranial
1. Adelson PD, Bratton SL, Carney NA, Chesnut
RM, du Coudray HEM, Goldstein B, dkk.
Guidelines for the acute medical management
otak
of severe traumatic brain injury in infants,
akibat trauma.
children, and adolescents. Chapter 6. Threshold
for treatment of intracranial hypertension.
(SjvO2) merupakan parameter tidak Pediatr Crit Care Med 2003;4(Supp):S25-7.
langsung aliran darah serebral secara
2. Adelson PD, Bratton SL, Carney NA, Chesnut
global. Nilai SjvO2 <50% merupakan
RM, du Coudray HEM, Goldstein B, dkk.
indikator iskemia serebral
Guidelines for the acute medical management of
severe traumatic brain injury in infants, children,
and adolescents. Chapter 7. Intracranial pressure
monitoring technology. Pediatr Crit Care Med.
2003;4(Supp):S28-30.
3. Adelson PD, Bratton SL, Carney NA, Chesnut
RM, du Coudray HEM, Goldstein B, dkk.
Guidelines for the acute medical management
of severe traumatic brain injury in infants,
SSP dan luaran klinis children, and adolescents. Chapter 8. Cerebral
perfusion pressure. Pediatr Crit Care Med.
2003;4(Supp):S31-3.
Mikrodialisis 4. Goldstein B, Aboy M, Graham A. Neurologic
Kateter mikrodialisis dimasukkan ke dalam monitoring. Dalam: Nichols DG, penyunting.
jaringan otak dan dihubungkan dengan Roger’s textbook of pediatric intensive care.
pompa mikrodialisis yang memompa cairan Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008. h. 862-71.
dialisis ke dalam otak. Cairan dialisis ini akan
50 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

5. Gorelick MH, Blackwell CD. Neurologic with head injury. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
Emergencies. Dalam: Fleisher; GR, Ludwig S, 1994;57:1382-8
penyunting. Text book of pediatric emergency 9. Nigro MA. Seizures and status epilepticus
medicine. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott in children. Dalam: Tintinalli JE, Kelen
Williams & Wilkins; 2010. h. 1012-23. GD, penyunting. Emergency medicine: a
6. Haitsma I, Maas A. Advanced monitoring in the comprehensive study guide. Edisi ke-6.
intensive care unit: Brain tissue oxygen tension. Philadelphia: McGraw-Hill; 2003.
Curr Opin Crit Care. 2002;8:115-20. 10. Packer RJ, Bruce DA. Neurologic Emergencies.
7. Humphries RM, Bricking KD, Huhn TM. Dalam: Slonim AD, Pollack MM, penyunting.
Pediatric emergencies. Dalam: Keith C, Stone, Pediatric Critical Care Medicine. Edisi ke-1.
penyunting. Current emergency diagnosis and Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
treatment. Edisi ke-5. Philadelphia: McGraw 2006. h. 768-72.
Hill; 2003. 11. Procaccio F,Polo A, Lanteri P.Electrophysiologic
8. Kirkpatrick P, Smielewski P, Czosnyka M. monitoring in neurointensive care. Curr Opin
Continuous monitoring of cortical perfusion by Crit Care. 2001;7:74-80.
laser Doppler flowmetry in ventilated patients 12. Scheuer M. Continuous EEG monitoring in the
intensive care unit. Epilepsia. 2002;43 :114-27.
8 Terapi Oksigen
Enny Harliani Alwi

PENDAhUlUAN Ventilasi adalah proses keluar masuknya


udara antara alveolus dan atmosfir, dan
Oksigen telah digunakan dalam praktek klinik merupakan langkah pertama dari transpor
sejak lebih dari 200 tahun yang lalu, dan oksigen. Pada paru yang sehat, ventilasi alveolar
mungkin merupakan obat yang paling banyak (VA) merupakan faktor terpenting yang
diberikan oleh tenaga medis dan paramedis, menentukan tekanan oksigen arteri (PaO2) pada
baik di luar maupun di dalam lingkungan rumah setiap tekanan oksigen inspirasi dalam trakea
sakit. Apabila digunakan secara tepat, oksigen (PiO2) dan tingkat kebutuhan oksigen (Vo2)
bersifat live saving dan merupakan bagian dari tertentu. Tekanan partial oksigen (PO2) akan
penanganan lini pertama pada berbagai keadaan turun pada setiap tahapan yang disebut sebagai
kritis, tetapi oksigen sering diberikan tanpa kaskade O2. Gas di saluran napas mengalami
dilakukan evaluasi yang baik akan manfaat dan saturasi oleh uap air sehingga tekanan gas di
efek sampingnya. dalam tubuh akan turun. Tekanan uap air pada
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen suhu 370C dan saturasi 100% adalah 47 mm
dengan konsentrasi lebih besar dari konsentrasi Hg. Karena itu pada tekanan barometer normal
oksigen di udara (21%) untuk mengatasi atau (760 mm Hg) diatas permukaan air laut, maka:
mencegah gejala dan manifestasi hipoksia.
Seperti obat-obatan lain, terdapat indikasi yang PO2 di dalam ruangan = 0,21 x 760 mm hg
jelas dan teknik pemberian yang tepat untuk = 160 mm hg
terapi oksigen. Dosis yang tidak tepat dan PiO2 di dalam saluran napas = 0,21 x (760 – 47) mm hg
kegagalan dalam memantau efek terapi akan = 150 mm hg
mengakibatkan keadaan yang serius. Untuk
memastikan pemberian oksigen yang aman dan Tekanan parsial oksigen di alveolus secara
efektif, instruksi yang diberikan harus mencakup klinis sulit diukur, tetapi dapat dihitung dengan
kecepatan aliran, sistem pemberian, lamanya rumus:
pemberian, dan pemantauan efek terapi.
PAO2 = PiO2 – (PaCO2/R)
fiO2 x (Pb – 47) – (PaCO2/0,8)
OKSIGENASI
Dimana:
Untuk dapat mempertahankan kehidupan, fiO2 = fraksi oksigen inspirasi
Pb = tekanan parsial uap air (mm hg)
jaringan memerlukan oksigen. Faktor yang PaCO2 = tekanan parsial CO2 arteri
berperanan pada hantaran oksigen ke jaringan R = respiratory exchage ratio, besarnya 0,8
yaitu ventilasi yang adekuat, pertukaran gas/
difusi, dan distribusi sirkulasi/perfusi.
52 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Setelah masuk ke dalam alveoli, udara DO2 baik pada keadaan sehat maupun sakit. Pada
akan mengalami pertukaran gas (oksigen dan keadaan normal rasio ventilasi-perfusi adalah
karbon dioksida) dari alveolus ke darah melalui 0,8. Dalam keadaan ekstrim seperti perfusi nol
dinding alveolus dan dinding pembuluh darah (misalnya emboli), maka rasio ventilasi perfusi
yang disebut difusi, dan merupakan langkah menjadi tak terhingga, dan sebaliknya apabila
ke dua dalam transpor oksigen. Pertukaran gas ventilasi nol (misalnya atelektasis) maka rasio
secara difusi ditentukan oleh tekanan partial ventilasi-perfusi menjadi nol.
gas (oksigen dan karbon dioksida) di alveolus Oksigen yang telah berdifusikedalamdarah
dan darah, luas permukaan membran difusi, kemudian dialirkan keseluruh tubuh. Hantaran
dan ketebalan membran difusi. Udara akan oksigen ke jaringan merupakan hasil dari curah
berpindah dari tekanan partial tinggi ke tekanan jantung (cardiac output) dan kandungan oksigen
partial rendah. Disamping itu permukaan arteri (oxygen content). Didalam darah oksigen
alveolus yang sangat luas dan ketebalan dinding berada dalam 2 bentuk yaitu terlarut dalam
alveolus dan pembuluh darah yang sangat tipis plasma dan terikat pada hemoglobin. Jumlah
mempermudah proses difusi. oksigen yang larut dalam plasma sebanding
Dalam keadaan normal, tekanan parsial dengan tekanan partial oksigen, tiap 1 mm
oksigen dalam darah yang melewati kapiler Hg PaO2 akan larut sebesar 0,003 mL oksigen
pulmonalis sama dengan tekanan parsial dalam 100 mL plasma. Sedangkan setiap 1
oksigen di alveolus. Apabila terjadi gangguan gram hemoglobin dengan saturasi oksigen
pada pertukaran gas di paru, maka PaO2 di penuh akan mengikat 1,34 ml oksigen. Karena
dalam darah akan turun, disebut sebagai itu kandungan oksigen adalah penjumlahan dari
hipoksemia. Selain menyebabkan penurunan oksigen yang terikat pada hemoglobin ditambah
PaO2, gangguan pertukaran gas juga akan dengan oksigen yang larut dalam plasma.
menyebabkan peningkatan perbedaan antara Kurva disosiasi hemoglobin (Gambar
PO2 alveoli dan arteri (A-a DO2). Keadaan 8.1) menggambarkan proses pengikatan dan
yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pelepasan oksigen di paru dan jaringan. Titik A
pertukaran gas di paru adalah: 1) hipoventilasi, menggambarkan darah yang baru meninggalkan
2) gangguan difusi, 3) pirau aliran darah paru paru dengan saturasi 97% dan PaO2 98 mm
(shunt), dan 4) ketidak seimbangan antara Hg. Titik B menggambarkan darah yang akan
ventilasi – perfusi (mismatching). menuju paru dengan saturasi 75% dan PaO2 40
Hipoventilasi merupakan satu- mm Hg
satunya gangguan pertukaran gas yang tidak Afinitas hemoglobin terhadap oksigen
meningkatkan A-a DO2. Pada keadaan ini dipengaruhi oleh PaCO2, konsentrasi ion
hipoksemia terjadi karena peningkatan PaCO2 H+, suhu tubuh dan enzim 2.3 difosfogliserat
akan menurunkan PAO2. Gangguan difusi (2,3 DPG). Peningkatan PaCO2, konsentrasi
terjadi karena ketidak sesuaian antara tekanan ion H+, suhu tubuh dan enzim 2,3 DPG
gas di alveoli dan kapiler pulmonalis, akibatnya akan menyebabkan kurva bergeser ke kanan,
penurunan PaO2 disertai dengan peningkatan artinya terjadi penurunan afinitas hemoglobin
A-a DO2. Pirau (shunt) adalah suatu keadaan terhadap oksigen (oksigen mudah dilepaskan).
ketika darah vena melalui alveoli yang tanpa Apabila terjadi penurunan PaCO2, konsentrasi
ventilasi. Pada pirau kanan ke kiri, PaO2 akan io H+, suhu tubuh dan enzim 2,3 DPG maka
turun karena darah kapiler mengalami dilusi oleh kurva akan bergeser ke kanan, artinya terjadi
darah vena yang telah mengalami deoksigenasi. peningkatan afinitas hemoglobin terhadap
Ketidak seimbangan ventilasi – perfusi oksigen (oksigen sukar dilepaskan). Keadaan-
merupakan penyebab tersering peningkatan A-a keadaan yang mempengaruhi pergeseran kurva
Terapi Oksigen 53

Sat
100%

A = Titik normal arteri


PaO2 = 97 mm hg
50% SaO2 = 98%

b = Titik normal vena


PaO2 = 40 mm hg
SaO2 = 75%
C = P50, tekanan dimana saturasi hb 50%
Normal = 27 mm hg
C B A
PaO2

Gambar 8.1 Kurva disosiasi hemoglobin


......................... = bergeser ke kanan, disebabkan oleh peningkatan CO2, h+, temperatur dan 2,3 DPG
------------ = bergeser ke kiri, disebabkan oleh penurunan CO2, h+, temperatur dan 2,3 DPG
Dikutip dari: Shapiro bA, Peruzzi wT. Clinical application of blood gases. 1994

disosiasi hemoglobin harus dipertimbangkan kerja miokardium yang diperlukan untuk


dalam terapi oksigen. mempertahankan tekanan oksigen arteri.
Oleh karena itu, tujuan terapi oksigen
adalah:
Mutiara bernas
Mengatasi hipoksemia
• Faktor yang berperan pada hantaran Apabila hipoksemia disebabkan oleh
oksigen ke jaringan yaitu ventilasi yang penurunan tekanan oksigen alveolar
adekuat, pertukaran gas/difusi, dan (PAO 2) atau ketidak sesuaian antara
distribusi sirkulasi/perfusi. ventilasi/perfusi, maka peningkatkan
• Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi fraksi oksigen inspirasi (FiO2) dapat
merupakan penyebab tersering pening- memperperbaiki keadaan hipoksemia.
katan A-a DO2 baik pada keadaan sehat Menurunkan usaha nafas
maupun sakit. Usaha nafas biasanya meningkat sebagai
respons terhadap keadaan hipoksemia atau
stimulus hipoksik. Meningkatkan fraksi
oksigen inspirasi akan memungkinkan
Tujuan Terapi Oksigen usaha nafas berkurang dan tetap dapat
Efek langsung pemberian oksigen dengan mempertahankan oksigenasi yang adekuat.
konsentrasi lebih dari 21% adalah meningkatkan Mengurangi kerja miokardium
tekanan oksigen alveolar, menurunkan usaha Sistem kardiovaskular adalah mekanisme
nafas yang diperlukan untuk mempertahankan kompensasi utama terhadap keadaan
tekanan oksigen alveolar, dan menurunkan hipoksia atau hipoksemia. Pemberian
54 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

oksigen akan mengurangi atau mencegah sungkup dengan reservoar (sungkup muka
peningkatan kerja miokardium. nonrebreather, sungkup muka partial rebreather).
Untuk dapat mengenali adanya hipoksia Alat pemberian oksigen aliran rendah lebih
jaringan tidak selalu mudah mengingat ekonomis dan memberikan kenyamanan kepada
banyaknya gejala dan tanda yang berbeda. pasien, tetapi kurang akurat.
Karena gejala klinisnya yang tidak spesifik,
maka cara yang terbaik untuk menilai oksigenasi Alat Pemberian Oksigen
adalah dengan mengukur saturasi oksigen arteri
perifer (abnormal bila SaO2 <95%) dan tekanan Kanula nasal (nasal prong). Oksigen
partial oksigen darah arteri (PaO2 <80 mm Hg). mengalir dari kanula menuju nasofaring
Hipoksia pada tingkat jaringan mungkin tetap yang bertindak sebagai reservoar anatomis,
terjadi meskipun SaO2 dan PaO2 berada dalam dengan kecepatan aliran antara 0,1-6 L/
batas normal, misalnya pada keadaan curah menit. Fraksi konsentrasi oksigen inspirasi
jantung yang rendah, anemia atau kegagalan (FiO2) yang dihasilkan bervariasi antara 24-
jaringan memakai oksigen seperti pada 50%, tergantung pada aliran inspirasi pasien.
keracunan sianida. Secara umum, setiap liter oksigen yang
diberikan akan menghasilkan kenaikan FiO2
sebanyak 4%. Frekuensi pernapasan yang
Sistim Pemberian Oksigen cepat, volume tidal yang tinggi, dan waktu
Sistem pemberian oksigen dibagi menjadi 2 inspirasi yang pendek akan meningkatkan
yaitu: sistem aliran rendah (low flow – variable dilusi oleh udara luar sehingga FiO2 yang
performance) dan sistem aliran tinggi (high dihasilkan akan turun. Keterbatasan alat ini
flow - fixed performance). Sistem aliran rendah yaitu: perubahan ventilasi semenit dan aliran
memberikan oksigen dengan FiO2 yang berbeda inspirasi akan menyebabkan perubahan
tergantung aliran inspirasi pasien, sedangkan FiO2 sehingga FiO2 sukar diukur, prong sulit
sistem aliran tinggi akan memberikan oksigen dipertahankan pada posisinya terutama pada
dengan FiO2 yang tetap (tidak tergantung bayi kecil, penggunaannya terbatas apabila
inspirasi pasien). terdapat produksi sekret yang berlebihan,
Sistem aliran tinggi umumnya adalah edema mukosa atau deviasi septum.
alat venturi yang bekerja berdasarkan prinsip Keuntungannya adalah lebih nyaman untuk
Bernoulli, yaitu tekanan gas mengalir paling anak, ringan dan tidak mahal.
rendah pada kecepatan aliran yang paling
tinggi. Alat venturi dapat dipergunakan dengan Kateter nasofaring. Oksigen mengalir
sungkup, nebulizer, trakeostomi, tents dan melalui kateter ke dalam orofaring yang
hoods. Keuntungan sistem aliran tinggi adalah bertindak sebagai reservoar anatomis.
FiO2 yang diberikan akurat dan stabil tanpa FiO2 bervariasi menurut aliran inspirasi
dipengaruhi oleh pola napas pasien, suhu dan pasien. Alat ini jarang dipergunakan karena
kelembabannya dapat dikontrol, dan FiO2 yang perawatannya yang sulit. Keterbatasan
diberikan mudah dan dapat diukur. Kerugiannya alat ini antara lain: FiO2 sukar dikontrol
adalah mahal karena memakai oksigen dalam dan diukur, pemakaiannya terbatas apabila
jumlah banyak dan kurang nyaman bagi pasien. terdapat produksi mukus yang berlebihan,
Sistem aliran rendah dapat menghasilkan edema mukosa dan adanya deviasi septum,
oksigen dengan konsentrasi antara 25-100%. untuk mencegah timbulnya sumbatan
Yang termasuk sistem aliran rendah adalah: maka kateter harus sering dibersihkan,
kanula nasal, sungkup muka sederhana, dan apabila letak kateter di hidung maka
Terapi Oksigen 55

konsentrasi oksigen yang dihasilkan akan yang diberikan, maka kita harus merubah
lebih rendah. sungkup dan aliran gas. Perubahan pada
Sungkup sederhana. Kecepatan aliran pola pernapasan tidak akan mempengaruhi
yang diperlukan untuk sungkup sederhana konsentrasi oksigen yang diberikan. Dengan
berkisar antara 6-10 L/menit. FiO2 yang sungkup venturi, dapat dihasilkan oksigen
dihasilkan bervariasi antara 35-55%, dengan konsentrasi antara 24-50%.
tergantung pada kecepatan aliran inspirasi
dan kapasitas aliran oksigen yang diberikan Oxygen hood (Head Box). Merupakan
dalam mengisi ruang rugi. teknik pemberian oksigen sistem aliran
tinggi yang dapat diberikan pada bayi
Sungkup non-rebreathing. Sungkup jenis yang berusia 0-6 bulan. Karena tidak
ini dilengkapi dengan kantung reservoar menutupi tubuh dan ekstremitas, maka
dan sistem pengatur aliran gas dengan 2 akses dan pemeriksaan pada pasien masih
buah katup searah, yang terletak diantara dimungkinkan. Meskipun oksigen inspirasi
sungkup dan reservoar dan pada salah satu masih dapat dikontrol dengan akurat, tetapi
sisi ekshalasi, sehingga udara ekspirasi akan terdapat perbedaan konsentrasi oksigen
dieliminasi dan setiap inspirasi akan berisi yang bervariasi sekitar 20% antara bagian
oksigen. Sungkup non-rebreathing dapat atas dan bawah. Karena itu diperlukan
memberikan oksigen sampai 100%. analisis yang hati-hati dalam menentukan
konsentrasi oksigen. Selain itu untuk
menghindari terjadinya kehilangan panas
Sungkup partial rebreathing. Sungkup ini dari luas permukaan kepala dan muka bayi,
juga dilengkapi dengan kantung reservoar sumber oksigen juga harus dihangatkan.
dansistem pengatur aliran gas. Perbedaannya
dengan sungkup non-rebreathing adalah
karena tidak terdapat katup diantara Tabel 8.1 Perkiraan FiO2 dengan mempergunakan
alat pemberian oksigen aliran rendah
sungkup dan reservoar, maka sebagian
dari udara ekspirasi atau volume udara Kecepatan aliran oksigen fiO2 (%)
dalam ruang rugi anatomis dimungkinkan 100% (liter)
untuk masuk kembali kedalam kantung A. Kanula nasal atau kateter:
reservoar. Untuk mencegah agar pada 1l 24
saat bernapas tidak menghirup CO2, maka 2l 28
3l 32
aliran gas inspirasi harus dipertahankan 4l 36
pada atau lebih dari 6 L/menit. Bahayanya 5l 40
sungkup jenis ini adalah sering dianggap 6l 44
sebagai sungkup nonrebreathing sehingga b. Sungkup oksigen:
dalam keadaan gawat darurat akan sangat 5-6 l 40
merugikan. 6-7 l 50
7-8 l 60
C. Sungkup dengan kantung
Sungkup Venturi. Sungkup venturi reservoar:
mempunyai katup dengan ukuran dan 6l 60
kode warna yang berbeda, setiap alat 7l 70
memerlukan aliran gas tertentu untuk 8l 80
menghasilkan konsentrasi oksigen yang 9l ≥80
10 l ≥80
tetap. Untuk merubah konsentrasi oksigen
56 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Sebagai patokan untuk mengetahui kadar Tabel 8.3 Indikasi pemberian oksigen berdasarkan perlu
FiO2 yang dihasilkan pada pola pernafasan tidaknya kontrol fiO2
normal bila diberikan oksigen 100% dengan
Tidak memerlukan Asma
alat-alat pemberian oksigen aliran rendah dapat terapi oksigen Pneumonia
dilihat pada Tabel 8.1. terkontrol bronkiolitis
Distres pernafasan
henti jantung dan nafas
Mutiara bernas Emboli paru
Syok
• Tujuan terapi oksigen adalah untuk Septik
mengatasi hipoksemia, menurunkan hipovolemik
usaha napas dan mengurangi kerja Gagal jantung
Infark miokardium
miokardium Intoksikasi karbon monoksida
• Cara yang terbaik untuk menilai oksigenasi Memerlukan terapi Penyakit paru obstruktif kronis
adalah dengan mengukur saturasi oksigen oksigen terkontrol bayi prematur
arteri perifer (abnormal bila SaO2 <95%)
dan tekanan partial oksigen darah arteri
(PaO2 <80 mm Hg). Hipoksia pada
tingkat jaringan mungkin tetap terjadi Untuk memilih jenis alat yang akan dipakai
meskipun SaO2 dan PaO2 berada dalam dalam terapi oksigen perlu dipertimbangkan
batas normal faktor sebagai berikut: (a) kenyamanan pasien,
(b) FiO2 yang diinginkan, (c) perlu tidaknya
pengontrolan FiO2, dan (d) perlu tidaknya gas
inspirasi dilembabkan.
Pedoman Klinis Pemberian Terapi
Oksigen Pemantauan Terapi Oksigen
Pada keadaan sakit akut, oksigen
Untuk menilai apakah terapi oksigen sudah
diberikan sebagai bagian dari usaha untuk
adekuat dan efektif diperlukan pemantauan
mempertahankan bebasnya jalan nafas. Pada
klinis dan laboratoris yang teliti.
keadaan henti jantung, henti nafas, distres
pernafasan atau hipotensi, dosis oksigen Pemantauan klinis meliputi pemeriksaan
diberikan secara empiris (Tabel 8.2 dan Tabel jantung, paru, status neurologis, dan usaha nafas,
8.3), selanjutnya segera lakukan pemeriksaan yang terdiri dari tingkat kesadaran, frekuensi
analisis gas darah untuk menilai derajat jantung, frekuensi napas, tekanan darah,
hipoksemia, tekanan parsial CO2 (PaCO2), dan sirkulasi perifer (waktu pengisian kapiler normal
status asam basa. 1-2 detik), dan ada atau tidaknya sianosis.
Bila memungkinkan, lakukan pemantauan
variabel fisiologis dengan cara non invasif (pulse
Tabel 8.2 Petunjuk dosis awal pemberian oksigen oxymeter) atau invasif (analisis gas darah). Jika
fiO (%)
2
memungkinkan, lakukan pemeriksaan PaO2
henti jantung dan nafas 100 dan saturasi sebelum pemberian terapi oksigen.
hipoksemia dengan PaCO2 < 40 mmhg 40-60 Setelah dilakukan terapi oksigen, pemeriksaan
hipoksemia dengan PaCO2 > 40 mmhg Mulai dari 24 gas darah atau oksimeter harus diulang untuk
menentukan FiO2 yang akan diberikan untuk
mencapai PaO2 >59 mm Hg atau SaO2
Terapi Oksigen 57

>90%. Oksimetri dapat memantau saturasi penyakit paru kronis yang sangat bergantung pada
oksigen secara berkesinambungan dan sangat stimulus hipoksik untuk bernapas. Hiperoksia
bermanfaat apabila analisis gas darah sukar akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler
diperiksa atau tidak tersedia. pulmonal sedangkan resistensi vaskuler sistemik
meningkat, sehingga akan terjadi penurunan
curah jantung. Selain itu, pemberian oksigen juga
Komplikasi Terapi Oksigen dapat menekan eritropoesis dan menyebabkan
Pemberian oksigen bukan tanpa bahaya. kerusakan retina terutama pada bayi prematur
Meskipun oksigen sangat bermanfaat pada (retrolental fibroplasia).
hipoksemia tetapi pemberiannya dengan
konsentrasi tinggi dan lama dapat menimbulkan
efek samping yang merugikan baik langsung
Penghentian Terapi Oksigen
pada paru maupun di luar paru. Risiko yang Pemberian oksigen harus dihentikan apabila
dapat terjadi terdiri dari risiko fisik yang oksigenasi arteri adekuat tercapai dengan udara
berhubungan dengan luka bakar, perubahan ruangan (PaO2 >60 mmHg, SaO2 >90%).
fisiologis sebagai respons terhadap perubahan Pada pasien tanpa hipoksemia yang
PaO2, dan toksisitas seluler akibat hiperoksemia. mempunyai risiko untuk terjadinya hipoksia
Pemberian oksigen dengan FiO2 100% jaringan, pemberian oksigen dihentikan apabila
lebih dari 6 jam akan menimbulkan gangguan status asam basa dan penilaian klinis fungsi
pada fungsi paru. Gejala yang timbul adalah nyeri organ vital stabil dengan membaiknya hipoksia
dada dan batuk. Dengan makin berlanjutnya jaringan.
cedera paru hiperoksik, maka kapasitas vital
paru akan menurun karena adanya kebocoran
kapiler, penurunan aktivitas surfaktan, dan KEPUSTAKAAN
atelektasis. Terapi oksigen akan menyebabkan
cedera pada sel endotel dan gangguan integritas 1. Bateman TN, Leach RM. ABC of oxygen. Acute
endotel kapiler, sehingga rongga alveoli akan oxygen therapy. BMJ 1998;317:798-801.
terisi oleh cairan yang kaya akan protein. 2. Buckley T, dudley J, Eberhart M, Goldstein
Selain itu, penurunan aktifitas surfaktan M, Kallstrom T, Kohorst J, Lewarski J. AARC
akan menyebabkan komplians paru terganggu. Clinical practice guideline: oxygen therapy in the
Atelektasis absorbsi terjadi bila gas alveolar home or alternate site health care facility – 2007
berdifusi ke dalam sirkulasi pulmonal lebih revision & update. Respir Care 2007;52:1063-8.
cepat dari ventilasi. Nitrogen, yang berfungsi 3. Cooper N. Acute care: Treatment with oxygen.
untuk mempertahankan volume alveolar, akan SudentBMJ (serial di Internet). 2004 (diunduh
digantikan oleh oksigen yang dengan cepat 21 Agustus 2008);12:56-8. Tersedia dari: http://
akan berdifusi, akibatnya terjadi atelektasis student.bmj.com/search/pdf/04/02/sbmj56.pdf
yang progresif. Oksigen radikal bebas, yang 4. Effros RM. Anatomy, development, and
merupakan produk antara metabolisme normal, physiology of the lungs. (diunduh 21 Agustus
merupakan penyebab utama toksisitas oksigen. 2008). Tersedia dari http://www.nature.com/
Selain radikal bebas, produk alur siklooksigenase gimo/contents/pt1/full/ gimo73.html
dan lipoksigenasi mempunyai peranan dalam 5. Law R, Bukwirwa H. The physiology of oxygen
cedera paru hiperoksik. delivery. Update in Anaesthesia (serial
Peningkatan PaO2 akan menstimulasi di Internet). 1999 (diunduh 21 Agustus
2008);10(3):(3 h.). Tersedia dari http://www.
refleks pengaturan ventilasi dan perfusi. Depresi
ventilasi dapat terjadi pada pasien dengan nda.ox. ac.uk/ wfsa/html/u10/ u1003_01.htm
58 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

6. Martin LD, Bratton SL, Walker LK. Principles 10. Treacher DF, Leach RM. ABC of oxygen.
and practice of respiratory support and Oxygen transport – 1. Basic principles. BMJ
mechanical ventilation. Dalam: Rogers MC, 1998;317:1302-6.
Nichols DG, penyunting. Textbook of pediatric 11. Varvinski AM. Acute oxygen treatment.
intensive care. Edisi Ke-3. Baltimore: Williams Update in Anaesthesia (serial di Internet).
& Wilkins; 1996. h. 265-73. 2000 (diunduh 15 Agustus 2008);12(3):(3 h.).
7. Myers TR. AARC Clinical practice guideline: Tersedia dari:http://www. nda.ox.ac.uk/wfsa /
selection of an oxygen delivery device for html/ u12/u1203 01.htm
neonatal and pediatric patients – 2002 revision 12. Winter PM, Miller JN. Oxygen toxicity. Dalam:
& update. Respir Care 2002;47:707-16. Shoemaker WC, Thomson WL, Holbrook
8. Powell FL, Heldt GP, Haddad GG. Respiratory PR, penyunting. Textbook of critical care.
physiology. Dalam: Nichols DG, penyunting. Philadelphia: Saunders Co; 1984. h. 218-23.
Roger’s textbook of pediatric intensive care. 13. Wratney AT, Hamel DS, Cheifetz IM. Inhaled
Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & gases. Dalam: Nichols DG, penyunting. Roger’s
Wilkins; 2008. h. 631-61. textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4.
9. Shapiro BA, Peruzzi WT. Clinical application of Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
blood gases. Edisi ke-5. Chicago: Mosby; 1994. 2008. h. 532-44.
9 Kegawatan Respirasi pada Anak
Ririe Fachrina Malisie

PERbEDAAN PERNAPASAN PADA Persamaan 9.1.


ANAK DAN DEwASA
Q = (∆P π r4)/(8 n L)
Hampir dua pertiga kasus kegagalan saluran
pernapasan di masa anak akan bermanifestasi Q = aliran
pada tahun pertama kehidupan, setengahnya ∆P = perbedaan tekanan antara ujung-
terjadi pada neonatus. Tingginya insidens pada ujung jalan napas
masa bayi dikaitkan dengan imaturitas struktur r = diameter jalan napas
anatomi saluran napas. Insidens akan meningkat
jika terdapat gangguan perkembangan kongenital n = viskositas udara dan panjangnya
dari organ-organ pada jalan napas. jalan napas diberi simbol L.
a. Sentral: fungsi pusat pengaturan pernapasan
Peningkatan panjang jalan napas,
sangat bergantung pada imaturitas, koneksi
viskositas udara ataupun pengurangan
antar serabut saraf dan reseptornya, baik di
diameter jalan napas akan mereduksi
perifer atau pusat kemo-reseptor
aliran udara laminar. Perubahan ukuran
b. Jalan napas: jalan napas bayidan anak sangat diameter jalan napas paling berpengaruh
berbeda dengan dewasa. Perbedaan paling sehingga adanya edema ringan saja
dramatis terlihat pada waktu bayi dan makin akan menyebabkan pengurangan secara
berkurang di masa anak seiring dengan nyata kaliber jalan napas dan akhirnya
pertumbuhan dan perkembangannya. meningkatkan tahanan jalan napas (gambar
Jalan napas anak usia 8 tahun secara 9.1).
karakteristik sudah menyerupai dewasa.
Jalan napas anak berbentuk terowongan
Perbedaan paling mencolok adalah dalam
seperti corong dengan ujung yang
hal ukuran diameter karena saluran napas menyempit/funnel-shape (gambar 9.2 B),
anak jelas lebih kecil. Selain lebih sempit,
berbeda dengan dewasa yang berbentuk
jalan napas mulai dari rongga hidung
silinder (gambar 9.2 A). Bagian paling
mudah sekali tersumbat oleh sekret, edema,
sempit pada jalan napas bayi dan anak
darah bahkan tertutup oleh sungkup (face-
terletak pada area di bawah level pita suara
mask) yang menyebabkan peninggian usaha
dan tulang rawan krikoid, sedangkan pada
napas (work of breathing). Mengikuti hukum
dewasa setentang pita suara. Konfigurasi
Hagen-Poiseuille, reduksi diameter jalan anatomis inilah yang menjadi dasar
napas berbanding lurus dengan peningkatan penggunaan tube trakeal tanpa balon
4 kali aliran udara, sesuai rumus berikut: pengembang (uncuffed tracheal tubes) cukup
efektif pada bayi dan anak. Jalan napas
60 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Normal Edema Resistensi X-Sect


Imm I
(R radius4
Area

Bayi
I6x 75%

Dewasa 3x 44%

Gambar 9.1. hubungan antara diameter jalan napas, perbedaan tekanan jalan napas dan aliran udara

Gambar 9.2. Perbedaan anatomi jalan napas anak dan dewasa

subglotisbayidan anak tersusun atas jaringan sehingga lebih mudah untuk menutup langit-
ikat longgar (loose connective tissue) yang langit. Lidah juga merupakan penyebab paling
dapat dengan mudah mengalami ekstensi sering obstruksi jalan napas, terutama pada
akibat inflamasi dan edema (terutama bayi dan anak yang mengalami penurunan
pada infeksi virus laringotrakeobronkitis/ kesadaran. Dengan melakukan perasat jaw-
penyakit croup), yang secara dramatis akan
mereduksi kaliber jalan napas. Hal yang
Tabel 9.1. Perbedaan anatomi jalan napas anak dan
sama juga dapat terjadi jika ukuran pipa dewasa
endotrakeal (endotracheal tube/ETT) terlalu
besar atau inflasi berlebihan dari balon DEWASA ANAK
pengembang (cuff). lidah relatif kecil relatif besar
laring setinggi C4-C5 setinggi C3-C4, lebih
Pada anak, laring berlokasi di setentang ke anterior
level vertebra C2-C3 yang relatif lebih Epiglotis lebar, elastis sempit, kaku
cefalad dari leher bila dibandingkan dewasa Diameter pita suara rawan krikoid
yang terletak setinggi C4-C5 (tabel 9.1). terkecil
Lidah bayi dan anak relatif lebih besar Panjang trakea 10-13 cm bayi: 4-5 cm, 18
dibandingkan ukuran rongga mulutnya bulan: 7 cm
Kegawatan Respirasi pada Anak 61

thrust atau menempatkan pipa jalan napas


(oral atau nasal pharyngeal tube) maka lidah
Mutiara bernas
akan terangkat ke atas dan dapat terhindar • Porsi paling sempit pada jalan napas bayi
dari obstruksi. Oksiput pada bayi dan anak dan anak terletak pada area di bawah
lebih besar dan menonjol, sedangkan leher level pita suara dan tulang rawan
dan bahunya cenderung pendek, sehingga krikoid, sedangkan pada dewasa
akan membatasi visualisasi glotis pada saat setentang pita suara. Konfigurasi
laringoskopi. anatomis inilah yang menjadi dasar
penggunaan pipa trakeal tanpa balon
c. Otot pernapasan: tulang dada bayi dan pengembang (uncuffed tracheal
anak masih lunak dan cenderung tidak tubes) cukup efektif pada bayi dan anak.
stabil karena pergerakan iga. Pada bayi dan • Faktor imaturitas menjadi penyebab
anak, tingginya komplians dari tulang iga utama defisiensi surfaktan yang
menyebabkan posisi tulang iga cenderung berakibat kurangnya kemampuan
lebih mendatar dan otot-otot sela iga alveoli untuk mengembang/inflasi
kurang mengembang sehingga membatasi dan tidak dapat mempertahankan
pernapasan torakal. Diafragma merupakan agar alveoli tidak mengempis.
otot pernapasan paling penting pada masa Konsekuensinya akan terjadi penurunan
bayi dan anak, sehingga mudah terjadi elastic recoil, sehingga paru mudah
kegagalan pernapasan apabila fungsi
kempes dan menjadi atelektasis.
diafragma terganggu oleh berbagai sebab
diantaranya proses pembedahan, distensi Pada diagram di atas terlihat bahwa
abdomen ataupun hiperinflasi paru. mayoritas bayi dan anak kecil yang mengalami
kegagalan pernapasan merupakan akibat
dari gangguan afek primer pada saraf pusat,
d. Parenkim paru: jaringan ikat elastis yang kardiovaskular atau sistem pernapasan.
membatasi dan menjadi sekat antar alveoli
memungkinkan udara masuk dan keluar dari
jalan napas berdasarkan recoil elasticnya.
Pada hari-hari pertama kehidupan, alveoli PRINSIP fISIOlOGI DAN
gampang sekali menjadi kolaps. Dengan PATOfISIOlOGI GAwAT NAPAS
bertambahnya usia, jaringan ikat yang
menjadi sekat antar alveoli ini akan Mekanika Paru
bertambah lentur dan elastis. Faktor imaturitas Fungsi primer sistem pernapasan adalah
menjadi penyebab utama defisiensi surfaktan menghantarkan oksigen dariudaraatmosfirsampai
yang menyebabkan kurangnya kemampuan ke dalam sel dan mengeluarkan karbondioksida
alveoli untuk mengembang/inflasi dan tidak dari dalam tubuh. Paru merupakan organ ventilasi.
dapat mempertahankan agar alveoli tidak Tahap awal penghantaran oksigen adalah proses
mengempis. Konsekuensinya akan terjadi ventilasi ke dalam paru. Satu siklus pernapasan
penurunan elastic recoil, paru menjadi kolaps terdiri atas fase inspirasi (inflasi) dan ekspirasi
dan atelektasis. Jalur ventilasi kolateral baru (deflasi). Gaya elastis (elastic recoil), resistensi
terbentuk setelah usia 3 tahun sehingga bayi atau tahanan pada sistim jalan napas, inertansi
dan anak cenderung mudah mengalami dan tekanan transpulmonar (perbedaan tekanan
hipoksemia dan hiperkapnia akibat antara alveoli dan pleura) dibutuhkan agar aliran
obstruksi jalan napas. udara lancar selama fase inflasi paru. Diperlukan
62 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

keseimbangan dinamik untuk mempertahankan dan dinding dada melawan tendensi ini dengan
agar tidak terjadi overinflasi atau sebaliknya. mengaplikasikan suatu tekanan yang kontinyu
Pengaruh kekuatan tarik-menarik intermolekular pada struktur paru dan mempertahankan
dan tegangan permukaan diatur oleh surfaktan, volume paru pada saat akhir ekspirasi. Tekanan
yaitu suatu kompleks protein fosfolipid. Peran di dalam paru merupakan resultan dari struktur
penting surfaktan dalam mempertahankan fibrosa dan keseimbangan gas-cairan pada ujung
kestabilan volume paru dengan mempertahankan distal jalan napas dan alveoli. Kekuatan tekanan
tegangan permukaan alveoli, dirumuskan oleh untuk melawan kecenderungan kolapsnya
Laplace dalam persamaan berikut (gambar 9.4 alveoli ini disebut dengan elastic recoil. Hal
A) ini mencerminkan besarnya tekanan yang
Persamaan 9.2. dibutuhkan untuk mencapai volume tertentu
dari paru dan perubahannya selama proses
P =2T/r pernapasan. Kondisi yang berlawanan dari
elastan dinamakan komplians. Komplians paru
P = tekanan
T = tegangan permukaan
merupakan perbandingan proporsional antara
r = radius alveoli besar perubahan volume paru yang dihasilkan
akibat pemberian sejumlah tekanan.
Model interdependensi dari alveoli lebih
mampu menggambarkan bahwa setiap alveoli volume tidal
saling berhubungan dalam suatu struktur planar C dinamik = Tekanan puncak inspirasi - tekanan positif
dan bukannya berbentuk dinding sferikal. Jika akhir ekspirasi
terjadi pengurangan volume suatu alveolus,
akan distabilkan oleh alveoli lain yang berada Secara diagramatis, alveoli dapat
dalam posisi berdampingan (gambar 9.4 B). dikelompokkan menjadi dua yaitu alveoli
Paru mempunyai kecenderungan alami “cepat” dan “lambat”. Pada gambar 9.6a
untuk kempes atau kolaps. Otot pernapasan

Gambar 9.3. Diagram jalur ventilasi dan organ yang rentan terkena penyakit
Struktur mayor Organ yang rentan terkena penyakit
Informasi ventilatori aferen Kemoreseptor sentral dan perifer
Aferen vagal

Pusat pernapasan Serebral, medulla

Saraf motorik ventilatori Eferen vagal
Sistem saraf simpatis
Saraf frenikus dan interkostal

Neuromuscular junctions Neurotransmitter kolinergik

Rongga toraks Diafragma, sela iga dan tulang iga

jalan napas besar laring, trakea dan bronkus utama

Struktur paru jalan napas kecil, pembuluh darah dan aliran limfe
Kegawatan Respirasi pada Anak 63

Gambar 9.4. Model alveoli sesuai dengan rumus laplace (a) dan model
interdependensi dari alveoli (b)

tampak alveoli yang ideal yaitu komplians statis a. Pasokan oksigen (oxygen delivery)
dan dinamisnya seimbang. Interaksi antara Pasokan oksigen merupakan proses
resistensi dan komplians menghasilkan aliran
penghantaran oksigen dari atmosfir ke sel suatu
udara yang lebih banyak dihantarkan ke alveoli
organ dan terdiri dari 3 cara (gambar 9.7):
yang paling komplians tanpa bergantung pada
laju inflasinya. Gambar 9.6b memperlihatkan 1. Konveksi: masuknya udara luar ke dalam
fenomena klasik pada sebagian besar pasien paru-paru, dan hantaran oksigen dari
dengan gangguan respirasi. Udara inspirasi yang jantung ke target organ.
masuk cenderung dihantarkan ke alveoli yang 2. Difusi: masuknya oksigen dari alveolar ke
lebih kaku (stiff) jika laju inflasi dipercepat. Pada dalam darah dan keluarnya oksigen dari
jeda di akhir inspirasi, udara akan mengalami darah ke jaringan.
redistribusi dari alveoli yang “cepat” ke alveoli 3. Reaksi kimia: terikatnya oksigen dengan
yang “lambat”. hemoglobin.

Pertukaran gas paru


EKspirasi
Pertukaran gas paru menggambarkan D C
proses ambilan (uptake) oksigen dan eliminasi
karbondioksida oleh paru, untuk memasok
Volume Tidal

kebutuhan metabolisme tubuh. Sel memerlukan


oksigen untuk metabolisme aerob agar dapat Kurva
mempertahankan fungsi sel secara normal. Komplians
Respirasi
Karena oksigen tidak dapat disimpan di dalam
B
sel, diperlukan suplai oksigen yang tetap dan Inspirasi
dapat memenuhi kebutuhan metabolisme. A
Kegagalan menyediakan suplai oksigen yang 0 I0 20 30 40
TeKanan (cm H2O)
cukup bagi jaringan akan menyebabkan
kegagalan organ seperti pada pasien syok yang
tidak diresusitasi dengan baik. Gambar 9.5. Komplians dinamik
64 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Resistensi
Resistensi rendah
Tinggi

Komplians
tinggi
Komplians
rendah (KaKu) (a)

Resistensi
rendah Resistensi
tinggi

Komplians “FAST”
rendah (KaKu) “SLOW”
ALVEOLUS ALVEOLUS
Komplians
(b) tinggi

Gambar 9.6. Alveoli yang ideal (komplians statis dan dinamis


seimbang) (a) dan alveoli yang kaku (fast dan slow alveoli) (b)

Difusi oksigen dari alveolar ke darah dengan rumus: 1,34 x hb x SaO2 + 0,003 x PaO2;1,34 =
dan dari darah ke jaringan mengikuti hukum jumlah oksigen dalam ml yang dapat diikat oleh 1 gram
hemoglobin).
Fick, yang menyatakan bahwa difusi oksigen CO (cardiac output) = curah jantung (hasil perkalian
berbanding lurus dengan luas area difusi, laju nadi dan isi sekuncup). Pada anak, nilai normal DO2
konstanta difusi medium, perbedaan tekanan berkisar 500 ml/min, didapat dari perkiraan CO 3-4 l/min,
parsial antara kedua medium dan berbanding hemoglobin 12 gr/100ml dan SaO2 100%.
terbalik dengan jarak difusi. Di paru-paru yang
bertindak sebagai barier difusi adalah membran Penghantaran oksigen dari kapiler darah
alveolar-kapiler. Oksigen merupakan gas dengan ke jaringan tergantung pada:
kelarutan yang rendah dalam air dan plasma, 1. Faktor yang mempengaruhi difusi
akan cepat berikatan dengan hemoglobin.
Afinitas hemoglobin terhadap oksigen 2. Jumlah oksigen yang sampai ke kapiler
digambarkan pada kurva disosiasi oksigen (DO2)
(gambar 9.8). 3. Posisi kurva disosiasi oksigen (P50)
Jumlah oksigen yang dihantarkan ke 4. Jumlah oksigen yang dikonsumsi (VO2)
jaringan dapat dihitung dengan rumus Fick Upaya paling efisien untuk meningkatkan
berikut: pasokan oksigen ke jaringan adalah dengan
Persamaan 9.3.
meningkatkan konsentrasi hemoglobin dan
DO (ml/min) = 10 x CO (l/min) x CaO curah jantung. Peningkatan kadar hemoglobin
2 2
dapat dicapai dengan memberikan transfusi sel
darah merah meskipun sampai saat ini belum
DO2 = jumlah oksigen yang sampai ke kapiler ada kesepakatan mengenai kadar hemoglobin
CaO2 = kandungan oksigen di darah arteri (dihitung
Kegawatan Respirasi pada Anak 65

Udara atau air

KonveKsi KonveKsi Oxygen sink


Sistem KardiovasKular
ProduKsi energi
Kulit Paru
TerbuKa Tertutup
Gambar 9.7. Proses penghantaran oksigen dari atmosfir sampai ke sel

yang ideal pada pasien kritis. Curah jantung c. Rasio Ekstraksi Oksigen
dapat ditingkatkan dengan pemberian volume
Oxygen extraction ratio (O2ER) adalah
cairan dan atau pemberian obat-obat inotropik
perbandingan konsumsi oksigen terhadap
dan vasoaktif.
pasokan oksigen, dihitung dengan rumus
berikut:
b. Konsumsi Oksigen Persamaan 9.5.
O2ER = vO2 / DO2
Konsumsi oksigen (VO2) adalah jumlah total
oksigen yang dipakai oleh jaringan setiap menit. O2ER = perbandingan konsumsi oksigen terhadap
Ada 2 cara untuk menghitung VO2: pasokan oksigen
1. Pengukuran langsung dengan menggunakan vO2 = jumlah oksigen yang dikonsumsi
DO2 = jumlah oksigen yang sampai ke kapiler
analisis gas darah dan grafik metabolisme,
yang lebih sulit dari pengukuran tidak Hubungan antara DO2 dan VO2
langsung. merupakan hubungan bi-fasik (gambar 9.9).
2. Pengukuran dengan cara tidak langsung, Pada keadaan penurunan pasokan oksigen/DO2
memakai turunan persamaan Fick yaitu: (misalnya pada perdarahan atau hipoksia),
tubuh berupaya agar konsumsi oksigen/VO2
Persamaan 9.4.
vO2 (ml/min) = 10 x CO (l/min) x (CaO2 – CvO2)
tetap dipertahankan dalam nilai normal. Pada
fase ini, O2ER meningkat untuk memenuhi
vO2 = jumlah oksigen yang dikonsumsi kebutuhan oksigen. Pada titik tertentu ketika
CvO2 = kandungan oksigen darah mixed venous O2ER tidak dapat lagi ditingkatkan secara
(1.34xhbx SvO2 + 0.003 x PvO2) proporsional, akan terjadi penurunan VO2
PvO2 = tekanan parsial oksigen mixed venous. yang linier dengan penurunan DO2. Nilai batas
penurunan VO2 linier dengan penurunan DO2
disebut sebagai titik kritis pasokan oksigen
(critical value of DO2).
66 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

I00

75

SaO2 (%)
50

25

0
25 50 75 I00
PO2 (mmHg)

Gambar 9.8. Kurva disosiasi oksigen: P50 adalah tekanan parsial oksigen
ketika 50% hemoglobin tersaturasi

F
Konsumsi OKsigen (VO2)(ml/min)

200

I00

400 800 I200


PasoKan OKsigen (DO2)(ml/min)

Gambar 9.9. hubungan antara pasokan oksigen (DO2) dan konsumsi oksigen (vO2)

d. limitasi pertukaran gas paru hipoventilasi


Terhambatnya pertukaran gas paru akan Definisi hipoventilasi adalah keadaan tekanan
mereduksi tekanan parsial oksigen melalui parsial karbondioksida lebih tinggi dari normal.
kaskade oksigen, seperti terlihat pada diagram Hipoventilasi yang murni disebabkan oleh
kaskade penghantaran oksigen mulai dari udara hipoksemia akan meningkatkan PaO2 tanpa
atmosfir sampai ke mitokondria (gambar 9.10). menimbulkan perbedaan antara tekanan parsial
Limitasi pertukaran gas paru dapat oksigen arterial-alveolar. Hipoventilasi akan
dikelompokkan dalam 4 kondisi: meningkatkan tekanan karbondioksida pada
alveoli, berlawanan dengan aliran alveoli dan
1. Hipoventilasi
PaCO2 pada alveolar.
2. Keterbatasan difusi (diffusion limitation)
Hipoventilasi paling sering disebabkan
3. Pirau (shunt) oleh 2 hal, yaitu keterbatasan/limitasi mekanik
4. Ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (ventilation- dan kontrol pernapasan yang abnormal.
perfusion mismatching) Limitasi mekanik disebabkan oleh abnormalitas
Kegawatan Respirasi pada Anak 67

PaO2(l3) – (P50) SaO2(97)


DO2
Hb (l50) Q, (5)

Udara LV
L
A VO2

Udara
RV
(l,3-
(l4) 0,7)

Hb Q,(5)
(l50)

Gambar 9.10. Diagram kaskade penghantaran oksigen (atmosfir →mitokondria)

mekanika pernapasan seperti peningkatan sirkulasi arterial tanpa melewati ventilasi alveoli
tahanan jalan napas atau penurunan komplians pada sirkulasi paru, disebut juga pirau dari
akibat penyakit paru, yang akan menghambat kanan-ke-kiri (right-to-left-shunt). PaO2 akan
efektifitas otot pernapasan. Pada limitasi menurun karena dilusi darah deoksigenasi pada
mekanik, kontrol sistem pernapasan masih ujung kapiler. Hipoksemia persisten walaupun
berfungsi baik dalam mendeteksi perubahan sudah diberikan 100% O2 mengindikasikan
PaO2 dan PaCO2. suatu pirau, jika seluruh alveoli efektif diventilasi

Keterbatasan difusi (diffusion limitation) Mutiara bernas


Keterbatasan difusi paru didefinisikan sebagai • Pada keadaan terjadi penurunan
suatu keseimbangan (equilibrium) antara pasokan oksigen/DO2 (misalnya pada
tekanan parsial gas di alveoli dan kapiler perdarahan atau hipoksia), tubuh tetap
paru. Keterbatasan difusi akan menurunkan berupaya agar konsumsi oksigen/VO2 tetap
PaO2dengan meningkatkan perbedaan PaO2 dipertahankan dalam nilai normal.
alveolar-arterial. Hipoksemia arterial yang Pada fase ini O2ER meningkat untuk
diakibatkan keterbatasan difusi dapat diatasi memenuhi kebutuhan oksigen.
secara singkat dengan meningkatkan kandungan Sampai pada titik tertentu ketika
oksigen inspirasi (dengan mempercepat laju O2ER tidak dapat lagi ditingkatkan
napas) yang akan menaikkan driving pressure secara proporsional maka akan terjadi
oksigen dari alveoli ke dalam darah. penurunan VO2 yang linear dengan
penurunan DO2.
Pirau (shunt) • Upaya paling efisien untuk meningkatkan
pasokan oksigen ke jaringan adalah dengan
Definisi pirau (shunt) adalah aliran darah
meningkatkan konsentrasi hemoglobin
yang mengalami deoksigenasi, yang memasuki
dan curah jantung.
68 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

dengan 100% O2. Pirau jenis ini harus dibedakan Persamaan 9.6.
dari pirau kiri-ke-kanan (left-to-right-shunt),
yaitu terjadinya pirau darah arterial sistemik ke VCO2 = Q (CaCO2 - CvCO2)
aliran arteri pulmonalis, yang sering dijumpai
Nilai normal vCO2 = 240 ml CO2/menit
pada defek jantung kongenital. Q = 6 l/menit
Perbedaan konsentrasi CO2
KETIDAKSESUAIAN vENTIlASI-PERfUSI arterial-venous = 4 ml/dl
(VeNtilAtioN-PeRFusioN MisMAtch)
Hipoventilasi merupakan kondisi paling
Kesesuaian ventilasi dan perfusi bergantung
umum yang berefek sama pada pengurangan
pada gravitasi. Baik ventilasi maupun perfusi
hantaran oksigen dan karbondioksida.
akan meningkat pada jarak yang semakin jauh
dari basal paru. Regio apeks paru biasanya
kurang diperfusi (shunt) sedangkan bagian PENyAKIT-PENyAKIT KEGAwATAN
basal cenderung kurang diventilasi (dead space). RESPIRASI PADA ANAK
Ketidaksesuaian ventilasi dan aliran darah pada
bagian paru yang berbeda, merupakan penyebab Status asmatikus
terbanyak kesenjangan PO2 alveolar dan arterial
Definisi status asmatikus
(gambar 9.11).
Status asmatikus adalah kondisi yang ditandai
oleh bronkospasme berat dan disfungsi
Pertukaran karbondioksida pernapasan yang progresif pada penderita asma,
yang tidak responsif dengan terapi standar
Penghantaran karbondioksida berjalan dengan konvensional, potensial untuk mengalami
prinsip yang sama seperti penghantaran kegagalan pernapasan dan memerlukan
oksigen. Sesuai dengan rumus Fick, perbedaan tunjangan ventilasi mekanik.
konsentrasi karbondioksida antara arterial-
venous normal dihitung sebagai berikut:

Pisau
VA
=0
50 O Alveolus normal
VA
= 0,8
Pco2 (mmHg)

25 Ruang rugi
VA
=
8

0
0 50 I00 I50
PO2 (mmHg)

Gambar 9.11. Kurva ketidaksesuaian ventilasi perfusi


Kegawatan Respirasi pada Anak 69

Mekanika paru dan abnormalitas bronkus akan mengakibatkan kerja ekspirasi


pertukaran gas pada asma menjadi suatu proses yang aktif, memerlukan
asupan energi tinggi (high energy expenditure)
Disfungsi mekanika paru pada asma terjadi
dan peningkatan usaha napas (work of breathing/
akibat perubahan patologi pada otot polos
WOB). Implikasinya akan mengakibatkan
bronkus sehingga terjadi konstriksi, ditambah
pengurangan volume paksa ekpirasi (FEV)
pula oleh adanya edema mukosa dan
dan volume kapasitas vital paru (FVC) sebagai
peningkatan produksi mukus yang semuanya
konsekuensi dari tingginya resistensi jalan napas
akan menyebabkan pengurangan diameter jalan
yang terjadi (gambar 9.12 B).
napas dan peninggian tahanan aliran udara.
Pada kondisi fisiologis normal, sepanjang fase Pertukaran gas yang abnormal pada status
inspirasi terdapat tekanan negatif pleura karena asmatikus disebabkan ketidaksesuaian ventilasi-
dilatasi dari jalan napas intratorakal. Sedangkan perfusi (ventilation-perfusion mismatch) akibat
pada fase ekspirasi, tekanan pleura menjadi peninggian pirau intrapulmonar/atelektasis,
nol (zero) karena jalan napas mengecil atau peningkatan ruang rugi (dead space) dan
menyempit. overdistensi jalan napas karena mukus kental,
edema dan bronkokonstriksi. Manifestasi
Pada status asmatikus, secara patologis
klinis dini dari abnormalitas pertukaran gas
terjadi penyempitan diameter dan obstruksi
pada status asmatikus berupa hipoksemia dan
jalan napas, sehingga akan timbul perbedaan
hipokarbia. Jika kondisi ini berlanjut terus maka
mencolok antara inspirasi dan ekspirasi. Aliran
jalan napas distal akan mengalami obstruksi
udara dengan lancar masuk selama fase inspirasi
sehingga alveoli menjadi distensi dan volume
akan tetapi mengalami hambatan saat ekspirasi,
ruang rugi(Vd) meningkat.
hal ini menyebabkan tertahannya udara yang
terjebak di alveoli (airtrapping) sehingga paru Tubuh akan berupaya melakukan
mengalami hiperinflasi. Volume paru menjadi kompensasi dengan meninggikan laju
meningkat di akhir ekspirasi (end-expiratory lung napas. Hipokarbia menjadi persisten karena
volume/EELV). meningkatnya ventilasi semenit (minute
ventilation), yang merupakan perkalian
Bronkus yang menyempit dan mengalami laju napas dan volume tidal (Vt). Upaya
spasme akan meninggikan tahanan jalan
peningkatan ventilasi semenit tetap tidak
napas serta mereduksi aliran udara ekspirasi.
mampu mengkompensasi peningkatan rasio
Kombinasi antara peningkatan EELV dan spasme ruang rugi dan volume tidal (Vd/Vt ratio). Pada

A. NORNAL B. OBSTRUKTIF C. RESTRIKTIF

FV
Lite

FV C
C
r

FEV = 2,8
FEV = I,3 FVC = 3,I
FEV = 4,0 % = 90
FVC = 5,0 FVC = 3,I
% = 80 % = 42

Gambar 9.12. Perbedaan fEv dan fvC pada paru normal (A), obstruktif (b) dan restriktif (C)
70 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

akhirnya otot diafragma dan otot pernapasan seksama karena hal-hal tersebut merupakan
lainnya mengalami kelelahan/fatigue. tanda dini dari kelelahan otot pernapasan.
Hipokalemia dapat terjadi karena pergeseran
kalium intrasel akibat paparan dengan obat
Gambaran klinis status asmatikus agonis beta.
Anak dengan status asmatikus memperlihatkan
variasi derajat gejala distress pernapasan dan
abnormalitas pertukaran gas. Mengi yang
Interaksi kardiopulmonal pada status
merupakan petanda khas (hallmark) asma asmatikus
menjadi petunjuk klinis utama. Kemungkinan Hiperinflasi dinamik pada asma berat
mengi yang terjadi akibat pneumonia, aspirasi dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular
benda asing dan gagal jantung kongestif harus karena volume paru yang meningkat akan
disingkirkan dulu. Pemeriksaan fisik diagnostik mengakibatkan regangan (streching) pembuluh
cepat (rapid assessment) harus terfokus pada darah paru, peninggian tahanan vaskular
penilaian derajat keparahan obstruksi jalan paru dan afterload ventrikel kanan. Fluktuasi
napas yang berlangsung. tekanan pleura juga mempengaruhi aliran balik
Observasi dilakukan terhadap keadaan vena (venous return). Selama fase inspirasi,
umum, patensi jalan napas, efektifitas usaha napas afterload ventrikel kiri meningkat dan tekanan
dan sirkulasi yang adekuat. Anak dengan status darah sistolilk menurun. Variasi tekanan darah
asmatikus terlihat letargis dan diaforetik, tidak sistolik dengan tekanan intratorakal selama fase
mampu bersuara dan memperlihatkan retraksi inspirasi dinamakan pulsus paradoksus (gambar
berat pada dinding dada dengan pernapasan 9.13). Penurunan tekanan darah sistolik >10-
torakoabdominal yang paradoks. Mengi 15 torr berasosiasi dengan penurunan fungsi
yang terdengar biasanya simetris pada kedua pernapasan pada anak dengan status asmatikus.
hemitoraks kiri dan kanan. Jika terdengar mengi
yang asimetris, pikirkan terjadinya atelektasis
unilateral, pneumotoraks atau benda asing. Manajemen klinis
The silent chest merupakan indikasi adanya a. Manajemen di ruang gawat darurat
pneumotoraks, sumbatan total aliran udara
(emergency room)
akibat obstruksi jalan napas yang parah dan
ancaman gagal napas. Hipoksemia yang dipantau Pengenalan tanda dini ancaman gagal napas
dengan pulse oxymetri dapat menggambarkan pada anak asma berat dan status asmatikus akan
derajat keparahan klinis. menghambat progesifitas air trapping, kekurangan
Analisis gas darah pada awal gejala distres oksigen dan kelelahan otot pernapasan sehingga
napas memperlihatkan kondisi hipoksemia dan dapat mencegah kegagalan pernapasan yang
hipokarbia. Jika distres napas menjadi semakin membutuhkan tunjangan ventilasi mekanik.
berat, PaCO2 dapat menjadi normal bahkan Manajemen pada anak dengan status asmatikus
meningkat. Asidosis laktat kerap dijumpai di ruang emergensi harus bertumpu pada
karena peningkatan produksi laktat akibat pemeriksaan atau penilaian ancaman gagal
dehidrasi dan penggunaan otot pernapasan yang napas yang segera diikuti dengan intervensi
berlebihan. Pada penderita status asmatikus terapeutik, yaitu pemasangan jalur intravena,
dengan sesak napas hebat, nilai PaCO2 normal pemberian oksigen dan inhalasi kontinu agonis
dan hiperventilasi harus dipantau dengan beta serta kortikosteroid intravena.
Kegawatan Respirasi pada Anak 71

b. Manajemen di ruang rawat intensif Agonis beta inhalasi


pediatri (PICU) Agonis beta merupakan agen simpatomimetik
Perawatan umum yang dapat menyebabkan relaksasi otot polos
bronkus secara langsung, merupakan komponen
Indikasi rawat di PICU pada anak dengan status
kunci dalam terapi asma. Albuterol dan
asmatikus adalah penurunan kesadaran, henti
terbutalin paling umum dipakai karena tersedia
napas dan peningkatan PaCO2 yang sejalan
luas, awitan kerja pendek, agonis ß2 selektif dan
dengan gejala kelelahan otot pernapasan. diberikan secara inhalasi. Inhalasi albuterol
Penderita yang dirawat di PICU membutuhkan
tersedia dalam dua bentuk: salbutamol atau
oksigen, akses vaskular (vena dan arterial),
levalbuterol. Pemberian nebulisasi kontinu lebih
pemantauan kardiorespirasi dan pulse oximetry
memperlihatkan perbaikan klinis dibandingkan
kontinu. Pemberian cairan resusitasi dan
dosis intermiten. Dosis albuterol untuk
rumatan bergantung pada kondisi hemodinamik.
nebulisasi kontinu adalah 0,15-0,5 mg/kg BB/
Hindari overhidrasi karena pasien status
jam atau 10-20 mg/jam. Jika akan disapih, dapat
asmatikus berisiko mengalami edema paru diberikan albuterol intermiten dengan Metered
akibat peningkatan permeabilitas mikrovaskular
Dose Inhaler/MDI dengan dosis 4-8 puffs tiap
paru, peninggian afterload ventrikel kiri dan
dosisnya (tiap puff berisi 90 mcg).
migrasi cairan alveoli akibat proses inflamasi
paru pada asma.
Agonis beta intravena dan subkutan
Paling baik dalam memberikan perbaikan klinis.
farmakoterapi Terbutalin terbukti efektif, dapat diberikan
Kortikosteroid baik secara intravena atau subkutan jika akses
vaskular tidak tersedia. Dosis intravena dimulai
Pemberian kortikosteroid sistemik mampu dengan loading dose 10 mcg/kgBB selama
mengurangi lama rawat di rumah sakit. Inhalasi 10 menit diikuti infus kontinu 0,1-10 mcg/
kortikosteroid tidak terbukti efektif secara kgBB/menit. Dosis subkutan 0,01 mg/kgBB/
klinis begitu juga pemberian secara enteral. kali dengan dosis maksimal 0,3 mg/kali, dapat
Metilprednisolon merupakan steroid yang diulang tiap 15-20 menit hingga 3 kali.
paling umum digunakan, dosis inisial 2 mg/kg
BB diikuti 0,5-1 mg/kg BB/kali diberikan setiap
6 jam. Deksametason dan hidrokortison juga Methylxanthine
dapat digunakan. Durasi pemberian bergantung Penggunaan methylxanthine pada anak sakit
pada derajat keparahan asma. kritis dengan status asmatikus sudah mulai

TeKanan darah
sistoliK
I00 EKspirasi EKspirasi

80 Inspirasi

60

torr

Gambar 9.13. variasi tekanan sistolik selama inspirasi (pulsus paradoksus)


72 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

ditinggalkan sejak agonis beta selektif tersedia memberikan data keunggulan NIPPV dibanding
luas. Berbagai uji klinis membuktikan bahwa ventilator konvensional pada anak dengan
tidak terdapat perbedaan perbaikan klinis dan status asmatikus sehingga penggunaannya
lama rawat di PICU pada pasien status asmatikus belum direkomendasikan.
yang diberikan terapi teofilin dibandingkan
farmakoterapi lainnya. Teofilin mungkin dapat
Ventilasi Mekanik
membantu perbaikan klinis pada kasus status
asmatikus yang tidak responsif terhadap steroid, Intubasi endotrakeal diindikasikan pada kondisi
inhalasi dan intravena agonis beta dan terapi hipoksemia refrakter, pasca henti jantung-paru
oksigen. Teofilin diberikan dengan loading dose atau asidosis respiratorik yang tidak responsif
bolus intravena 5-7 mg/kgBB selama 20 menit, dengan farmakoterapi. Tunjangan ventilasi
dilanjutkan infus kontinu dengan laju 0,5-0,9 mekanik pada status asmatikus bertujuan untuk
mg/kgBB/jam. Kadar teofilin serum sebaiknya memenuhi kecukupan oksigenasi, permisif
diperiksa berkala, untuk menghindari timbulnya hiperkarbia dan penyesuaian ventilasi semenit
efek samping. (tekanan puncak, volume tidal dan laju napas)
guna mempertahankan keasaman darah arteri
(pH > 7,2). Strategi manajemen ventilasi
Antikolinergik mekanik yang diterapkan harus dapat mereduksi
Ipratropium bromida merupakan agen yang hiperinflasi dinamik dan air trapping, diantaranya
umum dipakai untuk menimbulkan efek dengan mengurangi laju napas, memanjangkan
antikolinergik pada penderita asma. Pemberian waktu ekspirasi atau mempersingkat waktu
ipratropium bromida di ruang emergensi dapat inspirasi dan meminimal tekanan akhir ekspirasi
mengurangi kebutuhan rawat inap di rumah (gambar 9.14).
sakit. Inhalasi ipratropium bromida tidak efektif
untuk asma sedang-berat dan status asmatikus.
Fisioterapi dada
Fisioterapi dada terbukti tidak mempunyai
Magnesium sulfat keuntungan perbaikan klinis dan bahkan
Magnesium merupakan agen penghambat menambah rangsangan iritatif sehingga
kanal kalsium (calcium channel blocker). Cara fisioterapi dada tidak direkomendasikan sebagai
kerja magnesium adalah dengan menghambat tata laksana rutin pada anak dengan status
kontraksi otot polos bronkus dan menyebabkan asmatikus.
bronkodilatasi. Pemakaian magnesium sulfat
dalam tata laksana status asmatikus masih
kontroversial. Dosis yang biasa dipakai 25-50 PNEUMONIA
mg/kgBB/kali selama 30 menit, diberikan tiap
4 jam. Dapat diberikan dengan infus kontinu Definisi pneumonia adalah infeksi atau
10-20 mg/kgBB/jam. Kadar magnesium serum inflamasi pada saluran napas bagian bawah,
harus selalu dipantau. yang dihubungkan dengan adanya gambaran
perselubungan/opacity pada foto dada. Terdapat
3 klasifikasi pneumonia di PICU:
Ventilasi Mekanik Non-Invasif
1. Pneumonia yang diperoleh selama
Non-Invasive Positive-Pressure Ventilation perawatan di rumah sakit: Hospital-Acquired
(NIPPV) merupakan alternatif pilihan selain Pneumonia (HAP) dan Ventilator-Acquired
ventilator konvensional yang telah biasa Pneumonia (VAP)
dikenal. Masih sedikit penelitian klinis yang
Kegawatan Respirasi pada Anak 73

Pasien normal
Inspirasi
Pasien asma
WaKtu (detiK)

(Limit)
Aliran

EKshalasi
Air Tragging

Gambar 9.14. Hiperinflasi dinamik dan air trapping pada asma

2. Pneumonia berat yang berasal dari komunitas dan VAP biasanya disebabkan oleh basil Gram
(Community-Acquired Pneumonia/CAP). negatif aerobik (seperti: Pseudomonas aeruginosa,
3. Pneumonia pada anak dengan status imunitas Klebsiella pneumoniae dan Acinetobacter sp.)
rendah (pneumonia in immunocompromised atau kokus Gram positif (seperti: Staphylococcus
children) aureus dan sebagian besar Methicillin Resistant
Staphylococcus Aureus/MRSA). Pada pasien yang
diduga menderita HAP, sampel sekret saluran
napas bawah harus diambil untuk diperiksa
hosPitAl-AcQuiReD PNeuMoNiA sebelum dilakukan penggantian antibiotika.
(hAP) DANVeNtilAtoR-AssociAteD Pada semua pasien yang dicurigai menderita
PNeuMoNiA (VAP) VAP harus dilakukan pemeriksaan kultur
darah dan kultur sekret saluran napas bagian
Hospital-acquired pneumonia (HAP) adalah bawah. Jika pengambilan sekret saluran napas
pneumonia yang timbul dalam waktu 48 bawah secara bronkoskopik tidak tersedia maka
jam setelah rawat inap, tidak dalam masa pengambilan sekret secara non-bronkoskopik
inkubasi pada saat pasien masuk. Hospital- untuk kultur kuantitatif dapat digunakan
acquired pneumonia (HAP) merupakan infeksi sebagai petunjuk terapi antibiotika.
nosokomial yang menyumbang 25% dari semua Infeksi ekstrapulmonar harus disingkirkan
infeksi di ICU, hampir 90% diantaranya muncul sebelum memberikan terapi antibiotika. Apabila
pada saat penggunaan ventilasi mekanik. diduga pneumonia atau menunjukkan tanda
Ventilator-associated pneumonia (VAP) sepsis, pemberian terapi antibiotika segera
adalah pneumonia yang timbul dalam waktu diberikan tanpa memperdulikan pemeriksaan
24-48 jam setelah intubasi endotrakeal, dialami sekret saluran napas bawah dapat menemukan
oleh 9-27% dari semua pasien yang diintubasi. bakteri atau tidak (gambar 9.15). Terapi dini
Mikroorganisme patogen penyebab HAP dan antibiotika harus diberikan dengan cepat karena
VAP berasal dari alat-alat perawatan kesehatan, penundaan akan meningkatkan mortalitas VAP.
lingkungan dan transfer mikroorganisme antara Terapi dini antibiotika yang tepat dan
pasien dan staf medis atau antar pasien. Bakteri adekuat diupayakan mengikuti suatu protokol
merupakan penyebab tersering HAP dan pemilihan antibiotika yang disesuaikan dengan
VAP, biasanya bersifat polimikroba terutama pola resistensi antibiotika setempat atau
pada pasien ARDS (Acute Respiratory Distress berdasarkan rekomendasi. Diharapkan setiap
Syndrome). Hospital-acquired pneumonia (HAP) PICU mempunyai data lokal tersendiri dan
74 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 9.2. Terapi antibiotika empiris awal untuk pasien HAP dan VAP tanpa faktor risiko bakteri
multiresisten/MDR (awitan awal dengan berbagai derajat beratnya penyakit)
Patogen potensial Antibiotika yang direkomendasikan
streptococcus pnemoniae Seftriakson
Haemophilus influenzae Atau
Methicillin sensitive Ampisilin/Sulbaktam
staphylococcus aureus
basil Gram negatif enterik sensitif terhadap antibiotika
escherichia coli
Klebsiella pneumoniae
enterobacter spp
Proteus spp
serratia marcesens

Tabel 9.3. Terapi antibiotika empiris awal untuk pasien HAP dan VAP awitan lanjut atau dengan faktor
risiko bakteri multiresisten/MDR dan berbagai derajat beratnya penyakit
Patogen potensial Kombinasi antibiotika yang direkomendasikan
Pseudomonas aeruginosa Sefalosporin antipseudomonal
Klebsiella pneumoniae (extended spectrum Beta-lactamase/ (sefepim, seftazidim)
esBl)
Acinetobacter sp Atau
Karbapenem antipseudomonal
(Imipenem atau Meropenem)
Atau
beta-laktam / inhibitor beta-laktamase (piperasilin-
tazobaktam)
plus
Aminoglikosida (amikasin, gentamisin atau tobramisin)
plus
Methicillin Resistant staphylococcus Aureus (MRsA) Salah satu obat diatas ditambah linezolid, vankomisin atau
teikoplanin

menggunakannya pada saat memutuskan terapi pengobatan VAP yang disebabkan oleh MRSA
empiris awal. (tabel 9.3).
Apabila pneumonia disebabkan oleh Penilaian serial parameter klinis harus
Pseudomonas aeruginosa hendaknya antibiotika digunakan untuk mengevaluasi respons
yang diberikan merupakan terapi kombinasi, terhadap terapi antibiotika empiris dini.
dengan asumsi tingginya frekuensi resistensi Modifikasi terapi empiris juga harus dibuat
pada monoterapi. Bila ditemukan spesies berdasar informasi tersebut, yang didukung
Acinetobacter, obat yang paling aktif adalah oleh hasil kultur. Ketiadaan respons terapi
karbapenem, sulbaktam, kolistin dan polimiksin. biasanya terlihat pada hari ketiga, berdasarkan
Jika yang terjadi adalah infeksi oleh ESBL, yang penilaian klinis. Perbaikan klinis biasanya
paling efektif adalah golongan karbapenem membutuhkan waktu 48-72 jam, oleh karena itu
sedangkan monoterapi dengan sefalosporin tidak direkomendasikan untuk mengganti terapi
generasi ketiga harus dihindari. Linezolid dalam rentang waktu tersebut kecuali terjadi
merupakan alternatif dari vankomisin untuk
Kegawatan Respirasi pada Anak 75

Multi Drug Resistance/MDR

Y
a

spektrum terbatas untuk patogen bakteri MDR

Gambar 9.15. Terapi antibiotika empiris untuk hAP danvAP

perburukan klinis secara cepat. Pada pasien yang Pada populasi anak dan remaja, CAP umumnya
memperlihatkan respons terapi, harus dilakukan disebabkan Mycoplasma pneumoniae dan
de-eskalasi antibiotika, dengan mempersempit Chlamydia pneumoniae.
terapi yang mengacu pada rejimen sesuai hasil American Thoracic Society (ATS) membuat
kultur. Pasien yang tidak menunjukkan respons panduan indikasi rawat di ruang intensif pada
hendaknya dicari faktor non-infeksi, infeksi pasien dengan CAP. Skor Pneumonia Severity
ekstrapulmonal serta komplikasi lainnya. Index (PSI) pada dewasa dapat menjadi
perangkat untuk deteksi risiko komplikasi dan
kematian. Untuk populasi anak, belum ada
coMMuNitY-AcQuiReD PNeuMoNiA panduan serupa yang dapat dijadikan pedoman.
(cAP) Indikasi perawatan di ruang rawat intensif
pada pasien CAP adalah jika ditemukan:
Pasien anak yang dirawat di ruang rawat intensif
pediatri sebagian besar mengalami infeksi 1. Satu atau dua kriteria mayor
bakteri. Streptococcus pneumoniae adalah kuman Kriteria mayor:
tersering yang diidentifikasi sebagai penyebab CAP.  membutuhkan tunjangan ventilasi
Pneumonia karena Haemophilus influenzae mekanik untuk menjaga kecukupan
sekarang sudah jarang ditemukan setelah adanya oksigen dan ventilasi
program imunisasi Haemophilus influenzae tipe B  syok septik
yang ekstensif. Virus Respiratory Syncytial (RSV)
merupakan virus penyebab CAP terbanyak 2. Dua atau tiga kriteria minor
pada balita. Virus lain yang sering menyerang di Kriteria minor :
masa bayi adalah adenovirus, virus influenza, virus  Tekanan darah sistolik rendah (< 2 SD
parainfluenza dan human metapneumovirus. sesuai umur)
76 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

 penyakit infeksi paru multilobar infeksi yang paling umum ditemukan. Pemberian
 rasio PaO /FiO < 250 dosis rendah trimetoprim-sulfametoksazol atau
2 2
agen profilasis alternatif lain seperti pentamidine
efektif untuk mencegah PCP.
PNEUMONIA PADA ANAK DENGAN
STATUS IMUNITAS RENDAh
(iMMuNocoMPRoMiseD chilDReN) bRONKIOlITIS AKUT

Penderita gangguan sistem imun Bronkiolitis akut merupakan penyakit tersering


(Immunocompromised) adalah anak dengan dan penyebab sindrom gawat napas akut pada
defisiensi mekanisme sistem imun karena bawaan bayi dan anak umur kurang dari 2 tahun,
lahir/kongenital, gangguan imunologis didapat dengan insidens puncak pada tahun pertama
atau karena terpapar dengan pajanan kemoterapi kehidupan. Di negara dengan 4 musim, penyakit
sitotoksik dan steroid. Pasien transplantasi solid ini memiliki pola epidemiologi khas yaitu
organ atau stem sel hematopoetik (Hematopoietic prevalensnya meningkat pada musim gugur dan
Stem Cell Transplantation/HSCT) yang menerima musim dingin.
obat dan agen penekan sistem imun seumur Bronkiolitis akut sejatinya adalah penyakit
hidup akan berisiko lebih tinggi untuk menderita yang dapat sembuh sendiri (self-limited) dengan
pneumonia. Begitu juga pasien yang mengalami mortalitas rendah (< 1%). Mortalitas dapat
netropenia berat (jumlah netropenia absolut < meningkat sampai 30% jika infeksi terjadi
500/mL) atau limfopenia yang berkepanjangan, pada bayi dan anak dengan risiko tinggi seperti
sangat rentan terhadap infeksi oportunistik prematuritas, defisiensi atau penekanan sistem
seperti pneumonia. imun atau defek jantung kongenital (tabel 9.4).
Paru merupakan organ predominan yang Walaupun mortalitasnya rendah, bronkiolitis
paling sering mengalami infeksi oportunistik. akut berhubungan dengan peningkatan
Penderita yang mengalami penekanan sistim morbiditas pada populasi bayi dan anak sehat.
imun memiliki faktor predisposisi untuk
mengalami infeksi oleh kuman atau organisme
yang tidak umum menyerang individu normal MANIfESTASI KlINIS DAN TATA
yang sehat. Anak dengan gangguan imun lAKSANA bROKIOlITIS AKUT
juga rentan untuk terkena pneumonia oleh
organisme yang biasa mengenai populasi Pada awal awitannya, bayi dan anak penderita
pediatri. Bakteri penyebab infeksi nosokomial bronkiolitis akut akan mengalami demam, pilek
merupakan penyebab pneumonia terbanyak dengan sekret yang banyak, batuk keras dan
pada anak pasca transplantasi,didominasi oleh kesulitan untuk makan dan minum. Selanjutnya
Staphylococcus aureus dan patogen Gram negatif. anak akan terlihat sesak dengan laju napas cepat,
Infeksi jamur oleh spesies seperti Candida dan hipoksia dan gejala distres pernapasan seperti napas
Aspergillus akan menyerang dalam awitan cuping hidung dan retraksi otot napas tambahan.
Pada pemeriksaan fisis akan ditemukan mengi
lebih lambat (sebulan sampai 6 bulan pasca
yang dominan, disertai ronki dan pemanjangan
transplantasi).
waktu ekspirasi. Abdomen dapat mengalami
Kemoprofilaksis untuk mengatasi infeksi distensi karena hiperinflasi paru.
oportunistik merupakan komponen penting
Hipoksia dapat dideteksi dengan alat pulse
dalam manajemen pasca transplantasi pada
oximetry atau pemeriksaan analisis gas darah.
pasien dengan depresi sistem imun. Pneumonia
karena Pneumonitis carinii (PCP) merupakan Pada kasus yang berat, akan terjadi retensi
Kegawatan Respirasi pada Anak 77

CO2. Pemeriksaan foto toraks biasanya tidak efek terapi yang terbatas. Hidrasi yang adekuat
menunjukkan gambaran spesifik, umumnya dengan suplementasi oksigen adalah dasar
paru akan terlihat hiperinflasi, terdapat infiltrat utama terapi bronkiolitis akut. Saturasi arterial
dan peribronchial filling. dipertahankan diatas 92%. Penggunaan agonis
Penilaian klinis masih merupakan baku ß2 masih belum direkomendasikan karena
emas kriteria indikasi rawat inap. Saturasi kurangnya bukti ilmiah, begitu pula dengan
oksigen arterial (SaO2) merupakan prediktor steroid inhalasi dan sistemik yang masih
klinis yang paling konsisten sebagai patokan kontroversial. Inhalasi albuterol/fenoterol
penilaian perburukan kondisi klinis, dengan cut dan epinefrin lebih dipilih karena efektif.
offpoint/titik potong pada 90-95%. Racemic epinephrine 2,25% dan L-epinephrine
Kriteria indikasi rawat di PICU adalah 0,1% dengan dosis 0,1 mg/kgBB dan 0,05 mg/
sebagai berikut: kgBB setiap 4 jam memberikan hasil yang
baik. Perawatan yang seksama terhadap risiko
 laju napas >80 x/menit terjadinya perburukan klinis dan ancaman
 hipoksia dengan SaO2<85% gagal napas dapat menghindarkan kebutuhan
 terjadi perburukan klinis akibat distres akan terapi invasif. Bantuan ventilasi mekanik
napas progresif yang mengancam terjadinya yang agresif dianjurkan jika diperlukan, untuk
gagal napas dan kelelahan otot pernapasan/ mencegah komplikasi selanjutnya.
fatigue
 ada episode apnea
 gejala diagnostik gagal napas Acute luNG iNJuRY (AlI) DAN Acute
(PaO2<60mmHg, PaCO2 >50mmHg) ResPiRAtoRY DistRess sYNDRoMe (ARDS)
Definisi
Manajemen dan tata laksana bronkiolitis
akut pada bayi dan anak mengalami perubahan Cedera paru akut merupakan kumpulan gejala
sesuai perkembangan ilmu kedokteran dan akibat inflamasi dan peningkatan permeabilitas,
masih tetap kontroversial dengan pembuktian onsetnya akut, dengan spektrum klinis sesuai

Tabel 9.4. Faktor risiko perburukan klinis pada bronkiolitis akut


Faktor risiko Kondisi yang meningkatkan risiko perburukan
Gejala awal Takipnea dengan atau tanpa retraksi
hipoksia
Kesulitan makan dan minum
Dehidrasi
Usia Dibawah12 bulan (makin muda risiko semakin tinggi)
Komorbiditas Displasia bronkopulmonar
Penyakit jantung kongenital
fibrosis kistik
Defisiensi imun
Prematuritas Masa gestasi < 36 minggu
Lain-lain Malnutrisi
Kemiskinan
Kontak dengan perokok
Predisposisi genetik
78 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

derajat cedera/kerusakan paru, yang memenuhi 2. Kriteria sesuai Konsensus Komite Amerika-
kriteria fisiologis dan radiologis, tidak disertai Eropa untuk Acute Lung Injury dan Acute
dengan hipertensi pulmonal, mempunyai Respiratory Distress Syndrome tahun1994
karakteristik progresifitas tinggi sehingga (tabel 9.6).
menyebabkan kegagalan pernapasan akut Rasio tekanan oksigen parsial (PaO2)
(Acute Hypoxemic Respiratory Failure). dengan fraksi inspirasi oksigen (FiO2) merupakan
Kriteria klinis cedera paru manifestasi efisiensi oksigenasi arterial, pada
ALI nilainya < 300 mmHg sedangkan pada
Terdapat 2 kriteria umum yang dipakai untuk ARDS < 200 mmHg (PaO2/FiO2). Nilai
klasifikasi cedera paru: rasio ini tidak dapat memprediksi kesintasan
1. Lung Injury Score (LIS) atau skor Murray (survival) tetapi dapat memperkirakan fraksi
(tabel 9.5) pirau intrapulmonal.

Tabel 9.5. Lung Injury Score (LIS) atau skor Murray


Parameter Skor Mutiara bernas
Radiografi dada • Bronkiolitis akut merupakan penyakit
Tidak ada konsolidasi 0
tersering dan penyebab sindrom gawat
1 kuadran 1
napas akut pada bayi dan anak umur
2 kuadran 2
kurang dari 2 tahun, dengan insiden
3 kuadran 3
4 kuadran 4
puncak pada tahun pertama kehidupan.
hipoksemia (PaO /fiO ) • Sepsis sering menyebabkan kegawatan
> 300
2 2
0 napas seperti ARDS. Rasio tekanan
225-229 1 oksigen parsial (PaO2) dengan fraksi
175-224 2 inspirasi oksigen (FiO2) dipakai
100-174 3 sebagai patokan terjadinya ARDS.
< 100 4 Pada ARDS PaO2/FiO2 lebih kecil
200 mmHg.
PEEP (cmh2O)
<5 0
6-8 1
9-11 2 Penyebab AlI dan ARDS
12-14 3 Cedera paru akut (acute lung injury/ALI) dan
> 15 4 ARDS dapat timbul pada berbagai kondisi
Komplians (ml/cmh2O) (tabel 9.7).
> 80 0
60-69 1
faktor risiko dan keluaran
40-59 2
30-39 3 Beberapa faktor risiko terjadinya ALI dan
< 29 4 ARDS pada dewasa sudah dapat diidentifikasi
Nilai akhir diperoleh dari jumlah skor dibagi 4.
dengan jelas. Pada populasi bayi dan anak,
Nilai 0 = tidak ada cedera, sangat sedikit rujukan literatur dan penelitian
Nilai 0,1-2,5 = cedera ringan-sedang klinis yang dapat memberikan rincian yang
Nilai > 2,5 = cedera parah (Acute Respiratory memuaskan mengenai faktor risiko ini, oleh
Distress syndrome) karena keterbatasan akan jumlah sampel,
Kegawatan Respirasi pada Anak 79

Tabel 9.6. Konsensus Komite Amerika-Eropa untuk Acute Lung Injury dan Acute Respiratory Distress
Syndrome(1994)
waktu Oksigenasi Radiografi dada Tekanan baji
AlI onset akut PaO2/fiO2 rasio < Infiltrat bilateral < 18 mmhg atau tidak terdapat
300 mmhg bukti klinis hipertensi atrium kiri
ARDS onset akut PaO2/fiO2 rasio < Infiltrat bilateral < 18 mmhg atau tidak terdapat
200 mmhg bukti klinis hipertensi atrium kiri

Tabel 9.7. Penyebab tersering ALI dan ARDS


Pulmonar (direk) Ekstrapulmonar (indirek)
Pneumonia Sepsis
Aspirasi Pankreatitis
Aspirasi hidrokarbon Trauma
Cedera inhalasi Transfusi
Kontusio paru Nyaris tenggelam

kriteria ekslusi yang sangat bervariasi, tidak respons dengan suplementasi oksigen.
pemeriksaan dan tata laksananya seringkali Faktor-faktor yang berkontribusi
bersifat individual serta variasi dari definisi menyebabkan edema paru dirangkum dalam
konsensus yang dipergunakan. Hal-hal tersebut persamaan Starling, yang memprediksi aliran
menyebabkan sulitnya memperbandingkan keluar masuknya cairan dalam sistem kapiler.
antara satu penelitian dengan lainnya. Peninggian tekanan hidrostatis kapiler (sering
Tingginya insidens sepsis, syok septik pada sepsis karena terjadi penurunan komplians
dan disfungsi multiorgan berhububungan miokard) dan atau perubahan permeabilitas
jelas dengan terjadinya ALI/ARDS, baik pada kapiler memegang peran penting dalam
anak maupun dewasa. Rerata mortalitas yang terjadinya edema paru.
dilaporkan oleh para peneliti berkisar 22-54%
dan secara signifikan tidak berkorelasi dengan
rasio PaO2/FiO2 yang menjadi dasar kriteria Manifestasi klinis
ALI/ARDS (berbeda dengan dewasa). Gambaran klinis ALI dan ARDS adalah edema
paru tipikal akibat akumulasi cairan yang
berlebihan pada ruang interstitial, yang melebihi
Mekanisme patofisiologi edema paru kapasitas absorpsi sistem limfatik paru. Hipoksia
pada AlI dan ARDS merupakan gambaran esensial ALI dan ARDS
karena rusaknya pertahanan/barier alveolar-
Petanda khas ARDS adalah terjadinya edema kapiler. Komplians paru menurun (karena
paru dan ruang alveoli tergenang oleh cairan volume paru berkurang) dan sebagai akibatnya
yang akan menyebabkan kolaps alveoli. Hal penderita akan berusaha mempertahankan
ini berdampak pada ketidaksesuaian ventilasi ventilasi semenit dengan mempercepat laju napas
dan perfusi karena unit alveoli tidak mampu (takipnea). Peningkatan permeabilitas kapiler
melakukan ventilasi. Hipoksemia yang terjadi paru menyebabkan rembesan/leakage cairan yang
menggambarkan pirau intrapulmonar dan kaya protein ke dalam ruang alveoli. Endotel dan
sebagian besar adalah hipoksemia refrakter yang epitel alveoli mengalami remodelling sehingga
80 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

terjadi disfungsi dan delesi surfaktan. Selanjutnya ventilasi tekanan positif dalam manajemen ALI
akan terjadi atelektasis regional dan penurunan dan ARDS adalah untuk mempertahankan
EELV. Hal-hal tersebut di atas menyebabkan pertukaran gas yang adekuat, juga agar
hipoksemia yang refrakter karena tidak akan terpenuhinya kecukupan pasokan oksigen
membaik hanya dengan pemberian oksigen saja. dan tercapainya tekanan gas darah normal,
Pada awalnya terlihat hipokarbia tetapi dengan pemberian sejumlah tekanan tertentu.
sejalan dengan peningkatan usaha napas, PaCO2 Meningkatkan tekanan rerata alveolar (mPalv)
akan meninggi karena otot pernapasan sudah merupakan faktor penting dalam pengaturan
mulai lelah. Pada auskultasi dada, terdengar teknik ventilasi mekanik. Peningkatan mPalv
ronki karena kongesti alveoli. Mengi kadangkala diperlukan untuk merekrut alveoli yang kolaps
bisa terdengar jika jalan napas kecil juga dan mengurangi kebutuhan oksigen sehingga
mengalami sumbatan. Air entry akan berkurang mengurangi kemungkinan toksisitasnya (FiO2<
jika terdapat area konsolidasi. Kesemuanya 0,6 dianggap cukup aman dari efek toksik). Dari
merupakan gejala ancaman gagal napas dan berbagai upaya untuk meningkatkan mPalv,
pasien memerlukan tunjangan ventilasi mekanik tekanan positif di akhir ekspirasi (Positive End-
untuk menghindarkan henti napas. Pemberian Expiratory Pressure/PEEP) merupakan cara
ventilasi tekanan positif akan membuka unit- paling efektif untuk mempertahankan mekanika
unit paru yang mengalami atelektasis agar dapat paru dan menghindarkan ventilatory-induced
mempertahankan pertukaran gas yang adekuat. lung injury (VILI). Level PEEP ditingkatkan
incrementally (menanjak bertahap) sampai FiO2
dapat direduksi menjadi < 0,6 dengan target
Manajemen umum saturasi oksigen dipertahankan > 90%. Level
Tata laksana ARDS secara umum adalah PEEP diatur pada atau di atas lower inflection
mengatasi penyebab dasarnya seperti sepsis, point (LIP). Kurva tekanan-volume dipakai
pneumonia atau pankreatitis dan memberikan sebagai tuntunan untuk pengaturan setting
terapi suportif lain seperti kecukupan ventilator yang optimal (gambar 9.16).
nutrisi, mengatasi gangguan metabolik dan
ketidakseimbangan elektrolit. Strategi yang
diterapkan dalam manajemen ALI dan ARDS KEGAGAlAN PERNAPASAN AKIbAT
meliputi tata laksana cairan, mempertahankan GANGGUAN NEUROMUSKUlAR AKUT
saturasi oksigen yang adekuat dan penggunaan
obat-obat inotropik dan vasopresor untuk Anak dengan gangguan neuromuskular akut
mempertahankan curah jantung. Sebagian memerlukan bantuan pernapasan dan perawatan
besar penderita ARDS meninggal bukan karena untuk menjaga patensi jalan napas, pulmonary
kegagalan pernapasan akan tetapi sebagai akibat toilet, terapi oksigen dengan atau tanpa ventilasi,
sepsis atau gagal multiorgan yang terjadi. intubasi trakeal, tunjangan ventilasi ataupun
keduanya. Klasifikasi gangguan neuromuskular
akut pada anak sesuai gangguan primer lokasi
Terapi konvensional patologi yang terkena: otak (hipoventilasi
ventilasi Tekanan Positif sentral), tulang belakang (trauma), kornu
anterior/anterior horn cells (poliomyelitis), saraf
Prinsip utama tunjangan ventilasi mekanik tepi (sindrom Guillain-Barre), penghubung
pada ALI dan ARDS adalah mencapai target neuromuskular (botulism, miastenia gravis) dan
oksigenasi dengan meminimalkan potensial sistem otot rangka (distrofi muskular).
kerusakan paru lebih lanjut. Tujuan pemberian
Kegawatan Respirasi pada Anak 81

MEKANIKA DAN REGUlASI Penyakit pada otak dan batang otak


PERNAPASAN PADA GANGGUAN menyebabkan depresi pernapasan dengan
NEUROMUSKUlAR AKUT karakteristik pola respirasi sentral: hiperventilasi,
ireguler, pernapasan ataxic atau cluster, hiccups,
Regulasi pernapasan dijalankan bersamaan hipopnea dan apnea. Gangguan pada bulbar
oleh mekanisme persarafan yang volunter dan dapat menyebabkan kegagalan pengeluaran
involunter. Kontrol volunter diatur oleh korteks sekret dan aspirasi. Bayi dan anak yang tidak
serebri sedangkan kontrol involunter diatur oleh mampu untuk mengeluarkan sekret akan
batang otak terutama medula oblongata, dengan lebih mudah terkena infeksi paru, yang dapat
dibantu oleh pons dan vagus. Pernapasan spontan memperburuk kondisi klinisnya. Malfungsi
merupakan hasil dari pelepasan ritmis inervasi dari unit motor neuron (kornu anterior,
motor neuron pada otot pernapasan dibawah penghubung neuromuskular) mengakibatkan
kontrol regulasi oleh batang otak ataupun ketidakmampuan untuk menjaga jalan napas
perubahan pada PaO2, PaCO2 dan keasaman dan disfungsi otot pernapasan.
darah (pH). Bagian aferen dari mekanisme umpan Inspirasi adalah suatu proses aktif karena
balik adalah input dari jaringan, jalan napas dan ekspansi dinding dada dan paru serta penekanan
badan karotis yang mengirim sinyal ke sistem sekat diafragma sehingga volume intratorakal
saraf pusat. Sedangkan bagian eferen merespons bertambah, sedangkan ekspirasi adalah proses
sinyal aferen tersebut, mengirimkannya dari pasif akibat elastic recoil paru dan relaksasi
sistem saraf pusat melalui saraf kranial dan
saraf tepi ke otot pernapasan, dengan keluaran
berupa peningkatan atau pengurangan aktifitas VT C
pernapasan. Mekanisme umpan balik ini berfungsi EKspirasi
untuk mempertahankan dan menjaga patensi
jalan napas, usaha bernapas dan pertukaran gas. Volume

Pada proses pernapasan, kedua paru dan Inspirasi


A B
otot dinding dada berlaku sebagai pompa.
TeKanan TIP (TeKanan
Dalam mempertahankan proses pernapasan inpirasi puncaK)
normal, sangat penting untuk menjaga integritas
hubungan antara pusat pengaturan pernapasan Gambar 9.16. Kurva tekanan volume pada alveoli normal
dan pada lung injury
dan paru.

Normal Cedera Paru


Volume (ml)l600 Volume (ml)l600
l400 l
l200 l
l000 l
800
600
400
200
0
0 l0 20 30 40 50 60 0 l0 20 30 40 50 60
TeKanan TraKea (cm H2O) TeKanan TraKea (cm H2O)

Gambar 9.17. Patofisiologi gagal napas pada gangguan neuromuskular


82 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

PATOFISIOLOGI GAGAL NAPAS PADA GANGGUAN NEUROMUSKULAR

Gambar 9.18

diafragma (gambar 9.16). Ketidakmampuan EvAlUASI DISfUNGSI PERNAPASAN


usaha inspirasi yang normal akibat kelemahan PADA ANAK DENGAN GANGGUAN
neuromuskular akan menyebabkan menurunnya NEUROMUSKUlAR
volume tidal, disertai peningkatan laju napas
sebagai upaya kompensasi untuk meninggikan Anak dengan kelemahan nyata pada otot
ventilasi semenit (gambar 9.17). Pola napas orofaring sering tersedak, bicara tidak jelas,
cepat, shallow breathing, penurunan komplians disfonia, kesulitan mengeluarkan sekret dan
paru dan peningkatan usaha napas (work of berisiko tinggi untuk mengalami aspirasi
breathing/WOB) akan menyebabkan hipoksemia pneumonia. Kelemahan otot diafragma
dan hiperkapnia. Refleks batuk yang tidak efektif berakibat ketergantungan pada otot napas
dapat mengakibatkan retensi dan aspirasi sekret tambahan sehingga di malam hari akan terjadi
sehingga terjadi mikroatelektasis. Penurunan hipoventilasi saat tidur karena hipotonia otot
tonus otot pernapasan juga berdampak pada sela iga. Kegagalan pernapasan dapat terjadi
penurunan kapasitas fungsional residual (FRC) dengan atau tanpa peningkatan laju napas.
dan akhirnya gangguan pertukaran gas. Sebagian besar penderita kelemahan
neuromuskular memperlihatkan gejala
pernapasan paradoks (paradoxical breathing).
Kegawatan Respirasi pada Anak 83

Napas paradoks berupa gerakan kontras antara perburukan status neurologisnya. Insufisiensi
dada dan abdomen. Pada saat inspirasi, dinding otot ventilasi dan kelemahan diafragma tidak
dada tertarik ke dalam akibat kelemahan otot berkorelasi dengan kelemahan neuromuskular
sela iga sedangkan abdomen ekspansi ke arah umum. Manifestasi klinis dari kelemahan otot
luar akibat kontraksi diafrgma. Pola ini sangat pernapasan berupa sesak napas dan peningkatan
berbeda dengan normal yaitu pada saat inspirasi laju napas, penurunan volume tidal, gerakan
diafragma berkontraksi yang mengakibatkan paradoks dada saat inspirasi dan perubahan
ekspansi abdomen dan kontraksi sela iga sehingga pola pernapasan. Hiperkapnia dapat muncul
dada mengembang dalam gerakan yang sinkron. terlambat. Bedside spirometry (jika tersedia)
Abnormalitas laboratorium seperti analisis sangat dianjurkan. FVC kurang dari 15-20
gas darah dipergunakan untuk memantau mL/kg BB akan berarti risiko tinggi terjadinya
kemungkinan gagal napas. Temuan pada foto gagal napas. Indikasi intubasi dan tunjangan
toraks tidak spesifik. Gambaran peninggian ventilasi mekanik jika terjadi insufisensi fungsi
hemidiafragma pada fase inspirasi dan pernapasan.
ekspirasi mengindikasikan paralisis diafragma. Ventilasi mekanik segera diberikan untuk
Pemeriksaan spirometri yang dikerjakan bed- menjamin kecukupan ventilasi semenit. Jika anak
side dapat membantu menilai keparahan dan masih mampu memperlihatkan usaha napas,
progresifitas gangguan pernapasan. synchronize intermittent mechanical
ventilation (SIMV), pressure-support ventilation
(PSV) atau kombinasi keduanya lebih
direkomendasikan. Pada kasus yang berat,
MANAjEMEN ANAK DENGAN lakukan intubasi dan ventilasi dengan modus
KEGAGAlAN PERNAPASAN PADA kontrol. Penggunaan non-invasive ventilation
GANGGUAN NEUROMUSKUlAR AKUT (NIV) terbatas kegunaannya pada populasi
DI PICU pediatri.
a. Manajemen umum
Manajemen suportif dan perawatan umum KEPUSTAKAAN
bertujuan untuk menghindarkan komplikasi 1. Bigham MT, Brilli RJ. Status asthmaticus.
sebagai dampak kelemahan otot general dan Dalam: Nichols DG, penyunting. Rogers’
imobilisasi dalam waktu lama. Tata laksana textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-
meliputi fisioterapi, mobilisasi terbatas untuk 4. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;
upaya pencegahan kontraktur dan dekubitus, 2008. H. 686-751.
pencegahan deep vein thrombosis dan pemberian 2. Chiumello D, Barbas CSV, Pelosi P.
nutrisi enteral yang memadai untuk mencegah Pathophysiology of ARDS. Dalam: Lucangelo
atrofi mukosa lambung dan usaha mencegah U, Pelosi P, Zin WA, Aliverti A, penyunting.
infeksi nosokomial. Respiratory System and Artificial Ventilation.
London: Springer-Verlag; 2008. h. 101-14.
b. Manajemen perawatan dan 3. De Carvalho WB, Johnston C, Fonseca MCM.
Bronchiolitis and pneumonia. Dalam: Nichols
pemantauan pernapasan DG, penyunting. Rogers’ textbook of pediatric
Fungsi pernapasan harus selalu dipantau dan intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
dievaluasi, karena kegagalan pernapasan akibat Lippincot Williams & Wilkins; 2008. h. 716-28.
infeksi paru dapat muncul lebih cepat daripada 4. Guill MF, Shanley TP. Neuromuscular respiratory
failure. Dalam: Wheeler DS, Wong HR, Shanley
84 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

TP, penyunting. The respiratory tract in pediatric 13. Nunn JF. Applied respiratory physiology. Edisi
critical ilness and injury. London: Springer- ke-3. London: Butterworths; 1987. h 30-3.
Verlag; 2009. h. 219-26. 14. Powell FL, Heldt GP, Haddad GG. Respiratory
5. Haddad IY, Cornfield DN. Pneumonia and physiology. Dalam: Nichols DG, penyunting.
empyema. Dalam: Wheeler DS, Wong HR, Rogers’ textbook of pediatric intensive care.
Shanley TP, penyunting. The respiratory tract Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincot Williams &
in pediatric critical ilness and injury. London: Wilkins; 2008. h. 631-83.
Springer-Verlag; 2009. h. 203-10. 15. Shanley TP. The developmental of pulmonary
6. Hameed SM, Aird WC, Cohn SM. Oxygen edema in acute respiratory distress syndrome.
delivery. Crit Care Med. 31;2003:S658-67. Dalam: Kooy NW, Conway EE, peyunting.
7. Jain M, Sznajder I. Peripheral airways injury Pediatric multiprofessional critical care review.
in acute lung injury / acute respiratory distress Society of Critical Care Medicine; 2005. h. 3-11.
syndrome. Dalam: Vincent JL, penyunting. 16. Singhi S, Khadwal A, Bansal A. Acute
Respiratory system. Current opinion in critical neuromuscular disease. Dalam: Nichols DG,
care 2008;14:37-41. penyunting. Rogers’ textbook of pediatric
8. Jeffries HE, Martin LD. Respiratory physiology. intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
Dalam: Wheeler DS, Wong HR, Shanley TP, Lippincot Williams & Wilkins; 2008. h. 778-98.
penyunting. The respiratory tract in pediatric 17. Ventre KM, Arnold JH. Acute lung injury and
critical ilness and injury. London: Springer- acute respiratory distress syndrome. Dalam:
Verlag; 2009. h. 1-12. Nichols DG, penyunting. Rogers’ textbook of
9. Leach RM, Treacher DF. The pulmonary pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
physician in critical care 2: oxygen delivery Lippincot Williams & Wilkins; 2008. h. 731-51.
and consumption in the critically ill. Thorax. 18. Vish M, Shanley TP. Acute lung injury and acute
2002;57:170-7 respiratory distress syndrome. Dalam: Wheeler
10. LeVine AM. Bronchiolitis. Dalam: Wheeler DS, Wong HR, Shanley TP, penyunting. The
DS, Wong HR, Shanley TP, penyunting. The respiratory tract in pediatric critical ilness and
respiratory tract in pediatric critical ilness and injury. London: Springer-Verlag; 2009. h. 49-61.
injury. London: Springer-Verlag; 2009. h. 195-9. 19. Wheeler DS, Page K, Shanley TP. Status
11. Newth CJL. Developmental physiology of the asthmaticus. Dalam: Wheeler DS, Wong HR,
respiratory system. Dalam: Kooy NW, Conway Shanley TP, penyunting. The respiratory tract
EE, peyunting. Pediatric multiprofessional in pediatric critical ilness and injury. London:
critical care review. Society of Critical Care Springer-Verlag; 2009. h. 169-83.
Medicine; 2005. h. 1-2. 20. Wheeler DS. The pediatric airway. Dalam:
12. Newth CJL. Pulmonary mechanics and Kooy NW, Conway EE, peyunting. Pediatric
monitoring of respiratory function. Dalam: multiprofessional critical care review. Society of
Kooy NW, Conway EE, peyunting. Pediatric Critical Care Medicine; 2005. h. 19-21.
multiprofessional critical care review. Society of 21. Yuh-Chin TH. Monitoring oxygen delivery in
Critical Care Medicine; 2005. h. 3-11. the critically ill. Chest. 2005;128:554S-60S
10 ventilasi Mekanik Konvensional
pada Anak
Dadang Hudaya Somasetia, Antonius Pudjiadi

PENDAhUlUAN atrofi otot napas, disrupsi sambungan otot dan


rawan serta abrasi epitel saluran napas.
Ventilator mekanik adalah alat bantu pernapasan
yang digunakan untuk menunjang fungsi
pernapasan. Ventilasi tekanan positif adalah Mutiara bernas
alat bantu pernapasan yang menghasilkan
Bayi dan anak secara anatomik dan fisiologis
tekanan positif untuk mengalirkan gas ke dalam
paru. Pada awal berkembangnya perangkat berbeda dari dewasa, karena itu banyak
ini, rancang bangun ventilator mekanik penelitian yang dilakukan pada dewasa tidak
mengalirkan udara ke dalam paru dengan dapat diterapkan pada anak.
menggunakan piston (volume generated) atau
berdasar perbedaan tekanan (pressure generated)
(Gambar 10.1). Volume generated ventilators Tipe Napas
dapat menjamin jumlah gas yang masuk namun
mudah mengakibatkan barotrauma. Pressure Berdasarkan pemicu napas (breath initiation),
generated ventilators membatasi tekanan yang pengaturan gas selama fase inspirasi dan
diterima sistem pernapasan, namun volume perubahan fase inspirasi ke ekspirasi, maka tipe
tidal yang dihasilkan berubah-ubah. Ventilator pernapasan dapat dibagi menjadi controlled,
generasi baru menggunakan mikroprosesor assist-controlled, assisted-spontaneous dan
untuk mengatur aliran udara. Teknologi spontaneous (Tabel 10.1).
mikroprosesor memungkinkan ventilator
menghasilkan berbagai bentuk gelombang sesuai
dengan kehendak operatornya. MODUS DASAR vENTIlATOR
Bayi dan anak secara anatomik dan
fisiologis berbeda dari dewasa, karena itu banyak Modus Kontrol
penelitian yang dilakukan pada dewasa tidak Modus ini digunakan bila pasien tidak
dapat diterapkan pada anak. Anak mempunyai dapat bernapas sama sekali, misalnya pada
tahanan sistem pernapasan yang tinggi, kelumpuhan atau pasien dalam pengaruh
menurun sejalan dengan pertumbuhan tinggi anestesi. Modus kontrol dapat juga digunakan
badan. Pertumbuhan jaringan paru bayi lebih untuk tujuan lain seperti pengaturan kadar
cepat daripada saluran napasnya, karena itu bayi CO2 dan O2 pada cedera otak atau hipertensi
pada umumnya rentan terhadap air trapping. pulmonal. Pada modus ini, seluruh pernapasan
Ventilator juga berpengaruh terhadap deformitas di atur oleh ventilator, baik trigger, aliran udara
saluran napas seperti penipisan jaringan rawan, inspirasi maupun perubahan fase inspirasi
86 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Direct linear gear drive

Ruang
High pressure pneumatic drive A

High tension spring drive Ruang


b

Rotary drive

Indirect drive

Gambar 10.1. Rancang bangun ventilator tipe volume generated dan pressure generated

Tabel 10.1.Tipe Napas


Tipe Napas Pemicu napas Inspirasi Siklus ke ekspirasi
Controlled Mesin Flow/volume control atau Mesin
Pengaturan frekuensi napas Pressure control Pengaturan waktu inspirasi
Assist-controlled Pasien Flow/volume control atau Mesin
Inspiratory trigger Pressure control Pengaturan waktu inspirasi
Mesin
Pengaturan frekuensi napas
Assisted- Pasien Pressure control Pasien
spontaneous Inspiratory trigger Pengaturan Pressure support Trigger ekspirasi
Spontaneous Pasien Pressure control Pasien
Inspiratory trigger Pengaturan PEEP/CPAP Trigger ekspirasi

ke ekspirasi. Berdasar aliran udara inspirasi, menggunakan mikroprosesor yang mengontrol


modus kontrol dapat dibagi menjadi modus volume dan pressure sambil mengukur komplians
volume control dan pressure control. Pada modus sistem pernapasan. Berbagai mode ventilator
volume control, ventilator mengalirkan volume baru yang didasarkan atas modus kontrol
tidal yang ditentukan operator, sedang pada antara lain adalah modus pressure regulated
pressure control operator menentukan target volume control, yang memberi jaminan volume
tekanan maksimal pada sistem pernapasan. tidal namun menghindari barotrauma. Assist
Bila komplians sistem pernapasan berubah, control adalah modus kontrol yang memberikan
modus volume control dapat mengakibatkan kemungkinan pada pasien untuk memicu napas
barotrauma, sedangkan modus pressure control tambahan yang seluruhnya tetap dikontrol oleh
menghasilkan volume tidal yang tidak adekuat. ventilator. Untuk tujuan ini, ventilator memiliki
Untuk menghindari kelemahan dari masing- penggaturan ‘trigger’ yang dapat diatur sesuai
masing modus tersebut, ventilator modern kemampuan pasien. Pengaturan trigger yang
Ventilasi Mekanik Konvensional pada Anak 87

terlalu peka mengakibatkan frekuensi napas T-piece trials


meningkat, dapat berakibat penurunan tekanan
T-piece trials bukan suatu modus ventilator.
parsial karbondioksida darah arteri (PaCO2) dan
Pada T-piece trials, pasien bernapas melalui pipa
mengganggu fungsi hemodinamik.
endotrakeal yang dialiri udara dengan volume
Modus Intermittent Mandatory Ventilation kira-kira 2,5 kali lebihbesardari minute ventilation.
Modus ini digunakan bila pasien dapat bernapas Teknik ini digunakan pada penyapihan. Apabila
namun belum cukup efektif. Pada modus dalam waktu 1-2 jam pernapasan normal dengan
ini sebagian napas dilakukan oleh pasien, T-piece trials dapat dipertahankan, umumnya
sebagian lain oleh mesin. Modus yang telah pasien siap diekstubasi.
disempurnakan dikenal dengan sychronized
intermittent mandatory ventilation (SIMV)
yang menyelaraskan napas pasien dan mesin PENGGUNAAN vENTIlATOR MEKANIK
hingga tidak terjadi benturan napas (ventilator
mendorong gas masuk saat fase ekspirasi napas Indikasi
pasien atau sebaliknya). Seringkali modus ini Indikasi penggunaan ventilator mekanik sangat
dikombinasikan dengan pressure support yaitu luas, meliputi penyebab primer gangguan
pemberian bantuan aliran gas oleh ventilator sistem pernapasan hingga indikasi lain di luar
sampai tekanan yang ditentukan oleh operator gangguan saluran pernapasan. Keputusan untuk
(pressure targeted ventilation) pada setiap upaya menggunakannya merupakan kombinasi dari
napas pasien. pertimbangan klinis yang terdiri dari kondisi
fisik dan data penunjang yang menunjukkan
ketidakmampuan fungsi pernapasan memenuhi
Modus Pressure Support danVolume Support
fungsi pertukaran gas yang diharapkan. Beberapa
Pada modus ini, setiap upaya inspirasi pasien akan kondisi yang menyebabkan dibutuhkannya
memicu ventilator untuk memberikan tekanan penggunaan ventilator mekanik antara lain
positif sampai target yang ditetapkan operator. adalah keterbatasan mekanik misalnya pada
Pressure support mengurangi work of breathing. Pada kelumpuhan otot napas, obstruksi jalan napas
ventilator tertentu dimungkinkan juga modus misalnya pada asma bronkial, dan gangguan
volume support yang pada dasarnya memberikan paru misalnya edema paru dan pnemonia.
volume sampai target yang ditetapkan operator
saat pasien melakukan upaya inspirasi.
Pengaturan variabel ventilator
Modus Continuous Positive Airway Setelah modus ventilator ditentukan,
pengaturan selanjutnya meliputi:
Pressure (CPAP)
Pada modus CPAP, seluruh napas dikontrol volume tidal
oleh pasien. Ventilator memberikan aliran
gas bertekanan positif sepanjang siklus napas. Ruang rugi sangat bervariasi pada setiap orang,
CPAP meningkatkan mean airway pressure, namun pada umumnya digunakan nilai 2,2 mL/
karena itu meningkatkan kadar oksigen darah. kg berat badan ideal. Bila volume tidal kurang
CPAP mempertahankan tekanan agar dapat dari volume ruang rugi, maka praktis tidak
memperbaiki komplians paru pada gangguan akan terjadi pertukaran gas. Untuk penggunaan
yang bersifat restriktif. praktis biasanya digunakan nilai minimal
volume tidal dua kali volume ruang rugi yaitu
88 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

4,4 mL/kg berat badan ideal. Sebaliknya constant, maka target volume tidal tidak akan
penggunaan volume tidal yang terlalu besar tercapai. Faktor yang juga mempengaruhi waktu
atau tekanan yang terlalu tinggi dapat berakibat inspirasi maupun ekspirasi adalah rasio waktu
trauma tekanan (pnemotoraks) dan biologis inspirasi terhadap ekspirasi (I:E ratio).
(pelepasan mediator inflamasi). Tekanan yang Rasio Inspirasi:Ekspirasi (I:E ratio)
berlebihan juga mempengaruhi kinerja jantung
hingga mempengaruhi hemodinamik secara Beberapa produk ventilator menggunakan
keseluruhan. Pada anak volume tidal awal yang frekuensi napas dan I:E ratio untuk mengatur
dianjurkan adalah 6 mL/kg berat badan ideal, waktu inspirasi dan ekspirasi ventilator. Produk
pada neonatus 5 mL/kg berat badan. lainnya menggunakan frekuensi dan waktu
inspirasi. Bila waktu inspirasi tidak cukup,
maka volume tidal yang ditargetkan tidak akan
Mutiara bernas tercapai. Bila waktu ekspirasi tidak cukup, maka
sebelum volume dalam sistem pernapasan keluar
Bila volume tidal kurang dari volume semua (ekspirasi), ventilator memberi aliran
ruang rugi, maka praktis tidak akan gas baru (inspirasi). Keadaan ini menyebabkan
terjadi pertukaran gas. Untuk penggunaan peningkatan tekanan intratoraks yang dapat
praktis biasanya digunakan nilai minimal berakibat barotrauma dan/atau gangguan pada
volume tidal dua kali volume ruang rugi yaitu sistem hemodinamik. Pada ventilator modern
4,4 mL/ kg berat badan ideal. ketidakcukupan waktu inspirasi atau ekspirasi
dapat tergambar pada grafik skalar (gelombang
aliran gas, tekanan dan volume terhadap waktu)
frekuensi napas
yang tampak pada layar monitor (Gambar
Untuk pengaturan awal, sebelum diketahui 10.2). Waktu inspirasi awal yang dianjurkan
komplians dan resistensi sistem pernapasan, sesuai usia adalah:
dapat digunakan pedoman frekuensi napas Neonatus 0,35-0,6 detik
sesuai usia seperti berikut:
Anak >2 tahun 0,85-1,0 detik
 Neonatus 30-60/menit
 Bayi 25-30/menit Mutiara bernas
 1-5 tahun 20-25/menit Ketidakcukupan waktu inspirasi
 5-12 tahun 15-20/menit atau ekspirasi dapat
 >12 tahun 12-15/menit tergambar pada grafik skalar

Limitasi frekuensi napas terdapat pada


Aliran

komplians dan resistensi sistem pernapasan


pasien, karena frekuensi napas menentukan
panjang satu siklus napas (60 detik dibagi
frekuensi napas). Kombinasi resistensi dan
komplians menentukan waktu yang dibutuhkan
untuk masuk dan keluarnya gas ke dalam sistem
pernapasan. Perkalian komplians dan resistensi
dikenal dengan istilah time constant. Bila waktu Gambar 10.2. Grafik skalar untuk menilai waktu inspirasi
inspirasi atau ekspirasi lebih pendek dari time dan ekspirasi
Ventilasi Mekanik Konvensional pada Anak 89

Tekanan (cm H2O)

PIP
P = Raw
Pplt

P = CLT

PEEP

Waktu (detik)

Gambar 10.3. Komplians sistem pernapasan


Keterangan :
PEEP = Pos¡t¡ve End Exp¡atory Pressure
PIP = Peak Insp¡ratory Pressure

Positive End Espiratory Pressure (PEEP) Gambar 10.4. PIP pada Volume Generated Ventilator
PIP: Peak Inspiratory Pressure;vT: volume tidal; ClT: komplians
Bila pada akhir ekspirasi tekanan tetap paru; RAw: resistensi jalan napas;v: aliran
dipertahankan diatas tekanan atmosfir, maka
pengaturan ini disebut dengan PEEP. Pengaturan
PEEP bertujuan agar sistem pernapasan berada pengaturan awal modus pressure control, PIP dapat
dalam komplians terbaik (perubahan tekanan ditargetkan pada 15 cmH2O.
yang terkecil untuk menghasilkan perubahan
volume terbesar) (Gambar 10.3). PEEP juga Trigger Sensitivity
memperbaiki pertukaran oksigen paru. Pemberian Pengaturan ini ditujukan agar pasien dapat
PEEP yang tinggi dapat mempengaruhi kinerja memicu pernapasan ventilator. Pengaturan
jantung. Pada gangguan napas yang bersifat trigger sensitivity amat bergantung kepada kondisi
obstruktif, PEEP juga dapat mengganggu pasien. Pada ventilator generasi awal, picu napas
komplians sistem pernapasan. Untuk pengaturan terjadi akibat tekanan negatif yang terjadi saat
awal umumnya PEEP ditetapkan pada 5 cmH2O. pasien melakukan inspirasi. Pada modus yang
menggunakan PEEP, tekanan negatif baru dapat
Peak Inspiratory Pressure (PIP) terjadi bila pasien dapat membuat tekanan
Pada pressure generated ventilators atau modus negatif lebih besar dari PEEP yang diberikan.
pressure control pada ventilator modern, PIP Pada ventilator modern, picu napas dapat
ditentukan oleh operator. PIP ditetapkan untuk terjadi akibat perubahan aliran gas yang terjadi
memperoleh volume tidal yang ditargetkan. Pada di dalam selang ventilator. Dengan teknik ini,
volume generated ventilators atau modus volume bayi prematur sekalipun dapat dengan mudah
control pada ventilator modern, PIP merupakan memicu napas ventilator.
akibat interaksi antara volume yang diberikan dan
sistem pernapasan (Gambar 10.4). Beberapa
produk ventilator menggunakan parameter PENGATURAN CO2 DARAh
delta P yang merupakan selisih nilai PIP dan
Kadar CO2 darah ditentukan oleh produksi dan
PEEP. Pada ventilator semacam ini PIP ditentukan eliminasi berdasar rumus:
pula oleh nilai PEEP. Pada
90 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

VCO2 x 0,863 Kadar oksigen darah dipengaruhi oleh fraksi


PaCO2 = VA inspirasi oksigen (FiO2) dan mean airway
VCO2 Produksi CO pressure (MAP). MAP terutama dipengaruhi
2
VA VE-VD oleh positive end expiratory pressure (PEEP), waktu
inspirasi, peak inspiratory pressure (PIP) dan
VE Ventilasi semenit
frekuensi napas. Karena parameter ventilator
VD Ventilasi ruang rugi untuk mengubah MAP sama dengan parameter
0,863 Unit konversi menjadi mmHg untuk mengubah volume tidal, maka berbagai
perubahan yang dilakukan untuk mengubah
kadar CO2 akan berpengaruh pula pada kadar
Tekanan partial CO2 darah arteri (PaCO2)
O2. Untuk itu, setiap perubahan yang dilakukan
berkorelasi terbalik dengan ventilasi semenit selalu harus mempertimbangkan pengaruh
(minute ventilation). Ventilasi semenit merupakan pada oksigen dan karbondioksida.
produk volume tidal (tidal volume) dan frekuensi
semenit. Karena itu perubahan PaCO2 yang Karena bahaya penggunaan oksigen, selalu
gunakan FiO2 terendah untuk mencapai kadar
diharapkan dapat tercapai dengan merubah
ventilasi semenit, menggunakan rumus: oksigen darah yang memadai.

PaCO2 saat ini

Pada modus volume control, perubahan PENyAPIhAN


dapatdilakukan dengan merubah frekuensi napas
atau volume tidal. Pada modus pressure control Penyapihan dilakukan segera bila indikasi
volume tidal dipengaruhi oleh selisih antara PIP penggunaan ventilator tidak ada lagi. Penilaian
dan PEEP, karena itu perubahan volume tidal kemampuan pasien untuk bernapas tanpa
dapat dilakukan dengan meningkatkan PIP atau ventilator perlu dipertimbangkan. Pada
menurunkan PEEP. Pilihan untuk menaikkan umumnya penyapihan dapat dipertimbangkan
frekuensi napas atau volume tidal, menaikkan bila kebutuhan PEEP < 8 cmH2O dan FiO2< 0,4,
PIP atau menurunkan PEEP, amat tergantung tanpa peningkatan work of breathing dan sistem
pada keadaan pasien saat itu. kardiovaskular stabil. Parameter lain yang sering
pula digunakan antara lain adalah PaO2/FiO2 >
150-300, kadar hemoglobin > 8 -10 g/dL, tidak
PENGATURAN OKSIGEN DARAh ada asidosis respiratorik, kadar elektrolit normal,
tidak ada gangguan asam-basa, tidak ada demam

Tabel 10.2. Rekomendasi Pengaturan Awal Ventilator


FiO2 dapat dimulai dari 1,0 atau bila diketahui, sesuai fiO 2 sebelumnya, segera diturunkan untuk mencapai saturasi 92-
94%
Volume tidal 5-6 ml/kg. Upayakan PIP tidak melebihi 30 cmh2O.
Frekuensi napas sesuai usia
Waktu inspirasi untuk neonatus 0,35-0,8 detik, pada anak >2 tahun 0,85-1,0 detik
PEEP 5cm h2O
Trigger sensitivity diatur agar dapat dipicu oleh upaya pasien yang minimal namun tidak menimbulkan autocycling
Ventilasi Mekanik Konvensional pada Anak 91

Tabel 10.3. Parameter yang berhubungan dengan risiko kegagalan penyapihan.


Variabel Risiko rendah (<10%) Risiko tinggi (>25%)
vTspont (ml/kg) >6,5 <3,5
fiO2 <0,30 >0,40
Paw (cmh2O) <5 >8,5
OI <1,4 >4,5
frve (%) <20 >30
PIP (cm h2O) <25 >30
Cdyn (ml/kg/cm h2O) >0,9 <0,4
vt/Ti (ml/kg/detik) >14 <8
vTspont, indeks volume tidal spontan terhadap tinggi badan; fiO2, fraksi oksigen inspirasi; Paw, mean airway pressure; OI, indeks
oksigenasi; frve, fraksi ventilasi semenit pada ventilator; PIP, tekanan inspirasi puncak; Cdyn, komplians dinamis;vt/Ti, rerata
aliran inspirasi.
Konversi unit SI: 1 cm h2O = 0,098 kPa.

(suhu <38oC), penggunaan obat penunjang Mutiara bernas


hemodinamik minimal dan kemampuan batuk
yang adekuat. Teknik penyapihan dilakukan Kadar oksigen darah dipengaruhi oleh fraksi
dengan mengurangi bantuan ventilator secara inspirasi oksigen (FiO2) dan mean airway
bertahap sampai pasien mampu bernapas pressure (MAP). MAP terutama dipengaruhi
sendiri. Bila dengan tunjangan yang minimal oleh positive end expiratory pressure (PEEP),
pasien dapat mempertahankan pernapasan waktu inspirasi, peak inspiratory pressure
normal untuk jangka waktu tertentu (1-2 jam), (PIP) dan frekuensi napas.
umumnya pasien telah siap di ekstubasi.
Modus ventilator yang sering digunakan
pada penyapihan antara lain adalah DAfTAR PUSTAKA
SIMV
SIMV + Pressure support 1. Deoras KS, Wolfson MR, Bhutani VK, et al.
Pressure support Structural changes in the tracheae of preterm
Volume support lambs induced by ventilation. Pediatr Research
1989;26:434-7.
T-piece trials
2. Kurachek SD, Newth CJ, Quasney MW, et al.
Beberapa parameter yang menentukan Extubation failure in pediatric intensive care:
risiko kegagalan penyapihan dapat dilihat pada a multiple-center study of risk factors and
Tabel 10.3. outcomes. Crit Care Med 2003;31:2657–64.
3. Lanteri CJ, Sly PD. Changes in respiratory
mechanics with age. J Appl Physiol 1993;74:369-
78.
4. MacIntyre NR. Evidence-based guidelines
for weaning and discontinuing ventilatory
Mutiara bernas
support: a collective task force facilitated by
Tekanan parsial CO2 darah arteri (PaCO2) the American College of Chest Physicians; the
berkorelasi terbalik dengan ventilasi semenit American Association for Respiratory Care; and
(minute ventilation). the American College of Critical Care Medicine.
Chest 2001;129:375S–96S.
11 Pemantauan hemodinamik
novik Budiwardhana, ririe Fachrina Malisie

Oksigenasi jaringan yang adekuat ditandai dan oksigen yang terikat dengan hemoglobin
dengan tercapainya keseimbangan antara dihitung per 100 ml darah.
pasokan dan kebutuhan oksigen di
tingkat seluler. Pada keadaan syok, terjadi
gangguan hemodinamik yang menyebabkan KONSUMSI OKSIGEN (Oxygen
ketidakseimbangan tersebut, kondisi ini disebut
COnsuMptiOn/vO2)
disoksia. Jantung dan sirkulasi sistemik memasok
oksigen ke jaringan, sementara pertukaran gas Laju metabolik tubuh akan menentukan
dengan udara terjadi melalui sirkulasi pulmonal. banyaknya kebutuhan jaringan akan oksigen.
Pemantauan hemodinamik adalah suatu cara Konsumsi oksigen di jaringan diukur secara
untuk melakukan penilaian sistem sirkulasi tidak langsung sebagai selisih antara jumlah
sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat oksigen dalam darah arteri dengan jumlah
untuk mengoptimalkan oksigenasi jaringan. oksigen mixed vein.

Konsumsi O2 (vO2) = indeks jantung x 10 x hb x 1,36


PASOKAN OKSIGEN (Oxygen x (SaO2 – SvO2)
Delivery/DO2)
Pasokan oksigen adalah jumlah oksigen yang
disuplai untuk pemenuhan kebutuhan metabolik RASIO EKSTRAKSI OKSIGEN (O2ER)
tubuh dan mempertahankan respirasi jaringan
aerob. Pasokan oksigen dipengaruhi oleh curah Rasio ekstraksi oksigen adalah fraksi oksigen
jantung dan kandungan oksigen dalam darah kapiler yang dikonsumsi oleh jaringan.
arteri. Dalam perhitungan, biasanya digunakan Normalnya hanya sejumlah 25% dari suplai
nilai indeks jantung yaitu curah jantung dibagi oksigen yang diambil oleh jaringan. Tujuh puluh
luas permukaan tubuh (m2). Kandungan oksigen lima persen sisanya akan kembali ke sirkulasi
dalam darah terdiri dari oksigen yang terlarut paru.

Kandungan oksigen arterial (CaO2) = (oksigen yang terikat )+ (oksigen yang terlarut)
= (1,34 x hemoglobin x saturasi oksigen arterial) + (tekanan parsial oksigen darah
arteri x 0,003)

Pasokan O2 (DO2) = curah jantung x CaO2 x 10


= liter/menit/m2
pemantauan Hemodinamik 93

Hb 13−15 gƒdl x 1.34 ml O2ƒg x


10

SvO£ 65%−80%
95%−98
%
C
I
VO2
(I) SaO

VO2(I) = (SaO2 − SvO2) x CI x Hgb x 13.4

425−750 3−4.5
VO£(l) 120−230
mlƒminƒm2 mlƒminƒm2

Gambar 11.1. Orkestrasi hemodinamik. Kondisi ideal Pasokan oksigen cukup, ekstraksi oksigen normal

PARAMETER DAN PERANGKAT urin perkilogram berat badan per jam. Tabel
PEMANTAU hEMODINAMIK berikut menunjukkan parameter yang harus
dipantau dengan seksama.
Pemantauan hemodinamik selalu dimulai
Pada pemeriksaan selisih suhu sentral
dengan pemeriksaan fisis yang baku. Perasat
perifer (core to toe temparature) nilai normal
pemeriksaan fisis yang menggambar orkestrasi
3°C, sementara itu waktu pengisian kapiler
hemodinamik terdiri dari pemeriksaan
yang ditargetkan kurang dari 2 detik. Dengan
kesadaran, laju dan kualitas nadi , EKG secara
mempelajari gambar 11.1 dapat dipahami
kontinyu, pemeriksaan tekanan vena jugular,
bahwa dalam menjaga orkestrasi hemodinamik
laju napas, selisih suhu sentral dan perifer serta
pemeriksaan klinis perlu diperkuat dengan
waktu pengisian kapiler. Parameter klinis lain
beberapa pemeriksaan laboratorium berupa
terdiri dari adanya pembesaran hati dan jumlah
pemeriksaan hemoglobin, saturasi vena sentral

Tabel 11.1 Parameter laju nadi , laju napas, hitung leukosit dan tekanan darah sistolik menurut golongan
umur
Golongan umur laju jantung laju napas hitung leukosit Tekanan darah
(x 1000/ml) sistolik
Takikardia bradikardia
0-1 mgg >180 <100 >50 >34 <65
1mgg- 1bln >180 <100 >40 >19,5 atau <5 <75
1 bln -1 th >180 <90 >34 >17,5 atau <5 <100
2 th – 5 th >140 NA >22 >15,5 atau <6 <94
6th – 12 th >130 NA >18 >13,5 atau <4,5 <105
13 th- 18 th >110 NA >14 >11 atau <4,5 <117
Dikutip dari: Goldstein b, dkk. Pediatr Crit Care Med 2005; 6:2-8
94 Buku Ajar pediatri gawat Darurat

(ScvO2) dan pengukuran curah jantung (atau Hasil pengukuran tidak akurat jika ukuran
indeks jantung, bila dibagi luas permukaan manset tidak sesuai, stetoskop terlalu panjang,
tubuh). deflasi tekanan terlalu cepat, pendengaran
Parameter hemodinamik yang diperoleh petugas kurang sensitif ataupun terdapat
dari perangkat pemantau invasif dikalkulasi kesalahan kalibrasi manometer. Komplikasi yang
berdasarkan variabel yang diukur secara mungkin terjadi sangat minimal, berupa rasa
langsung sesuai luas permukaan tubuh. Nilai- nyeri akibat bendungan aliran darah.
nilai tersebut meliputi indeks jantung (cardiac
index/CI), indeks sekuncup (stroke index/SI),
indeks resistensi vaskular sistemik (systemic PERANGKAT PEMANTAU
vascular resistance index/SVRI), indeks kerja hEMODINAMIK INvASIf
sekuncup ventrikel kiri (left ventricle stroke work
index/LVSWI), indeks kerja sekuncup ventrikel Pemantauan parameter hemodinamik invasif
kanan (right ventricle stroke work index/RVSWI), dapat dilakukan pada arteri, vena sentral
kandungan oksigen arteri (CaO2), pasokan ataupun arteri pulmonalis. Metode pemeriksaan
oksigen (DO2), konsumsi oksigen sesuai tekanan darah langsung intraarterial mengukur
prinsip Fick (VO2) dan rasio ekstraksi oksigen secara aktual tekanan dalam arteri yang
(O2ER). Kombinasi kemampuan penilaian dikanulasi, hasilnya tidak dipengaruhi oleh isi
klinis, interpretasi nilai pengukuran langsung, atau kuantitas aliran darah.
dan perhitungan berdasarkan data pengukuran Sistem pemantauan hemodinamik
invasif akan membantu evaluasi hemodinamik terdiri dari 2 kompartemen, yaitu elektronik
real time. dan pengisian cairan (fluid-filled). Parameter
hemodinamik dipantau secara invasif sesuai asas
dinamika sistem pengisian cairan. Pergerakan
PERANGKAT PEMANTAU cairan yang mengalami suatu tahanan akan
hEMODINAMIK NON INvASIf menyebabkan perubahan tekanan dalam
pembuluh darah yang selanjutnya menstimulasi
Perangkat pemantau hemodinamik non invasif diafragma pada transduser. Perubahan ini
terdiri dari elektrokardiogram dan pemeriksaan direkam dan diamplifikasi sehingga dapat dilihat
tekanan darah non invasif. Metode pemantauan pada layar monitor.
non invasif dilakukan dengan mengukur Pengukuran tekanan dalam pembuluh
tekanan darah berdasarkan prinsip oklusi arteri darah dapat dilakukan dengan beberapa cara:
(Riva-Rocci) yang mendeteksi perubahan suara Manometer air. Kateter vena sentral
auskultasi Korotkof atau amplifikasi suara dari dihubungkan dengan selang yang terisi
Doppler. Deteksi pergerakan dinding pembuluh penuh dengan cairan, terhubung dengan
darah dengan osilasi disebut Dinamap. Metode manometer air yang sudah dikalibrasi. Teknik
pengukuran non invasif ini sangat bergantung ini sangat sederhana, awalnya dibuat untuk
pada deteksi aliran darah yang tertahan oleh mengukur tekanan vena sentral.
manset.
Sistem serat fiber. Probe dengan transduser
Walaupun pemantauan non invasif di ujungnya dimasukkan ke sistem sirkulasi
dianggap paling aman, tidak menyakitkan, (misalnya ventrikel). Sinyal akan dikirim
sederhana, murah dan mudah digunakan, tetapi ke layar monitor melalui serat optik. Sistem
teknik ini akan sukar diaplikasi pada pasien yang ini tidak bergantung pada dinamika cairan.
terlalu kecil, tidak kooperatif, dan sulit dipasang Dibandingkan dengan manometer air,
manset (misal luka bakar pada ekstremitas).
pemantauan Hemodinamik 95

pengoperasiannya lebih mudah, namun dikontrol oleh baroreseptor di sinus karotis dan
harganya mahal. aorta yang mengatur tekanan arteri dengan cara
Manometer air yang dihubungkan ke menyesuaikan laju jantung terhadap ukuran
transduser. Tekanan pulsatil pada ujung kateter arteriol. Tekanan rerata arteri juga menjadi
ditransmisikan melalui selang penghubung ke acuan autoregulasi yang merupakan adaptasi
diafragma pada transduser. Sinyal ini akan organ untuk mempertahankan aliran darah
diamplifikasi dan pada layar monitor. yang konstan guna mempertahankan fungsinya.
Nilai tekanan rerata arteri dapat diperoleh dari
hasil pengukuran langsung ataupun dengan
PEMANTAUAN hEMODINAMIK NON penghitungan:
INvASIf DAN INvASIf
MAP = tekanan sistolik + (tekanan diastolik x 2)
Pemantauan tekanan arteri (arterial 3
pressure monitoring) non invasif MAP = resistensi vaskular sistemik x curah jantung

Tekanan darah arteri merupakan hasil gabungan


dari tekanan hemodinamik, kinetik, dan Pemantauan tekanan arteri secara invasif
hidrostatik akibat tekanan ke dinding pembuluh
darah. Tekanan arteri yang diukur pada nilai Pemantauan tekanan intraarterial secara invasif
puncak disebut tekanan sistolik, sedangkan dilakukan dengan kanulasi arteri. Sinyal tekanan
sebaliknya adalah tekanan diastolik. Tekanan dikonversi oleh transduser, diamplifikasi, dan
sistolik dihasilkan oleh volume sekuncup, ditampilkan secara kontinu pada layar monitor
kecepatan ejeksi ventrikel kiri, resistensi arterial dalam bentuk gelombang dan format digital.
sistemik, distensibilitas aorta dan dinding arteri, Pemantauan kontinu tekanan intraarterial
kekentalan darah dan volume preload ventrikel merupakan metode yang paling dapat diandalkan
kiri (end-diastolic volume). Dalam aplikasi dalam memantau tekanan sistolik, diastolik, dan
klinis sehari-hari, tekanan sistolik merupakan tekanan rerata arteri. Gelombang tekanan dan
indikator afterload (besarnya usaha yang aliran darah arteri merupakan gambaran ejeksi
diperlukan untuk memompa darah keluar dari dari ventrikel kiri. Terdapat dua komponen
ventrikel kiri). Sementara itu, tekanan diastolik yang membentuk gelombang pulsasi arteri yaitu
dipengaruhi kekentalan darah, distensibilitas transmisi gelombang tekanan (pressure wave)
arteri, resistensi sistemik, dan lamanya siklus dan pulsasi volume sekuncup yang dipindahkan
jantung. Tekanan nadi adalah perbedaan ke sirkulasi arteri (stroke volume displacement).
tekanan sistolik dan diastolik. Peningkatan Anacrotic rise adalah tekanan puncak sistolik dan
tekanan nadi dapat disebabkan peningkatan merupakan indikator kontraktilitas ventrikel
volume sekuncup ataupun kecepatan ejeksi, kiri. Bagian yang cembung menggambarkan
yang sering ditemukan pada kondisi demam, volume darah yang dipindahkan dan distensi
aktifitas, anemia, dan hipertiroid. Penurunan dinding arteri. Dicrotic notch adalah gelombang
tekanan nadi mengindikasikan peningkatan yang melandai turun, yang dihubungkan dengan
resistensi vaskular, penurunan volume laju volume darah arteri yang masuk ke sirkulasi
sekuncup, ataupun volume intravaskular. perifer. Perubahan bentuk dan kelandaian
Tekanan rerata arteri sistemik (mean arterial gelombang terutama bagian sistolik, bergantung
pressure/MAP) adalah rata-rata tekanan perfusi pada perbedaan tekanan yang sesuai dengan
sepanjang siklus jantung. Tekanan rerata arteri lokasi anatomisnya.
96 Buku Ajar pediatri gawat Darurat

Anacrot¡c I¡mb D¡crot¡c I¡mb


Sistolik = 115 mm Hg Aorta
120 sentralis
Tekanan nadi
97 = 35 mm Hg Brakialis
80
Diastolik = 80 mm Hg
D¡crot¡c notch
MAP = Area + Basal Radialis
AREA
40 = 97 mm Hg

Femoralis
0
BASAL
Dorsalis
pedis

Gambar 11.2. Gelombang arterial pada berbagai lokasi anatomis

Indikasi dan indikasi kontra kanulasi Pasien yang sedang mendapat terapi
arteri antikoagulan atau trombolitik
Indikasi: Adanya infeksi di daerah kulit tempat kanul
akan diinsersi
1. Semua pasien dengan kondisi kritis atau
yang dilakukan prosedur bedah mayor, yang
membutuhkan pemantauan hemodinamik Pemantauan tekanan vena sentral (central
dan analisis pulsasi arterial secara kontinu venous pressure/Cvp monitoring)
 Prosedur pembedahan yang Gambaran gelombang tekanan vena sentral
memerlukan pintasan kardiopulmonal yang normal terdiri dari gelombang a (kontraksi
 Prosedur vaskular, toraks, abdominal atrium), c (penutupan katup trikuspid), x
ataupun neurologik (relaksasi atrium), v (kontraksi ventrikel), dan
 Semua pasien dengan kondisi y (pengisian pasif ventrikel kanan). Gelombang
hemodinamik tidak stabil c terjadi akibat peningkatan tekanan yang
 Pasien dengan terapi inotropik atau disebabkan terangkatnya katup trikuspid ke
vasodilator intravena arah atrium kanan selama awal masa kontraksi
 Pasien yang ditopang dengan pompa ventrikel, terjadi sebelum gelombang QRS
balon intraaorta (intra aortic balloon pada EKG. Gelombang x terjadi saat kontraksi
pump/IABP) sistolik ventrikel, terjadi sebelum gelombang
 Pasien yang memerlukan pemantauan T pada EKG. Gelombang v terjadi akibat
tekanan intrakranial darah mengisi atrium kanan, terjadi pada akhir
2. Pemeriksaan gas darah berulang gelombang T. Gelombang y terjadi saat katup
 Pasien dengan gagal napas trikuspid membuka, terjadi sebelum gelombang
 Pasien dalam ventilasi mekanik P. Pada umumnya pemantauan tekanan vena
ataupun yang sedang disapih sentral digunakan untuk menilai preload. Basal
 Pasien dengan gangguan asam basa gelombang c direkomendasikan sebagai nilai
Indikasi kontra relatif: preload karena menunjukkan tekanan ventrikel
sebelum fase sistolik.
 Pasien dengan penyakit vaskular perifer
 Pasien dengan gangguan perdarahan
pemantauan Hemodinamik 97

Tekanan vena sentral adalah beda tekanan


intravaskular di vena besar dalam rongga
toraks terhadap tekanan atmosfer. Dengan
segala keterbatasannya, tekanan vena sentral
sering digunakan sebagai pedoman volume
cairan intravaskular. Bila volume intravaskular
kecil, perubahan kecil tekanan vena sentral
menggambarkan perubahan besar volume
intravaskular. Bila volume intravaskular
besar, maka penambahan volume kecil akan
Gambar 11.3. Gelombang tekanan vena sentral dan
korelasinya dengan EKG menyebabkan peningkatan tekanan vena sentral
yang besar.
Kanulasi vena sentral biasanya dilakukan
pada vena jugularis interna, vena subklavia, dan Keterbatasan pemantauan tekanan vena
venafemoralisdengankelebihan dankekurangan sentral
masing-masing. Posisi kanul yang tepat sangat
penting untuk mencegah komplikasi. Ujung Hal-hal yang dapat mempengaruhi pengukuran
CVC (central venous canulation) harus terletak tekanan vena sentral:
pada vena kava superior atau di perbatasan Faktor yang berhubungan dengan pasien:
antara vena kava superior dan atrium kanan. Venokonstriksi sistemik

Gambar 11.4. lokasi pemasangan jalur vena sentral


98 Buku Ajar pediatri gawat Darurat

Penurunan compliance ventrikel kanan menunjukkan angka nol pada saat diafragma
Patensi sistem vena transduser terhubung dengan atmosfer. Setiap
inci transduser terletak di bawah ujung kateter,
Kelainan katup trikuspid
tekanan puncak hidrostatik akan meningkat
Faktor yang diinduksi oleh ventilasi 2 mmHg dari tekanan fisiologis sebenarnya.
mekanik: Sebaliknya, setiap inci transduser terletak di atas
Siklus napas pada ventilasi tekanan positif ujung kateter maka tekanan akan berkurang 2
dapat meninggikan nilai tekanan vena mmHg dari tekanan fisiologis.
sentral Kalibrasi dapat mengeliminasi efek
Tekanan positif akhir ekspirasi/PEEP dapat tekanan atmosfer dan tekanan hidrostatik
menimbulkan artefak pada waktu prosedur pembacaan. Kesalahan
dalam melakukan pedoman titik nol ini dapat
Komplikasi pemantauan tekanan vena menyebabkan interpretasi klinis yang berbeda
bermakna karena rentang nilai normalnya
sentral
sangat sempit. Prosedur kalibrasi sangat penting
Komplikasi pemantauan tekanan vena sentral sehingga harus selalu dikerjakan pada setiap
meliputi perdarahan, erosi vaskular, gangguan pergantian jaga petugas atau pada saat pasien
irama jantung, tromboemboli, emboli udara, berubah posisi.
perforasi ruang jantung, pneumotoraks, dan Prosedur menentukan titik nol:
mikrosyok elektrikal.
Siapkan sistem pemantauan dan monitor
Periksa apakah ada udara bebas dalam
Kalibrasi / penentuan titik nol (Zeroing) cairan
Sistem pemantauan dengan transduser harus Pada saat kalibrasi, aliran cairan ke arah
dikalibrasi dahulu. Titik nol merupakan pasien ditutup, sehingga cairan pada
pedoman level netral dalam melakukan seluruh transduser akan terhubung dengan atmosfer
pengukuran tekanan. Tekanan fisiologis nilainya (layar monitor menunjukkan angka nol
dianggap nol, sedangkan tekanan atmosfer mmHg). Jika tidak menunjukkan angka nol,
nilainya setara dengan 760 mmHg (torr) pada prosedur harus diulang kembali (kesalahan
permukaan laut. Dinyatakan pembacaan pada transduser, kabel, ataupun konsol
nol (zeroing) jika tampilan di layar monitor monitor).

terbuka posisi
ke udara capped off

Gambar 11.5. Prosedur menentukan titik nol


pemantauan Hemodinamik 99

Jika pembacaan sudah menunjukkan titik sudah harus mampu mengidentifikasi insufisiensi
nol, aliran cairan ke pasien dibuka kembali kardiovaskular yang terjadi sebelum gambaran
(hati-hati adanya udara bebas dalam saluran klinis hipoperfusi muncul. Pemantauan
ke arah pasien). hemodinamik untuk menilai efek terapi yang
telah dilakukan, juga dapat berfungsi sebagai
Penentuan level referensi (leveling) perangkat pemantau itu sendiri. Perubahan
hemodinamik yang cepat dapat direspon
Pengukuran kardiovaskular pada umumnya dengan aplikasi terapi yang berdasarkan pada
memakai referensi titik nol di posisi mid- pemantauan sebelumnya. Pemantauan fungsi
chest atau lebih tepatnya di garis mid-aksila hemodinamik haruslah selalu berpegang
yang disebut juga aksis flebostatik (kira-kira pada prinsip untuk memberikan perbaikan
setengah diameter anteroposterior pasien) yang terapi dan merupakan komponen sentral dari
terletak di bawah angulus sternum. Posisi ini perawatan pasien sakit kritis di unit rawat
dipilih karena ventrikel kiri dan aorta biasanya intensif. Pemantauan fungsi hemodinamik
terletak di tengah-tengah antara sternum dan merupakan implikasi dari aplikasi terapi yang
permukaan tempat tidur, yang terlihat jelas pada dilakukan. Contohnya pada fluid challenge yang
fluoroskopi. Biasanya ujung kanul atau kateter dikerjakan untuk menilai respon preload. Pola
pengukur tekanan terletak di sekitar level ini. variasi hemodinamik dapat memberi gambaran
Ada dua cara menentukan level tekanan penyebab insufisiensi kardiovaskular yang terjadi
pada pengukuran hemodinamik: apakah merupakan suatu kondisi hipovolemik,
1. Stopcock transduser yang terhubung dengan kardiogenik, obstruksi atau distributif.
extension tubing terletak setinggi mid-chest, Efektifitas pemantauan hemodinamik
pada waktu jalur ke pasien ditutup dan tergantung dari teknologi yang tersedia dan
jalur ke diafragma dibuka ke arah atmosfer. kemampuan klinisi untuk menginterpretasi dan
Kemudian dilihat tampilan pada layar mempergunakan hasilnya dalam tatalaksana
monitor yang menunjukkan angka nol. pasien. Bagaimanapun juga, tidak ada satupun
2. Transduser dapat terletak dimana saja di perangkat pemantauan, apakah non-invasif
level yang relatif vertikal dengan dada atau invasif, presisi kurang atau yang sangat
pasien. Stopcock yang terletak antara posisi akurat, sederhana atau yang canggih sekalipun,
kateter dan transduser, yang ke arah pasien akan dapat memperbaiki keluaran kecuali
ditutup sedangkan yang ke arah atmosfer bila digabungkan dengan terapi, yang akan
dibuka. Tampilan pada layar monitor membuat perbaikan kondisi pasien. Pemantauan
akan menyesuaikan sampai pembacaan hemodinamik harus selalu berada dalam konteks
menunjukkan angka nol. Setiap perbedaan kebutuhan pasien, patofisiologi, waktu dan
tekanan hidrostatik antara diafragma proses penyakit, serta sistim pelayanan medis
transduser dan stopcock akan dikompensasi yang berlaku di unit perawatan itu sendiri.
secara elektrik.
Pemantauan fungsi hemodinamik secara
Pemantauan fungsi hemodinamik statik
Pemantauan hemodinamik merupakan alat Parameter hemodinamik statik umumnya
fungsional yang dapat digunakan untuk dapat dilihat dan dinilai langsung pada pasien
membuat estimasi dari kondisi dan cadangan (bedside), seringkali pula hasil pemantauannya
fisiologik tubuh, yang berkonotasi langsung dapat digunakan pada saat itu juga, sebagai
dengan terapi yang diberikan. Seringkali kita acuan dalam pengambilan keputusan klinis.
100 Buku Ajar pediatri gawat Darurat

Tekanan darah arterial terhadap pemberian volume. Tekanan vena


Tekanan darah arterial adalah rentang nilai sentral sering digunakan untuk memperkirakan
antara tekanan sistolik dan diastolik, jadi tekanan pengisian ventrikel kanan, yang
bukanlah merupakan suatu nilai mutlak. Oleh bertujuan untuk analisis fungsi ventrikel kanan.
karena itu, tekanan darah yang dianggap normal Berdasarkan statistik terdapat korelasi antara
tidak serta-merta mencerminkan stabilitas tekanan pengisian ventrikel kanan dan kiri,
hemodinamik. Nilai ambang tekanan darah oleh karena itu tekanan vena sentral dapat juga
untuk menjamin perfusi yang adekuat sulit digunakan untuk menilai fungsi ventrikel kiri.
untuk ditentukan, karena akan berbeda untuk Dengan sendirinya penilaian fungsi ventrikel
tiap pasien, kondisi dan waktunya. Masing- kiri kurang akurat bila hanya mengandalkan
masing sistem organ dalam tubuh cenderung pengukuran tekanan vena sentral saja.
untuk mengatur aliran darahnya sendiri Tidak ada nilai ambang tekanan vena
(autoregulation). Sepanjang laju metabolik sentral yang dapat dijadikan petanda kenaikan
sistemik tidak mengganggu laju metabolik organ,
curah jantung untuk menilai respons resusitasi
aliran darah ke sistem organ relatif konstan. Laju
cairan. Pada umumnya perubahan curah
aliran darah regional tersebut bervariasi antara
satu organ dengan lainnya, bergantung pada jantung terjadi pada tekanan 0-10 mmHg.
tekanan rerata arterial, status sirkulasi, aktivitas Curah jantung akan menurun konsisten
metabolik, penyakit dasarnya dan terapi obat dengan berkurangnya tekanan vena sentral
vasoaktif yang diberikan. Tekanan darah arterial jika nilainya kurang 10 mmHg, akan tetapi
sangat tergantung pada aliran darah dari organ jika nilai tekanan vena sentral lebih dari 10
sehingga keadaan hipotensi (tekanan rerata mmHg tidak mempunyai nilai prediksi akan
arterial/MAP <65 mmHg) selalu bermakna volume darah yang adekuat atau efektif. Bila
patologis. kontraktilitas, afterload, dan frekuensi jantung
konstan, untuk curah jantung sebesar 5 L/
menit, perubahan tekanan vena sentral tiap 1
Tekanan vena sentral mmHg sama dengan perubahan sebesar 500 mL/
Tekanan vena sentral adalah tekanan di akhir menit. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
aliran balik vena sistemik. Nilai tekanan vena perubahan tekanan vena sentral seringkali tidak
sentral biasanya rendah. Pada pasien yang menggambarkan nilai preload karena banyak
diberikan ventilasi mekanis, nilai ambang faktor yang mempengaruhi tekanan vena sentral.
tekanan vena sentral dapat dipakai untuk Bafaqeeh dan Magder mendapatkan 35% kasus
memprediksi ketidakstabilan hemodinamik dengan tekanan vena sentral <10 mmHg tidak
dalam menilai respon akibat peningkatan menunjukkan respons dengan fluid challenge,
tekanan jalan nafas karena pemberian PEEP sedangkan beberapa kasus dengan tekanan vena
(tekanan positif akhir ekspirasi). Jellinek dkk sentral >12 mmHg memberikan respons.
menemukan bahwa pada pasien dengan ALI Efektifitas penggunaan tekanan vena
(acute lung injury), nilai tekanan vena sentral sentral sebagai pedoman diagnosis atau terapi
sejalan dengan penurunan curah jantung jika belum banyak terbukti. Penilaian tekanan vena
PEEP ditingkatkan. Pada pasien yang bernafas sentral secara dinamis saat ini dianggap lebih
spontan, aliran balik vena meningkat pada berguna untuk kepentingan klinis.
waktu inspirasi karena penurunan tekanan
dalam rongga dada dan meningginya tekanan di
intra-abdomen akibat pergerakan diafragma. Tekanan arteri pulmonal
Perubahan tekanan vena sentral juga dapat Kateterisasi arteri pulmonalis dipergunakan
digunakan untuk menilai respon ventrikel kanan untuk mengukur tekanan vaskular
pemantauan Hemodinamik 101

intrapulmonal, curah jantung, fraksi ejeksi aliran ke distal arteri pulmonal berlawanan arah
ventrikel kanan dan saturasi oksigen di mixed dengan vena pulmonal sampai kira-kira 1,5 cm
vein. Selain itu, dapat pula diukur dan dikalkulasi dari atrium kiri. Tekanan distal kateter pada
parameter hemodinamik lainnya seperti jumlah ujungnya setara dengan tekanan dan aliran
total pasokan dan konsumsi oksigen, resistensi darah dari vaskular paru di balik balon. Hal
vaskular paru dan sistemik, indeks kerja volume ini mencerminkan komponen dinamik yaitu
sekuncup ventrikel kanan dan kiri. kapasitas aliran proksimal arteri pulmonal ke
Sampai saat ini, masih terdapat kontroversi vena pulmonal yang melintasi resistensi sistim
penggunaan kateter arteri pulmonal dalam arteri-vena. Tekanan akhirnya merupakan nilai
manajemen pasien sakit kritis. Kateterisasi tekanan oklusi arteri pulmonal (PAOP). Dahulu
arteri pulmonal mempunyai peran terbatas pada pengukuran ini dikenal dengan istilah wedge
pasien anak, terutama dengan kelainan jantung pressure (P wedge).
bawaan. Hal ini disebabkan karena sulit mencari Umumnya pengukuran tekanan oklusi
ukuran kateter yang sesuai dan kesukaran arteri pulmonal digunakan untuk menentukan
mengarahkan kateter ke arteri pulmonalis penyebab edema paru. Nilai tekanan oklusi
akibat pirau intrakardiak. Beberapa penelitian arteri pulmonal kurang dari 18 – 20 mmHg
yang terakhir membuktikan bahwa penggunaan mengarahkan kemungkinan edema non-
kateter arteri pulmonal mulai ditinggalkan hidrostatik sedangkan jika nilainya > 18 – 20
karena estimasi saturasi oksigen mixed vein mmHg penyebabnya adalah edema hidrostatik.
sudah dapat diwakili oleh saturasi oksigen Edema hidrostatik karena peningkatan
vena sentral. Tingginya potensial risiko untuk permeabilitas kapiler atau alveoli disebut
terjadinya emboli paru juga mempengaruhi edema paru primer. Edema hidrostatik terjadi
sedikitnya frekuensi pemakaian prosedur ini. jika tekanan kapiler pulmonal lebih besar dari
18 mmHg. Edema paru sekunder diakibatkan
Mutiara bernas oleh peninggian tekanan kapiler paru. Pasien
sepsis pada kondisi status hiperdinamik akan
• Harus diingat bahwa terjadinya hipotensi
mengalami edema hidrostatik dengan resistensi
pada anak menujukkan bahwa anak sudah
vena pulmonal yang meningkat sedangkan
jatuh ke dalam kondisi syok yang lanjut.
pasien dengan penyakit paru terutama acute
• Kateterisasi arteri pulmonal mempunyai respiratory distress syndrome (ARDS), resistensi
peran terbatas pada pasien anak, terutama vena pulmonal meningkat tetapi tekanan oklusi
dengan kelainan jantung bawaan. arteri pulmonalnya rendah.
• penggunaan kateter arteri pulmonal Pengukuran tekanan oklusi arteri pulmonal
mulai ditinggalkan karena estimasi dapat juga digunakan untuk menilai preload dari
saturasi oksigen mixed vein sudah ventrikel kiri, yang direfleksikan dengan tekanan
dapat diwakili oleh saturasi oksigen vena pengisian ventrikel kiri dan volume akhir diastolik
sentral (ScvO2). ventrikel kiri (LVEDV). Nilai tekanan oklusi
arteri pulmonal <10 mmHg menggambarkan
LVEDV yang kecil sedangkan jika >18 mmHg
Tekanan oklusi arteri pulmonal diasumsikan dengan distensi ventrikel kiri. Saat
ini sudah dikaji bukti ketidakakuratan korelasi
Penggunaan balon di ujung kateter yang dapat tekanan oklusi arteri pulmonal dengan LVEDV
dikembangkan (kateter Swan-Ganz) merupakan sehingga tidak direkomendasikan untuk menilai
metode untuk mengukur tekanan oklusi arteri respons resusitasi cairan (preload responsiveness)
pulmonal. Inflasi balon akan membuat oklusi pada pasien sakit kritis.
102 Buku Ajar pediatri gawat Darurat

Curah jantung jantung, kompetensi katup jantung, tekanan


arteri pulmonal, dan kemampuan paru berfungsi
Curah jantung adalah volume darah yang
sebagai resistor sesuai hukum Starling. CVP
diejeksikan setiap menit oleh ventrikel kiri
lebih dapat diandalkan untuk mengukur preload
ke sirkulasi sistemik. Pada populasi pediatri
dibandingkan PAOP, sedangkan pengukuran
lebih umum jika dinyatakan dengan indeks
berdasarkan volume merupakan pengukuran
curah jantung (sesuai luas permukaan tubuh).
dinamik.
Nilai rerata indeks curah jantung yang sering
dijadikan rujukan: 3,5-5,5 L/menit/m2 . Nilai
curah jantung diperoleh dari pengukuran invasif fungsi diastolik
dan semi-invasif, baik dengan pemantauan
fungsi hemodinamik statik ataupun dinamik. Definisi diastolik adalah periode mulai dari akhir
Denyut jantung, preload, fungsi diastolik, ejeksi aorta sampai saat awal ventrikel akan
kontraktilitas dan afterload adalah komponen berkontraksi untuk ejeksi berikutnya. Fungsi
yang mempengaruhi curah jantung : diastolik sangat penting untuk mempertahankan
curah jantung yang adekuat. Pengukuran fungsi
diastolik pada anak sangat terbatas.
Denyut jantung
Pemeriksaan denyut jantung adalah hal rutin Kontraktilitas
yang dilakukan dalam perawatan pasien.
Kontraktilitas adalah status inotropik jantung
Peningkatan denyut jantung yang signifikan
yang dikaitkan dengan kecepatan dan
tanpa sebab yang jelas (setelah dikonfirmasi
peregangan otot miokardium pada waktu
dengan pemeriksaan lainnya yaitu peningkatan
preload dan afterload. Perubahan kontraktilitas
usaha nafas, pengisian kapiler melambat,
ventrikel sangat berpengaruh pada kondisi
penurunan kesadaran) menggambarkan perfusi
perfusi dan fungsi ventrikel. Kontraktilitas
yang tidak adekuat.
tidak dapat diukur secara bedside. Baku emas
pengukuran kontraktilitas adalah mengukur
preload dengan memakai impedans intrakardiak.
Preload merupakan jumlah volume saat ventrikel
meregang pada waktu akhir pengisiannya Afterload
(fase akhir diastolik). Preload dipengaruhi
Afterload adalah jumlah volume yang diandaikan
oleh banyak faktor dan cukup sulit untuk
sebagai beban, yang dilawan oleh ventrikel pada
melakukan pengukuran preload secara bedside.
waktu mengejeksi darah ke sirkulasi arteri.
Pengukuran preload diperoleh dengan cara
Afterload tidak dapat diukur secara langsung.
statik atau dinamik. Dua prosedur pengukuran
Resistensi vaskular sistemik (systemic vascular
preload secara statik yang sering dilakukan
resistance, SVR) dan resistensi pulmonal paru
adalah berdasarkan tekanan (pressure-based)
(pulmonary vascular resistance, PVR) dapat
yaitu tekanan vena sentral (central vein pressure/
dijadikan acuan untuk membedakan afterload
CVP, disebut juga tekanan atrium kanan) dan
ventrikel kanan dan kiri. SVR menggambarkan
tekanan oklusi arteri pulmonal (pulmonary artery
rerata resistensi pada aliran darah sistemik.
occlusion pressure/PAOP, disebut juga tekanan
Secara klinis, SVR dikalkulasi dari tekanan
atrium kiri). Kedua jenis pengukuran ini sangat
rerata arterial (MAP) dikurangi tekanan atrium
tidak akurat untuk menjadi petanda status
kanan (CVP) dibagi jumlah curah jantung.
volume. Faktor-faktor yang mempengaruhinya
Penurunan nilai SVR merupakan implikasi dari
adalah kapasitas vena, komplians ruang
pemantauan Hemodinamik 103

general vasodilatasi yang terjadi. Pengukuran menjadi petanda terjadinya metabolisme


SVR mempunyai nilai diagnostik yang penting anaerob. Kadar saturasi oksigen mixed vein yang
dan menjadi tuntunan dalam penggunaan obat rendah dan persisten <30 % dihubungkan
vasodilator ataupun vasopresor. Faktor yang dengan iskemia jaringan. Rentang perbedaan
dapat menurunkan SVR dan afterload ventrikel saturasi arteri-vena sebesar 20-30% dianggap
kiri adalah obat vasodilator, status hiperdinamik normal.
pada syok septik, sirosis, regurgitasi aorta yang
terkompensasi, anemia, syok anafilaktik dan
Pemantauan fungsi hemodinamik secara
neurogenik. Peninggian SVR dan afterload
ventrikel kiri dapat ditemukan pada kondisi dinamik
hipovolemia, hipotermia, LCOS (low cardiac Pemantauan fungsi hemodinamik secara
output syndrome) dan akibat pemberian dinamik merupakan suatu uji terapi karena efek
katekolamin yang berlebihan. PVR merupakan pemantauan berfungsi perangkat pemantau
rerata resistensi aliran darah pada sirkulasi untuk dasar pemberian terapi selanjutnya.
pulmonal. Nilai PVR dikalkulasi dari selisih
MAP dan PAOP dibagi dengan nilai curah
jantung. Nilai PVR biasanya lebih rendah volume challenge
dari SVR karena sirkulasi paru pada keadaan Volume challenge bukanlah resusitasi
normal resistensinya rendah dan compliant cairan melainkan suatu uji belaka, untuk
tinggi. Faktor yang dapat meningkatkan PVR mengidentifikasi apakah preload masih responsif
dan afterload ventrikel kanan adalah edema terhadap pemberian cairan. Fluid responsiveness
paru kardiogenik dan non-kardiogenik, sepsis, diartikan sebagai pemberian sejumlah cairan
asidemia, hipoksemia, idiopatik hipertensi yang secara nyata dapat meningkatkan curah
pulmonal primer, kelainan katup jantung dan jantung. Hal ini mencerminkan bahwa ekspansi
emboli paru masif. Obat vasodilator pulmonal sejumlah cairan tersebut mampu menginduksi
seperti epoprostenol dapat menurunkan PVR peningkatan nyata dari LVEDV, yang akan
dan afterload ventrikel kanan. meninggikan tekanan transmural dan pada
akhirnya meningkatkan isi sekuncup ventrikel
kiri dan curah jantung. Fluid challenge hanya
Saturasi oksigen mixed vein
diberikan pada kondisi dimana terdapat
Saturasi oksigen di mixed vein merefleksikan kemungkinan terjadinya hipoperfusi jaringan.
muatan saturasi oksigen di semua sumber aliran Volume challenge sebagai pendekatan diagnostik
balik vena (vena kava superior, vena kava primer pada pasien dengan hemodinamik tidak
inferior dan sinus koronarius) yang bermuara stabil mempunyai dampak klinis yang sangat
ke atrium kanan dan arteri pulmonal. Saturasi penting. Pada uji volume challenge, estimasi
mixed vein menjadi parameter penentu dalam hasilnya didasarkan pada perbaikan status
menilai kecukupan pasokan oksigen. Walaupun sirkulasi (misal: peningkatan tekanan darah
Rivers dkk memopulerkan pengukuran saturasi dan penurunan denyut jantung) yang menjadi
oksigen di vena kava superior sebagai pengganti responnya. Masih belum ada kesepakatan
mixed vein untuk indikator pasokan oksigen, berapa volume cairan dan kecepatan infus
baku emas tetaplah saturasi mixed vein. Nilai yang diberikan pada fluid challenge. Baku emas
normal dari saturasi oksigen mixed vein adalah uji dinamik adalah dengan melakukan fluid
65 – 70%. Kadar saturasi oksigen mixed vein challenge untuk menilai kurva Starling. Uji ini
<60 % merupakan indikasi adanya kegagalan dilakukan dengan memberikan cairan secara
oksigenasi jaringan, jika saturasinya <50% cepat hingga meningkatkan tekanan vena
104 Buku Ajar pediatri gawat Darurat

Pemberian Preload
I50 60
C D

Isi seKuncup
ventriKel Kiri
TeKanan

I00 SVD 40 B PembentuKan


Edema
SVC A
50 SVB
D 20 Efusi
SVA C pleura
A B
0 0
0 20 40 60 80 0 I0 20 30
Volume ventriKel Kiri TeKanan atrium Kiri
Gambar 11.6. Pemberian preload akan meningkatkan isi sekuncup sampai batas tertentu
Dikutip dari: Sagawa K, Circulation 1981;63:1223

sentral sedikitnya 2 mmHg untuk menilai curah passive leg raising


jantung. Bila fungsi jantung masih terletak pada
Peninggian tungkai sampai 300 secara transien
bagian yang curam pada kurva, maka pemberian
dapat meningkatkan aliran balik vena dengan
cairan ini akan meningkatkan curah jantung.
cepat, pada pasien yang responsif preload.
Pada Gambar 11.6 dapat dijelaskan bahwa pada
Peningkatan aliran balik vena ini hanya bersifat
kurva tekanan-volume pemberian volume akan
sementara untuk meningkatkan curah jantung
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri
dan bukan merupakan terapi untuk kondisi
dan pada saat yg sama akan meningkatkan isi
hipovolemia. Keuntungan dari perasat ini yaitu
sekuncup (dari titik A ke B). Pemberian volume
mudah dilakukan, efeknya pada volume challenge
yang lebih banyak lagi tidak akan meningkatkan
hanya sementara dan reversibel, sesuai dengan
isi sekuncup (B ke C kemudian D), bahkan pada
ukuran tubuh individual, dapat diulang sesuai
titik ini dapat terjadi edema.
kebutuhan untuk menguji preload responsiveness.
Pada yang masih respon terhadap Keterbatasan dari prosedur ini adalah volume
penambahan volume, cairan resusitasi dapat darah yang dimobilisasi dengan meninggikan
diberikan dengan risiko minimal yang mungkin tungkai sangat bergantung pada total jumlah
akan memperburuk kor pulmonale atau aliran darah, sehingga pada pasien dengan
menginduksi edema paru. Volume challenge pada hipovolemia berat mungkin kurang efektif.
pasien yang tidak responsif akan memperburuk
hemodinamik dan mempresipitasi edema paru.
Teboul dkk menemukan ternyata hanya 50% Perubahan tekanan vena sentral selama
pasien dengan hemodinamik tidak stabil yang pernafasan
masih responsif terhadap preload. Penundaan Uji dinamik lainnya adalah dengan mengamati
terapi berupa keterlambatan pemberian cairan perubahan tekanan vena sentral saat inspirasi dan
berakibat penurunan kesintasan. ekspirasi pada pernafasan spontan. Penurunan
tekanan pleura mengakibatkan tekanan dalam
ruang jantung relatif lebih negatif terhadap
pemantauan Hemodinamik 105

Baseline
mmHg (”apnea”)
I50 I5 I 0 50 dUP
0 5 dDown S PV

75

PAP
CVP
0
EI Insp Insp Insp
Gambar 11.7. Dampak variasi respirasi terhadap tekanan arteri
Dikutip dari: Magder s. Clinical commentary: Clinical usefulness of respiratory variation in arterial pressure. Am j Respir
Crit Care Med 2004; 169: 151-5

45 cm H2O
TeKanan jalan napas

I20 mm Hg
5 TeKanan Nadi (PP)=
PPmax-PPmin
TeKanan Arterial

TeKanan SistoliK (SP)=


SPmax-SPmin
40
2 detiK

Gambar 11.8. Contoh rekaman kurva tekanan arteri sistemik dan tekanan jalan napas pada seorang pasien
dengan variasi tekanan sistolik dan tekanan nadi yang besar.
Dikutip dari: Pinsky MR. hemodynamic monitoring in the intensive care unit. Clin Chest med 2003; 24: 549-60
106 Buku Ajar pediatri gawat Darurat

Tabel 11.2.Variabel hemodinamik yang dapat menjadi peringatan terjadinya gangguan hemodinamik
Jenis variabel Parameter Komentar
Tunggal Tekanan darah hipotensi
Tekanan vena sentral (CvP) CvP hanya meningkat penyakit tertentu
Tekanan baji arteri pulmonalis (PAwP) PAwP merupakan tekanan balik kearah aliran vena
pulmonalis
Curah jantung Tidak ada nilai normal.yang dinilai adalah curah jantung
adekuat atau tidak
Saturasi oksigen mixed-venous (SvO2) Penurunan SvO2 cukup sensitif tapi kurang spesifik
sebagai penanda stress kardiovaskular
Dinamik volume chalenge Respons positif ditandai dg peningkatan tekanan darah,
CvP, PAwP, curah jantung dan SvO2. Selain itu ditandai
dengan penurunan laju nadi
Terjadinya kolaps vena kava saat ventilasi Kolaps total vena kava inferior
tekanan positif pada analisis ekokardiografi 36% kolaps vena kava superior
menunjukkan CvP < 10
Menentukan respons pengisian preload ≥13% variasi tekanan nadi saat dalam ventilasi tekanan
positif
>1 mmhg penurunan CvP selama dalam inspirasi
spontan

tekanan atmosfer, sementara kurva aliran balik untuk menilai respons kardiovaskular terhadap
vena tidak terpengaruh, karena sebagian besar pemberian cairan antara lain systolic pressure
vena terletak di luar rongga toraks. Bila kurva variation (SPV), pulse pressure variation (PPV) dan
jantung (kurva Starling) terletak pada bagian stroke volume variation (SVV).
yang curam, perubahan tekanan atrium kanan Pada gambar 11.3 Tekanan sistolik dan
relatif akan meningkatkan aliran balik vena diastolik diukur secara invasif, sementara itu
hingga akan meningkatkan curah jantung. Bila tekanan nadi dihitung sebagai selisih tekanan
kurva terletak pada bagian yang mendatar, maka sistolik dan diastolik. Nilai maksimum dan
pernapasan tidak akan mengubah curah jantung. minimum dari tekanan sistolik dan diastolik
Penelitian Magder dkk memakai patokan (PPmax dan PPmin) ditentukan pada setiap
penurunan CVP >1 mmHg pada pasien yang siklus napas. Perubahan tekanan nadi terhadap
bernapas spontan secara adekuat. Penurunan perubahan tekanan di jalan napas (delta PP)
CVP >1 mmHg menandakan penurunan dihitung sebagai selisih PPmax dan PP min dibagi
tekanan intratorakal >-2 mmHg dan secara dengan rerata dari kedua nilai itu dan dinyatakan
klinis dapat menjadi patokan bahwa pasien dalam persen. Michard dkk menemukan bahwa
masih responsif terhadap pemberian preload. nilai ambang terbaik pasien masih respons
Pada pasien yang mendapat bantuan terhadap pemberian preload adalah 13%.
ventilasi mekanik, tekanan positif intratorakal
mengurangi aliran balik vena sebesar 20%.
Pada keadaan hipovolemik, reduksi aliran KepustaKaan
balik vena dapat sampai 70%. Oleh karena
itu, penggunaan ventilator mengakibatkan 1. Carcillo JA, Fields AI. Critical practice for
perubahan dan fluktuasi isi sekuncup ventrikel hemodynamic support of pediatric and neonatal
patients in septic shock. Crit Care Med
kiri, yang dapat terbaca pada gelombang arteri.
2002:30;1365-70.
Beberapa parameter yang dapat digunakan
pemantauan Hemodinamik 107

2. Charron C, Caille V, Jardin F dan Vieillard- 10. McGhee BH, Bridges MEJ. Monitoring arterial
Baron A. Echocardiographic measurement of blood pressure: what you may not know. Crit
fluid responsiveness. Current Opinion in Critical Care Nurse 2002:22; 60-79.
Care 2000:12;249-54. 11. Michard F, Boussard S, Chemla D. Relation
3. Darovic GO. Hemodynamic monitoring: between respiratory changes in arterial pulse
invasive and non-invasive. Clinical application. pressure and fluid responsivenessin septic
Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders,2002. h.113- patientwith acute circulatory failure. Am J
90. respire Crit Care Med 2000:162(1): 134-8
4. Evans JM, Harry ED, Schenkman KA. Principles 12. Michard F, Teboul JL. Predicting fluid
of invasive monitoring. Dalam: Fuhrman BP, responsiveness in ICU patients, a critical analysis
Zimmerman J, penyunting. Pediatric critical care. of the evidence. Chest 2002;121:2000-8.
Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby-Elsevier,2006. 13. Pinsky MR, Payen D. Functional hemodynamic
h.251-64. monitoring. Critical Care 2005,9:566-72.
5. Fawcett JAD. Hemodynamic monitoring made 14. Pinsky MR. Hemodynamic monitoring in
easy. Philadelphia: Elsevier,2006. h.53-130. the intensive care unit. Clin Chest Med
6. Hall JB. Mixed venous oxygenation saturation 2003;24:549-60.
(SvO2). Dalam: Pinsky MR, Payen D, penyunting. 15. Reinhart K, Blos F. Central venous oxygen
Functional hemodynamic monitoring: update in saturation (ScvO2). Dalam: Pinsky MR, Payen
intensive care medicine. Brussel: Springer,2006. D, penyunting. Functional hemodynamic
h.233-40. monitoring: update in intensive care medicine.
7. Halley GC, Tibby S. Hemodynamic monitoring. Brussel: Springer,2006. h.241-50.
Dalam: Nichols DG, penyunting. Roger’s 16. Tsai AG, Kerger H, Intaglietta M. Oxygen
textbook of pediatric intensivecare. Philadelphia: distribution and consumption by the
Lippincott William & Wilkins,2008. h.1039-63. microcirculation and the determinants of tissue
8. Marini JJ, Wheeler AP. Critical care medicine: survival. Dalam: Sibbald WJ, Messmer K, Fink
the essentials. Edisi ke-3. Philadelphia: MP, penyunting. Tissue oxygenation in acute
Lippincott William & Wilkins,2006. h.20-45. medicine. Brussel: Springer,2002. h.53-62.
9. Marino PL. The ICU book. Edisi ke-3. 17. Vincent JL. DO2/VO2 relationships. Dalam:
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, Pinsky MR, Payen D, penyunting. Functional
2007. h.151-207. hemodynamic monitoring: update in intensive
care medicine. Brussel: Springer,2006. h.251-8.
12 Syok
Hari Kushartono, Antonius Pudjiadi

Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan gagal ginjal akut. Depresi miokardium juga sering
sistem sirkulasi dengan akibat ketidakcukupan terjadi, sementara hipotensi yang lama dapat pula
pasokan oksigen dan substrat metabolik lain menyebabkan gangguan hati.
ke jaringan serta kegagalan pembuangan sisa
metabolisme. Berdasarkan komponen sistem
sirkulasi, terdapat 3 jenis syok yaitu syok SyOK KARDIOGENIK
hipovolemik, kardiogenik, dan distributif.
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa
jantung yang dapat disebabkan oleh preload,
SyOK hIPOvOlEMIK afterload atau kontraktilitas miokardium. Curah
jantung juga menurun pada disritmia. Gangguan
Syok hipovolemik merupakan syok yang paling preload dapat terjadi akibat pneumotoraks,
sering dijumpai pada anak, terjadi akibat efusi perikardium, hemoperikardium atau
kehilangan cairan tubuh yang berlebihan. pneumoperikardium. Gangguan afterload dapat
Penyebab tersering syok hipovolemik pada anak terjadi akibat kelainan obstruktif kongenital,
adalah muntah, diare, glikosuria, kebocoran emboli, peningkatan resistensi vaskular sistemik
plasma (misalnya pada demam berdarah (misalnya pada feokromositoma). Gangguan
dengue), sepsis, trauma, luka bakar, perdarahan kontraktilitas miokardium dapat diakibatkan
saluran cerna, dan perdarahan intrakranial. oleh infeksi virus, gangguan metabolik (seperti
Akibat kehilangan cairan, terjadi penurunan asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia), penyakit
preload. Sesuai dengan hukum Starling, kolagen, dan lain-lain. Disritmia, misalnya
penurunan preload mengakibatkan penurunan blok arterioventrikular atau takikardia atrial
isi sekuncup dan selanjutnya penurunan curah paroksismal dapat mengakibatkan syok
jantung. Baroreseptor akan merangsang saraf kardiogenik. Respons neurohumoral seperti
simpatis untuk meningkatkan denyut jantung dan pada syok hipovolemik, dapat juga terjadi pada
vasokonstriksi untuk mempertahankan curah syok kardiogenik. Peningkatan resistensi vaskular
jantung dan tekanan darah. Syok hipovolemik sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih
yang lama dapat mengakibatkan gangguan lanjut akan berakibat penurunan curah jantung.
fungsi berbagai organ. Dalam keadaan normal,
ginjal menerima 25% curah jantung. Pada syok
hipovolemik akan terjadi redistribusi aliran SyOK DISTRIbUTIf
darah dari korteks ke medula. Bila keadaan ini
berlangsung lama, akan terjadi tubular nekrosis Syok distributif dapat terjadi akibat berbagai
akut serta gangguan glomerulus dengan akibat sebab, seperti blok saraf otonom pada anestesia
(syok neurogenik), anafilaksis, dan sepsis.
Syok 109

Penurunan resistensi vaskular sistemik secara pembesaran hati pada kegagalan ventrikel kanan,
mendadak akan berakibat penumpukan darah ronki basah halus tidak nyaring, takipnea sampai
dalam pembuluh darah perifer dan penurunan pink frothy sputum dapat dijumpai pada kegagalan
tekanan vena sentral. Pada syok septik, keadaan ventrikel kiri. Irama derap dapat dijumpai pada
ini diperberat dengan adanya peningkatan kegagalan ventrikel kanan maupun kiri.
permeabilitas kapiler sehingga volume Syok distributif memberikan gambaran
intravaskular berkurang. gangguan perfusi seperti pada syok lainnya
seperti oliguria dan gangguan kesadaran. Warm
shock yang umumnya dijumpai pada awal syok
Mutiara bernas
septik terjadi akibat vasodilatasi vaskular, ditandai
• Syok hipovolemik merupakan syok dengan perabaan kulit yang hangat, kemerahan
yang paling sering dijumpai pada anak, (flushed skin), peningkatan tekanan nadi, takikardi,
terjadi akibat kehilangan cairan tubuh dan takipnu. Bila penyebabnya sepsis, maka akan
yang berlebihan. dijumpai pula gejala sepsis lain, misalnya gejala
• Kecukupan cairan intravaskular sangat koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom
penting dalam tata laksana syok pada distress pernapasan akut.
anak.

TATA lAKSANA SyOK


MANIfESTASI KlINIS Untuk mencegah komplikasi lanjut berupa
kerusakan organ, tata laksana syok harus
Manifestasi klinis syok hipovolemik dipengaruhi dilakukan dengan cepat. Dalam 1 jam pertama
oleh besarnya kehilangan cairan tubuh dan harus dicapai waktu pengisian kapiler kurang
mekanisme kompensasi. Kehilangan 5-10% berat dari 2 detik, denyut nadi yang normal tanpa
badan umumnya masih dapat dikompensasi. perbedaan kualitas nadi perifer dan sentral,
Selain tanda kehilangan cairan, mekanisme produksi urin lebih dari 1 mL/kgBB/jam,
kompensasi dapat dikenali dengan dijumpainya kesadaran normal, tekanan darah normal sesuai
produksi urin yang menurun, ujung ekstremitas usia, dan saturasi oksigen lebih dari 95%.
dingin, dan waktu pengisian kapiler yang sedikit
memanjang. Mekanisme kompensasi tidak akan
memadai pada kehilangan 15% berat badan SyOK hIPOvOlEMIK
atau lebih. Kesadaran akan menurun, produksi
urin minimal atau tidak ada, ujung ekstremitas Pemberian cairan kristaloid 10-20 mL/kgBB secara
dingin dan mottled, nadi perifer sangat lemah atau bolus dalam 10-30 menit dapat dilakukan sambil
tidak teraba, takikardia, tekanan darah menurun menilai respons tubuh. Pada syok hipovolemik,
atau tidak terukur. Hipoksia jaringan akan peningkatan volume intravaskular akan
mengakibatkan asidosis dan takipnea. Dalam meningkatkan isi sekuncup disertai penurunan
keadaan lanjut akan terjadi pernapasan periodik frekuensi jantung. Pada kasus yang berat,
atau apnu yang selanjutnya disusul dengan henti pemberian cairan dapat diulangi 10 mL/kgBB
jantung. sambil menilai respons tubuh. Pada umumnya
Gangguan perfusi pada syok kardiogenik anak dengan syok hipovolemik mempunyai
menyebabkan gejala yang serupa dengan syok nilai tekanan vena sentral kurang dari 5 mmHg.
hipovolemik. Tanda bendungan dapat dijumpai, Pemberian cairan harus diteruskan hingga
seperti peningkatan tekanan vena jugularis dan mencapai normovolemik. Kebutuhan cairan
110 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

untuk mengisi ruang intravaskuler umumnya fungsi kardiovaskular yang optimal, dengan
dapat dikurangi bila digunakan cairan koloid. pengaturan preload, penggunaan obat inotropik
dan vasodilator (seperti sodium nitroprusid,
nitrogliserin), dibutuhkan pemantauan tekanan
SyOK KARDIOGENIK darah, curah jantung, dan resistensi vaskular
sistemik.
Curah jantung ditentukan oleh isi sekuncup dan
frekuensi jantung. Bayi mempunyai ventrikel
yang relatif noncompliant dengan kemampuan SyOK DISTRIbUTIf DAN SyOK SEPTIK
meningkatkan isi sekuncup yang amat terbatas.
Karena itu curah jantung bayi amat bergantung Tata laksana syok distributif adalah pengisian
pada frekuensi. Syok kardiogenik pada penyakit volume intravaskular dan mengatasi penyebab
jantung bawaan tidak dibahas di sini. primernya. Syok septik merupakan suatu keadaan
Isi sekuncup dipengaruhi oleh preload, khusus dengan patofisiologi yang kompleks. Pada
afterload, dan kontraktilitas miokardium. syok septik, warm shock, suatu syok distributif,
Sesuai dengan hukum Starling, peningkatan terjadi pada fase awal. Penggunaan stimulator alfa
preload akan berkorelasi positif terhadap curah (seperti noradrenalin) dilaporkan tidak banyak
jantung hingga tercapai plateau. Karena itu, memperbaiki keadaan, bahkan menurunkan
sekalipun terdapat gangguan fungsi jantung, produksi urin dan mengakibatkan asidosis laktat.
mempertahankan preload yang optimal tetap Pada fase lanjut, terjadi penurunan curah jantung
harus dilakukan. Penurunan curah jantung pasca dan peningkatan resistensi vaskular sistemik
bolus cairan menunjukkan bahwa volume loading akibat hipoksemia dan asidosis. Karena itu tata
harus dihentikan. Upaya menurunkan afterload laksana syok septik lanjut mengikuti kaidah syok
terindikasi pada keadaan gagal jantung dengan kardiogenik. Sekalipun masih kontroversial,
peningkatan resistensi vaskular sistemik yang steroid terkadang digunakan pada syok septik
berlebihan. Untuk tujuan ini dapat digunakan yang resisten terhadap katekolamin dengan risiko
vasodilator. insufisiensi adrenal.
Diuretik digunakan pada kasus dengan
tanda kongestif paru maupun sistemik. Untuk KEPUSTAKAAN
tujuan ini dapat digunakan loop diuretic, atau
1. Carcillo JA, Fields AI. American College of
kombinasi dengan bumetanid, tiazid atau Critical Care Medicine Task Force Committee
metolazon. Members. Clinical practice parameters for
Berbagai kondisi yang memperburuk hemodynamic support of pediatric and neonatal
fungsi kontraktilitas miokardium harus segera patients in septic shock. Crit Care Med
diatasi, seperti hipoksemia, hipoglikemia, 2002:30;1365-78.
dan asidosis. Untuk memperbaiki fungsi 2. Zingarelli B. Shock and reperfusion. Dalam:
kontraktilitas ini, selanjutnya dapat digunakan Nichols DG, penyunting. Roger’s textbook of
obat inotropik (seperti dopamin, dobutamin, pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
adrenalin, amrinon, milrinon). Untuk mencapai Lippincott Williams &Wilkins,2008. h. 252-65.
13 Kegawatan pada Penyakit jantung
bawaan (Pjb)
Eva Miranda Marwali, Liza Fitria Zaimi

Kegawatan pada PJB mencakup tata laksana berdasarkan kelainan yang ditemukan. Operasi
kegawatan pra-operasi dan pasca operasi. Tata dilakukan bila kondisi jantung, paru, ginjal, dan
laksana pra-operasi maupun pasca operasi susunan syaraf pusat sudah optimal.
PJB pada bayi dan anak membutuhkan
koordinasi yang baik dari tim yang melibatkan
dokter kardiologi anak, dokter bedah jantung PRINSIP UMUM ANATOMI DAN
anak, intensivist jantung anak, ahli anestesi fISIOlOGI KElAINAN Pjb yANG
kardiovaskular, perfusionis, perawat anak, MEMPENGARUhI MANAjEMEN PRA
fisioterapis, dan tentu saja anggota keluarga OPERASI DAN PASCA OPERASI
pasien sendiri. Setiap anggota tim memiliki
peran yang unik sesuai disiplin ilmunya sehingga Pjb Asianotik
tata laksana yang berkelanjutan dari PJB dapat
dilakukan secara optimal. Pada bahasan ini Anak anak dengan kelainan jantung asianotik
ruang lingkup dibatasi pada manajemen pra- dapat memiliki satu atau lebih defek di bawah
operasi. ini, yaitu:
Kebanyakan bayi dan anak dengan 1. Pirau jantung kiri ke kanan seperti defek
PJB dapat menjalani pengobatan rawat jalan septum atrium (atrial septal defect/ASD)
sampai tiba waktunya untuk dilakukan operasi, atau defek septum ventrikel (ventricular
namun kelompok bayi dan anak tertentu dapat septal defect/VSD)
mengalami kegawatan akibat gangguan fisiologi 2. Defek aliran masuk (inflow) dan aliran
jantung dan membutuhkan perawatan di keluar (outflow) pada ventrikel, seperti
rumah sakit untuk stabilisasi sebelum dilakukan stenosis mitral, penyakit katup aorta,
operasi. Prinsip tata laksana kegawatan pra- koarktasio aorta, dan lain-lain
operasi meliputi (a) stabilisasi awal, manajemen 3. Disfungsi miokard primer seperti
jalan napas, dan akses vaskular; (b) evaluasi kardiomiopati
secara cermat dan menyeluruh dengan alat
Ketiga jenis lesi di atas dapat menurunkan
non-invasif untuk mendiagnosis defek anatomi;
hantaran oksigen jaringan melalui 3 mekanisme
(c) resusitasi dengan evaluasi dan tata laksana
(tabel 13.1), yaitu (1) maldistribusi aliran darah
untuk disfungsi organ sekunder, khususnya
karena terdapat aliran darah paru (Qp) yang
otak, ginjal dan hati; (d) kateterisasi jantung
berlebihandan menurunnya aliran darahsistemik
bila dibutuhkan untuk diagnostik, atau prosedur
(Qs) (Qp:Qs>1); (2) terganggunya oksigenisasi
intervensi seperti ballon atrial septostomy
darah dalam paru karena peningkatan total
atau valvolotomy; (e) perencanaan jenis dan
cairan intra dan ekstravaskular paru yang
waktu operasi jantung yang akan dilakukan
disebut juga edema paru; (3) menurunnya
112 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 13.1. Mekanisme penurunan hantaran oksigen jaringan pada berbagai lesi PJB asianotik
Mekanisme Katagori lesi asianotik
Pirau kiri ke kanan Obstruksi inflow dan outflow Disfungsi miokard
Kontraktilitas yang menurun + +
Edema paru dan ventilasi perfusi + + +
mismatch
Maldistribusi aliran darah paru dan +
sistemik (Qp:Qs > 1)
Diikutip dari Ibsen l, Shen I, Ungerleider RM. Perioperative management of patients with congenital heart disease: a
multidisciplinary approach. Dalam: Nichols DG, penyunting. Critical heart disease in infants and children. Philadephia:
Elsevier; 2006. h. 561-78

Tabel 13.2. Korelasi perubahan morfometrik vaskular paru pra-operasi dengan variasi aliran darah (Qp),
tekanan (Ppa), dan resistensi (Rp) paru.
Derajat Morfometrik Data Kateterisasi
A dan b (ringan) Neomuskularisasi  Qp
 tebal tunika media: Ppa normal saat istirahat
< 1.5 x normal (A)
1.5 – 2 x normal (b-ringan)
b (berat) Neomuskularisasi  Qp
 tebal tunika media:  Ppa (≈ ½ sistemik)
> 2 x normal Rp normal
C Sama dengan b (berat)  Ppa
 jumlah arteri  Rp ( > 3.5 U/m2)
(relatif terhadap alveoli)
Dan biasanya  ukuran arteri
Dikutip dari Rabinovitch M, haworth SG, Castenada AR, dkk. lung biopsy in congenital heart disease: a morphometric
approach to pulmoanry vascular disease. Circulation 1978;58:1107-22

volume darah yang dipompa oleh ventrikel kiri Seiring dengan berjalannya waktu, peningkatan
ke dalam aliran sistemik. Qp menimbulkan perubahan mikrovaskular
paru, awalnya berupa vasokonstriksi paru yang
reversibel dan akhirnya menjadi penyakit
Maldistribusi aliran: (Qp:Qs >1)
vaskular paru yang menetap. Perlahan-lahan
Pada bayi dengan pirau jantung kiri ke dengan meningkatnya Rp, Qp akan menurun
kanan, aliran darah paru (Qp) meningkat (tabel 13.2).
karena menurunnya resistensi paru (Rp) yang Penentu utama aliran darah paru (Qp) adalah
cenderung tinggi saat lahir. Bila Qp meningkat resistensi paru (Rp). Pada pasien peningkatan Rp
secara bermakna, tekanan arteri pulmonal dan masih reaktif oksigen, fungsi ventrikel kiri
juga meningkat, terutama bila pirau jantung mungkin normal tetapi hantaran oksigen jaringan
kiri ke kanan berada setelah katup trikuspid, dapat terbatas karena penurunan curah jantung
seperti VSD besar atau aortopulmonary window. kanan atau timbulnya pirau jantung kanan ke kiri.
Dengan peningkatan aliran darah paru, Bila tekanan paru melampaui tekanan sistemik,
terjadi overload pada ventrikel kiri yang dapat terjadi pirau jantung kanan ke kiri dan pasien
menimbulkan gagal jantung, penurunan aliran menjadi biru. Tergantung pada tipe dan ukuran
darah sistemik, kongesti paru dan edema. dari lesi jantung, sirkulasi yang berlebihan ke paru
Kegawatan pada Penyakit Jantung Bawaan 113

yang tidak dikoreksi dapat menimbulkan penyakit Disfungsi miokard


vaskular paru obstruktif, paling dini terjadi pada
Pada pasien dengan kardiomiopati, penurunan
usia 6 bulan. Peningkatan Rp umumnya lebih
hantaran oksigen lebih banyak disebabkan oleh
sering timbul bila pirau jantung terdapat pada
disfungsi diastolik ventrikel dibanding disfungsi
tingkat ventrikel (VSD) atau pembuluh besar
sistolik. Disfungsi diastolik meningkatkan
(Trunkus arteriosus) dibandingkan dengan pirau
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan
pada tingkat atrium (ASD).
tekanan vena pulmonalis yang akhirnya
Aliran paru berlebihan dapat menimbulkan menimbulkan edema paru. Disfungsi sistolik
penyakit jantung kongesti melalui berbagai cara. menurunkan fraksi ejeksi dan curah jantung.
Peningkatan Qp menimbulkan beban volume Kardiomiopati merupakan lesi primer jantung
yang berlebihan pada ventrikel kiri (sistemik), yang bersifat diturunkan dan dapat merupakan
peningkatan berturut-turut tekanan diastolik proses inflamasi. Pada PJB perubahan miopati
akhir ventrikel kiri, tekanan di atrium kiri dan pada otot ventrikel dapat terjadi. Kardiomiopati
vena pulmonalis. Peningkatan tekanan di arteri dapat timbul oleh karena adanya overload
dan vena pulmonalis meningkatkan gradien volume dan tekanan pada jantung dan ini
tekanan hidrostatik paru yang kemudian tergantung lesi jantung pada PJB tertentu
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan (tabel 13.3). Deteksi perubahan miopati ini
interstitial paru dan akhirnya menimbulkan penting dilakukan untuk menentukan strategi
kongesti alveolar. Volume ventrikel kanan (dari penanangan pra maupun pasca operasi.
pirau tingkat atrial atau ventrikel), tekanan
akhir diastolik, dan akhirnya tekanan atrium
kanan serta tekanan vena sentral juga ikut Pjb Sianotik
meningkat. Aliran darah balik vena sentral Pada PJB sianotik terdapat pirau kanan ke kiri,
menurun. Tekanan vena sentral yang tinggi sehingga pasien tampak biru karena terjadi
dapat menimbulkan edema interstitial dan desaturasi darah arteri. Seperti PJB asianotik,
menurunkan perfusi organ. Adanya maldistribusi pada PJB sianotik juga terdapat kombinasi pirau
aliran darah dengan aliran darah sistemik (Qs) jantung, obstruksi dan perubahan miopati yang
yang menurun menyebabkan penurunan aliran secara keseluruhan harus dipertimbangkan
darah ke ginjal dan merangsang sistem renin dalam evaluasi anatomi dan fisiologi kelainan ini.
angiotensin. Akumulasi cairan meningkat Bayi dengan PJB sianotik dapat dikelompokkan
dengan adanya retensi sodium dan air oleh secara fisiologi dalam 2 kelompok besar yaitu
ginjal. kelompok aliran darah paru kurang dan
Edema paru menurunkan kandungan kelompok aliran darah paru berlebihan.
oksigen arteri (CaO2) melalui mekanisme
peningkatan pirau di paru (ventilation-
perfusion mismatch). Selain aliran darah paru Aliran darah paru yang tergantung duktus/
berlebihan, penyebab edema paru pada PJB PDA ( Aliran darah paru kurang)
asianotik adalah obstruksi inflow atau outflow Kelompok pasien ini mengalami penurunan
ventrikel kiri dan gangguan fungsi diastolik aliran darah paru yang dapat disebabkan oleh
ventrikel kiri. Kelompok anak ini menunjukkan adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel
peningkatan frekuensi napas, ronki paru yang paru (contohnya pada tetralogy of Fallot/TOF,
difus dan peningkatan kerja napas. Foto toraks atresia pulmonal) atau adanya obstruksi pada
menunjukkan infiltrat paru interstitial dan jalan masuk ventrikel kanan/paru (contohnya
alveolar yang difus. pada atresia trikuspid). Manifestasi klinis adalah
biru yang semakin memburuk, hipoksemia berat
114 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 13.3. Contoh disfungsi ventrikel pada PJB asianotik dengan overload volume dan atau overload
tekanan.
Defek ventrikel kiri pra-operasi ventrikel kanan pra-operasi Perkiraan fungsi jangka panjang
pasca operasi
Overload volume
vSD besar Dilatasi  Dilatasi  Normal bila operasi
Hipertrofi sebelum usia 2 thn
Kontraktilitas 
ASD besar volume (rendah) normal Dilatasi  Normal bila operasi sebelum usia
5 tahun
Massa & kontraksi Komplains 
Normal Kontraksi normal
Overload tekanan
Stenosis aorta bayi Normal Normal kecuali
volume , N,  hipoplasia lv
Hipertrofi (-) (< 50% vol.normal)
Kontraktilitas  Terdapat AS atau AI

Anak
volume normal ()
Hipertrofi
Kontraktilitas N

Koarktasio Ao volume N atau  volume  Normal


Hipertrofi bervariasi Kontraksi  atau N
Kontraktilitas 
Diikutip dari Ibsen l, Shen I, Ungerleider RM. Perioperative management of patients with congenital heart disease: a
multidisciplinary approach. DAlam: Nichols DG, penyunting. Critical heart disease in infants and children. Philadephia:
Elsevier; 2006. h. 561-78

dan asidosis akibat menutupnya pembuluh normal, namun dengan hantaran oksigen
darah duktus/PDA, yang biasanya timbul dalam yang tetap tidak adekuat, terjadi metabolisme
waktu beberapa jam sampai beberapa hari anaerob dan disfungsi miokardium yang
setelah lahir. Penurunan aliran darah paru (Qp) akan lebih memperburuk hantaran oksigen
dan ditemukannya lesi lain seperti defek septum jaringan. Akhir dari proses patologis ini adalah
atrium dan ventrikel, menyebabkan terjadinya hipoksemia berat dan asidosis. Pasien dengan
dekompresi aliran darah yang berasal dari aliran penurunan Qp membutuhkan sumber aliran
balik vena sentral ke sisi sirkulasi sistemik. darah paru yang stabil dan mempertahankan
Darah yang berada dalam sirkulasi sistemik kadar hemoglobin yang lebih tinggi ( > 14 mg/
adalah darah yang mengalami desaturasi, berasal dl) untuk memaksimalisasi kandungan oksigen
dari aliran darah vena sentral (melalui pirau (CaO2) dan hantaran oksigen (DO2).
atrial) dan sedikit darah yang tersaturasi dari
paru-paru (Qp:Qs < 1). Dengan menurunnya
Aliran darah sistemik yang tergantung
Qp, ambilan oksigen paru menurun sehingga
menurunkan hantaran oksigen ke jaringan. duktus/PDA (Aliran darah paru meningkat)
Pada awalnya aliran darah sistemik (Qs) masih Pasien dengan aliran sistemik yang tergantung
Kegawatan pada Penyakit Jantung Bawaan 115

duktus mengalami peningkatan aliran darah terdapat penurunan hantaran okisgen oleh
paru, namun aliran darah sistemiknya berkurang karena penurunan aliran darah sistemik.
karena terdapat obstruksi pada aliran keluar Manifestasi klinis dapat berupa syok yang berat
darah dari jantung ke sirkulasi sistemik yang akibat perburukan perfusi sistemik dan hantaran
dapat terjadi pada berbagai lokasi. Obstruksi oksigen jaringan dengan menutupnya duktus/
aliran sistemik dapat timbul pada hypoplastic PDA sebagai pembuluh utama yang mensuplai
left heart syndrome, interrupted aortic arch, dan aliran darah ke sirkulasi sistemik. Pada pasien
koarktasio aorta neonatal. Kelompok pasien dengan obstruksi ventrikel sistemik, PDA
ini memiliki saturasi yang cukup baik namun adalah pembuluh yang mengalirkan darah dari
paru ke sistemik melalui bagian distal aorta yang
Mutiara bernas mengalami obstruksi.
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) sebenarnya
sulit untuk dikelompokkan mengingat
kelainan ini kompleks. Sebaiknya tata laksana STAbIlISASI PRA OPERASI PADA
PJB tidak hanya ditentukan berdasarkan PENyAKIT jANTUNG bAwAAN
defek anatomi secara individu, melainkan Keberhasilan tata laksana pasien dengan PJB
melihat kelainan ini melalui pendekatan tergantung dari penilaian yang menyeluruh dan
fisiologis. Beberapa pertanyaan yang perlu akurat untuk diagnosis kelainan yang ada, dan
dijawab adalah: persiapan/stabilisasi pasien sebelum operasi.
• Bagaimana aliran darah balik vena ke Hal ini meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis,
jantung mencapai sirkulasi arteri sistemik pemeriksaan radiologis paru, laboratorium,
untuk mempertahankan curah jantung? pemeriksaan jantung seperti EKG, ekokardiografi
Adakah percampuran (mixing), pirau dan Doppler, kateterisasi jantung serta MRI dan
(shunting) atau obstruksi jalan keluar? CT-angiografi bila dibutuhkan. Selain diagnosis
• Apakah sirkulasi serial atau paralel? kelainan pada jantung, perlu dilakukan evaluasi
Sirkulasi serial adalah aliran darah kelainan organ lain yang mempengaruhi tata
laksana pra maupun pasca operasi. Kelainan lain
dari sistemik  jantung  paru 
seperti kelainan jalan napas atas atau bawah
jantung
terutama pada pasien dengan sindrom Down,
 sistemik. Sirkulasi paralel ditemukan
abnormalitas kalsium dan defisiensi imunologis
pada TGA (Transposition of Great pada pasien dengan kelainan arkus aorta
Arteries) yaitu dua aliran sirkulasi (sindrom Di george), kelainan ginjal pada pasien
darah yang paralel yaitu dari sistemik  dengan atresia esofagus, dan PJB dan kelainan
jantung organ lainnya. Infeksi berulang saluran napas
 sistemik; dan paru  jantung  paru, lazim ditemukan pada PJB dengan lesi aliran
yang membutuhkan mixing (campuran) darah berlebihan ke paru. Adanya sianosis,
darah di tingkat arium. derajat dan lamanya hipoksemia merupakan
• Apakah defek akan menuju tata laksana data yang penting. Bila tidak terdapat defisiensi
ventrikel tunggal atau dua ventrikel? besi, biasanya hematokrit kelompok pasien ini
meningkat dengan beratnya sianosis. Analisis
• Apakah aliran darah paru meningkat
gas dan gangguan elektrolit harus dikoreksi.
atau menurun?
Masalah kegawatan PJB yang utama adalah
• Adakah overload volume atau tekanan
kondisi sianosis dan atau gagal jantung. Secara
pada ventrikel? garis besar, tata laksana kegawatan pra operasi
116 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

ditujukan pada masalah hipoksemia berat, mengevaluasi dampak hipoksemia berat pada
aliran darah paru berlebihan, obstruksi aliran saat dan setelah lahir terhadap gangguan fungsi
darah dari jantung kiri atau fungsi ventrikel organ tubuh. Hidrasi yang adekuat dibutuhkan
yang memburuk. pada pasien dengan PJB sianotik untuk
mencegah trombosis karena kadar hematokrit
yang tinggi. Kelainan koagulasi juga sering
hipoksemia berat ditemukan, sehingga dibutuhkan tata laksana
Kebanyakan pasien dengan PJBsianotik masuk ke terhadap kelainan ini sebelum dan setelah
ICU dengan kondisi hipoksemia berat (PaO2< operasi.
50 mmHg) pada saat usia dini yaitu beberapa Neonatus dengan TGA memperoleh
hari setelah lahir, namun tanpa gejala gangguan percampuran (mixing) darah bersih dan kotor yang
pernapasan yang jelas. Infus Prostaglandin E1 adekuat di tingkat atrial sehingga hantaran oksigen
(PGE1) mencegah penutupan PDA (Patent ke jaringan menjadi adekuat. Untuk memperoleh
Ductus Arteriosus) sehingga aliran darah mixing yang adekuat pada beberapa kasus
melalui pembuluh ini dapat dipertahankan. dibutuhkan tindakan memperlebar defek septum
PGE1 diindikasikan pada kasus PJB sianotik atrial dengan BAS (Ballon Atrial Septostomy)
dengan aliran darah paru yang kurang sehingga yang telah dikembangkan sejak 40 tahun yang
aliran darah dari aorta ke paru dapat tetap lalu. Tindakan BAS biasanya dilakukan bed-side
dipertahankan melalui PDA, contohnya pada dengan bantuan alat ekokardiografi dan jarang
kasus atresia pulmonal atau stenosis pulmonal dilakukan di ruang kateterisasi. Pembuatan defek
kritikal. Kasus lain dengan hipoksemia berat septum atrium juga dibutuhkan pada kasus HLHS
yang membutuhkan PGE1 adalah kelainan (hypoplastic left heart syndrome) dengan septum
TGA karena aliran darah melalui PDA dapat atrium yang intak. Untuk kelompok pasien ini
meningkatkan percampuran (mixing) darah dibutuhkan fenestrasi septum atrium dengan intra-
arteri dan vena di tingkat arterial. PGE1 dapat atrial stent untuk mempertahankan patensi defek
membuka kembali PDA yang menutup dan efek septum atrium.
ini dapat dipertahankan untuk beberapa hari. Setelah dilakukan stabilisasi pra-operasi
Efek samping infus PGE1 umumnya adalah dengan infus PGE1, pasien direncanakan
apnea, hipotensi, demam dan eksitasi susunan untuk operasi BT (Blalock Tausiq) shunt yang
saraf pusat, namun dapat dikendalikan bila dosis menghubungkan aorta atau percabangannya
yang diberikan masih berada dalam rentang (arteri inominata atau arteri subklavia) ke arteri
dosis normal yaitu 0,01–0,05 µg/kg/menit. Cara pulmonalis dengan gorteks, untuk mendapatkan
pembuatan PGE1 yaitu 30 µg/kgBB dilarutkan aliran darah yang stabil ke paru. Bila pasien bukan
dalam 50 mL dekstrosa 5% atau dekstrosa 10%
diberikan 1 mL/jam setara dengan 0,010 µg/kg/
min. PGE1 adalah vasodilator poten sehingga Mutiara bernas
volume intravaskular harus ditambah dengan PGE1 diindikasikan untuk kondisi hipoksemia
pemberian loading cairan sebelum dan selama pada lesi jantung dengan aliran darah paru
pemberian infus PGE1. Apnea yang timbul yang tergantung PDA. Hipoksemia pada
akibat efek samping PGE1 dapat diatasi dengan kasus TGA membutuhkan BAS untuk
intubasi dan ventilasi mekanik.
meningkatkan mixing di tingkat atrial. Pasca
Selama stabilisasi pra-operasi dengan stabilisasi dengan PGE1, operasi BT shunt
PGE1, penilaian fungsi neurologis dan terindikasi untuk mempertahankan aliran
pemeriksaan kimia darah untuk fungsi ginjal, darah dari sistemik ke paru.
hati dan hematologi harus dilakukan untuk
Kegawatan pada Penyakit Jantung Bawaan 117

neonatus, biasanya PGE1 tidak diberikan lagi sehingga menyulitkan penentuan waktu yang
namun langsung dilakukan operasi BT shunt cito. tepat untuk dilakukan operasi koreksi. Hal ini
Serangan biru mendadak pada penderita bukan merupakan faktor yang menghalangi
TOF (tetralogy of Fallot) disebut cyanotic untuk dilakukan operasi, karena bila kondisi pra
spell. Serangan ini timbul bila penderita TOF operasi sudah optimal maka operasi tidak dapat
mengalami dehidrasi, asidosis atau gelisah. Halini ditunda lagi. Infeksi RSV (Respiratory Syncytial
disebabkan oleh spasme infundibulum sehingga Virus) dan pneumonia virus lainnya sering
aliran darah ke paru menurun dan aliran darah ditemukan pada kelompok pasien ini, namun
ke sistemik cenderung meningkat. Tata laksana tata laksana di ICU yang baik saat ini mengubah
meliputi knee chest position yang bertujuan prognosis penyakit ini.
meningkatkan resistensi sistemik sehingga Disamping gangguan pernapasan karena
preferensi aliran ke paru meningkat. Hidrasi aliran darah paru berlebihan, jantung kiri harus
yang adekuat dengan pemberian loading cairan mengalami dilatasi untuk menerima aliran darah
kristaloid/koloid 10 mL/kgBB dan peningkatan balik dari vena pulmonalis yang berlebihan.
cairan rumatan sesuai tingkat dehidrasi. Tata Tubuh membutuhkan aliran darah ke sistemik,
laksana asidosis dengan pemberian sodium namun jantung berespons secara tidak efisien
bikarbonat diindikasikan pada keadaan pH < karena darah yang seharusnya dipompa ke
7,2 dan kondisi hiperkalemia. Dapat diberikan seluruh tubuh mengalami resirkulasi ke paru di
analgesia-sedasi morfin 0,05-0,1 mg/kgBB bolus tingkat pirau atrial maupun ventrikel.
IV, dan penghambat beta untuk relaksasi spasme Pada anak dengan gagal jantung terdapat
infundibulum. Penghambat beta yang sering peningkatan produksi katekolamin endogen
diberikan adalah propranolol oral 0,2-0,5 mg/ dan redistribusi curah jantung ke organ vital
kgBB tiap 6-12 jam, dapat ditingkatkan perlahan dengan peningkatan denyut jantung dan
hingga dosis maksimal 1,5 mg/kgBB (maksimal penurunan perfusi ektremitas. Pada kasus yang
80 mg) tiap 6-12 jam bila dibutuhkan. berat, terdapat berat badan yang kurang dari
persentil 3 sesuai umur. Takipnea, takikardia,
retraksi substernal dan intekostal, ektremitas
Mutiara bernas yang dingin dan pemanjangan waktu pengisian
Cyanotic spell sering timbul pada pasien TOF kapiler sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisis
yang mengalami dehidrasi dan asidosis. Tata selalu terdengar wheezing ekspirasi dan terkadang
laksana cyanotic spell adalah knee chest salah diintepretasikan sebagai serangan asma
position, hidrasi dan mengatasi asidosis, bronkial.
pemberian analgesia dan penghambat beta. Tata laksana medikamentosa seperti
digoksin, vasodilator dan diuretik dapat
memperbaiki kondisi pasien, namun perlu
Aliran darah paru yang berlebihan diingat bahwa pemberian diuretik dapat
menimbulkan gangguan elektrolit seperti deplesi
Aliran darah paru yang berlebihan seringkali kalium dan alkalosis hipokloremik yang dapat
merupakan masalah utama pada PJB. Dokter menetap hingga setelah operasi. Digoksin dapat
intensivist yang menangani kasus ini harus diberikan 2 kali sehari dengan dosis 5 µg/kg/kali
secara cermat mengevaluasi hemodinamik dan untuk mengontrol ritme jantung. Vasodilator
dampak respirasi akibat pirau kiri ke kanan. yang biasa diberikan adalah kaptopril dimulai
Lesi ini sering bersamaan dengan manifestasi dari dosis 0,3 mg/kgBB/kali dapat ditingkatkan
infeksi saluran napas berulang dan kronis, sampai 1 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari. Diuretik
disertai keadaan kongesti paru yang menetap yang diberikan adalah golongan furosemid 0,5-
118 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

1 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari. Furosemid dapat aliran darah paru meningkat dan resistensi paru
dikombinasi dengan aldakton untuk K sparing yang rendah - ditandai dengan adanya gejala
diuretik. Bila kondisi gagal jantung memburuk infeksi saluran napas berulang, foto paru masih
dibutuhkan pemberian inotropik seperti pletora dan aliran pirau VSD, ASD atau PDA
dopamin dan dobutamin, dan hati-hati bila masih kiri ke kanan atau bidireksional, dan
melakukan fluid challenge. Dukungan respirasi kateterisasi menunjukkan oksigen reaktif - maka
dibutuhkan dengan penggunaan ventilasi non- operasi penutupan defek dapat dilakukan. Bila
invasif seperti nasal CPAP dan bila perlu pasien aliran darah ke paru sudah menurun karena
diintubasi untuk mendapat dukungan ventilasi resitensi paru yang meningkat maka derajat
mekanik. Strategi ventilasi meliputi manuver hipertensi pulmonal sudah berat, yang disebut
untuk mencegah terjadinya aliran darah PVOD (pulmonary vascular occlusive disease)
berlebihan ke paru-paru dengan penggunaan dan pada kasus ini tindakan operasi koreksi
fraksi oksigen tidak berlebihan namun optimal, penutupan defek merupakan kontrainidikasi.
dengan target saturasi lebih dari 92% pada PJB
asianotik dan 80-85% pada PJB sianotik; target
PCO2 40 – 45 mmHg, cegah hiperventilasi; dan Obstruksi aliran darah keluar ventrikel
cegah alkalosis dengan mempertahankan pH sistemik/kiri
darah normal 7.30-7.40. Kelompok pasien dengan kelainan obstruksi
Aliran darah berlebihan ke paru aliran darah keluar ventrikel kiri merupakan
menimbulkan peningkatan tekanan darah paru kelompok PJB yang paling kritis untuk ditangani
sehingga terjadi hipertensi pulmonal. Evaluasi oleh intensivist. Kelainan dalam kelompok ini
derajat hipertensi pulmonal yang dilakukan termasuk koarktasio aorta, interrupted aortic
melalui anamnesis, pemeriksaan klinis dan arch, atresia mitral, stenosis aorta, atau atresia
radiologis, ekokardiografi dan kateterisasi sebagai bagian dari kelainan hypoplastic left
sangat berperan untuk menentukan strategi tata heart syndrome. Neonatus dengan kelainan
laksana pasien ini. Bila masih terdapat gejala ini biasanya datang dengan manifestasi klinis
gangguan perfusi perifer dan asidosis metabolik
berat. Nilai pH kurang dari 7.0 walaupun
Mutiara bernas dengan PaCO2 yang rendah. Aliran darah
sistemik secara keseluruhan tergantung pada
Tata laksana lesi jantung dengan aliran
aliran darah melalui duktus arteriosus.
darah berlebihan meliputi restriksi cairan,
pemberian diuretik, kaptopril, dan digoksin. Kegawatan pada kelompok PJB ini
Pada kondisi gagal jantung dibutuhkan akan timbul bila terjadi penutupan duktus
inotropik dan dukungan ventilasi (CPAP arteriosus. Infus PGE1 dibutuhkan untuk tetap
atau ventilator). Strategi ventilasi meliputi mempertahankan patensi duktus sehingga
manuver mencegah terjadinya aliran darah aliran darah dari arteri pulmonalis ke aorta
berlebihan ke paru-paru dengan penggunaan dapat dipertahankan melalui PDA. Pada sistem
fraksi oksigen tidak berlebihan namun sirkulasi ini ventrikel kanan berfungsi sebagai
ventrikel yang memompa darah ke seluruh
optimal dengan target saturasi lebih dari 92%
tubuh melalui arteri pulmonalis, ke PDA dan
pada PJB asianotik dan 80-85% pada PJB
aorta, lalu kemudian ke seluruh tubuh. Bila
sianotik; target PCO2 40 – 45 mmHg, cegah
perfusi sistemik menurun timbul asidosis dan
hiperventilasi; dan cegah alkalosis dengan
gangguan fungsi organ seperti kegagalan ginjal.
mempertahankan pH darah normal 7.30- Infus PGE1 dapat memperbaiki perfusi sistemik
7.40. sehingga operasi dapat ditunda sampai keadaan
Kegawatan pada Penyakit Jantung Bawaan 119

fungsi organ lebih optimal. Selain infus PGE1 fungsi ventrikel memburuk akibat overload
dibutuhkan pula tata laksana suportif lain seperti volume kronis pada kondisi kelainan regurgitasi
dukungan ventilator, inotropik, koreksi asidosis mitral atau aorta berat. Pemberian obat untuk
metabolik, hipoglikemia, hipokalsemia dan menurunkan afterload ventrikel seperti kaptopril
gangguan elektrolit lainnya. Periode stabilisasi dibutuhkan. Bila jantung mengalami dilatasi
memberi kesempatan untuk menilai dampak dan volume overload, fibrilasi ventrikel mudah
gangguan fungsi organ akibat gangguan perfusi terjadi terutama saat sedasi anestesi and atau
dan memberikan kesempatan untuk proses intubasi jalan napas.
penyembuhan. Resusitasi awal yang adekuat Fungsi sistolik juga dapat menurun karena
ternyata lebih menentukan keberhasilan operasi pemberian obat seperti adriamisin, defisiensi
dibanding derajat beratnya manifestasi klinis enzim bawaan, inflamasi, maupun penyakit
saat awal diagnosis. infeksi. Pasien dengan kardiomiopati dilatasi
membutuhkan optimalisasi fungsi jantung
dengan pemberian obat–obatan inotropik
Mutiara bernas (seperti dopamin dan dobutamin) dan penurun
PGE1 dibutuhkan pada kasus neonatus afterload (seperti milrinone dan kaptopril).
dengan kelainan obstruksi keluar aliran Beberapa pusat perawatan di luar negeri
darah dari ventrikel sistemik, untuk melakukan optimalisasi fungsi jantung dengan
mempertahankan perfusi sistemik dari pemberian obat inotropik di ICU sebelum
pembuluh PDA. dilakukan operasi, namun hal ini tidak didukung
oleh bukti ilmiah yang cukup.

Disfungsi ventrikel Manajemen pra-operasi pasien dengan


Seperti telah diterangkan sebelumnya, disfungsi fisiologi ventrikel tunggal
ventrikel sering ditemukan pada PJB dan hal
Berbagai PJB dapat memiliki variasi lesi sebagai
ini harus dapat diantisipasi oleh intensivist
ventrikel tunggal, yaitu adanya sirkulasi sistemik
saat penanganan pra maupun pasca operasi. dan paru yang paralel dengan ditemukan hanya
Walaupun pasien dengan pirau yang besar satu ventrikel yang efektif memompa darah ke
mempunyai percampuran yang cukup antara
kedua sirkulasi utama tersebut (seperti pada
darah bersih dan darah kotor, dan hanya hypoplastic left heart syndrome, atresia pulmonal,
mengalami hipoksemia yang ringan sampai
atresia mitral, dan lain-lain). Stabilisasi pra-
sedang karena aliran darah ke paru berlebihan,
operasi seperti yang telah diterangkan di atas
namun masalah yang timbul adalah dilatasi dan
bertujuan untuk mendapatkan hantaran oksigen
disfungsi ventrikel dan juga PVOD (pulmonary
yang adekuat dengan manipulasi curah jantung
vascularobstructivedisease).Akhirnyadibutuhkan
total. Konsep ini sangat penting terutama pada
intervensi untuk mengurangi pirau ke paru yang fisiologi ventrikel tunggal, karena manipulasi
berlebihan seperti melakukan PA (pulmonary – aliran darah paru (Qp) dan sistemik (Qs)
arterial) banding dengan pengikatan pembuluh dibutuhkan untuk keseimbangan Qp dan Qs.
arteri pulmonalis, atau langsung dilakukan Manipulasi dilakukan terhadap preload, afterload
penutupan defek atrial maupun ventrikel. dan status inotropik ventrikel kiri dan kanan
Perencanaan operasi bertahap untuk menuju (gambar 1). Resistensi paru dipengaruhi oleh
fisiologi ventrikel tunggal atau biventrikel perlu pH, paO2 alveolar, volume paru (atelektasis
direncanakan. atau overdistensi), rangsang sakit, hematokrit dan
Pada pasien PJB yang usianya lebih tua, obat-obatan. Pada pasien dengan aliran darah
120 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Faktor yang meningkatkan resistensi vaskular


Faktor yang meningkatkan afterload ventrikel
paru
sistemik
PaCO2 yang meningkat
Peningkatan SvR (systemic vascular resistance)
ph yang menurun
Dopamin dosis tinggi
frekuensi ventilator  Epinefrin
volume tidal  Norepinefrin
Tambahkan CO2 atau dead space
Rasa sakit
PEEP yang meningkat (overdistensi)
Agitasi
Atelektasis
Tekanan intratorakal yang negatif, pada pernapasan
Nyeri
spontan
Agitasi
Dopamin
Epinefrin

Faktor yang menurunkan resistensi vaskular Faktor yang menurunkan afterload ventrikel
paru sistemik
PaCO2 yang menurun SvR yang menurun
ph yang meningkat Milrinone
frekuensi ventilator  Dobutamin (meningkatkan denyut jantung)
volume tidal  Captopril, enalapril
fraksi oksigen inspirasi  Nitroprusid (efek yang tidak terprediksi)
volume paru yang optimal (tidak overdistensi maupun Analgesia adekuat
atelektasis) Sedasi adekuat
Inhalasi nitrit oksida ventilasi tekanan positif dengan CPAP maupun
Analgesi yang adekuat
ventilator mekanik
Sedasi adekuat
Pelemas otot
Milrinone
Prostaglandin E1(untuk kasus aliran darah paru
tergantung duktus)
Prostasiklin Iv dan inhalasi
Sildenafil

Gambar 13.1. faktor –faktor yang mempengaruhi resistensi vaskular paru dan afterload ventrikel sistemik.
Dikutip dari Ibsen l, Shen I, Ungerleider RM. Perioperative management of patients with congenital heart disease: a
multidisciplinary approach. Dalam: Nichols DG, penyunting. Critical heart disease in infants and children. Philadephia:
Elsevier; 2006. h. 561-78

paru berlebihan, aliran darah sistemik biasanya dan Qs. Manipulasi dapat dilakukan terhadap
tidak adekuat, sehingga dibutuhkan manuver resistensi paru maupun sistemik bila dibutuhkan.
untuk meningkatkan resistensi paru, agar Qp Pada ventrikel tunggal, saturasi arteri
menurun dan Qs meningkat. Pasien dengan pulmonalis dan aorta adalah sama, karena darah
lesi jantung yang tergantung duktus (PDA) kembali lagi ke jantung dan terjadi percampuran
untuk aliran darah sistemik maupun paru juga di dalam “common atrium”. Dengan asumsi
memerlukan manuver untuk keseimbangan Qp adanya percampuran yang cukup dengan curah
Kegawatan pada Penyakit Jantung Bawaan 121

jantung normal dan saturasi oksigen di vena ini dapat timbul karena menurunnya aliran
pulmonalis normal, keseimbangan Qp dan Qs darah paru melalui PDA, resistensi paru
(Qp/Qs ≈ 1) dapat tercapai bila diperoleh target yang meningkat misalnya pada kelainan paru
saturasi arteri 80-85% dan saturasi vena sentral (atelektasis, infeksi paru) atau meningkatnya
60-65%. Walaupun aliran paru dan sistemik tekanan vena pulmonalis pada lesi TAPVD
seimbang, yang terpenting adalah ventrikel (total anomaly of pulmonary drainage) atau
tunggal harus dapat menerima dan memompa adanya ASD yang restriktif. Sedasi, paralisis,
darah hingga sebanyak dua kali volume darah, dan manipulasi ventilator untuk menimbulkan
satu bagian dipompa ke paru dan lainnya ke alkalosis dibutuhkan untuk menurunkan
sistemik. resistensi paru. Gas seperti NO (nitric oxide)
Bila ditemukan saturasi arteri > 90% terkadang dibutuhkan sebagai vasodilator
menandakan adanya aliran darah paru pulmonal. Hantaran oksigen dipertahankan
berlebihan (Qp/Qs >1). Resistensi paru harus dengan meningkatkan curah jantung dengan
ditingkatkan dengan intubasi dan pemberian cairan dan obat vasopresor (seperti dopamin,
hipoventilasi pada ventilasi mekanik untuk dobutamin, epinefrin, dan norepinefrin) dan
menimbulkan asidosis respiratorik, dibutuhkan mempertahankan hematokrit > 40%. Milrinone
sedasi dan pelemas otot, diberikan fraksi oksigen dapat digunakan untuk meningkatkan kontraksi
(FiO2) yang rendah untuk mencapai saturasi jantung, menurunkan afterload ventrikel
arteri 80-85%. Terkadang hanya dibutuhkan sistemik serta dapat bersifat sebagai vasodilator
oksigen kamar atau campuran gas hipoksik pulmonal. Prostaglandin E1 dibutuhkan untuk
dan ditambahkan nitrogen pada campuran mempertahankan patensi PDA. Terkadang
gas tersebut untuk memperoleh FiO2 17- dibutuhkan tindakan segera seperti melebarkan
19%. Walaupun manuver ini efektif untuk ASD dengan tindakan BAS (Ballon atrial
meningkatkan resistensi paru namun perlu septectomy) atau dilatasi (pemasangan stent)
diingat pasien dengan oksigen rendah sehingga ASD pada kasus atresia mitral dengan HLHS
kemungkinan dapat timbul desaturasi berat. dan kasus mixing yang kurang pada TGA. ASD
Cara lain adalah dengan memberikan CO2 pada dibutuhkan pada kasus atresia mitral dengan
gas inspirasi sehingga meningkatkan PaCO2 HLHS oleh karena aliran balik dari vena
dan akhirnya juga meningkatkan resistensi paru. pulmonalis ke jantung akan terbendung bila
Pada cara ini gas yang diberikan bukan campuran ASD tidak dilebarkan. Operasi BT shunt untuk
gas hipoksik sehingga hantaran oksigen sistemik meningkatkan aliran darah paru merupakan
dapat adekuat dipertahankan. Pasien yang tetap indikasi bila terapi konservatif tidak dapat
menunjukkan saturasi arteri yang tinggi dengan mengatasi masalah.
aliran darah sistemik yang kurang walaupun
berbagai manuver ventilasi sudah dilakukan,
hal ini merupakan petunjuk adanya indikasi Mutiara bernas
bedah yang harus dilakukan sesegera mungkin. Manipulasi aliran darah paru (Qp) dan
Prosedur banding pada arteri pulmonalis dapat sistemik (Qs) dibutuhkan pada fisiologi
dilakukan untuk mengurangi aliran darah paru. ventrikel tunggal. Keseimbangan Qp dan Qs
Bila terjadi hipoksemia dengan saturasi (Qp/Qs ≈ 1) dapat tercapai bila
arteri < 75% pada fisiologi ventrikel tunggal diperoleh target saturasi arteri 80-85%
menunjukkan aliran darah paru yang kurang dan saturasi vena sentral 60-65%
(Qp/Qs <1). Pada kondisi pra-operasi hal
122 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

KEPUSTAKAAN associated with extracardiac anomalies and


malformation syndromes. Clin Ped.
1. Atz AM, Feinstein JA, Jonas RA. Preoperative 1984;23:145–51.
management of pulmonary venous hypertension
12. Hammon J Jr, Lupinetti F, Maples M. Predictors
in hypoplastic left heart syndrome with
of operative mortality in critical valvular aortic
restrictive atrial septal defect. Am J Cardiol.
stenosis presenting in infancy. Ann Thorac Surg.
1999;83(8):1224–8
1988; 45:537-540
2. Buchhorn R, Ross R, Bartmus D. Activity
13. Hansen D, Hickey P.Anasthesia for hypoplastic
of the reninangiotensin aldosterone and
left heart syndrome: use of high dose fentanyl in
sympathetic nervous system and their relation
30 neonates. Anesth Analg. 1986; 65:127-132
to hemodynamic and clinical abnormalities in
infants with left to right shunts. Int J Cardiol. 14. Ibsen L, Shen I, Ungerleider RM. Perioperative
2001;78:225-230 management of patients with congenital heart
disease: a multidisciplinary approach. Dalam:
3. Cordell D, Graham TP Jr, Atwood GF. Left heart
Nichols DG, penyunting. Critical heart disease
volume characteristics following ventricular
in infants and children. Philadephia: Elsevier;
septal defect closure in infancy. Circulation.
2006. h. 561-78
1976; 54:294-298,
15. Jarmakani J, Graham T Jr, Canent R Jr, Capp
4. Donahoo JS, Roland JM, Ken J. Prostaglandin
M. The effect of corrective surgery on left heart
E1 as an adjunct to emergency cardiac operation
volume and mass in children with ventricular
in neonates. J Thorac Cardiovasc Surg.
septal defect. Am J Cardiol. 1971; 27:254-258
1981;81:227
16. Jonas RA, Hansen DD, Cook N. Anatomic
5. Drummond W, Gregory G, Heymannn M, Phibbs
subtype and survival after reconstructive
R. The independent effects of hyperventilation,
operation for hypoplastic left heart syndrome. J
tolazoline, and dopamine on infants with
Thorac Cardiovasc Surg. 1994;107:1121–7
persistent pulmonary hypertension. J Pediatr.
1981;98:603-611. 17. Jonas RA, Lang P, Mayer JE. The importance of
prostaglandin E1 in resuscitation of the neonate
6. Freed MD, Heymann MA, Lewis AB.
with critical aortic stenosis. J Thorac Cardiovasc
Prostaglandin E1 in infants with ductus
Surg. 1985;89:314–5
arteriosus-dependent congenital heart disease.
Circulation. 1981;64:889–905. 18. Katz A. Cardiomyopathy of overload: a major
determinant of prognosis in congestive heart
7. Gossett JG, Rocchini AP, Lloyd TR, et al.
failure. N Engl J Med. 1990; 322:100-10
Catheter-based decompression of the left atrium
in patients with hypoplastic left heart syndrome 19. Lewis AB, Freed MD, Heymann MA. Side effects
and restrictive atrial septum is safe and effective. of therapy with prostaglandin E1 in infants with
Catheter Cardiovasc Interv. 2006;67:619–24 critical congenital heart disease. Circulation.
1981;64:893–8
8. Graham T Jr. Ventricular performance
in congenital heart disease. Circulation. 20. Moler FW, Khan AS, Meliones JN. Respiratory
1991;84:2259-2274 syncytial virus morbidity and mortality estimates
in congenital heart disease patients: a recent
9. Graham TP. Ventricular function in congenital
experience. Crit Care Med. 1992;20:1406–13
heart disease. Lancaster, England: MTP Press,
1986 21. Nicholson S, Jobes D. Pediatric cardiac
anesthesia. Dalam: Lake C, penyunting.
10. Greenwood RD, Rosenthal A, Parisi L.
Hypoplastic left heart syndrome. San Mateo:
Extracardiac abnormalities in infants
Appleton and Lange; 1988. h. 243-52
with congenital heart disease. Pediatrics.
1975;55:485–92 22. Norwood W. Surgery of the chest. Dalam:
Sabiston D, Spencer F,penyunting. Hypoplastic
11. Greenwood RD. Cardiovascular malformations
Kegawatan pada Penyakit Jantung Bawaan 123

left heart syndrome. San Mateo: Appleton and infants with hypoplastic left heart syndrome
Lange; 1988. h. 243-52 during controlled ventilation. Circulation.
23. Norwood WI, Lang P,Hansen DD. Physiologic 2001;104(12 Suppl 1):I159–64.
repair of aortic atresia-hypoplastic left heart 29. Talner NS. Heart Failure. Dalam: Adams FH,
syndrome. N Engl J Med. 1983;308:23–6 Emmanouilides GC, penyunting. Moss’ heart
24. Rabinovitch M, Haworth SG, Castenada AR. diseases in infants, children and adolescents.
Lung biopsy in congenital heart disease: a Baltimore: Williams & Wilkins; 1983. h.708
morphometric approach to pulmoanry vascular 30. Vlahos AP, Lock JE, McElhinney DB.
disease. Circulation. 1978;58:1107-22 Hypoplastic left heart syndrome with intact
25. Ramamoorthy C, Tabbutt S, Kurth CD. Effects of or highly restrictive atrial septum: outcome
inspired hypoxic and hypercapnic gas mixtures after neonatal transcatheter atrial septostomy.
on cerebral oxygen saturation in neonates with Circulation. 2004;109:2326–30
univentricular heart defects. Anesthesiology. 31. Wessel LD, Fraisse A. Pre operative care of
2002;96(2):283–8. pediatric cardiac surgical patient. Dalam:
26. Rashkind WJ, Miller WW. Creation of an atrial Nichols DG, penyunting. Rogers’ textbook of
septal defect without thoracotomy. A palliative pediatric intensive care). Philadelphia: Lippincot
approach to complete transposition of the great William and Wilkins; 2008. h. 1150-8
arteries. JAMA. 1966;196:991–2 32. Yokota M, Muraoka R, Aoshima M. Modified
27. Rudolph A, Yuan S. Response of the pulmonary Blalock-Taussig shunt following long-term
vasculature to hypoxia and H+ ionconcentration administration of prostaglandin E1 for ductus-
changes, J Clin Invest. 1966;45:399-411 dependent neonates with cyanotic congenital
heart disease. J Thorac Cardiovasc Surg.
28. Tabbutt S, Ramamoorthy C, Montenegro LM.
1985;90(3):399–403
Impact of inspired gas mixtures on preoperative
14 Gagal Ginjal Akut
Antonius Pudjiadi, Irene Yuniar

PENDAhUlUAN RIFLE (pRIFLE). Kriteria pRIFLE didasarkan


atas perubahan kadar kreatinin serum, perkiraan
Gagal ginjal akut adalah disfungsi klirens kreatinin (estimated creatinine clearance,
ginjal mendadak yang mengakibatkan eCCl) dan produksi urine (Tabel 14.1). Bila
ketidakmampuan pengaturan asam, elektrolit, digunakan kriteria ini, angka kejadian gagal
pembuangan sisa metabolisme dan air. Angka ginjal akut di PICU mencapai 82%
kejadian gagal ginjal akut pada anak tidak banyak
dilaporkan. Bila digunakan kriteria kebutuhan
renal replacement therapy (RRT), angka kejadian
ETIOlOGI
gagal ginjal akut di Unit Perawatan Intensif
Pediatri (Pediatric Intensive Care Unit, PICU) Penelitian epidemiologi retrospektif
kurang dari 1-2%, bila digunakan kriteria memperlihatkan bahwa penyebab utama gagal
kenaikan kreatinin serum dua kali lipat, maka ginjal akut di rumah sakit rujukan adalah
angka kejadiannya 1-21%. Pada bayi yang iskemia, penggunaan obat nefrotoksik dan sepsis.
menjalani operasi pintas kardiopulmonar, angka Berbagai penyebab tersebut mengakibatkan
kejadian gagal ginjal akut adalah 10-25%. Pada gagal ginjal melalui berbagai mekanisme,
tahun 2004, Acute Dialysis Quality Initiative namun pada akhirnya terjadi nekrosis tubular
membuat batasan gagal ginjal akut berdasar akut (acute tubular necrosis, ATN). Penyebab
kriteria RIFLE (risk, injury, failure, loss, and end gagal ginjal akut dapat diklasifikasikan menjadi
stage renal disease). Kriteria yang dibuat untuk pra-renal, renal (penyakit ginjal intrinsik) dan
populasi dewasa tersebut telah dimodifikasi dan pasca-renal (Tabel 14.2).
divalidasi untuk anak, dikenal dengan pediatric

Tabel 14.1. Kriteria gagal ginjal akut berdasarkan pediatric RIFLE


Kriteria pediatric RIFLE
eCCI Produksi urine
Risk Penurunan eCCI 25% <0,5 ml/kg/jam selama 8 jam
Injury Penurunan eCCI 50% <0,5 ml/kg/jam selama 16 jam
Failure Penurunan eCCI 75% atau <0,3 ml/kg/jam selama 24 jam
eCCI <35 ml/menit/1,73 m2 atau anuria 12 jam
Loss Kegagalan menetap >4 minggu
End stage Penyakit ginjal terminal
(gagal ginjal menetap >3 bulan)
Gagal Ginjal Akut 125

Tabel 14.2. Penyebab gagal ginjal akut di PICU


Pra-renal
Penurunan volume intravaskular
Perdarahan
Dehidrasi
Kehilangan melalui perpindahan cairan ke ruang interstitial: sepsis, luka bakar, hipoalbuminemia
Penurunan volume sirkulasi
Gagal jantung, tamponade jantung
Obstruksi arteri renal
vasodilatasi pada sepsis
Renal
Glomerulus
Glomerulonefritis
Penyakit autoimun: lupus, nefropati IgA pasca-infeksi
vaskular
Sindrom hemolitik uremik
Trombosis arteri/vena renalis
Koagulasi intravaskular diseminata
Interstitial
Nekrosis interstitial akut: akibat obat, pasca-infeksi, reaksi imun
Infeksi: pielonefritis
Tubular
Nekrosis tubular akut
Sindrom lisis tumor
Pasca-renal
Obstruksi uretra: batu, massa yang menyumbat

GAGAl GINjAl AKUT PRA-RENAl arteriol aferen. Mekanisme ini bertujuan untuk
meningkatkan LFG. Bila hipoperfusi terjadi
Gagal ginjal akut pra-renal terjadi akibat berkepanjangan, maka dapat terjadi nekrosis
hipoperfusi mendadak. Mekanisme adaptasi tubular akut (Gambar 14.1).
tubuh untuk mempertahankan volume
intravaskular dan laju filtrasi glomerulus Bila penyebab hipoperfusi ginjal adalah
kebocoran plasma, mekanisme kompensasi tidak
(LFG) meliputi peningkatan aktivitas
efektif untuk memperbaiki perfusi. Pemberian
adrenergik, stimulasi aksis renin-angiotensin-
aldosteron (RAA) dan pelepasan hormon cairan harus dilakukan dengan hati-hati untuk
antidiuretik.. Peningkatan aktivitas adrenergik mencegah kelebihan cairan. Tatalaksana gagal
mengakibatkan vasokonstriksi, hingga terjadi ginjal akut tipe pra-renal harus ditujukan untuk
mengatasi penyebab hipoperfusi ginjal sambil
peningkatan tekanan darah. Aktivitasi aksis
RAA mengakibatkan reabsorbsi garam dan menghindari terjadinya kelebihan cairan.
air di tubulus proksimal (oleh angiotensin II)
dan tubulus distal (oleh aldosteron). Hormon
antidiuretik (ADH) mengakibatkan retensi air di
Mutiara bernas:
tubulus koligentes (collecting tubule). Angiotensin Tatalaksana gagal ginjal akut tipe pra-
II juga mengakibatkan vasokonstriksi arteriol renal harus ditujukan untuk mengatasi
eferen, sementara prostaglandin dan nitrit penyebab hipoperfusi ginjal sambil
oksida (NO) menyebabkan vasodilatasi menghindari terjadinya kelebihan
cairan.
126 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Hipoperfusi ginjal

Aktivasi sistim neurohumoral


RAA
Simpatis
ADh
Prostaglandin

Efek sistemik Efek ginjal


vasokonstriksi vasokontriksi arteriol eferen
Tekanan darahs\ meningkat vasodilatasi arteriol aferen
Perbaaikan perfusi ginjal Tekanan kapiler glomerulus dipertahankan
Retensi garam dan air
Atau
Perfusi ginjal kembali normal Iskemia ginjal berkepanjangan

Proses terjadinya ATN


vasokonstriktor intrarenal (endothelin, angiotensin
II) Kerusakan endotel
Inflamasi intrarenal
Deplesi ATP sel tubulus
Radikal bebas
Fungsi ginjal kembali normal
Acute tubular necrosis
vasokonstriktor intrarenal (endothelin, angiotensin
II) Kerusakan endotel
Inflamasi intrarenal
Deplesi ATP sel tubulus
Radikal bebas

Gambar 14.1. Mekanisme terjadinya nekrosis tubular akut (acute tubular necrosis,ATN) pada gagal ginjal akut pra-renal

Penyakit ginjal intrinsik GAMbARAN KlINIS


Keadaan ini didasari oleh kerusakan jaringan Penyebab hipoperfusi perlu dicari, misalnya
ginjal, baik vaskular, tubulus, interstisial, perdarahan, gagal jantung, kebocoran plasma
maupun glomerular. Nekrosis tubular akut seperti pada infeksi dengue dan sepsis,
merupakan penyebab utama gagal ginjal akut kehilangan cairan berlebih seperti pada luka
tipe renal, dapat terjadi akibat hipoksia/iskemia bakar, diare, muntah, dan lain-lain. Anamnesis
(tersering) atau toksin (nephrotoxin injury). tentang penggunaan obat-obatan penting untuk
Sepsis dapat mengakibatkan gagal ginjal akut mencari kemungkinan adanya obat yang bersifat
tipe renal melalui berbagai mekanisme. Beberapa nefrotoksik.
obat yang bersifat nefrotoksik dapat dilihat pada Temuan dari pemeriksaan fisis seringkali
Tabel 14.3. dapat mendeteksi etiologi gagal ginjal. Sebagai
contoh, bila ditemukan petanda vaskulitis,
Gagal ginjal akut pasca-renal tekanan darah yang rendah, atau penyakit
hati berat, maka penyebab gagal ginjal adalah
Gagal ginjal akut tipe pasca-renal relatif jarang
sindrom hepatorenal. Pemeriksaan fisis juga
terjadi di PICU. Uropati obstruktif kongenital
penting untuk mendeteksi adanya kebocoran
dapat ditemukan pada neonatus.
plasma, krisis hipertensi, dan kelebihan cairan
Gagal Ginjal Akut 127

Tabel 14.3. Obat nefrotoksik


Nefrotoksin yang menyebabkan disfungsi tubulus
Aminoglikosida
Antibiotik beta-laktam (sefalosporin, karbapenem)
Zat kontras
Cisplatin
Ifosfamide
Obat anti-inflamasi nonsteroid
Asetaminophen
Amfoterisin b
Asiklovir
foscarnet
Cidofovir
Inhibitor kalsineurin
Nefrotoksin yang menurunkan laju filtrasi glomerulus
Amfoterisin b
Angiotensin-converting enzyme inhibitor
Obat anti-inflamasi nonsteroid
foscarnet
Inhibitor kalsineurin
vasokonstriktor/vasopresor
Nefrotoksin yang mengakibatkan nefritis interstisial
Antibiotik beta-laktam (metisilin, penisilin, sefalosporin)
Tetrasiklin

yang terkadang mengakibatkan ancaman gagal positif. Bila tidak ditemukan eritrosit secara
napas. mikroskopis, namun uji dipstik menunjukan
adanya darah, perlu dipikirkan terjadi hemolisis
atau rabdomiolisis. Proteinuria merupakan
PEMERIKSAAN PENUNjANG petanda yang tidak spesifik. Silinder granular
yang dijumpai pada pasien dengan hipovolemia
Berbagai pemeriksaan penunjang untuk mencari seringkali merupakan petanda ATN sebelum
etiologi gagal ginjal akut dapat dilihat pada terjadi peningkatan kreatinin serum.
Tabel 14.5.
fraksi ekskresi sodium (fENa)
Urinalisis
Fraksi ekskresi sodium dapat dihitung dengan
Berat jenis urine tinggi pada pasien dengan formula berikut:
deplesi volume intravaskular, namun bila
telah terjadi ATN, berat jenis umumnya
rendah karena telah terjadi disfungsi tubulus. FENa = (UNa × SCr )/(SNa × UCr ) × 100
Glukosuria dapat merupakan petanda disfungsi
tubulus atau diuresis osmotik akibat diabetes Pada ATN, didapatkan nilai FENa >1%,
mellitus. Infeksi saluran kemih patut dicurigai sedangkan pada gagal ginjal akut tipe pra-renal
bila ditemukan peningkatan jumlah leukosit <1% (nilai normal FENa pada neonatus <3%)
atau uji dipstik yang menunjukkan nitrit (Tabel 14.4).
128 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 14.4. Beberapa pemeriksaan untuk membedakan gagal ginjal tipe pra-renal dan renal
Pemeriksaan Gagal ginjal akut Gagal ginjal akut Nilai diskriminasi
fungsional parenkimal
Konservasi natrium
Konsentrasi natrium urin (UNa) <20 mEq/l >40 mEq/l jelek
fraksi ekskresi natrium (fENa) <1 >1 baik
fENa = (UNa x SCr)/(SNa x UCr) x 100
Konservasi air
Osmolalitas urin (UOsm) >500 mOsm/l >350 mOsm/l jelek
Rasio osmolalitas urin-serum (UOsm/SOsm) >2 <1,1 Sedang
Respons terhadap challenge diagnostik dengan Peningkatan produksi Tidak ada perubahan baik
manitol dan furosemid intravena urin
U, urin; Na, natrium; Cr, kreatinin; S, serum
*Anak dengan ATN nonoliguria dapat memiliki fraksi ekskresi natrium <1%. Uji fENa hanya membantu untuk ATN dengan
oliguria.Ambang batas fENa pada neonatus adalah 3%, bukan 1%
Dikutip dengan modifikasi dari Lamire N, dkk. Lancet 2005; 365:417-30

Dengan prinsip yang sama, dapat dengan kadar >6,5 mEq/L mengancam nyawa.
pula dihitung fraksi ekskresi urea berdasar Hipokalemia dapat terjadi pada gagal ginjal
pengukuran urea nitrogen dan kreatinin urine akut tipe poliuria, yang sering disebabkan oleh
dan serum. Nilai normal fraksi ekskresi urea amfoterisin B dan aminoglikosida. Asidosis
<35%, sedangkan pada disfungsi tubular >35%. metabolik, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia
Fraksi ekskresi urea kurang dipengaruhi oleh juga umum dijumpai pada gagal ginjal akut. Pada
diuretik dibandingkan dengan fraksi ekskresi kondisi hipovolemia, kadar nitrogen urea dapat
sodium. meningkat jauh melebihi peningkatan kreatinin
serum, demikian juga kadar hematokrit dan
trombosit meningkat dari nilai sebelumnya.
Mutiara bernas
Pada ATN, didapatkan nilai FENa >1%, Pencitraan
sedangkan pada gagal ginjal akut tipe pra-
renal <1% (nilai normal FENa pada Beberapa kelainan anatomi seperti obstruksi
kongenital dapat terdiagnosis melalui pencitraan
neonatus
saluran kemih. Gangguan vaskular dapat pula
<3%)
dideteksi melalui pencitraan melalui teknik
doppler, computed tomography, atau magnetic
Pemeriksaan darah resonance.
Pemeriksaan yang rutin dilakukan meliputi
kreatinin, nitrogen urea, elektrolit, natrium,
kalium, bikarbonat, fosfor, kalsium, glukosa, Tata laksana
albumin, hemoglobin, dan trombosit. Tata laksana suportif dibutuhkan untuk
Hiponatremia sering disebabkan oleh efek mencegah dan mengatasi ancaman nyawa,
dilusi akibat pelepasan hormon antidiuretik misalnya akibat gangguan elektrolit. Mengatasi
yang tidak adekuat. Hiperkalemia dapat gangguan perfusi dan menghindari penggunaan
terjadi akibat gangguan ekskresi. Hiperkalemia senyawa yang bersifat nefrotoksik dilakukan
Gagal Ginjal Akut 129

Tabel 14.5. Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal akut


Pemeriksaan Kelainan Temuan positif
Urin Dipstick urine Infeksi Nitrit, leukosit esterase
Diabetes melitus Glukosa, keton
Defek konsentrasi (ATN, nefritis Berat jenis ≤,01
interstisial)
Nefritis hematuria
Sindrom nefrotik Proteinuria
Mikroskopik Nefritis Eritrosit, silinder leukosit
ATN Silinder granular
Nefritis interstisial akut Eosinofilia
FENa Gagal ginjal akut pra-renal fENa <1%
ATN, penyakit tubulus fENa >2%
FEUr Gagal ginjal akut pra-renal fEUr <35%
ATN fEUr >35%

Serum SCr Gagal ginjal akut Meningkat dibandingkan


sebelumnya
BUN Gagal ginjal akut pra-renal Meningkat jauh di atas
peningkatan SCr
Elektrolit Dehidrasi hiperkalemia, hipokalsemia,
hperfosfatemia, hiponatremia,
hipernatremia
Disfungsi tubulus/sindrom fanconi hipokalemia, hipofosfatemia
Gas darah Gagal ginjal akut Asidosis metabolik
Hemoglobin dan Sindrom hemolitik uremik, Rendah
trombosit mikroangiopati lain
Penurunan volume intravaskular Meningkat
Albumin Sindrom nefrotik, gangguan fungsi hati, Rendah
sindrom hepatorenal
Enzim hati Penyakit hati berat Meningkat
Profil koagulasi Koagulasi intravaskular diseminata Tidak normal
Kreatinin kinase Rabdomiolisis Meningkat
Autoimun (ANA, Glomerulonefritis
antinuclear cytoplasmic
antibody, komplemen
C3, C4)

Ultrasonografi ginjal dan saluran kemih ATN Peningkatan ekogenisitas, hilangnya


diferensiasi korteks-medula
Glomerulonefritis Glomerulomegali
Obstruksi Dilatasi ureter
Doppler vaskular ATN, trombosis Gangguan aliran darah
CT, MRI Kelainan vaskular Penilaian vaskular ginjal
Radionucleotide scan Uropati obstruktif kongenital pada Penurunan aliran pada
neonatus nekrosis korteks
Voiding cystourethrogram Katup uretra posterior Menegakkan diagnosis
Biopsi ginjal Glomerulonefritis, nefritis interstisial Menegakkan diagnosis
akut
130 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut. children. A preliminary study. J Ann Pediatr.
Tunjangan nutrisi dengan pembatasan cairan 2004;61:509-14.
membutuhkan ketelitian tersendiri. Salah satu 4. Akcan-Arikan A, Zappitlli M, Loftis LL. Modified
formula yang dapat digunakan untuk menilai RIFLE criteria in critically ill children with acute
kelebihan cairan (dalam persen) adalah selisih kidney injury. Kidney Int. 2007;71:1028-35.
total cairan masuk dan keluar selama perawatan 5. Williams DM, Sreedhar SS, Michkell JJ. Acute
PICU dibagi berat badan kering dikali seratus kidney failure: a pediatric experience over 20
persen, sesuai formula: years. Arc Pediatr Adolsc Med. 2002;156:893-
900.
Total cairan masuk (l) - Total cairan keluar (l) 6. Chan KL, Ip P, Chiu CS. Peritoneal dialysis
x100 after surgery for congenital heart disease in
berat badan kering (kg) infants and young children. Am Thorac Surg.
2003;76:1443-9.
Penggunaan furosemid dan dopamin dosis 7. Mishra J, Dent C, Tarabishi R. Neurophil
renal (1-5µg/kg/menit) tidak memperbaiki gelatinase-associated lipocalin (NGAL) as a
mortalitas. biomarker for acute renal injury after cardiac
surgery. Lancet. 2005;365:1231-8.
8. Skippen PW, Krahn GE. Acute renal failure in
Prognosis children undergoing cardiopulmonary bypass.
Studi multisenter atas anak dengan continuous Crit Care Rescuc. 2005;7:286-91.
renal replacement therapy menunjukan bahwa 9. Bellomo R, Ronco C, Kellum JA. Acute
pasien dengan penyebab non-renal atau multiple renal failure - definition, outcome measures,
organ system dysfunction syndrome (MODS) animal models, fluid therapy, and information
mempunyai mortalitas >50%. Pengamatan technology needs: the Second International
selama 3-5 tahun terhadap pasien di PICU Consensus Conference of the Acute Dialysis
yang mengalami gagal ginjal akut menunjukan Quality Initiative (ADQI) Group. Crit Care.
kesintasan sebesar 80%, namun sebanyak 60% 2004;8:R204-12.
mengalami gangguan ginjal (penurunan laju 10. Hui-Stickle S, Brewer ED, Goldstein SL.
filtrasiglomerulus, hipertensi, mikroalbuminuria, Pediatric ARF epidemiology at a tertiary care
atau hematuria). center from 1999 to 2001. Am J Kidney Dis.
2004;45:96-101.
11. Devarajan P. Cellular and molecular
KEPUSTAKAAN dearrangements in acute tubular necrosis. Curr
Opin Pediatr. 2005;17:193-9.
1. Adreoli S. Clinical evaluation and management. 12. Acure renal failure. Textbook of pediatric care.
Dalam: Avner E, Harmon W, Niaudet P, Diunduh dari: www.pediatriccareonline.org
penyunting. Pediatric Nephrology. Edisi ke-5. 13. Lamire N, Van Biesen W, Vanholder R. Acute
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; renal failure. Lancet. 2005; 365:417-30.
2004. h. 1233-50.
14. Michael M, Kuhnle I, Goldstein SL. Fluid
2. Bailey D, Phan V, Litalien C. Risk factors of overload and acute renal failure in pediatric
acute renal failure in critically ill children: a stem cell transplant patients. Pediatr Nephrol.
prospective descriptive epidemiological study. 2004;19:91-5.
Pediatr Crit Care. 2007;8:29-35.
15. Lassnigg A, Donner E, Grubhover G et al.
3. Medina Villaneuva A, Lopez-Herce Cid J, Lopez Lack of renoprotective effects of dopamine and
Fernandez Y. Acute renal failure in critically-ill
Gagal Ginjal Akut 131

furosemide during cardiac surgery. J Am Soc 18. Symons JM, Chua A, Somers MJ. Demographic
Nephrol. 2000;11:97-104. characteristics of pediatric continuous renal
16. Shilliday JR, Quinn KJ, Allison ME. Loop replacement therapy: a report of the prospective
diuretics in the management of acute renal pediatric continuous renal replacement therapy
failure: a prospective double-blind placebo- registry. CJASN. 2007;2:732-8.
controlled, randomized study. Nephrol Dial 19. Askenazi DJ, Feig DI, Grahan NM. 3-5 year
Transplant. 1997;12:2592-6. longitudinal follow-up of pediatric patients after
17. Uchino S, Doig GS, Bellomo R. Diuretics and acute renal failure. Kidney Int. 2006;69:185-9.
motality in acute renal failure. Crit Care Med.
2004;32:1660-77.
15 Keseimbangan Asam basa
Abdul Latief,Tatty Ermin Setiati, Hari Kushartono

PENDAhUlUAN Sel manusia akan berfungsi dengan baik


di lingkungan pH normal (pH 7,35-7,45) yaitu
Gangguan keseimbangan asam basa merupakan pada kadar ion hidrogen (H+) sekitar 40 nmol/L.
masalah yang sering dihadapi pada kegawatan Kadar ion hidrogen yang sangat kecil tersebut
pediatrik. Meskipun sebagian besar gangguan diatur dengan ketat melalui proses yang sangat
keseimbangan asam basa bersifat ringan dan dapat kompleks. Untuk mempertahankan pH (ion
pulih sendiri, tidak jarang dijumpai gangguan hidrogen), tubuh mempunyai sistem pengatur
keseimbangan asam basa berat yang dapat keseimbangan asam basa, yaitu sistem dapar
mengancam nyawa, seperti pH<7,0 atau pH>7,7. (buffer), sistem pernapasan (paru), dan sistem
Gangguan keseimbangan asam basa yang terjadi ginjal yang difasilitasi oleh hati. Peran utama
dengan sangat cepat merupakan kegawatan yang pengaturan keseimbangan asam basa dijalankan
harus ditata laksana dengan cepat dan tepat. oleh paru dan ginjal, sedangkan sistem dapar
Gangguan keseimbangan asam basa lebih berfungsi untuk meminimalkan perubahan
adalah akibat dari proses perjalanan penyakit pH. Pengaturan keseimbangan asam basa oleh
primer, oleh karena itu tata laksana ditujukan paru berjalan dengan cepat, dalam hitungan
terutama pada penyakit primer. Mekanisme menit melalui pengaturan PaCO2. Pengaturan
kompensasi dapat memperburuk keadaan oleh ginjal berjalan lebih lambat, ginjal mengatur
pasien, misalnya hiperventilasi yang terjadi kelebihan asam/basa melalui sekresi/reabsorbsi
akibat proses kompensasi asidosis metabolik klor dalam bentuk amonium klorida yang
dapat menyebabkan kelelahan napas yang difasilitasi oleh hati melalui sekresi/produksi
berisiko menimbulkan gagal napas. glutamine (Stewart approach) dan atau sekresi/
reabsorbsi bikarbonat (traditional approach). Bila
mekanisme homeostasis tersebut tidak berjalan
KESEIMbANGAN ASAM bASA dengan baik maka akan terjadi gangguan
keseimbangan asam basa.
Dalam keadaan normal asam terbentuk dari hasil
metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak
dalam bentuk asam volatile (asam karbonat) ANAlISIS KESEIMbANGAN ASAM bASA
dan nonvolatile (asam metabolik, laktat,
keton, sulfat, fosfat). Untuk mempertahankan Secara klinis gangguan keseimbangan asam basa
keseimbangan asam basa, kelebihan asam yang disebabkan karena asam volatile disebut
karbonat akan dikeluarkan melalui paru dalam respiratorik (asidosis/alkalosis respiratorik)
bentuk karbondioksida, sedangkan kelebihan dan asam nonvolatile disebut metabolik
asam nonvolatile akan dinetralisir oleh sistem (asidosis/alkalosis metabolik). Penilaian
dapar (buffer). terhadap gangguan asam basa respiratorik
Keseimbangan Asam Basa 133

didasarkan pada kadar karbondioksida (PaCO2), Kadar ion bikarbonat normal antara 22–26
sedangkan untuk gangguan asam basa metabolik mEq/L. Sebenarnya penggunaan ion bikarbonat
dengan menilai [HCO -3], SBE (standardized base (HCO 3 -) sebagai petanda asidosis/alkalosis
excess), dan SID (strong ions difference). tidaklah tepat karena ion bikarbonat tidak
hanya dipengaruhi oleh asam metabolik tetapi
juga oleh asam volatile (PaCO2) atau respiratorik.
Karbondioksida (PaCO2) Meskipun demikian, hubungan antara kadar
Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan ion bikarbonat dan PaCO2 dapat dipakai
kadar karbondioksida darah antara 35-45mmHg untuk memperkirakan besarnya kompensasi
(sekitar 40mmHg) yaitu dengan mengatur tubuh. Perhitungan didasari atas asumsi
ventilasi alveolar. Bila peningkatan atau sistem buffer bikarbonat akan menetralkan
penurunan ventilasi alveolar tidak sebanding kelebihan asam nonvolatile (asam metabolik).
dengan produksi karbondioksida, maka akan Satu ion bikarbonat akan mengikat satu ion
terjadi gangguan keseimbangan asam basa hidrogen asam nonvolatile, ion bikarbonat akan
respiratorik. Di dalam darah, karbondioksida menurun sebanding dengan ion hidrogen,
akan bereaksi dengan molekul air membentuk jumlah total kelebihan asam nonvolatile sama
H2CO3 yang kemudian berdisosiasi menjadi ion dengan jumlah penurunan ion bikarbonat dari
hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO 3-) nilai normal. Kelainan asam basa yang terjadi
yang dikatalisasi oleh enzim karbonat anhidrase dapat disimpulkan berdasarkan perbandingan
(Persamaan 15.1) bikarbonat atau PaCO2 yang terukur dengan
 
yang diharapkan dari proses kompensasi (Tabel
CO2  H 2Oka    H 2CO 3  H  HCO 3
rbona tanh idrase 15.1).

Persamaan 15.1
Standardized Base Excess (SbE)
Berdasarkan persamaan di atas, Persamaan Henderson-Hasselbalch tidak dapat
peningkatan PaCO2 akan menaikkan kadar ion menentukan derajat gangguan keseimbangan
hidrogen dengan demikian menurunkan pH asam-basa. Untuk menghitung derajat gangguan
(asidosis). Sebaliknya bila terjadi penurunan asam-basa tersebut dapat dilakukan dengan
PaCO2 akan menurunkan ion hidrogen sehingga menghitung buffer base (Singer dan Hasting), base
pH naik dan terjadi alkalosis. excess/deficit (Siggard-Anderson), dan
standardized base excess/defisit (SBE).
Ion bikarbonat (hCO3 -) Buffer base (BB) adalah jumlah ion
bikarbonat dan ion nonvolatile buffer, terutama
Secara tradisional, berdasarkan persamaan albumin, fosfat, dan hemoglobin. Buffer base
Henderson-Hasselbalch (Persamaan 15.2), secara tidak langsung dihitung dari selisih jumlah
ion bikarbonat dapat dipakai sebagai penafsir seluruh kation dan anion kuat di dalam darah.
asidosis atau alkalosis metabolik. Bila kadar ion Selisih jumlah kation dan anion kuat adalah
bikarbonat menurun menandakan asidosis dan sama dengan jumlah anion lemah (bikarbonat,
jika kadar ion bikarbonat meningkat berarti protein, fosfat). Peningkatan BB terjadi pada
alkalosis. alkalosis metabolik, sedangkan penurunan
BB terjadi pada asidosis metabolik. Kadar BB
pH = pK x log [HCO -/(0,03 x PaCO )] normal secara cepat dapat diperkirakan sama
3 2
Persamaan 15.2 dengan rumus (Na+ + K+) - Cl-.
134 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 15.1. Hubungan antara ion bikarbonat, PaCO2 dan SBE pada kelainan asam basa

Kelainan asam basa HCO3- (mEq/L) PaCO2 (mmHg) SBE (mEq/L)


(1,5 x hCO ) + 8
3
-

Asidosis metabolik < 22 atau < -5


40 + SbE
(0,7 x hCO 3-) + 21
Alkalosis metabolik >26 atau >+5
40 + (0,6 x SbE)
Asidosis respiratorik akut [(PaCO2 - 40)/10]+24 > 45 0
Asidosis respiratorik kronis [(PaCO2 - 40)/3]+24 > 45 0,4 x (PaCO2 – 40)
Alkalosis respiratorik akut 24 -[(40 - PaCO2/5] < 35 0
Alkalosis respiratorik kronis 24 -[(40 - PaCO2/2] < 35 0,4 x (PaCO2 – 40)
Dikutip dari: Kellum jA. Crit Care. 2005;21:329-46

Base excess/deficit (BE/BD) adalah cara penyebab asidosis metabolik sehingga perlu
praktis untuk mengetahui berapa besar derajat dilakukan pemeriksaan kesenjangan anion
kelainan asam basa metabolik, yaitu dengan (anion gap, AG) yang diperkenalkan oleh
melakukan titrasi invitro pada sediaan darah Emmett dan Narin pada tahun 1975. Pada
dengan asam/basa kuat menjadi normal (pH saat itu tidak semua elektrolit diperiksa secara
7,4) dengan syarat faktor respiratorik ditiadakan rutin, oleh karena itu bila dipadankan maka
(PCO2 sampel darah dibuat menjadi 40 mmHg hasil pemeriksaan kation akan berbeda dengan
dengan suhu 37oC). Definisi BE/BD adalah anion, perbedaan yang terjadi itu disebut AG
jumlah asam atau basa kuat yang dibutuhkan (Gambar 15.1).
untuk menaikkan atau menurunkan pH Anion gap dapat dihitung dengan rumus AG
menjadi 7,4 pada PaCO2 40 mmHg dan suhu = (Na+ + K+) – (Cl- + HCO -) mEq/L, 3
37oC. Dengan perkataan lain BE/BD adalah atau bila kalium diabaikan karena nilainya
besarnya penyimpangan kadar BB dari nilai kecil, menjadi AG = Na+ - (Cl- + HCO 3-)
normal. Kadar normal BE antara -2 sampai 2 mEq/L. Nilai normal AG adalah 8–16 mEq/L.
mEq/L. Asidosis terjadi pada BE <-2 mEq/L dan Berdasarkan AG, asidosis metabolik dibagi
alkalosis jika BE >2 mEq/L. menjadi asidosis metabolik dengan peningkatan
Perhitungan BE/BD menggunakan darah AG dan tanpa peningkatan AG (Tabel 15.2)
lengkap sehingga kurang menggambarkan Meningkatnya AG menandakan adanya anion
cairan ekstraselular/interstisial. Oleh karena itu, tidak terukur sebagai penyebab metabolik
perlu dilakukan standarisasi BE/BD yang sesuai asidosis.
dengan cairan ekstrasel/interstisial, yaitu pada
kadar Hb 5 g/dL. Base excess/deficit yang sudah
distandarisasi ini disebut SBE dan dapat dihitung
dengan persamaan Van Slyke. Perubahan SBE
pada gangguan keseimbangan asam basa primer Mutiara bernas
dapat dilihat pada Tabel 15.1. Base excess/deficit (BE/BD) adalah cara praktis
Kombinasi hasil pemeriksaan PaCO2, untuk mengetahui berapa besar derajat
bikarbonat, dan SBE belum dapat menentukan kelainan asam basa metabolik
Keseimbangan Asam Basa 135

Gambar 15.1. Diagram senjang anion (anion gap)

Tabel 15.2. Klasifikasi asidosis metabolik berdasarkan anion gap


AG meningkat AG normal
Asidosis laktat Diare
Ketoasidosis Gagal ginjal
Uremia Asidosis tubulus ginjal
Toksin(metanol, lisilat, glikol etilen dan propilen glikon) Keracunan toluen
hiperalimentasi

Strong Ions Difference (SID) ekstrasel ini akan mempengaruhi disosiasi


air, sehingga perubahan pada salah satu kadar
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari
cairan ekstrasel ini dapat mempengaruhi kadar
air. Oleh karena itu sifat fisik dan kimiawi air
ion hidrogen. Cairan ekstrasel memiliki pH
berperan penting dalam mempertahankan
normal sebesar 7,35 – 7,45, artinya pH < 7,35
homeostasis normal. Air murni pada suhu 25°C
disebut asam dan pH > 7,45 disebut basa.
bersifat netral karena mempunyai kandungan
ion hidrogen (H+) dan ion hidroksida (OH- Kadar ion hidrogen cairan ekstrasel dapat
) sama besar yaitu 1 x 10-7 mmol/L (pH 7,0). dihitung secara kuantitatif, dengan menghitung
Suatu larutan disebut asam bila kandungan semua komponen yang mengisi cairan ekstrasel
ion hidrogen melebihi 1 x 10-7 mmol/L, dan melalui reaksi keseimbangan kimiawi masing-
ion hidroksida kurang dari 1 x 10-7 mmol/L masing komponen dan menerapkan kaidah-
(pH <7,0), dan jika sebaliknya disebut basa. kaidah kimia fisik, yaitu hukum kenetralan
Beberapa keadaan seperti suhu dan kandungan listrik (electrical neutrality), reaksi keseimbangan
elektrolit dapat mempengaruhi proses disosiasi disosiasi (dissociation equilibria) dan hukum
air yang akan merubah kandungan ion hidrogen konservasi masa (mass conservation). Pendekatan
maupun hidroksida. kuantitatif ini disebut pendekatan Stewart atau
pendekatan “modern”.
Cairan ekstrasel merupakan suatu “ionic
soup” yang berisi sel, partikel, gas terlarut seperti Ada tiga faktor determinan yang
karbondioksida dan oksigen, ion kuat, serta ion menentukan konsentrasi ion hidrogen dalam
lemah (asam lemah). Sebagian besar cairan cairan tubuh yaitu PaCO2, SID, dan asam lemah
136 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Gambar 15.2. Hubungan antara SID, pH, dan ion hidrogen


Keterangan: ph; : ion hidrogen.
Kadar asam lemah dan karbondioksida dipertahankan tetap, masing-masing 18 mEq/l dan 40mmhg
Dikutip dari: Kellum jA. Crit Care Clin, 2005

total (ATOT, terutama protein), ketiga determinan Strong ions difference mempunyai pengaruh
itu disebut faktor independen, sedangkan ion besar terhadap disosiasi molekul air yaitu untuk
hidrogen, ion bikarbonat, dan ion asam lemah mempertahankan larutan dalam keadaan
lainnya merupakan faktor dependen. Perubahan netral. Bila nilai SID melebar atau positif akan
pada faktor independen akan mempengaruhi menyebabkan penurunan kadar ion hidrogen
faktor dependen, sedangkan perubahan pada sehingga akan terjadi alkalosis, jika nilai SID
faktor dependen tidak akan mempengaruhi menyempit maka akan terjadi asidosis (Gambar
faktor independen. 15.2). Dalam keadaan normal, nilai SID adalah
Cairan ekstrasel dan intrasel mengandung 40–42 mEq/L. Di dalam tubuh, SID adalah
bermacam-macam ion yang berdasarkan muatan jumlah karbondioksida (HCO3-) dan ion asam
listrik dibedakan menjadi kation jika muatannya lemah (protein, fosfat) serta ion hidroksida
positif dan anion jika negatif. Didalam larutan, dalam jumlah yang sangat kecil (Gambar 15.3).
ion mempunyai kecenderungan untuk Bila kadar protein dan fosfat normal maka
berdisosiasi. Ion yang berdisosiasi sempurna penyimpangan nilai SID dari normal (D SID)
dalam air disebut sebagai ion kuat (strong menggambarkan SBE. Konsep analisis SID adalah
ions), misalnya Na+,K+,Ca++,Mg++, dan Cl-, sama dengan konsep BB dari Singer dan Hasting.
sedangkan ion yang berdisosiasi tidak sempurna Strong ion difference yang dihitung dari hasil
disebut ion lemah, misalnya albumin, fosfat, analisis elektrolit disebut SID apparent (SIDa),
karbonat, hidrogen, dan hidroksida. Selisih sedangkan SID yang dihitung dari bikarbonat
jumlah seluruh kation kuat dengan jumlah dan protein disebut SID effective (SIDe). SIDe
seluruh anion kuat disebut strong ions difference dapat dihitung dari persamaan Stewart-Fencl
(SID). dengan rumus sebagai berikut:

SIDefektif = (1000x2,46x10-11xPCO2/10-ph) + [(albumin g/l) x (0,123xph – 0,631)]


+[fosfat mmol x (0,309 x ph - 0,469)]

…Persamaan 15.3
Keseimbangan Asam Basa 137

Gambar 15.3. Gamblegram SID


Keterangan: kation kuat termasuk K,Ca,Mg; anion kuat termasuk laktat

Mutiara bernas asidifikasi SID dan protein (albumin) terhadap


perubahan BE/SBE. Selisih antara CBE dengan
Bila nilai SID melebar atau positif akan BE/SBE disebut base excess gap (BEG), yang
menyebabkan penurunan kadar ion hidrogen merupakan indikator adanya anion penyebab
sehingga akan terjadi alkalosis, jika nilai SID asidosis/alkalosis (unmeasured anion). Base excess
menyempit maka akan terjadi asidosis gap dapat dihitung dengan rumus Story berikut:
bEG = SbE – [(Na-Cl) – 38] - [0,25 x (42 – albumin(g/dl)]

Persamaan 15.4
Secara teoritis dalam keadaan normal
nilai SIDa sama dengan SIDe sehingga tidak
terdapat kesenjangan (gap) antara SIDa dan Gangguan keseimbangan asam basa
SIDe atau dirumuskan sebagai strong ion gap metabolik menurut Stewart dapat terjadi
(SIG) = SIDa – SIDe = 0. Bila terdapat SIG pada setiap gangguan faktor determinan
maka terdapat anion/kation lain yang tidak (independen) dalam sistem asam basa tubuh,
diperiksa (unmeasured anion) sebagai penyebab berbeda dengan cara Henderson-Hasselbalch
asidosis/alkalosis (Gambar 15.4). Meskipun yang menggunakan bikarbonat sebagai titik
penilaian SIG akurat tetapi menyulitkan karena sentral analisis (Tabel 15.3).
memerlukan pemeriksaan ion lengkap dengan
kalkulasi yang rumit. Cara yang lebih mudah
untuk mengetahui adanya asam nonvolatile APlIKASI KlINIS
(asam metabolik) maupun asam anorganik
sebagai penyebab gangguan keseimbangan asam Penilaian umum
basa metabolik adalah dengan menghitung Sebagaimana telah diuraikan di atas tentang
calculated base excess (CBE) yang didapat cara analisis hasil pemeriksaan asam basa. Secara
dengan menghitung pengaruh alkalinisasi/ cepat gangguan keseimbangan asam-basa dapat
138 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Gambar 15.4. Gamblegram dengan SIG (SIG = SIDa – SIDe)

Tabel 15.3. Klasifikasi gangguan asam-basa menurut Henderson-Hasselbalch (H-H) dan Stewart
Cara Parameter yg diukur Gangguan Parameter Asidosis Alkalosis
Penilaian asam-basa abnormal
h-h ph, PCO2, hCO -, bE Respiratorik PCO PCO naik PCO turun
3 2 2 2
Metabolik hCO 3
-
hCO turun
-
3
hCO -3naik
atau bE bE turun bE naik

Stewart ph, PCO2, Respiratorik PCO2 PCO2 naik PCO2 turun


SID (Na+,K+,Cl-, laktat-),
ATOT (albumin, fosfat)
Metabolik SID SID turun SID naik
ATOT Albumin naik Albumin turun
fosfat naik fosfat turun

diketahui bila: 1. Langkah pertama: lihat pH. Bila pH<7,35


1. pH darah arteri tidak normal, pH<7,35 disebut asidemia (asidosis), sedangkan
disebut asidemia, pH>7,45 disebut alkalemia. pH>7,45 alkalemia (alkalosis).
2. PaCO tidak normal (35-45mmHg). 2. Langkah kedua: lihat PaCO2. Tentukan
2
3. Konsentrasi bikarbonat tidak normal apakah perubahan PaCO2 sesuai pH, bila
(22-26mEq/L). sesuai merupakan penyebab respiratorik.
Kecuali ada faktor metabolik yang
4. SBE tidak di antara 3 sampai -3.
menyebabkan perubahan pada PaCO2
Untuk mengetahui apakah kelainan itu akibat mekanisme kompensasi. Sebagai
murni atau campuran, maka diperlukan analisis contoh, bila PaCO2 asam (meningkat)
korelasi antara pH, PaCO2, bikarbonat, SBE, dan pH asam maka merupakan asidosis
dan SID seperti telah diuraikan sebelumnya. respiratorik, demikian sebaliknya.
Cara paling mudah untuk analisis asam basa 3. Langkah ketiga: lihat SBE, tentukan
dibuat oleh Grogono berdasarkan kombinasi
apakah nilai SBE sesuai pH. Bila sesuai,
pH, PaCO2, dan SBE sebagai berikut:
Keseimbangan Asam Basa 139

maka penyebabnya adalah faktor 6. Langkah keenam: padankan dengan


metabolik, kecuali ada faktor respiratorik keadaan klinis pasien.
yang menyebabkan perubahan SBE akibat Berikut ini diberikan contoh kasus
mekanisme kompensasi. Contoh, bila SBE gangguan keseimbangan asam basa dan langkah
negatif dan pH turun merupakan asidosis analisisnya. Kasus adalah pasien dengan pH
metabolik, demikian juga sebaliknya. 7,15, PaCO2 60 mmHg, SBE -6 mEq/L.
4. Langkah keempat: lihat berat ringan Analisisnya adalah:
kelainan dengan melihat kadar PaCO2 dan
1. pH 7,15: asam, asidemia/asidosis.
SBE (Tabel 15.4).
2. PaCO2 60 mmHg: asam, asidosis
5. Langkah kelima: lihat kompensasi. Untuk respiratorik.
kompensasi penuh (complete compensation),
gunakan rumus bahwa setiap 3 mEq/L SBE 3. SBE -6mEq/L: asam.
setara dengan 5 mmHg PaCO2 (Tabel 15.5). 4. Kompensasi: keduanya asam (respiratorik

Tabel 15.4. Berat ringan gangguan keseimbangan asam-basa berdasarkan nilai PaCO2 dan SBE
Kelainan Derajat PCO2 (mmhg) SbE (mEq/l)
Alkalosis Sangat berat <18 <13
berat 18-25 13-9
Sedang 25-30 9-6
Ringan 30-34 6-4
Minimal 34-37 4-2
Normal Normal 37-43 2 sampai -2
Asidosis Minimal 43-46 -2 sampai -4
Ringan 46-50 -4 sampai -6
Sedang 50-55 -6 sampai -9
berat 55-62 -9 sampai -13
Sangat berat >62 <-13

Tabel 15.5. Interpretasi gangguan keseimbangan asam-basa


ph PCO2 SbE Interpretasi Kompensasi
Asam Asam Alkali Asidosis respiratorik kompensasi SbE tidak penuh, kompensasi metabolik
normal
Asam Asam Normal Asidosis respiratorik murni SbE normal, tidak ada kompensasi
Asam Asam Asam Asidosis campuran Tidak bisa dihitung
Asam Alkali Asam Asidosis metabolik kompensasi PaCO2 tidak penuh, kompensasi respiratorik
normal
Asam Normal Asam Asidosis metabolik murni PaCO2 normal, tidak ada kompensasi
respiratorik
Alkali Alkali Asam Alkalosis respiratorik kompensasi SbE tidak penuh, kompensasi metabolik
normal
Alkali Alkali Normal Alkalosis respiratorik murni SbE normal, tidak ada kompensasi
Alkali Asam Alkali Alkalosis metabolik kompensasi PaCO2 tidak penuh, kompensasi respiratorik
normal
Alkali Alkali Alkali Alkalosis campuran Tidak bisa dihitung
Alkali Normal Alkali Alkalosis metabolik murni PaCO2 normal, tidak ada kompensasi
respiratorik
140 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

dan metabolik) jadi tidak ada proses Penilaian pada kasus dengan
kompensasi. hipoalbuminemia berat lebih tepat diperiksa
5. Kesimpulan: kelainan campuran asidosis dengan menggunakan AG corrected dan/atau
respiratorik berat dan asidosis metabolik BEG, karena pada perhitungan AG, albumin
ringan. termasuk komponen yang tidak dihitung
(unmeasured).

Penilaian khusus asidosis metabolik


Rumus untuk AG corrected adalah:
Untuk mengetahui adanya penyebab asidosis
metabolik, dapat dilakukan pemeriksaan AG AG corrected = AG + 2,5 x [42 – kadar albumin sekarang (g/dl)]
dan atau BEG.
Persamaan 15.5
1. Langkah pertama: ikuti cara Grogono.
2. Langkah kedua:
Hitung AG untuk menentukan apakah Tata laksana Gangguan Keseimbangan
asidosis disebabkan oleh anion terukur Asam basa
atau tidak terukur (unmeasured anion) . Gangguan keseimbangan asam basa bukanlah
Interpretasi nilai AG adalah: penyakit, melainkan kelainan akibat penyakit
a. Normal, berarti pemberian cairan yang primer, maka tata laksana ditujukan kepada
mengandung klor berlebihan (asidosis penyakit primer tersebut. Bila gangguan asam
metabolik hiperkloremik), kehilangan basa berat maka perlu dipertimbangkan koreksi
natrium lebih banyak dari klor (diare, terhadap gangguan asam basa yang terjadi.
ileostomi), dan asidosis tubulus ginjal.
b. Meningkat (>16 mEq/L), berarti Gangguan Respiratorik
anion metabolik lain sebagai penyebab
(laktat, keton, dll). Kelainan yang mengancam nyawa pada asidosis
Periksa laktat, jika lebih dari 2 mEq/L respiratorik bukan karena asidosisnya tetapi
maka terjadi asidosis laktat, dapat disebabkan: karena hipoksemia, oleh karena itu terapi utama
adalah terapi oksigen sambil mengatasi penyebab
0. Gangguan sirkulasi (syok, hipovolemia, primer pernapasan (hipoventilasi). Atasi faktor
keracunan CO, kejang), atau penyebab seperti kelainan paru, keracunan
a. Tidak ada gangguan sirkulasi (keracunan narkotika, atau keracunan salisilat. Ventilasi
biguanida, etilen glikol). Periksa produksi paru dapat diperbaiki dengan menggunakan
urin dan kreatinin: untuk mengetahui ventilasi mekanik.
adanya gagal ginjal akut (renal acids).
Periksa gula darah dan keton urin: Gangguan Metabolik
b. Hiperglikemia dan ketosis menunjukkan
ketoasidosis diabetikum. 1. Asidosis Metabolik
c. Normoglikemia dan ketosis mengindi- Meskipun sebagian besar asidosis metabolik
kasikan kemungkinan keracunan dapat diatasi oleh tubuh setelah penyakit
alkohol atau kelaparan. primernya ditanggulangi, namun bila
penurunan pH (<7,2) dan BE/SBE sangat
3. Langkah ketiga, bila semua uji laboratorium
rendah (< -10 mEq/L) maka pemberian
normal, pertimbangkan keracunan sebagai
alkali (natrium bikarbonat) perlu
penyebab.
dipertimbangkan.
Keseimbangan Asam Basa 141

Koreksi alkali terutama ditujukan pada dan terapi lainnya. Pada asidosis metabolik
asidosis metabolik yang disebabkan oleh kronik, pemberian alkali harus dilakukan
anion non-organik, sedangkan asidosis meskipun pH <7,35 untuk mencegah
yang disebabkan oleh anion organik katabolisme protein dan demineralisasi
(laktat, keton) yang dapat dimetabolisme tulang, agar tidak terjadi gangguan
kembali oleh tubuh maka tata laksananya pertumbuhan pada anak.
ditujukan pada penyakit primer bukan
pemberian alkali (Tabel 15.6). Asidosis
2. Alkalosis Metabolik
metabolik karena gagal ginjal (anion non-
organik) ditanggulangi dengan dialisis Terdapat dua jenis alkalosis metabolik yaitu
(renal replacement therapy), namun bila sensitif klorida dan resisten klorida. Disebut
asidosis sangat berat maka pemberian sensitif klorida karena pemberian klorida
alkali dapat dipertimbangkan sementara (NaCl fisiologis, KCl, atau HCl) akan
menunggu dialisis. Pemberian alkali pada memberikan respons yang baik. Alkalosis
asidosis metabolik karena anion organik metabolik sensitif klorida disebabkan
masih kontroversial. Tata laksana asidosis karena kehilangan klorida dari cairan
metabolik karena anion organik ditujukan lambung atau muntah sedangkan fungsi
pada penyakit primer dan pemberian alkali ginjal normal. Resisten klorida adalah
dipertimbangkan bila pH < 7,0. Obat alkalosis metabolik yang tidak responsif
untuk mengatasi asidosis metabolik seperti dengan pemberian klorida karena ginjal
carbicarb, tromethamine (THAM), dan trobat terus-menerus mensekresi klorida, biasanya
tidak tersedia di Indonesia. terdapat peningkatan kadar klorida
urin >20 mEq/L. Tata laksana alkalosis
Terdapat empat penyebab utama metabolik resisten klorida ditujukan pada
asidosis metabolik di Unit Perawatan penyakit primer (misalnya aldosteronisme
Intensif, yaitu asidosis laktat karena syok dan sindrom Cushing).
dan hipoksemia, ketoasidosis karena
diabetes melitus, asidosis tubulus ginjal,
dan asidosis karena dehidrasi akibat diare.
Dari keempat keadaan tersebut, alkali
Pemberian alkali (natrium bikarbonat)
diberikan pada asidosis tubulus ginjal dan Natrium bikarbonat diberikan pada asidosis
diare, sedangkan pada syok, hipoksemia metabolik berat terutama pada asidosis
dan diabetes pengobatan ditujukan pada metabolik yang disebabkan karena anion non-
penyakit primer, yaitu dengan resusitasi organik (Tabel 15.6). Dosis optimal natrium
cairan, oksigenisasi, dan pemberian insulin. bikarbonat diberikan berdasarkan nilai SBE atau
Pemberian alkali dipertimbangkan bila pH delta SID dengan perhitungan : 0,3 X BB(kg) X
plasma < 7,0 setelah dilakukan resusitasi SBE (delta SID) mEq, diberikan separuh dosis
dengan pertimbangan:
Mutiara bernas 1. Natrium bikarbonat diberikan langsung
Empat penyebab utama asidosis metabolik di intravena, sehingga dosis yang diberikan
Unit Perawatan Intensif, yaitu asidosis laktat jauh lebih besar dari target perhitungan
karena syok dan hipoksemia, ketoasidosis (volume intravaskular lebih kecil dari total
karena diabetes melitus, asidosis tubulus volume ekstraselular).
ginjal, dan asidosis karena dehidrasi akibat 2. Natrium bikarbonat akan segera
diare menghasilkan karbondioksida yang tinggi
142 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

(1 mEq natrium bikarbonat = 22 mL dari proses patofisiologi dari suatu penyakit


karbondioksida). yang terjadi terganggunya homeostasis tubuh.
3. Karbondioksida mudah berdifusi melalui Asam diproduksi oleh tubuh dalam bentuk
membran sel, sehingga dapat menembus asam volatile dan nonvolatile. Untuk menjaga
sawar darah otak dan menyebabkan asidosis keseimbangan asam basa, tubuh mempunyai tiga
di otak. sistem pengatur yaitu sistem dapar, paru-paru,
dan ginjal. Sistem dapar menetralisir kelebihan
Natrium bikarbonat terdapat dalam asam dengan segera, paru-paru mengeluarkan
dua sediaan yaitu larutan 8,4% (1 mEq/ kelebihan asam dalam bentuk karbondioksida,
mL) dan 4,2% (0,5 mEq/L). Larutan 8,4% sedangkan ginjal mengatur sekresi ion klorida
sangat hiperosmolar (2000 mOsm/L) sehingga untuk mengatur SID dan/atau pengaturan
pemberian bikarbonat dapat menyebabkan bikarbonat. Gangguan yang disebabkan oleh
hipernatremia, hiperosmolalitas, vasodilatasi, asam volatile disebut respiratorik, sedangkan
dan hipotensi ringan. Bila terjadi ektravasasi gangguan akibat asam nonvolatile disebut
dapat menyebabkan sklerosis vena kecil dan metabolik. Menurut Stewart, PaCO2, SID,
nekrosis jaringan. Larutan 4,2% digunakan dan asam lemah (ATOT) merupakan faktor
untuk bayi baru lahir untuk mengurangi bahaya determinan terhadap perubahan kadar ion H+
hiperosmolaritas serta perdarahan periventrikular (pH) cairan tubuh.
dan intraventrikular.Natrium bikarbonat dapat Penilaian klinis gangguan asam basa dinilai
diberikan melalui intravena maupun intraoseus, dengan menilai pH, PaCO 2, HCO -3, base excess,
tetapi tidak melalui endotrakeal. Natrium
standardized base excess (SBE), anion gap (AG),
bikarbonat harus diberikan dengan kecepatan strong ion difference (SID), dan base excess gap.
yang lambat yaitu 1 mEq/menit. Gangguan keseimbangan asam basa secara dapat
Ada dua pendapat tentang cara kerja dianalisis dengan cara Grogono, khusus asidosis
natrium bikarbonat. Pertama, natrium metabolik dibantu dengan pemeriksaan anion
bikarbonat menyebabkan peningkatkan pH gap dan analisis Stewart-Fencl. Tata laksana
plasma melalui pendaparan ion H+ oleh gangguan keseimbangan asam basa ditujukan
bikarbonat dengan reaksi H+ + HCO 3- menjadi pada pengobatan penyakit primer, pemberian
H2CO3 dan berdisosiasi menjadi H2O + CO2. natrium bikarbonat terutama pada asidosis
Kedua, melalui peningkatan ion natrium metabolik berat karena anion non organik, dan
yang menyebabkan peningkatan SID dan natrium bikarbonat diberikan setelah ventilasi
menyebabkan peningkatan pH (penurunan ion baik (terkendali) dengan kecepatan 1 mEq/menit.
H+). Kedua pendapat tersebut memberikan
hasil akhir yang sama yaitu peningkatan
pH dan peningkatan CO2. Karbondioksida KEPUSTAKAAN
yang terbentuk akan dikeluarkan melalui
paru sehingga sebelum ventilasi membaik 1. Chiasson JL, Jilwan NA, Belanger R, Bertrand
(terkendali) pemberikan natrium bikarbonat S, Beauregard H, Ekoe JM, dkk. Diagnosis
ditunda. and treatment of diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar state. Can Med
Assoc J. 2003;168:859- 66.
KESIMPUlAN 2. Fencle V, Jabour A, Kazda A, Figge J. Diagnosis
of metabolic acid base distrurbances in critically
Gangguan keseimbangan asam basa bukan ill patients. Am J Respir Crit Care Med.
merupakan suatu penyakit, tetapi bagian 2000;162:2246-51.
Keseimbangan Asam Basa 143

3. Gauthier PM, Szerlip HM. Metabolic Acidosis acidosis. Curr Opin Crit Care. 2003;9:260-5.
in the intensive care unit. Crit Care Clin. 8. Martin L. All you really need to know to interpret
2002;18:289–308. arterial blood gases. Edisi ke-2. Philadelphia:
4. Gehlbach BK, Schmidt GA. Bench to bedside Lippincott Williams & Wilkins, 1999.
review: treating acid base abnormalities in the 9. Preston RA. Acid-base, fluids, and electrolytes
intensive care unit – the role of buffers. Critical made ridiculously simple. Miami: McGraw Hill;
Care. 2004 8;259-65. 2000.
5. Grogono AW. Acid base tutorial [Diakses 10. Soriano R. Renal tubular acidosis: the clinical
tanggal 11 Mei 2008]. Diunduh dari: http:// entity. J Am Soc Nephrol. 2002;13:2160-70.
www.acid-base.com.
11. Story DA, Morimatsu H, Bellomo R. Strong
6. Kellum JA. Determinants of plasma acid base ions, weak acids, and base excess: a simplified
balance. Crit Care. 2005;21:329-46. Fencl- Stewart approach to clinical acid base
7. Levraut J, Grimaud D. Treatment of metabolic disorders. Br J Anaesth. 2004;92:54-60.
16 Kristaloid dan Koloid
Hari Kushartono,Tatty Ermin Setiati

Anak sakit kritis seringkali mengalami tekanan osmotik koloid plasma belum
hipovolemia. Berbeda dengan respons pernah dibuktikan dapat menaikkan angka
hemodinamik yang terjadi pada orang dewasa, kelangsungan hidup. Para ahli yang memilih
syok pada anak dengan inflamasi sistemik kristaloid mencela biaya dan risiko terapi koloid
umumnya disertai dengan curah jantung karena koloid albumin yang diberikan pada
yang rendah. Resusitasi volume agresif yang keadaan peningkatan permeabilitas vaskular
diterapkan pada anak dengan syok septik, sejak perifer dan pulmonar akan keluar ke interstisial
1998, telah berhasil memperbaiki prognosis dan terperangkap dalam ruangan tersebut
secara bermakna. Untuk mempertahankan varia sehingga pada akhirnya menimbulkan edema.
bel hemodinamik normal, ruang intravaskular Hauser dkk membandingkan pasien
harus diisi hingga adekuat. Pemberian sakit kritis yang mendapat koloid dengan yang
cairan yang berlebihan akan mengakibatkan mendapat kristaloid untuk resusitasi cairan.
peningkatan tekanan hidrostatik yang tidak Mereka menemukan bahwa kelompok koloid
seimbang dengan tekanan onkotik hingga terjadi mengalami perbaikan lebih nyata pada variabel
perpindahan cairan ke ruang interstisial. Karena hemodinamik tanpa ada bukti peningkatan
itu pemberian cairan dalam jumlah besar dapat air paru atau terperangkapnya albumin. Pada
menyebabkan edema paru. Kondisi ini disebut kelompok kristaloid dijumpai pertukaran gas
edema paru tekanan rendah. paru yang lebih buruk, penurunan VO2, dan
perbaikan variabel hemodinamik sedang. Appel
dan Shoemaker juga menunjukkan bahwa
KONTROvERSI KOlOID DAN penggunaan koloid pada pasien sakit kritis
KRISTAlOID SEbAGAI CAIRAN menyebabkan perbaikan nyata pada semua
RESUSITASI variabel hemodinamik dan DO2, tetapi pada
penggunaan kristaloid hanya dijumpai sedikit
Kontroversi timbul dalam hal pemilihan koloid perbaikan.
ataukristaloiduntukekspansiruangintravaskular. Pada pasien sakit kritis mekanisme
Ahli yang memilih koloid mengatakan bahwa kompensasi terhadap kelebihan cairan
koloid dapat mempertahankan tekanan osmotik sangat menurun, sehingga edema interstisial
koloid plasma dan meminimalkan akumulasi dapat mengakibatkan gagal organ. Koloid
cairan interstisial. Selain itu kristaloid lebih baik untuk menangani kasus-kasus
menurunkan tekanan osmotik koloid plasma dengan hipovolemia. Koloid lebih cepat
dan cenderung menimbulkan edema paru. Telah mengembalikan variabel hemodinamik ke
dibuktikan bahwa penurunan tekanan osmotik nilai normal dibandingkan kristaloid sehingga
koloid plasma pada pasien sakit kritis disertai membantu mempertahankan tekanan osmotik
peningkatan mortalitas, meskipun peningkatan
Kristaloid dan Koloid 145

koloid plasma. Kristaloid dapat menyebabkan bahwa mortalitas pada pasien yang mendapat
edema paru pada pasien luka bakar. Edema koloid kanji hidroksietil 6% (HES 6%) dengan
paru pada pasien luka bakar dapat disebabkan berat molekul 200 kD secara bermakna lebih
karena kombinasi beberapa faktor yaitu rendah daripada yang mendapat RL. Kesimpulan
hipoproteinemia, cedera inhalasi, dan ini didukung oleh penelitian Chifra yang
perubahan permeabilitas kapiler paru akibat luka menyatakan bahwa koloid kanji hidroksietil 6%
bakar atau sepsis. Ahli lain berpendapat bahwa dapat mempertahankan stabilitas hemodinamik
kristaloid diperlukan untuk ekspansi ruang lebih lama dan menghasilkan mortalitas lebih
intravaskular dan interstisial, dan pada keadaan rendah dibandingkan RL. Penelitian di Vietnam
terjadi sindrom kebocoran kapiler/alveolar terhadap 230 pasien dengan SSD yang diberikan
sebaiknya dihindarkan pemakaian koloid empat cairan yang berbeda sebagai cairan
karena kemungkinan terjadi sekuestrasi dalam resusitasi awal yaitu dengan kristaloid (RL, NaCl
ruang ekstravaskular. Koloid membutuhkan 0,9%), dan koloid (Dextran 70, Gelatin 3%)
waktu yang lebih lama untuk keluar dari tubuh menunjukkan bahwa semua pasien hidup, akan
dan dapat menimbulkan akumulasi cairan paru tetapi waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi
ketika cairan edema diserap kembali dari luka syok lebih lama pada kelompok kristaloid.
bakar. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa koloid
Bila parameter yang digunakan untuk mempunyai beberapa keuntungan pada pasien
membandingkan efektivitas koloid dan kristaloid dengan tekanan nadi yang rendah. Wills dkk
adalah mortalitas, maka sampai sekarang dan membandingkan anak dengan SSD yang
mungkin sampai kapanpun tidak akan pernah diberikan koloid HES 6% dengan yang diberi RL
tercapai kesimpulan yang memenangkan koloid sebagai cairan resusitasi awal dan menyimpulkan
atau kristaloid. Kesulitan menilai cairan mana bahwa tidak terdapat perbedaan mortalitas yang
yang lebih unggul dikarenakan begitu banyak bermakna antar kedua kelompok. Penelitian
variabel yang ada sehingga untuk mendapatkan ini merekomendasikan koloid sebagai cairan
hasil yang konklusif diperlukan jumlah subjek resusitasi awal pada syok berat.
penelitian yang besar. Metaanalisis mortalitas oleh Velanovich
Beberapa bukti menunjukkan bahwa menyimpulkan bahwa resusitasi dengan
larutan koloid lebih superior dari larutan koloid memberi efek menguntungkan dalam
kristaloid pada pasien syok, tetapi pada aspek mortalitas pada pasien non-trauma
kebanyakan situasi, kombinasi kedua cairan dibandingkan kristaloid. Namun, Schierhout
lebih logis. Rady menyarankan bahwa volume menyimpulkan bahwa resusitasi dengan koloid
plasma pasca-resusitasi, curah jantung, kinerja berhubungan dengan peningkatan absolut
mekanis ventrikel kiri, dan penyediaan oksigen risiko mortalitas sebesar 4%. Keterbatasan
global dan sirkulasi mikro lebih baik dengan penelitian Schierhout ini adalah intervensi dan
terapi koloid. Sebaliknya kristaloid dapat karakteristik pasien tidak sebanding, begitu
berpengaruh tidak baik pada aliran sirkulasi pula dengan rejimen resusitasi yang digunakan
mikro, penyediaan oksigen, dan pemakaian sehingga hasilnya diragukan.
oksigen oleh jaringan iskemik pada syok. Pada Tiga metaanalisis lain tidak mendapatkan
pasien kritis, sesudah resusitasi dengan kristaloid bukti adanya hubungan antara pilihan cairan
dapat terus terjadi hipoksia regional dan global resusitasidenganrisikomortalitaskarenaterdapat
karena perbaikan yang dihasilkan oleh kristaloid variasi dalam derajat keparahan penyakit,
hanya sedikit. terapi secara keseluruhan, dan pendekatan tata
Penelitian pada anak dengan sindrom laksana cairan. Pada metaanalisis ini hanya
syok dengue (SSD) oleh Setiati menyimpulkan sedikit uji klinis acak terkontrol yang meneliti
146 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

efektivitas cairan resusitasi koloid dibandingkan


Mutiara bernas
dengan kristaloid. Hasil dari metaanalisis
tersebut tidak mendukung kesimpulan Penting bagi dokter adalah memahami
bahwa pilihan cairan resusitasi merupakan dengan baik sifat cairan kristaloid dan koloid
penentu mortalitas pada pasien sakit kritis serta patofisiologi penyakit
sehingga pilihan cairan resusitasi hendaknya
didasarkan pada pertimbangan apakah cairan
tersebut memungkinkan dokter memberikan KRISTAlOID vERSUS KOlOID
penanganan yang lebih baik kepada pasien. AREA PERSETUjUAN
Shih FJ mengemukakan bahwa tata
Berikut ini adalah hal-hal yang telah disepakati
laksana volume cairan yang tidak tepat akan
dalam resusitasi cairan:
menurunkan kinerja organ vital dan potensial
fatal. Pasien sakit kritis dan atau darurat sering 1. Resusitasi dengan cairan selain darah secara
mendapatkan terapi lain dan membutuhkan praktis sangat bermanfaat.
pemantauan ketat yang berdampak pada angka 2. Kelebihan cairan dengan kedua macam
kesintasan dan hasil akhir yang sama atau larutan merupakan peristiwa yang tidak
lebih besar daripada dampak jenis cairan itu diinginkan.
sendiri. Variabel-variabel tersebut menyebabkan 3. Mempertahankan tekanan onkotik plasma
perbandingan antara resusitasi koloid dengan dipostulasikan sebagai tujuan terapi cairan
kristaloid menjadi sulit. yang diinginkan (larutan koloid lebih efektif
Gan dkk mendapatkan perbedaan klinis dalam mempertahankan tekanan osmotik).
yang bermakna pada profil pemulihan pasca 4. Larutan koloid merupakan bentuk
bedah antara pasien yang mendapat larutan penggantian volume darah yang lebih
koloid Hextend atau Hespan dan kristaloid RL. efisien daripada larutan kristaloid. Untuk
Pasien yang mendapatkan koloid intraoperatif mencapai titik akhir tertentu diperlukan
menunjukkan kejadian nausea, nyeri pasca- lebih sedikit larutan koloid dibandingkan
bedah, dan penglihatan ganda akibat edema larutan kristaloid.
periorbital lebih rendah dibandingkan 5. Larutan koloid lebih mahal daripada
kelompok kristaloid. Hipotensi intraoperatif kristaloid. Larutan kristaloid tidak
akibat hipovolemia dianggap sebagai penyebab menyebabkan reaksi anafilaktoid yang
utama morbiditas dan mortalitas pasca-bedah. dapat terjadi pada koloid, meskipun reaksi
Penanganan resusitasi cairan agresif terbukti seperti ini jarang terjadi pada syok.
mengurangi morbiditas dan mortalitas serta
lama rawat inap. 6. Hemodilusi sebelum transfusi dengan
kristaloid atau koloid bermanfaat pada
Sampai saat ini kontroversi pemilihan restorasi volume darah.
cairan resusitasi masih terus berlangsung dan
yang terpenting bagi dokter adalah memahami
dengan baik sifat cairan kristaloid dan koloid Area debat
serta patogenesis dan patofisiologi penyakit Hal-hal yang masih menjadi kontroversi dalam
primer dengan tujuan meningkatkan kualitas pemilihan cairan kristaloid versus koloid adalah:
pelayanan serta menurunkan morbiditas dan
1. Efek koagulasi
mortalitas.
2. Fungsi ginjal
3. Air di ruang interstisial paru
Kristaloid dan Koloid 147

4. Lama rawat di ruang rawat intensif dan Kristaloid


rumah sakit
a. NaCI 0,9% (salin normal)
5. Angka kelangsungan hidup
6. Kekerapan acute respiratory distress syndrome Cairan ini sedikit hipertonik karena mengandung
(ARDS) Natrium 154 mmol/L (natrium plasma 135-
147 mmol/L) dan klorida 154 mmol/L (klorida
plasma 94-111 mmol/L) yang tidak fisiologis.
Pemberian infus dalam jumlah besar dapat
Koloid versus kristaloid untuk ekspansi menyebabkan risiko asidosis metabolik. Uji
ruang intravaskular klinis acak terkontrol yang membandingkan efek
1. Pendapat pro-koloid didasarkan pada bukti larutan koloid dan kristaloid seimbang dengan
bahwa koloid mempertahankan tekanan larutan NaCl pada hiperkloremia menyatakan
onkotik dan meminimalkan akumulasi bahwa asidosis metabolik hiperkloremia pasca
cairan interstisial, sedangkan kristaloid bedah lebih sering terjadi pada kelompok
menurunkan tekanan onkotik sehingga yang mendapatkan NaCI 0,9% daripada yang
dapat menyebabkan edema paru dan mendapatkan cairan kristaloid seimbang (67%
meningkatkan mortalitas. vs 0%).
2. Pendapat pro-kristaloid menyatakan Uji klinis acak terkontrol oleh Mythen
bahwa biaya dan risiko terapi koloid lebih menunjukkan manfaat klinis pemberian cairan
tinggi. Selain itu, koloid dapat keluar dan intravena dengan komposisi elektrolit seimbang.
terperangkap di ruang interstisial sehingga Cairan ini menurunkan risiko asidosis metabolik,
menyebabkan edema ketidakseimbangan elektrolit, dan memperbaiki
perfusi organ. Tonometri gastrik merupakan
prediktor penting parameter perfusi organ.
SIfAT-SIfAT CAIRAN Penelitian oleh McFarlane dan Scheingraber
membuktikan bahwa pemberian NaCI 0,9%
Kristaloid hanya berada sebentar di dalam ruang dalam jumlah besar menyebabkan asidosis
intravaskular dan ¼ bagian cairan intravaskular metabolik. Penelitian-penelitian tersebut
akan mengisi ruang interstisial. Kristaloid yang membuktikan bahwa asidosis hiperkloremik
diberikan berlebihan dapat menyebabkan edema dapat mengganggu perfusi organ akhir dan
otak, menurunkan kinerja jantung, mengurangi berpengaruh pada mekanisme pertukaran selular.
oksigenasi paru, menyebabkan translokasi Jenis kristaloid yang dikombinasikan
bakteri pada saluran cerna, dan menghambat dengan koloid juga berpengaruh pada hasil
penyembuhan luka. akhir apabila diberikan dalam jumlah besar.
Koloid akan mengisi ruang intravaskular Suatu penelitian oleh Gan membuktikan bahwa
dan mempertahankan volume intravaskular profil koagulasi pasien yang mendapatkan
lebih lama dibandingkan kristaloid. Koloid cairan koloid (Hextend yaitu hetastarch 6%
menaikkan tekanan onkotik plasma, menaikkan dengan kombinasi kristaloid seimbang yaitu
volume darah, mempunyai efek menyumpal Na+, K+, Ca++, Mg++, dan Cl ) bufer laktat, dan
(sealing effect) yaitu kanji hidroksietil dengan glukosa kadar fisiologis (90 mg/dl) mempunyai
BM 100-300 kD, mengembalikan aliran darah profil koagulasi lebih baik dan cenderung
regional pada hipovolemia, memperbaiki mengalami kehilangan darah lebih sedikit
sirkulasi makro dan mikro, menurunkan daripada koloid yang dikombinasikan dengan
viskositas, mengganggu formasi Rouleaux, dan NaCI 0,9% (Hespan) dan sama efektifnya untuk
menurunkan daya adesif leukosit. penatalaksanaan hipovolemia.
148 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

b. Ringer laktat Penelitian prospektif acak multisenter


masih dibutuhkan untuk menghilangkan
Ringer laktat memiliki efek prokoagulan dan
kontroversi. Untuk mendapatkan hasil yang
meningkatkan risiko efek samping trombosis
bermakna secara statistik maka penelitian
vena dalam dan emboli paru. Efek prokoagulan
mengenai kristaloid versus koloid membutuhkan
kristaloid dibuktikan secara in vitro oleh
Rutmann dkk (1996) dan Egli dkk (1997) dan 159.000 penderita untuk masing-masing
secara in vivo oleh Yanvrin dkk (1980) dan Ng kelompok dengan asumsi angka mortalitas 20%
KF dkk (1996). dan risk ratio (RR) 1,02.

Koloid Efek koloid yang menguntungkan


Sifat-sifat koloid ideal adalah sebagai berikut: Efek pada tekanan onkotik
1. Tidak menyebabkan koagulopati, hemolisis, Pada pasien sakit kritis terdapat penurunan
aglutinasi sel darah merah, atau gangguan kadar albumin dan tekanan onkotik koloid.
cross-match. Bila permeabilitas membran berubah, tekanan
2. Mengganti kehilangan volume darah onkotik yang rendah dapat enyebabkan edema
dengan cepat. paru dan edema perifer. Albumin atau koloid
sintetik dapat digunakan untuk mengembalikan
3. Mengembalikan keseimbangan tekanan onkotik koloid. Mena dkk melaporkan
hemodinamik. bahwa HES 6% (BM 200 kD, derajat substitusi
4. Menormalkan aliran sirkulasi mikro. 0,6) menaikkan tekanan onkotik koloid (dari
5. Memperbaiki hemoreologi. 20,7 menjadi 22,5), sedangkan dengan larutan
6. Memperbaiki penyediaan oksigen dan albumin manusia 4% tekanan onkotik koloid
fungsi organ. tetap tidak berubah.
7. Cepat dimetabolisme, diekskresi, dan
ditoleransi dengan baik. Efek pada volume darah
Penelitian prospektif pada pasien sakit kritis oleh
Metaanalisis dari Cochrane melaporkan Beards dkk menunjukkan bahwa gelatin dan
peningkatan risiko kematian pada pasien yang hetastarch sama-sama meningkatkan transpor
mendapat albumin dibandingkan dengan yang dan pemakaian oksigen (DO2 dan V02). Van
mendapat kristaloid sebagai cairan resusitasi. der Linden mengamati bahwa ekstraksi oksigen
Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan kritis pada pemakaian gelatin dan HES adalah
karena adanya bias seleksi. Ketika metaanalisis sama. Infus HES 10% 200/0,5 pada pasien sakit
ini dilakukan lagi dengan menggunakan kritis dengan hipovolemia dan syok akibat
kriteria seleksi yang berbeda, tidak terdapat trauma, operasi berat, sepsis atau kombustio
perbedaan rerata kesintasan sehingga efek untuk memperoleh tekanan baji arteri paru 15-
albumin terhadap luaran akhir masih dianggap 18 mmHg memperbaiki hemodinamik (Cl, DO2,
kontroversial. Metanaalisis yang dilakukan oleh dan V02) menuju nilai normal atau supranormal.
De Backer pada pasien kritis menyimpulkan
bahwa risiko mortalitas antara kelompok yang
mendapat albumin maupun kristaloid adalah Efek menutup kebocoran (sealing effect)
sama. Kriteria seleksi pada metaanalisis De HES 200/0,5 lebih baik daripada albumin 5%,
Backer berbeda dengan metaanalisis Cochrane. ringer laktat, HES dengan BM<50.000 Dalton,
Kristaloid dan Koloid 149

HES dengan BM >300.000 Dalton. Sealing effect HES 130/0,4 mempunyai efek baik terhadap
HES 200/0,5 pada binatang percobaan telah sirkulasi mikro. Asfar dkk melaporkan bahwa
dibuktikan oleh Webb pada kasus peritonitis, gelatin meningkatkan pH mukosa lambung
Schell pada iskemia serebral, Tanaka pada pada pasien sepsis, sedangkan penggunaan kanji
cedera paru akut, Traber pada sepsis, dan Yeh hidroksietil pH lambung tetap stabil.
pada pintasan jantung-paru neonatal. Efek
menutup kebocoran menyebabkan kebocoran Efek koloid yang merugikan
vaskular menurun, edema berkurang, dan
kebutuhan cairan berkurang. Efek koloid yang merugikan terangkum dalam
Tabel 16.1.
Efek pada aliran darah regional
Terapi cairan rasional
Hipovolemia berhubungan dengan penurunan
aliran darah splanknik dan renal. Pemberian Langkah pertama terapi cairan rasional
koloid alami maupun sintetis pada kondisi adalah menghitung perkiraan defisit air tiap
hipovolemia dapat mengembalikan aliran kompartemen cairan fisiologis. Langkah
darah regional. Namun bila hipovolemia telah selanjutnya adalah menentukan apakah cairan
dikoreksi, pemberian koloid sintetis lebih resusitasi yang dibutuhkan berupa kristaloid
lanjut gagal untuk meningkatkan aliran darah atau koloid, sesuai dengan kompartemen yang
splanknik. memerlukan (Tabel 16.2). Pengurangan ruang
intravaskular ditandai dengan meningkatnya
laju jantung, penurunan tekanan diastolik,
Efek pada sirkulasi mikro penurunan tekanan vena sentral, dan
Berbagai koloid menghasilkan efek yang berkurangnya jumlah diuresis.
berbeda pada sirkulasi mikro. Kristaloid tidak Pemilihan jenis cairan kristaloid atau
memegang peranan penting pada sirkulasi koloid harus mengikuti prinsip dasar fisiologis
mikro karena kristaloid tidak menghalangi yang mantap, bukan karena dokter lebih
perubahan sirkulasi mikro yang disebabkan sering memakai cairan kristaloid atau koloid
oleh perdarahan. Larutan dekstran 40 memiliki tertentu. Pemilihan cairan ditentukan secara
pengaruh baik pada sirkulasi mikro sehubungan individual sesuai kondisi klinis pasien, dengan
dengan kemampuannya menurunkan viskositas, mempertimbangkan optimalisasi preload
mengganggu formasi rouleaux, dan menurunkan terhadap volume intravaskular. Dimulai
daya adhesi leukosit. Efek HES terhadap sirkulasi dengan pemberian secara bolus, lalu menilai
mikro berbeda tergantung derajat substitusi. efek terhadap preload dan curah jantung, serta
mempertimbangkan sifat masing-masing cairan.

Tabel 16.1. Efek koloid yang merugikan


Gelatin Kanji HES Dekstran
Reaksi anafilaksis Tidak biasa Tidak biasa Parah
Efek koagulasi (von Willebrand factor) Tidak ya (tergantung dosis/bM) ya
Toksik pada ginjal Tidak ya (tergantung bM/dosis) Dosis tinggi
Keracunan hati Tidak Mungkin Tidak
Akumulasi jaringan Tidak ya Tidak
Pembatasan penggunaan pada gagal ginjal Tidak ya (kecuali hES 130 kD) Tidak
bM = berat molekul
150 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 16.2.Terapi cairan pada beberapa keadaan ion klorida yang rendah, dan memiliki pH
Defek primer Pilihan cairan fisiologis. Gelatin mampu memperbaiki keadaan
Dehidrasi ECv If Rl/RA hipovolemia dengan beberapa keuntungan,
Dehidrasi ICv ICv D5 yaitu lebih aman dibandingkan dekstran dengan
Perdarahan baru Ivv Koloid rasio cost-efficiency yang baik. Gelatin yang
Perdarahan lama Ivv + If Koloid + Rl tersuksinilasi memiliki risiko terjadinya reaksi
Keterangan:
anafilaksis yang lebih tinggi karena menurunkan
ECv, extracellular volume; ICv, intracellular volume; Ifv, kualitas bentukan bekuan darah. Gelatin
interstitial fluid; Ivv, intravascular volume;, Rl, ringer laktat; dapat diberikan pada keadaan hipovolemia,
RA, ringer asetat stabilisasi perioperatif sirkulasi ekstrakorporeal
(hemodialisis, mesin jantung-paru). Kontra
indikasi penggunaan gelatin adalah overhidrasi,
Mutiara bernas gagal jantung kongestif, syok normovolemik,
oliguria/anuria, serta pasien yang hipersensitif
Terapi cairan rasional dilakukan dengan terhadap gelatin
menghitung perkiraan gangguan
keseimbangan cairan di tingkat kompartemen
dan menentukan jenis cairan resusitasi Kanji hidroksietil
Kanji hidroksietil terdapat dalam beberapa
bentuk, tergantung dan berat molekul dan
derajat substitusi:
KOlOID SINTETIK 1. Berat molekul kecil: expafusin 6% (BM
Dekstran 40.000 Dalton /0,5-0,55) dalam pelarut
seimbang, voluven 6% (BM 130.000 Dalton
Komposisi dekstran terdiri dan campuran polimer /0,4) dalam NaCI 0,9%
glukosa dengan BM rata-rata 40 kD (dekstran 2. Berat molekul sedang: Haes-steril 6%, 10%
40), 60kD (dekstran 60), 70kD (dekstran 70). (BM 200.000 Dalton/0,5) dalam NaCl
Viskositas dan waktu paruh meningkat dengan 0,9%, Hemohes 6% (BM 200.000 Dalton
meningkatnya BM (untuk dekstran 40 waktu paruh /0,5) dalam NaCI 0,9%
2 jam, sedangkan dan dekstran 70 waktu paruhnya
24 jam). Dekstran 40 merupakan jenis dekstran 3. Berat molekul besar: HES (BM 450.000
yang paling sering dipakai dan menyebabkan Dalton /0,7)
peningkatan nyata volume plasma sebesar 130-
200%. Dekstran 40 memiliki viskositas yang Ekspansi volume dan lama efek
rendah sehingga menguntungkan bagi sirkulasi intravaskular tergantung dari:
mikro. Dekstran dapat mempengaruhi fungsi 1. Konsentrasi. Pada koloid hiperonkotik
koagulasi sehingga menyebabkan perdarahan. (Haes-steril 10%) lebih cepat terjadi
Oleh karena itu, dekstran jarang digunakan untuk restitusi volume intravaskular, lebih
pasien sakit kritis. Dekstran juga sering memicu cepat meningkatkan tekanan darah, dan
reaksi anafilaksis. mobilisasi cairan.
2. Derajat substitusi molar. Pada Haes
Gelatin 200.000/0,5, lima dan 10 molekul glukosa
disubstitusi oleh gugus hidroksietil yang
Gelatin merupakan koloid dengan inti melindungi HES dari degradasi cepat oleh
poligelin, bersifat iso-onkotik, mengandung enzim amilase.
Kristaloid dan Koloid 151

3. Letak substitusi dari hidroksietilasi. Gugus crystalloid in critically ill surgical patients.
hidroksietil yang terletak pada posisi C2 Surgery. 1980:150:811-6.
dari molekul glukosa mampu menghambat 5. Ngo NT,Cao XT,Kneen R, Wills B, Nguyen VM,
degradasi oleh amilase. Nguyen TQ, dkk. Acute management of dengue
shock syndrome: a randomized double-blind
Indikasi penggunaan haes-steril 10% dan comparison of 4 intravenous fluid regimens in
haes-steril 6% adalah: the first hour. Clin Infect Dis. 2001;32:204-13.
 Mengobati keadaan hipovolemia dan syok. 6. Rady M. An argument for colloid resuscitation
 Resusitasi volume pada hipovolemia dan syok for shock. Acad Emerg Med. 1994; 1: 572-9.
karena perdarahan, trauma, sepsis, dan luka 7. Rosenthal MH. Physiologic approach to
bakar. the management of shock. Sem Anaesthes.
 Normalisasi dan/atau optimalisasi volume 1982;1:285-92.
darah/volume plasma, tekanan darah, curah 8. Schierhout G, Roberts I. Fluid resuscitation
jantung, sirkulasi mikro, transpor oksigen with colloid or crystalloids solutions in critically
(DO2), konsumsi oksigen (VO2), fungsi ill patients: a systematic review of randomized
organ, dan prognosis klinis. trials. Br Med J. 1998;316:961-4.
9. Setiati TE. Use of HES 6% in children with
Kontra indikasi penggunaan haes-seteril dengue shock syndrome. Crit Care and Shock.
10% dan haes steril 6% adalah: 2000;34.
 Gagal jantung kongestif 10. Sunatrio. Kristaloid versus koloid pada periode
 Gagal ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan perioperatif. Course & Workshop on IV Fluid
ureum >177 mmol/L) Therapy. Jakarta, 2-4 Agustus 2002.
 Gangguan koagulasi berat 11. Vermeulen LC Jr, Ratko TA, Erstad BL,
Brecher ME, Matuszewski KA. A paradigm for
 Hiperhidrasi dan dehidrasi consensus. The University Hospital Consortium
 Perdarahan otak guidelines for the use of albumin, nonprotein
colloid, and crystalloid solutions. Arch Intern
Med. 1995;155:373-9.
KEPUSTAKAAN 12. Webb AR. The appropriate role of colloids in
managing fluid imbalance: a critical review
1. Boldt J, Kling D, Weidler B, Zickmann B,
of recent meta-analysis findings. Crit Care.
Herold C, Dapper F, Hempelmann G. Acute
2000;4:S26-32.
preoperative hemodilution in cardiac surgery:
volume replacement with a hypertonic saline- 13. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran
hydroxyethyl starch solution. J Cardiothorac TN, Le TT, dkk. Comparison of three fluid
Vasc Anesth. 1991;5:23-8. solutions for resuscitation in dengue shock
syndrome. N Engl J Med. 2005;353:877-89.
2. Chifra HL, Velasco JN. A comparative study of
the efficacy of 6% HES-steril and ringer lactate 14. Zikria BA, Subbarao C, Oz MC, Popilkis SJ,
in the management of dengue shock syndrome. Sachdev R, Chauhan P, dkk. Hydroxyethyl
Crit Care and Shock. 2003;6:95-100. starch macromolecules reduce myocardial
reperfusion injury. Arch Surg. 1990;125:930-4.
3. Cochrane Injuries Group Albumin Reviewers.
Human albumin administration in critically 15. Zikria BA, Subbarao C, Oz MC, Shih ST,
ill patients: systematic review of randomized McLeod PF, Sachdev R, dkk. Macromolecules
controlled trials. Br Med J. 1998;317:235-40. reduce abnormal microvascular permeability in
rat limb ischemia-reperfusion injury. Crit Care
4. Hauser CJ, Shoemaker WC, Turpin I, Goldberg
Med. 1989;17:1306-9.
SJ. Oxygen transport responses to colloid and
17 Sepsis dan Kegagalan Multi Organ
Rismala Dewi

DEfINISI yang abnormal. Sepsis yang disertai kegagalan


organ atau hipoperfusi didefinisikan sebagai
International pediatric sepsis consensus conference sepsis berat, sedangkan syok septik adalah sepsis
pada tahun 2005 mendefinisikan sepsis sebagai yang disertai kegagalan organ kardiovaskular.
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) Definisi kegagalan multi organ adalah kegagalan
yang berhubungan dengan infeksi. Systemic pada 2 atau lebih organ akibat berbagai sebab,
inflammatory response syndrome dapat ditegakkan salah satunya sepsis.
jika memenuhi dua dari empat kriteria berikut:
 Suhu tubuh > 38,50C atau < 360C
 Takikardia, yang didefinisikan sebagai rata- EPIDEMIOlOGI
rata frekuensi denyut jantung > 2 standar
deviasi (SD) atau di atas nilai normal Di Amerika Serikat, angka kejadian sepsis berat
menurut umur pada anak sekitar 42.000 kasus per tahun (0,56
kasus per 1000 populasi per tahun). Insidens
 Frekuensi pernafasan > 2SD menurut umur
tertinggi terjadi pada kelompok bayi (5,16 kasus
 Leukositosis atau leukopenia berdasarkan per 1000 populasi per tahun) dan menurun
umur atau ditemukannya > 10% neutrofil dengan tajam pada kelompok usia 10-14 tahun
imatur. (0,2 kasus per 1000 populasi per tahun). Lebih
Kriteria SIRS tersebut mengharuskan dari 4.400 kasus (10,3%) kematian pada anak
adanya instabilitas suhu atau jumlah leukosit disebabkan oleh sepsis berat, dengan rata-

Gambar 17.1. Skema perjalanan infeksi


Sepsis dan Kegagalan Multi Organ 153

rata lama rawat yang lebih lama (±31 hari) PATOfISIOlOGI


dan menghabiskan biaya yang cukup besar.
Patogenesis sepsis memperlihatkan adanya
Sepsis termasuk ke dalam sepuluh penyebab
proses aktivasi selular yang kompleks, yaitu
utama kematian di Amerika Serikat, dengan
terjadinya pelepasan mediator inflamasi seperti
peningkatan insidens sekitar 9% per tahun, dan
produksi sitokin, aktivasi neutrofil, aktivasi
menghabiskan biaya antara USD 22.000-60.000
komplemen, kaskade koagulasi dan sistem
per episode. Angka mortalitas akibat syok septik
fibrinolisis. Pada sepsis terjadi kerusakan sel
pada anak lebih kecil (10%) dibandingkan
endotelial mikrovaskular serta pelepasan
dewasa (35-40%), tetapi angka morbiditas
mediator inflamasi oleh sel endotel. Disfungsi
lebih tinggi pada anak. Jenis kelamin, ras,
endotel menyeluruh mempunyai peran penting
penyakit penyerta, dan keadaan imunodefisiensi
dalam patogenesis syok septik, dengan akibat
merupakan faktor risiko untuk terjadinya sepsis
terjadinya peningkatan permeabilitas sehingga
berat dan syok septik. Jenis kelamin laki-laki
timbul edema dan kehilangan cairan yang
lebih sering mengalami syok septik dibandingkan
cukup banyak ke jaringan interstisial. Hal ini
perempuan dengan perbandingan 1,5:1, namun
menimbulkan efek hipotensi yang diperberat
mekanisme secara pasti tidak diketahui. Ras
oleh vasodilatasi perifer akibat dilepaskannya
tertentu (kulit hitam) lebih sering mengalami
kinin, histamin, dan peptida vasoaktif lainnya
syok septik dibandingkan kulit putih tetapi
selama aktivasi kaskade inflamasi.
belum diketahui alasannya.

Gambar 17.2. Patofisiologi sepsis dan kegagalan multi organ


154 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

KEGAGAlAN ORGAN pengisian kapiler serta oliguria. Selain itu


dijumpai pula gangguan respirasi seperti takipnea,
Apa pun mekanisme terganggunya metabolisme asidosis metabolik serta edema paru. Manifestasi
selularyang terlihat pada sepsis, hasil keseluruhan perdarahan dapat ditemukan juga pada kulit
adalah disfungsi sistem organ secara menyeluruh. berupa petekie, ekimosis, dan purpura.
Mekanisme bagaimana proses inflamasi dapat
mempengaruhi organ secara multipel dengan Selain gejala umum di atas terdapat
berbagai derajat keparahan, belum diketahui. istilah lain yang dapat ditemukan pada 20%
Kegagalan multi organ ini bervariasi pada kasus anak dengan syok septik, yaitu syok
septik hangat (warm shock), yang ditandai
setiap individu dan biasanya organ yang sering
terkena adalah gastrointestinal, paru, hati, dengan gejala demam, penurunan kesadaran,
ginjal dan jantung. Kegagalan organ ini dapat takikardia, perabaan nadi kuat, tekanan
dideteksi secara klinis, sehingga dapat dilakukan nadi melebar (tekanan diastolik menurun),
pengobatan segera. perfusi menurun, produksi urin menurun,
pengisian kapiler melambat, ekstremitas hangat
(predominan vasodilatasi). Sedangkan pada
syok septik dingin (cold shock) predominan
MANIfESTASI KlINIS adalah vasokonstriksi dengan gejala demam
Sepsis merupakan suatu kesatuan penyakit yang atau hipotermia, takikardia dengan nadi lemah,
bersifat sistemik sehingga manifestasi klinis penurunan kesadaran, tekanan nadi sempit,
sepsis pada fase awal dapat memperlihatkan perfusi menurun, pengisian kapiler lambat, dan
gejala seperti demam atau hipotermia, takikardia ekstremitas dingin.
dan takipnea, leukositosis atau leukopenia serta
perubahan status mental. Hipotensi tidak selalu
didapatkan pada trias klasik sepsis pada anak, TATA lAKSANA
karena mekanisme kompensasi hemodinamik
yang berbeda dengan dewasa. Sepsis dan kegagalan multi organ merupakan
keadaan serius yang harus segera ditatalaksana
Syok merupakan proses progresif yang dengan optimal sehingga prognosis akan
ditandai dengan 3 stadium berbeda. Pada fase lebih baik, menurunkan angka kematian dan
dini (stadium kompensasi) terdapat mekanisme mencegah sekuele di kemudian hari. Terdapat
neurohormonal yang bersifat kompensatorik dan enam hal utama yang perlu diperhatikan
fisiologis yang bekerja untuk mempertahankan dalam menatalaksana pasien dengan sepsis
tekanan darah dan memelihara kecukupan dan kegagalan multi organ yaitu: 1. Resusitasi
perfusi jaringan. Apabila mekanisme kompensasi cairan, 2. Terapi antimikroba, 3. Inotropik
ini terlampaui maka akan terjadi keadaan dan vasopresor, 4. Monitoring invasif dan non
hipoksia jaringan dan iskemia sehingga memacu invasif, 5. Terapi spesifik dan 6. Terapi suportif.
terjadinya penimbunan asam laktat, asidosis
metabolik dan kerusakan jaringan. Stadium
dekompensasi ini dapat berlanjut menjadi Resusitasi cairan
ireversibel yang menyebabkan gangguan multi Terjadinya syok pada pasien dengan sepsis
organ yang berat dan berujung pada kematian. menyebabkan adanya gangguan perfusi yang
Pada syok septik dapat ditemukan tanda terjadi secara menyeluruh dan regional,
gangguan sirkulasi seperti penurunan kesadaran, sehingga tujuan akhir penatalaksanaan pasien
penurunan tekanan darah, akral dingin, sianosis, menjadi lebih kompleks dibandingkan syok
perabaan nadi yang lemah, peningkatan waktu jenis lain. Tata laksana terkini untuk sepsis
Sepsis dan Kegagalan Multi Organ 155

bertujuan mengoptimalkan hemodinamik


dalam 6 jam pertama dikenal sebagai early goal Mutiara bernas
directed therapy dengan target mempertahankan
central venous pressure (CVP) 8-12 mmHg, mean
arterial pressure (MAP)>65 mmHg dan saturasi
vena kava superior (ScvO2) > 70%, dan hal berbeda dengan dewasa
ini memperlihatkan keuntungan yang cukup
bermakna. Harus diingat bahwa batasan Rivers
dan kawan kawan ini merupakan parameter
perabaan nadi kuat, tekanan nadi
MAP pada pasien dewasa. Parameter MAP bayi
dan anak dapat dilihat pada bab pemantauan
hemodinamik pada buku ini. Sementara itu nilai
CVP dan ScvO2 yang ditargetkan sama. hangat
(predominan vasodilatasi)
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan untuk
mengoptimalkan pemberian cairan resusitasi syok septik dingin
yaitu jenis cairan yang digunakan yaitu kristaloid
atau koloid, kecepatan pemberian cairan harus nadi
kurang dari 30 menit dan jumlah cairan yang lemah, penurunan kesadaran,
diberikan (20-60 mL/kg berat badan).
dingin

Terapi antimikroba
Pasien sepsis dan syok septik memperlihatkan
jantung dan cardiac output. Inotropik yang sering
karakteristik yang berbeda dengan pasien infeksi
lain sehingga diperlukan pemberian segera digunakan adalah dopamin dan dobutamin.
antimikroba empiris walaupun data kuman dan Dopamin adalah prekursor norepinefrin
sensitivitasnya belum diketahui. Antibiotika yang dapat merangsang sistem simpatik
empiris harus mempunyai spektrum luas sedangkan dobutamin merupakan derivat
mencakup berbagai mikroorganisme termasuk sintetik yang mirip dengan isoprenalin.
kuman anaerob, dan diberikan secara intravena Dopamin memperlihatkan efek hemodinamik
dengan dosis yang cukup untuk memperoleh sistemik yang bersifat dose-dependent misalnya
level terapeutik optimal. Kombinasi terapi pada dosis 3 ug/kg/menit akan mengaktivasi
antibiotika biasanya diperlukan pada saat awal reseptor dopaminergik secara primer, dosis
sampai didapatkan jenis kuman sehingga dapat 3-5 ug/kg/menit akan mengaktivasi 80-100%
diganti dengan spektrum yang lebih sempit dalam reseptor dopaminergik dan 5-20% adrenergik
48-72 jam setelah pemberian antibiotika empiris. beta, dosis 5-10 ug/kg/menit mengaktivasi
reseptor adrenergik beta secara dominan
dengan sedikit aktivasi reseptor adrenergik
alfa sedangkan dosis di atas 10 ug/kg/menit
Inotropik dan vasopresor akan mengaktivasi reseptor adrenergik alfa
Pemilihan obat-obatan inotropik dan vasopresor secara dominan. Dopamin dan norepinefrin
harus didasarkan pada optimalisasi perfusi di merupakan pilihan pertama terapi sebagai
organ penting dan jaringan, sehingga jenis obat vasopresor apabila terdapat hipotensi dan
dan dosis sangat individual dan dinamis. Obat hipoperfusi yang persisten setelah pemberian
inotropik berfungsi meningkatkan kontraktilitas resusitasi cairan yang adekuat. Penggunaan
156 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

dopamin dosis rendah untuk mempertahankan pengukuran diameter katup aorta dan pulmonal
aliran darah ginjal dan splanknik saat ini tidak dengan cara perhitungan berdasarkan berat dan
direkomendasikan lagi. tinggi pasien. Pemantauan yang dapat dilakukan
Dobutamin merupakan agonis sintetis yang dengan USCOM adalah CO (cardiac output),
mampu merangsang reseptor adrenergik beta- CI (cardiac index), SV (stroke volume), SVR
1, beta-2, alfa-1, dan alfa-2 secara kompleks (systemic vascular resistence) dan DO2 (delivery
baik melalui efek langsung ataupun melalui oxygen). SV merupakan hasil antara CSA (cross
metabolitnya. Dobutamin meningkatkan sectional area) x vti (velocity time integral). CSA
kontraktilitas miokardium dan laju jantung dari pembuluh darah ditentukan berdasarkan
dengan menurunkan tahanan sistemik. normogram berdasarkan tinggi badan yang
Dobutamin meningkatkan perfusi/oksigenasi terdapat pada software USCOM.
mukosa pada endotoksemia dan iskemia PiCCO merupakan metode pengukuran
mesenterik. Dopamin dan dobutamin mempunyai hemodinamik menggunakan teknik indikator
efek yang berbeda terhadap usia tertentu, yaitu termal tunggal untuk menentukan CO (cardiac
pada dewasa lebih berfungsi baik dibandingkan output), CI (cardiac index), SVR (systemic vascular
anak. Milrinon merupakan pilihan alternatif bila resistence), EVLW (extravascular lung water),
respons terhadap dobutamin kurang optimal. mempergunakan kateter yang diletakkan di aorta
desenden melalui arteri femoralis dengan teknik
Seldinger.
Tabel 17.1. Obat inotropik dan vasopresor
Obat -1 -2 
Dobutamin +++ + +
Terapi spesifik
Dopamin ++ + variasi Dengan berkembangnya patogenesis sepsis dan
Epinefrin ++ ++ + syok septik maka beberapa dekade terakhir ini
Norepinefrin ++ 0 +++ mulai dikembangkan terapi yang bersifat imun
Isoproterenol +++ +++ 0 spesifik. Recombinant human activated protein-C
direkomendasikan untuk pasien sepsis dengan
disfungsi organ. Imunoglobulin intravena
Pemantauan non invasif dan invasif sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan
Metode pemantauan bisa dilakukan melalui streptococcal toxic shock syndrome. Pemberian
perawat terlatih, peralatan non invasif yang kortikosteroid pada syok septik merupakan
rutin digunakan seperti sphigmomanometer, hal yang kontroversi. Alasan penggunaan
elektrokardiografi, ekokardiografi, pulse- kortikosteroid adalah karena pada syok
oksimetri, USCOM (ultrasonic cardiac output septik terjadi insufisiensi adrenal relatif yang
monitor) sampai peralatan invasif seperti menyebabkanterjadinyasensitivitaskatekolamin
pemasangan kateter CVP (central venous terganggu. Dosis yang direkomendasikan adalah
pressure), PAC (pulmonary artery catheter) 2 mg/kgBB untuk hidrokortison dan 30 mg/
maupun PiCCO (pulse contour cardiac output). kgBB untuk metilprednisolon. Terapi lain seperti
USCOM adalah alat pemantau antikoagulasi, terapi anti apoptosis, terapi anti
hemodinamik noninvasif yang memakai metode faktor transkripsi sampai saat ini masih dalam
2 dimensi gelombang doppler ultrasonik yang penelitian yang intensif.
bekerja secara kontinu. Alat ini bekerja dengan
cara mengukur kecepatan aliran darah yang Terapi suportif
melalui katup aorta dan pulmonal saat darah
tersebut meninggalkan jantung. Untuk validasi Pada keadaan syok septik, tata laksana suportif
Sepsis dan Kegagalan Multi Organ 157

memegang peran penting sebagai penunjang 5. Goldstein B, Giroir Brett, Randolph A. The
terapi utama (resusitasi cairan). Terapi suportif Members of the International Consensus
yang diberikan termasuk strategi ventilasi Conference on Pediatric Sepsis. International
pediatric sepsis consensus conference: definitions
mekanik dengan volume tidal dan juga tekanan for sepsis and organ dysfunction in pediatrics.
yang terbatas, intensive renal replacement Pediatr Crit Care Med. 2005;6:2-7.
therapy/dialisis, kontrol terhadap hiperglikemia 6. Han YY, Shanley TP. Multiple organ dysfunction
dan insufisiensi adrenal relatif serta nutrisi yang syndrome. Dalam: Nichols DG, penyunting.
adekuat. Terapi suportif lain berupa koreksi Roger’s textbook of pediatric intensive care.
terhadap gangguan asam basa dan elektrolit Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams &
tergantung dari kelainan yang terjadi. Wilkins; 2008. h.283-7.
7. Kumar A, Kumar A. Sepsis and septic shock.
Dalam: Gabrielli A, Layon AJ, Yu M, penyunting.
Mutiara bernas Civetta, Taylor, & Kirby’s, Critical Care. Edisi ke-
4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
• Terdapat enam hal utama yang perlu 2009. h.855-92.
diperhatikan dalam menatalaksana pasien 8. Nguyen HB, Rivers EP. The clinical practice of
dengan sepsis dan kegagalan multi early goal-directed therapy in severe sepsis and
organ yaitu: 1. Resusitasi cairan, 2. septic shock. Adv Sepsis. 2005;4:126-33.
Terapi antimikroba, 3. Inotropik dan 9. O’Brien JM, Ali NA, Aberegg SA, Abraham MD.
vasopresor, Sepsis. The Am J of Med. 2007;120:1012-22.
4. Monitoring invasif dan non invasif, 5. 10. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, Ressler J, Muzzin
Terapi spesifik dan 6. Terapi suportif A, Knoblich B, et al. Early goal directed therapy
in the treatment of severe sepsis and septic shock.
• Kombinasi terapi antibiotika biasanya N Engl J Med. 2001;345:1368-77.
diperlukan pada saat awal sampai didapatkan 11. Rivers EP, Kruse JA, Jacobsen G, Shah K,
jenis kuman sehingga dapat diganti Loomba M, Otero R, et all. The influence of
dengan spektrum yang lebih sempit early hemodynamic optimization on biomarker
dalam 48-72 jam setelah pemberian patterns of severe sepsis and septic shock. Crit
Care Med. 2007;35:2016-24.
antibiotika empiris.
12. Setiati TE, Soemantri AG. Sepsis dan disfungsi
organ multiple pada anak, patofisiologi dan
DAfTAR PUSTAKA penatalaksanaan. Edisi ke-1. Semarang: Pelita
1. Abraham E, Singer M. Mechanism of sepsis- Insani; 2009.
induced organ dysfunction. Crit Care Med.
13. Shanley PT, Halstrom C, Wong HR. Sepsis.
2007;35:2408-16.
Dalam: Fuhrman BP, Zimmerman J, penyunting.
2. Aird WC. The role of the endothelium in severe Pediatric Critical Care. Edisi ke-3. Philadelphia:
sepsis and multiple organ dysfunction. Blood. Mosby Elsevier; 2006. h.1474-93.
2003;101:3765-77.
14. Wang H, Ma S. The cytokine storm and factors
3. Carcillo JA, Fields AI, Members TFC. Clinical determining the sequence and severity of organ
practice parameters for hemodynamic support of dysfunction in multiple organ dysfunction
pediatric and neonatal patients in septic shock. syndrome. Am J Emerg Med. 2008;26:711-5.
Crit Care Med. 2002;30:1365-78.
15. Watson RS, Carcillo J. Scope and epidemiology
4. Cohen J. The immunopathogenesis of sepsis. of pediatric sepsis. Pediatr Crit Care. Med
Nature. 2002:420;885-91. 2005;6:S3-5.
18 Perdarahan dan Trombosis
Antonius Pudjiadi

PENDAhUlUAN faktor VII. Proses ini pada akhirnya akan


mengakibatkan konversi protrombin menjadi
Perdarahan dan trombosis dapat terjadi akibat trombin yang merubah fibrinogen menjadi fibrin
gangguan primer sistem pembekuan darah, untuk menutup luka pembuluh darah. Tubuh
misalnya pada hemofilia. Namun demikian, di memiliki berbagai perangkat untuk menjaga agar
Pediatric Intensive Care Unit (PICU), lebih sering proses ini selalu berada dalam keseimbangan.
dijumpai perdarahan dan trombosis sebagai Prostasiklin mencegah agregasi trombosit.
komplikasi dari penyakit primer tertentu seperti Trombomodulin mengaktivasi protein C
sepsis atau trauma. yang bersama protein S mencegah konversi
Dalam keadaan normal mekanisme protrombin menjadi trombin. Antitrombin III
hemostatik tubuh berada dalam keadaan (AT III) juga mencegah konversi protrombin
dormant. Ketika terjadi aktivasi, dibutuhkan menjadi trombin. Tissue factor pathway inhibitor
keseimbangan dinamis antara faktor pembekuan (TFPI) menetralisir TF, pemicu proses koagulasi.
darah dan fibrinolisis. Gangguan dalam Endotel juga memproduksi tissue plasminogen
keseimbangan ini, akibat berbagai faktor, dapat activator yang melisiskan fibrin.
berakibat perdarahan dan/atau trombosis. Pada saat terjadi perlukaan pembuluh
darah, endotel akan mengurangi ekspresi
trombomodulin hingga aktivitas protein C
PROSES PEMbEKUAN DARAh menurun. Di samping itu juga terjadi pelepasan
plasminogen activator inhibitor dari endotel (PAI-
Secara alamiah tubuh membutuhkan proses 1) dan trombosit (PAI-2).
pembekuan darah untuk dapat bertahan
hidup. Saat terjadi perlukaan pembuluh darah,
terjadi vasokonstriksi yang mengakibatkan
perubahan aliran darah (shear stress). Akibat TATAlAKSANA UMUM
perubahan aliran darah, faktor von Willebrand Sebelum tatalaksana spesifik, tatalaksana awal
akan diproduksi sehingga endotel vaskular perdarahan masif dimulai dengan langkah-
meregang, selanjutnya menangkap trombosit langkah resusitasi (lihat bab 23). Hipotermia
untuk membentuk thrombus trombosit. Di (<34oC), bila ada, harus segera diatasi.
dalam darah, juga beredar von Willebrand Hipotermia mengganggu aktivitas enzim
cleaving protein, yang dapat memotong faktor hingga mengakibatkan pemanjangan protrombin
von Willebrand sehingga proses pembentukan time (PT) dan partial thromboplastin time
thrombus mencapai keseimbangan. (PTT), mengganggu aktivitas trombosit dan
Aktivasi sistem koagulasi dimulai dengan mengaktifkan fibrinolisis. Asidosis mengganggu
ekspresi tissue factor (TF) yang memicu aktivasi
Perdarahan dan Thrombosis 159

aktivitas kompleks faktor VIIa dan kompleks dipicu oleh aktivasi sistem koagulasi akibat suatu
Faktor Xa/Va, menghambat pembentukan proses patologis tertentu dalam tubuh. DIC
trombin dan menurunkan kadar fibrinogen dan dimulai akibat aktifasi tissue factor (TF) yang
jumlah trombosit. akhirnya mengakibatkan pembentukan trombin.
Selain pemeriksaan penunjang yang perlu Keadaan hiperkoagulasi mengakibatkan
untuk proses stabilisasi, seperti analisis gas darah pembentukan thrombus yang dapat berakibat
dan kadar laktat, diperlukan juga pemeriksaan gagal organ. Proses yang berlangsung terus,
darah rutin, koagulasi dan kimia darah. Cross menghabiskan faktor koagulasi, hingga dapat
matching untuk tranfusi komponen darah mengakibatkan perdarahan.
dilakukan sejak dini bila fasilitas memungkinkan.
Selama fase stabilisasi atau setelah Patogenesis DIC
kondisi anak stabil, harus ada upaya untuk
mengidentifikasi sumber perdarahan dan/ DIC terjadi bila pemicu aktivasi koagulasi tidak
atau penyebabnya. Perdarahan dapat bersifat dapat segera dihilangkan, misalnya pada tumor
lokal atau difus. Perdarahan lokal perlu segera padat, hemangioma besar (sindrom Kassabach
dihentikan, bila perlu dengan eksplorasi bedah. Merritt), rejeksi jaringan transplantasi, sepsis
Anamnesis penyakit dahulu dan obat-obat yang dan lain-lain.
pernah digunakan penting untuk mengetahui
gangguan primer trombosit dan sistem koagulasi. Diagnosis
Berdasarkan kriteria International Society on
Mutiara bernas Thrombosis and Hemostasis (ISTH) tahun 2001, DIC
dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu overt
• Pada perawatan di PICU, lebih sering (decompensated) dan nonovert (compensated).
dijumpai perdarahan dan trombosis Diagnosis overt DIC dapat ditegakkan bila secara
sebagai komplikasi dari penyakit klinis diketahui adanya faktor pencetus DIC dan
primer tertentu seperti sepsis atau panel uji koagulasi mencapai nilai 5 (tabel 18.1).
trauma Nonovert DIC adalah gangguan koagulasi yang
• Hipotermia mengganggu aktivitas enzim belum mencapai tingkat decompensated. Intervensi
hingga mengakibatkan pemanjangan terapetik pada tingkat ini jauh lebih efektif
prothrombin time (PT) dan partial dibandingkan dengan intervensi saat telah terjadi
thromboplastin time (PTT), mengganggu overt DIC.
aktivitas trombosit dan mengaktifkan
fibrinolisis. Asidosis mengganggu aktivitas Tatalaksana DIC
kompleks faktor VIIa dan kompleks
Faktor Xa/Va, menghambat Mengatasi pencetus merupakan bagian penting
pembentukan trombin dan dalam tatalaksana DIC. Namun demikian
menurunkan kadar fibrinogen dan seringkali hal ini tidak dapat segera dilakukan.
jumlah trombosit. Tindakan suportif dilakukan terhadap kekurangan
trombosit dan faktor koagulasi (tabel 18.2).
DISSEMINATED INTRAVASCULAR Penggunaan antikoagulan pada DIC
COAGULATION diharapkan dapat menghentikan konsumsi faktor
koagulasi. Penggunaan heparin masih menjadi
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah kontroversi. Heparin dapat mengakibatkan
gangguan koagulasi menyeluruh yang perdarahan, karena itu pemantauan PTT harus
160 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 18.1. Modifikasi Sistem Penilaian International Society on Thrombosis and Hemostasis untuk Diagnosis DIC
Uji laboratorium Hasil Nilai
hitung thrombosit (/mm3) > 100.000 0
51.000-100.000 1
< 50.000 2
fibrinogen (mg/dl) >100 0
< 100 1
fDP* (mg/ml) <5 0
6-40 2
>40 3
Pemanjangan PTT** (detik) <3 0
3-5,9 1
<6 2
* bila digunakan D-Dimer, maka: nilai 0 bila kadar <2; 2 bila 2-8; 3 bila >8 mg/l
** Nilai PTT dikurangi ambang tertinggi PTT sesuai usia

Tabel 18.2.Terapi Penunjang


Terapi Komponen Darah Dosis yang dianjurkan Indikasi
Fresh Frozen Plasma 15-20 ml/kg Perdarahan simtomatis dengan kadar
fibrinogen < 100 mg/dL
Fibrinogen Concentrate 2-3 g Perdarahan simtomatis dengan kadar
fibrinogen < 100 mg/dL
Cryoprecipitate 1 U/10 kg Perdarahan simtomatis dengan kadar
fibrinogen < 80-100 mg/dL
Thrombosit 1-2 U/10 kg jumlah thrombosit <20.000 atau
jumlah thrombosit <50.000 dengan
perdarahan

dilakukan dengan ketat. Beberapa penelitian deficiency in infancy, adalah perdarahan yang
pada manusia menunjukan penggunaan terjadi pada bayi usia muda akibat defisiensi
AT III dapat bermanfaat, namun demikian, vitamin K. Bayi usia muda dengan ASI eksklusif
tidak ditemukan penurunan mortalitas pada rentan terhadap defisiensi vitamin K, disebabkan
penelitian acak multisenter pada kasus sepsis. kandungan vitamin K dalam ASI yang rendah.
Beberapa obat lain yang digunakan untuk Oleh karena itu, pemberian vitamin K pada bayi
mencegah atau mengatasi mikrotrombus baru lahir penting untuk mencegah perdarahan.
antara lain adalah protein C, tissue plasminogen Perdarahan intrakranial terjadi pada 80-
activator (TPA), urokinase, streptokinase dan 90% kasus APCD. Biasanya bayi tiba-tiba tampak
prostasiklin. pucat, kesadaran menurun dengan ubun-ubun
membonjol. Kelainan neurologis dapat berupa
kejang fokal, hemiparesis dan paresis nervus
ACQUIRED PROTROMbIN COMPlEX kranial. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau
DEfICIENCy CT scan dapat digunakan untuk mendeteksi
perdarahan intrakranial.
Aquired protrombin complex deficiency (APCD), Diagnosis dapat ditegakkan dengan
dahulu dikenal dengan idiopathic vitamin K adanya pemanjangan masa pembekuan
Perdarahan dan Thrombosis 161

darah vena (>15 menit), pemanjangan PT, DAfTAR PUSTAKA


pemanjangan PTT, thrombin time (TT) normal,
penurunan aktivitas faktor II, VII, IX, X dan 1. Feinstein DI. Diagnosis and management of
disseminated intravascular coagulation: the role
jumlah trombosit yang normal. Karena faktor
of heparin therapy. Blood. 1982;60:284-7.
VII, mempunyai waktu paruh paling pendek,
maka pemeriksaan PT merupakan indikator 2. Franchini M, Lippi G, Manzato F. Recent
yang sensitif pada defisiensi vitamin K. acquisitions in the pathophysiology, diagnosis
and treatment of disseminated intravascular
Tatalaksana APCD meliputi tatalaksana coagulation. Trombosis J. 2006;4:4-9.
untuk mengatasi peningkatan tekanan
3. Hoots WK. Non-overt disseminated
intrakranial, mengatasi kejang, serta tatalaksana intravascular coagulation: definition and
perdarahan dengan pemberian vitamin K1, pathophysiological implications. Blood Rev.
tranfusi fresh frozen plasma dan packed red cells 2002;16(Suppl 1):S3–9.
sesuai kebutuhan.
4. Mammen EF. Disseminated intravascular
coagulation (DIC). Clin Lab Sci. 2000;13:239-45.
5. Saba HI, Morelli GA. The pathogenesis and
Mutiara bernas management of disseminated intravascular
coagulation. Clin Adv Hematol Oncol.
• Mengatasi pencetus merupakan bagian
2006;4:919-26.
penting dalam tatalaksana DIC.
Namun demikian seringkali hal ini 6. Taylor FB Jr, Kinasewitz GT. The diagnosis and
management of disseminated intravascular
tidak dapat segera dilakukan.
coagulation. Current Hematol Rep. 2002;1:34–40.
Tindakan suportif dilakukan terhadap
kekurangan trombosit dan faktor 7. Taylor FB Jr, Toh CH, Hoots WK, et al. Towards
definition, clinical and laboratory criteria, and
koagulasi.
a scoring system for disseminated intravascular
• Bayi usia muda dengan ASI eksklusif coagulation. Thromb Haemost. 2001;86:1327–30.
rentan terhadap defisiensi vitamin K, 8. Warren BL, Eid A, Sainger P,et al. Caring for the
disebabkan kandungan vitamin K critically ill patient: high-dose antitrombin III
dalam ASI yang rendah in severe sepsis: a randomized controlled trial.
• Pemberian vitamin K pada bayi baru JAMA. 2001;286:1869-78.
lahir penting untuk mencegah
perdarahan
19 Nutrisi pada Anak Sakit Kritis
Nurnaningsih

PENDAhUlUAN insensible energy loss sebesar sepertiga dari


kebutuhan energi. Pada anak sakit gawat terjadi
Masalah nutrisi pada anak sakit kritis peningkatan kebutuhan energi yang berkaitan
Tujuan pemberian nutrisi pada anak sakit dengan adanya faktor stres.
kritis adalah mempertahankan fungsi organ
dan mencegah disfungsi sistem kardiovaskular, Metabolisme Karbohidrat
sistem respirasi, dan sistem imun, meminimalisir
efek puasa, mencegah defisiensi nutrisi, dan Glukosa merupakan bahan bakar primer untuk
sebagai dukungan nutrisi sampai respons otak, sumsum tulang, sel darah merah, dan
inflamasi fase akut berakhir. Terdapat tiga hal jaringan yang mengalami cedera. Dalam keadaan
yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi anak stres, cadangan glikogen hati dipecah menjadi
sakit kritis. Pertama, trauma akut memicu glukosa dan dilepaskan ke dalam pembuluh
respons katabolik yang besarnya tergantung darah sehingga kadar glukosa darah meningkat.
berat dan lamanya trauma. Selama respons stres Selama stres terjadi resistensi insulin sehingga
metabolisme terjadi peningkatan konsentrasi transpor glukosa ke dalam sel terganggu.
hormon counter regulatory yang akan memicu Glikogen otot merupakan sumber glukosa
resistensi insulin dan hormon pertumbuhan, untuk energi tubuh. Bila cadangan glikogen
menyebabkan katabolisme cadangan protein berkurang maka asam amino akan digunakan.
serta metabolisme karbohidrat dan lemak Protein otot akan dipecah dan asam amino
endogen untuk sumber energi. Pada keadaan akan dilepaskan kedalam pembuluh darah dan
ini tidak terjadi proses pertumbuhan, sehingga diangkut ke hati untuk digunakan dalam proses
energi untuk proses tumbuh tidak dibutuhkan. glukoneogenesis. Pada waktu yang bersamaan,
Kedua, anak yang dirawat di unit perawatan trigliserida dari jaringan adiposa dipecah
intensif biasanya dalam keadaan tersedasi dan menjadi asam lemak dan gliserol, sementara
tingkat aktivitasnya rendah sehingga kebutuhan gliserol dikonversi menjadi glukosa di hati.
energi berkurang. Ketiga, suhu lingkungan Semuanya dipakai sebagai energi dalam bentuk
di ruang perawatan intensif dalam keadaan glukosa. Dalam keadaan hipermetabolisme,
terkontrol dan insensible energy loss sangat produksi glukosa endogen tidak dapat ditekan
menurun. Pada pasien yang mendapatkan dengan pemberian glukosa dari luar tubuh.
ventilasi mekanik, kebutuhan energi sangat Komplikasi pemberian glukosa yang berlebihan
kecil karena tidak diperlukan energi untuk otot dari luar tubuh meliputi hiperglikemia, glikolisasi
pernapasan dan mendapatkan ventilasi dengan protein, keadaan hiperosmolar, imunosupresi,
udara lembab. Keadaan ini dapat menurunkan produksi karbondioksida yang berlebihan, dan
perlemakan hati.
Nutrisi pada Anak Sakit Kritis 163

Metabolisme protein adrenergic. Asam lemak bebas dilepaskan ke


dalam plasma. Asam lemak yang berlebih
Stres memicu hiperkatabolisme, yang
menyebabkan reesterifikasi di hati yang akan
mengakibatkan kehilangan protein dan
mengakibatkan pembentukan trigliserida hepar
otot menjadi kurus. Sejumlah katekolamin
secara berlebihan dan terjadi deplesi asam
dilepaskan sehingga kebutuhan protein
lemak essensial. Hiperglikemia sering terjadi,
meningkat. Interleukin dan sitokin lain
menyebabkan peningkatan kadar insulin yang
merangsang proteolisis otot dan sintesis protein
berdampak pada berkurangnya mobilisasi lemak
fase akut di hati. Pada saat yang sama tubuh
dari cadangan lemak tubuh. Bila asupan lemak
melepaskan glukagon dan mediator lain yang
tidak diberikan, akan terjadi defisiensi asam
menghambat kerja insulin dan membatasi
lemak esensial yang dapat berkembang lebih
penyediaan glukosa untuk jaringan sehingga
cepat dibandingkan keadaan puasa.
otot dan sel lain harus menggunakan asam
amino sebagai alternatif sumber energi.
Katabolisme otot rangka diperlukan untuk
Mutiara bernas
kebutuhan fungsi imun, memperbaiki jaringan
dan inflamasi. Sebagai akibat dari proteolisis Pada anak sakit gawat terjadi perubahan
otot akan terjadi peningkatan ureagenesis, metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak
peningkatan sintesis protein fase akut oleh hati, yang mempengaruhi kebutuhan nutrisinya
peningkatan pengeluaran nitrogen urin, dan
peningkatan pemakaian asam amino sebagai
substrat oksidatif untuk pembentukan energi.
Mediator penting dalam proteolisis otot skelet Penentuan kebutuhan nutrisi
adalah glukokortikoid dan sitokin proinflamasi, Kebutuhan nutrisi dipengaruhi oleh beberapa
yaitu IL-1 dan TNF. Regulasi proteolisis otot faktor antara lain status nutrisi, umur, keadaan
bersifat multifaktorial, namun glukokortikoid klinis dan beratnya penyakit. Nutrisi yang
memegang peranan paling penting. Peningkatan tidak adekuat dapat menyebabkan kekurangan
laju katabolisme protein tidak dapat dihilangkan makanan sedangkan hipermetabolisme dapat
dengan pemberian glukosa, lipid, dan protein, memberi efek yang membahayakan. Penentuan
namun laju sintesis protein dapat ditingkatkan kebutuhan nutrisi dapat dilakukan dengan
dengan pemberian asam amino dari luar. mengukur kebutuhanenergi/kalori (measurement
Balans nitrogen dapat digunakan untuk energy expenditure, MEE) atau dengan cara
menentukan kebutuhan protein individu. menghitung kebutuhan energi/kalori (predicted
Balans nitrogen dihitung dengan rumus berikut: energy expenditure, PEE). Pengukuran kebutuhan
balans nitrogen = asupan nitrogen – keluaran kalori (MEE) dengan menggunakan kalorimetri
nitrogen. Pada anak sakit kritis, umumnya indirek merupakan alat yang paling tepat
balans nitrogen negatif. untuk mengukur kebutuhan energi pada anak.
Menghitung kebutuhan kalori berdasarkan
rumus standar kurang akurat.
Metabolisme lemak Metode sederhana untuk memperkirakan
Pada anak sakit kritis, terjadi peningkatan kebutuhan energi anak sakit kritis adalah
oksidasi asam lemak. Asam linoleat dan asam kebutuhan energi basal dikalikan faktor stres.
arakidonat plasma menurun, sedangkan Faktor stres bervariasi tergantung beratnya
asam oleat meningkat. Hal ini terjadi akibat penyakit (Tabel 19.1). Berdasarkan formula
peningkatan lipolisis yang berhubungan White kebutuhan energi untuk anak sakit
dengan perangsangan epinephrine-induced ß2- kritis adalah sebagai berikut : kebutuhan energi
164 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

(kkal) = [(17 x usia dalam bulan) + (48 x berat Pemberian nutrisi pada anak sakit kritis
badan) + (292 x suhu dalam 0C) – 9677] x
0,239. Secara praktis, kebutuhan energi basal
Nutrisi enteral
pada neonatus dan bayi berkisar antara 50 – Nutrisi enteral lebih diutamakan karena
55 kkal/kg/hari dan menurun pada adolesens pemberiannya mudah, harganya murah,
sampai 25 kkal/kg/hari. risiko infeksi kecil, tidak memerlukan akses
vena sentral, dan memperbaiki fungsi saluran
Tabel 19.1. Keadaan yang mempengaruhi cerna. Pemberian nutrisi enteral pada anak
kebutuhan energi (faktor stres) sakit gawat dapat mencegah atrofi usus dan
Keadaan Faktor stres mengurangi komplikasi infeksi dibandingkan
Kelaparan (ringan) 0,85 – 1,00 dengan nutrisi parenteral. Nutrisi enteral
Pasca-operasi 1,00 – 1,05 terindikasi pada anak yang berisiko malnutrisi
Keganasan 1,10 – 1,45 maupun yang sudah mengalami malnutrisi
Peritonitis dan sepsis 1,05 – 1,25 bila pemberian lewat oral tidak cukup untuk
Trauma multipel, luka bakar 1,2 – 1,55 mencegah terjadinya penurunan berat badan
Dikutip dengan modifikasi dari : Chowdary KVR, Reddy walaupun saluran cerna berfungsi baik. Pada
PN. Parenteral nutrition: Revisited. Indian j Anaesth. pasien dengan fungsi gastrointestinal yang baik
2010;54:95-103 pemberian nutrisi enteral dapat dimulai dalam
24-48 jam pertama perawatan. Parameter fungsi
gastrointestinal baik adalah adanya suara usus,
Pemberian kalori berlebih harus dicegah tidak didapatkan distensi perut atau muntah,
untuk mempertahankan homeostasis metabolik dan residu lambung sedikit. Tanda perfusi usus
terhadap respons trauma. Pemberian kalori yang adekuat termasuk tanda vital stabil, tidak
berlebih (overfeeding) mempunyai konsekuensi memerlukan pemberian volume cairan dan obat
yang berbahaya, yaitu meningkatnya produksi vasoaktif secara kontinu, dan keseimbangan
CO2, yang selanjutnya meningkatkan kerja asam basa serta laktat serum normal. Pemberian
ventilator. Hal ini dapat menyebabkan nutrisi enteral tidak dianjurkan pada pasien
pemakaian ventilator lebih lama, mengganggu yang menggunakan obat -adrenergik dan
fungsi hati akibat terjadinya steatosis dan penghambat neuromuskular.
kolestasis, dan meningkatkan risiko terjadinya
infeksi sekunder akibat hiperglikemia.
Pemberian nutrisi yang tidak cukup dapat Mutiara bernas
mengakibatkan malnutrisi, sementara status
• Nutrisi enteral lebih diutamakan
hipermetabolisme dari penyakit kritis sendiri
juga dapat menyebabkan malnutrisi. Pasien karena pemberiannya mudah, biayanya
dengan malnutrisi berat berisiko sampai 20 murah, risiko infeksi kecil, tidak
kali lebih besar untuk mengalami komplikasi memerlukan akses vena sentral, dan
dibandingkan pasien yang mempunyai status memperbaiki fungsi saluran cerna.
nutrisi baik, selain membutuhkan masa rawat Pemberian nutrisi enteral pada anak
lebih lama dan menunjukkan angka kematian sakit kritis dapat mencegah atrofi usus
lebih tinggi. dan mengurangi komplikasi infeksi
dibandingkan dengan nutrisi
parenteral
• Bila fungsi gastrointestinal dan
hemodinamik baik, pemberian nutrisi
dilakukan secara enteral.
Nutrisi pada Anak Sakit Kritis 165

Pemberian nutrisi enteral memiliki tahun terakhir. Yang termasuk imunonutrisi


keuntungan, yaitu menurunkan risiko infeksi adalah arginin, glutamin, aminopeptida, asam
pada anak sakit kritis. Pemberian nutrisi secara lemak omega-3, dan antioksidan. Berdasarkan
enteral akan mempertahankan integritas dan ASPEN Clinical Guidelines, Pediatric Critical
fungsi mukosa saluran cerna. Nutrisi enteral Care pemberian imunonutrisi pada anak sakit
juga menurunkan translokasi bakteri di mukosa kritis tidak direkomendasikan.
usus. Keuntungan lain nutrisi enteral adalah
membantu penyembuhan luka lebih baik
Metode pemberian nutrisi enteral
sesudah pembedahan abdomen.
Pemberian nutrisi enteral pada kondisi Metode pemberian nutrisi enteral adalah sebagai
tertentu memerlukan perhatian khusus. Kondisi berikut:
tersebut adalah: a. Pemberian makanan secara bolus
1. Sepsis, trauma, dan luka bakar. Stres Keuntungan cara ini adalah tidak
akibat sepsis, trauma, maupun luka bakar membutuhkan waktu lama serta mengurangi
menyebabkan pelepasan berbagai jenis risiko kontaminasi. Kekurangannya adalah
hormon tubuh yang akan mengakibatkan lebih mudah terjadi aspirasi. Pasien dengan
proteolisis otot skelet dan hidrolisis asam usus pendek atau malabsorbsi tidak
amino rantai cabang (branched-chain amino dianjurkan memakai metode ini.
acid, BCAA), sehingga pada keadaan b. Pemberian makanan secara intermiten
tersebut perlu diberikan formula yang kaya Makanan diberikan 2 mL/kg setiap 4-6 jam
BCAA. selama 20-45 menit. Pemberian cara ini
2. Kelainan paru. Peningkatan asupan biasanya mempunyai toleransi yang baik.
karbohidrat akan menyebabkan peningkatan
c. Pemberian makanan secara tetesan
produksi CO2 dan konsumsi oksigen,
kontinu
yang dapat mengakibatkan komplikasi
dan menunda penyapihan ventilator. Keuntungan dari pemberian makanan
Pada pasien dengan kelainan paru dapat secara kontinu adalah volume residu yang
diberikan formula rendah karbohidrat. lebih sedikit dan risiko aspirasi, kembung,
serta diare yang lebih kecil. Teknik ini
3. Gagal hati. Pemberian BCAA dengan
membutuhkan pemantauan yang ketat dan
konsentrasi tinggi dan asam amino aromatik
dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri
konsentrasi rendah dapat membantu
yang berlebih. Pemberian harus dimulai
menormalkan perubahan asam amino pada
dengan volume kecil, yaitu setengah
pasien dengan ensefalopati hepatikum.
kebutuhan kalori dengan kecepatan 1 mL/
4. Gagal ginjal. Diet pada penderita kg/jam. Bila toleransi baik dalam 24 jam,
gagal ginjal harus mengandung asam dapat ditingkatkan 0,5 mL/kg/jam sampai
amino esensial konsentrasi tinggi dan tercapai volume yang diharapkan.
dikombinasikan dengan kalori yang tinggi
terhadap rasio nitrogen.
Inisiasi pemberian nutrisi enteral
Imunonutrisi Sebelum memulai pemberian nutrisi
enteral harus ditentukan dulu perkiraan
Penggunaan imunonutrisi yang bertujuan untuk kebutuhan cairan, kalori, dan elektrolit.
memodulasi respon inflamasis atau respons Protokol pemantauan harus disiapkan
kekebalan banyak dilaporkan dalam beberapa sebelum memulai pemberian nutrisi
166 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

enteral. Pemberian formula dimulai dengan dapat digunakan agen prokinetik lambung,
seperempat hingga setengah dari kebutuhan misalnya metoklopramid, eritromisin, atau
total kalori selama 24 jam, kemudian dapat cisaprid.
ditingkatkan secara bertahap. 2. Diare, dapat disebabkan oleh penggunaan
Pemantauan pasien dengan nutrisi formula hiperosmolar, pemberian makanan
enteral dengan volume yang banyak dalam waktu
cepat, kontaminasi makanan, kadar
Frekuensi pemantauan tergantung nutrisi albumin serum yang rendah, pemberian
yang diberikan dan keadaan klinis. Tabel 19.2 antibiotik yang bersamaan atau pemberian
memuat parameter yang harus dinilai dalam formula yang mengandung laktosa pada
pemantauan pasien yang mendapat nutrisi pasien dengan intoleransi laktosa.
enteral. 3. Efek samping lain pada saluran cerna,
meliputi mual, muntah, kram, dan nyeri
Tabel 19.2. Parameter yang harus dinilai pada perut akibat pemberian makanan hipertonik
pasien yang mendapat nutrisi enteral secara cepat atau penggunaan formula yang
Toleransi Mual tidak tepat. Untuk menghindari hal ini,
Muntah volume dan kecepatan pemberian harus
Diare ditingkatkan secara bertahap.
Konstipasi 4. Defisiensi atau kelebihan berbagai nutrien
Distensi perut
dan elektrolit. Untuk mencegah hal ini,
Nutrisi berat badan harus dilakukan pencatatan yang ketat
dan Na, K, Mg, Ca, PO4, dan osmolalitas serum
Keseimbangan asam basa
dan akurat tentang cairan, elektrolit, dan
metabolik
Glukosa darah, ureum, dan nitrogen nutrien.
Pemeriksaan urin 5. Problem mekanik. Oklusi dan pergeseran
fungsi hati letak selang kateter dapat dicegah dengan
Mekanik Pastikan lokasi dan patensi selang kateter pemantauan seperti yang disebutkan pada
sebelum digunakan Tabel 19.2.
Irigasi selang kateter untuk pemberian
makanan intermiten
Kontra indikasi nutrisi enteral
Pemberian nutrisi enteral dikontraindikasikan
Komplikasi nutrisi enteral pada keadaan berikut: berpotensi intubasi atau
Pemberiannutrisienteralberisikomengakibatkan ekstubasi dalam 4 jam, hemodinamik tidak
beberapa komplikasi sebagai berikut: stabil yang membutuhkan peningkatan terapi,
1. Aspirasi paru dari isi lambung, umumnya pasca-operasi ileus, perdarahan gastrointestinal,
terjadi pada pemanjangan waktu berisiko mengalami enterokolitis nekrotikans /
pengosongan lambung, menyebabkan iskemia usus, dan obstruksi usus.
muntah yang dapat mengakibatkan
aspirasi. Penyebab pengosongan lambung
yang lambat pada anak sakit kritis adalah Mutiara bernas
perfusi lambung yang jelek, sebagai Bila fungsi gastrointestinal dan hemodinamik
respons terhadap stres dan nyeri, serta baik, pemberian nutrisi dilakukan secara
pemakaian dopamin dan katekolamin. enteral.
Untuk mempercepat pengosongan lambung
167

Algoritma Nutrisi Enteral PICU


Bila tidak ada kontraindikasi nutrisi enteral diberikan dalam 24 jam pertama perawatan di PICU

1. Tentukan rute 2. Tentukan tujuan 3. Pemilihan formula 4. Tentukan langkah selanjutnya

Makanan per oral Makanan bolus Kalori penuh Boks 1 Tentukan jadwal pemberian
Sadar, tidak terintubasi, A. Clear, bila dapat makanan
refleks muntah dan mempertahankan jalan
batuk baik nafas

B. ½ formula penuh bila


puasa >2 minggu,
malnutrisi, berisiko iskemia
lambung (Formula penuh
diberikan setelah 24 jam).

C. Formula penuh

Kalori penuh Seperti boks 1 A. Awal :


Hitung ½ volume yang di
perlukan untuk memenuhi
kecukupan kalori dan bagi
dalam beberapa kali per
hari. Lazimnya, 8x/hr bila
umur <6 bln dan 6x/hr bila
>6 bln. Bila tidak toleran,
Nasogastrik
Makanan bolus berikan bolus dengan
volume lebih sedikit tetapi
lebih sering atau berikan
secara kontinu.
B. Selanjutnya :
Bila toleran, tingkatkan 25%
setiap kali pemberian

Trophic feeding A. Clear bila dapat 5-20 mL/kg/hari di bagi dalam


mempertahankan beberapa dosis (volume lebih
jalan napas (Formula kecil pada anak yang lebih
penuh diberikan besar).
setelah 24 jam).
B. Formula penuh

Kalori penuh A. ½ formula penuh bila A. Awal :


puasa >2 minggu, 1- 2 mL/kg/jam (0,5
Nasoyeyunum malnutrisi, berisiko iskemi ml/kg/jam bila ada resiko
lambung (tingkatkan iskemia lambung)
Risiko tinggi terjadi formula penuh setelah 24 B. Selanjutnya:
aspirasi (menekan refleks jam). <1thn: 1-5 mL/jam dalam
B. Formula penuh 3-4 jam
muntah, pengosongan
Continuous feeding >1thn: 5-20 ml / jam dalam
lambung yang lambat,
refluks gastrosofagus, 3-4 jam
bronkospasme)

Trophic feeding Formula penuh 5-20 ml/kg/hari (volume lebih


kecil pada pasien-pasien yang
lebih besar.

Gambar 19.1.Algoritma nutrisi enteral


Keterangan:
Clear: cairan jernih ( air putih atau larutan dekstrosa 5%), ½ formula penuh: formula yang diencerkan sehingga konsentrasi
larutan menjadi setengah dari konsentrasi formula penuh.
168 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Nutrisi parenteral Sedangkan kontra indikasi pemberian


nutrisi parenteral meliputi:
Nutrisi parenteral diberikan bila traktus
gastrointestinal tidak dapat menyerap cairan 1. Saluran cerna berfungsi baik
dan nutrien yang diperlukan. Target pemberian 2. Hiperglikemia berat
nutrisi parenteral total adalah balans kalori dan 3. Gangguan elektrolit berat
balans nitrogen positif, kontrol homeostasis 4. Penyakit dengan prognosis yang buruk
cairan, balans elektrolit, mempertahankan
fungsi metabolik, atau menyimpan protein Langkah-langkah pemberian nutrisi
somatik dan viseral. parenteral :
Pada anak sakit kritis, nutrisi parenteral 1. Menentukan kebutuhan cairan
dapat mulai diberikan dalam 24-48 jam pertama 2. Menentukan kebutuhan kalori
perawatan dengan perhitungan kebutuhan 3. Menentukan kebutuhan makronutrien
cairan, kalori, protein, dan lemak serta (karbohidrat, protein, dan lemak)
pemantauan status metabolisme secara tepat. 4. Menentukan kebutuhan elektrolit
Pemberian nutrisi parenteral bisa melalui infus
5. Pemberian vitamin & trace element
vena perifer maupun vena sentral. Pemberian
cairan dengan osmolaritas yang tinggi harus 6. Pemantauan
menggunakan infus vena sentral.
Indikasi pemberian nutrisi parenteral Menentukan kebutuhan cairan
adalah:
Perhitungan cairan dapat berdasarkan berat
1. Prematuritas badan, luas permukaan tubuh, atau kebutuhan
2. Kelainan kongenital : gastroskisis, fistula kalori. Syarat perhitungan kebutuhan cairan
trakeoesofagus pembedahan abdomen rumatan berdasarkan luas permukaan tubuh
3. Perdarahan gastrointestinal masif adalah kebutuhan kalori proporsional dengan
4. Pseudo-obstruksi usus kronik permukaan tubuh, digunakan rumus 1500 mL/
m2/hari. Perhitungan kebutuhan cairan per hari
5. Fistula usus
pada anak dengan obesitas lebih akurat dengan
6. Enteropati autoimun, diare berat, atau menggunakan rumus berdasarkan kebutuhan
atrofi mikrovilli usus kalori atau luas permukaan tubuh.
7. Sindrom usus pendek (short bowel syndrome)
8. Pankreatitis Kebutuhan protein
9. Sindrom distres respirasi
Penyakit kritis dan pemulihan dari trauma atau
10. Komplikasi pasca-kemoterapi, misalnya
pembedahan ditandai dengan peningkatan
inflamasi permukaan membran mukosa

Tabel 19.3. Kebutuhan cairan rumatan berdasarkan berat badan


Berat badan Kebutuhan cairan per hari
0-10 kg 100 ml/kg
11-20 kg 100 ml/kg untuk 10 kg pertama + 50 ml/kg untuk 10 kg berikutnya
>20 kg 100 ml/kg untuk 10 kg pertama + 50 ml/kg untuk 10 kg berikutnya + 20 ml/kg untuk
setiap kg di atas 20 kg
Dikutip dengan modifikasi dari : Steinhorn DM, Russo LT.Textbook of critical care, 2005.
Nutrisi pada Anak Sakit Kritis 169

katabolisme dan pergantian protein, termasuk bentuk cairan mengandung kalori sebesar 3,4
redistribusi asam amino dari otot skelet ke hati, kkal/g, sedangkan dalam bentuk glukosa enteral
tempat luka, dan jaringan lain yang terlibat dalam memberikan kalori sebesar 4 kkal/gram. Glucose
respon inflamasi. Manifestasinya adalah balans oxidation rate pada anak berkisar 5-8 mg/kg/
nitrogen negatif, ditandai dengan menurunnya menit. Pemberian infus dimulai secara perlahan
berat badan, mengecilnya otot skelet, dan disfungsi dengan tujuan memberi kesempatan terjadinya
imun. Selanjutnya, pemecahan massa otot yang respons insulin endogen untuk meminimalisir
progresif dari organ-organ kritis mengakibatkan terjadinya hiperglikemia dan glukosuria.
menurunnya massa otot interkostal dan Selama fase awal sakit kritis, kecepatan infus
diafragma, yang menyebabkan gangguan sistem glukosa (glucose infusion rate, GIR) tidak boleh
respirasi, dan berkurangnya massa otot jantung. melebihi 4-6 mg/kg/menit dan harus dilakukan
Pemberian protein akan mengoptimalkan sintesis titrasi dengan kadar glukosa darah. Bila perlu,
protein serta memperbaiki penyembuhan luka dapat diberikan insulin dari luar tubuh untuk
dan respons inflamasi. Pemberian protein yang mengatur kenaikan kadar glukosa. Pemantauan
berlebihan harus dihindari, terutama pada ketat perlu dilakukan untuk mengetahui
pasien dengan fungsi renal atau fungsi hati yang terjadinya hiperglikemia. Bila kadar glukosa
terbatas. Pemberian protein 4-6 gram/kg/hari darah melebihi 200 mg/dL, konsentrasi infus
berhubungan dengan efek samping azotemia, dekstrosa harus diturunkan secara titrasi. Bila
asidosis metabolik, dan kelainan perkembangan kadar glukosa darah di atas 250 mg/dL perlu
saraf. diberikan infus insulin 0,05-0,1 IU/kg/jam. Pada
Perkiraan pemberian protein pada anak pemberian nutrisi parenteral melalui vena perifer
sakit kritis adalah: anak usia 0-2 tahun: 2-3 g/ dapat diberikan dekstrosa sampai konsentrasi
kg/hari, 2-13 tahun: 1,5-2 g/kg/hari, dan 13-18 12,5% sedangkan pemberian dekstrosa dengan
tahun: 1,5 g/kg/hari. Untuk diet yang seimbang konsentrasi lebih tinggi harus melalui vena
dibutuhkan rasio protein, karbohidrat, dan sentral untuk mencegah inflamasi vena perifer
lemak dengan komposisi 15:50:35. Untuk dan trombosis. Cara menghitung GIR adalah
utilisasi protein yang optimal, harus dipenuhi sebagai berikut:
rasio minimal 150:1, yaitu 150 kalori non-
protein per gram nitrogen yang dibutuhkan. infus (ml/jam) x konsentrasi dekstrosa (g/dl)x 1000 (mg/g)
Pemberian protein dimulai dengan jumlah kecil GIR = berat badan (kg) x 60 (min/jam)x 100 (ml/dl)
dan dinaikkan bertahap sampai kebutuhan
terpenuhi. Pada neonatus dimulai dengan
pemberian 0,5-1 g/kg/hari dan dinaikkan Kebutuhan lemak
bertahap 0,5 g/kg/hari, sedangkan pada bayi
di atas 1 bulan dan anak pemberian protein Lemak diberikan sebanyak 15-30% dari total
dimulai dengan 1 g/kg/hari, dinaikkan bertahap kalori yang dibutuhkan. Pada nutrisi parenteral,
0,5-1 g/kg/hari. dapat diberikan asam lemak esensial sebesar
3-5% untuk mencegah defisiensi. Emulsi
lemak 20% lebih toleran dibandingkan dengan
Kebutuhan karbohidrat emulsi lemak 10%, karena emulsi lemak 10%
Karbohidrat pada nutrisi parenteral berbentuk akan meningkatkan risiko hipertrigliseridemia
dekstrosa dan merupakan sumber kalori non- dan hiperkolesterolemia karena kandungan
protein terbesar. Kalori yang berasal dari fosfolipidnya lebih banyak dan fosfolipid yang
karbohidrat biasanya sebesar 50-60% dari berlebihan akan dikonversi ke dalam liposom.
total kalori yang dibutuhkan. Dekstrosa dalam Tiap 1 mL emulsi lemak 20% memberikan
170 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

energi 2 kkal. Pemberian emulsi lemak dimulai tidak harus mencerminkan kadar kalium tubuh
dengan dosis 0,5 gram/kg/hari dan dinaikkan 0,5 karena kalium tubuh mudah bergerak bebas
gram/kg/hari secara bertahap sampai maksimal antara intraselular dan ekstraselular. Kalium
4 gram/kg/hari. Perlu dilakukan pemantauan juga dapat diberikan dalam bentuk garam dari
ketat terhadap profil lemak. klorida, asetat, atau fosfat. Klorida merupakan
Efek samping pemberian lemak adalah anion terbesar ekstraselular, penting untuk
mikroemboli lemak, trombositopenia, dan pertumbuhan dan perkembangan. Kalsium
penurunan fungsi leukosit. Trigliserida rantai adalah mineral yang berlimpah di dalam tubuh,
panjang berpotensi menyebabkan imunosupresi dengan konsentrasi yang lebih tinggi dalam
sehingga lebih sering digunakan trigliserida cairan ekstraselular, sangat berperan untuk
rantai medium (medium chain triglycerida, kontraksi otot, neurotransmiter, proses enzim,
MCT) dan asam lemak omega-3. Pada pasien permeabilitas membran sel, stabilisasi hormon,
hipermetabolik, toleransi pemberian lemak dan proses koagulasi. Fosfor, dijumpai dalam
harus dipantau, terutama bila pemberian tulang, merupakan regulator kalsium dan
>30% karena dapat menyebabkan komplikasi berperan dalam mineralisasi tulang serta sintesis
metabolik seperti hiperlipidemia, gangguan protein, lemak, dan karbohidrat. Kebutuhan
koagulopati, kegagalan fungsi imun, dan kalsium dan fosfor meningkat pada anak sakit
hipoksemia sebagai akibat dari kegagalan difusi kritis dan anak yang sedang tumbuh dari masa
dan gangguan perfusi/ventilasi. Komplikasi bayi ke adolesens. Penambahan kalsium dan
juga dapat terjadi akibat pemberian lemak fosfor pada nutrisi parenteral bergantung pada
yang terlalu cepat. Oleh karena itu, kecepatan kebutuhan pasien dan konsentrasi asam amino.
pemberian lemak tidak boleh melebihi 0,1 gram/ Magnesium merupakan kation terbanyak dalam
kg/jam. Risiko komplikasi dapat diminimalisir cairan intraselular yang berperan penting dalam
dengan pemberian infus secara perlahan, yaitu mempertahankan kadar kalium dan kalsium
dalam 18-24 jam sambil memantau kadar serum agar tetap normal. Kebutuhan rumatan
trigliserida serum dan tes fungsi hati . elektrolit dan mineral pada anak tercantum
pada Tabel 19.4.

Kebutuhan elektrolit Tabel 19.4. Kebutuhan rumatan elektrolit dan


mineral
Anak mempunyai kebutuhan minimal per hari
Elektrolit Kebutuhan rumatan
untukelektrolitdanmineral.Natriummerupakan
kation terbesar pada ruang ekstraselular yang Na 2-4 mEq/kg/hari
K 2-3 mEq/kg/hari
mempunyai fungsi primer sebagai regulator
Cl 2-4 mEq/kg/hari
osmotik dan kontrol keseimbangan air. Bersama
Ca 1-3 mEq/kg/hari
dengan klorida dan bikarbonat, natrium
Mg 30-60 mg/kg/hari
berperan penting bagi keseimbangan asam basa.
PO4 1-2 mmol/kg/hari
Natrium dapat diberikan dalam bentuk garam
dari klorida, asetat, atau fosfat, tergantung Dikutip dari : Irving Sy, Simone SD, hicks fw, verger jT. AACN
penyakit yang mendasari dan keadaan klinis. Clin Issues. 2000;11:541-58
Kalium merupakan kation terbesar di ruang
intraselular yang berfungsi dalam metabolisme
sel, sintesis protein, fungsi jantung, transmisi Pemberian vitamin
neuromuskular, dan keseimbangan asam basa. Berbagai sediaan multivitamin injeksi dapat
Konsentrasi kalium serum yang berfluktuasi dilihat pada Tabel 19.5.
Nutrisi pada Anak Sakit Kritis 171

Pemberian trace element Diagnosis anak tersebut adalah apendisitis


akut dengan perforasi. Telah dilakukan operasi
Trace element adalah mineral yang dibutuhkan
reseksi usus halus sepanjang 30 cm. Saat tiba
dalam jumlah sangat sedikit oleh tubuh.
di ruang rawat intensif anak dalam keadaan
Kebutuhan trace element per hari dapat
tersedasi, frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi
terangkum pada Tabel 19.6.
napas 34x/menit, suhu 37,50C, tekanan darah
Teknik pemberian nutrisi parenteral 90/60 mmHg. Berat badan anak 14 kg.
dirangkum pada Tabel 19.7, sedangkan
pemantauan yang perlu dilakukan pada
pemberian nutrisi parenteral dapat dilihat pada
Mutiara bernas
Tabel 19.8.
Pemberian nutrisi parenteral dimulai dengan
Contoh kasus : dekstrosa 10%, asam amino 0,5-1 g/kg,
lipid 20% 0,5 g/kg, kemudian dinaikkan
Seorang anak laki-laki usia 3 tahun dibawa dari secara bertahap sampai mencapai target.
kamar operasi ke ruang rawat intensif anak.

Tabel 19.5. Komposisi multivitamin injeksi


Unit Multi-12/K1 MvI-hSC MvI-12 atau Multi-12
Pediatrik 5ml 6 ml 10 ml
vitamin A RE 690 1201 990
vitamin D mg 10 10 5
vitamin E mg 4,7 2,7 6,7
vitamin K mg 0,2 0,2 -
Tiamin (b1) mg 1,2 18 3
Riboflavin (B2) mg 1,4 4 3,6
Niasin (b3) mg 17 40 40
Asam pantotenat (b5) mg 5 10,4 15
Piridoksin (b6) mg 1 4,8 4
Sianokobalamin (b12) μg 1 2 5
Asam folat μg 140 160 400
biotin μg 20 24 60
Asam askorbat mg 80 400 100
Dikutip dengan modifikasi dari: Guidelines for the administration of enteral and parenteral nutrition in paediatrics, 2007

Tabel 19.6. Kebutuhan trace element per hari


Trace Element Preterm <3 kg Term (3-10 kg) Anak (10-40 kg) Adolesens (>40 kg)
(μg/kg/hari) (μg/kg/hari) (μg/kg/hari) perhari
Zink 400 50-250 400 50-250 50-125 2-5 mg
50-125
Tembaga 20 20 5-20 200-500 μg
Mangan 1 1 1 40-100 μg
Kromium 0,05-0,2 0,2 0,14 - 0,2 5-15 μg
Selenium 1,5-2 2 1-2 40-60 μg
Dikutip dengan modifikasi dari: Mirtallo J, Canada T, Johnson D, Kumpf V, Petersen C, Sacks G, dkk. Safe practices for
parenteral nutrition. j Parenter Enteral Nutr. 2004; 28:S39-40.
172 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 19.7. Inisiasi pemberian nutrisi parenteral


Hari I Peningkatan Maksimal
Dekstrosa 10-12,5 % 2,5%-5%, dinaikkan tiap hari 30%
Protein 1-1 ,5 g/kg/hari 0,5 g/kg/hari 3,5 g/kg/hari
lemak 0,5 g/kg/hari 0,5 g/kg/hari 3 g/kg/hari
Dikutip dengan modifikasi dari : Buchman AL. Practical Nutritional Support Techniques, 2004

Tabel 19.8. Pemantauan pemberian nutrisi parenteral


Parameter Jadwal pemantauan
Awal Tiap hari Tiap minggu
Laboratorium:
Darah lengkap V V
PT,APTT V V
bUN, kreatinin V Tiap hari sampai stabil
Elektrolit V Tiap hari sampai stabil
Glukosa darah v Tiap 4 jam, bila stabil 1x sehari
Trigliserida serum v V
Tes fungsi hati & bilirubin v V
Prealbumin - bila perlu
CRP - bila perlu

Lain-lain:
berat badan v V
balans cairan v V
balans nitrogen bila perlu Bila perlu
Dikutip dengan modifikasi dari : Malone A,Charney.American Dietic Association, 2007

Sebutkan tatalaksana awal pada anak ini! dalam bulan) + (48 x berat badan) + (292
Hari I : Stabilisasi : A = Airway x suhu dalam 0C) – 9677] x 0,239. = [(17
x 36) + (48 x 14) + (292 x 37,5 - 9677)
B = Breathing x 0,239 = 611 ≈ 620 (± 45 kkal/kg/hari).
C = Circulation Perbandingan karbohidrat : protein : lemak
= 50 : 20 : 30
bagaimana pemberian nutrisi pada pasien ini?  Kebutuhan kalori dari karbohidrat =
50% x 620 kkal = 310 kkal = 92 gram
Hari II : Anak dipuasakan, mulai diberikan total
parenteral nutrisi dengan langkah-langkah :  Kebutuhan kalori dari protein = 20% x
620 kkal = 124 kkal ( 1 gram ≈ 4 kkal)
1. Menghitung kebutuhan cairan: = 31 gram = 310 mL asam amino 10%
menggunakan penghitungan berdasarkan
Holliday-Segar = 1200 mL  Kebutuhan kalori dari lemak = 30% x
620 kkal = 186 kkal ≈ lipid emulsi 18,6
2. Menghitung kebutuhan kalori : gram = lipid 20% 93 mL ( 1 mL lipid
Berdasarkan rumus White : 20% ≈ 2 kkal, atau 1 gram lipid emulsi
Kebutuhan kalori (kkal) = [(17 x usia ≈ 10 kkal)
Nutrisi pada Anak Sakit Kritis 173

3. Menghitung kebutuhan elektrolit. KEPUSTAKAAN


 Kebutuhan Na (2 mEq/kgBB/hari) = 28 1. Collier S, Lo C. Advances in parenteral
mEq ≈ 56 mL NaCl 3% (1 mEq Na ≈ 2 nutrition. Pediatrics. 1996;8:476-82.
mL NaCl 3%)
2. De Carvalho WB, Leite HP. Nutritional support
 Kebutuhan K (2 mEq/kgBB/hari) = 28 in the critically ill child. Dalam: Nichols DG,
mL KCl penyunting. Roger’s textbook of pediatric
 Kebutuhan Ca (1 mEq/kg/hari) = 14 mL intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
Ca glukonas Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 1500-
15.
 Cairan dekstrosa = [ Kebutuhan cairan/
hari – ( cairan protein + lipid + Na Cl 3. Falcao MC, Tannuri U. Nutrition for the
3% + KCl + Ca glukonas)] mL = [1200 pediatric surgical patient: approach in the peri-
– (310 + 93 + 56 + 28 + 14)] mL= operative period. Rev Hosp Clin. 2002;57:
699 mL ≈ 700 mL. 4. Guidelines for the administration of enteral and
parenteral nutrition in paediatrics. Edisi ke-3.
 Untuk mendapatkan 92 gram dekstrosa
Canada: Penerbit; 2007.
dari 700 mL maka cairan dekstrosa yang
digunakan adalah 13% ( antara 12,5- 5. Haber BA, Deutschman CS. Nutrition and
15%) metabolism in the critically ill child. Dalam:
Rogers MC, penyunting. Textbook of pediatric
4. Target pemberian nutrisi : intensive care. Edisi ke-3. Baltimore: William
 Dekstrose 15% 700 mL + NaCl 3% 56 and Wilkins, 1996; 1141 – 62.
mL + KCl 28 mL + Ca glukonas 14 mL 6. Horn V. Hospital Pharmacist. (2003). February.
 Asam amino 10% 310 mL Vol. 10: 58 – 62.
 Lipid 20% 93 mL 7. Irving SY, Simone SD, Hicks FW, Verger JT.
Nutrition for the critically ill child: enteral
Pemberian nutrisi parenteral total diberikan
and parenteral support. AACN Clinical Issues.
secara bertahap :
2000;11:541-58.
Hari pertama : 8. Kim PK, Deutschman CS. Inflammatory
 Asam amino 10% 1 g/kg = 14 g ∞ 140 responses and mediators. Surg Clin North Am.
mL = 56 kkal 2000;80:885-94.
 Lipid 20% 0,5 g/kg  7 g = 35 mL = 9. Lowry SF, Perez JM. The hypercatabolic state.
70 kkal Dalam: Shils ME, Shike M, Ross AC, Caballero
 Dekstrosa 10% = [1200-(140 + 35 + B, Cousins RJ, penyunting. Modern nutrition in
56 +28 + 14)] mL = 927 mL ∞ 930 health and disease. Edisi ke-10. Philadelphia:
mL = 316 kkal Lippincott Williams & Wilkins; 2006. h. 1381-
400.
 Dekstrosa 10% 930 mL + NaCl 3% 56
10. Martindale RG, Shikora SA, Nishikawa R,
mL + KCl 28 mL + Ca glukonas 14 mL
Siepler JK. The metabolic response to stress
Hari kedua dievaluasi, bila toleransi baik and alterations in nutrient metabolism. Dalam:
maka dekstrosa, asam amino, dan lipid Shikora SA, Martindale RG, Schwaitzberd SD.
dinaikkan secara bertahap sampai target Nutritional considerations in the intensive care
terpenuhi. unit. Kendall/Hunt Publishing Company Book
Team; 2002. h. 11-19.
174 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

11. Martinez JLV, Martinez-Romillo PD, Sebastian 14. Parrish CR. The Hitchiker’s guide to parenteral
JD, Tarrio FR. Predicted versus measured energy nutrition management. Dalam: Practical
expenditure by continuous, online indirect gastroenterology. Nutritional issues in
calorimetry in ventilated, critically ill children gastroenterology, 2006. h. 46-68.
during the early postinjury period. Pediatr Crit 15. Raju CU, Choudhary SLCS, Harjai LCM.
Care Med. 2004;5:19-27. Nutritional Support In The Critically Ill Child.
12. Mehta N, Castillo L. Nutrition in the critically MJAFI. 2005; 61:45-50
ill child. Dalam: Fuhrman BP, Zimmerman J, 16. Steinhorn DM, Russo LT. Nutrition issues in
penyunting. Pediatric critical care. Edisi ke-3. critically ill children. Dalam: Fink MP, Abraham
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h. 1068- 84. E, Vincent JL, Kochanek PM, penyunting.
13. Mehta NM, Compher C, ASPEN Board Textbook of critical care. Edisi ke-5. Elsevier
of Directors. ASPEN Clinical Guidelines: Science Health Science; 2005. h. 951-9.
Nutrition support of the critically ill child. J 17. Visser J, Labadarios D. Metabolic and nutritional
Parenter Enteral Nutr. 2009;33:260-76. consequences of the acute phase response.
SAJCN. 2002;15:75-93.
20 Abdomen Akut
Novik Budiwardhana

Dalam praktek sehari hari sering didapatkan Tabel 20.1 Penyebab abdomen akut
kasus-kasus kegawatan traktus gastrointestinal Patologi abdomen primer
yang memerlukan evaluasi dan tata laksana Obstruksi mekanik
segera. Terminologi abdomen akut digunakan Iskemia usus halus akut
untuk menggambarkan sindrom klinis berupa Infeksi/peradangan
Perforasi visera
gejala dan tanda penyakit intraabdomen yang Trauma abdomen
seringkali membutuhkan terapi operatif. Nyeri
Patologi abdomen sekunder akibat penyakit kritis
perut hebat yang berlangsung lebih dari 6 jam Perdarahan gastrointestinal
merupakan salah satu dasar diagnosis abdomen Ileus
akut. Penyebab abdomen akut tersering pada Pankreatitis akut
anak adalah appendisitis akut, sedangkan pada Kolesistitis akut
neonatus, nyeri abdomen yang disertai distensi Enteritis: kolitis pseudomembranosa
abdomen dan muntah seringkali disebabkan Megakolon toksik
Sindrom kompartemen abdomen (SKA)
oleh suatu abnormalitas kongenital atau
sepsis. Abdomen akut pada neonatus tidak Abdomen akut sebagai manifestasi penyakit sistemik
Ketoasidosis diabetikum
didiskusikan pada buku ini. Evaluasi klinis yang Porfiria intermiten akut
akurat terhadap abdomen akut penting untuk Purpura henoch-Schoenlein
mendiagnosis etiologi dan memberikan tata Penyakit Kawasaki
laksana yang benar dan cepat. Krisis sickle cell

PENIlAIAN KlINIS TATA lAKSANA AwAl PADA ANAK


Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti DENGAN AbDOMEN AKUT
sangat penting dalam penegakan diagnosis. Aspek krusial dalam tata laksana abdomen akut
Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan adalah keputusan apakah pasien harus segera
sangat membantu penegakan diagnosis dan menjalani laparatomi atau laparaskopi sebagai
memandu tatalaksana awal yang tepat. Secara upaya untuk penegakan diagnosis dan sekaligus
umum terdapat 3 klasifikasi diagnosis abdomen terapi. Pada anak dengan kecurigaan kegawatan
akut, yaitu (1) penyakit dengan patologi primer intra-abdomen yang secara klinis tidak stabil,
terdapat pada traktus gastrointestinal, (2) prioritas tata laksana selalu dimulai dengan
penyakit abdomen akut sekunder akibat penyakit mengamankan jalan napas serta mengamankan
kritis yang diderita anak, dan (3) abdomen akut pertukaran gas dan sirkulasi yang adekuat
sebagai manifestasi penyakit sistemik. (algoritma airway, breathing, circulation).
176 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Distensi abdomen hebat, syok, dan Bila dipikirkan sepsis, maka antibiotik intravena
dehidrasi merupakan tanda kegawatan yang harus segera diberikan. Algoritma tata laksana
memandu dokter untuk segera melakukan awal anak dengan abdomen akut dapat dilihat
stabilisasi (resusitasi) awal dan menentukan pada Gambar 20.1.
kebutuhan pembedahan segera. Perawatan
di Pediatric Intensive Care Unit merupakan
keharusan. Pasien dimonitor secara ketat Mutiara bernas
dengan pemantauan oksimetri, laju nadi, Aspek krusial dalam tata laksana
EKG kontinu, dan pengukuran tekanan darah abdomen akut adalah keputusan apakah
noninvasif. Akses vaskular perifer dipasang pasien harus segera menjalani laparatomi
setidaknya 2 jalur. Pada kasus obstruksi usus, tata atau laparaskopi sebagai upaya
laksana awal tergantung pada penyebab dan ada penegakan diagnosis dan sekaligus
tidaknya tanda iskemia usus. Pemasangan pipa terapi.
nasogastrik wajib dilakukan pada kasus obstruksi
usus. Sampel darah dan urin harus segera diambil
untuk pemeriksaan darah tepi lengkap, profil PEMERIKSAAN PENCITRAAN
koagulasi, kimia darah, dan persiapan transfusi
sel darah merah serta komponen darah lain. Foto polos abdomen seringkali bermanfaat
Pemeriksaan kultur darah dan urin diperlukan untuk diagnosis obstruksi usus, batu saluran
sebagai upaya menentukan pemberian antibiotik kemih, pneumoperitonium dan pneumatosis
secara definitif. Bolus cairan (fluid challenge) intestinalis. Selain pemeriksaan sinar X,
harus segera diberikan sampai perfusi adekuat. pemeriksaan ultrasonografi dan CT scan

Nyeri abdomen akut

Anamnesis, pemeriksaan fisis, bantuan hidup dasar

Efek samping obat?

konsultasi bedah.
Ro Abdomen 2 posisi, USG
abdomen

CT
scan

medikamentosa

Gambar 20.1 Tata laksana awal pada anak dengan abdomen akut
Dikutip dengan dimodifikasi dari: Nichols DG. Roger’s textbook of pediatric intensive care, 2008
Abdomen Akut 177

sekarang memegang peranan penting dalam dan mengistirahatkan usus untuk sementara.
penegakan diagnosis abdomen akut. Opsi Berbagai penyebab obstruksi usus mekanik
terbaik tergantung dari diagnosis banding yang terangkum pada Tabel 20.3.
dipikirkan. Sebagai gambaran, Tabel 20.2 bisa
menjadi pertimbangan pemilihan pemeriksaan Tabel 20.3 Obstruksi usus mekanik
pencitraan yang sesuai.
Adhesi
Intususepsi
hernia inkarserata
DIAGNOSIS AbDOMEN AKUT Tumor
Penyakit Crohn
Obstruksi usus hematoma duodenum
Obstruksi karena cacing
Obstruksi usus didefinisikan sebagai hambatan Malrotasi usus
mekanis pasase usus yang terjadi secara intrinsik Divertikulum Meckel
(intraluminal atau dari dinding usus) atau Duplikasi intestinal
Pankreas annulare
diakibatkan oleh kompresi ekstrinsik. Penyebab
Atresia ileum atau duodenum
tersering obstruksi usus adalah kasus adhesi yang Penyakit hirschprung
didapat. Tata laksananya meliputi dekompresi Megakolon toksik
Pseudo-obstruksi intestinal kronik
Anus imperforata
Mutiara bernas Atresia kolon
• Kasus abdomen akut tersering pada anak Dikutip dari: Nichols DG. Roger’s textbook of pediatric
adalah appendisitis akut. intensive care, 2008

• Pada neonatus, abdomen akut yang


disertai distensi abdomen dan muntah Intususepsi (Invaginasi)
seringkali disebabkan oleh abnormalitas Penyakit ini ditandai dengan episode nyeri
kongenital atau sepsis. perut yang mendadak. Usia penderita biasanya
• Penyebab tersering obstruksi usus adalah kurang dari 2 tahun. Nyeri perut ini datangnya
adhesi yang didapat. Tata laksana meliputi relatif teratur dan anak tampak cukup tenang di
dekompresi dan mengistirahatkan usus antara dua episode. Sebelum masuk rumah sakit
untuk sementara. biasanya terdapat diare, diikuti muntah yang
terjadi setelah timbul nyeri perut. Anak akan

Tabel 20.2 Kegunaan ultrasonografi dan CT Scan abdomen pada kegawatan abdomen akut
USG CT Scan
Sensitivitas Spesifisitas Sensitivitas Spesifisitas
Apendisitis 80 -92% 86-98% 87-100% 83-97%
Intususepsi 98-100% 88-100% - -
Pankreatitis akut 25-50% 35% 90% 78%
Kolesistitis akut 81-92% 60-96% Tinggi Tinggi
Obstruksi usus halus akut - - 87,5% 100%
Iskemia usus - - 82% Tidak diketahui
Abses intra abdomen Moderat-tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Dikutip dari: Nichols DG. Roger’s textbook of pediatric intensive care, 2008
178 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

sangat rewel saat terjadi serangan nyeri perut jumlah dan hitung jenis leukosit, trombosit,
yang hebat. Pada pemeriksaan fisis didapatkan C-reactive protein (CRP), rasio neutrofi
tanda dehidrasi. Perut teraba seperti papan dan imatur dibanding neutrofil total (rasio IT),
nyeri biasanya terjadi pada saat serangan saja. dan prokalsitonin. Adanya gejala dan tanda
Pada feses dapat dijumpai red currant jelly, yang klinis infeksi disertai penunjang laboratorium
merupakan tanda kegawatan dan harus segera memandu klinisi untuk memberikan atau tidak
ditindaklanjuti dengan pencitraan abdomen. memberikan antibiotik.
Ultrasonografi cukup sensitif dan spesifik untuk Sesampainya pasien dari kamar bedah,
mendiagnosis kelainan ini. evaluasi yang harus dilakukan adalah serah
terima yang rinci tentang kejadian di kamar
Appendisitis akut bedah, apakah pasien dilakukan reseksi usus,
bagian mana yang direseksi dan komplikasi
Manifestasi klinis seringkali dimulai dengan lain seperti perdarahan yang sulit diatasi atau
nyeri paraumbilikal yang kemudian diikuti gangguan metabolik serta elektrolit. Semua
muntah. Dalam beberapa jam, nyeri terlokalisir data yang diperoleh dari serah terima pasien
di sekitar fossa iliaka kanan. Gejala tersebut akan memandu klinisi di PICU untuk membuat
biasanya disertai demam (suhu sekitar 39°C). rencana tindak lanjut yang sesuai dengan
Pada kasus lanjut dimana terjadi peritonitis masalah yang akan dihadapi. Masalah yang
akibat perforasi, gejala peritonitis umum akan mempengaruhi tata laksana pascabedah pada
jelas terlihat disertai dengan meningkatnya laju kasus abdomen akut adalah:
nadi dan leukosit di atas 12000/mm3. 1. Sindrom usus pendek (short-bowel syndrome)
2. Adanya ileostomi atau kolostomi
TATA lAKSANA MEDIS DI PeDiATriC 3. Adanya gangguan metabolik atau gangguan
keseimbangan elektrolit
iNTeNSive CAre UNiT
4. Sepsis
Dehidrasi harus diatasi dulu dengan memberikan
cairan sesuai dengan derajat dehidrasi. Anak
yang menderita dehidrasi sedang atau berat Sindrom usus pendek
harus segera mendapatkan cairan intravena. Sindrom ini harus diantisipasi pada pasien
ASI dapat dilanjutkan, terutama bila satu- dengan riwayat reseksi usus saat pembedahan.
satunya gejala adalah diare ringan. Pada sebagian Penting untuk mengetahui lokasi reseksi bagi
kasus dengan enteritis bakterial akan membaik dokter yang melakukan tata laksana pascabedah
spontan, sedangkan untuk kasus yang lebih di PICU. Reseksi usus yang melibatkan yeyunum
berat, antibiotik sesuai kultur harus diberikan. dan ileum akan menyebabkan gangguan
Masalah praoperatif juga meliputi penyerapan makanan yang signifikan. Masalah
keputusan mengenai apakah tindakan bedah yang akan timbul pada sindrom usus pendek
harus segera dilakukan. Keputusan ini biasanya adalah gangguan keseimbangan cairan dan
harus diambil dalam 6 jam pertama perawatan elektrolit serta gangguan penyerapan saat
di PICU. Tata laksana pada kasus ileus paralitik realimentasi secara enteral. Ketergantungan
dengan penyakit dasar sepsis tentunya berbeda pada nutrisi parenteral pada pasien ini dapat
dengan kasus ileus obstruktif yang dapat diatasi meningkatkan risiko sepsis, kolestasis, dan
dengan terapi bedah. mortalitas.
Persiapan praoperatif meliputi penapisan Tata laksana sindrom usus pendek meliputi
petanda sepsis, yaitu hemoglobin, hematokrit, pemberian nutrisi parenteral yang adekuat,
Abdomen Akut 179

baik jumlah maupun komposisinya. Kecukupan dengan cermat dan benar serta melibatkan
mikronutrien, terutama vitamin A,D, E dan K, keluarga pasien. Selain tata laksana pascabedah
perlu diperhatikan. Introduksi nutrisi enteral yang cukup kompleks, adanya stoma juga
perlu dilakukan secara gradual sehingga transisi akan merubah gaya hidup pasien walau hanya
dari nutrisi parenteral ke nutrisi enteral dapat sementara.
berhasil dengan baik. Bakteri tumbuh lampau
dapat diatasi dengan pemberian antibiotik secara
KEPUSTAKAAN
berotasi. Hal ini penting untuk mengurangi
risiko terjadinya sepsis. 1. Schitzler E, Lolster T, Russo RD. The Acute
Abdomen. Dalam: Nichols DG, penyunting.
Roger’s textbook of pediatric intensive care.
Ileostomi atau kolostomi Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams &
Kasus dengan ileostomi atau kolostomi Wilkins; 2008. h.1516-34.
membutuhkan perawatan pascabedah yang 2. Reynolds SL. Missed appendicitis in pediatric
cermat. Ileostomi atau kolostomi asendens akan emergency department. Ped Emerg Care.
menyebabkan kehilangan cairan >500 mL per 1993;9:1-3.
hari yang juga mengandung enzim pencernaan. 3. Macnab AJ. Gastrointestinal illness. Dalam:
Pada kolostomi, ekskresi saluran cerna lebih Macnab AJ, Macrrae DJ, Henning R. Care of
banyak berupa feses dan hanya sedikit enzim critically ill chid. Philadelphia: Elsevier Science;
pencernaan yang dikeluarkan. Masalah lain yang 2002. h. 328-37.
dapat terjadi adalah infeksi pada stoma sehingga 4. Kapadia F. Role of ICU in the management of
teknik pemeliharaan stoma harus dilakukan acute abdomen. Indian J Surg. 2004;66:203-8.
21 Sindrom Kompartemen Abdomen
Guwansyah Dharma Mulyo

PENDAhUlUAN merupakan tujuan akhir resusitasi (target TPA


minimal adalah 60 mmHg).
Sindrom kompartemen abdomen (SKA) adalah
disfungsi organ terminal (jantung, paru, ginjal, Hipertensi intra-abdomen didefinisikan
gastrointestinal dan susunan saraf pusat) akibat sebagai adalah peningkatan TIA ≥12mmHg
penekanan saraf, pembuluh darah dan otot yang menetap atau berulang setelah beberapa
di dalam rongga abdomen. Diagnosis SKA kali pengukuran.
ditegakkan bila ditemukan kombinasi ketiga Sindrom kompartemen abdomen adalah disfungsi
hal berikut: (1) kenaikan akut tekanan intra- organ akibat progresivitas peningkatan tekanan
abdomen (TIA) ≥ 17mmHg, (2) disfungsi intra-abdomen. Hipertensi intra-abdomen yang
organ terminal, dan (3) dekompresi abdomen tidak dikenali dan tidak ditata laksana dengan
memberikan efek positif. baik akan berkembang menjadi SKA.
Frekuensi kejadian di pelbagai ICU trauma
berkisar 5-15% dan merupakan 1% dari kasus PATOfISIOlOGI
trauma umum. Kejadian SKA pada anak sangat
sedikit (0,6 – 4,7%), mungkin karena tidak Peningkatan TIA berdampak buruk terhadap
dikenali dan atau tidak dilaporkan. fungsi organ akhir dan dapat mengganggu
homeostasis kardiovaskular, pernapasan, ginjal,
gastrointestinal, hepar, dan susunan saraf pusat.
DEfINISI ISTIlAh Selain itu, harus diingat bahwa pada pasien sakit
kritis banyak faktor yang dapat berkontribusi
Tekanan intra-abdomen (TIA) adalah tekanan terhadap kegagalan organ multipel dan pada
yang terperangkap di dalam rongga abdomen. beberapa kasus, dampak SKA/hipertensi intra-
Nilai TIA bervariasi, meningkat saat inspirasi abdomen terhadap organ akhir tidak dapat
dan menurun saat ekspirasi akibat kontraksi dan dibedakan dari manifestasi klinis penyakit
relaksasi diafragma. Nilai TIA juga bervariasi primer.
dengan posisi tubuh, posisi vertikal lebih tinggi
dari pada horizontal dan posisi tengkurap lebih Dampak peningkatan TIA terhadap sistem
tinggi dibandingkan telentang. Nilai TIA juga kardiovaskular dan respirasi adalah:
dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen. 1. Reduksi komplians dinding rongga dada,
Tekanan perfusi abdomen (TPA) dihasilkan dari mengakibatkan tekanan puncak inspirasi
perhitungan tekanan arteri rerata (mean arterial dan plateau meningkat, selanjutnya
pressure) dikurangi tekanan intra- abdomen. menyebabkan pelepasan mediator inflamasi.
Tekanan perfusi abdomen dianggap sebagai 2. Peningkatan miss-match ventilasi-perfusi
indeks akurat perfusi viseral dan dan ruang mati paru (pulmonary dead space).
Sindrom Kompartemen Abdomen 181

3. Vasokonstriksi intratoraks, yang akan 2. Aliran darah arteri hepatika dan vena porta
menyebabkan hipertensi paru. menurun pada TIA 10 mmHg.
4. Penekanan langsung terhadap vena kava, 3. Penurunan aliran darah mesenterikus pada
menyebabkan venous return menurun, TIA 20 mmHg.
selanjutnya terjadi stasis vena, yang 4. Iskemia mukosa usus akibat peningkatan
meningkatkan risiko trombo-emboli. TIA, mengakibatkan translokasi bakteri,
5. Kompresi pembuluh darah abdomen, sepsis, dan kegagalan multi organ.
menyebabkan peningkatan tahanan 5. Penurunan aliran darah dinding abdomen
vaskular sistemik. mengganggu penyembuhan luka dan
6. Kompresi jantung, menurunkan end- menimbulkan infeksi.
diastolic volume.
7. Kombinasi faktor-faktor di atas Hipertensi intra-abdomen menyebabkan
menyebabkan penurunan isi sekuncup. penurunan venous return akibat peningkatan
8. Meningkatnya tekanan atrium kanan tekanan intratorakal. Penurunan venous
dan kiri, akibatnya CVP (central venous return akan menebabkan peningkatan tekanan
pressure) dan pulmonary artery occlusion intrakranial. Tekanan perfusi serebral dapat
pressure bukan lagi parameter akurat untuk menurun akibat gangguan hemodinamik sehingga
menilai pengisian jantung. Oleh karena mengakibatkan disfungsi susunan saraf pusat.
itu, untuk evaluasi preload dibutuhkan right Sindrom kompartemen abdomen akibat
ventricular end-diastolic volume index melalui luka bakar terjadi melalui beberapa mekanisme,
ekokardiografi jantung. yaitu:
1. Jaringan parut dan edema dinding abdomen
Peningkatan TIA dapat mengakibatkan
menyebabkan kompresi abdomen dari luar.
disfungsi renal sekunder melalui mekanisme
berikut: 2. Peningkatan resistensi vaskular
mesenterikus, ditambah pelepasan mediator
1. Penurunan curah jantung, menyebabkan
vasoaktif (angiotensin II dan vasopressin)
peningkatan sekresi katekolamin,
serta mediator-mediator inflamasi dari
angiotensin II, dan aldosteron, selanjutnya
jaringan yang terbakar akan menyebabkan
terjadi vasokonstriksi renal sehingga aliran
enterokolitis iskemia.
darah ginjal (TIA >15-20mmHg) dan rasio
filtrasi glomerulus menurun. Hasil akhirnya 3. Asites dan edema usus sekunder dari
adalah oliguria dan anuria. resusitasi cairan masif, diperhebat oleh
peningkatan permeabilitas kapiler secara
2. Kompresi langsung terhadap pembuluh
umum.
darah dan parenkim ginjal.
3. Peningkatan tahanan vaskular ginjal.
4. Redistribusi aliran darah ginjal dari korteks ETIOlOGI DAN KlASIfIKASI
ke medula.
Berdasarkan penyebab dan lamanya, SKA dibagi
Disfungsi organ gastrointestinal akibat menjadi:
peningkatan TIA terjadi melalui mekanisme 1. Sindrom kompartemen abdomen primer,
berikut: adalah peningkatan tekanan intra-abdomen
1. Penurunan perfusi splanknik dan hepar yang terjadi secara akut atau subakut yang
disertai hipoksia jaringan. penyebabnya berasal dari dalam abdomen
182 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

(trauma abdomen atau pasca-bedah Diagnosis


abdomen)
Penemuan diagnosis SKA sangat bergantung
2. Sindrom kompartemen abdomen sekunder, kepada kecurigaan dan pengukuran TIA secara
adalah peningkatan tekanan intra-abdomen berkala pada pasien yang berisiko. SKA harus
yang terjadi secara subakut atau kronik, dicurigai bila dijumpai:
yang bukan disebabkan kerusakan intra-
1. Pasien dengan ventilator yang menunjukkan
abdominal, melainkan karena peningkatan
tekanan inspirasi dan tekanan plateau yang
volume cairan di dalam abdomen akibat
tinggi dan sulit untuk diventilasi.
resusitasi cairan masif/berlebihan, seperti
pada syok sepsis dan luka bakar tingkat III. 2. Pasien dengan perdarahan abdomen akibat
pankreatitis dan tidak menunjukkan
3. Sindrom kompartemen abdomen tersier
perbaikan setelah pemberian cairan, produk
(rekuren), adalah SKA yang terjadi berulang
darah, dan vasopressor.
setelah resolusi dari episode sebelumnya.
3. Pasien luka bakar berat atau sepsis dengan
penurunan produksi urin dan tidak respons
Tanda dan gejala terhadap pemberian cairan dan vasopresor.
Tanda dan gejala SKA atau hipertensi intra- 4. Setiap pasien yang menunjukkan
abdomen adalah: kontradiksi pada pembacaan Swan-Ganz.
1. Peningkatan lingkar perut
2. Perut membuncit tegang dan sakit Pemeriksaan penunjang
3. Melena, diare, dan muntah a. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
4. Mengi, ronki, peningkatan laju napas, 1. Panel metabolik komprehensif, meliputi
sianosis glukosa, elektrolit (natrium, kalium,

Tabel 21.1. Faktor risiko terjadinya hipertensi intra-abdomen dan sindrom kompartemen abdomen
bedah Medis
Pascaoperasi Edema atau asites sekunder terhadap resusitasi cairan masif
Perdarahan (misalnya, syok septik)
Edema setelah diseksi ekstensif Peritonitis (fekal atau empedu, peritonitis bakterial spontan)
Reduksi hernia diafragmatika Abses intra-abdominal
Pembedahan abdomen, terutama dengan penutupan fasia Pankreatitis akut
secara ketat Tumor intra-abdominal atau retroperitoneal
Penutupan primer defek dinding abdomen (omfalokel, Pneumoperitoneum, hemoperitoneum,
gastroskisis) hemoretroperitoneum
Laparoskopi dengan insuflasi udara intra-abdomen Ileus (paralitik, obstruksi intestinal, volvulus)
Ileus Gastroparesis, dilatasi gaster
Peritonitis atau abses intra-abdominal Sirosis dekompensasi akibat asites
Pasca-trauma Indeks massa tubuh yang tinggi (>30 kg/m2)
Trauma atau luka bakar multipel Gagal napas akut dengan peningkatan tekanan intratorakal
Perdarahan intra- atau retroperitoneal ventilasi mekanik, dengan positive end expiratory pressure >10
Asidosis (ph <7,2), hipotermia (suhu inti <33°C), cmh2O
koagulopati Posisi tengkurap
Politransfusi Dialisis peritoneal
Edema viseral pasca-resusitasi cairan
Dikutip dari: Carlotti,A, Carvalho,wb. Ped Crit Care Med. 2009;10:115-20
Sindrom Kompartemen Abdomen 183

CO2/bikarbonat, klorida, kalsium), neurogenic bladder, atau dengan hematom


albumin, protein total, alkalin fosfatase daerah pelvis yang menekan kandung kemih
(ALP), SGOT, SGPT, bilirubin, ureum, maka pengukuran TIA harus menggunakan
kreatinin. teknik lain.
2. Darah perifer lengkap, mencakup
hitung jenis Mutiara bernas
3. Amilase dan lipase
• Peningkatan tekanan intra abdomen
4. PT dan aPTT berdampak buruk terhadap fungsi
5. Petanda jantung untuk sindrom organ akhir dan dapat mengganggu
koroner akut (CK, CK-MB, troponin) homeostasis kardiovaskular,
6. Urinalisis lengkap dan kultur urin pernapasan, ginjal, gastrointestinal,
7. Analisis gas darah dan asam laktat hepar, dan susunan saraf pusat.
• Teknik pengukuran TIA secara
b. Pencitraan intravesika dianggap baku emas karena
Ultrasonografi abdomen pada anak sederhana dan murah.
menunjukkan penyempitan vena cava
inferior, kompresi atau pergeseran letak
ginjal, penebalan dan penyangatan Tata laksana
dinding usus, pengecilan kaliber aorta, Penyebab SKA sangat bervariasi sehingga tidak
dan peningkatan diameter antero- mungkin membuat panduan terapi standar bagi
posterior abdomen dibandingkan diameter tiap pasien. Meski demikian, terdapat beberapa
transversal. prinsip dasar yang bisa dilakukan dalam
Pada CT scan abdomen dapat ditemukan manajemen SKA, yaitu:
round belly sign, yaitu distensi abdomen 1. Pemantauan TIA secara berkala.
disertai peningkatan rasio diameter
2. Optimalisasi perfusi sistemik dan fungsi
anteroposterior terhadap diameter
organ pada pasien dengan TIA yang
transversal (rasio >0,80; P <0,001), vena
meningkat.
kava yang kolaps, penebalan dinding usus
dengan penyangatan, dan herniasi inguinal 3. Lakukan strategi medis nonoperatif terlebih
bilateral. dulu untuk menurunkan TIA.
4. Segera lakukan dekompresi secara bedah
pada SKA refrakter.
c. Pengukuran tekanan intra-abdominal
Pemeriksaan fisis hanya mampu mendeteksi
Terapi non-bedah
40-60% peningkatan TIA, sedangkan
penemuan diagnosis SKA/hipertensi intra- Saat ini, strategi nonoperatif lebih berperan
abdomen bergantung pada pemantauan dalam terapi disfungsi organ akibat SKA/
TIA terhadap pasien yang berisiko. Metoda hipertensi intra-abdomen. Pasien yang
indirek mengukur TIA adalah pengukuran memerlukan dekompresi secara laparatomi
tekanan intravesika, gastrik, rektal, uterus, tetapi berisiko mengalami perdarahan karena
vena kava inferior, dan tekanan jalan napas. adanya koagulopati atau antikoagulan sistemik,
Teknik pengukuran TIA secara intravesika seperti pasien yang sedang mendapatkan
dianggap baku emas karena sederhana dan tunjangan hidup ekstrakorporeal, maka tata
murah. Namun, pada pasien trauma vesika, laksana non-bedah merupakan pilihan.
184 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Terapi non-bedah yang dapat dilakukan disesuaikan sesuai kebutuhan setiap pasien
meliputi: dan dipantau secara ketat. Masih terdapat
1. Posisi tubuh kontroversi apakah koloid atau kristaloid
yang lebih unggul untuk resusitasi inisial
Elevasi bagian kepala tempat tidur akan
hipovolemia. Menurut Surviving Sepsis
meningkatkan TIA dibandingkan bila
Campaigne 2008, resusitasi pada pediatrik
pengukuran dilakukan dalam posisi
dimulai dengan kristaloid.
telentang. Hasil pengukuran TIA akan
meningkat ≥2 mm Hg bila elevasi kepala Pada pasien luka bakar berat, resusitasi
tempat tidur melebihi 20°. Posisi telungkup dengan NaCl hipertonik menghasilkan
juga meningkatkan TIA. Oleh karena itu, beban cairan yang lebih rendah dan
pada pasien dengan SKA/hipertensi intra- mengurangi risiko SKA sekunder.
abdomen sedang-berat, posisi tubuh harus Berdasarkan bukti tersebut, konsensus
diperhatikan karena dapat mempengaruhi mengusulkan resusitasi menggunakan
hasil pengukuran TIA. kristaloid hipertonik dan koloid pada pasien
hipertensi intra-abdomen dengan tujuan
2. Agen prokinetik, drainase nasogastrik,
mencegah timbulnya SKA sekunder.
dan dekompresi kolon
Pada kasus hipertensi intra-abdomen
4. Diuretik dan continuous renal replacement
therapies (CRRT)
ringan sedang, drainase nasogastrik dan
rektal, enema, serta dekompresi endoskopik Pada pasien dengan hemodinamik stabil, dapat
dapat berguna. Pemberian prokinetik untuk diberikan furosemid (1-2 mg/kg/kali, tidak
mengurangi isi intralumen dan ketebalan melebihi 6 mg/kg/kali atau spironolakton 1,5-
visera juga bermanfaat. 3,5 mg/kg/hari per oral dalam dosis terbagi
3. Resusitasi cairan adekuat tiap 6-24 jam) dikombinasi dengan albumin
untuk memobilisasi edema ruang ketiga.
Pada pasien dengan SKA/hipertensi intra- Pada pasien dengan oliguria atau anuria,
abdomen, resusitasi cairan adekuat untuk continuous vena-venous hemofiltration (CVVH)
koreksi hipovolemia merupakan hal dan ultrafiltrasi atau hemodialisis intermiten
esensial untuk meminimalisasi peningkatan dapat membantu mengurangi cairan dan
TIA. Resusitasi cairan secara berlebihan dengan demikian menurunkan TIA.
akan meningkatkan TIA dan merupakan
prediktor independen untuk terjadinya
SKA/hipertensi intra-abdomen dan
merupakan etiologi mayor untuk SKA TERAPI bEDAh
sekunder, maka resusitasi cairan berlebihan Dekompresi secara laparoskopi:
harus dihindari.
Pada pasien trauma, resusitasi cairan Cara ini dikerjakan pada SKA akibat trauma
supranormal berisiko menyebabkan tumpul abdomen yang mempunyai tekanan
SKA/hipertensi intra-abdomen dan intra-abdomen 25-35 cmH2O.
meningkatkan mortalitas, sedangkan pada
syok septik yang mengalami balans cairan Dekompresi abdomen dengan kateter
negatif dalam 3 hari pertama pengobatan, perkutan
kemungkinan sembuh lebih besar.
Untuk mencegah resusitasi cairan berlebih Dekompresi ini terindikasi pada kasus SKA/
dan timbulnya SKA/hipertensi intra- peningkatan tekanan intra-abdomen yang
abdomen, volume cairan resusitasi harus disebabkan cairan bebas intraabdomen, udara,
Sindrom Kompartemen Abdomen 185

abses, atau darah. Dekompresi cara ini akan dan anak sakit kritis dilaporkan mortalitas yang
menurunkan TIA dan mencegah disfungsi tinggi, yaitu 50-60%, sekalipun dekompresi
organ. Teknik ini menggunakan kateter angio dilakukan secara dini. Pada anak dengan luka
atau kateter dialisis peritoneal yang dimasukkan bakar besar, tekanan intra-abdomen ≥30 mm
secara perkutan. Dekompresi dengan kateter Hg berhubungan dengan peningkatan kejadian
merupakan prosedur yang kurang invasif. sepsis dan mortalitas.

Dekompresi abdomen secara bedah Pencegahan


Prosedur ini adalah prosedur penyelamatan Pencegahan SKA dianjurkan karena lebih
yang dikerjakan sesegera mungkin, untuk efektif dibandingkan upaya pengobatan. Cara
mencegah terjadinya disfungsi organ pada mencegah terjadinya SKA adalah:
pasien. Cara ini terindikasi pada SKA yang tidak 1. Pemantauan ketat TIA pada pasien yang
respons terhadap terapi medis. Bila perlu, dapat dicurigai atau mempunyai faktor risiko.
dilakukan di ruang rawat intensif secara bedside.
2. Pada keadaan syok, resusitasi cairan harus
adekuat dan optimal, artinya mampu
Dekompresi pencegahan memperbaiki perfusi jaringan, tetapi
juga tidak berlebihan untuk mencegah
Pada pasien yang mempunyai banyak faktor
timbulnya SKA.
risiko untuk mengalami SKA atau peningkatan
tekanan intra-abdominal, maka dekompresi 3. Pada kasus syok perdarahan akibat trauma,
pencegahan (sebelum terjadi SKA) dapat penting untuk menghentikan perdarahan
dilakukan. Membiarkan perut terbuka pada untuk mencegah resusitasi yang tidak
pasien yang menjalani laparatomi dengan risiko terkontrol.
SKA termasuk upaya dekompresi pencegahan.
Mutiara bernas
Komplikasi akibat dekompresi • Pada pasien sakit kritis harus
Segera setelah dekompresi, dapat terjadi efek dilakukan identifikasi pasien berisiko
sekunder dari SKA, yaitu hipotensi dan bahkan mengalami SKA.
asistol. Hal ini disebabkan sindrom reperfusi dan • Pemantauan tekanan intra-abdomen
penurunan mendadak tahanan vaskular sistemik. berkala merupakan upaya deteksi dini.
Oleh karena itu, harus dilakukan resusitasi
volume sesaat sebelum dekompresi. Kejadian ini • Implementasikan strategi pencegahan
dapat dikurangi dengan memberikan tambahan secara dini dapat mencegah progresivitas
manitol dan natrium karbonat (NaCO3) secara dari hipertensi intraabdomen menjadi
bolus intravena. SKA.

Prognosis
KEPUSTAKAAN
Tekanan intra-abdomen >25mmHg
meningkatkan morbiditas baik pada dewasa 1. Bailey J, Shapiro M. Abdominal compartment
maupun pediatrik. Mortalitas SKA mencapai syndrome. Crit Care. 2000;4:23-9.
80-100% bila tidak dikenali dan tidak diobati. 2. Carlotti, A, Carvalho, WB. Abdominal
Sebagian besar kematian pada SKAdihubungkan compartment syndrome: a review. Ped Crit Care
dengan sepsis dan gagal multi organ. Pada dewasa Med. 2009;10:115-20.
186 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

3. Cheatham M, Malbrain M, Kirkpatrick A. compartment syndrome, Part I, Introduction.


Results from the international conference Intensive Care Med. 2006;32:1722-32.
of experts on intra-abdominal hypertension 8. Malbrain M, Chiumello D, Pelosi P. Incidence
and abdominal compartment syndrome, Part and prognosis of intraabdominal hypertension
II, Recommendations. Intensive Care Med. in a mixed population of critically ill patients: A
2007;33:951-62. multiple-center epidemiological study. Crit Care
4. Cheatham M, White M, Sagraves S. Abdominal Med. 2005;33:315-22.
perfusion pressure: a superior parameter in the 9. Malbrain M. Intra-abdominal pressure in the
assessment of intra-abdominal hypertension. J intensive care unit: clinical tool or toy? Dalam:
Trauma. 2000;49:621-6. Vincent JL, editor. Yearbook of intensive care
5. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion and emergency medicine. Berlin: Springer;
J, Margaret M, Jaeschke R, dkk. Surviving 2001. h. 547-85
Sepsis Campaign: international guidelines for 10. Okhuysen-Cawley R, Prodhan P, Imamura
management of severe sepsis and septic shock: M. Management of abdominal compartment
2008. Crit Care Med. 2008;36:296-327 syndrome during extracorporeal life support.
6. Kimball E, Rollins M, Mone M. Survey of Pediatr Crit Care Med. 2007;8:177-9.
intensive care physicians on the recognition and 11. Rivers E, Nguyen B, Havstad S. Early goal-directed
management of intra-abdominal hypertension therapy in the treatment of severe sepsis and septic
and abdominal compartment syndrome. Crit shock. N Engl J Med. 2001;345:1368-77.
Care Med. 2006; 34:2340-8.
12. Vasquez DG, Berg-Copas GM, Wetta-Hall R.
7. Malbrain M, Cheatham M, Kirkpatrick A. Results Influence of semi-recumbent position on intra-
from the international conference of experts on abdominal pressure as measured by bladder
intra-abdominal hypertension and abdominal pressure. J Surg Reseach. 2007; 139:280-5.
22 Enterokolitis Nekrotikans
Guwansyah Dharma Mulyo, Klara Yuliarti

PENDAhUlUAN fAKTOR RISIKO


Enterokolitis nekrotikans (EN) adalah sindrom Faktor risiko terjadinya enterokolitis nekrotikans
nekrosis intestinal akut pada neonatus yang adalah:
ditandai oleh kerusakan intestinal berat akibat 1. Prematuritas. Terdapat hubungan terbalik
gabungan jejas vaskular, mukosa, dan metabolik antara kejadian EN dan usia gestasi. Semakin
(dan faktor lain yang belum diketahui) pada rendah usia gestasi, semakin tinggi risiko
usus yang imatur. karena imaturitas sirkulasi, gastrointestinal,
Enterokolitis nekrotikans hampir selalu dan sistim imun. Enterokolitis nekrotikans
terjadi pada bayi prematur. Insidens pada bayi tersering dijumpai pada usia gestasi 30-32
dengan berat <1,5 kg sebesar 6-10%. Insidens minggu.
meningkat dengan semakin rendahnya usia 2. Pemberian makan enteral. EN jarang
gestasi. Sebanyak 70-90% kasus terjadi pada bayi ditemukan pada bayi yang belum pernah
berat lahir rendah berisiko tinggi, sedangkan 10- diberi minum. Sekitar 90-95% bayi dengan
25% terjadi pada neonatus cukup bulan. EN telah mendapat sekurangnya satu kali
pemberian minum.
a. Formula hiperosmolar dapat
PATOfISIOlOGI mengubah permeabilitas mokosa dan
mengakibatkan kerusakan mukosa.
Patogenesis EN masih belum sepenuhnya
dimengerti dan diduga multifaktorial. Imaturitas b. Pemberian ASI terbukti dapat
saluran cerna merupakan faktor predisposisi menurunkan kejadian EN.
terjadinya jejas intestinal dan respons yang tidak 3. Mikroorganisme patogen enteral.
adekuat terhadap jejas tersebut. Patofisiologi Patogen bakteri dan virus yang diduga
yang diterima saat ini adalah adanya iskemia berperan adalah E. coli, Klebsiella, S.
yang berakibat pada kerusakan integritas usus. epidermidis, Clostridium sp. Enteritis virus
Pemberian minum secara enteral akan menjadi yang disebabkan oleh koronavirus dan
substrat untuk proliferasi bakteri, diikuti oleh rotavirus dapat merusak barier mukosa
invasi mukosa usus yang telah rusak oleh bakteri dan mengakibatkan sepsis akibat kuman
yang memproduksi gas. Hal ini mengakibatkan enterik. Rotavirus dilaporkan bertanggung
terbentuknya gas usus intramural yang dikenal jawab atas 30% kejadian EN di suatu senter.
sebagai pneumatosis intestinalis. Kejadian ini 4. Kejadian hipoksia/iskemia, misalnya asfiksia
dapat mengalami progresivitas menjadi nekrosis dan penyakit jantung bawaan. Pada keadaan
transmural atau gangren usus sehingga pada ini dapat terjadi hipoperfusi sehingga
akhirnya mengakibatkan perforasi dan peritonitis. sirkulasi mesenterikus dikorbankan
188 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

dan mengakibatkan iskemia intestinal.  Residu lambung


Ketidakseimbangan antara mediator  Muntah (bilier, darah, atau keduanya)
vasodilator dan vasokonstriktor pada
 Ileus (berkurangnya atau hilangnya
neonatus mengakibatkan defek autoregulasi
bising usus)
splanknik yang berisiko mengakibatkan
iskemia intestinal.  Massa abdominal terlokalisir yang
persisten
5. Bayi dengan polisitemia, transfusi tukar,
dan pertumbuhan janin terhambat berisiko  Asites
mengalami iskemia intestinal. Derajat keparahan EN berdasarkan
6. Volume pemberian minum, waktu manifestasi klinis dan gambaran radiologis dapat
pemberian minum, dan peningkatan minum dilihat pada Tabel 22.1.
enteral yang cepat. Bukti tentang hal ini
masih kontroversial. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
DIAGNOSIS adalah:
- Darah perifer lengkap. Leukosit bisa normal,
Manifestasi klinis meningkat (dengan pergeseran ke kiri), atau
menurun dan dijumpai tombositopenia.
Diagnosis dini EN penting karena sangat
mempengaruhi luaran. Spektrum klinis EN - Kultur darah untuk bakteri aerob, anaerob,
bervariasi dan nonspesifik. Manifestasi awal dan jamur.
mungkin menyerupai sepsis neonatorum. - Tes darah samar.
Perjalanan penyakit dapat progresif maupun - Analisis gas darah. Dapat dijumpai asidosis
perlahan-lahan. Kemungkinan EN harus selalu metabolik atau campuran.
diwaspadai pada setiap bayi yang memiliki faktor - Elektrolit darah. Dapat dijumpai
risiko dan menunjukkan manifestasi berikut: ketidakseimbangan elektrolit, terutama
1. Manifestasi sistemik hipo/hipernatremia dan hiperkalemia.
 Distres pernapasan - Kultur tinja.
 Apnu dan atau bradikardia - Foto polos abdomen 2 posisi serial:
 Letargi atau iritabilitas
 Instabilitas suhu 1. Foto polos abdomen posisi supine.
 Toleransi minum buruk Dijumpai distribusi usus abnormal,
 Hipotensi/syok, hipoperfusi edema dinding usus, posisi loop usus
 Asidosis persisten pada foto serial, massa,
 Oliguria pneumatosis intestinalis (tanda khas
 Manifestasi perdarahan EN), atau gas pada vena porta
2. Foto polos abdomen posisi lateral
2. Manifestasi pada abdomen
dekubitus atau lateral untuk mencari
 Distensi abdomen pneumoperitoneum. Perforasi
 Eritema dinding abdomen atau indurasi umumnya terjadi 48-72 jam setelah
 Tinja berdarah, baik samar maupun pneumatosis atau gas pada vena
perdarahan saluran cerna masif porta. Bila didapatkan pneumatosis
(hematokesia) intestinalis, lakukan foto serial tiap
8 jam untuk untuk mengevaluasi
Enterokolitis Nekrotikans 189

terjadinya pneumoperitoneum, yang Diagnosis banding


menandakan perforasi usus. Foto
Beberapa diagnosis banding EN yang perlu
serial dapat dihentikan bila didapatkan
dipikirkan adalah:
perbaikan klinis.
- Pneumonia, sepsis
Mutiara bernas - Kelainan bedah seperti malrotasi dengan
obstruksi, intususepsi, ulkus, perforasi
• Patofisiologi enterokolitis nekrotikans gaster, trombosis vena mesenterika
yang diterima saat ini adalah adanya
- Enterokolitis infektif. Penyakit ini jarang
iskemia yang berakibat pada kerusakan
pada bayi, namun perlu dipikirkan bila
integritas usus. dijumpai diare. Pada kasus ini, tidak
• Pemberian minum secara enteral akan terdapat tanda sistemik maupun enterik
menjadi substrat untuk proliferasi bakteri, yang mengarah pada EN.
diikuti oleh invasi mukosa usus yang telah - Kelainan metabolik bawaan
rusak oleh bakteri yang memproduksi gas.
- Kolitis alergik berat

Tabel 22.1. Stadium Bell dengan modifikasi


Stadium Manifestasi sistemik Manifestasi intestinal Radiologis Terapi
Tersangka
Instabilitas suhu, apnea, Peningkatan residu Normal atau ileus NPO, antibiotik 3 hari
bradikardia lambung, distensi ringan
abdomen ringan, darah
samar di tinja
Sama dengan IA Sama dengan IA, Sama dengan IA Sama dengan IA
ditambah darah masif
pada tinja
Definitif
Sakit ringan Sama dengan IA Sama dengan I, ditambah Ileus, pneumatosis NPO, antibiotik 7-10
hilangnya bising usus, intestinalis hari
nyeri tekan abdomen
Sakit sedang Sama dengan I, ditambah Sama dengan I, ditambah Sama dengan IIA, NPO, antibiotik
asidosis metabolik hilangnya bising usus, ditambah gas vena selama 14 hari
ringan, trombositopenia nyeri tekan abdomen, porta, dengan atau
ringan selulitis, massa kuadran tanpa asites
kanan bawah
lanjut
Sakit berat, usus Sama dengan IIb, Sama dengan I dan Sama dengan IIb, NPO, antibiotik
utuh ditambah hipotensi, II, ditambah tanda ditambah asites selama 14 hari,
bradikardia, asidosis peritonitis umum, nyeri definitif resusitasi cairan,
respiratorik dan dan distensi abdomen inotropik, ventilator,
metabolik, koagulasi hebat parasintesis
intravaskular diseminata,
neutropenia
Sakit berat, Sama dengan IIIA Sama dengan IIIA Sama dengan Sama dengan IIA,
perforasi usus IIb, ditambah ditambah terapi
pneumoperitoneum bedah
NPO, Nothing per Oral. Dikutip dari:walsh MC, Kliegman RM, fanaroff AA. Pediatr Rev. 1988;9:219-26
190 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

- Intoleransi minum. Sulit untuk 8. Periksa darah tepi lengkap dan elektrolit
membedakan intoleransi minum dengan setiap 24 jam sampai stabil.
EN, karena banyak bayi prematur 9. Foto polos abdomen serial setiap 8-12 jam.
mengalami intoleransi minum saat volume/
10. Konsultasi ke Departemen Bedah Anak,
frekuensi minum ditingkatkan. Bila
terutama diperlukan bila didapatkan hal-
dicurigai EN, bayi harus dimonitor ketat,
hal berikut:
dipuasakan, diberikan nutrisi parenteral
dan antibiotik selama 72 jam sampai EN  Selulitis dinding abdomen
dapat disingkirkan.  Foto polos abdomen menunjukkan
dilatasi segmen intestinal yang menetap
 Massa abdomen yang nyeri
TATA lAKSANA  Perburukan klinis yang refrakter terhadap
terapi medis, yaitu asidosis metabolik,
Tata laksana EN adalah sesuai dengan tata
trombositopenia, peningkatan bantuan
laksana abdomen akut dengan ancaman
napas, peningkatan kehilangan cairan
peritonitis. Tujuan tata laksana adalah mencegah
ruang ketiga, hipovolemia, oliguria,
progresivitas penyakit, perforasi usus, dan syok.
leukopenia, leukositosis, hiperkalemia

Tata laksana umum Tata laksana khusus bergantung pada


Tata laksana umum untuk semua pasien EN stadium
adalah:
1. Enterokolitis nekrotikans stadium I
1. Puasa dan pemberian nutrisi parenteral
total.  Tata laksana umum.
2. Pasang sonde nasogastrik untuk dekompresi  Pemberian minum dapat dimulai setelah
lambung. 3 hari dipuasakan
3. Pemantauan ketat:  Antibiotik dapat dihentikan setelah 3
hari pemberian dengan syarat kultur
 Tanda vital negatif dan terdapat perbaikan klinis.
 Lingkar perut (ukur setiap 12-24 jam), 2. Enterokolitis nekrotikans stadium II
diskolorasi abdomen
 Tata laksana umum.
4. Lepas kateter umbilikal (bila ada).
 Puasa dan pemberian antibiotik selama
5. Kombinasi antibiotik ampisilin, gentamisin 10-14 hari.
atau amikasin, dan metronidazol. Dosis
ampisilin adalah 50-100 mg/kg/hari dibagi 3. Enterokolitis nekrotikans stadium III
4 dosis, gentamisin 5 mg/kg/dosis setiap 24-  Tata laksana umum
48 jam, amikasin 10-15 mg/kg/dosis setiap  Puasa dan pemberian antibiotik selama
24 jam, dan metronidazol 7,5 mg/kg/dosis minimal 14 hari.
setiap 8 jam.  Ventilasi mekanik bila dibutuhkan.
6. Tes darah samar tiap 24 jam untuk Distensi abdomen progresif dapat
memonitor perdarahan gastrointestinal. mengganggu pengembangan paru.
7. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit.  Jaga keseimbangan hemodinamik, berikan
Pertahankan diuresis 1-3 mL/kg/hari. inotropik bila perlu. Pada EN stadium III
sering dijumpai hipotensi refrakter.
Enterokolitis Nekrotikans 191

 Terapi bedah, dapat berupa: Induksi maturasi gastrointestinal. Insidens


a. Drainase peritoneal, umumnya EN berkurang setelah pemberian steroid
dilakukan pada bayi dengan berat pranatal (Number needed to treat/NNT = 32)
<1000 g dan kondisi tidak stabil. Bayi dengan duktus arteriosus persisten
b. Laparatomi eksplorasi dengan dianjurkan menggunakan ibuprofen
reseksi segmen yang nekrosis dan dibandingkan indometasin untuk penutupan
enterostomi atau anastomosis duktus.
primer. Peningkatan volume minum enteral secara
perlahan, namun bukti mengenai efektivitas
Mutiara bernas strategi ini masih kurang. Selain itu, berapa
kecepatan peningkatan volume minum yang
terbaik masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut.
yang harus dijalani. Pemberian probiotik pada bayi dengan berat
lahir <1500 g terbukti mengurangi kejadian
EN. Namun, bukti untuk mendukung
pemberian probiotik pada bayi dengan berat
klinis lahir <1000 g masih belum cukup.
Pemberian antibiotik enteral dapat
mengurangi insidens EN (RR 0,47 [IK 95%
0,28;0,78], NNT 10).
PROGNOSIS
- Angka kematian secara keseluruhan 9-28%,
KEPUSTAKAAN
sedangkan EN dengan perforasi memiliki
angka kematian lebih tinggi, berkisar 20- 1. AlFaleh KM, Bassler D. Probiotics for prevention
40% of necrotizing enterocolitis in preterm infants.
- Sekuele yang dapat terjadi: Cochrane Database of Systematic Reviews
2008, Issue 1. Art. No.: CD005496. DOI:
 Gagal tumbuh, gangguan perkembangan
10.1002/14651858.CD005496.pub2.
 Striktur (25-35% pasien dengan atau
2. Bury RG, Tudehope D. Enteral antibiotics for
tanpa bedah) preventing necrotizing enterocolitis in low
 Fistula birthweight or preterm infants. Cochrane Database
 Short bowel syndrome (terjadi pada 10- of Systematic Reviews 2001, Issue 1. Art. No.:
20% pasien yang menjalani pembedahan) CD000405. DOI: 10.1002/14651858.CD000405.
- Kolestasis akibat nutrisi parenteral jangka 3. Cincinnati Children’s Hospital Medical Center.
panjang Evidence-Based Clinical Care Guideline For
Infants with Necrotizing Enterocolitis. Revised
Publication Date: October 7, 2010. Diunduh
Pencegahan dari http://www.cincinnatichildrens.org/svc/
alpha/h/health-policy/ev-based/default.htm
 Pencegahan terbaik kejadian EN adalah
4. Gomella TL, Cunningham D, Eyal FG.
dengan mencegah kelahiran prematur.
Neonatology: management, procedures, on-call
 Pemberian ASI telah terbukti menurunkan problems, disease, and drugs. Edisi ke-6. New
risiko dan insidens EN. York: McGraw-Hill; 2009.
192 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

5. McAlmon KR. Necrotizing enterocolitis. KG, Brown RL, Powell DM, et al. Laparotomy
Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, versus Peritoneal Drainage for Necrotizing
penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke- Enterocolitis and Perforation. N Engl J Med
6. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2006;354:2225-34.
2008. 8. Sonntag J, Grimmer I, Scholz T, Metze B, Wit
6. McGuireW,Bombell S. Slow advancement of J, Obladen M. Growth and neurodevelopmental
enteral feed volumes to prevent necrotizing outcome of very low birthweight infants
enterocolitis in very low birth weight infants. with necrotizing enterocolitis. Acta Pediatr.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2000;89:528-32.
2008, Issue 2. Art. No.: CD001241. DOI: 9. Walsh MC, Kliegman RM, Fanaroff AA.
10.1002/14651858.CD001241.pub2. Necrotizing enterocolitis: a practitioner’s
7. Moss RL, Dimmitt RA, Barnhart DC, Sylvester perspective. Pediatr Rev, 1988;9:219-26.
23 Resusitasi jantung Paru pada bayi
dan Anak
Dzulfikar Djalil Lukmanul Hakim

PENDAhUlUAN Saat jantung berhenti, oksigenasi akan


berhenti pula dan menyebabkan gangguan otak
Resusitasi merupakan upaya yang dilakukan yang tidak dapat diperbaiki walaupun terjadi
terhadap penderita atau korban yang berada dalam hitungan detik sampai beberapa menit.
dalam keadaan gawat atau kritis untuk Apabila henti sirkulasi mendadak terjadi, gejala
mencegah terjadinya kematian. Gawat adalah yang muncul dalam waktu singkat adalah tak
keadaan yang berkenaan dengan suatu penyakit terabanya nadi, 10-20 detik tidak sadar, 15-30
atau kondisi lainnya yang mengancam jiwa, detik henti nafas, 60-90 detik dilatasi pupil dan
sedangkan darurat adalah keadaan yang terjadi tidak reaktif. Kematian dapat terjadi dalam 8
tiba-tiba dan tidak diperkirakan sebelumnya, hingga 10 menit, sehingga waktu merupakan hal
suatu kecelakaan, kebutuhan yang segera atau yang sangat penting saat kita menolong korban.
mendesak.
Tindakan resusitasi ini dibedakan
Untuk mencapai keberhasilan resusitasi berdasarkan usia bayi kurang dari satu tahun
diperlukan kerjasama yang baik dalam satu di luar neonatus atau lebih dari satu tahun,
tim, mengingat banyaknya langkah yang merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
harus dilaksanakan dalam tindakan tersebut. menyelamatkan jiwa yang sangat berguna pada
Keberhasilan tidak semata-mata dipengaruhi keadaan emergensi, termasuk henti napas dan
keterampilan dalam tindakan resusitasi, namun henti jantung.
juga dipengaruhi oleh kelancaran komunikasi
Resusitasi Jantung Paru bertujuan untuk
dan dinamika kelompok.
mempertahankan pernapasan dan sirkulasi agar
Resusitasi jantung paru (RJP) terdiri atas oksigenasi dan darah dapat mengalir ke jantung,
Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup otak, dan organ vital lainnya.
Lanjutan (BHL). Bantuan hidup dasar adalah
suatu tindakan resusitasi tanpa menggunakan
Mutiara bernas
alat atau dengan alat yang terbatas seperti bag-
mask ventilation, sedangkan pada bantuan hidup RJP terdiri dari Bantuan Hidup Dasar (tanpa/
lanjut menggunakan alat dan obat resusitasi alat yang terbatas) dan Bantuan Hidup
sehingga penanganan lebih optimal. Lanjut (dengan alat dan obat resusitasi)
Resusitasi Jantung Paru segera dan efektif
berhubungan dengan kembalinya sirkulasi Penyebab terjadinya henti napas dan henti
spontan dan kesempurnaan pemulihan jantung berbeda-beda tergantung usia, pada
neurologi. Beberapa penelitian menunjukkan bayi baru lahir penyebab terbanyak adalah gagal
angka survival dan keluaran neurologi lebih baik napas, sedangkan pada masa bayi penyebabnya
bila RJP dilakukan sedini mungkin. antara lain:
194 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

 Sindroma bayi mati mendadak (SIDS/Sudden Jika harus membalikkan posisi, maka
infant death syndrome) lakukan seminimal mungkin gerakan pada
 Penyakit pernapasan leher dan kepala (posisi stabil miring).
 Sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi
benda asing) 3. Evaluasi jalan napas
 Tenggelam Pada penderita yang tidak sadar sering
 Sepsis terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke
belakang. Oleh karena itu penolong harus
 Penyakit Neurologis
segera membebaskan jalan napas dengan
Pada anak usia >1 tahun penyebab beberapa teknik berikut:
terbanyak adalah cedera seperti kecelakaan
 Bila korban tidak sadar dan tidak
lalulintas, kecelakaan sepeda, terbakar, cedera
dicurigai adanya trauma, buka jalan
senjata api dan tenggelam.
napas dengan teknik Head Tilt–Chin Lift
Berdasarkan American Heart Association Maneuver akan tetapi jangan menekan
tahun 2005, langkah-langkah resusitasi jantung paru jaringan lunak dibawah dagu karena
adalah sebagai berikut: akan menyebabkan sumbatan.
Caranya adalah satu tangan diletakkan
bantuan hidup Dasar pada bagian dahi untuk menengadahkan
kepala, dan secara simultan jari-jari
Yakinkan bahwa penolong dan korban telah tangan lainnya diletakkan pada tulang
berada pada tempat yang aman, dipindahkan dagu sehingga jalan napas terbuka.
hanya jika tempat tersebut membahayakan
korban.  korban yang dicurigai mengalami
1. Periksa Kesadaran trauma leher gunakan teknik Jaw-
Panggil korban dengan suara keras dan jelas Thrust Maneuver untuk membuka jalan
atau panggil nama korban, lihat apakah napas, yaitu dengan cara meletakkan 2
korban bergerak atau memberikan respons. atau 3 jari di bawah angulus mandibula
jika tidak bergerak berikan stimulasi kemudian angkat dan arahkan keluar,
dengan menggerakkan bahu korban. Pada jika terdapat dua penolong maka yang
korban yang sadar, dia akan menjawab satu harus melakukan imobilisasi tulang
dan bergerak. Selanjutnya cepat lakukan servikal.
pemeriksaan untuk mencari kemungkinan
cedera dan pengobatan yang diperlukan, Mengeluarkan benda asing
namun jika tidak ada respons, artinya Obstruksi karena aspirasi benda asing
korban tidak sadar, maka segera panggil dapat menyebabkan sumbatan ringan
bantuan (aktifkan Emergency Medical atau berat, jika sumbatannya ringan maka
Services). korban masih dapat bersuara dan batuk,
sedangkan jika sumbatannya sangat
2. Posisi Korban berat maka korban tidak dapat bersuara
Pada penderita yang tidak sadar ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan
karena benda asing maka pada bayi <1
Tempatkan korban pada tempat yang datar tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back
dan keras dengan posisi terlentang, pada blows (back slaps) di interskapula, namun
tanah, lantai atau meja yang keras. jika tidak berhasil dengan teknik tersebut
Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 195

Gambar 23.1. Cross finger-finger sweeping Gambar 23.2. Chest thrust

dapat dilakukan teknik 5 kali chest thrust obstruksi dan finger sweeps maneuver
di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner untuk mengeluarkan benda asing yang
intermamae (seperti melakukan kompresi tampak pada mulut korban, namun jangan
jantung luar untuk bayi usia <1 tahun). melakukan teknik tersebut pada anak yang
Pada anak > 1 tahun yang masih sadar sadar karena dapat merangsang “gag reflex”
dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver dan menyebabkan muntah.
yaitu korban di depan penolong kemudian
lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan
4. Periksa napas
menggunakan 2 kepalan tangan di antara
prosesus xifoideus dan umbilikus hingga Jika obstruksi telah dikeluarkan maka
benda yang menyumbat dapat dikeluarkan, periksa apakah korban bernapas atau tidak,
sedangkan pada anak yang tidak sadar lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan
dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan cara :
posisi korban terlentang lakukan 5 kali  Lihat gerakan dinding dada dan perut
hentakan dengan menggunakan 2 tangan di (Look)
tempat seperti melakukan teknik Heimlich  Dengarkan suara napas pada hidung dan
maneuver . mulut korban (Listen)
Kemudian buka mulut korban, lakukan  Rasakan hembusan udara pada pipi
cross finger maneuver untuk melihat adanya (Feel)
196 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Gambar 23.3. Heimlich maneuver Gambar 23.4 Abdominal thrush

Korban yang mengalami gasping (megap- mendapatkan 2 kali napas efektif. Hal itu
megap/napas yang agonal atau napas tidak dapat dilihat dengan adanya pengembangan
efektif), maka anggap korban tersebut tidak dinding dada. Bila dada tidak mengembang
bernapas. reposisi kepala korban agar jalan napas
dalam keadaan terbuka.
5. Berikan Bantuan Napas Teknik bantuan napas pada bayi dan anak
berbeda, hal ini dapat dilakukan dengan
Lakukan 5 kali bantuan napas untuk
menggunakan bag valve mask ventilation atau
tanpa alat yaitu: pada bayi dilakukan teknik:
mouth-to-mouth-and-nose, sedangkan pada anak
menggunakan teknik mouth-to-mouth.

6. Periksa Nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi
pemeriksaan dilakukan pada arteri
brakhialis sedangkan pada anak dapat
dilakukan pada arteri karotis ataupun
femoralis. Pemeriksaan nadi ini ≤ 10 detik.
Jika nadi >60 kali/menit namun tidak ada
napas spontan atau napas tidak efektif,
maka lakukan pemberian napas sebanyak
12-20 kali napas/menit, sekali napas buatan
3-5 detik hingga korban bernapas dengan
Gambar 23.5. Look-Listen-Feel dengan manuver Head-Tilt spontan, napas yang efektif akan tampak
Chin-Lift dada korban akan mengembang.
Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 197

Gambar 23.6. ventilasi Tekanan Positif

7. Kompresi Jantung luar chest compression technique) Satu jari di


Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada bawah garis imajiner intermamae atau two
napas atau napas tidak adekuat, maka thumb-encircling hands technique yang
lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi direkomendasikan jika didapatkan dua
dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu penolong.
pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi Pada anak kompresi jantung luar dilakukan
di sternum dengan dua jari (two-finger dengan teknik kompresi pada setengah
bagian bawah sternum dengan satu atau
kedua telapak tangan tapi tidak menekan
prosesus xypoid ataupun sela iga.
Kompresi dilakukan harus dengan baik
yaitu:
 “Pushhard”:Kedalamankompresiberkisar
1/3 - 1/2 diameter anteroposterior dada
 “Push fast”: Kecepatan kompresi 100
kali/menit
 ”Release completely”: Lepaskan tekanan
hingga dada dapat mengembang penuh
 Minimalisasi interupsi pada saat
melakukan kompresi dada
Resusitasi jantung paru pada anak yang
dilakukan oleh satu penolong dilakukan
Gambar 23.7. Periksa nadi brachialis
5 siklus selama 2 menit, setiap siklusnya
198 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

terdiri dari 30 kali kompresi jantung luar hanya terdapat satu penolong. Kesulitan yang
dan 2 kali bantuan napas, sedangkan jika biasa didapatkan adalah keterlambatan dalam
terdapat dua penolong maka kompresi melakukan resusitasi jantung paru dikarenakan
jantung luar dilakukan 15 kali dan 2 kali terlalu lama dalam menilai kesadaran dan
bantuan napas.
Kemudian evaluasi tindakan setelah dua Mutiara bernas
menit atau 5 siklus resusitasi jantung paru,
Langkah-langkah BHD berdasarkan AHA,
Nilai kembali kondisi korban. Evaluasi
nadi, jika nadi tidak ada atau < 60 x/menit, 2005:
maka resusitasi jantung paru dilanjutkan. • Tentukan kesadaran
Jika nadi > 60 x/menit, evaluasi napas, jika • Minta pertolongan (aktifkan Emergency
napas tidak ada atau tidak adekuat lakukan Medical Service)
napas buatan lanjutan sebanyak 12-20 x/
• Posisi korban telentang, menggunakan
menit. Selain itu evaluasi juga kesadaran,
alas keras dan datar
warna kulit, dan pupil. Lakukan resusitasi
jantung paru tersebut hingga bantuan hidup • Bebaskan jalan napas
lanjut diberikan. • Evaluasi napas dengan Look, Listen,
and Feel. Bila megap-megap atau tidak
Pada bulan November tahun 2010, AHA napas, beri napas buatan 5 kali untuk
mempublikasikan petunjuk terbaru mengenai mendapatkan 2 kali napas efektif
resusitasi dan kegawatan kardiovaskular dalam • Evaluasi nadi, bila tidak ada nadi atau
American Heart Association (AHA) guidelines < 60 kali/menit, lakukan resusitasi
2010. Bantuan hidup dasar merupakan tindakan jantung paru
yang dilakukan dengan asumsi saat kejadian

Gambar 23.8. RjP pada bayi


Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 199

A B C

Gambar 23.9. RjP pada anak

pernapasan penderita. Oleh karena itu langkah dan menghindari pemberian ventilasi
BHD mengalami perubahan sebagai berikut: berlebihan.
ketika melihat korban megap-megap atau 3. Saat satu penolong melakukan kompresi
tampak tidak bernapas, lakukan evaluasi nadi. dada dan penolong kedua melakukan
Bila nadi tidak teraba atau < 60 x/menit, ventilasi, penolong yang lain menyiapkan
lakukan resusitasi jantung paru selama 5 siklus monitor/defibrillator, mencari akses perifer
atau 2 menit. Namun demikian evaluasi setelah dan menyiapkan obat-obatan.
melakukan RJP sama seperti AHA, 2005. Untuk
4. Perbaikan sirkulasi setelah tindakan
mencapai keberhasilan tindakan resusitasi
resusitasi dapat dipantau menggunakan
tersebut diperlukan hal-hal di bawah ini:
Tekanan end-tidal CO2 (PETCO2). Alat ini
1. Kompresi dada harus segera dilakukan oleh juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
satu penolong, sementara penolong kedua kualitas kompresi dada.
menyiapkan peralatan untuk ventilasi.
Ventilasi sangat penting untuk pasien anak-
anak karena pada anak-anak mudah terjadi
henti napas, tetapi untuk memberikan
Mutiara bernas
ventilasi memerlukan waktu untuk Perbedaan Bantuan Hidup Dasar
menyiapkan alat, sehingga kompresi dada Berdasarkan AHA, 2005:
harus segera dilakukan tanpa menunggu
pemberian ventilasi. • Airway
2. Efektivitas Resusitasi Jantung Paru (RJP) • Breathing
yang baik, yaitu: jumlah kompresi dada • Circulation
yang mencukupi (paling sedikit 100x/m), Berdasarkan AHA, 2010:
kedalaman kompresi yang adekuat ≥ • Circulation
1/3 diameter Anteroposterior dada atau
• Airway
sekitar 4 cm pada bayi dan 5 cm pada anak,
memberikan recoil komplit dada setelah • Breathing
kompresi, interupsi minimal saat kompresi
200 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

bANTUAN hIDUP lANjUT Laryngeal Mask Airways (LMA)


jAlAN NAPAS Terdapat tidak cukup bukti untuk
Oropharyngeal dan Nasopharyngeal merekomendasikan penggunaan LMA secara
Airways rutin selama henti jantung. Ketika intubasi
endotrakea tidak mungkin, LMA adalah satu
Alat oropharyngeal dan nasopharyngeal adalah tambahan berarti yang bisa dilakukan oleh
tambahan untuk memelihara saluran udara petugas berpengalaman.
yang terbuka. Oropharyngeal digunakan pada
korban tak sadar (dengan kata lain tanpa
refleks muntah). Pilihlah ukuran yang sesuai Pernapasan: Oksigenasi dan ventilasi
dengan cara mengukur dari bibir sampai angulus buatan
mandibularis. Ukuran yang terlalu kecil akan
mendorong lidah ke belakang, sedangkan bila Oksigen
terlalu besar akan menutup epiglotis sehingga Gunakan 100% oksigen selama resusitasi.
dapat menghalangi jalan napas. Nasopharyngeal Monitor kadar oksigen penderita. Ketika
akan lebih baik ditoleransi untuk korban yang penderita sudah stabil, menghentikan
masih sadar. secara bertahap jika saturasi oksigen dapat
dipertahankan baik.

Gambar 23.10. Pemasangan oropharyngeal airway


Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 201

Pulse Oximetry
Jika penderita mempunyai satu irama perfusi,
memonitor oksigen saturasi secara kontinyu
dengan pulse oxymeter karena pengenalan klinis
dari hipoksemia tidak reliable. Pulse oximetry
mungkin saja tidak dapat diandalkan pada
seorang penderita dengan periferal lemah.
Bag-Mask Ventilation
Bag-mask ventilation sama efektifnya dengan
ventilasi melalui tabung endotrakea untuk
waktu yang singkat dan dapat lebih aman. Dapat
dilakukan pada prehospital setting, terutama waktu
transportasi yang pendek/singkat. Ventilasi bag-
mask memerlukan pelatihan periodik tentang
bagaimana memilih ukuran mask yang benar,
membuka jalan napas, membuat segel ketat
antara masker dan wajah, ventilasi udara dan
mengkaji efektivitas ventilasi.
Gambar 23.11. Bag-Mask Ventilation C-E position

Tindakan pencegahan
Korban henti jantung sering mengalami tidak cukup usaha pernapasannya, diberikan
overventilated selama resusitasi. Ventilasi yang ventilasi dengan kecepatan 12-20 kali/menit.
berlebihan meningkatkan tekanan intratorakal
dan menghalangi pengembalian aliran darah, Dua orang penolong menggunakan Bag-
mengurangi output jantung, aliran darah serebral, Mask Ventilation
dan gangguan perfusi jantung. Ventilasi yang
berlebihan juga menyebabkan barotrauma, Teknik 2 orang lebih efektif dibandingkan
meningkatkan risiko inflasi perut, regurgitasi, dan ventilasi oleh satu penolong. Satu orang
aspirasi. Ventilasi semenit ditentukan oleh volume menggunakan kedua tangannya untuk membuka
tidal dan laju ventilasi. Gunakan kekuatan dan jalan napas dengan satu daya dorong rahang
volume tidal yang diperlukan untuk membuat dada dan masker ke wajah secara ketat menyegel,
mengembang dengan nyata selama RJP. Ventilasi sementara yang lain memompa kantong
ditentukan oleh perbandingan compression ventilasi. Kedua penolong harus mengamati
ventilation, berhenti setelah 30 kompresi (1 dada korban untuk memastikan dada naik.
penolong) atau setelah 15 kompresi (2 penolong)
dengan memberikan 2 ventilasi melalui mulut ke Inflasi lambung
mulut, mulut ke masker, atau kantung masker.
Berikan setiap napas lebih dari 1 detik. Inflasi lambung dapat mengganggu ventilasi
efektif dan menyebabkan regurgitasi. Untuk
Jika sudah terpasang alat endotrakhea,
mengurangi kejadian tersebut dapat dilakukan
maka selama RJP lakukan ventilasi udara dengan
cara sebagai berikut:
kecepatan dari 8 - 10 kali/menit tanpa berhenti
kompresi dada (asinkron). Sementara jika - Hindari berlebihan memompa untuk
korban sirkulasinya baik tetapi tidak ada atau mencapai puncak inspirasi. Berikan
202 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

sesuai volume yang diperlukan untuk Namun demikian ukuran ETT lebih dapat
menghasilkan pengembangan dada. dipercaya bila berdasarkan panjang badan anak.
- Lakukan tekanan membrana cricoid Pita resusitasi (Broselow tape) yang berdasarkan
(sellick maneuver) pada korban yang tidak panjang sangat menolong untuk anak-anak
sadar. Teknik ini dapat memerlukan satu sampai dengan berat kira-kira 35 kg
tambahan penolong jika tekanan cricoid
tidak bisa diterapkan oleh penolong yang
melakukan bantuan ventilasi. Hindari Verifikasi dari pemasangan tabung
tekanan berlebihan sehingga tidak merusak Endotrakea
trakea. Terdapat satu risiko tinggi bahwa ETT salah
- Jika melakukan intubasi, pasang nasogastrik diletakkan (ditempatkan di kerongkongan atau
atau orogastrik setelah intubasi terpasang, dalam pharynx diatas pita suara), terutama ketika
untuk menghindari terganggunya penderita bergerak. tidak ada teknik tunggal
gastroesophageal sphincter yang berisiko sebagai acuan, termasuk tanda klinis atau
mengakibatkan regurgitasi. adanya uap air di tabung, sehingga penolong
harus menggunakan kajian klinis dan konfirmasi
untuk memverifikasi penempatan yang sesuai,
ventilasi melalui tabung Endotrakea (ETT) segera setelah intubasi, selama transportasi dan
Endotracheal intubation pada bayi dan anak-anak ketika bergerak.
memerlukan pelatihan khusus karena anatomi Segera setelah intubasi, konfirmasi ulang
saluran napasnya berbeda dengan saluran napas posisi tabung dengan cara yang benar sementara
dewasa. tetap melakukan ventilasi tekanan positif:
- Perhatikan gerakan dada, apakah simetris
Ukuran Tabung Endotrakea atau tidak. Dengarkan suara napas yang
sama dikedua lapang paru-paru, terutama
Diameter internal (ID) ETT untuk anak secara
bagian atas pada aksila
kasar sama dengan ukuran kelingking anak itu,
tetapi penilaian ini mungkin saja sulit. Rumus - Dengarkan suara insufflation lambung di
di bawah ini memungkinkan penilaian tabung perut (seharusnya jika tabung pada posisi
endotrakea tanpa balon sesuai ukuran (ID) yang tepat tidak akan terdengar)
untuk anak-anak 1-10 tahun, sesuai dengan - Gunakan suatu alat untuk mengevaluasi
umur anak: penempatan. Lihat udara CO2 yang
dihembuskan
Ukuran ETT (mm ID) = [umur (tahun)/4] + 4 - Periksa saturasi oksigen dengan pulse
oxymeter
Penolong harus mempunyai perkirakan - Jika masih tidak pasti, lakukan laryngoscopy
ukuran tabung yang disediakan, demikian pula langsung dan perhatikan apakah tabung
ETT tanpa balon yang harus tersedia ukuran masuk antara pita suara
0.5 mm lebih kecil dan 0.5 mm lebih besar dari - Di rumah sakit lakukan radiografi dada
ukuran yang diperkirakan. untuk memverifikasi bahwa tabung berada
Rumus untuk penilaian ukuran ETT di posisi yang benar
dengan balon adalah sebagai sebagai berikut: Setelah mengamankan tabung,
pertahankan posisi kepala dalam satu
Ukuran ETT dengan balon (mm ID) = [umur (tahun)/4] + 3 kedudukan netral; posisi fleksi mendorong
Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 203

tabung lebih jauh dari saluran udara, dan posisi diberikan untuk mendapatkan RJP dengan
terlalu ekstensi akan mendorong tabung ke luar kualitas yang baik.
dari saluran udara. Jika satu kondisi penderita Ketika RJP diberikan, tentukan
yang diintubasi memburuk, pertimbangkan irama jantung anak melalui EKG atau jika
kemungkinan berikut (DOPE): menggunakan AED, alat tersebut akan
- D: Dislodge, salah posisi tabung dari trakea memberitahu apakah iramanya shockable
- O: Obstruction dari tabung oleh karena (Ventrikel Fibrilasi (VF)/Ventrikel Takikardia
banyak sekret (VT) tanpa nadi) atau non-shockable (asistol/
Pulseless Electrocardiography Activity=PEA).
- P: Pneumotoraks
Terkadang diperlukan penghentian kompresi
- E: Equipment failure, kegagalan peralatan dada sementara untuk menentukan irama
misalnya tabung endotrakea terlipat jantung anak yang terlihat di EKG. Asistol dan
bradikardia dengan pelebaran komplek QRS
Pemantauan End-tidal CO2 sering terlihat pada henti asfiksia.
Untuk mengkonfirmasi posisi ETT pada
neonatus, bayi dan anak di semua tempat dan Irama jantung non-shockable (Asistol/PEA)
selama pemindahan pasien baik itu di dalam PEA adalah aktivitas elektrik terorganisasi,
rumah sakit atau diantara rumah sakit, AHA biasanya lambat, dengan pelebaran komplek
merekomendasikan pemakaian kapnografi untuk QRS, tanpa teraba nadi. Meskipun PEA jarang
mendeteksi CO2 yang dikeluarkan. Bila terdapat terjadi, tetapi dapat ditemukan gangguan curah
perubahan warna atau timbulnya gelombang jantung mendadak dengan irama yang awalnya
pada kapnografi, berarti posisi ETT sudah berada normal tetapi nadi tidak teraba dan perfusi
pada jalur nafas. Penggunaan kapnografi tidak yang buruk.
dapat menyingkirkan kesalahan posisi ETT yang
terletak pada bronkus. Langkah algoritme untuk asistol dan PEA:
Lanjutkan RJP dengan sesedikit mungkin
interupsi saat kompresi. Penolong kedua
Nadi tak teraba (pulseless arrest) mencari akses vaskuler dan memberikan
Jika anak didapatkan tidak berespon dan tidak epinefrin 0,01mg/kg (0,1mL/kg larutan
bernafas, segera minta pertolongan untuk 1:10.000) maksimum 1 mg (10 mL larutan
mendapatkan defibrilator dan mulai melakukan 1:10.000), sementara RJP dilanjutkan.
RJP (sambil diberikan oksigen, bila tersedia). Epinefrin dengan dosis yang sama
Pasang monitor EKG atau Automated External diulang tiap 3 sampai 5 menit. Tidak
Defibrillator (AED) pads segera setelah tersedia. ada manfaat pemberian epinefrin dosis
Sambil melakukan resusitasi, tekanan harus tinggi dan mungkin berbahaya terutama

Gambar 23.12. Pulseless Electrocardiography Activity (PEA)


204 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

pada asfiksia. Dosis tinggi epinefrin dapat


dipertimbangkan pada keadaan khusus
seperti overdosis beta bloker
Bila telah diberikan bantuan jalan nafas
lanjut, satu penolong harus memberikan
kompresi dada dengan kecepatan minimal
100x per menit tanpa terhenti untuk
ventilasi. Penolong kedua memberikan
ventilasi dengan kecepatan 1x nafas tiap 6
sampai 8 detik (sekitar 8 sampai 10x nafas
per menit). Penolong yang memberikan
kompresi berganti setiap 2 menit untuk
mencegah kelelahan dan perburukan
kualitas dan kecepatan kompresi dada. Gambar 23.13. ventrikel takikardia (vT)
Periksa irama jantung tiap 2 menit dengan
meminimalisasi interupsi kompresi dada.
Bila irama nonshockable lanjutkan siklus RJP
dan pemberian epinefrin sampai terbukti
terjadi ROSC atau kita memutuskan
menghentikan resusitasi. Bila irama jantung
berubah menjadi shockable berikan 1x Gambar 23.14. Ventrikel fibrilasi (VF)
defibrilasi dan segera kompresi dada ulang
selama 2 menit sebelum memeriksa kembali
Penggabungan antara defibrilasi dengan
irama jantung
rangkaian resusitasi:
Mencari penyebab terjadinya gangguan Lakukan RJP sampai defibrilator siap
irama jantung
untuk dilakukan defibrilasi. Setelah
dilakukan defibrilasi, ulangi RJP, dimulai
Irama jantung shockable (vf/vT tanpa nadi) dengan kompresi dada. Kompresi dada
hanya boleh diinterupsi untuk melakukan
Defibrilasi merupakan terapi definitif untuk ventilasi, periksa irama jantung, dan
VF dengan angka keberhasilan 17-20%.
berikan defibrilasi. Bila masih terdapat
Kemungkinan bertahan hidup lebih baik
irama defibrilasi, lanjutkan kompresi dada
pada keadaan VF primer daripada sekunder.
setelah memeriksa irama jantung, sambil
Kemungkinan bertahan hidup akan lebih baik
defibrillator tetap terhubung dengan listrik
bila dilakukan lebih dini, RJP kualitas baik
dengan interupsi minimal. Berikan satu kali defibrilasi (2 J/kg)
secepatnya dan segera melakukan RJP,
Outcome pemberian defibrilasi akan lebih
dimulai dengan kompresi dada. Bila 1x
baik jika penolong meminimalisir waktu antara
defibrilasi gagal untuk mengeliminasi VF,
kompresi terakhir dan pemberian defibrilasi,
pemberian defibrilasi ulang dosis rendah
jadi penolong harus siap untuk mengkoordinasi
tidak akan memberikan manfaat, sehingga
dalam mengurangi interupsi antara kompresi
tindakan RJP lanjutan akan memberikan
dada dengan pemberian defibrilasi dan harus
hasil yang lebih baik daripada pengulangan
kembali kompresi dada secepatnya setelah defibrilasi . RJP dapat memperbaiki perfusi
pemberian defibrilasi. koroner, meningkatkan kemungkinan
Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 205

defibrilasi dengan defibrilasi selanjutnya. Dosis energi


Sangat penting untuk mengurangi jarak
Pada anak dengan VF dosis inisial monofasik 2
waktu antara kompresi dada dengan
J/kg hanya efektif menghentikan VF 18-50%,
pemberian defibrilasi dan antara defibrilasi
dengan dosis yang sama menggunakan defibrilasi
dengan kompresi dada selanjutnya
listrik bifasik efektif menghentikan VF 48%.
Lanjutkan RJP selama 2 menit. Setelah Anak-anak dengan henti jantung VF yang berada
RJP selama 2 menit, periksa kembali irama di luar rumah sakit sering mendapat lebih dari 2
jantung, isi ulang defibrilator dengan dosis J/kg, oleh karena itu dilakukan di rumah sakit
yang lebih tinggi (4 J/kg) untuk anak-anak dengan VF memperlihatkan
Jika timbul irama shockable berikan satu kali ROSC pada pemberian dosis energi antara 2,5
defibrilasi lagi (4 J/kg). Jika timbul irama dan 3,2 J/kg. Dosis energi > 4 J/kg (maks 9 J/kg)
nonshockable, lanjutkan dengan algoritme efektif dalam mendefibrilasi VF.
asistol/PEA Inisial dosis 2-4 J/kg dapat diberikan,
Segera lakukan kompresi dada ulang. tetapi untuk memudahkan pengajaran dosis
Lanjutkan RJP selama 2 menit. Selama RJP inisial lebih dari 2 J/kg dapat dipertimbangkan.
berikan epinefrin 0,01 mg/kg (0,1 ml/kg Untuk VF refrakter, sangat dianjurkan untuk
larutan 1:10.000), maksimal 1 mg setiap 3 meningkatkan dosis sampai 4 J/kg dan kadar
sampai 5 menit energi yang tinggi dapat dipertimbangkan, tetapi
Periksa irama jantung. Bila timbul irama tidak boleh lebih dari 10 J/kg atau melebihi dosis
jantung shockable, lakukan defibrilasi lagi maksimal dewasa.
(4 J/kg atau dosis maksimum 10 J/kg) dan
segera lakukan RJP bradikardia
Saat melakukan RJP, berikan amiodaron
atau lidokain bila amiodarone tidak tersedia Terapi emergensi bradikardia dapat dilakukan
bila masih terdapat kompromi hemodinamik:
Jika timbul irama nonshockable, lanjutkan ke
algoritme pulseless arrest Pertahankan jalan nafas, berikan nafas dan
sirkulasi. Berikan oksigen, pasang monitor
Setelah jalur nafas lanjutan terpasang, 2 EKG/defibrilator dan cari akses vaskuler
penolong tidak lagi memerlukan siklus RJP.
Nilai ulang pasien untuk menentukan
Sebagai gantinya, penolong yang melakukan
apakah pasien masih bradikardia dan masih
kompresi memberikan kompresi dada terus
terjadi gangguan kardiopulmonal setelah
menerus dengan kecepatan 100x per menit
pemberian ventilasi dan oksigenasi yang
tanpa interupsi ventilasi. Penolong yang
adekuat
memberikan ventilasi memberikan 1x nafas
setiap 6-8 detik (8-10x nafas per menit). Jika nadi, perfusi, dan respirasi adekuat,
Dua atau lebih penolong harus melakukan tidak diperlukan tindakan emergensi.
rotasi kompresi setiap 2 menit untuk Pasien tetap diobservasi
mencegah kualitas kompresi yang buruk Bila nadi < 60 kali permenit dengan perfusi
dan mencegah kelelahan yang buruk setelah ventilasi efektif dengan
Jika timbul ROSC, periksa nadi anak untuk oksigen, mulai RJP
menentukan apakah sudah timbul perfusi Setelah 2 menit evaluasi ulang pasien untuk
yang baik. Bila nadi timbul, dilanjutkan menentukan apakah bradikardia dan tanda
dengan perawatan post resusitasi kompromi hemodinamik masih ada. Pastikan
pendukung resusitasi lain tetap adekuat
206 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Lanjutkan untuk mempertahankan jalan Lakukan stimulasi vagal, kecuali bila


nafas, ventilasi, oksigenasi dan kompresi keadaan hemodinamik tidak stabil atau
dada. Jika bradikardia menetap atau respons prosedur akan memperlambat tindakan
hanya sementara, berikan epinefrin IV 0,01 kardioversi. Pada bayi dan anak, dapat
mg/kg (0,1ml/kg larutan 1:10000) atau jika diberikan es ke wajah tanpa mengganggu
tidak terdapat akses vena, berikan secara jalan nafas.
endotrakeal 0,1 mg/kg (0,1 ml/kg larutan Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan
1:1000) pemijatan sinus karotis atau manufer valsava.
 Bila bradikardia terjadi karena peningkatan Kardioversi farmakologi dengan adenosine
tonus vagal atau primer blok konduksi sangat efektif dengan efek samping minimal
AV, berikan IV atropine 0,02 mg/kg atau dan sementara. Jika akses intravena
jika tidak terdapat akses vena melalui tersedia, adenosine merupakan obat
endotrakeal dengan dosis 0,04 – 0,06 mg/kg pilihan, efek samping biasanya sementara.
Pacing transkutaneus dapat menyelamatkan Pemberian adenosine 0,1 mg/kg diberikan
hidup jika bradikardia disebabkan blok dengan bolus 0,5ml normal salin.
jantung komplit atau disfungsi sinus node Jika pasien secara hemodinamik tidak stabil
yang tidak responsif terhadap ventilasi, atau jika adenosine tidak efektif, berikan
oksigenasi, kompresi dada dan obat-obatan, sinkronisasi kardioversi. Gunakan sedasi
terutama jika berhubungan dengan penyakit jika memungkinkan. Mulai dengan dosis
jantung kongenital atau didapat. Pacing tidak 0,5 sampai 1 J/kg. Jika tidak berhasil, dosis
bermanfaat untuk asistol atau bradikardia ditambah menjadi 2 J/kg. Jika kardioversi
yang disebabkan hipoksia/iskemia jantung kedua tidak berhasil atau takikardia
atau karena gagal nafas semakin cepat, pertimbangkan pemberian
amiodaron atau prokainamid sebelum
Takikardia diberikan kardioversi ketiga
Berikan amiodaron 5 mg/kg IV atau
Jika terdapat tanda perfusi yang buruk prokainamid 15 mg/kg IV untuk pasien
dan nadi tidak teraba, lanjutkan dengan dengan SVT yang tidak responsif terhadap
algoritme pulseless arrest manuver vagal dan adenosine ataukardioversi
Jika nadi teraba dan pasien memiliki perfusi elektrik. Untuk pasien dengan hemodinamik
yang adekuat:4 stabil, sangat direkomendasikan untuk
- Nilai dan pertahankan jalan nafas, berikan konsultasi ke ahli jantung. Amiodaron dan
nafas dan sirkulasi prokainamid dapat diberikan secara infus
- Berikan oksigen perlahan (amiodaron selama 20-60 menit
dan prokainamid selama 30-60 menit),
- Pasang monitor/defibrillator tergantung kedaruratannya, sementara EKG
- Cari akses vaskuler dan tekanan darah tetapi diobservasi. Jika
- Evaluasi EKG 12 lead dan nilai durasi QRS tidak ada efek dan tidak ada tanda-tanda
toksisitas berikan dosis tambahan
Takikardia supraventrikuler (SvT)
Takikardia dengan komplek QRS melebar
Monitor irama jantung selama terapi untuk
mengevaluasi efek dari intervensi. Pilihan Takikardia dengan komplek QRS melebar sering
terapi ditentukan oleh derajat kestabilan berasal dari ventrikel (ventrikuler takikardia)
hemodinamik pasien. tetapi dapat juga berasal dari supraventrikuler.
Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 207

Adenosin harus dipertimbangkan hanya jika Pemantauan CO2 yang dikeluarkan


irama jantung regular dan komplek QRS (kapnografi atau kalorimetri) secara umum
monomorfik. Jangan gunakan adenosine mengkonfirmasi posisi penempatan ETT di
pada pasien dengan takikardia komplek saluran pernafasan dan lebih cepat untuk
QRS melebar mengetahui adanya kesalahan posisi ETT
Pertimbangkan kardioversi setelah sedasi yang terpasang daripada pemantauan saturasi
menggunakan dosis energi mulai 0,5 sampai oksihemoglobin. Karena perpindahan pasien
1 J/kg. Jika tidak berhasil, naikkan dosis sering menyebabkan perpindahan posisi ETT
menjadi 2 J/kg maka pemantauan CO2 yang dikeluarkan
Pertimbangkan konversi farmakologi dengan sangat penting untuk menghindari keadaan
amiodaron (5 mg/kg selama 20 sampai 60 ini. Pada percobaan yang dilakukan terhadap
menit) atau prokainamid (15 mg/kg selama binatang dan orang dewasa didapatkan korelasi
30 sampai 60 menit) sambil dilakukan kuat antara konsentrasi CO2 dengan intervensi
pemantauan EKG dan tekanan darah. selama RJP. PCO2 kurang dari 10-15 mmHg
Hentikan atau perlambat kecepatan infus memperlihatkan kompresi dada kurang optimal
bila terdapat penurunan tekanan darah atau dan harus lebih fokus untuk memastikan
komplek QRS semakin melebar. Pada pasien kompresi tersebut efektif.
dengan keadaan hemodinamik tidak stabil
berikan kardioversi energi mulai 0,5 sampai 1 Dosis energi defibrilasi
J/kg. Jika gagal, naikkan dosis menjadi 2 J/kg
AHA 2010 memperbolehkan dosis defibrilasi
inisial 2 sampai 4 j/kg, tapi untuk mempermudah
Takikardia dengan kompleks QRS sempit: dalam memberikan pelajaran, dosis inisial 2 J/kg
Evaluasi 12 lead EKG dan presentasi klinis masih dapat digunakan. Untuk VFyangrefrakter,
pasien, bedakan antara sinus takikardia dengan sangat dianjurkan untuk meningkatkan dosis,
supraventrikular takikardia. kadar energi lanjutan yang diberikan setidaknya
4 J/kg atau lebih, tapi tidak boleh lebih dari 10J/
kg atau dapat dipertimbangkan dosis maksimum
Perbedaan AhA 2010 dengan AhA 2005 dewasa.
Pemantauan CO2 Data yang lebih banyak diperlukan
untuk menentukan dosis energi optimal untuk
AHA 2010 merekomendasikan untuk defibrilasi anak-anak. Beberapa sumber yang
mendeteksi CO2 yang dikeluarkan (kapnografi terbatas memperlihatkan energi efektif atau
atau kalorimetri) sebagai penilaian klinis maksimum untuk defibrilasi pada anak-anak,
untuk mengkonfirmasi posisi Endotracheal tube selain itu beberapa data memperlihatkan dosis
(ETT) pada neonatus, bayi dan anak-anak yang lebih tinggi lebih aman dan berpotensi
dengan perfusi irama jantung disemua tempat lebih efektif.
baik itu di pelayanan primer, emergensi, ruang
perawatan intensif ataupun ruang operasi dan
selama pemindahan pasien diantara tempat- Membatasi oksigen ke kadar normal
tempat tersebut. Pemantauan kapnografi atau setelah resusitasi
kapnometri yang terus menerus, jika tersedia, Ketika sirkulasi berhasil kembali normal,
memberikan keuntungan selama resusitasi kadar oksigen yang diberikan diturunkan
jantung paru (RJP) terutama untuk melihat secara bertahap dan dipertahankan di atas
efektivitas kompresi dada. 94%. Setelah sirkulasi kembali normal dan
208 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

saturasi diturunkan bertahap, konsentrasi fiO2 kental atau bolus cepat, dan berikan NaCl
juga diturunkan bertahap untuk menghindari fisiologis bolus mengikuti setiap pemberian obat
hiperoksia. Kadar saturasi oksigen 100% untuk mencapai sirkulasi sentral.
menunjukkan saturasi oksigen berada di kisaran
antara 80 dan 500 mmHg. Jadi sebaiknya saturasi
Pemberian obat melalui ETT
oksigen dipertahankan diantara 95-100mmHg.
Hiperoksia dan risiko cedera reperfusi Akses vaskular (IV atau IO) adalah lebih
dibahas secara umum di AHA 2005, tetapi baik, tetapi jika tidak bisa mendapatkan
tidak ada rekomendasi untuk mempertahankan akses vaskular, maka untuk obat yang lipid-
saturasi antara 95-100% untuk mencegah soluble seperti lidokain, epinefrin, atropin, dan
cedera akibat reperfusi. nalokson (LEAN) dapat diberikan melalui
ETT, walaupun dosis optimal lewat ETT belum
diketahui pasti. Bolus dengan 3-5 mL NaCl
Tatalaksana takikardia fisiologis diikuti 5 kali ventilasi tekanan positif.
AHA 2010 menetapkan durasi QRS memanjang Jika RJP sedang berlangsung, hentikan kompresi
bila >0,09 detik untuk anak usia kurang dari dada dengan singkat selama pemberian obat.
4 tahun dan > 0,1 detik dipertimbangkan Pemberian obat melalui endotrakea memberikan
memanjang untuk anak usia 4 tahun dan 16 hasil konsentrasi dalam darah lebih rendah
tahun, sedangkan pada AHA 2005, QRS komplek dibandingkan dosis sama yang diberikan
dipertimbangkan memanjang bila > 0,08 detik. intravaskular.

Akses vaskular Cairan dan Obat Resusitasi


Akses vaskular merupakan tindakan yang Menaksir berat badan
penting dalam mengelola pengobatan dan Di luar rumah sakit menentukan berat badan
pengambilan sampeldarah. Pada keadaandarurat anak secara akurat adalah sulit. Broselow
akses pembuluh darah mungkin sulit pada bayi Tapes dengan precalculated dose sesuai panjang
dan anak-anak, sedangkan intraosseous (IO) badannya sangat menolong dan secara klinis
mungkin mudah dilakukan. Batasi waktu untuk tervalidasi.
akses pembuluh darah perifer dan jika tidak bisa
dilakukan selama 90 detik atau 3 kali berturut-
turut, lakukan akses IO. Cairan resusitasi
Gunakan cairan kristaloid isotonik (misalnya,
Akses Intraosseus Ringer laktat atau NaCl fisiologis) untuk
menanggulangi syok. Terapi bolus dengan
Akses IO adalah satu cara cepat, aman, dan rute glukosa digunakan untuk manangani
efektif untuk pemberian obat dan cairan serta hipoglikemi.
mungkin digunakan untuk memperoleh contoh
darah selama resusitasi. Melalui akses ini bisa
dengan aman memberikan epinefrin, adenosin, Obat-obatan resusitasi
cairan, produk darah, dan katekolamin. Bisa juga
untuk memperoleh spesimen darah, jenis dan
amiodaron
crossmatch, kimia serta analisa gas darah walaupun Obat ini digunakan untuk kasus supraventrikular
selama henti jantung. Gunakan tekanan manual takikardia, fibrilasi ventrikel, atau takikardia
atau pompa infus pada pemberian obat-obatan ventrikel tanpa nadi. Amiodaron memperlambat
Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 209

konduksi AV, memperpanjang periode refrakter Epinefrin


AV dan interval QT, dan memperlambat
Obat ini diberikan pada keadaan henti jantung,
konduksi ventrikular (melebarkan QRS).
bradikardia simtomatik yang tidak berespons
Monitor tekanan darah dan berikan secara pelan-
terhadap bantuan ventilasi, pemberian O2,
pelan untuk penderita dengan denyut nadi tetapi
dan hipotensi yang tidak berhubungan dengan
mungkin saja diberikan cepat kepada penderita
deplesi volume cairan. Efek Vasokontriksi
dengan henti jantung atau ventricular fibrillasi
epinefrin melalui – adrenergik meningkatkan
(VF). Amiodaron menyebabkan hipotensi.
tekanan diastol dan selanjutnya tekanan perfusi
Monitor EKG karena komplikasi dapat meliputi
koroner. Efek -adrenergik meningkatkan
bradikardi, blok hati jantung, dan torsades de
kontraktilitas miokardium dan denyut jantung.
pointes. Berikan perhatian terutama bila diberikan
Pemberian lebih disukai melalui sirkulasi sentral,
bersama dengan obat lain yang menyebabkan
sehubungan dengan kemungkinan dapat terjadi
perpanjangan QT seperti procainamid. Efek
iskemik lokal, tauma jaringan, dan ulserasi
kurang baik mungkin saja berkepanjangan
akibat infiltrasi ke jaringan. Jangan dicampur
karena waktu-paruhnya sampai dengan 40 hari.
dengan natrium bikarbonat karena larutan alkali
Dosis pemberian 5 mg/kgBB iv/io.
dapat menyebabkan inaktivasi. Epinefrin dapat
menyebabkan takikardi, ektopi ventrikuler,
Atropin takiaritmia, hipertensi dan vasokontriksi. Dosis/
kgBB (0,1 mL/kgBB larutan 1:10.000) iv/io. Bila
Atropin sulfat adalah satu obat parasimpatolitik diberikan melalui ETT 0,1 mg/kgBB (0,1 mL/
yang mengakselerasi pacu jantung sinus atau kgBB larutan 1:1.000).
atrial dan meningkatkan konduksi AV. Obat ini
dapat digunakan untuk bradikardi simtomatik,
keracunan organofosfat atau karbamat, atau Norepinefrin
digunakan pada saat melakukan tindakan rapid
Obat ini ditujukan untuk meningkatkan tekanan
sequence intubation. Dosis pemberian 0,02 mg/
darah pada hipotensi yang tidak berespons
kgBB iv/io, dosis minimal 0,1 mg, dosis maksimal
terhadap resusitasi cairan, mempunyai efek 
0,5 mg. Dosis yang lebih besar direkomendasikan
dalam keadaan khusus (misalnya keracunan dan  adrenergik (dominan 1 adrenergik).
Dosis 0,05 µg/kgBB/menit ditingkatkan
organofosfat atau terpapar gas yang meracuni
bertahap tiap 15 menit sampai 0,15 µg/kgBB/
saraf).
menit iv kontinu.

Kalsium Dopamin
Obat ini digunakan untuk hipokalsemia,
Berfungsi sebagai obat inotropik untuk mengatasi
hiperkalemia, hipermagnesemia, atau overdosis
curah jantung rendah persisten yang refrakter
calcium channel blocker. Pemberian rutin kalsium
terhadap terapi cairan. Dapat digunakan untuk
tidak memperbaiki hasil pada henti jantung. Pada
hipotensi dengan perfusi perifer yang buruk,
anak-anak sakit kritis, kalsium klorida memiliki
atau syok. Efek samping yang mungkin timbul
bioavailabilitas lebih baik dibandingkan kalsium
adalah takiaritmia. Dosis pemberian 2-20 µg/
glukonat. Pemberian kalsium klorida melalui
kgBB/menit iv kontinu.
kateter vena sentral lebih disukai karena adanya
risiko sklerosis atau infiltrasi pada pemberian
melalui vena perifer. Dosis pemberian 0,2 mL/ Dobutamin
kgBB iv/io perlahan-lahan.
Merupakan obat inotropik dengan efek minimal
210 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

terhadap denyut jantung dan vasokonstriksi Resusitasi pada Kondisi Khusus


perifer. Obat ini juga dapat menyebabkan
takiaritmia. Dosis pemberian 5-20 µg/kgBB/
Trauma
menit iv kontinu. Beberapa aspek resusitasi pada trauma
memerlukan perhatian khusus karena tindakan
resusitasi yang tidak benar dan adekuat menjadi
Glukosa
penyebab keadaan fatal. Kesalahan umum pada
Bayi mempunyai kebutuhan glukosa yang tinggi resusitasi trauma pediatrik adalah kegagalan
dan penyimpanan glukosa yang rendah, sehingga untuk membuka dan memelihara jalan napas,
dapat berkembang menjadi hipoglikemia ketika kegagalan untuk melakukan resusitasi cairan,
kebutuhan energi meningkat. Pemantauan kadar dan kegagalan untuk mengenali serta mengatasi
gula darah selama dan setelah henti jantung dan perdarahan internal. Libatkan dokter bedah
mengatasi hipoglikemi dengan segera. Dosis berpengalaman sejak awal, dan jika mungkin,
pemberian 0,5 g/kgBB Dekstrose 25% (D25% 2 mengangkut anak dengan trauma multisistem ke
mL/kgBB) atau 5 mL/kgBB Dektrose 10% iv/io. suatu pusat trauma dengan keahlian pediatrik.
Berikut adalah aspek khusus resusitasi
lidokain 2% trauma:
- Ketika mekanisme trauma melibatkan
Obat ini berguna untuk fibrilasi/takikardia
tulang belakang, batasi gerakan servikal
ventrikel simtomatik. Lidokain mengurangi
tulang belakang dan hindari traksi atau
dan mensupresi aritmia ventrikel. Toksisitas
gerakan kepala dan leher. Buka dan
lidokain termasuk depresi miokard dan sirkulasi,
pertahankan jalan napas dengan jaw trush,
mengantuk, disorientasi, kontraksi otot, dan
dan jangan memiringkan kepala. Oleh
kejang terutama penderita dengan cardiac output
karena disproporsional ukuran kepala bayi
yang buruk dan gagal hati atau gagal ginjal,
dan anak-anak, posisi optimal oksiput
sehingga perlu penggunaan yang hati-hati. Dosis
atau mengangkat batang tubuh untuk
1 mg/kgBB iv/io.
menghindari backboard-induced fleksi servikal
- Pada kasus trauma kepala, Intentional brief
Natrium bikarbonat hyperventilation dapat digunakan sebagai
Pemberian rutin natrium bikarbonat tidak tindakan sementara mengamati tanda
terbukti meningkatkan keluaran resusitasi. herniasi otak (misalnya, kenaikan tiba-tiba
Setelah melakukan ventilasi efektif dan tekanan intrakranial, dilatasi pupil tanpa
kompresi dada serta memberikan epinefrin, reaksi cahaya, bradikardi, hipertensi)
dapat dipertimbangkan pemberian natrium - Kecurigaan trauma dada pada semua trauma
bikarbonat untuk henti jantung yang lama. torakoabdominal, meskipun tidak ada luka
Pemberian natrium bikarbonat dapat digunakan luar. Tension pneumotoraks, hemotoraks,
untuk penanganan beberapa kasus keracunan atau memar berkenaan dengan paru-paru
atau pada situasi resusitasi khusus. dapat mengganggu pernapasan.
Pemberian natrium bikarbonat berlebihan - Jika penderita mempunyai trauma
dapat menghambat penyampaian oksigen maksilofasial atau jika mencurigai fraktur
jaringan, menyebabkan hipokalsemia, basal tengkorak, pasang orogastric tube
hipernatremia dan hiperosmolaritas, dan dibandingkan nasogastric tube.
memperburuk fungsi jantung. Dosis 0,5 mEq/ - Terapi syok dengan bolus 20 mL/kgBB cairan
kgBB iv pada bayi dan 1 mEq/kgBB iv pada anak. kristaloid isotonik (misalnya, NaCl fisiologis
Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 211

atau ringer laktat). Berikan bolus tambahan Anggota tim resusitasi harus sensitif pada
(20 mL/kgBB) jika perfusi sistemik tidak kehadiran anggota keluarga, dan satu orang
meningkat. Jika syok berlangsung setelah harus ditugaskan untuk memberi kenyamanan,
pemberian 40 - 60 mL/kg kristaloid, berikan menjawab pertanyaan, dan mendiskusikan
10 -15 mL/kgBB darah. Jika mungkin, kebutuhan keluarga.
hangatkan darah sebelum pemberian.
- Pertimbangkan trauma intraabdominal, Penghentian Upaya Resusitasi
tension pneumotoraks, tamponade
perikardial, cedera sumsum tulang pada Sayangnya belum ada prediktor yang baik untuk
bayi dan anak-anak, dan perdarahan menentukan kapan saatnya menghentikan
intrakranial pada bayi dengan tanda syok. upaya resusitasi. Pada kasus terjadi anak yang
tidak sadarkan diri dan dilakukan resusitasi
kardiopulmonal maka waktu antara kejadian
Stabilisasi Pasca Resusitasi dan kedatangan bantuan yang profesional
Tujuan dari perawatan pasca resusitasi adalah meningkatkan keberhasilan resusitasi.
memelihara fungsi otak, menghindari kerusakan Resusitasi jantung paru dapat diakhiri
sekunder dari organ lain, mendiagnosis jika sirkulasi telah kembali normal, dan korban
dan mengobati penyebab penyakit, serta dapat bernapas secara spontan, atau jika
memungkinkan penderita untuk tiba di tempat sirkulasi tidak dapat kembali dengan kegagalan
pelayanan kesehatan anak dalam keadaan terhadap tindakan bantuan hidup dasar dan
fisiologis yang optimal. Perlu dilakukan penilaian bantuan hidup lanjut. Usaha resusitasi dapat
kembali fungsi kardiorespirasi karena keadaan dihentikan setelah 30 menit tindakan bantuan
dapat memburuk. hidup dasar terutama jika sirkulasi tidak dapat
kembali normal.
Kehadiran Keluarga Selama Resusitasi
Sebagian besar anggota keluarga ingin hadir KESIMPUlAN
selama resusitasi. Orangtua dan perawat anak-
anak dengan penyakit kronis sering mengetahui Resusitasi Jantung Paru dilakukan untuk
dan merasa nyaman dengan peralatan medis mempertahankan pernafasan dan sirkulasi
dan prosedur di ruang gawat darurat. Anggota serta agar oksigenasi dan darah dapat mengalir
Keluarga dengan tanpa latar belakang medis ke jantung, otak, dan organ vital lainnya.
mengatakan bahwa berada di sisi orang yang Tindakan RJP harus dilakukan pada korban
dicintai dan mengatakan selamat jalan pada yang tidak sadar, tidak bernafas dan tidak ada
akhir hidupnya memberi rasa nyaman. nadi. Tindakan ini dapat dilakukan tanpa atau
Standar pengujian psikologis meyakinkan dengan alat dan obat resusitasi.
bahwa, dibandingkan dengan tidak hadir, Tindakan ini merupakan tindakan
anggota keluarga yang hadir saat resusitasi lebih yang sangat emergensi dalam membantu
sedikit mengalami kecemasan dan depresi dan menyelamatkan jiwa, terdapat beberapa teknik
lebih tenang. Keluarga atau anggota keluarga yang berbeda pada bayi dan anak, begitu pula
sering tidak bertanya, sehingga pelayanan rekomendasi mengenai tatalaksana resusitasi
kesehatan harus menawarkan kesempatan jika jantung paru, namun pada dasarnya semuanya
memungkinkan. Tapi jika kehadiran anggota bertujuan untuk mengembalikan pernafasan dan
keluarga merugikan proses resusitasi, mereka sirkulasi korban, hingga mengurangi gangguan
harus diminta meninggalkan tempat resusitasi. organ vital dan kematian yang mungkin terjadi.
212 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

DAfTAR PUSTAKA arrest. Dalam: Levin DL, Morris FC, Moore


GC, penyunting. A practical guide to pediatric
1. American Heart Association Guideline intensive care. Edisi ke-2. Toronto: Mosby
Resuscitation (CPR) and Emergency Company; 1984. h. 17-34
Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric and
7. Nadkarni V, Berg RA. Cardiopulmonary
Neonatal Patients: Pediatric Basic and Advanced
resuscitation. Dalam: Slonim AD, Pollack MM,
Life Support. Circulation. 2005.
penyunting. Pediatric critical care medicine.
2. American Heart Association Guideline Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
Resuscitation (CPR) and Emergency 2006. h. 235-41.
Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric and
8. Primm PA, Reamy RR. Cardiopulmonary
Neonatal Patients: Pediatric Basic and Advanced
Resuscitation. Dalam: Strange GR, Ahrens
Life Support. Circulation. 2010.
WR, Lelyveld S, Schafermeyer RW, penyunting.
3. Biarent D, Bingham R, Richmond S, Pediatric emergency medicine. Edisi ke-2. New
Maconochie I, Wyllie J, Simpson S, et al. York: McGraw-Hill; 2002. h. 18-27.
European Resuscitation Council Guidelines for
9. Schlein CL, Kulusz JW, Shaffner DH, Roger MC.
Resuscitation 2005. Section 6. Paediatric life
Cardiopulmonary resuscitation. Dalam: Rogers
support. Resuscitation (2005) 67S1, S97—133
MC, Helfaer MA. Penyunting. Handbook of
4. Kuluz JW, Shaffner DH. Cardiopulmonary pediatric intensive care. Edisi ke-2. Philadelphia:
resuscitation. Dalam: Nichols DG, Yaster M, Lippincott Williams & Wilkins; 1999. h. 1-42.
Lappe DG, Haller JA, penyunting. Golden Hour
10. The International Liaison Committee on
The Handbook of Advanced Pediatric Life
Resuscitation (ILCOR) Consensus on Science
Support. Edisi ke-2. United States of America:
With Treatment Recommendations for
Mosby-Year Book; 1999. h. 89-121.
Pediatric and Neonatal Patients: Pediatric
5. Mathers LW, Frankel LR. Pediatric emergencies Basic and Advanced Life Support. Pediatrics.
and resuscitation. Dalam: Behrman RE, 2006;117:955-77.
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
11. Trinkaus P, Schlein CL. Physiologic Foundations
textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:
of cardiopulmonary resuscitation. Dalam:
WB Saunders; 2007. h. 387-405.
Fuhrman BP, Zimmerman J, penyunting.
6. Morriss FC, Mast CP, Cook JD. Resuscitation of Pediatric critical care. Edisi ke-3. Philadelphia:
vital organ system following cardiopulmonary Mosby Elsevier; 2006. h. 1795-818.
Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 213

Hubungi EMS
Siapkan AED

Satu Penolong: KOLAPS MENDADAK,


Hubungi EMS, siapkan AED

mendapatkan 2 kali NAPAS efektif

Bila tidak ada respon, periksa nadi: PASTIKAN


nadi dengan menghitung selama 10 detik?

Beri satu kali pernapasan tiap 3 detik


Periksa ulang nadi tiap dua menit

Satu penolong: Mulai sikulus 30 KOMPRESI DADA dan 2


x
Minimalisasi interupsi selama kompresi dada

Dua penolong: Mulai siklus 15 KOMPRESI DADA dan


2 NAPAS

mulai bergerak Anak (> 1 thn): Lanjutkan RJP, gunakan

untuk kolaps mendadak dengan saksi

Periksa ritme jantung

diberikan

Berikan 1 kali renjatan


Lanjutkan RJP untuk 5
alih atau korban mulai bergerak

Gambar 23.15. Algoritma bantuan hidup Dasar pada Anak


dikutip dari:AHA, 2005 (dengan modifikasi)
214 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tidak berespon

sistem emergensi, siapkan AED/defibrilator

aktifkan sistem emergensi, siapkan

Periksa nadi: PASTIKAN nadi dengan


menghitung selama 10 detik? tiap 3 detik
Kompresi dada bila nadi

perfusi buruk disertai

Nadi (-) ventilasi adekuat

dua menit

Satu penolong: Mulai siklus 30 KOMPRESI DADA dan 2 NAPAS


Dua penolong: Mulai siklus 15 KOMPRESI DADA dan 2 NAPAS

Gunakan AED sesegera mungkin setelah tersedia

Periksa ritme jantung

Tidak dapat
Dapat diberikan
diberikan defibrilasi
defibrilasi

menit

Catatan: Kotak dengan tepi terputus-putus diperuntukkan dilakukan oleh petugas kesehatan,
bUKAN oleh penolong ditempat.

Gambar 23.16. Algoritma bantuan hidup Dasar pada Anak


Dikutip dari:AHA, 2010 (dengan modifikasi)
24 Prosedur jalan Napas
Elisa

INTUbASI ENDOTRAKEA dalam hal survival (30% vs 26%) atau dalam


hal keluaran neurologis (23% vs 20%) di antara
Indikasi kedua kelompok penelitian.
Indikasi intubasi endotrakea yang paling jelas
adalah keadaan apnea, namun ada beberapa Panduan ukuran ETT
indikasi lain yang perlu diperhatikan, yaitu:
Ada banyak panduan yang bisa digunakan
 Kontrol sistem saraf pusat terhadap
untuk memastikan ukuran ETT yang akan
pernapasan yang tidak adekuat
dipasang. Panduan yang umum dipakai adalah
 Obstruksi jalan napas, baik fungsional berdasarkan umur pasien:
maupun anatomis
 Keadaan yang berpotensi kuat menimbulkan ETT (diameter dalam) (mm)= (16+umur dalam tahun)/4
obstruksi jalan napas (misalnya inhalasi asap
kebakaran, hematoma pada jalan napas yang
Beberapa panduan lain yang juga dapat
meluas)
digunakan:
 Hilangnya refleks protektif jalan napas
Rumus Cole:
 Usaha napas yang berlebihan, yang bisa
menyebabkan kelelahan insufisiensi pernapasan
ETT uncuffed (diameter dalam) (mm)= (umur dalam tahun/4) + 4
 Perlunya pemberian udara bertekanan tinggi
untuk mempertahankan pertukaran gas
Rumus Motoyama:
alveolar
 Perlunya pemakaian ventilasi mekanik
ETT cuffed (diameter dalam) (mm)= (umur dalam tahun/4) + 3,5
 Kemungkinan terjadinya hal-hal yang tersebut
di atas selama pasien dalam transportasi
Rumus Khine:
Di berbagai institusi, pemberian ventilasi
dengan menggunakan bag-mask dibanding bag-
ETT cuffed (diameter dalam) (mm)= (umur dalam tahun/4) + 3
endotracheal tube (ETT) sama efektif. Hal tersebut
tentu saja tergantung keterampilan penolong.
Suatu studi prospektif membandingkan Panduan yang paling sederhana adalah jari
pemberian kedua macam cara ventilasi tersebut kelingking pasien. Hasil penelitian menunjukkan
pada 830 kasus anak dengan arrest di luar rumah bahwa ukuran jari kelingking anak kurang lebih
sakit, dengan hasil tidak didapatkan perbedaan sama dengan ukuran diameter luar ETT yang
cocok untuk anak tersebut.
216 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Kebanyakan dokter yang bekerja di unit harus menghentikan upaya intubasi dan segera
rawat darurat lebih senang menggunakan ETT melakukan oksigenasi dengan bag-mask apabila
uncuffed untuk pasien anak berumur kurang terjadi perburukan laju jantung, oksigenasi, dan
dari 10 tahun, karena pada pasien tersebut penampilan klinis pasien.
penyempitan anatomis di daerah tulang Setelah dilakukan premedikasi (bila
rawan krikoid menjadi cuff alamiah sebagai diperlukan), ventilasi bag-mask segera dihentikan
pengunci. Namun dalam perawatan di rumah sementara untuk pemasangan ETT dengan
sakit, penggunaan ETT cuffed pada anak sama visualisasi langsung ke trakea. Dilakukan
amannya dibanding dengan ETT uncuffed penekanan lidah dan pengangkatan struktur
(kecuali neonatus). Pada keadaan tertentu di daerah supraglotis, dengan menggunakan
(komplians paru yang buruk, resistensi jalan laringoskop, untuk melihat glotis. ETT dipasang
napas yang tinggi, atau kebocoran yang besar di melalui pita suara.
area glotis), maka lebih disarankan pemakaian
Laringoskop berdaun lengkung (curved,
ETT cuffed.
Macintosch) biasanya dipakai untuk anak
Hasil review yang dilakukan oleh kelompok berumur lebih dari 2 tahun, sedangkan
Best Bet menunjukkan bahwa: laringoskop berdaun lurus (straight, Miller)
 Pemakaian cuffed ETT volume besar dengan dipakai untuk anak yang lebih muda atau jalan
tekanan rendah tidak berhubungan dengan
peningkatan kejadian stridor pasca ekstubasi
(grade C)
 Belum ada penelitian yang bisa menilai
kerugian jangka panjang yang mungkin
terjadi pasca ekstubasi (misalnya stenosis
subglotis) (grade D)
 Pada kasus tertentu yaitu resistensi jalan
napas diduga akan menjadi amat tinggi pada
saat pasien dirawat, maka pemakaian cuffed
ETT berguna untuk menghindari perlunya
re-intubasi karena kebocoran di sela-sela
ETT (grade C)

Prosedur Intubasi Endotrakea


Intubasi endotrakea memerlukan persiapan
peralatan dan personel, penilaian terhadap
pasien dan pengaturan posisi pasien, penyediaan
alat pemantauan, oksigenasi, dan ventilasi.
Intubasi orotrakea biasanya merupakan
pilihan pertama karena bisa dilakukan lebih
cepat dan lebih sedikit komplikasinya. Selama
upaya intubasi endotrakea perlu dilakukan Gambar 24.1. A. Cara insersi daun laringoskop lengkung
pemantauan laju jantung, tekanan darah, (curved) b. cara insersi daun laringoskop lurus (straight).
saturasi oksigen, dan, bila memungkinkan, Perhatikan posisi ujung daun laringoskop terhadap epiglotis.
Dikutip dari: The American heart Association, 2006
kapnometri end-tidal. Tenaga medis (intubator) (dengan modifikasi)
Prosedur Jalan Napas 217

napas yang sulit. Penolong intubator harus Berikan oksigen aliran bebas 100%
melakukan manipulasi terhadap larings dari luar Hindari ventilasi bag-mask
yang dikenal sebagai (BURP) guna membantu Pasang alat pemantau pada pasien
intubator memvisualisasi glotis. Membuat kalkulasi dosis obat
Kedalaman pemasangan ETT bisa Mempersiapkan peralatan jalan
diperkirakan dengan menggunakan rumus: napas
3 menit Premedikasi (tergantung kebutuhan)
Kedalaman insersi ETT (cm)= (umur dalam tahun/2) + 12 1 menit Berikan obat sedatif dan paralitik
Lakukan penekanan daerah krikoid
atau 0 menit Melakukan intubasi
+1 menit Konfirmasi letak ETT
Kedalaman insersi ETT (cm)= (Diameter dalam ETT) x 3 Melakukan fiksasi ETT
Lepaskan penekanan krikoid
Cara memastikan ETT telah dipasang
dengan benar:
Mutiara bernas
 Periksa kedalaman ETT dengan melihat
angka penunjuk di ETT sesuai perhitungan • RSI hanya dilakukan pada keadaan
rumus di atas ( tepat di gigi seri tengah pasien) jalan napas pasien diyakini normal.
 Adanya pergerakan dinding dada yang • RSI tidak boleh dilakukan apabila terdapat
simetris kemungkinan terjadinya kesulitan dalam
proses intubasi.
 Lakukan auskultasi untuk mendengarkan
bunyi napas yang simetris
 Amati adanya distensi daerah abdomen
untuk mendeteksi pemasangan ETT yang
salah LARYNGEAL MASK AIRWAY (lMA)
 Ukur kadar end-tidal CO2 dengan Spesifikasi dan Indikasi pemasangan
menggunakan detektor kolorimetrik
lMA
 Konfirmasi letak ETT dengan foto toraks.
Laryngeal mask airway (LMA) dirancang untuk
diletakkan di daerah orofaring dengan ujung
sungkupnya (mask) di hipofaring dan dasar
RAPID SEQUENCE INTUBATION
sungkupnya di epiglotis. Apabila sungkup
Rapid sequence intubation (RSI) adalah suatu dikembangkan dengan memompakan udara ke
teknik intubasi yang dipakai guna mengamankan dalamnya, maka alat ini akan dapat dilalui udara
jalan napas pasien dengan abdomen yang terisi langsung ke trakea.
(diduga terisi) makanan, karena preoksigenasi Laryngeal mask airway dapat digunakan
dengan ventilasi bag-mask bisa menyebabkan untuk memberikan ventilasi tekanan positif
distensi lambung, muntah, dan aspirasi. pada pasien yang bernapas spontan, atau sebagai
pemandu untuk pemasangan alat yang lain
Alur waktu RSI: seperti ETT, stilet berlampu, atau bronkoskopi
serat optik fleksibel. Pemakaian LMA pada
5 menit Anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien yang sadar harus disertai sedasi untuk
pasien menghilangkan refleks jalan napas.
218 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 24.1. Panduan ukuran LMA pada anak


Ukuran Berat badan (kg) Usia Volume cuff (mL)
1 <6,5 <4 – 5 bulan 2-4
2 6,5 – 20 5 bulan – 5/6 tahun 10
2,5 20 – 30 6 – 10 tahun 15
3 30 – 50 >10 tahun 20
4 50 – 80 - 30
5 >80 - 40

Gambar 24.2. Teknik insersi lMA.


Dikutip dari: brain AIj:The Intavent laryngeal Mask Instruction Manual, berkshire, UK, brain Medical, 1992
(dengan modifikasi)

Laryngeal mask airway relatif mudah Hingga saat ini belum ada data klinis
dipasang dan komplikasinya sedikit, sehingga yang pasti mengenai efikasi dan keamanan
alat ini bisa dipakai pada keadaan jalan napas penggunaan LMA pada anak dengan henti
yang sulit. Namun karena letaknya di daerah jantung. Mungkin LMA bisa menjadi alternatif
supraglotis, maka alat ini tidak efektif bila pertama, apabila penolong cukup kompeten
dipakai pada pasien dengan kelainan daerah memasangnya, sebelum intubasi endotrakea
glotis atau subglotis. Pemasangan pada anak bisa dilakukan.
yang lebih muda sering mengalami malposisi
yang justru menyebabkan obstruksi jalan napas
dan biasanya pemasangannya lebih sulit. Trauma
Prosedur pemasangan lMA
jalan napas dan gangguan hemodinamik lebih Sungkup dikempiskan total atau sebagian
jarang terjadi pada pemasangan LMA dibanding Oleskan lubrikasi larut air di permukaan
pada intubasi endotrakea. belakang sungkup dan pipanya
Prosedur Jalan Napas 219

Posisikan pasien pada sniffing position Tidak dapat mencegah aspirasi akibat refluks
Pergunakan jempol atau jari telunjuk isi lambung
untuk menyisirkan sungkup sepanjang Tidak dapat dipakai untuk memberikan obat-
alur palatofaringeal menuju hipofaring dan obat resusitasi
menutup glotis Lebih sulit difiksasi dibanding ETT. Perlu
Lanjutkan sisiran hingga ke hipofaring hingga kecermatan untuk memastikan posisi LMA
terasa ada tahanan pada tempatnya.
Kembangkan sungkup sepenuhnya. Laryngeal
mask airway agak terdorong keluar saat
sungkup mengembang penuh KRIKOTIROTOMI
Indikasi Krikotirotomi
Keterbatasan pemakaian lMA
Krikotirotomi dilakukan pada pasien dengan
Pemasangan LMA merupakan kontraindikasi luka yang meluas di wajah atau jalan napas
pada pasien dengan refleks protektif jalan atas, atau pada keadaan ketika usaha intubasi
napas orotrakhea gagal. Tidak direkomendasikan

C
PliKa
voKalis
B
Arteri tiroid superior
A Tulang
hyoid Arteri dan
Tulang hyoid vena KriKotiroid
Nembran
Prominensia loring KriKotiroid Nembran KriKotiroid
Kartilago tiroid Kelenjar tiroid
Kartilago Tulang rawan
KriKoid Vena colli media
Nembran KriKoid
KriKotiroid Vena infratiroid
Cincin traKea

Gambar 24.3. Anatomi luar jalan napas sebelah atas.


Dikutip dari: King C, henretig fM. Pocket Atlas of Pediatric Emergency Procedures. lippincott williams & wilkins,
Philadelphia, 2000. h. 50-52 (dengan modifikasi)

Suction sampai tampak


gelembung udara masuk ke
dalam syringe yang berisi
larutan garam fisiologis, Kateter
suplai oksigen
30-45 untuk mengkonfirmasi posisi didekatkan jarum suntik Cabut jarum/
sambungkan ke pipa
Stabilisasi derajat trakea ke hub statis Tahan kateter syringe
tekanan tinggi
trakea dengan kuat

Gambar 24.4. Teknik krikotirotomi perkutaneus.


Dikutip dari: King C, henretig fM. Pocket Atlas of Pediatric Emergency Procedures. lippincott williams &
wilkins, Philadelphia, 2000. h. 50-52
220 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

untuk anak di bawah umur 10 tahun. Komplikasi 4. De Caen A, Duff J, Coovadia AH, Luten R,
dari tindakan ini cukup tinggi. Thompson AE. Airway Management. Dalam:
Nichols DG, penyunting. Roger’s textbook of
pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
Prosedur tindakan krikotirotomi Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h.310-3.
Pada keadaan yang ekstrim, krikotirotomi 5. Gausche M, Lewis RJ, Stratton SJ, et al. Effect of
dapat dilakukan dengan 2 cara: perkutaneus out of hospital pediatric endotracheal intubation
dan dengan pembedahan. Krikotirotomi on survival and neurological outcome: A
perkutaneus dilakukan dengan memposisikan controlled clinical trial. JAMA. 2000;283:783-90.
leher pasien menjadi hiperekstensi, kemudian 6. Gerardi MJ, McQuillen KK, Strange GR.
dilakukan penentuan lokasi membran Evaluation and management of the multiple
krikotiroid yang terletak di antara tulang rawan trauma patient. Dalam: Strange GR, Ahrens
tiroid dan krikoid secara palpasi. Dilakukan WR, McQuillen KK, Dobiesz VA, Lee P,
desinfeksi di daerah tersebut dan penusukan Prendergast HM, penyunting. Pediatric
membran dengan kateter intravena ke dalam emergency medicine: Just the facts. Singapore:
McGraw Hill; 2004. h.3.
trakea. Tindakan berhasil apabila terasa adanya
aliran aspirasi udara melalui kateter. Jarum 7. Hsiao AL, Baker MD. Childhood resuscitation.
ditarik keluar dan kateter dimasukkan lebih Dalam: Selbst SM, Cronan K, penyunting.
dalam untuk kemudian disambungkan pada Pediatric emergency medicine secrets. Edisi ke-
2. Philadelphia: Mosby; 2008. h.13.
oksigen bertekanan tinggi.
8. King C, Henretig FM. Pocket atlas of pediatric
emergency procedures. Philadelphia: Lippincott
DAfTAR PUSTAKA Williams & Wilkins; 2000. h.50-2.
9. Morse RB, Artega G, Ahrens WR, Dobiesz VA.
1. American Heart Association. 2005 guidelines for Rapid sequence intubation. Dalam: Strange
cardiopulmonary resuscitation and emergency GR, Ahrens WR, McQuillen KK, Dobiesz VA,
cardiovascular care - part 12: pediatric advanced Lee P, Prendergast HM, penyunting. Pediatric
life support. Circulation. 2005;112:167-87. Emergency Medicine: Just the facts. Singapore:
2. Ashtekar CS, Wardaugh A. Do cuffed McGraw Hill; 2004. h.15.
endotracheal tubes increase the risk of airway 10. Sharieff GQ, Joseph MM, Wylie TW, Barkin
mucosal injury and post-extubation stridor in R, Mullin J, penyunting. Pediatric emergency
children? Best Bets. 2005;10: #01088. medicine quick glance. USA: McGraw-Hill;
3. Chong NK, Hwee CY. Updates in pediatric 2005. h.354-5.
resuscitation. Peer reviewed. JPOG. 2010;2:6-15.
25 Akses vaskular
Silvia Triratna

INfUS INTRAOSSEUS Prosedur:


Tujuan: 1. Persiapan pasien
Jelaskan kepada pasien atau keluarganya
Sebagai teknik alternatif akses intravena (IV) mengenai risiko dan keuntungan teknik ini
pada anak, bila kesulitan untuk mendapatkan saat melakukan informed consent.
akses vena perifer secara cepat.
2. Persiapan alat dan obat-obatan
 Jarum intraosseous, sebagai alternatif
Indikasi: dapat digunakan jarum suntik ukuran
1. Situasi darurat ketika cairan atau obat- gauge 15 atau 18.
obatan yang menyelamatkan jiwa perlu  Syringe 5-10 mL dan jarum suntik steril
diberikan segera, sementara kanulasi IV untuk infiltrasi.
terlalu sulit dilakukan atau memerlukan  Kassa steril, plester.
waktu yang lama.  Lidokain 1% untuk anestesi lokal.
2. Pertolongan pertama pra-rumah sakit pada  Sarung tangan steril.
pasien anak yang mengalami henti jantung  Larutan povidon iodin.
atau syok dengan penurunan kesadaran,  Syringe 50 mL, set infus, threeway stop cock,
dalam situasi yang tidak memungkinkan konektor, dan cairan resusitasi(misalnya:
untuk melakukan kanulasi vena perifer. larutan garam fisiologis).
3. Pemilihan lokasi
Kontra Indikasi: Bayi dan balita:
1. Adanya selulitis, abses atau luka bakar pada  Pada neonatus: tibia proksimal, tepat
lokasi pemasangan akses intraosseous. di bawah lempeng pertumbuhan, distal
dari tuberositas tibia.
2. Adanya fraktur tulang ipsilateral, karena  Bayi 6-12 bulan: 1 cm distal dari
akan meningkatkan resiko ekstravasasi tuberositas tibia.
sehingga dapat terjadi sindrom kompartemen  Anak > 1 tahun: 2 cm distal dari
dan nonunion pada lokasi fraktur. tuberositas tibia.
3. Kegagalan pemasangan intraosseous pada Anak besar:
tulang yang sama merupakan kontraindikasi
relatif.  Tibia proksimal sebagai pilihan utama.
 Humerus proksimal.
 Tibia distal, di atas malleolus medial.
222 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

 Radius distal dan ulna distal  Jika tidak ditemukan aliran balik
 Femur distal. maupun ekstravasasi, sambungkan set
Alternatif lain: infus dengan threeway stopcock pada
jarum intraosseus yang telah terpasang,
 Spina iliaka anterior superior (SIAS).
lakukan fiksasi jarum dengan bantalan
4. Teknik pemasangan kassa dan plester. Meskipun drainase
 Posisikan tungkai dengan meletakkan gravitasi cukup, infus bertekanan dengan
bantal pasir kecil/botol infus di belakang menggunakan pompa darah atau syringe
lutut. mungkin diperlukan selama resusitasi.
 Bersihkan permukaan lokasi dengan  Bila diperlukan, challenge cairan dapat
larutan povidon iodin, kemudian dilakukan dengan menggunakan threeway
keringkan dengan kassa steril. stopcock dan syringe 50 mL.
 Anestesi lokal dengan teknik infiltrasi.  Pencarian akses IV terus dilakukan.
 Pegang jarum intraosseous dengan tangan  Lepas akses intraosseous jika sudah
yang dominan. didapatkan akses IV (maksimal 1-2 jam).
 Masukkan jarum pada titik yang telah  Tekan lokasi pemasangan jarum intraosseus
ditandai pada tibia proksimal, 1-3 cm di selama 5 menit.
bawah tuberositas tibia.  Tutup dengan kassa steril.
 Arahkan jarum dengan sudut 60-90°,
sedikit ke arah kaudal, menjauh dari sendi
lutut guna menghindari kerusakan plat Perhatian/Komplikasi:
epifisis pertumbuhan. 1. Gagal memasang akses intraosseus (±20%
 Cara penusukan dengan memutar seperti kasus).
gerakan bor, untuk mencegah jarum 2. Ekstravasasi, dengan kompresi regio
menjadi bengkok. poplitea atau saraf tibialis, terutama jika
 Jarum harus menembus kulit dan jaringan
subkutan, kemudian didorong menembus
korteks tulang, sampai terasa hilangnya Mutiara bernas
tahanan. Dalam semua kasus kritis, prosedur
 Keluarkan stilet, lakukan aspirasi mempertahankan jalan napas harus
sumsum tulang. Jika sumsum mengalir
lambat, lakukan aspirasi menggunakan
spuit 5 mL. (Catatan: sumsum tulang diberikan rute
dapat digunakan untuk cross-match dan
pemeriksaan kadar gula darah)
 Jika sumsum tulang tidak dapat diaspirasi,
dorong larutan garam fisiologis steril tempat rujukan
sebanyak 5 – 10 mL dengan menggunakan
syringe. Tahanan harus terasa minimal. Maksimal hanya dua kali percobaan
pemasangan infus intraosseus
Raba dan amati daerah betis, awasi
kemungkinan terjadi ekstravasasi. Jika Obat-obatan yang diberikan secara
ya, maka upaya lebih lanjut di lokasi intravena (IV), dapat pula diberikan
tersebut harus dihindari.
Akses Vaskular 223

Gambar 25.1. Pemasangan akses intraosseus


Dikutip dari: Rogers MC. Rogers’ textbook of pediatric intensive care. Philadelphia: lippincott williams & wilkins; 2008.
h.360. (dengan modifikasi)

terdapat tulang yang retak atau berlubang Indikasi:


pada korteksnya akibat prosedur intraosseus
1. Pemantauan tekanan vena sentral.
sebelumnya.
2. Pemberian cairan vena dalam jumlah besar.
3. Infeksi, berupa osteomielitis (0,6%) dan
selulitis. 3. Pemberian cairan hipertonik intravena.
4. Kerusakan plat epifisis pertumbuhan, hal 4. Pemberianzatvasoaktif atau kemoterapeutik
ini dapat dihindari dengan menjaga jarum kuat.
tegak lurus ke tulang. 5. Pemberian nutrisi parenteral.
5. Emboli lemak, walaupun secara teori 6. Penempatan alat pacu jantung sementara.
mungkin terjadi, namun jarang dilaporkan. 7. Kurangnya akses intravena perifer.

KANUlASI vENA jUGUlARIS PROSEDUR


Tujuan: Persiapan Alat:
Menyediakan akses pembuluh darah vena yang 1. Set kateter ukuran sesuai dengan umur,
cukup besar ke sirkulasi sentral untuk keperluan pisau skalpel, dan syringe 5 mL (kateter
pemantauan hemodinamik, pemberian cairan, dengan lumen multipel dapat digunakan
dan pengambilan contoh darah vena. jika cairan perlu dimasukkan secara terus
menerus berulang kali, kateter ini tersedia
dengan dua atau tiga lumen).
224 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

2. Xylocaine 1% (tanpa epinefrin) dengan a. Kenakan sarung tangan steril


syringe berukuran sesuai dan jarum untuk b. Wajah, dada, dan bahu tertutup kain
anestesi lokal. bolong steril. Leher dibiarkan terbuka.
3. Benang ukuran 2-0, jarum, needle holder, c. Kulit sekitar tempat yang akan dilakukan
pinset cirurgis, gunting steril. kanulasi disuntik dengan xylocaine.
4. Cairan intravena yang sesuai kebutuhan. d. Dokter berdiri pada bagian kepala
5. Set infus dengan stopcock dan set pemanjang tempat tidur.
(extention tube). e. Kanulasi untuk vena jugularis interna
6. Pompa infus volumetrik (jika ada) kanan lebih dipilih karena merupakan
pembuluh darah yang paling besar
7. Larutan povidon iodin dan langsung masuk ke atrium
8. Kassa steril kanan. Sebagai tambahan, risiko
9. Manometer tekanan vena sentral atau pneumotoraks lebih kecil karena paru-
sistem pemantauan bertekanan (jika ada) paru kanan terletak lebih rendah di
dalam rongga dada daripada paru-paru
10. Penutup luka untuk tempat kanulasi kiri. Ada tiga cara: tengah, anterior,
11. Kain steril dan posterior. Cara memasukkan
12. Sarung tangan steril dari posterior lebih dipilih untuk
mengurangi risiko tertusuknya arteri
13. Topi dan masker bedah
karotis atau terjadinya pneumotoraks.
14. Bilasan heparin (kateter lumen multipel) Namun cara memasukkan dari tengah
secara teknis merupakan cara yang
Teknik: paling mudah dan akan dibahas disini.
f. Kenali segitiga yang dibatasi oleh klavikula,
1. Siapkan set cairan intravena dan tabung. muskulus sternokleidomastoideus ramus
Tuliskan tanggal, jam, larutan, dan tambahan klavikula, dan ramus sternalis.
pada kantong cairan tersebut. Tuliskan tanggal,
jam, dan inisial perawat pada tabung. g. Jika pulsasi arteri karotis teraba di
dalam segitiga ini, lakukanlah retraksi
2. Hadapkan kepala pasien berlawanan arah ke arah medial untuk mencegah tidak
dengan tempat insersi. sengaja tertusuk, dengan menempatkan
3. Semua petugas di tempat harus mengenakan dua jari sepanjang arteri. Vena jugularis
topi dan masker. interna terletak lateral dari arteri.
4. Kenakan sarung tangan steril h. Tusukkan jarum yang terpasang pada
5. Basuh tempat insersi dengan larutan syringe 5 mL pada apeks segitiga. Jarum
povidon iodin dan biarkan selama 3 menit. diarahkan dengan sudut 30 sampai 60
Tempat ini dibatasi oleh linea aurikularis derajat searah kaudal puting susu sisi
posterior, bagian bawah telinga, 3 cm di ipsilateral.
bawah klavikula, dan di sebelah medial i. Jarum dimasukkan beberapa sentimeter
trakea. Biarkan larutan kering. sementara mempertahankan tekanan
6. Pasien pada posisi Trendelenburg. Hal ini negatif pada syringe. Jika jarum sudah
membantu terjadinya distensi vena dan masuk ke dalam vena, darah akan
mencegah terjadinya emboli udara. mengalir dan teraspirasi ke dalam syringe.
7. Kateter dimasukkan oleh dokter dengan j. Jika jarum tidak masuk ke dalam vena,
cara seperti di bawah ini:
Akses Vaskular 225

A. Rute anterior b. Rute medial C. Rute posterior

Gambar 25.2. Pemasangan akses vena jugularis


Dikutip dari: Rogers MC. Rogers’ textbook of pediatric intensive care. Philadelphia: lippincott williams & wilkins; 2008.
h.358. (dengan modifikasi)

tarik jarum perlahan-lahan sementara q. Masukkan kateter melalui kawat


mempertahankan tekanan negatif pada penuntun dan ke dalam vena
syringe. Jika belum terdapat aliran darah r. Keluarkan kawat penuntun jika kateter
yang lancar, jarum dapat diarahkan sudah mantap posisinya.
kembali 5 sampai 10 derajat ke arah s. Sambungkan syringe 5 ml dengan kateter
medial; namun tetap diperlukan dan lakukan aspirasi untuk melihat
kewaspadaan tinggi untuk mencegah
adanya darah sehingga penempatan dan
tertusuknya arteri karotis. kelancaran kateter dapat dipastikan.
k. Setelah darah vena teraspirasi, segera
t. Bilas kateter dengan larutan garam
lepaskan syringe dari jarum, dan fisiologis steril dan hubungkan dengan
tutuplah mulut jarum dengan jari yang cairan intravena terpilih.
mengenakan sarung tangan steril. Hal
ini mengurangi risiko terjadinya emboli u. Jika menggunakan kateter lumen
udara. multipel, lumen proksimal dan atau
tengah dapat ditutup dengan heparin
l. Masukkan kawat penuntun melalui
kecuali diperlukan segera.
jarum kira-kira sepanjang 10-15 cm.
Kawat harus dapat dimasukkan dan v. Jahit kateter pada tempatnya.
ditarik dengan mudah. 8. Berikan penutup luka yang steril pada
m. Tarik jarum ketika kawat penuntun tempat kanulasi.
telah berada pada posisi yang mantap. 9. Kembalikan pasien ke posisi yang diinginkan.
n. Buatlah irisan kecil pada tempat insersi 10. Periksa bunyi nafas pada kedua sisi.
dengan pisau skalpel #11. 11. Lakukan foto toraks untuk memastikan
o. Masukan dilator vena melalui kawat penempatan kateter dan menyingkirkan
penuntun dan ke dalam vena dengan adanya pneumotoraks/hemotoraks. Foto
gerakan memutar. toraks harus menunjukkan ujung kateter
p. Keluarkan dilator. di dalam vena kava superior, di luar atrium
kanan.
226 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Komplikasi: DAfTAR PUSTAKA


1. Nyeri pada saat prosedur dilakukan, pasien 1. American Heart Association. 2005 Guidelines
merasa tidak nyaman akibat pemasangan for cardiopulmonary resucitation and emergency
kateter terutama saat dimasukkan. cardiovascular care: pediatric advanced life
support. Circulation. 2005;112:IV167-87.
2. Collapsed paru, pneumotoraks. Hal ini dapat
terjadi karena paru sangat dekat dengan 2. Fiser HD. Intraosseus infusion. N Engl J Med.
pembuluh darah leher atau dada. Jika jarum 1990;322:1579-81.
melewati pembuluh darah, bisa menembus 3. Fiorito BA, Mirza F,Doran TM, et al. Intraosseus
paru-paru . access in the setting of pediatric critical care
transport. Pediatr Crit Care Med. 2005;6:50-3.
3. Infeksi. Setiap kali kateter masuk ke dalam
tubuh, dapat mempermudah bakteri untuk 4. Rogers MC. The history of pediatric intensive
care around the world. Dalam: Nichols DG,
masuk dan menginfeksi pasien. Semakin
penyunting. Rogers’ textbook of pediatric
lama kateter berada dalam tubuh, semakin
intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
besar kemungkinan untuk menjadi
Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h.358-60.
terinfeksi.
5. The International Liason Committee on
4. Pendarahan. Perdarahan di sekitar lubang Resuscitation (ILCOR) consensus on science with
dalam vena biasanya ringan dan akan treatment recommendations for pediatric and
berhenti sendiri. neonatal patients. Pediatric basic and advanced
5. Pembekuan di sekitar kateter. Gumpalan life support. Pediatrics. 2006;117:e955-77.
darah biasanya dapat terbentuk di dalam
dan di sekitar kateter, namun biasanya tidak
menimbulkan masalah.
6. Emboli paru, akibat adanya bekuan atau
udara.
26 Sedasi dan Analgesia
Antonius Pudjiadi

PENDAhUlUAN PIlIhAN UNTUK MElAKUKAN SEDASI


Sedasi berasal dari bahas Latin, sedare yang Aspek kemanusiaan
artinya menenangkan. Penggunaan obat-obat
golongan ini pada bidang pediatri gawat darurat Saat ini, amatlah mudah bagi seorang dokter
mempunyai tujuan yang beragam. Karena untuk melakukan sedasi. Berbagai pilihan obat
adanya risiko dan efek samping yang berbahaya, kini tersedia. Terlepas dari segala kemudahan
penggunaan obat sedasi harus didasarkan atas ini, dibutuhkan suatu pertimbangan yang lebih
indikasi yang jelas (tabel 26.1). mendasar akan aspek kemanusiaan. Sedasi
harus dipandang sebagai alat untuk melengkapi
proses perawatan pasien yang didasarkan atas
Tabel 26.1. Beberapa indikasi penggunaan sedasi
aspek kemanusiaan, bukan untuk kenyamanan
dan analgesia di ICU anak
tenaga medis dalam merawat pasien.
Menghilangkan nyeri
Menghilangkan takut dan kecemasan
Menimbulkan amnesia
Meningkatkan kenyamanan pasien (contoh: tidur tenang)
Mutiara bernas
Memfasilitasi kooperasi pasien (contoh: ventilasi Sedasi harus dipandang sebagai alat untuk
mekanik)
Meningkatkan keamanan pasien
melengkapi proses perawatan pasien yang
didasarkan atas aspek kemanusiaan,
bukan untuk kenyamanan tenaga medis
Berdasarkan indikasi penggunaannya, ada
7 kelompok obat sedasi dan analgesia dengan
spektrum yang berbeda (gambar 26.1). Propofol Seorang manusia normal akan
dan thiopentone mempunyai efek sedasi dan membutuhkan hal-hal berikut:
hipnotik. Benzodiazepin mempunyai efek sedasi,  Lingkungan yang ceria yang menerimanya
hipnotik dan amnesia. Agonis alfa-2 mempunyai dengan hati yang ramah
efek sedasi, hipnotik, amnesia dan analgesia.  Kata-kata yang lembut
Non steroid anti Inflammatory Drugs (italic)  Komunikasi yang jujur menerangkan
(NSID) atau obat anti inflamasi non steroid keadaannya dari hari ke hari
(OAINS) hanya mempunyai efek analgesia,  Tidak mendengar diskusi yang belum tentu
sedangkan opioid dan ketamin mempunyai efek benar yang dapat meningkatkan kecemasan
sedasi, hipnotik dan analgesia.
 Mendapat perlakuan yang wajar akan
kebutuhan biologis, misalnya berkemih,
mengatasi gatal dll.
228 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Gambar 26.2. Spektrum obat sedasi dan analgesia

 Mendapat penjelasan terlebih dahulu akan  Kebutuhan tindakan bedah


tindakan yang akan dilakukan kepadanya  Perubahan pola tunjangan ventilasi
 Pada masa penyembuhan, secara bertahap,  Terjadinya toleransi terhadap obat sedasi
pasien harus diberikan kesempatan untuk
 Gangguan fungsi hati dan/atau ginjal hingga
kembali mengontrol diri dan lingkungan
metabolisme obat berubah
sekitarnya
 Toksisitas atau efek samping obat maupun
pelarut nya
Kebijakan  Kebutuhan tindakan lain (misalnya CT scan)
Kebijakan untuk melakukan sedasi di ICU Langkah yang perlu dipertimbangkan
dapat berbeda antara rumah sakit dan dapat sebelum dokter memilih obat adalah sebagai
berubah dari waktu ke waktu. Karena itu amat berikut:
dianjurkan agar setiap ICU mempunyai baku  Indikasi pemberian
melakukan sedasi yang jelas. Adanya baku yang  Lama efek yang diharapkan
jelas mempunyai beberapa keunggulan, antara  Farmakodinamik
lain:  Indikasi kontra
 Indikasi yang jelas Indikasi penggunaan obat sedasi dan
 Mengurangi tindakan sedasi yang tidak analgesi antara lain:
adekuat atau berlebihan
 Potensial mengurangi biaya Penghilang nyeri
Namun demikian baku yang disusun perlu
memberikan peluang untuk penyesuaian pada Penghilang nyeri merupakan salah satu indikasi
kebutuhan individual. Beberapa pertimbangan sering yang dijumpai, misalnya akibat trauma,
individual yang seringkali mengakibatkan tindakan bedah atau inflamasi. Penggunaan obat
keragaman tindakan sedasi antara lain adalah: golongan hipnotik tidak boleh menggantikan
obat analgesia, karena setiap kali sadar pasien
 Perjalanan penyakit yang berbeda akan menderita kesakitan.
Sedasi dan Analgesia 229

ventilasi mekanik PEMIlIhAN ObAT


Seringkali pasien bernapas melawan ventilator. Di samping indikasi yang jelas, hal lain yang
Penggunaan sedasi, terutama pada fase awal perlu mendapat perhatian dalam pemilihan
pemasangan ventilator, dapat membantu agar obat sedasi di ICU adalah kondisi pasien.
upaya napas sejalan dengan bantuan ventilator. Metabolisme obat pada pasien sakit kritis
Kadang-kadang dibutuhkan juga antitusif berbeda dengan orang sehat, misalnya pada
agar refleks batuk yang dapat terangsang oleh pasien yang akan menjalani operasi terencana.
penggunaan pipa endotrakeal dapat ditekan. Karena itu pemilihan obat harus didasarkan atas
kekhususan masing-masing obat.
Kecemasan
Banyak hal dapat menyebabkan kecemasan 1. Obat hipnotik
bagi pasien PICU. Remaja umumnya belum 1.1. Golongan benzodiazepin
mempunyai persepsi terhadap sakit yang sama
dengan orang dewasa. Pada kelompok usia Golongan ini mempunyai efek mengatasi
ini sering terjadi kecemasan yang berlebihan. kecemasan, menimbulkan amnesia dan hipnotik.
Kecemasan dapat juga terjadi akibat berbagai hal, Mekanisme kerjanya melalui penekanan
misalnya karena kesulitan berkomunikasi pada sistem limbik dengan mengikat reseptor gama
pasien yang menggunakan pipa endotrakeal. aminobutyric acid (GABA)-benzodiazepine.
Benzodiazepin menurunkan CMRO2, Cerebral
Blood Flow dan tekanan intrakranial. Golongan
Kebutuhan akan tidur yang cukup obat ini juga bersifat relaksan otot ringan yang
Berbagai aktivitas ruang ICU, terutama suara terjadi melalui reseptor glycine di daerah spinal
monitor dan alarm dapat mengurangi waktu dan supraspinal. Efek samping yang dapat
tidur pasien. Kebutuhan akan tidur penting dijumpai adalah depresi sistem kardiovaskular
untuk proses penyembuhan. dan pusat napas. Dalam kelompok ini antara lain
termasuk diazepam, midazolam dan lorazepam.
Dosis ketiga obat ini dapat dilihat pada tabel
Amnesia 26.2.
Amnesia merupakan efek yang sering timbul
pada penggunaan hipnotik. Pada masa lalu efek Diazepam
ini kadang-kadang justru diharapkan. Saat ini,
amnesia dianggap berpotensi menimbulkan Diazepam larut dalam lemak, karena itu
gangguan psikologis jangka panjang. penggunaannya membutuhkan pelarut khusus

Tabel 26.2. Dosis Benzodiazepin


Diazepam Midazolam Lorazepam
bolus intermiten 0,1-0,4 mg/kg 0,1-0,2 mg/kg 0,05-0,2 mg/kg diberikan dalam
2 menit
Infus kontinu - 1-4 g/kg/menit 0,01-0,1 mg/kg/jam
(terikat pada PvC)
Rektal 0,04-0,2 mg/kg/dose
230 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

seperti propylene glycol, yang bersifat iritatif atau Antagonis benzodiazepin


ekstrak soya. Seperti pada umumnya obat yang Flumazenil
membutuhkan pelarut khusus, penggunaan
jangka panjang, terutama pada kasus dengan Flumazenil berikatan kuat dengan reseptor
gangguan fungsi hati atau ginjal, potensial dapat benzodiazepin, namun tidak menimbulkan
mengakibatkan akumulasi pelarut dengan risiko efek benzodiazepin. Waktu paruhnya lebih
toksisitas meningkat. pendek dari midazolam dan lorazepam,
karena itu netralisasi dengan flumazenil akan
Hasil metabolisme diazepam, nor desmethyl mengakibatkan hilangnya efek sedasi yang dapat
diazepam, mempunyai masa paruh lebih panjang bersifat sementara. Untuk itu pemberiannya
dari obat asalnya. Efek ini kurang disukai, perlu diulang atau diberikan secara infus
antara lain karena dapat memperpanjang waktu kontinu. Dosis intravena dimulai dengan 5 g/
penyapihan ventilator hingga memperpanjang kg tiap 60 detik, maksimum 40 g, kemudian
masa rawat PICU. Metabolisme diazepam terjadi
2-10 g/kg/jam atau dititrasi terhadap respon
di hati, terutama dengan proses oksidasi, melalui pasien. Flumazenil dapat mengakibatkan reaksi
sistem sitokrom P450. Karena itu disfungsi hati penarikan obat (withdrawal) hingga kejang.
berpengaruh besar terhadap farmakokinetik
diazepam.
1.2. Propofol
Midazolam Propofol adalah obat anestesi intravena.
Seperti golongan benzodiazepin, propofol
Golongan ini larut dalam air pada pH 4 dan bekerja pada reseptor GABA. Obat ini bersifat
dalam lemak pada pH 7. Seperti juga diazepam, cardiorespiratory depressant, hingga dapat
metabolismenya terutama terjadi melalui menimbulkan hipotensi pada pasien sepsis
proses oksidasi di hati. Hasil metabolit utama
atau hipovolemik. Metabolisme utama terjadi
adalah 1-hidroksimidazolam (mempunyai
di hati, dengan hasil metabolisme tidak aktif.
kekuatan seperempatpuluh obat asalnya), 4
Propofol larut dalam ekstrak soya. Penggunaan
hidroksimidazolam dan 1,4 hidroksimidazolam. lama dapat mengakibatkan sindroma fat overload
Pada pasien kritis, 1-hidroksi metabolite dapat
(demam, takikardia, sakit kepala, jaundice,
terakumulasi. Masa paruh normal adalah 2 jam,
peningkatan transaminase serum, peningkatan
pada pasien kritis dapat memanjang hingga 24
bilirubin serum, iritabilitas, hiperlipidemia,
jam.
hepatosplenomegali, pemanjangan PT, fibrin
degradation product dan infiltrasi lemak pada
lorazepam organ). Dosis maksimum 4 mg/kg/jam, diberikan
secara infus kontinu.
Waktu paruh lorazepam 14 jam. Lorazepam
dimetabolisme di hati melalui proses
glukoronisasi. Hasil metabolismenya tidak aktif. 1.3. Ketamin
Proses glukoronisasi biasanya tidak banyak Ketamin juga tergolong obat anestesi.
terganggu pada disfungsi hati. Karena itu Strukturnya menyerupai phencyclidine. Efek
lorazepam masih dapat digunakan pada disfungsi
timbul akibat stimulasi reseptor N-methyl-D-
hati. Namun demikian, karena lorazepam tidak
aspartate (NMDA). Ketamin menyebabkan
larut dalam air, akumulasi propylene glycol,
pelepasan katekolamin, sehingga dapat
pelarut lorazepam, berpotensi toksik. meningkatkan denyut jantung dan tekanan
darah pasien. Selain itu, ketamin juga
Sedasi dan Analgesia 231

mempunyai efek bronkodilator. Efek samping 2. haloperidol


utama ketamin adalah timbulnya nightmares.
Haloperidol digunakan sebagai neuroleptik.
Karena itu penggunaannya umum disertai
Dapat juga digunakan sebagai sedatif pasien
dengan benzodiazepin untuk menimbulkan
yang mengalami agitasi dengan risiko depresi
amnesia (ketamin: midazolam 10:1). Dosis
kardiorespirasi yang minimal. Dosis 0,01 mg/kg
ketamin 2-4 mg/kg IM atau 4 g/kg/menit. (maksimum 0,5 mg)/hari, dapat ditingkatkan
Penggunaan sebagai agen anestetik 5-10 mg/kg/ hingga 0,1 mg/kg/dosis IV tiap 12 jam atau 2 mg/
IM. kg/dosis oral (maksimum 100 mg). Pemberian IM
0,1-0,2 mg/kg. Haloperidol dapat menimbulkan
1.4. Tiopental gejala ekstrapiramidal dan pemanjangan interval
Q-T pada EKG.
Merupakan golongan anestetik yang bekerja
pendek karena terdistribusi ke jaringan lemak.
Tiopental bekerja pada reseptor GABA pada 3. Obat Analgesik
barbiturate binding site. Metabolismenya terjadi
di hati. Pemberian secara infus jangka panjang
3.1. Opioid
mengakibatkan akumulasi, terutama pada pasien Pada mulanya obat kelompok ini berasal dari
dengan gangguan fungsi hati. Penggunaannya di analgetik alam yaitu opiat. Morfin adalah
ICU terbatas untuk pasien yang sulit disedasi baku emas kelompok ini, sehingga kekuatan
oleh obat lain, kejang yang sulit diatasi, menekan obat golongan ini selalu dibandingkan dengan
metabolisme otak dan pada peningkatan kekuatan morfin. Karena semakin banyaknya
tekanan intrakranial. Pemberian secara bolus obat sintetik, kelompoknya disebut opioid.
dapat mengakibatkan hipotensi. Dosis 2-5 mg/ Pembagian obat golongan ini dapat di lihat pada
kg, perlahan-lahan, dilanjutkan dengan 1-5 mg/ gambar 26.2.
kg/jam. Pengukuran kadar obat dalam plasma Dalam tubuh terdapat beberapa jenis
dapat menyesatkan, karena konsentrasi obat reseptor opioid. Reseptor m mempunyai peran
yang berikatan dengan reseptor dapat berbeda. penting untuk efek analgesia (tabel 26.3).
Namun demikian, kadar obat yang tinggi
Untuk menimbulkan efek analgesia,
mencerminkan telah terpenuhinya dosis obat
opioid harus mencapai susunan saraf pusat.
untuk mencapai efek yang diinginkan.
Opioid dapat masuk melalui aliran darah
atau langsung ke cairan serebrospinal melalui
1.5. Alpha-2 agonis pemberian intratekal. Bila masuk melalui aliran
Dexmedetomidine adalah obat selektif agonis darah, obat harus melalui sawar otak yang
alfa-2, sedang klonidin hanya partial agonis merupakan lapisan lemak antara sel endotel
alfa-2 dan mempunyai efek alpha-1 yang nyata. vaskular dan cairan ekstrasel otak. Opioid yang
Dexmedetomidine delapan kali lebih poten mudah larut dalam lemak, seperti fentanil, akan
daripada klonidin. Pasien yang mengalami sedasi mudah menembus sawar otak, sementara yang
dengan dexmedetomidin mudah dibangunkan. larut dalam air, seperti morfin, mempunyai
Obat ini juga mempunyai efek anti-ansietas, keterbatasan untuk mencapai reseptor dalam
analgesia dan tidak menimbulkan depresi napas. susunan saraf pusat. Pada bayi baru lahir, sawar
Kombinasi dengan analgesik pada pembedahan darah otak masih imatur. Penelitian oleh Way
dapat mengurangi dosis analgesik. dkk memperlihatkan bahwa konsentrasi morfin
232 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Gambar 26.2. Obat Analgesik

Tabel 26.3. Reseptor opioid


Reseptor Efek Agonis Antagonis
OP3 () Analgesia supra-spinal Morfin Nalokson
Depresi napas  Endorfin Pentazocine
Euforia
Ketergantungan fisik
OP1 () Modulasi aktifitas  leu-enkefalin Nalokson
Analgesia supra-spinal  Endorfin Metenkefalin
Pentazocine
OP2 () Analgesia spinal Dinorfin Nalokson
Depresi napas Morfin
Miosis Pentazocine
Nalbuphine
butophanol

dalam otak tikus muda 2-4 kali lebih tinggi dari dibutuhkan. Selanjutnya opioid akan diserap
tikus yang lebih tua pada konsentrasi morfin vena epidural dan kembali ke sirkulasi sistemik
yang sama dalam darah. Pengaruh usia tidak untuk selanjutnya mengalami metabolisme dan
banyak pengaruhnya pada opioid yang larut pembuangan. Opioid yang sifatnya hidrofilik,
dalam lemak, seperti fentanil. seperti morfin, akan melewati duramater lebih
Pemberian melalui jalur spinal akan lambat dari opioid yang larut dalam lemak
menghilangkan hambatan sawar otak, hingga hingga efeknya lebih panjang.
mengurangi dosis per kilogram berat badan yang
Sedasi dan Analgesia 233

Morfin Sufentanil, alfentanil dan mempunyai


struktur yang mirip fentanil, bersifat lipofilik
Diisolasi dari ekstrak poppy oleh Friedrich
dan dapat menembus sawar otak dengan cepat.
Wilhelm Sertuner tahun 1806. Morfin berasal
Karena larut dalam lemak, segera setelah
dari kata Morpheus, dewa mimpi bangsa Yunani.
pemberian secara bolus, fentanil dan obat-
Morfin dimetabolisme dalam hati oleh sistem
obat dalam kelompok ini kadarnya menurun
enzim uridinosine difosfat (UDP) glukuronil-
akibat diserap ke jaringan tubuh. Dalam plasma
transferase. Metabolit utama adalah morfin-3-
glucuronide (M-3G) dan morfin-6-glucuronide fentanil berikatan dengan -1 asam glikoprotein.
(M-6-G). M-6-G bersifat analgesik poten, Karena kadar -1 asam glikoprotein rendah
empatpuluh kali lebih kuat dari morfin, sedang pada neonatus, kadar obat bebas pada bayi di
M-3-G bersifat anti-analgesik. Kedua metabolit bawah 1 tahun lebih tinggi daripada anak dan
ini terakumulasi pada gagal ginjal. orang dewasa.
Morfin menimbulkan efek vasodilatasi Farmakokinetik fentanil berbeda antara
perifer dan pooling vena akibat pelepasan bayi, anak dan orang dewasa. Klirens fentanil lebih
histamin. Efek pelepasan histamin dapat tinggi pada bayi usia 3-12 bulan dibandingkan
dikurangi dengan membatasi dosis dan mengisi anak dan orang dewasa (berturut-turut 18,1±1,4,
volume intravaskular. Dosis analgesik yang 11,5±4,2 dan 10,0±1,7mL/kg/menit), dan masa
umum digunakan, untuk neonatus 0,1 mg/ paruh eliminasinya lebih panjang (berturut-turut
kg, untuk anak 0,2 mg/kg. Penggunaan untuk 233±137, 244±79 dan 129±42 menit). Klirens
pasien dalam ventilator, neonatus 10-30 g/kg/ yang tinggi mengakibatkan bayi usia 3-12 bulan
jam, anak 20-60 g/kg/jam. dapat mentoleransi dosis yang tinggi tanpa depresi
napas, tetapi karena masa paruh eliminasi yang
panjang, penggunaan obat berulang berpotensi
Pethidine (Meperidine) menimbulkan akumulasi serta efek depresi napas.
Pethidine adalah opioid sintetik pertama yang Alfentanil dimetabolisme di hati. Obat
digunakan dalam klinik. Obat ini menghasilkan ini mempunyai masa paruh eliminasi dan
metabolit aktif, norpethidine. Pada gagal redistribusi lebih pendek dari fentanil maupun
ginjal metabolit ini dapat terakumulasi dan morfin. Masa kerjanya hanya sekitar 15 menit.
mengakibatkan kejang. Dosis pethidine adalah Depresi napas jarang dijumpai, sekalipun pada
0,5-1 mg/kg/dosis IV. Dosis pada pemberian bayi.Remifentanil adalah opioid dengan efek
kontinu adalah 0,1-0,4 mg/kg/jam. yang sangat pendek. Efeknya sudah hilang 5-10
menit setelah penghentian infus. Metabolisme
remifentanil terjadi melalui enzim esterase yang
fentanil terdapat di semua jaringan tubuh. Karena itu,
Karena mudah menembus sawar otak, obat ini sekalipun pada masa ahepatik transplantasi
mempunyai efek yang cepat. Potensinya 75- hati, farmakokinetiknya tidak banyak
200 kali morfin. Fentanil tidak mengakibatkan berubah. Pemberian bolus remifentanil dapat
pelepasan histamin, karena itu sangat baik mengakibatkan bradikardia hipotensi dan henti
digunakan pada pasien dengan hemodinamik napas. Karena itu pemberian secara bolus tidak
labil. Karena mudah larut dalam lemak, dianjurkan.
penggunaan jangka panjang mengakibatkan Dosis fentanil untuk prosedur singkat
akumulasi hingga proses pemulihan menjadi 1-3g/kg/dosis IM atau IV. Kombinasi dengan
panjang. obat sedatif, misalnya midazolam mengakibatkan
potensiasi depresi napas, karena itu dosisnya
234 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

harus dikurangi. Untuk pasien dalam ventilasi 3.3. Non-steroidal anti-inflammatory drugs
mekanik dapat diberikan dosis awal 5-10 g/kg , (NSID)
dilanjutkan 2-10 g/kg/kg/jam.
Obat golongan ini mempunyai efek samping,
antara lain:
Tramadol
 Antikoagulan, karena efeknya pada trombosit
Tramadol adalah opioid atipik yang bekerja  Perdarahan lambung
melalui reseptor . Obat ini dapat diberikan  Spasme bronchus
secara oral maupun intravena. Biasanya
digunakan untuk analgesi pasca bedah. Dosis  Gagal ginjal
oral 1-2 mg/kg/dosis, tiap 4-6 jam (maksimum
400 mg/hari). Dosis intravena (perlahan dalam Ketorolak
3 menit) atau intramuskular 1-2 mg/kg/dosis
tiap 4-6 jam (maksimum 600 mg/hari), atau 2-8 Farmakokinetik ketorolak pada anak berbeda
g/kg/menit, secara intravena. dengan dewasa. Volume distribusi dapat
mencapai 2 kali dewasa, klirens plasma juga lebih
tinggi pada anak. Waktu paruh eliminasinya
3.2. Antagonis Opioid sama dengan orang dewasa. Karena itu anak
Ada 2 obat antagonis opioid, dengan mekanisme membutuhkan dosis yang lebih besar, namun
kerja yang berbeda, yaitu nalokson dan interval pemberiannya sama.
doksapram. Untuk penggunaan pasca bedah umumnya
diberikan secara intravena. Dosis ketorolak 0,5
mg/kg, dilanjutkan dengan pemberian bolus
Nalokson intravena 1,0 mg/kg tiap 6 jam atau 0,17 mg/kg/
Nalokson berikatan dengan receptor  hingga jam secara kontinu. Dosis maksimum 90 mg dan
menghilangkan efek opioid. Dosis nalokson harus maksimum pemberian 48 jam. Dosis oral 0,25
dititrasi perlahan, 0,1 mg/kg (maksimum 2 mg) mg/kg, maksimum 1,0 mg/kg/hari. Ketorolak
intravena tiap 3-4 menit. Untuk menghentikan tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 1
efek sedasi pasca bedah, dapat diberikan 0,002 tahun. Berbeda dengan opioid, ketorolak tidak
mg/kg/dosis, diulangi 2 menit kemudian, lalu menimbulkan depresi napas, muntah, retensi
0,2 g/kg/menit. Pemberian yang terlalu cepat urine atau sedasi. Kombinasi dengan opioid
dapat berakibat sindroma lepas obat, terutama dapat mengurangi efek samping opioid. Karena
bagi pecandu narkotik. risiko perdarahan, terdapat perbedaan pendapat
untuk penggunaannya pada pasca tonsilektomi.
Doxapram
Paracetamol (acetaminophen)
Doxapram adalah stimulan pernapasan yang
bekerja pada kemoreseptor perifer. Obat ini Volume distribusi pada anak dan dewasa kurang
digunakan untuk mengatasi depresi napas akibat lebih sama. Pemberian setiap empat jam tidak
opioid. Dosis 5 mg/kg secara intravena diberikan mengakibatkan akumulasi. Eliminasi pada
dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-1 mg/kg/ neonatus sedikit lebih lambat. Penyerapan dalam
jam untuk 1 jam (dosis maksimum 400 mg). bentuk sirup lebih baik pada anak. Dosis oral 20
mg/kg awal, dilanjutkan 15 mg/kg/kali tiap 4
jam. Dosis rektal 40 mg/kg awal, selanjutnya 30
mg/kg/kali tiap 6 jam. Maksimum 4 g/hari.
Sedasi dan Analgesia 235

PEMANTAUAN expression, sleepless) (tabel 26.7). Nyeri ringan


mempunyai nilai 0-3, sedang 4-6 dan berat 7-10.
Banyak hal yang harus dipertimbangkan pada Nyeri ringan umumnya dapat diatasi dengan
penggunaan obat sedasi dan analgesik, seperti analgesik ringan seperti asetaminophen. Nyeri
hilangnya rasa nyeri, kecemasan, kebutuhan dengan skor >6 biasanya membutuhkan opioid.
agar pasien dapat tidur, depresi napas,
toleransi terhadap pipa endotrakeal dll. Dalam
Tabel 26.4. Sistem Skoring Nyeri dan Sedasi
menghadapi nyeri, kepribadian seseorang juga
mempengaruhi persepsi terhadap nyeri yang Subjective observer rating
dideritanya. Di sisi lain, bahaya efek samping Visual analog scales
obat juga perlu menjadi pertimbangan. Sedasi Steward
Ramsay
yang berlebihan lebih sering terjadi, karena harris
kekurangan sedasi lebih mudah terlihat. Modified Glasgow Coma Scale
Ada berbagai cara dalam melakukan Observer’s Assessment of alertness/Sedation Scale (OAA/S)
penilaian farmakodinamik obat sedasi dan Cambridge
bloomsbury
analgesik (tabel 26.4). Di ICU dewasa, sering Cook/Newcastle
digunakan skala Ramsay (tabel 26.5). Untuk Neurobehavioral Assessment Scale (NAS)
memantau efek analgesi di PICU, bergantung Sedation-Agitation Scale (SAS)
usia anak, digunakan beberapa skala penilaian. Patient task performance
Untuk anak di atas usia 7 tahun dapat digunakan Digital symbol substitution test (DSST)
skala VAS (visual analog scale) (gambar 26.3). Choice reaction time (CRT)
Untuk usia 3-7 tahun skala Wong-Baker (gambar Memory tests
Visual analog scales
26.4) dan untuk usia di bawah 3 tahun atau anak
Physiologic measures included
dengan gangguan perkembangan digunakan skala
COMfORT
FLACC (face, legs, activity crying, consolability) Nisbet and Norris
(tabel 26.6). Untuk bayi < 6 bulan digunakan Heart rate variability
skala CRIES (crying, requires O2, increased vitlas, Esophageal sphincter contractility
PRST (Pressure, rate, sweat, tearing)

Gambar 26.3. Skala visual Analog

Gambar 26.4. Skala wong baker


236 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 26.5. Skor Ramsay Skor Ramsay merupakan pengukuran


1 Pasien cemas dan agitasi atau gelisah atau kasar sedasi. Skalanya merupakan data ordinal,
keduanya tidak berkorelasi dengan dosis obat. Biasanya
2 Pasien kooperatif, orientasi baik dan tenang dilakukan perawat setiap jam, seperti pencatatan
3 Pasien hanya memberi respon pada perintah tanda vital lainnya. Ketika pasien mulai sadar,
4 Respon cepat pada ketukan ringan glabela atau pencatatan dapat dilakukan dengan interval
suara keras
5 Respon lambat pada ketukan ringan glabela atau
yang lebih panjang.
suara keras Akumulasi pelarut obat dan metabolit
6 Tidak ada respon pada ketukan ringan glabela aktif dapat menimbulkan masalah dalam
atau suara keras penggunaan sedasi jangka panjang. Propofol,
Tabel 26.6. Skala FLACC
Kategori Nilai
0 1 2
Face Tidak ada ekspresi khusus atau Kadang menyeringai; menghindar, Sering menyeringai atau
dapat tersenyum tidak ada minat mengertak gigi
Legs Posisi normal atau relaksasi Posisi tidak nyaman, gelisah, Menendang-nendang
tegang
Activity berbaring tenang, bergerak Menggeliat, berbolak balik, Melengkung, kaku atau
bebas tegang menyentak-nyentak
Cry Tidak menangis (bangun atau Merengek, mengerang Menangis, berteriak-teriak
tidur)
Consolability Relax Dapat tenang kembali dengan Sulit dibujuk
sentuhan atau pelukan atau
dengan diajak bicara

Tabel 26.7. Skala CRIES


Crying – Karakteristik tangisan karena nyeri adalah ‘high pitched’
0 – Tidak menangis atau menangis tapi tidak ‘high pitched’
1 – Menangis ‘high pitched’ namun mudah ditenangkan
2 – Menangis ‘high pitched’ dan tidak dapat ditenangkan
Requires O2 for SaO2 <95% - bayi yang merasa nyeri akan mengalami perburukan oksigenasi. Pikirkan penyebab
hipoksemia lainnya, misalnya oversedasi, atelektasis, pneumotoraks
0 – Tidak butuh suplementasi oksigen
1 – butuh oksigen dengan fiO2 <30%
2 – butuh oksigen dengan fiO2 >30%
Increased vital signs (Tekanan darah dan frekuensi nadi) – Pengukuran tekanan darah harus paling akhir dilakukan, karena
membuat bayi terbangun sehingga menyulitkan pemeriksaan lain
0 – baik frekuensi nadi maupun tekanan darah tidak berubah atau dalam batas normal
1 – frekuensi nadi atau tekanan darah meningkat <20% dari nilai awal (baseline)
2 – frekuensi nadi atau tekanan darah meningkat >20% melampaui nilai awal (baseline)
Expression – ekspresi wajah yang dihubungkan dengan rasa nyeri adalah meringis (grimace), yaitu alis menurun, mata
menutup dan mengerenyit, garis nasolabial semakin dalam atau bibir dan mulut terbuka
0 – Tidak meringis
1 – hanya meringis
2 – Meringis dan mengeluarkan suara rintihan/geraman (tapi bukan menangis)
Slepless – penilaian berdasarkan pemantauan kondisi bayi selama satu jam sebelum skor dicatat
0 – Anak tidur terus-menerus
1 – Anak terbangun dengan interval yang sering
2 – Anak terbangun terus-menerus
Sedasi dan Analgesia 237

yang dilarutkan dalam ekstrak soya, berupa depression:effects of age. Anesthesiology.


lemak, dapat mengakibatkan fat overload 1989;70:213-8.
syndrome, dengan gejala demam, takikardi, 6. Koehntop DE, Rodman JH, Brundage DM,
sakit kepala, peningkatan transaminase serum, Hegland MG, Buckley JJ. Pharmacokinetics of
peningkatan serum bilirubin, hiperlipidemia, fentanil in neonates. Anesth analg. 1986;65:227-
pembesaran hati dan limpa, risiko perdarahan 32.
akibat pemanjangan masa protrombin dan 7. Malviya S, Voepel-Lewis T, Tait AR. Adverse
infiltrasi lemak pada organ-organ. Kematian event and risk factors associated with the
pada anak akibat intoksikasi lemak pada sedation of children by nonanesthesiologists.
penggunaan propofol pernah dilaporkan. Anesth Analg. 1997;85:1207-13.
Pada pasien sakit kritis, eliminasi obat 8. McClain DA, Hug CC Jr. Intravenous fentanil
dapat menurun akibat penurunan kerja enzim. kinetics. Clin Pharmacol Ther. 1980;28:106-14.
Gangguan metabolisme juga dapat terjadi 9. Murphy MR, Hug CC Jr, McClain DA. Dose-
akibat interaksi obat. Midazolam dimetabolisme independent pharmacokinetics of fentanil.
oleh enzim cytochrome, P450 3A4 yang juga Anesthesiology. 1983;59:537-40.
digunakan oleh banyak obat lain. Erythromycin 10. Peterson RG, Rumack BH. Pharmacokinetics
adalah salah satu inhibitor kuat enzim ini. of acetaminophen in children. Pediatrics.
1978;62:877-9.
11. Sabbe MB, Yaksh TL. Pharmacology of spinal
DAfTAR PUSTAKA opioids. J Pain Symptom Manage. 1990;5:191-
1. Bragg P,Zwass MS, Lau M, Fisher DM. Opioid 203.
pharmacodynamics in neonatal dogs: differences 12. Singleton MA, Rosen JI, Fisher DM. Plasma
between morfin and fentanil. J Appl Physiol. concentrations of fentanil in infants, children
1995;79:1519-24. and adults. Can J Anesth. 1987;34:152-5.
2. Cote CJ, Notterman DA, Karl HW, Weinberg 13. Way WL, Costley EC, Way EL. Respiratory
JA, McCloskey C. Adverse sedation events sensitivity of the newborn infant to meperidine
in pediatrics: a critical incident analysis of and morfin. Clin Pharmacol Ther. 1965;6:454-
contributing factors. Pediatrics. 2000;105:805- 61.
14. 14. Wilson AS, Stiller RL, Davis PJ, Fedel G,
3. Cousins MJ, Mather LE. Intrathecal and epidural Chakravorti S, Israel BA, et al. Fentanil and
administration of opioids. Anesthesiology. alfentanil plasma protein binding in preterm and
1984;61:276-310. term neonates. Anesth Analg. 1997;84:315-8.
4. Gronert BJ, Davis PJ, Cook DR. Continuous 15. Wood M. Plasma drug binding: implications for
infusions of alfentanil in infants undergoing anesthesiologists. Anesth Analg. 1986;65:786-
inguinal herniorrhaphy. Pediatr Anaesth. 804.
1992;2:105-9. 16. Yaksh TL. The spinal pharmacology of acutely
5. Hertzka RE, Gauntlett IS, Fisher DM, and chronically administered opioids. J Pain
Spellman MJ. Fentanil-induced ventilatory Symptom Manage. 1992;7:356-61.
27 Terapi Sulih Ginjal berkesinambungan
pada Anak
Darlan Darwis, Susetyo Harry Purwanto, M.Tatang Poespanjono, Irene Yuniar

PENDAhUlUAN Teknik ini kemudian dikenal dengan nama


continuous veno-venous hemofiltration (CVVH).
Terapi sulih ginjal berkesinambungan atau
continuous renal replacement therapy (CRRT) Suatu penelitian di Royal Children’s
diperuntukkan untuk membuang cairan dan Hospital, terhadap 58 subjek anak berusia 2 hari
zat-zat toksik berlebihan dari tubuh penderita – 16 tahun dengan kisaran berat badan 2,4 – 86
sakit kritis. Efikasi CRRT hampir ekuivalen kg menyimpulkan bahwa perbaikan laju filtrasi
dengan hemodialisis intermiten namun dan daya tahan filter lebih baik pada metoda
memiliki keuntungan stabilitas hemodinamik. CVVH dibandingkan CAVH.
Pada anak yang lebih besar penggunaan CRRT Secara epidemiologi angka kejadian AKI
lebih superior dibandingkan dengan pemakaian pada anak masih sulit ditentukan secara akurat.
teknik dialysis peritoneal. Kepustakaan tahun 1990 kebanyakan menulis
Kramer dan teman-teman mengawali kejadian gagal ginjal akut pada kasus-kasus
dengan entitas diagnosis gagal ginjal akut, atau
suatu pendekatan baru berupa terapi sulih
pada kasus-kasus yang memerlukan terapi sulih
ginjal berkesinambungan atau continuous renal
ginjal berkesinambungan. Pada kepustakaan
replacement therapy CRRT pada kasus penderita
tersebut banyak disebut bahwa kasus gagal
cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury-AKI)
ginjal akut sering terjadi pada kasus luka bakar
pada tahun 1977. Pada saat itu Kramer memulai
dan sindrom hemolitik uremik. Stickle dan
langkah awal dilakukannya continuous arterio-
kawan kawan mendapatkan bahwa sebagian
venous hemofiltration (CAVH). Pada tahun 1980,
metoda ini dikembangkan dengan menggunakan kasus gagal ginjal akut terjadi sekunder akibat
kateter berlumen ganda pada vena besar. Untuk iskemia renal, diikuti oleh pemberian obat
menciptakan tekanan pendorong pada sirkuit, obat nefrotoksik dan sepsis. Sementara kasus
yang primer terjadi pada ginjal hanya meliputi
digunakan pompa seperti pada hemodialisis.

Tabel 27.1 Filtrasi pada 58 kasus di PICU Royal Children’s Hospital Melbourne (1986 -1989)
AV (n=17) dlm median VV (n=41) dlm median
Lama filtrasi (jam) 40 (14 – 120) 49 (3 – 220)
Umur filter (jam) 27 (4 – 47) 53 (3 – 126)
Laju ultrafiltrasi (mL/menit/m2) 6 (1.7 – 18) 19 (5 – 43)
Kecepatan aliran darah (ml/menit) 30 (15 – 30) 65 (25 – 100)
Fraksi filtrasi (%) 17 (10 – 25) 13 (5 – 30)

Dikutip dari: Keeley S, Butt W. Continuous filtration techniques in children:A description. Pediatric Critical Care
Colloquium, Santa Monica, California, Oct 1989.
Terapi Sulih Ginjal Berkesinambungan pada Anak 239

7% dari keseluruhan kasus yang ditemukan di TUjUAN DARI CRRT PADA ANAK
sebuah fasilitas kesehatan tersier. Pada kasus
sakit kritis kejadian AKI meningkat sampai 35% Tujuan dilakukannya CRRT bagi intesivist
dari keseluruhan pasien sakit kritis yang dirawat. meliputi :
Dari epidemiologi di atas dapatlah  Memperbaiki keseimbangan cairan dan
dimengerti bila kasus AKI banyak terjadi di unit elektrolit,
perawatan intensif. Oleh karena itu kolaborasi  Memperbaiki fungsi paru dengan cara
antara intensivisist dengan ahli nefrologi anak mengurangi cairan paru dan permeabilitas
sangat diperlukan untuk dapat mengatasi ini kapiler paru,
secara paripurna.  Memperbaiki hemodinamik dengan cara
membuang mediator-mediator inflamasi
CRRTadalah sebuah proses ekstrakorporeal
ataupun toksin dari bakteri,
ketika darah dipindahkan dari kateter lumen
 Manajemen gagal ginjal akut dengan cara
arteri atau vena besar. Darah didorong melalui
membuang produksi sampah nitrogen dan
sebuah membran semipermeabel sebelum
perbaikan keseimbangan asam basa,
dipompakan kembali ke pasien melalui kateter
 Mempertahankan keseimbangan cairan
lumen vena. Kateter tersebut ditempatkan pada
sehingga memungkinkan pemberian nutrisi
vena subklavia, vena jugular interna, atau vena
maupun produk darah secara aman,
femoralis. Ketika darah melewati membran
 Memurnikan (purifikasi darah) pada
(hemofilter atau dializer), elektrolit dan molekul-
kasus sepsis atau gangguan metabolik
molekul berukuran kecil dan sedang dikeluarkan
(hiperammonemia), dan
dari darah dengan cara konveksi dan difusi.
 Membersihkan obat-obat atau racun.
Pengeluaran cairan dicapai dengan ultrafiltrasi
pada laju yang tetap setiap jamnya.
Pengalaman awal dengan CRRT dinilai Mutiara bernas
cukup berhasil, dimana ultrafiltrasi cairan dan
pembuangan zat-zat dapat dicapai dengan baik. Pemindahan cairan pada CRRT lebih
Volume kelebihan cairan pada saat awal CRRT lambat bila dibandingkan hemodialisis
berhubungan dengan efektifitasnya, karena itu intermiten (HDI), maka CRRT merupakan
disarankan penggunaan lebih dini CRRT akan terapi ideal bagi pasien-pasien kritis dengan
memperbaiki luaran. hemodinamik yang tidak stabil.

Tabel 27.2. Perbandingan CRRT dengan HDI


CRRT HDI (Hemodialisa
Intermiten)
Kontinu ya Tidak
Perubahan elektrolit, ph dan keseimbangan cairan cepat Tidak ya
Perlu pengurangan dosis obat yang mengalami klirens melalui Tergantung pada jenis ya
ginjal terapi
Perlu penyesuaian waktu pemberian obat yang mengalami Tidak ya
klirens melalui ginjal
Perlu membatasi protein, kalium dan asupan cairan Tidak ya
Pergeseran ph dan elektrolit setelah terapi Tidak ya
Dikutip dari: butt w, Skippen P, jouvet P. Renal replacement therapies. Dalam: Nichols DG, penyunting. Roger’s textbook of
pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia: lippincott williams & wilkins; 2008.
240 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

PRINSIP DASAR CRRT Proses ini diperoleh dari persamaan berikut :


Qf = Km x TMP
Untuk memahami CRRT perlu memahami prinsip
dari bersihan darah melalui sebuah membran semi Qf = Kecepatan ultrafiltrasi (ml/menit)
permeabel. Mekanisme transport cairan dan solute Km = Koefisien membran ultrafiltrasi(QfTMP)
(zat terlarut) dilakukan melalui membran dengan TMP = Perbedaan tekanan transmembran
cara difusi, konveksi dan ultrafiltrasi.,
Tekanan hidrostatik pada kompartemen
Difusi, Konveksi dan Ultrafiltrasi darah tergantung pada aliran darah. Makin besar
laju aliran darah, tekanan transmembran akan
Difusi, adalah pergerakan solute melewati suatu
makin besar. Upaya untuk menaikkan tekanan
membran berdasarkan perbedaan konsentrasi,
negatif pada kompartemen ultrafiltrat dari
untuk mecapai konsentrasi yang sama di ruang
membran, juga akan meningkatkan ultrafiltrasi.
distribusi yang tersedia pada tiap sisi. Hasilnya
Peningkatan filtrasi juga terjadi pada setiap
adalah aliran solute dari konsentrasi tinggi ke
upaya yang menurunkan tekanan onkotik
konsentrasi rendah (Gambar 27.1).
plasma (misalnya predilusi, pemberian cairan
Konveksi merupakan pergerakan pengganti sebelum filter). Ketika ultrafiltrasi
solute melalui membran semipermeabel yang berlangsung, tekanan hidrostatik akan hilang
berhubungan dengan ultrafiltrasi dan air dan tekanan onkotik akan naik.
yang melewati membran. Pori-pori membran
Hubungan antara tekanan transmembran
merupakan faktor penentu dari pergerakan
dan tekanan onkotik menentukan fraksi filtrasi,
solute selama terapi pembersihan darah (blood
yaitu fraksi plasma yang dikeluarkan dari darah
purification). (Gambar 27.2).
selama hemofiltrasi. Filtrasi filtrat optimal
Ultrafiltrasi adalah suatu proses plasma pasien dengan hematokrit rata-rata 30% adalah
dan kristaloid dipisahkan dari darah melalui dalam interval 20-25%. Hal ini untuk mencegah
suatu membran semipermeabel sebagai respons hemokonsentrasi yang berlebihan pada outlet
terhadap perbedaan tekanan transmembran. filter.

Js = - Pm, Cs

Gambar 27.1. Pergerakan solute melewati suatu membran berdasarkan konsentrasi sesuai ilustrasi prinsip difusi, maka
aliran difusi solute (js) akan sebanding dengan permeabilitas membran disuse (Pm) dan perbedaan konsentrasi (deltaCs)
Keterangan: gambar ini mendeskripsikan adsorpsi yang terjadi pada CRRT. beberapa molekul dapat melekat pada permukaan
membran. Sementara beberapa molekul dapat menembus membran, namun dapat dihambat oleh membran. Sehingga
CRRT dapat digunakan untuk menyaring mediator inflamasi secara efektif melalui adsorpsi .
Terapi Sulih Ginjal Berkesinambungan pada Anak 241

TMP SOLVEN FLUX=QP=UFC (TMP-TT)

SOLUTE FLUX=CS.QP.SC

Gambar 27.2. Mekanisme difusi dan konveksi pada CRRT

Darah masuk
membran dengan dinding yang tebal antara 40
dan 100 mikron dengan suatu struktur asimetrik
Potongan melintang
terdiri dari lapisan bagian dalam dan suatu
lapisan yang dikelilingi sponge (busa), membran
ini mempunyai pori besar (10.000-30.000
Serabut
Dalton) dan bersifat hidrofobik.

Diluar serabut (effluent) KEUNTUNGAN CRRT


Di dalam serabut (darah)
 CRRT mengeluarkan cairan dengan
Darah keluar
kecepatan rendah sehingga menyebabkan
Gambar 27.3. filter CRRT. keseimbangan cairan menetap walaupun
dalam kondisi hemodinamik tidak stabil.
Penggunaan alat ini dimungkinkan untuk
Membran filter
dipakai pada pasien-pasien kritis yang
Terdapat 2 tipe membran yang digunakan yaitu berkaitan dengan kondisi penyakitnya,
membran selulosa, yaitu membran dengan misalnya infark miokard, ARDS, septikemia,
low flux dan sangat tipis, mempunyai sturktur atau kelainan darah.
simetris dengan pori-pori yang uniform dan  CRRT dapat menjaga kontrol terhadap
bersifat hidrofilik; membran sintetik, yaitu azotemia, elektrolit dan keseimbangan asam

Tabel 27.3. Filter yang sering dipakai pada pasien pediatrik


Filter Material Luas permukaan (m2) Volume priming(mL)
Renaflo®II hf-400 Polisulfon 0,3 28
Multiflow 60 AN-69 0,6 48
fresenius f3 Polisulfon 0,4 30
Amikon®Minifilter Polisulfon 0,08 15
AquamaxTM Polisulfon 0,3 32
Dikutip dari:Am j Kid Dis, 2003;18. h.833-37
242 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Saturasi filter
Adsorpsi

Gambar 27.4. Adsorpsi pada CRRT.

basa. Pada pasien-pasien katabolik, CRRT  Antikoagulan harus diberikan secara kontinyu.
mengeluarkan urea secara efektif untuk  Pasien harus diimobilisasi.
mengendalikan azotemia.
 Lebih mahal dari hemodialisis intermiten.
 CRRT secara efektif mengeluarkan cairan
pada kondisi tertentu seperti edema paru
pasca bedah, ARDS dan lainnya. KOMPlIKASI CRRT
 CRRT membantu pemberian nutrisi
parenteral dan obat-obat intravena seperti a. Teknis: malfungsi akses vaskular; sirkuit
vasopresor atau inotropik. tersumbat, sirkuit pecah, kateter dan sirkuit
 Hemofiltrasi efektif menurunkan tekanan terlipat, insufisiensi aliran darah, jalur
intrakranial bila dibandingkan dengan kateter tidak tersambung, emboli udara,
hemodialisis intermiten. ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
 Pengeluaran mediator proinflamasi seperti b. Klinis: perdarahan, hematoma, trombosis,
IL-1,IL-6, IL-8, TNF-. infeksi dan sepsis, reaksi alergi, hipotermia,
kehilangan nutrien, insufisiensi blood
purification, dan aritmia, gangguan
KERUGIAN CRRT elektrolit, ketidakseimbangan tekanan
darah, semakin kecil usia anak semakin
 Membutuhkan pemantauan hemodinamik
kecil kateter yang dipergunakan sehingga
dan keseimbangan cairan.
membatasi kecepatan aliran darah,
 Infus dialisat reguler. penurunan hematokrit dan hemoglobin.
Terapi Sulih Ginjal Berkesinambungan pada Anak 243

TIPE DAN jENIS-jENIS CRRT


CRRT terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan
akses vaskuler yang dimiliki, peralatan yang
diperlukan teknik tersebut, jenis mekanisme
bersihan air atau zat terlarutnya, dan serta
kebutuhan untuk mengganti cairan.

Slow Continuous Ultrafiltration


Slow continuous ultrafiltration (SCUF) adalah
terapi hemofiltrasi yang digunakan khusus untuk Substitusi Ultra Filtrasi
mengeluarkan cairan dan pasien tidak azotemia
serta refrakter terhadap diuretik seperti edema
paru, sepsis, gagal jantung dan ARDS.Terapi Gambar 27.6. Skema Cvvh
ini tidak menggunakan dialisat atau cairan
pengganti. dan ultrafiltrasi digunakan untuk mengeluarkan
sisa pembuangan.

Continuous Venovenous Hemodialysa


(CvvhD)
Pada teknik continuous veno-venous hemodialysa
(CVVHD), difusi dan ultrafiltrasi digunakan
untuk mengeluarkan sisa metabolisme. Cairan
yang digunakan dikenal sebagai cairan dialisat,
yaitu cairan kristaloid yang berisi elektrolit,
glukosa, dan buffer. CVVHD serupa dengan
hemodialisis dan efektif mengeluarkan substansi
Ultra Filtrasi
dengan berat molekul berukuran kecil sampai
sedang.
Gambar 27.5. Skema SCUf
Single pass atau
resirkulasi
Continuous Venovenous Hemofiltration
Continuous veno-venous hemofiltration (CVVH)
merupakan teknik veno venous, ultrafiltrat
yang dihasilkan selama melintasi membran Mesin
Dialisis
digantikan sebagian atau seluruhnya dengan
cairan pengganti yang tepat untuk mencapai 50-150
bersihan darah dan mengendalikan volume. Dialisat
Terapi ini diindikasikan untuk uremia atau (terpakai)
asidosis berat atau ketidakseimbangan elektrolit
dengan atau tanpa kelebihan cairan. Konveksi
Gambar 27.7. Skema CvvhD
244 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Continuous Venovenous Hemodiafiltration INDIKASI CRRT PADA ANAK


Pada continuous venovenous hemodiafiltration  Gagal ginjal akut yang mengalami oligo atau
(CVVHDF) digunakan difusi, konveksi anuria atau telah terjadi hipervolemia
dan ultrafiltrasi untuk mengeluarkan sisa
 Gagal organ multipel
metabolisme dan air. Tujuan terapi konveksi
untuk berat molekul berukuran sedang dan  Sindroma sepsis
terapi difusi untuk mengeluarkan substansi  Hiperammonemia
dengan berat molekul kecil.  Kelainan metabolik bawaan
Cairan pengganti dapat diberikan pre-  Hipervolemia yang tidak beresponsi pada
dilusi atau pre-filter yang akan mengurangi diuretik
bekuan filter dan dapat diberikan pada laju yang  Keracunan
lebih cepat dari cairan pengganti yang diberikan
post-filter. Laju cairan pengganti adalah 1.000-  Kombinasi terapi pada ECMO dan terapi
2.000 mL/jam. Laju yang lambat tidak akan sulih hati
efektif untuk pengeluaran solute secara konveksi.
TATAlAKSANA MElAKUKAN CRRT DI
PICU
Secara skematis dapat digambarkan sirkuit
Single pass atau
sebagaimana gambar 27.9
resirkulasi

Tahap pertama adalah pemilihan dan


pemasangan akses vaskuler yang sesuai
Akses vaskuler merupakan hal yang krusial pada
Mesin
Dialisis tindakan CRRT terutama pada bayi dan anak
kecil. Tabel 27.4 menggambarkan pemilihan
50-150 ukuran kateter untuk akses CRRT. Pada CVVH
Dialisat akses terpilih terdiri dari v jugularis interna, v
(terpakai)
femoralis, v subklavia (pada anak besar atau
v umbilikalis pd neonates atau melalui sirkuit
ECMO.)
Gambar 27.8. Skema CvvhDf

Tahap kedua adalah menentukan pompa


Pemilihan CRRT untuk tatalaksana aliran darah
pasien dengan penyakit kritis dapat dilihat Pompa Aliran Darah
pada tabel 27.4. Patensi sirkuit ekstrakorporeal
membutuhkan penggunan antikoagulan secara  Laju aliran darah disesuaikan dengan usia
kontinu, yang akan menambahkan risiko dan berat badan pasien
komplikasi perdarahan dan membutuhkan  Laju aliran darah bervariasi setiap pasien
pemantauan.  Rata-rata 5 ml/mnt/kg
Terapi Sulih Ginjal Berkesinambungan pada Anak 245

Tabel 27.4. Pemilihan CRRT pada pasien kritis di PICU


Indikasi Kondisi Klinis Terapi Pilihan
GGA tanpa komplikasi Nefrotoksisitas karena obat hDI dan PD
Kelebihan cairan Syok kardiogenik SCUf dan CAvh
Uremia GGA fase lanjut CAvhDf, CvvhDf, hDI
Tekanan tinggi intrakranial Perdarahan subarachnoid CvvhD, CAvhD
Syok Sepsis,ARDS Cvvh, CvvhDf, CAvhDf
Nutrisi luka bakar CAvhDf, CvvhDf, Cvvh
Overdosis obat Teofilin, barbiturat hemoperfusi, CvvhDf, hDI
Gangguan elektrolit hiperkalemi hDI, CvvhDf
Dikutip dari: Mandang j.Terapi sulih ginjal berkesinambungan.Majalah Perdici.vol1 no1 jan 2011

Tabel 27.5 Ukuran dan jenis kateter yang direkomendasikan pada berbagai usia dan berat badan
Jenis dan ukuran kateter Pabrik pembuat Peruntukan
lumen tunggal, 5 fr Cook Neonatus atau bayi kecil
lumen ganda, 7 fr Cook, Medcomp 3 – 6 Kg
lumen tripel 7fr Medcomp 3 – 6 kg
lumen ganda , 8 fr Kendall 6 – 30 kg
Arrow

Tahap ketiga: menentukan membran ukuran  Klirens pada molekul yang sedang dan besar
filter ditingkatkan dengan konveksi
Tidak ada rekomendasi khusus, diharapkan
memilih membran yang kompatibel. Tahap keenam: menentukan dosis
 Laju aliran darah 3-5 ml/kg/mnt
Tahap keempat: priming  Penggatian cairan 2000 ml/jam/1.72 m2 BSA
 Dilakukan heparinisasi dengan menggunakan  Dialisat 2000 ml/jam/1.73 m2 BSA
heparin 5000 unit/L. Pilihan antikoagulan  Kecepatan pembuangan cairan 0.5-2.0 ml/kg/
dapat terdiri dari heparin, sitrat. Kerugian jam
CRRT karena Antikoagulan harus diberikan
kontinu.
Beberapa pasien membutuhkan priming Tahap ketujuh: menentukan laju ultrafiltrasi
darah untuk mencegah hipotensi/hemodilusi  Dibatasi oleh jenis hemofilter yang dipakai dan
 Volume priming > 10-15% volume darah aliran darah yang tercapai masuk ke sirkuit.
pasien  untuk menghindari pembentukan
 Darah yang sering digunakan adalah PRC bekuan filtrasi maka laju ultrafiltrasi /
laju aliran plasma harus <0.35-0.4
Tahap kelima: menentukan modus CRRT  Bila dipakai jenis CVVHD, laju aliran dialisat
yang adekuat berkisar antara 20-30 ml/
sesuai dengan tujuan terapi mnt/m2 (~2000ml/1.72m2/jam) (penelitian
 Dengan mengetahui tujuan terapi dapat konsisten pada data pasien dewasa)
ditentukan jenis CRRT
246 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Gambar 27.9. Gambar skema sirkuit CRRT dengan berbagai jenisnya

Tabel 27.6. Koefisien sieving membran berpori besar dan membran berpori konvensional
Sitokin
Membran Karakteristik Il-8 TNfa Il-1 Il-10 Il-6 Albumin (bM=69
operatif (bM=8 kDa) (bM=17 kDa) (bM=17 kDa) (bM=17 kDa) (bM=26 kDa) kDa)
100 kDa 1 l/h 0,31 0,27 0,81 0,56 0,73 0,06
polyamid [20]
6 l/h 0,19 0,09 0,75 0,56 0,32 0,0
Polyamid *[21] bervariasi 0,25 0 0,18 0
Polysulton *[22] 0,12 0,22 0,42 0 0,04
AN69** [23] 0,08 0,16 0,22 0 0,18
TNfa=tumor necrosis factor alpha, bM=berat molekul, *=Mean molecular weight cut-off (MwCO) 30 kDa, **=MwCO
50 kDa. Membran AN69 dapat menimbulkan bradykinin release syndrome.
Terapi Sulih Ginjal Berkesinambungan pada Anak 247

Mutiara bernas rendah. Melalui CRRT, mediator-mediator


inflamasi yang berlebihan dapat dikeluarkan
Langkah-langkah CRRT di PICU dengan melalui sebuah paradigm yang dikenal
• Pemilihan dan pemasangan akses dengan “the peak concentrationhypothesis” yang
vaskular yang sesuai memberikan prognosis lebih baikpada beberapa
• Menentukan pompa aliran darah situasi klinis.
• Menentukan ukuran membran filter
• Priming luaran tindakan medik CRRT
• Menentukan modus CRRT Pada kasus AKI dengan sebab sekunder prenal
sesuai tujuan terapi biasanya CVVH akan sangat efektif mengatasi
• Menentukan dosis gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
serta sangat efektif mencegah azotemia. Pada
• Menentukan laju ultrafiltrasi
suatu penelitian retrospektif di unit PICU
rumah sakit anak Texas dari bulan Februari
1996-September 1998 (32 bulan), dari seluruh
anak (22 anak) yang dilakukan CVVHD
AKSESvASKUlAR DAN didapatkan: angka kesintasan keseluruhan
ANTIKOAGUlAN UNTUK CRRT PADA sebesar 41% (9/22). Khusus pada sepsis angka
ANAK kesintasannya mencapai 45%. Kasus-kasus yang
dilakukan CVVHD pada penelitian ini meliputi
Prinsip akses vaskular CRRT pada anak harus sepsis, syok kardiogenik, syok hipovolemik,
dapat dilalui aliran darah yang adekuat, akses nekrosis tubular akut, nekrosis hati, pneumonia.
harus pendek dan cukup besar, diameter akses, Beberapa penelitian lain juga menunjukkan
biasanya dikerjakan di: vena jugular interna, efektifitas CRRT pada kasus-kasus sakit kritis
subklavia atau femoral ,dan ukuran lumen yang pada anak.
dipakai: single lumen 5 Fr (pada 2 vena besar)
, double lumen 7 Fr, dan pada anak remaja
dipakai triple lumen 12 Fr. Antikoagulan yang
dipakai untuk mencegah terjadinya pembekuan DAfTAR PUSTAKA
darah adalah berupa heparin ataupun natrium 1. Andreoli S Acute renal failure Curr Opin Pediatr
sitrat atau bahkan tidak digunakan antikoagulan 2002;14(2):183-8
sama sekali. 2. Bellomo R, Ronco C. Continuous
haemofiltration in the intensive care unit. Crit
CRRT PADA ANAK SEPSIS Care. 2000; 4:339-45
3. Bellomo R, Ronco C. Renal replacement therapy
Sitokin pada sintesis nitric oxide yang terjadi in the intensive care unit. Crit Care Resus.
pada sepsis akan menurunkan resistensi vaskuler 1999;1 : 13-24.
secara sistemik. Vasodilatasi arterial pada
4. Bunchman T et al Pediatric hemofiltration:
pasien sepsis merupakan predisposisi terhadap
Normocarb dialysate solution with citrate
AKI, kebutuhan akan ventilasi mekanik, dan anticoagulation. Pediatr Nephrol 2002;17:150-4
meningkatkan mortalitas.
5. Butt W, Skippen P, Jouvet P.Renal Replacement
Sepsis dan SIRS membentuk suatu mozaik Therapies. Dalam : Nichols D, Ackerman
kompleks yang saling terkait dengan melibatkan A, Argent A, Biagas K, Carcillo J, Dalton H.
mediator pleiotropik dengan berat molekul Roger’s Textbook of Pediatric Intensive Care,
5000 hingga 70000 KD pada konsentrasi
248 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, patients: convection versus diffusion. Crit Care.
Baltimore 2008. 2006;10:R67
6. Chaturvedi M. Continuous renal 15. Ronco C, Inguaggiato P, D’Intini’ V, Cole L,
replacement therapy (CRRT). The Indian Bellomo R, Poulin’ S, Bordoni V, Crepaldi C,
Anaesthetists’Forum. Oktober 2004. Gastaldon F, Brendolan A, Trairak P, Khajohn T.
7. Dirkes S, Hodge K. Continuous renal The role of extracoporeal therapies in sepsis. J
replacement therapy in adult intensive care Nephrol. 2003;16: S34-41
unit. Crit Care Nurs. 2007; 27: 61-80. 16. Self-learning Pocket. Principles of continuous
8. Goldstein S et al Outcome in children receiving renal replacement therapy. Orlando Regonal
CVVH. Pediatrics 2001;107(6):1309-12 Healthcare, Education and Development, 2005.
9. Joy MS, Matzke GR, Armstrong DK, Marx 17. Smoyer W et al Determinants of survival in
MA, Zarowitz BJ. A primer on continous renal pediatric continuous hemofiltration JAm Soc
replacement therapy for critically ill patients. Nephrol 1995;6:1401-9
Ann Pharmacother. 1998; 32:362-75. 18. Stickle SH, Brewer ED, Goldstein SL. Pediatric
10. Lowrie L Renal replacement therapies in epidemiology at a tertiary care center from 1999
pediatric multi-organ dysfunction syndrome to 2001. Am J Kidney Dis 2004;45h. 96-101
Pediatr Nephrol 2000;14:6-12 19. Symons J et al Continuous renal replacement
11. Mandang J. Terapi sulihginjalberkesinambungan. therapy in children up to 10 kg Am J Kidney Dis
Majalah Perdici. Vol1 no1 jan 2011 2003;41(5):984-9
12. Mogal N et al A review of acute renal failure in 20. Van J, Koster-Kamphius L. Continuous renal
children: incidence, etiology and outcome Clin replacement therapy the basic. UMC University
Nephrol 1998;49:91-95 Children’s Hospital Nijmegen The Netherlands.
13. Puspanjono M, Pudjiadi A, Latief A, Chair I, 21. Vanholder R, Van Biesen W, Lamiere N. What
Darwis D, Dewi R,et.al. Pediatric Continuous Is the renal replacement method of first choice
renal replacement therapy. Suplemen 3rd PICU for intensive care patients. J Am Soc Nephrol.
NICU Update, 2010. Indonesia. 2001;12:S40-3.
14. Ricci Z, Ronco C, Bachetonia A, D’amico 22. Vankataraman R, Subramanian S, Kellum JA.
G, Rossi S. Solute removal during continous Extracorporeal blood purification in severe
renal replecement therapy in critically ill sepsis. Crit Care. 2003;7:139-45.
28 Tata laksana Keracunan
Enny Harliani Alwi

PENDAhUlUAN transplasenta. Keracunan dapat bersifat akut


atau kronis. Keracunan terbanyak yang ditangani
Keracunan adalah terpaparnya korban oleh di unit gawat darurat adalah keracunan akut.
suatu zat toksik yang menimbulkan gejala dan
tanda disfungsi organ serta dapat menimbulkan
kerusakan atau kematian. Sebagian besar paparan
PENDEKATAN KlINIS KERACUNAN
dengan zat racun tidak atau hanya menimbulkan
efek minimal sehingga morbiditas dan mortalitas Anamnesis
akibat paparan ini jarang terjadi. Insidens puncak
keracunan terjadi pada anak usia kurang dari Anamnesis singkat dan terfokus harus dilakukan
2 tahun, dan kebanyakan kasus terjadi pada segera setelah perawatan suportif diberikan.
anak berusia kurang dari 5-6 tahun. Menurut Tujuan utamanya adalah untuk menentukan
American Association of Poison Control Center’s beratnya paparan. Seringkali anak dibawa ke
National Poison Data System, sekitar 85% - 90% unit gawat darurat dengan riwayat paparan
kasus keracunan pada anak terjadi pada usia yang tidak jelas, karena itu bila mengobati
kurang dari 5 tahun, dan sisanya sekitar 10% - seorang anak, petugas medis harus selalu
15 % terjadi pada anak usia lebih dari 5 tahun. mempertimbangkan kemungkinan keracunan.
Keracunan pada anak usia kurang dari 5 tahun Kejadian keracunan pada anak harus
umumnya terjadi karena kecelakaan (tidak dicurigai apabila didapatkan awitan penyakit
sengaja), sedangkan keracunan pada anak usia yang akut, usia antara 1-5 tahun atau remaja,
lebih dari 5 tahun terjadi akibat kesengajaan. riwayat pika atau diketahui pernah terpapar
Anak mempunyai risiko keracunan karena dengan zat toksik, adanya stres lingkungan
karakteristik perkembangan dan lingkungannya. baik akut (baru mendapat bayi, orang tua
Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, tidak sakit berat), maupun kronis (konflik rumah
bisa diam, sering memasukkan segala sesuatu tangga, parental disability), mengenai sistem
ke mulut, meniru tingkah laku, serta tidak multiorgan, perubahan tingkat kesadaran yang
dapat membedakan zat toksik dan non toksik. signifikan, serta adanya gambaran klinis yang
Sedangkan faktor lingkungan antara lain zat membingungkan.
toksik diletakkan pada tempat yang mudah Anamnesis yang lengkap dapat diperoleh
dijangkau oleh anak dan kurangnya pengawasan dari anggota keluarga, orang yang menyaksikan
dari pengasuh. kejadian, teman, atau penolong. Sering kali
Zat toksik dapat masuk melalui saluran pada saat kejadian pasien tidak didampingi oleh
cerna (tertelan), mata, topikal/dermal, gigitan siapapun sehingga sulit untuk mendapatkan
binatang berbisa (envenomasi), inhalasi, dan informasi mengenai jenis racun. Keadaan saat
pasien ditemukan dapat memberi gambaran
250 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

keracunan yang terjadi. Benda yang ada di dekat alergi obat, keluarga, dan sosial). Kecurigaan
pasien, seperti obat-obatan atau bahan kimia adanya child abuse harus dipertimbangkan
tertentu, sangat penting untuk identifikasi zat apabila anamnesis yang diperoleh dari orangtua
yang termakan, jumlah dan lamanya terpapar, tidak konsisten.
serta pertolongan pertama yang sudah diberikan.
Informasi yang perlu ditanyakan dalam Pemeriksaan fisis
anamnesis adalah hal-hal yang berhubungan
dengan racun seperti jenis, jumlah, dosis, Perhatian utama pemeriksaan fisis dimulai pada
dan saat terjadinya keracunan; kecelakaan tanda vital termasuk suhu tubuh. Selanjutnya
atau disengaja (misalnya percobaan bunuh sistem saraf pusat dan otonom, mata, perubahan
diri), riwayat medis saat ini (gejala-gejala dan pada kulit dan/atau mukosa mulut dan saluran
pengobatan yang sedang diterima), serta riwayat cerna, serta bau napas atau pakaian korban.
medis masa lalu (riwayat percobaan bunuh diri, Tanda dan gejala yang dapat mengarahkan
kecurigaan pada golongan racun spesifik tertentu
secara umum dikelompokkan kedalam sindroma
Mutiara bernas yang disebut sebagai toxidromes. Pengelompokan
ini penting dalam menentukan pola keracunan.
• Kejadian keracunan pada anak harus Toxidromes klasik dikelompokkan ke dalam
dicurigai apabila didapatkan awitan 4 kategori, yaitu: sindroma simpatomimetik,
penyakit yang akut, usia antara 1-5 tahun kolinergik, antikolinergik, dan opiat-sedatif-
atau remaja, riwayat pika atau etanol.
diketahui pernah terpapar dengan zat
toksik.
Kardiopulmonal. Racun dapat menyebabkan
• Presentasi klinis yang membingungkan berbagai penyimpangan pada sistem
ditambah dengan keterlibatan kardiovaskular seperti hipertensi atau hipotensi
beberapa organ sekaligus juga yang disebabkan oleh efek langsung racun pada
memperkuat dugaan terjadinya otot polos pembuluh darah, efek neurogenik
keracunan
Tabel 27.1. Manifestasi klinis toxidrome
Sindroma Gejala/tanda Etiologi
Antikolinergik Agitasi,takipnea, takikardia, hipertermi, penglihatan kabur, pupil Atropin, difenhidramin,
dilatasi, retensi urin, bising usus menurun, kulit merah dan kering skopolamin
Kolinergik Perubahan status mental, takipnea, bronkospasme, bradikardia Organofosfat, karbamat, jamur
atau takikardia, salivasi, miosis, poliuri, defekasi, emesis, lakrimasi,
kejang, diaforesis
Opioid Perubahan status mental, bradikardia atau apnea, bradikardia, Kodein, fentanil, heroin,metadon,
hipotensi, pupil pintpoint, hipotermia dekstrometorfan
Sedatif/ bicara cadel, bingung, hipotensi, takikardia, pupil dilatasi/ Etanol, antikonvulsan, barbiturat,
hipnotik konstriksi, mulut kering, depresi pernapasan, hipotermia, benzodiazepin
delirium, halusinasi, koma, parestesia, penglihatan kabur, ataksia,
nistagmus
Simpatomimetik Agitasi, takipnea, takikardia, hipertensi, bicara dan aktifitas Albuterol, amfetamin (ectasy),
motorik berlebihan, tremor, pupil dilatasi, disorientasi, insomnia, kafein, kokain, epinefrin, efedrin,
psikosis, kejang, diaforesis metamfetamin, pseudoefedrin
Tata Laksana Keracunan 251

pada pusat saraf otonom, dan efek langsung putih untuk keracunan arsenik, organofosfat,
pada jantung dan ginjal. Hipertensi terjadi pada dan fosfor; bau aseton untuk keracunan aseton,
overdosis kokain, amfetamin, simpatomimetik, isopropanolol, dan salisilat.
atau withdrawal sedatif atau narkotika; obat-
obatan ini juga dapat menyebabkan takikardia.
Hipotensi berhubungan dengan obat- Evaluasi laboratoris
obatan penghambat beta, hipnotik-sedatif, Sebagian besar keracunan dapat ditangani
narkotika, digitalis, calcium channel antagonists dengan adekuat tanpa memerlukan
atau klonidin; obat-obatan ini juga dapat pemeriksaan laboratorium yang berlebihan.
menyebabkan terjadinya hipotermia. Depresi Pemeriksaan toksikologi jarang bermanfaat pada
pernapasan terjadi pada overdosis hipnotik- penanganan keracunan akut. Investigasi dapat
sedatif dan narkotika, meningkat pada keadaan dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium
aspirasi pulmonal (hidrokarbon), edema (darah, urin, cairan lambung); radiologis (foto
pulmonal (inhalasi asap, narkotika, salisilat), dada); elektrokardiografi (EKG), dan elektro-
dan asidosis metabolik (etilen glikol, metanol, ensefalografi (EEG). Semua pemeriksaan yang
salisilat). dilakukan harus berdasarkan indikasi, bukan
secara rutin.
Neurologis. Pemeriksaan neurologis sangat Pasien dengan gangguan pada susunan
penting, karena banyak racun yang menekan saraf pusat (SSP) atau kardiopulmonal
tingkat kesadaran dapat dengan langsung memerlukan pemantauan irama jantung.
mempengaruhi usaha napas atau menyebabkan Jika terdapat gangguan irama jantung, atau
hipoksia karena hilangnya refleks proteksi jalan diketahui pasien menelan racun kardiotoksik
napas. (antidepresan trisiklik atau digitalis), pasang
Pupil merupakan tanda neurologis yang EKG dan pantau tekanan darah. Jika terdapat
sangat berguna. Perubahan pupil yang simetris gangguan kesadaran atau pernapasan, lakukan
khas pada paparan dengan racun, sedangkan foto dada. Beberapa obat seperti zat besi, logam
pupil yang asimetris tersering dijumpai pada berat dan kapsul enteric-coated, dapat dilihat
kelainan neurologik struktural atau fokal. dengan foto abdomen.
Pada pemeriksaan neurologis sering Elektrolit dan analisis gas darah
dijumpai nistagmus, tinitus, dan gangguan (AGD) memberikan informasi yang berguna
penglihatan. mengenai proses metabolik atau toksik. Jika
gambaran AGD menunjukkan asidosis metabolik,
perhitungan kesenjangan anion (anion gap/ AG)
Manifestasi dermatologis dan bau akan memberikan informasi yang berharga.
Pemeriksaan dermatologis dapat mengidentifikasi Warna urin merah muda menandakan
berbagai toksin. Abuse dengan cara inhalasi keracunan fenotiazin, hemoglobinuria atau
akan menimbulkan kemerahan disekitar mulut mioglobinuria. Darah yang berwarna coklat
dan hidung. Adanya tusukan jarum atau tato menandakan methemoglobinemia. Adanya kristal
mengarah kepada pemakaian obat intravena. oksalat pada urin merupakan petunjuk khas
Pemeriksaan kulit harus difokuskan pada tempat keracunan etilenglikol. Ketonuria disertai
akses intravena, termasuk lipatan paha, leher, perubahan metabolik terjadi pada keracunan
daerah supraklavikula, dorsum pedis, dan lidah. alkohol dan aseton; sedangkan ketonuria tanpa
disertai perubahan metabolik dapat merupakan
Bau yang khas dapat merupakan tanda
gejala keracunan salisilat.
dari berbagai toksin, misalnya bau bawang
252 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tata laksana  Keracunan zat inhalasi: segera pindahkan


korban ke area terbuka yang mengandung
Tata laksana keracunan didasarkan pada empat
banyak oksigen bebas
prinsip umum berikut ini:
 Dekontaminasi saluran cerna: tidak ada
 Perawatan suportif, dengan penilaian
pendekatan dekontaminasi khusus yang optimal
menggunakan PAT (pediatric assessment triangle)
untuk kasus keracunan. Faktor yang harus
dan ABC (airway, breathing, circulation).
dipertimbangkan adalah tingkat toksisitas
 Mencegah atau mengurangi absorpsi dan fisik zat toksik, lokasi zat toksik di
 Meningkatkan ekskresi dalam tubuh, dan adanya kontraindikasi atau
 Pemberian antidotum alternatif tindakan.

 Pengosongan lambung. Tujuan pengosongan


Penilaian Awal lambung adalah membersihkan lambung
Lakukan penilaian dengan cepat untuk dari sisa racun untuk mencegah efek
menentukan adanya gagal napas atau syok lokal atau penyerapan sistemik lebih
dengan menggunakan PAT, dan memutuskan lanjut. Manfaat pengosongan lambung
perlu atau tidaknya dilakukan langkah ABC berkurang seiring dengan berjalannya
resusitasi. Mengingat bahaya utama keracunan waktu, paling efektif bila dikerjakan dini
adalah aspirasi, hipoventilasi, hipoksia, setelah tertelan racun, pada saat obat
hipotensi dan aritmia jantung, maka aspek yang belum diabsorpsi masih berada di
terpenting pada tata laksana keracunan adalah dalam lambung (30 menit sampai 1 jam
mempertahankan jalan napas, ventilasi dan pertama).
sirkulasi. Apabila didapatkan gangguan, beri Emesis (muntah) merupakan salah
oksigen, dukungan ventilasi, terapi spesifik dan satu cara pengosongan lambung namun
resusitasi cairan. tindakan ini sudah jarang dilakukan.
American Academy of Pediatrics (AAP)
tidak merekomendasikan pemakaiannya
Mencegah/mengurangi absorpsi secara rutin pada pasien keracunan baik
(dekontaminasi) di rumah maupun fasilitas kesehatan.
Tindakan dekontaminasi dilakukan secara Apabila pasien sadar, muntah dapat
individual, tergantung pada jenis dan rute diinduksi dengan cara stimulasi faring
paparan serta lamanya zat racun tertelan. mempergunakan pipa nasogastrik atau
pemberian sirup ipekak.
 Dekontaminasi kulit: lepaskan pakaian dan
letakkan dalam kantung plastik. Aliri Ipekak mengandung dua emetik
bagian tubuh yang terpapar dengan air, alkaloid yang bekerja pada sistem saraf
cegah jangan sampai bagian tubuh yang lain pusat dan secara lokal pada saluran cerna
terkontaminasi. Cuci bagian tubuh yang yang untuk menimbulkan muntah. Cara ini
terpapar dengan air dan sabun selama 10-15 hanya efektif apabila diberikan dalam
menit menit-menit pertama setelah zat racun
tertelan, dan manfaatnya sangat dibatasi
 Dekontaminasi mata: aliri mata yang
oleh waktu. Sirup ipekak diberikan
terpapar racun dengan menggunakan NaCl
secara per oral dengan dosis 10 mL untuk
fisiologis atau air bersih hangat selama 20
bayi 6-12 bulan, 15 mL untuk anak 1 –
menit, kecuali pada paparan dengan alkali
12 tahun, dan 30 mL untuk anak yang
diperlukan waktu 30-60 menit
Tata Laksana Keracunan 253

lebih besar; tidak boleh diberikan pada esofagus, serta gangguan keseimbangan
bayi < 6 bulan karena risiko aspirasi. elektrolit. Kontra-indikasinya adalah
Bila perlu, pemberiannya dapat diulang hilangnya proteksi saluran napas,
tiap 20 menit. Awitan muntah biasanya terdapat risiko perdarahan atau perforasi
terjadi dalam waktu 20 – 30 menit. saluran cerna, tertelan zat korosif (asam
Kontraindikasi induksi muntah atau basa) atau hidrokarbon, aritmia
adalah menelan zat racun dengan jantung.
kadar toksik yang minimal (misalnya
antibiotika, vitamin, zat besi, asetaminofen  Arang aktif. Arang aktif merupakan
<100 mg/kg), telah memuntahkan terapi yang efektif karena dapat
racun, usia kurang dari 6 bulan, koma, menurunkan absorpsi zat toksik.
kejang, hilangnya gag reflex, dan tertelan Pemberian arang aktif menjadi pilihan
zat korosif (asam atau basa kuat) atau strategi dekontaminasi pada anak dan
hidrokarbon. Untuk kasus keracunan paling efektif bila diberikan dalam jam
hidrokarbon, induksi muntah hanya pertama. Dosis arang aktif adalah 1 –
dilakukan apabila tertelan >1 mL/kgBB 2 g/kg (maksimum 100 g) per dosis.
atau mengandung logam berat. Kontraindikasi pemakaian yaitu pada
Bilas lambung biasanya dilakukan pasien dengan jalan napas yang tidak
pada pasien yang menelan racun dalam terlindungi, saluran cerna yang tidak
jumlah yang potensial mengancam jiwa. intak (setelah keracunan kaustik yang
Tindakan ini telah dilakukan sejak lebih berat), atau apabila pemberiannya akan
dari dua abad lalu namun sampai saat meningkatkan risikodanberatnya aspirasi
ini masih kontroversial. Banyak ahli (misalnya pada keracunan hidrokarbon).
lebih menganjurkan pemberian arang Arang aktif biasanya diberikan setelah
aktif untuk dekontaminasi, sehingga dilakukan bilas lambung.
tindakan ini tidak boleh dilakukan
secara rutin, harus mempertimbangkan  Katartik. Terdapat 2 jenis katartik
untung ruginya. Efektivitas bilas lambung osmotik yang paling sering digunakan
tergantung lama dan jenis racun yang dalam penanganan keracunan, yaitu
tetelan. katartik sakarida (sorbitol, dosis
Agar bilas lambung efektif, posisi maksimum 1g/kg) dan katartik garam
pasien yang terbaik adalah left lateral (magnesium sulfat, dosis maksimum
head down (20O dari permukaan meja) 250 mg/kg; dan magnesium sitrat, dosis
dengan pipa nasogastrik ukuran terbesar maksimum 250 mL/kg). Pemakaian
yang dapat masuk. Isi lambung harus rutin katartik bersamaan dengan arang
diaspirasi terlebih dahulu sebelum cairan aktif tidak direkomendasikan. Katartik
pembilas dimasukkan. Gunakan larutan harus digunakan secara hati-hati karena
garam fisiologis hangat 10-20 mL/kg, risiko terjadinya dehidrasi, gangguan
atau 50-100 mL pada anak kecil dan keseimbangan elektrolit, dan obstruksi
150-200 mL pada remaja, dapat diulang intestinal. Mengingat risiko tersebut,
sampai cairan yang keluar bersih. saat ini penggunanan katartik tidak
Komplikasi bilas lambung antara lain dianjurkan lagi, di samping hasilnya yang
desaturasi oksigen, pneumonia aspirasi, tidak terbukti menguntungkan pasien.
trauma mekanik pada orofaring dan Kontraindikasi pemberian katartik
adalah tertelan zat korosif, diare berat,
254 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

ileus, gangguan elektrolit berat, dan bikarbonat 1-2 mEq/kg iv dalam waktu 1-2 jam
adanya riwayat pembedahan. sambil memantau kemungkinan hipokalemia
akibat perpindahan kalium intraselular.
 Irigasi usus (Whole Bowel Irrigation/ Pemantauan juga harus dilakukan terhadap
WBI) jumlah cairan dan natrium yang diberikan,
terutama pada pasien yang mempunyai risiko
Merupakan salah satu teknik
gagal jantung kongestif dan edema paru.
dekontaminasi saluran cerna dengan
Kecepatan infus bikarbonat disesuaikan untuk
menggunakan cairan nonabsorbable
mempertahankan pH urin antara 7,5 - 8,5.
hypertonic solution (polyethylen glycol-
Asidifikasi urin tidak pernah diindikasikan
balanced electrolyte solution/PEG-ES)
karena dapat menyebabkan efek samping
dalam jumlah besar dan aliran cepat.
yang serius seperti asidosis dan eksaserbasi
Dosis yang dianjurkan adalah 500 mL/
rabdomiolisis.
jam untuk anak usia 9 bulan – 6 tahun,
1000 mL/jam pada anak usia 6-12 tahun,
dan 1500-2000 mL/jam pada remaja dan  Dialisis. Dialisis diindikasikan pada kasus
dewasa. Metode ini masih kontroversial, keracunan berat tertentu atau bila terdapat
karena belum ada penelitian yang gagal ginjal, dan dilakukan bila pasien
membuktikan efektivitasnya. Teknik ini memenuhi salah satu kriteria klinis berikut:
direkomendasikan pada kasus keracunan a. Keracunan sangat mengancam kehidupan
logam berat, zat besi, tablet lepas lambat yang disebabkan oleh obat yang bisa
(sustained-release) atau enteric-coated, didialisis dan tidak dapat diterapi secara
dan kokain. Kontraindikasi relatif konservatif,
tindakan ini adalah adanya kelainan b. Hipotensi mengancam fungsi ginjal atau
usus dan obstruksi usus. hati yang tidak bisa dikoreksi dengan
penambahan cairan biasa,
c. Gangguan asam basa, elektrolit, atau
Meningkatkan Ekskresi (mempercepat hiperosmolalitas berat yang tidak
eliminasi racun) berespons terhadap terapi, atau
Prosedur untuk meningkatkan eliminasi racun d. Hipotermia atau hipertermia berat yang
yang diserap terdiri dari arang aktif dosis tidak berespons terhadap terapi.
multipel, alkalinisasi diuresis/urin, dialisis
dan hemoperfusi. Mengingat risikonya, maka Hemodialisis bermanfaat untuk penanganan
tindakan ini hanya dilakukan pada kasus yang keracunan zat yang mempunyai berat
tidak ada perbaikan atau diharapkan adanya molekul rendah dengan volume distribusi
manfaat tertentu. dan ikatan terhadap protein yang rendah
sehingga dapat menyebabkan efek klinis
 Alkalinisasi diuresis/urin. Alkalinisasi yang berat atau mengancam jiwa (seperti
urin membantu pengeluaran salisilat dan aspirin, teofilin, litium, dan alkohol),
asam jengkolat. Selain itu, alkalinisasi juga dan apabila tidak didapatkan terapi
meningkatkan pengeluaran fenobarbital, alternatif yang kurang invasif. Hemodialisis
klorpropamid dan herbisida klorofenoksi, tetapi merupakan cara dialisis yang paling efektif
bukan merupakan terapi utama. Alkalinisasi tetapi memerlukan kemampuan teknik
urin dilakukan dengan memberikan natrium yang tinggi, sehingga tidak selalu tersedia.
Tata Laksana Keracunan 255

 Hemoperfusi. Indikasi hemoperfusi sama Tabel 27.2.Antidotum


dengan hemodialisis, tetapi teknik ini jarang jenis Racun Antidotum
diperlukan. Pada keracunan obat tertentu, • Asetaminofen • N-Asetil-l-Sistein
hemoperfusi mempunyai keuntungan yang • Antikolinergik • Physostigmine
lebih besar dibandingkan hemodialisis, • Antikolinesterase • Atropin, pralidoksim
(insektisida)
misalnya pada keracunan teofilin, namun • benzodiazepin • flumazenil
keracunan teofilin saat ini sudah jarang • Penghambat  • Glukagon
dijumpai. • Karbon monoksida • Oksigen
 Arang aktif dosis multipel (Multiple- • Sianida • Amyl nitrit, sodium nitrit,
sodium tiosulfat
Dose Activated Charcoal/GastroIntestinal • Antidepresan trisiklik • Natrium bikarbonat
Dialysis). Beberapa hasil penelitian • Digoksin • Digoksin spesifik Fab
memperlihatkan adanya peningkatan • Etilen glikol • Etanol
signifikan pengeluaran beberapa jenis racun • Zat besi • Desferoksamin
dengan pemberian berulang arang aktif. • Isoniazid • Piridoksin
Dosis yang dianjurkan 0,5-1 g/kg, diulang • Timah hitam • bAl, kalsium EDTA
• Merkuri • bAl, DMSA
setiap 4-6 jam. Dengan cara ini, obat bebas • Metanol • Etanol, 4-MP
yang berdifusi dari kapiler periluminar ke • Methemoglobinemia • Methylene blue
lumen usus akan diikat oleh arang aktif • Opioid • Nalokson
yang selalu ada di dalam lumen. Selain itu Dikutip dari: Erickson,APlS The pediatric emergency
resirkulasi enterohepatik dari beberapa jenis medicine resource. 2004
obat dapat dihentikan karena reabsorpsinya
melalui empedu dicegah. Agar tindakan ini organ vital sampai racun dikeluarkan dari tubuh
dapat dilakukan dengan aman dan efektif, dan fisiologi tubuh kembali normal.
syaratnya adalah peristaltik aktif, gag reflex
intak, atau jalan napas terlindungi. Pemberian
arang aktif dosis multipel dipertimbangkan Pemantauan
pada keracunan fenobarbital, karbamazepin, Setelah semua tahap tata laksana terhadap kasus
fenitoin, digoksin, salisilat dan teofilin. Untuk keracunan dilakukan, sebaiknya pasien dirawat
mencegah terjadinya obstipasi, maka setiap atau diobservasi di ruang perawatan intensif.
tiga siklus diberikan katartik seperti sorbitol.
Pemantauan pasien dapat dilakukan

Pemberian Antidotum
Setelah dilakukan evaluasi awal dan
stabilisasi pasien, langkah selanjutnya adalah
mempertimbangkan perlu tidaknya terapi pada empat prinsip umum yang terdiri
spesifik atau antidotum. Apabila antidotum
spesifik tersedia, maka harus diberikan sesegera mengurangi absorpsi, meningkatkan
mungkin dengan dosis yang sesuai. ekskresi, dan pemberian antidotum.
Tidaksemuazat toksik memiliki antidotum. Tidak semua zat toksik memiliki
Meskipun antidotum tersedia, tidak mengurangi
pentingnya pemberian terapi suportif atau terapi
lainnya. Terapi suportif harus segera diberikan
terapi suportif atau terapi lainnya.
sambil menunggu pemberian antidotum. Tujuan
terapi suportif adalah mempertahankan fungsi
256 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

secara multidisiplin tergantung kerusakan organ karena produk tersebut banyak digunakan
tubuh yang tejadi, misalnya oleh psikiater bila oleh kalangan sosioekonomi rendah dan sering
merupakan percobaan bunuh diri, ahli bedah, disimpan di tempat yang mudah diraih oleh
ahli mata bila terjadi kerusakan mata, dan anak.
dokter ahli lainnya.
Salisilat
Pencegahan Salisilat adalah kelompok bahan-bahan kimia
Tata laksana keracunan bukan hal yang dari asam salisilat yang telah lama diketahui
sederhana, tetapi cukup kompleks dan hanya sebagai asam asetilsalisilat (aspirin). Setelah
sedikit zat yang telah diketahui antidotumnya tertelan, aspirin akan dimetabolisme menjadi
dengan segala konsekuensinya. Pencegahan asam salisilat (salisilat). Keracunan aspirin
merupakan hal yang relatif lebih sederhana sering terjadi namun jarang tercatat karena
dan mudah dilakukan, oleh karena itu perlu sering tidak dikenal gejala-gejalanya. Dalam
disosialisasikan kepada masyarakat luas beberapa tahun terakhir ini frekuensi keracunan
mengenai bahaya keracunan dan pencegahan salisilat kembali meningkat.
yang dapat dilakukan di rumah. Efek langsung salisilat pada metabolisme
Beberapa hal penting yang harus beragam. Salisilat akan merangsang pusat
diperhatikan antara lain obat-obatan dan zat pernapasan di medula yang akan menyebabkan
pembersih rumah tangga harus disimpan dalam takipnea dan alkalosis respiratorik. Kombinasi
lemari terkunci, penyimpanan obat harus dalam alkalosis respiratotik dan asidosis metabolik
tempat yang seharusnya, tidak membuang merupakan gejala patognomonik untuk
etiket atau label pada botol obat dan membaca keracunan salisilat. Salisilat juga mempengaruhi
petunjuk pemakaian sebelum menggunakannya, metabolisme glukosa dan dapat menyebabkan
gunakan tempat penyimpanan yang tidak dapat hipoglikemia atau hiperglikemia.
dibuka oleh anak, nyalakan lampu saat akan Gejala dan tanda keracunan salisilat
memberikan obat, tidak mengkonsumsi obat tergantung pada cara dan beratnya keracunan.
di depan anak karena mereka akan menirunya, Menelan 150-300 mg/kg menimbulkan gejala
tidak menyebut obat dengan sebutan permen keracunan ringan, 300-500 mg/kg menimbulkan
karena itu akan membingungkan anak, ajarkan keracunan sedang, dan lebih dari 500 mg/
pada anak untuk tidak makan atau minum apa kg dapat menyebabkan kematian. Keracunan
pun kecuali telah diizinkan oleh orang dewasa, ringan menimbulkan gejala gangguan saluran
setiap 6 bulan bersihkan lemari dari obat-obatan cerna, tinitus dan takipnea. Keracunan sedang
yang sudah kadaluwarsa, dan jauhkan anak- menimbulkan gejala demam, diaforesis, dan
anak dari tanaman beracun. agitasi, sedangkan pada keracunan berat akan
timbul gejala neurologis berupa disartria, koma
dan kejang. Pada keracunan berat juga dapat
Keracunan Zat Spesifik terjadi edema paru. Kematian terjadi akibat
Jenis-jenis bahan atau zat yang dapat toksisitas pada SSP yang berat dengan hilangnya
menyebabkan keracunan pada anak sangat fungsi pusat kardiorespirasi, akibatnya terjadi
beraneka ragam. Selain obat-obatan, produk gagal napas dan/atau henti jantung.
rumah tangga merupakan penyebab tersering Penilaian pasien keracunan salisilat
keracunan pada anak terutama yang dimulai dengan anamnesis yang akurat untuk
mengandung minyak tanah. Minyak tanah menentukan keracunan terjadi secara akut
merupakan penyebab keracunan tersering atau kronis. Pemeriksaan laboratorium meliputi
Tata Laksana Keracunan 257

kadar salisilat serum, elektrolit, analisis gas  Chlorinated hydrocarbons


darah, tes fungsi hati, darah rutin, aPTT, PT, Absorpsi terjadi melalui kulit, saluran
urinalisis dan EKG. napas, dan saluran cerna. Gejala keracunan
Perawatan suportif terdiri dari penilaian hidrokarbon adalah salivasi, iritabilitas saluran
fungsi ventilasi, pemantauan jantung, dan cerna, nyeri perut, muntah, diare, depresi SSP,
pemasangan akses vaskular. Keracunan salisilat dan kejang. Paparan inhalasi menyebabkan
menyebabkan pengosongan lambung menjadi iritasi mata, hidung, dan tenggorokan,
lambat, maka dekontaminasi saluran cerna harus pandangan kabur, batuk, dan edema paru.
dipertimbangkan dengan hati-hati pada pasien Tata laksana keracunan hidrokarbon terdiri
yang datang 4-6 jam setelah tertelan salisilat. dari dekontaminasi kulit dengan sabun dan
Apabila pasien datang setelah 6 jam, berikan pengosongan isi lambung. Semua pakaian
arang aktif untuk meningkatkan pengeluaran yang terkontaminasi harus dilepaskan.
salisilat (GI diayisis). Pemberian susu atau produk-produk yang
Tujuan spesifik terapi keracunan salisilat mengandung lemak harus dihindari karena
adalah mengkoreksi gangguan cairan dan dapat mempercepat absorpsi racun. Bila
elektrolit, serta meningkatkan pengeluaran salisilat. terdapat kejang, berikan diazepam 0,1-0,3
Terapi cairan ditujukan untuk memperbaiki mg/kg iv. Jangan gunakan epinefrin karena
hidrasi dan keseimbangan elektrolit, mencegah dapat menimbulkan aritmia.
penyebaran salisilat ke otak, dan mendukung
ekskresi salisilat oleh ginjal. Kadar pH darah  Organofosfat
harus dipertahankan antara 7,45-7,5 dengan
Absorpsi dapat terjadi melalui inhalasi,
pemberian natrium bikarbonat. Alkalinisasi urin
saluran cerna, dan penetrasi kulit.
akan meningkatkan eliminasi salisilat melalui
Organofosfat bekerja dengan cara mengikat
ionisasi salisilat. Salisilat yang terionisasi tidak
dan menginaktivasi asetilkolin esterase,
dapat direabsorpsi di tubulus ginjal (ion trapping),
akibatnya terjadi akumulasi asetilkolin
sehingga eliminasinya melalui urin meningkat
pada cholinergic junctions di efektor otonom
dan konsentrasi salisilat di SSP berkurang.
(menimbulkan efek muskarinik), otot
Hipokalemia akan mengurangi kemampuan
skelet atau ganglia otonom (menimbulkan
ginjal membuat urin alkali, maka ke dalam
efek nikotinik), dan di SSP yang bersifat
cairan intravena harus ditambahkan kalium.
ireversibel.
Hemodialisis harus dipertimbangkan pada
Gejala yang timbul tergantung pada rute,
keracunan berat. Indikasi khusus hemodialisis
lama paparan, dan jumlah zat yang diabsorpsi.
yaitu bila didapatkan asidosis berat atau gangguan
Toksisitas organofosfat terjadi dalam 12
elektrolit, gagal ginjal, disfungsi neurologis
jam setelah paparan. Gejala klinis yang
persisten (kejang), edema paru, atau keadaan
berhubungan dengan SSP adalah pusing,
klinis memburuk dengan terapi standar.
nyeri kepala, ataksia, kejang dan koma;
tanda nikotinik terdiri dari berkeringat,
Insektisida fasikulasi, tremor, kelemahan dan paralisis
Insektisida digolongan menjadi: chlorinated otot; dan gejala muskarinik ditandai dengan
hydrocarbons (aldrin, DDT, dieldrin, endrin, SLUDGE (salivasi, lakrimasi, urinasi,
defekasi, gastrointestinal kram, dan emesis).
lindane), organofosfat (klorotion, DFP, diazinon,
Selain itu bisa didapatkan juga miosis,
malation, paration, phosdrin, thio-TEPP), dan
bradikardia, bronkorea, dan wheezing; pada
karbamat (carbaryl, sevin, zectran).
kasus berat dapat terjadi edema paru.
258 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tata laksana keracunan organofosfat sedikit menimbulkan efek pada susunan


harus selalu menyertakan perlindungan bagi saraf pusat.
penolong. Apabila paparan terjadi melalui Pemberian pralidoksim pada intoksikasi
kulit, maka pada saat datang pasien harus karbamat secara umum tidak diperlukan
dibasuh dengan cairan sabun. Seluruh karena gejala yang timbul dapat sembuh
pakaian yang terkontaminasi harus dilepaskan spontan.
dan disimpan dalam kantung plastik.
Setelah dekontaminasi, berikan
antidotum mulai dari sulfas atropin Hidrokarbon
dengan dosis 0,05-0,1 mg/kg untuk anak
Hidrokarbon adalah senyawa karbon yang
dan 2-5 mg untuk remaja, intravena.
pada suhu kamar berbentuk cair. Hidrokarbon
Dosis diulang tiap 10-30 menit sampai
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: hidrokarbon
tercapai atropinisasi, yang ditandai terutama
alifatik, aromatik, dan toksik. Hidrokarbon
dengan menghilangnya hipersekresi. Setelah
alifatik merupakan destilat minyak bumi,
pemberian atropin, pada kasus yang berat
banyak dijumpai dalam produk rumah tangga
dapat diberikan pralidoksim. Obat ini
seperti minyak tanah dan cairan pemantik.
berguna pada keracunan yang ditandai
Hidrokarbon aromatik merupakan struktur
dengan kelemahan otot yang berat dan
siklik yang dijumpai pada pelarut, lem, cat, dan
fasikulasi. Pralidoksim diberikan dengan
cat kuku, sedangkan hidrokarbon toksik terdiri
dosis 25-50 mg/kg dalam 100 mL NaCl
dari bermacam zat yang tidak mempunyai
fisiologis yang diberikan selama 30 menit.
bentuk toksisitas tertentu.
Dalam keadaan yang mengancam jiwa, 50%
dosis inisial pralidoksim diberikan dalam Toksisitas hidrokarbon bervariasi, tetapi
waktu 2 menit, dan sisanya dalam waktu zat ini mempunyai viskositas dan tegangan
30 menit. Setelah dosis inisial, dilanjutkan permukaan yang rendah, sehingga mudah
dengan infus kontinyu larutan 1% 10 mg/ berpenetrasi ke saluran napas yang lebih dalam
kg per jam pada anak atau 500 mg per jam dan menyebar di area paru yang luas.
pada remaja sampai efek yang diinginkan Jumlah hidrokarbon yang tertelan oleh
tercapai. Pralidoksim sangat berguna dalam anak biasanya sukar ditentukan, tetapi adanya
48 jam setelah paparan, namun masih aspirasi akan menimbulkan tanda berupa batuk,
bermanfaat hingga 2-6 hari kemudian. tersedak, atau takipnea. Aspirasi kurang dari
1 mL hidrokarbon langsung ke dalam trakea
 Karbamat akan menyebabkan pneumonitis berat, bahkan
kematian. Apabila tertelan, absorpsinya melalui
Karbamat mempunyai mekanisme kerjayang saluran cerna kurang baik.
sama dengan organofosfat, tetapi ikatannya
dengan asetilkolinesterase bersifat reversibel Hidrokarbon menyebabkan iritasi saluran
sehingga akan terjadi hidrolisis spontan dan cerna, sehingga akan timbul mual dan muntah
aktivitas kolinesterase akan kembali dalam berdarah. Gejala SSP bervariasi mulai dari
beberapa jam. Manifestasi klinis keracunan keadaan mabuk sampai koma. Gejala lain
karbamat tidak dapat dibedakan dengan yaitu hemolisis, hemoglobinuria, demam dan
organofosfat, namun gejala yang timbul leukositosis.
lebih ringan dan durasinya lebih pendek. Tata laksana keracunan hidrokarbon
Tidak seperti organofosfat, karbamat hanya adalah dengan menahan zat di dalam usus
bila memungkinkan dan mencegah terjadinya
Tata Laksana Keracunan 259

muntah atau refluks. Pengosongan lambung pada kadar asam sianida dan cara pengolahan
umumnya hanya dilakukan pada zat yang sebelum dikonsumsi. Merendam singkong
mempunyai potensi untuk menimbulkan efek terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu
toksik sistemik, seperti halogenated hydrocarbon tertentu dapat menurunkan kadar asam sianida
(trichloroethane, carbon terachloride), hidrokarbon karena akan larut dalam air.
aromatik (toluene, xylene, benzene), dan mengandung Asam sianida adalah suatu racun kuat
zat aditif seperti logam berat dan insektisida. yang dapat menyebabkan asfiksia. Sianida
Bila pasien datang dengan batuk atau gejala menghambat pemakaian oksigen dengan cara
respirasi, segera lakukan foto dada. Apabila menginaktivasi sitokrom oksidase mitokondria,
pada rontgen awal tidak didapatkan kelainan, akibatnya terjadi hipoksia jaringan karena O2
ulangi 4-6 jam setelah tertelan hidrokarbon. tidak dapat digunakan dan terjadi kegagalan
Semua pasien dengan kelainan radiologis atau produksi adenosin trifosfat (ATP). Manifestasi
gejala respirasi yang menetap setelah diobservasi klinis keracunan sianida akut sering tidak spesifik,
selama 4-6 jam, memerlukan pemantauan lebih dan terutama menggambarkan kekurangan oksigen
lanjut, sedangkan pasien yang tetap asimtomatik di otak dan jantung.
setelah periode observasi ini boleh dipulangkan. Gejala awal keracunan ringan terdiri dari
Pada pasien dengan pneumonitis kelemahan, malaise, kebingungan, nyeri kepala,
hidrokarbon yang mengalami penurunan pusing, dan napas pendek. Pada keadaan lanjut
kesadaran, patensi jalan napas harus akan timbul gejala mual dan muntah, hipotensi,
diperhatikan, dan bila ventilasinya terganggu kejang, koma, apnea, aritmia, dan kematian
harus dipasang ventilasi mekanik. Pemberian akibat henti jantung paru. Pada pemeriksaan
antibiotika profilaksis tidak dianjurkan, hanya fisis bisa ditemukan warna merah cherry pada
diberikan bila terdapat infeksi. Pemberian kulit dan warna merah pada arteri serta vena
kortikosteroid juga tidak direkomendasikan retina yang disebabkan oleh ketidakmampuan
karena akan meningkatkan morbiditas. sel mengekstraksi oksigen dari darah. Kadang-
Pada keadaan hipotensi atau bronkospasme, kadang dapat tercium bau seperti almond pahit
pemberian epinefrin merupakan kontraindikasi pada napas pasien. Pada keracunan berat,
karena hidrokarbon dapat menimbulkan kematian biasanya terjadi dalam waktu 1-15
iritabilitas ventrikel yang merupakan predisposisi menit.
untuk terjadinya fibrilasi. Katekolamin juga Diagnosis keracunan singkong ditegakkan
dapat membangkitkan efek ini. berdasarkan anamnesis makanan, gejala klinis,
laboratorium (AGD, elektrolit dan kadar laktat
Singkong (Manihot utilissima) serum), serta pemeriksaan contoh muntahan
dan bahan makanan yang tersisa.
Singkong atau cassava mengandung glikosida Penanganan harus dilakukan secepatnya.
yang akan dihidrolisis menjadi glukosa, hidrogen Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam
sianida, dan aseton oleh beta glukosidase usus lambung, lakukan dekontaminasi isi lambung
atau beta glukosidase yang dikeluarkan oleh dengan bilas lambung dan berikan arang aktif.
tanaman itu sendiri. Selain dalam singkong, Selanjutnya berikan perawatan suportif yang
sianida juga terdapat di dalam biji tumbuhan terdiri dari pemberian oksigen 100%, bila perlu
(apel, cherry, peach, dan pir) dan hasil lakukan resusitasi kardiopulmonal, dan berikan
pembakaran plastik. antidotum (amil nitrit, Na-nitrit dan Na-
Keracunan dapat terjadi tergantung tiosulfat). Sambil menunggu akses vena, berikan
amil nitrit per inhalasi. Setelah akses vena
260 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

terpasang, berikan Na-nitrit 10 mg/kg atau 0,33 Tempe bongkrek


mL/kg larutan Na-nitrit 3%, untuk menghasilkan
Bongkrek adalah sejenis tempe yangdalam proses
20% methemoglobin. Selanjutnya berikan Na-
pembuatannya dicampur dengan ampas kelapa
tiosulfat 25% sebanyak 1,6 mL/kg (400 mg/
dan kacang tanah. Pada proses pembuatan ini
kg) sampai 50 mL (12,5 g), intravena dalam 10
sering terjadi kontaminasi dengan Clostridium
menit. Mengingat nitrit adalah vasodilator kuat,
botalinum, yaitu suatu kuman anaerob yang
maka pemberiannya harus dilakukan dengan
membentuk spora, dan Bacterium cocovenenans
hati-hati karena dapat menyebabkan hipotensi.
yang mengubah gliserinum menjadi racun
toksoflavin.
Jengkol (Pithecolobium lobatum) Gejala keracunan timbul setelah 12-48
jam, dengan manifestasi serupa dengan gejala
Jengkol sering menimbulkan gejala keracunan
yang ditumbulkan oleh kurare yaitu pusing,
yang disebabkan oleh asam jengkol, yaitu
diplopia, anoreksia, merasa lemah, ptosis,
suatu asam amino yang mengandung belerang.
strabismus, kesukaran bernapas, menelan atau
Timbulnya keracunan tidak tergantung pada
berbicara. Kematian bisa timbul dalam 1-8 hari,
jumlah biji jengkol yang dimakan, dimasak atau
dan biasanya mengenai beberapa anggota dalam
tidaknya sebelum dimakan, dan muda atau
satu keluarga sekaligus.
tuanya biji jengkol, tetapi tergantung pada
kerentanan seseorang terhadap asam jengkol. Tata laksana keracunan tempe bongkrek
terdiri dari dekontaminasi lambung dengan
Gejala keracunan disebabkan oleh hablur
bilas lambung dan pemberian katartik. Karena
(kristal) asam jengkol yang menyumbat traktus
antidotumnya belum ada, dapat diberikan
urinarius. Keluhan pada umumnya timbul
atropin sulfat beserta larutan glukosa intravena.
dalam waktu 5-12 jam setelah memakan jengkol
Pemberian glukosa intravena ini sebaiknya
berupa nyeri perut, kadang-kadang disertai
disertai dengan pemberian larutan garam
muntah dan adanya serangan kolik pada waktu
fisiologis dan plasma, dan harus diberikan
berkemih. Volume urin juga berkurang bahkan
secepatnya.
sampai terjadi anuria. Kadang-kadang terdapat
hematuria. Napas dan urin berbau jengkol.
Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop
dapat ditemukan hablur asam jengkol berupa KEPUSTAKAAN
jarum runcing yang kadang-kadang bergumpal 1. Aardema HMJ, Ligtenberg JJM, Peters-Polman
menjadi ikatan atau berupa roset. OM, Tulleken JE, Zijlstra JG. Organophosphorus
Tata laksana keracunan jengkol yang pesticide poisoning: cases and developments.
ringan (muntah, sakit perut pinggang saja), Netherl J Med. 2008;66:149-53.
cukup dengan menasihati pasien untuk banyak 2. Aehlert B. Mosby’s Comprehensive pediatric
minum dan diberikan natrium bikarbonat saja. emergency care. Edisi revisi. Texas: Elsevier
Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, Mosby Jems; 2007.
anuria dan tidak dapat minum) penderita perlu 3. Cantwell GP, Weisman RS. Poisoning. Dalam:
dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat Nichols DG, penyunting. Rogers’ textbook of
dalam larutan glukosa 5%. Bila terjadi gagal pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia:
ginjal, dapat dilakukan hemodialisis/peritoneal Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 441-65.
dialisis. 4. Chyka PA, Christianson G, Wax PM, Booze LL,
Manoguerra AS, Caravati EM, dkk. Salicylate
poisoning: an evidence-based consensus
Tata Laksana Keracunan 261

guideline for out-of-hospital management. Clin of pediatric emergency medicine. Philadelphia:


Toxicol. 2007;45:95-131. Lippincott William & Wilkins; 2010. h. 1171-
5. DepKes RI. Pedoman pengobatan dasar di 223.
Puskesmas. Jakarta; 2007. 12. Riordan M, Rylance G, Berry K. Poisoning in
6. Erickson TB. Toxicology: ingestions and children 1: General management. Arch Dis
smoke inhalation. Dalam: Gausche-Hill M FS, Child. 2002;87:392-96.
Yamamoto L, penyunting. APLS The pediatric 13. Rodgers GC, Matyunas NJ. Poisonings: drugs,
emergency medicine resource. Edisi ke-4. chemicals, and plants. Dalam: Behrman RE,
Boston: Jones and Bartlett Pub.; 2004. h. 234-63 Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
7. Geller RJ, Barthold J, Saiers JA, Hall AH. Pediatric textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelpia:
cyanide poisoning: causes, manifestations, Saunders; 2004. h. 2362-75.
management, and unmet. Pediatrics. 2006;118: 14. Rumack BH, Dart RC. Posioning. Dalam: Hay
2146-58. WW, Levin MJ, Soundheimer JM, Deterding
8. Manik M. Keracunan Makanan. (diunduh RR, penyunting. Current pediatric diagnosis &
tanggal 21 Agustus 2010). Tersedia dari http:// treatment. Edisi ke-19. International Edition:
repository.usu. ac.id/handle/123456789/3522. McGraw-Hill; 2009. h. 313-38.
9. O’Malley GF. Emergency department 15. Simpson WM SS. Recognition and management
management of the salicylate-poisoned patient. of acute pesticide poisoning. Am Fam Physician.
Emerg Med Clin N Am. 2007;25:333-46. 2002;65:1599-604.
10. Oen L. Peranan asam jengkol pada keracunan 16. Worthley L. Clinical toxicology: part 1. Diagnosis
jengkol. Cermin Dunia Kedokteran. 1982;28:59- and management of common drug overdosage.
60. Critical care and resuscitation. 2002;4:192-215.
11. Osterhoudt KC, Ewald MB, Shannon M, 17. Worthley L. Clinical toxicology: Part II.
Henretig FM. Toxicologic emergencies. Dalam: Diagnosis and management of uncommon
Fleisher GR, Ludwig S, penyunting. Textbook poisonings. Critical Care and Resuscitation.
2002;4:216-30.
29 Tenggelam dan hampir Tenggelam
(Drowning and Near-Drowning)
Idham Jaya Ganda

PENDAhUlUAN fAKTOR RISIKO TENGGElAM


Tenggelam adalah kematian karena asfiksia akibat 1. Umur
terisinya paru oleh cairan sehingga paru tidak bisa Umur merupakan faktor risiko utama
mengabsorpsi oksigen. Asfiksia mengakibatkan terjadinya tenggelam. Hal ini berhubungan
hipoksia serebri dan infark miokard. dengan adanya pengawasan. Pada
Hampir tenggelam adalah keadaan dimana umumnya, anak berumur kurang dari 5
korban yang telah terendam dapat bertahan hidup tahun memiliki risiko lebih tinggi untuk
walaupun kemudian terdapat komplikasi sekunder tenggelam karena sebab ini. Data statistik
atau bahkan kematian. Menurut World Health di berbagai negara menunjukkan angka
Organization (WHO), tenggelam merupakan insiden terjadinya tenggelam yang berbeda-
penyebab ketiga dari kematian yang tidak disengaja. beda :
Pada kebanyakan negara, tenggelam merupakan a. Australia: tenggelam terbanyak terjadi di
salah satu penyebab kematian pada anak berumur usia 1-3 tahun
kurang dari 12 tahun. Sebagai contoh, di Amerika
b. Bangladesh: kasus yang tercatat 1-4
Serikat (AS), tenggelam merupakan penyebab
tahun dan 20 % diantaranya meninggal
kematian terbanyak kedua setelah kecelakaan
kendaraan bermotor pada anak berusia kurang c. Cina: terjadi pada usia 1-14 tahun
dari 12 tahun. Rata-rata populasi tenggelam di d. Amerika Serikat: tenggelam merupakan
dunia bervariasi tergantung dari akses ke air, cuaca kasus kecelakaan akibat keteledoran
dan budayanya. terbanyak kedua yang terjadi pada usia
Tenggelamdi air hangat terjadi pada air bersuhu 1-14 tahun.
≥ 20oC dan tenggelam di air dingin terjadi pada air
bersuhu < 20OC. Beberapa literatur memasukkan Lokasi tenggelam juga berbeda sesuai umur,
tenggelam pada air sangat dingin bila tenggelam diperkirakan 40% balita tenggelam di bathtub
terjadi pada air bersuhu≤5OC. sedangkan pada anak pra-sekolah umur 0 –
Ada dua tipe tenggelam yaitu dry lung dan 4 tahun 50-90% kasus tenggelam terjadi di
wet lung. Pada dry lung, hanya sedikit air yang kolam renang (tabel 29.1).
diaspirasi, yang lebih dominan terjadi adalah
spasme laring. Wet lung terjadi pada 85 % kasus Jenis Kelamin
tenggelam. Berbeda dengan dry lung, pada kasus
wet lung sejumlah besar air masuk ke dalam Laki-laki memiliki risiko tenggelam dua kali
paru sehingga dapat terjadi imbalans cairan dan lipat lebih besar dibanding perempuan. Hal
elektrolit. ini berkaitan dengan kebiasaan laki-laki
Tenggelam dan Hampir Tenggelam (Drowning and Near-Drowning) 263

Tabel 29.1. Epidemiologi kasus tenggelam

Kelompok umur Lokasi Keterangan


Infant Bathtub berhubungan dengan longgarnya pengawasan orang tua
Toddler Kolam renang berhubungan dengan longgarnya pengawasan orang tua.
Bathtub Tidak takut pada air dan tidak mampu berenang
Selokan laki-laki > perempuan
Anak pra sekolah Kolam renang dan bathtub laki-laki > perempuan
Ras kulit hitam > kulit putih
Remaja Tergantung dengan kedalaman berhubungan dengan penggunaan obat-obatan
air laki –laki > perempuan
Sering berkaitan dengan kasus kecelakaan

untuk terpapar dengan air sendirian seperti dalam waktu 5 menit. Selain itu, tenggelam dan
berenang sendirian ataupun berlayar. keadaan panik dapat menyebabkan terhirupnya
2. Akses ke air air yang mengakibatkan aspirasi. Hampir semua
organ terlibat pada saat tenggelam, akan tetapi
Pekerjaan seseorang seperti memancing dan
morbiditas tersering melibatkan organ yang
anak-anak yang tinggal dekat sumber air
paling sering terkena yaitu saluran pernapasan
yang terbuka seperti kolam ataupun saluran
dan susunan saraf pusat (SSP).
irigasi berisiko lebih tinggi untuk tenggelam.
Pada kasus terendam di air tawar (fresh
3. Faktor risiko lain yang meningkatkan
water), air akan masuk secara cepat ke dalam
terjadinya tenggelam, antara lain:
paru kemudian sirkulasi, yang mengakibatkan
 Pendidikan yang rendah dan penduduk hemodilusi dan meningkatkan berat badan
yang sering berpindah-pindah, terutama sekitar 16,5 %. Disamping itu terjadi pula
di negara dengan tingkat sosial ekonomi hemolisis yang dapat mengakibatkan
yang rendah hiperkalemia, hiponatremia, hemoglobinemia
 Anak tanpa pengawasan yang baik, dan peningkatan sirkulasi volume darah.
sendirian ataupun bersama anak lain Walaupun volume air yang teraspirasi kecil,
 Transportasi air yang terlalu padat tanpa akan tetapi dapat mengganggu surfaktan dan
dilengkapi peralatan penyelamatan diri stabilitas alveoli, merusak membran alveolar
diikuti masuknya cairan ke dalam alveoli
 Penderita epilepsi
sehingga terjadi edema pulmonal.
 Turis yang tidak terbiasa dengan
lingkungan air Pada kasus terendam di air laut,
peningkatan berat badan terjadi hanya sebanyak
 Pada saat terjadi bencana seperti banjir 6% dengan hemokonsentrasi dan volume
atau tsunami intravaskular yang berkurang, disamping terjadi
pula hipernatremia. Pada saat terendam di air
Patofisiologi laut terjadi peningkatan tekanan osmotik paru
sehingga terjadi akumulasi cairan ke dalam paru.
Pada saat anak tenggelam, dapat terjadi Seperti juga pada proses terendam di air tawar,
tahanan napas ataupun laringospasme. Kondisi pada jenis kasus terendam di air laut juga terjadi
ini kemudian diikuti oleh hipoksia, kehilangan gangguan fungsi surfaktan. Umumnya air yang
kesadaran dalam waktu 2-3 menit dan kolaps teraspirasi pada saat terendam sedikitnya 5 ml/
kardiovaskular yang dapat terjadi walaupun tidak kgBB, baik di air tawar maupun air laut, keduanya
ada aspirasi cairan. Kerusakan otak dapat terjadi
264 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

dapat menurunkan komplians (compliance) paru, yaitu pneumonia, barotrauma, acute respiratory
meningkatkan resistensi saluran pernapasan distress syndrome (ARDS) dan aspirasi benda asing.
dan tekanan arteri pulmonalis sehingga terjadi
gangguan aliran paru. Perfusi alveolar non
ventilasi akan menyebabkan pirau (shunt) intra Efek Kardiovaskular
pulmonal, lalu terjadi penurunan drastis dari
Dapat terjadi iskemia, bradikardia, penurunan
tekanan oksigen arteri sehingga tata laksana
kontraktilitas miokard. Kadang-kadang dapat juga
untuk kedua kasus ini adalah sama.
terjadi fibrilasi ventrikel dan syok kardiogenik.
Pada kasus hampir-tenggelam terjadi Gangguan fungsi kardiovaskular terjadi akibat
syok hipovolemik sebagai akibat sekunder perubahan tekanan oksigen dan karbondioksida
dari kerusakan endotel karena hipoksia dan arterial, pH, volume darah dan keseimbangan
meningkatnya permeabilitas kapiler, serta elektrolit.
masuknya cairan ke dalam rongga ketiga.
Metabolisme glukosa juga meningkat pada
kasus hampir-tenggelam yaitu > 250 mg/dL, Efek Ginjal, hepar dan Gastrointestinal
akibat sekunder dari peningkatan katekolamin. Disfungsi renal yang terjadi akibat hampir-
Hiperglikemia dapat menyebabkan gangguan tenggelam ditandai oleh albuminuria,
neurologis dan iskemia otak. hemoglobinuria, oliguria dan anuria. Hal ini
terjadi akibat hemolisis dan hemoglobinemia
pada saat hampir-tenggelam di air tawar. Pada
Mutiara bernas kasus anoksia ginjal juga dapat terjadi tubular
• Hampir semua organ terlibat pada nekrosis akut.
saat tenggelam, akan tetapi morbiditas Hepar dapat juga mengalami anoksia
tersering melibatkan organ yang paling yang bermanifestasi sebagai peningkatan
sering terkena yaitu saluran kadar bilirubin, peningkatan transaminase
pernapasan dan SSP. dan gangguan sistem koagulasi. Gangguan
• Pada kasus hampir-tenggelam terjadi syok gastrointestinal akibat hipoksia dan iskemia
hipovolemik sebagai akibat sekunder dari meimbulkan gejala berupa perdarahan
kerusakan endotel akibat hipoksia dan gastrointestinal, feses yang busuk dan adanya
mukus di feses. Pasien berisiko untuk mengalami
meningkatnya permeabilitas kapiler, serta
translokasi bakteri dan pada kasus berat dapat
masuknya cairan ke dalam rongga ketiga.
terjadi perforasi gastrointestinal.

Efek Pulmonal Efek Neurologik


Pada kondisi hampir-tenggelam, kapasitas fungsional Cadangan energi di otak jumlahnya sedikit dan
residual paru merupakan sumber pertukaran gas oleh otak memiliki keterbatasan untuk menggu-
kapiler pulmonal. Penurunan ambilan (uptake) oksigen nakan metabolisme anaerob sehingga gangguan
dan eliminasikarbondioksida mengakibatkan hipoksia metabolisme aerob akan sangat mempengaruhi
dan hiperkarbia yang kemudian berkembang dengan aktivitas otak.
cepat menjadi asidosis metabolik dan asidosis
respiratorik. Penurunansurfaktanparumengakibatkan  Asidosis dan hiperkarbia tidak diragukan lagi
atelektasis dan peningkatan pirau intrapulmonal. Efek memiliki peran penting dalam cedera otak
sekunder lainnya selain kehilangan surfaktan paru (cerebral injury) dan bersifat ireversibel.
Tenggelam dan Hampir Tenggelam (Drowning and Near-Drowning) 265

 Pada hipoksia dan iskemia sedikitnya 2 risiko terjadinya infeksi.


menit, terjadi deplesi ATP (Adenosine  Hipotermia akhirnya akan menurunkan
Triphosphate). Tanpa adanya ATP membran produksi insulin dan berakibat pada
sel akan hilang, komunikasi antar sel akan meningkatnya cadangan glukosa sehingga
hilang dan komunikasi makromolekul akan terjadi hiperglikemia.
berhenti dan mengakibatkan asfiksia. Dalam
 Refleks menyelam terdapat pada mamalia laut
waktu 24-72 jam dapat terjadi edema serebri,
sebagai adaptasi terhadap konsumsi oksigen
kehilangan autoregulasi dan reperfusi dari
pada saat tenggelam. Refleks ini dipicu pada
aliran darah.
saat ada tahanan pernapasan dan stimulasi
dingin. Terdapat beberapa perubahan
Hipotermia dan Refleks Tenggelam kardiovaskular pada saat hipoksia yaitu
penurunan curah jantung yang berakibat
Beberapa laporan menyebutkan bahwa ada kasus hipoksia dan bradikardia; serta vasokonstriksi
anak yang bertahan tanpa gejala sisa setelah perifer dan mesenterikal sehingga aliran
lama terendam. Biasanya anak ini terendam darah ke sistem skeletal, kulit, usus dan ginjal
dalam air dingin dan tiba di RS dalam keadaan berkurang tetapi sistem aliran darah ke otak
hipotermia. Dua teori yang dapat menjelaskan dan konsumsi oksigennya dipertahankan.
fenomena ini adalah hipotermia dan respons
tenggelam. Hipotermia yang terjadi setelah  Masih menjadi kontroversi mengenai ada
tenggelam dalam air dingin menyebabkan tidaknya refleks menyelam (diving reflex) pada
kehilangan panas. Dibandingkan orang dewasa, manusia.
anak memiliki luas permukaan tubuh yang lebih
besar dan lapisan lemak dibawah kulitnya lebih Manifestasi klinis pada kasus tenggelam
tebal sehingga kehilangan panas juga terjadi
lebih cepat. Pada kasus terendam, korban dapat
diklasifikasikan menjadi 4 kelompok berikut
Beberapa kasus yang dilaporkan sembuh
berdasarkan gejala yang ada, yaitu:
secara ajaib, konsumsi normal oksigen terjadi
50% pada suhu 28OC, 25% pada suhu 28OC,  Asimtomatik
25% pada suhu 20OC. Penurunan suhu sebesar  Gejala ringan
1OC akan menurunkan aliran darah sebesar 6-7  Perubahan tanda-tanda vital (misalnya
%. Jika konsumsi aliran darah otak berkurang hipotermia, takikardia, bradikardia)
maka otak akan mengalami hipoksia.  Penampilan cemas
 Pada suhu tubuh 32OC pasien akan  Takipnea, dispnea atau hipoksia.
mengalami disorientasi, tidak terkoordinasi
dan biasanya kehilangan kesadaran. Pupil  Asidosis metabolik
mengalami dilatasi pada suhu kurang dari  Perubahan tingkat kesadaran, defisit
30OC dan memiliki respons minimal. neurologis
 Pada suhu 28OC akan terjadi aritmia jantung  Gejala Kardiovaskular
terutama fibrilasi ventrikel.  Apnea
 Peningkatan viskositas darah akibat  Tidakadadetakjantung(55 %),takikardia,
hemokonsentrasi dan pergeseran kurva fibrilasi ventrikel (29%), bradikardia (16%)
disosiasi oksigen ke kiri.  Jelas mati
 Hipotermia juga berakibat menurunnya  Normotermia dengan tidak adanya detak
fungsi sel darah putih yang meningkatkan jantung
266 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

 Apnea Segera pasang alat pemantau saturasi


 Rigor mortis oksigen setelah tiba di RS, target saturasi
harus >90%. Aspirasi cairan menyebabkan
pirau intrapulmonal sehingga terjadi obstruksi
Penanganan Awal dan Resusitasi aliran napas bagian distal dan kolaps alveolar
Tujuan utama dari tata laksana awal adalah yang meningkatkan FiO2. Positive End Expiratory
meningkatkan aliran oksigen ke jaringan untuk Pressure (PEEP) penting untuk meningkatkan
meminimalkan terjadinya kerusakan otak. oksigenasi dan ventilasi dengan meningkatkan
kapasitas residual paru. Target utama tata
 Saat tiba di lokasi kejadian segera lakukan
laksana jalan napas adalah meningkatkan
resusitasi mulut ke mulut ketika korban sudah
oksigenasi ke jaringan terutama SSP.
berada di permukaan air. Pada saat ventilasi
udara akan mudah memasuki lambung.
Distensi lambung akan meningkatkan risiko Sirkulasi darah
terjadinya regurgitasi dan aspirasi. Lakukan
finger swab jika ditemukan adanya sumbatan Tujuan awal tata laksana sirkulasi adalah
yang terlihat di jalan napas (airway) stabilisasi kardiovaskular untuk menjamin
perfusi organ. Pada kasus tenggelam di air hangat
 Hindari penggunaan perasat Heimlich karena dapat terjadi bradikardia dan asistol, sementara
pada kasus tenggelam terjadi obstruksi aliran fibrilasi ventrikel lebih sering terjadi pada kasus
napdiaas akibat cairan yang dapat mencegah tenggelam di air dingin. Indikator buruknya
ventilasi. Disamping itu, perasat Heimlich perfusi adalah pemanjangan waktu pengisian
dapat meningkatkan risiko aspirasi isi kapiler (capillary refill time), permukaaan kulit
lambung. yang dingin, denyut nadi lemah, ekstremitas
 Evaluasi status hemodinamik segera setelah dingin, output urin yang rendah dan kehilangan
korban keluar dari air. Jika tidak teraba kesadaran. Jika perfusi yang jelek berlangsung
denyut nadi (pulseless), segera lakukan lama dapat dipertimbangkan pemberian agen
kompresi dada. Kompresi dada tidak efektif inotropik. Dapat pula dilakukan force diuretic
jika dilakukan di dalam air, segera lakukan jika terjadi hemoglobinuria.
jika telah mencapai permukaan yang keras.
 Segera persiapkan fasilitas untuk transportasi
korban ke RS. Neurologis
Manajemen awal neurologis terdiri dari kombinasi
Airway/Breathing oksigenasi yang adekuat dan sirkulasi yang stabil. Jika
dalam waktu 24 jam, skala koma Glasgow (Glasgow
Jika terdapat gangguan jalan napas segera Coma Scale/GCS) seorang anak tidak mengalami
berikan suplementasi oksigen. Indikasi untuk perbaikan maka akan terjadi defisit neurologis yang
melakukan intubasi endotrakea adalah: berat bahkan kematian.
1. Hilangnya proteksi jalan napas akibat Adanyadilatasipupilunilateralmengindikasikan
kehilangan kesadaran peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure/
2. Adanya gangguan neurologis ICP) dengan herniasi transtentorial akibat kompresi
3. Distress pernapasan berat dan hipoksia dari suplai darah pada batang otak. Dilatasi pupil
berat bilateral menunjukkan adanya disfungsi serebri akibat
4. Gangguan kardiorespirasi hipoksik-iskemik atau herniasi bilateral.
5. Hipotermia berat (suhu < 30OC)
Tenggelam dan Hampir Tenggelam (Drowning and Near-Drowning) 267

Pemeriksaan laboratorium TATAlAKSANA hAMPIR-TENGGElAM


 Pemeriksaan darah rutin, elektrolit dan gula DI PeDIATrIc INTeNsIve cAre UNIT
darah (PICU)
 Pemeriksaan analisis gas darah untuk menilai Hampir-tenggelam secara global dapat
derajat asidosis dan hipoksia serta efektivitas menyebabkan hipoksia-iskemia dengan disfungsi
ventilasi multi-organ. Tujuan utama manajemen PICU
 Pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal adalah meminimalisir kerusakan neurologis
 Pemeriksaan foto dada dilakukan pada semua akibat hipoksia, iskemia, asidosis, kejang dan
kasus yang diintubasi untuk mengecek lokasi abnormalitas cairan atau elektrolit.
pipa endotrakeal (endotracheal tube/ETT), Semua kasus hampir-tenggelam di PICU
menilai derajat edema paru dan mengevaluasi memerlukan elektrokardiografi (EKG) kontinu
kemungkinan barotrauma. dan pulse oximetry. Untuk kasus unstable near-
drowing, pemeriksaan tekanan arteri dan vena
sentral menggunakan kateter arteri pulmonalis
hipotermia secara langsung dilakukan untuk memberikan
Pakaian basah harus segera disingkirkan untuk informasi adanya gangguan kardiak berat atau
menghindari hilangnya panas secara konduksi. disfungsi paru. Output urin harus dimonitor
Active external (surface) rewarming dapat diberikan untuk menilai perfusi end-organ.
dengan target suhu tubuh pasien > 30OC. Metode
ini meliputi penggunaan peralatan pemanas Manajemen Respirasi
elektrik, botol panas, memanaskan tempat tidur
dan sumber panas radian. Hindari rewarming Indikasi pemakaian ventilator mekanik adalah
secara perifer karena dapat meningkatkan risiko jika PaO2 < 60 mmHg pada pemberian oksigen 50%
kolaps kardiovaskuler. dan saturasi oksigen < 90% atau hiperkapnia yang
Hipotermia jantung dapat menyebabkan semakin berat.Regenerasi surfaktan dan penurunan
fibrilasi ventrikel yang resisten terhadap kebocoran paru akan terjadi pada hari ketiga
defibrilasi dan agen kardiotonik. Jika hal ini dan keempat. Pemakaian kortikosteroid pada
terjadi, lakukan resusitasi (cardiopulmonary kasus hampir-tenggelam masih kontroversial.
resuscitation/CPR), rewarmed kemudian defibrilasi. Penggunaan agonis-ß2 pada kasus bronkospasme
Hipotermia juga menyebabkan eksresi obat ke dan tindakan bronkoskopi menjadi pilihan jika
renal dan hepar terganggu, sehingga penggunaan diduga terdapat aspirasi benda asing.
epinefrin, lidokain dan prokainamid tidak
dianjurkan. Untuk kasus ini, direkomendasikan
pemberian lidokain dosis tunggal atau bretilium Manajemen Kardiovaskular
pada kasus hipotermia dengan fibrilasi ventrikel. Tujuan utama manajemen kardiovaskular adalah
Korban tenggelam dapat pulang ke rumah menjaga curah jantung dan perfusi organ yang
setelah dilakukan obeservasi di Unit Gawat adekuat. Gambaran EKG dapat menunjukkan
Darurat (UGD) bila didapatkan : nilai ST nonspesifik dan perubahan gelombang
 GCS > 13 T. Dapat pula terjadi peningkatan kadar enzim
jantung.
 Pemeriksaan fisis normal dan tidak ada
gangguan pernapasan
 Saturasi oksigen > 95% Manajemen Neurologis
Terapi yang direkomendasikan untuk tata laksana
268 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

neurologis adalah hiperventilasi ringan, sedasi,


posisi kepala saat tidur lebih tinggi (elevasi 20-
Mutiara bernas
30O), hindari penggunaan cairan berlebihan dan • Tujuan utama manajemen PICU adalah
hindari penggunaan bahan berbahaya (noxius) meminimalisir kerusakan neurologis
karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial. akibat hipoksia, iskemia, asidosis, kejang
Beberapa obat yang dapat digunakan untuk dan abnormalitas dari cairan/elektrolit
mencegah hipoksia dan iskemia serebral adalah
• Pada tata laksana respirasi di PICU,
Ca-channel blocker, penghambat neurotransmitter,
pemakaian kortikosteroid pada kasus
lazaroids (lipid peroxidation inhibitors). Dapat juga
diberikan diuretik seperti furosemid dan manitol. hampir tenggelam masih kontroversial.
Fungsi neurologis dapat dinilai dengan : Pada kasus dengan bronkospasme dan
tindakan bronkoskopi, penggunaan
 Computed Tomography (CT) scan, hasil
agonis-ß2 menjadi pilihan jika diduga
yang abnormal dalam waktu 36 jam pasca
terdapat aspirasi benda asing.
tenggelam menunjukkan nilai buruk
 Elektroensefalografi (EEG), dapat digunakan
untuk menunjukkan adanya kerusakan otak Hal-hal yang harus diperhatikan pada
 Tampilan klinis setelah pemberian obat sedasi kasus tenggelam adalah :
dihentikan 1. Pastikan diri mampu menolong korban
tenggelam sebelum melakukan pertolongan,
dalam hal ini penolong harus pandai
Prognosis berenang, tidak membahayakan diri
Korban hampir tenggelam memiliki prognosis misalnya berada di alas yang keras pada saat
yang buruk jika : melakukan pertolongan kasus terendam
1. Terendam di dalam air > 10 menit di air es, siapkan tali panjang untuk
menjangkau korban, segera minta bantuan
2. Mendapat pertolongan pertama (basic life pada orang lain
support) > 10 menit
2. Jangan lakukan perasat Heimlich untuk
3. Suhu tubuh kurang < 33OC kasus tenggelam
4. Nilai GCS < 5 3. Jangan membiarkan pakaian basah dipakai
5. Adanya apnea persisten korban tenggelam
6. pH darah < 7,1 4. Hindari rewarming secara perifer karena
7. Suhu air saat tenggelam lebih dari 10OC meningkatkan risiko kolaps kardiovaskular
Orlowski menentukan skoring prognosis 5. Pada keadaan hipotermia dengan fibrilasi
dengan menggunakan 5 kriteria : ventrikel yang resisten terhadap defibrilasi
1. Umur kurang dari 3 tahun dan agen kardiotonik, gunakanlah lidokain
atau bretilium dosis tunggal. Lakukan CPR,
2. Tenggelam > 5 menit
rewarmed kemudian defibrilasi
3. Tidak diresusitasi > 10 menit
6. Pemakaian kortikosteroid pada kasus near-
4. Adanya koma drowning masih kontroversial
5. pH arteri < 7,1 7. Penggunaan antibiotika dapat dipertimbangkan
Masing-masing skor nilainya 1. Bila jumlah jika terendam di lingkungan yang kotor atau
skor 0-1 maka kesempatan untuk sembuh adanya aspirasi benda asing
sebesar 90 %, sedangkan bila skor ≥ 3 maka 8. Hindari prosedur drainase
kesempatan untuk sembuh sebesar 5 %.
Tenggelam dan Hampir Tenggelam (Drowning and Near-Drowning) 269

Tips Mencegah Tenggelam  Ingatlah bahwa anak laki-laki lebih berisiko


Untuk semua umur: untuk tenggelam dibanding perempuan, jadi
beri perhatian ekstra pada anak laki-laki
 Hindari berenang setelah gelap
 Jangan berlari, mendorong atau melompat di  Ajari mereka CPR dan ikutkanlah pelatihan
sekitar air CPR
 Ajari anak berenang terutama jika umurnya
> 4 tahun
KEPUSTAKAAN
Untuk anak usia ≤ 4 tahun
1. Baum C. Drowning and near-drowning. Dalam:
 Jangan pernah meninggalkan anak di dekat
Gary RF, Stephen L, penyunting. Textbook
kolam renang tanpa pengawasan walaupan
of pediatric emergency medicine, edisi ke-4.
hanya sebentar. Jangan biarkan anak berada
Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins;
di bawah pengawasan anak lainnya yang 2003. h.678-81
berusia muda
2. Chandy D. Drowning and near-drowning:
 Pada saat mengawasi anak yang berenang
prevention and treatment. Medicine. June 2002
jangan bercakap-cakap atau melakukan
aktivitas lainnya, selalu perhatikan mereka 3. Ganong WF. Drowning. Dalam: Review of
setiap waktu medical physiology, edisi ke-21. Mc Graw-Hill;
2003. h. 1494.
 Siapapun yang mengawasi anak pada saat
berenang seharusnya mengetahui cara 4. Idris, Berg, Bierens, Bossaert, Branche, Gabrielli.
berenang, cara melakuan CPR, mengetahui Recommended guidelines for uniform reporting
letak telepon terdekat dan resusitasi pada of data from drowning the “Utstein Style”.
kasus gawat darurat Circulation. 2003; 108: 255-74
 Jika anak mengikuti program berenang, 5. Kallas HJ. Drowning and Submersion Injury.
ketahuilah aktivitas yang akan dilakukan, Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
rasio anak dengan supervisornya dan apakah penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
pelatihnya telah mengikuti pelatihan CPR. ke-18. Philadelphia: Saunders; 2007.
 Jika membawa anak berenang di tempat 6. Leroy, Smisman and Seute. Invasive pulmonary
terbuka, pilihlah tempat yang memiliki and central nervous system aspergillosis after
petugas pengawas yang terlatih. near-drowning of a child : case report and review
of the literature. Pediatrics. 2006;118 (2): e509-
13
Untuk umur 5-12 tahun 7. Rawin, Christensen, Allen. Pediatric drowning
 Ajari mereka cara berenang and near-drowning. Dalam: Nichols DG,
 Jangan biarkan mereka berenang sendirian, penyunting. Rogers’ textbook of pediatric
intensive care. Philadelphia: Lippincott, William
usahakan agar selalu diawasi oleh orang
and Wilkins; 2000. h. 875-91.
dewasa
 Ajari mereka untuk mengetahui kedalaman 8. Sondheimer J. Drowning. Dalam: Current
air sebelum mereka melakukan terjun bebas essentials pediatrics. Mc-Graw Hill; 2008. h. 397.
9. Stack C, Dobbs P.Drowning. Dalam: Essentials of
paediatric intensive care. Cambridge University
Untuk umur 13-19 tahun Press; 2003. h. 163-6
Sama dengan umur 5-12 tahun, ditambah : 10. WHO. Drowning in WHO media centre,
 Ajarkan mereka bahayanya berenang sambil November 2010
mengkonsumsi obat-obatan atau alkohol
Indeks Appendisitis akut xv, 178
Aquired prothrombin complex deficiency xv
Arteri pulmonalis xiii
Asam amino rantai cabang xiii
Asam lemah total xiii
A Asam nonvolatile xiii
Acute Lung Injury 78, 79 Asam volatile xiii
Acute Respiratory Distress Syndrome xiii Asidemia xiii
afterload xvii, 70, 71, 95, 100, 102, 103, 119, asidosis xiv
120, 121 Asidosis campuran xiv, 139
agonis beta 70, 71, 72 Asidosis hiperkloremik xiv
akses vaskular 71, 111, 208, 257 Asidosis laktat xiv
Albumin 138 Asidosis metabolik xiv
alfentanil 233, 237 Asidosis respiratorik xiv
Algoritma 167, 213, 214 Asidosis tubulus ginjal xiv
alkalinisasi 137, 254 Asistol xiv
alkalosis 117, 118, 121, 132, 133, 134, 136, atelektasis 52, 57
137, 138, 141, 256 Atresia pulmonal 52, 57
Alkalosis campuran 139 Atresia trikuspid 52, 57
Alkalosis metabolik 134, 139, 141 Atrial Septal Defect xiii
Alkalosis respiratorik 134, 139 Automated external defibrillator 52, 57
amnesia 227, 229, 231
analgesia 117, 227, 228, 231
analisis gas darah 65, 76, 83, 159, 251, 257
B
anemia 95, 103 Back blow 52, 57
anion gap xiv, xvii, 134, 135, 142, 251 Back slaps 52, 57
Anion non-organik xiv, xvii Backward, upward, and rightward push 52, 57
Anion organik xiv, xvii Bag-mask ventilation xvii
antibiotik xiii, 5, 26, 166, 176, 178, 179, 189, bantuan hidup dasar xvii
190, 191 Bantuan hidup lanjut xvii
Antidepresan trisiklik 5, 255 Baroreseptor xvii
Anti-diuretik xiii, 5 Barotrauma xvii
antidotum 252, 255, 258, 259 Base deficit 4
Antidotum xv, 255 Batang otak 4
Antikolinergik xv, 20, 72, 250, 255 Benchmark 4
Antitrombin 158 benzodiazepin xv
Antitrombin III xv Bikarbonate xv
Antivirus xv Bilas lambung 253
Aorta xv bradikardia 188, 189, 203, 205, 206, 209, 233,
Apnea xv, 116, 265, 266 250, 257, 265
Apoptosis xv Bronkiolitis 56, 76, 78
Indeks 271

Broselow tape 202 digoksin 117, 118, 255


BT shunt 116, 117, 121 Disseminated Intravascular Coagulation 159
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
159
C Diuretik 110, 117, 184
cairan serebrospinal 32, 37, 38, 39, 40, 41, 42, DO2 52, 53, 64, 65, 66, 67, 92, 94, 107, 114,
43, 45, 48, 231 144, 148, 151, 156
CaO2 64, 65, 92, 94, 113, 114 Dobutamin 120, 156, 209
cardiac index 94, 156 dopamine 122, 130
CAUTI 12, 13 Doxapram 234
Cedera inhalasi 79 Drainase peritoneal 191
Cerebral Blood Flow 229 dry lung 262
Chin Lift Maneuver 194
CI (cardiac index) 156
cold shock 154, 155
E
continuous arterio-venous hemofiltration 238 early goal directed therapy 155
continuous veno-venous hemofiltration 238 ECMO 2
CPAP 5, 86, 87, 118, 120 edema 37, 39, 40, 41, 43, 54, 59, 60, 69, 71,
cross finger maneuver 195 79, 84, 87, 101, 103, 104, 111, 112, 113,
CRRT 238, 239, 240, 241, 242, 243, 244, 245, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 153, 154,
246, 247, 248 181, 184, 188, 242, 243, 251, 254, 256,
curah jantung (cardiac output) 52 257, 265, 267
CVC (central venous canulation) 97 EEG 2, 26, 32, 36, 46, 47, 49, 50, 251, 268
CVP (central venous pressure 156, 181 ekstubasi 91, 166, 216
CVP (Central Venous Pressure/tekanan vena Elektrolit 129, 170, 172, 188, 251
sentral) 97 endotracheal tube 60, 215, 267
cyanotic spell 117 ensefalopati 25, 39, 40, 46, 47, 165
Enterokolitis infektif 189
Enterokolitis nekrotikans 187, 190
D epinefrin 77, 121, 203, 204, 205, 206, 208,
defibrilasi 204, 205, 207, 267, 268 209, 210, 222, 224, 250, 257, 259, 267
defisiensi vitamin K 160, 161 ETT 60, 202, 203, 207, 208, 209, 215, 216,
dekompresi abdomen 180 217, 219, 267
dekontaminasi 252, 253, 254, 257, 258, 259, EVLW 156
260
dekstran 70 150
dekstrosa 26, 33, 116, 167, 169, 171, 173
F
Dexmedetomidine 231 faktor stres 162, 163, 164
dialisis 2, 5, 49, 141, 157, 185, 254, 260 FENa 127, 128, 129
diazepam 33, 229, 230, 257 fentanil 231, 232, 233, 237, 250
Digitalis 20 FEUr 129
272 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Fibrinogen 160 hemoglobin 52, 53, 63, 64, 66, 67, 90, 92, 93,
FiO2 51, 53, 54, 55, 56, 57, 76, 78, 79, 80, 90, 114, 128, 133, 178, 242
91, 121, 236, 266 hemoreologi 148
Fistula 168, 191 henti jantung 2, 56, 72, 109, 193, 200, 201,
Fluid challenge 103 205, 208, 209, 210, 218, 221, 256, 259
Flumazenil 230, 255 Hernia inkarserata 177
Fungsi ginjal 126, 146 HFO 5
Fungsi hati 166 high flow 54
fungsi tiroid 26 Hiperalimentasi 135
Hiperglikemia 140, 163, 168, 264
hiperkalemia 188
G hipernatremia 26, 129, 142, 188, 210, 263
GABA 29, 229 Hipertensi intra-abdomen 180, 181
gagal ginjal akut 108, 124, 125, 126, 127, 128, hiperventilasi 40, 43, 70, 81, 118, 132, 268
129, 130, 140, 238, 239 hipnotik 20, 227, 228, 229, 250, 251
gagal hati 210 hipoglikemia 25, 26, 33, 44, 45, 108, 110, 119,
gagal jantung 2, 70, 110, 112, 115, 117, 118, 210, 256
126, 150, 243, 254 Hipokalemia 70, 128, 129
gagal napas 70, 77, 80, 81, 83, 96, 127, 132, hipokalsemia 26, 108, 119, 128, 129, 209, 210
193, 256 Hipoksia 34, 54, 56, 76, 77, 79, 109
gangguan keseimbangan asam basa 132, 133, hipomagnesemia 26
134, 137, 139, 142 Hiponatremia 26, 31, 44, 128
gelatin 148, 149, 150 hipoproteinemia 145
Glomerulonefritis 125, 129 hipotermia 22, 38, 40, 43, 103, 154, 155, 182,
glucose infusion rate 169 242, 250, 251, 265, 267
Glucose oxidation rate 169 hipoventilasi 52, 66, 80, 82, 121, 140, 252
glukosa 5, 25, 32, 33, 38, 44, 45, 49, 128, 147, hipovolemia 44, 103, 104, 127, 128, 140, 144,
150, 151, 162, 163, 169, 182, 208, 210, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 184, 190
243, 256, 259, 260, 264, 265 homeostasis 132, 135, 142, 164, 168, 180, 183
Grogono 138, 140, 142, 143 hormon antidiuretik 125, 128
hormon counter regulatory 162
Hospital-Acquired Pneumonia 72
H hukum kenetralan listrik 135
Haloperidol 231
Head Tilt 194 I
Heimlich maneuver 195, 196
hemodialisis 150, 184, 238, 239, 242, 243, 255, ileostomi 140, 178, 179
257, 260 ileus 166, 178, 189, 254
hemodinamik 44, 71, 87, 88, 91, 92, 93, 94, Imunonutrisi 165
95, 96, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 106, infeksi 2, 4, 5, 10, 12, 13, 14, 26, 28, 31, 32,
117, 144, 145, 148, 154, 155, 156, 164, 33, 37, 39, 40, 43, 44, 48, 60, 72, 73, 74,
166, 181, 184, 190, 205, 206, 207, 218, 75, 76, 81, 83, 96, 108, 117, 118, 119,
223, 233, 238, 239, 241, 242, 266 121, 125, 126, 152, 155, 164, 165, 178,
Indeks 273

179, 181, 242, 259, 265 kejang 2, 22, 26, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35,
INFUS INTRAOSSEUS 221 36, 40, 42, 44, 45, 47, 48, 140, 160, 161,
inotropik 5, 65, 80, 96, 102, 110, 118, 119, 210, 230, 231, 233, 250, 253, 256, 257,
155, 156, 189, 190, 209, 242, 266 267, 268
insufisiensi adrenal 110, 156, 157 Keracunan 20, 25, 31, 135, 149, 244, 249, 252,
insufisiensi adrenal relatif 156, 157 254, 256, 259, 261
insulin 141, 162, 163, 169, 265 Keracunan toluen 135
intensivis 10, 14 kesadaran 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
Intraosseus 208, 226 27, 28, 29, 31, 32, 33, 41, 43, 56, 60, 71,
intubasi 5, 34, 73, 80, 83, 116, 119, 121, 166, 93, 102, 109, 154, 155, 160, 198, 221,
200, 202, 215, 216, 217, 218, 219, 266 249, 251, 259, 263, 265, 266
intubasi endotrakea 200, 215, 216, 218, 266 keseimbangan asam basa 20, 26, 132, 133, 134,
Intususepsi 177 137, 139, 140, 142, 164, 170, 239, 241
invasif 6, 12, 46, 48, 56, 77, 94, 95, 99, 102, ketamin 227, 230, 231
106, 111, 118, 154, 156, 157, 185, 254 ketoasidosis 140, 141
ion bikarbonat 133, 134, 136 Ketorolak 234
ion hidrogen 132, 133, 135, 136, 137 koagulopati 43, 148, 170, 182, 183
ion kuat 135, 136 kolinergik 62, 250
ion lemah 135, 136 koloid 5, 110, 117, 144, 145, 146, 147, 148,
ipekak 252 149, 150, 151, 155, 184
Irigasi usus 254 kolonisasi 13
iskemia 26, 37, 38, 40, 41, 43, 46, 47, 48, 49, kolostomi 178, 179
103, 124, 126, 149, 154, 156, 166, 176, komplians 37, 38, 39, 44, 48, 57, 61, 62, 63,
181, 187, 188, 189, 206, 238, 264, 265, 64, 67, 79, 82, 86, 87, 88, 89, 91, 180,
267, 268 216, 264
konsumsi oksigen 48, 65, 66, 67, 94, 101, 151,
165, 265
J kontaminasi 13, 165, 166, 260
jaw-thrust 60 kontraktilitas miokardium 108, 110, 156, 209
kortikosteroid 44, 70, 71, 156, 259, 267, 268
KRIKOTIROTOMI 219
K kristaloid 109, 117, 144, 145, 146, 147, 148,
149, 155, 184, 208, 210, 211, 240, 243
kalorimetri indirek 163
KANULASI VENA JUGULARIS 223
kaptopril 117, 118, 119 L
kardiotoksik 251 laju filtrasi glomerulus 125, 127, 130
kardiovaskular 26, 47, 53, 61, 70, 90, 99, 106, laparatomi 175, 176, 183, 185
110, 111, 152, 162, 180, 183, 198, 229, laparoskopi 184
250, 263, 264, 265, 266, 267, 268 Laringoskop berdaun lengkung 216
katabolisme 141, 162, 163, 169 laringoskop berdaun lurus 216
Katartik 253 LARYNGEAL MASK AIRWAY 217
kateterisasi jantung 111, 115 Look-Listen-Feel 196
Kegagalan Multi Organ 152 lorazepam 229, 230
274 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

M 119, 120, 121, 135, 140, 145, 148, 151,


165, 200, 201, 202, 203, 205, 206, 207,
manitol 128, 185 208, 210, 216, 217, 219, 220, 236
mean arterial pressure 155, 180 oliguria 128, 150, 154, 181, 184, 190
mekanisme kompensasi 125, 138, 139, 144, Opioid 231, 232, 234, 237
154, 155 overfeeding 164
mesin jantung-paru 150
metabolik 118, 119, 128, 129, 132, 133, 134,
135, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 147, P
154, 164, 166, 168, 169, 170, 178, 182, Pacing 206
187, 188, 189, 190, 239, 244 PaCO2 118, 120, 121, 132, 133, 134, 135, 138,
midazolam 229, 230, 231, 233 139, 142
mikroorganisme 155 PaO2 116
morfin 117, 231, 232, 233, 237 partial thromboplastin time 158, 159
muntah 126, 141, 164, 166, 175, 177, 178, pascaoperasi 2, 48
182, 195, 200, 217, 234 PDA (Patent Ductus Arteriosus) 116
muskulus sternokleidomastoideus 224 Peak Inspiratory Pressure (PIP) 89
pediatric assessment triangle 252
N pelepasan mediator inflamasi 88, 153, 180
Pemeriksaan neurologis 251
nalokson 208, 222, 234 Penyakit ginjal terminal 124
Nefritis interstisial akut 129 perfusi 33, 37, 38, 39, 40, 41, 45, 46, 47, 48,
Nefrotoksin 127 51, 52, 53, 57, 66, 68, 69, 79, 95, 100,
Nefrotoksisitas 245 102, 109, 112, 113, 115, 117, 118, 119,
nekrosis tubular akut 124, 125, 126, 247 125, 126, 128, 147, 154, 155, 156, 164,
neonatus 117, 119, 126, 127, 128, 129, 164, 166, 170, 176, 180, 181, 183, 185, 201,
169, 175, 177, 187, 188, 193, 203, 207, 203, 204, 205, 206, 207, 209, 211, 266,
216, 221, 233, 234 267
norepinefrin 121, 155 permeabilitas vaskular 144
Nothing per Oral 189 persamaan Van Slyke 134
nutrisi 130, 157, 162, 163, 164, 165, 166, 167, perubahan permeabilitas kapiler paru 145
168, 169, 170, 171, 172, 173, 178, 179, PGE1 (Prostaglandine E1) 145
190, 191, 223, 239, 242 PiCCO 156
nutrisi enteral 164, 165, 166, 167, 179 pirau (shunt) 67, 264
nutrisi parenteral 164, 168, 169, 170, 171, 172, plasminogen activator inhibitor 158
173, 178, 179, 190, 191, 223, 242 pneumatosis intestinalis 176, 187, 188, 189
Pneumonia 56, 72, 73, 75, 76, 79, 84, 189
pneumoperitoneum 188, 189
O Pneumotoraks 203
obat vasoaktif 164 Pola napas 20, 21, 40, 82
Obstruksi jalan napas 215 Positive End Expiratory Pressure (PEEP) 266
obstruksi usus 166, 168, 176, 177 predicted energy expenditure 163
oksigen 111, 112, 113, 114, 115, 116, 118, preload 95, 96, 99, 100, 101, 102, 103, 104,
Indeks 275

106, 108, 110, 119, 149, 181 216, 266, 267


pressure control 86, 89, 90 Saturasi oksigen mixed-venous 106
prokalsitonin 178 saturasi vena sentral 5
Propofol 227, 230, 236 saturasi vena sentral (ScvO2) 93
propranolol 117 sealing effect 147, 148
Prosedur 38, 44, 96, 98, 121, 185, 215, 216, sedasi 40, 43, 44, 45, 47, 117, 119, 121, 206,
218, 220, 221, 223, 254 207, 217, 227, 228, 229, 230, 231, 234,
Prostasiklin 120, 158 235, 236, 268
prothrombin time 159 senjang anion 135
protrombin 32, 158, 160, 237 sepsis 5, 25, 43, 101, 103, 108, 109, 124, 125,
Pulseless Electrocardiography Activity (PEA) 126, 145, 148, 149, 151, 152, 153, 154,
203 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 164,
Pulse oxymetry 159 165, 175, 176, 177, 178, 179, 181, 182,
pulse pressure variation (PPV) 106 185, 186, 187, 188, 189, 230, 238, 239,
242, 243, 244, 247, 248
Short bowel syndrom (lihat sindrom usus
Q pendek) 145
Siggard-Anderson 133
simpatis 21, 34, 62, 108
R SIMV 83, 87, 91
sindrom Fanconi 129
Rapid sequence intubation (RSI) 217
sindrom Kassabach Merritt 159
RBSI 12
Sindrom kompartemen abdomen 175, 180,
reaksi keseimbangan disosiasi 135
181, 182
Recombinant human activated protein-C 156
sindrom syok dengue 145
remifentanil 233
Sindrom usus pendek 168, 178
reseptor gama aminobutyric acid (GABA) 229
sirkulasi ekstrakorporeal 150
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) 230
sirkulasi mikro 145, 148, 149, 150, 151
Resusitasi Jantung Paru 193, 199, 211
sistem dapar 132, 142
RIFLE 124, 130
SI (stroke index) 94
Ringer Laktat 148
Skoring 11, 235
Rouleaux 147
Skor Ramsay 236
round belly sign 183
Slow Continuous Ultrafiltration 243
ruang rugi 55, 69, 87, 88, 90
Stadium Bell 189
Standardized Base Excess (SBE) 133
S Status asmatikus 68
status epileptikus 26, 29, 33, 47, 48
sakit kritis 1, 2, 8, 47, 71, 99, 101, 144, 146, status konvulsivus 33, 34, 35
148, 150, 162, 163, 164, 165, 166, 168, Steroid 44
169, 170, 180, 185, 209, 229, 237, 238, Stewart approach 132, 143
239, 247 streptococcal toxic shock syndrome 156
salisilat 140, 251, 254, 255, 256, 257 streptokinase 160
saturasi oksigen 41, 42, 48, 52, 54, 56, 57, 80, stroke volume 95, 106, 156
92, 101, 103, 109, 121, 200, 202, 208, strong ions difference 133, 136
276 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

suctioning 44, 45 tissue factor 158, 159


Sudden infant death syndrome 194 Tissue factor pathway inhibitor 158
Sufentanil 233 tissue plasminogen activator 158, 160
surfaktan 57, 61, 62, 80, 263, 264, 267 TOF (tetralogy of Fallot) 117
susunan saraf pusat 2, 21, 24, 25, 26, 31, 32, Tonometri gastrik 147
46, 116, 180, 181, 183, 231, 251, 258, Toxidromes klasik 250
263 T-piece 87, 91
SVRI (systemic vascular resistance index/ trace element 168, 171
indeks resistensi vaskular sistemik) 94 traditional approach 132
SVV (Stroke Volume Variation) 106 Tramadol 234
syok 2, 22, 41, 63, 75, 79, 92, 101, 103, 108, transduser 47, 94, 95, 98, 99
109, 110, 115, 140, 141, 144, 145, 146, translokasi bakteri pada saluran cerna 147
148, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, trauma 1, 2, 17, 19, 20, 26, 31, 32, 33, 37, 38,
176, 182, 184, 185, 188, 190, 208, 209, 39, 40, 44, 47, 48, 49, 80, 88, 108, 145,
210, 211, 221, 247, 252, 264 148, 151, 158, 159, 162, 164, 165, 168,
Syok distributif 108, 109, 110 180, 182, 183, 184, 185, 194, 210, 211,
Syok hipovolemik 108, 109 220, 228, 253
syok kardiogenik 108, 109, 110, 247, 264 trigger 85, 86, 89
syok normovolemik 150 trombin 158, 159
syok septik 75, 79, 103, 109, 110, 144, 152, Trombomodulin 158
153, 154, 155, 156, 182, 184 two-finger chest compression technique 197
systemic inflammatory response syndrome 152 two thumb-encircling hands technique 197
systolic pressure variation 106
U
T unmeasured anion 137, 140
TAPVD (Total Anomaly of Pulmonary Uremia 25, 135, 245
Drainage) 121 urokinase 160
tekanan baji arteri paru 148 USCOM 156
tekanan diastolik 95, 113, 149, 154, 155
tekanan intra-abdomen 180, 181, 182, 184,
185 V
tekanan intrakranial 2, 20, 22, 26, 27, 31, 32, VAP (ventilator-Associated Pneumonia) 12,
37, 38, 39, 40, 41, 42, 47, 48, 49, 96, 13, 72, 73, 74, 75
161, 181, 229, 231, 242, 266, 268 vasoaktif 6, 14, 65, 100, 153, 164, 181, 223
tekanan onkotik 144, 146, 147, 148, 240 vasodilatasi 37, 38, 103, 109, 125, 142, 153,
tekanan osmotik koloid plasma 144 154, 155, 233
Tekanan perfusi abdomen 180 vasokonstriksi 37, 40, 43, 108, 112, 125, 154,
tekanan sistolik 71, 95, 100, 105, 106 155, 158, 181, 210, 265
teknik Seldinger 156 ventilasi 2, 5, 13, 27, 34, 43, 51, 52, 53, 54, 57,
Terapi Sulih Ginjal Berkesinambungan 238 61, 62, 66, 67, 68, 69, 70, 72, 73, 75, 77,
TGA (Transposition of Great Arteries) 115 79, 80, 82, 83, 90, 91, 96, 98, 100, 106,
Tiopental 231 112, 116, 118, 121, 133, 140, 142, 157,
Indeks 277

162, 170, 180, 199, 201, 202, 204, 205, Ventrikel Fibrilasi 203
206, 208, 209, 210, 215, 216, 217, 227, Ventrikel Takikardia 203
228, 234, 247, 252, 257, 259, 264, 266, viskositas 41, 59, 147, 149, 150, 258, 265
267 Volume challenge 103, 104
ventilasi alveolar 51, 133 Volume tidal 62, 87, 90, 120
ventilasi mekanik 2, 5, 13, 27, 43, 68, 70, 72, von Willebrand factor 149
73, 75, 77, 80, 83, 96, 98, 106, 116, 118, VSD (Ventricular Septal Defect) 111, 112,
121, 140, 157, 162, 215, 227, 234, 247, 113, 114, 118
259
ventilator 4, 5, 6, 12, 13, 14, 72, 80, 85, 86, 87,
88, 89, 90, 91, 106, 118, 119, 120, 121, W
164, 165, 182, 189, 229, 230, 233, 267 warm shock 110, 154, 155
Ventilator 13 wet lung 262

Anda mungkin juga menyukai