Anda di halaman 1dari 6

Tinjauan Pustaka

Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus

Kiki Mohammad Iqbal


Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak
Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun kronik, heterogen, dengan berbagai manifestsi klinis
yang dapat melibatkan kerusakan organ akhir. Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus (NP-SLE) didefinisikan
sebagai kelainan pada sistem saraf pusat, perifer dan autonom dan adanya sindroma psikiatrik pada penderita dengan SLE
di mana penyebab lain telah disingkirkan. Adapun mekanisme patogenik yang mendasari munculnya manifestasi primer
neuropsikiatrik pada NP-SLE adalah mencakup autoantibodi, abnormalitas vaskuler dan produksi lokal mediator inflamasi.
Diagnosa secara khas terpenuhi melalui analisa yang teliti terhadap klinis, laboratorium dan data imaging berdasarkan kasus
per kasus. Pendekatan manajemen yang lebih baik terhadap NP-SLE tercapai dengan cara : 1) pengenalan sindroma
antifosfolipid dan pengobatannya dengan antikoagulan; 2) pemakaian steroid khususnya pada penderita dengan manifestasi
ringan; dan 3) pemakaian cyclophosphamide pulse pada lupus SSP difus / nonthrombotik
Kata kunci : neuropsikiatri; systemic lupus erythematosus

Abstract
Systemic lupus erythematosus (SLE) is a chronic, heterogenous, autoimmun disease with diverse clinical manifestations, which
can include end-organ damage. Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus (NP-SLE) is defined as abnormalities of the
central, peripheral and autonomic nervous systems and the psychiatric syndromes observed in patients with SLE for which
other causes have been excluded.. However, the pathogenic mechanisms that result in primary neuropsychiatric
manifestations in NP-SLE are throught to include autoantibodies, vascular abnormalities, and the local production of
inflammatory mediators. Diagnosis is typically achieved throught careful analysis of clinical, laboatory, and imaging data on a
case-by-case basis. A better approach to management of NP-SLE may be achieved by : 1) the recognition of the
antiphospholipid syndrome and its treatment with anticoagulants; 2) the use of steroids, especially in patients with mild
manifestations; and 3) the use of pulse cyclophosphamide in diffuse / nonthrombotic CNS lupus.
Keywords : neuropsychiatric; systemic lupus erythematosus

PENDAHULUAN seizures atau kadang dengan stroke.3


Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit Beberapa studi menyatakan bahwa SLE dengan
autoimmun kronik, heterogen, dengan berbagai manifestasi keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) menunjukkan
klinis yang dapat melibatkan kerusakan organ akhir. Disebutkan prognosis yang buruk dan meningkatkan resiko kerusakan
bahwa sel B memainkan peranan penting pada patofisiologi sistem saraf atau kematian lebih awal.
lupus melalui produksi autoantibodi dan melalui mekanisme Dari observasi prospektif penderita SLE selama lebih dari 5
autoantibodi-independen, seperti adanya autoantigen, aktifasi tahun memperlihatkan bahwa riwayat neuropsikiatrik berkaitan
sel T dan produksi sitokin.1 dengan outcome klinis yang buruk di mana sekitar 21-47% dari
Systemic lupus erythematosus (SLE) dikenal sebagai penderita NP-SLE memperlihatkan kejadian rekurensi atau
“the great imitator” oleh karena gejalanya sangat beragam di munculnya onset baru sindroma NP-SLE dan 10% dari
mana sering meniru atau disalahartikan sebagai penyakit kematian SLE berkaitan dengan keterlibatan SSP.1
lain, dan dikarenakan gejalanya muncul dan hilang tidak
dapat diramalkan.2 DEFINISI
Keterlibatan sistem saraf pada penderita SLE telah Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah adalah
diketahui sejak lebih dari 100 tahun, berbagai tanda dan penyakit autoimmun yang melibatkan sistem-sistem organ
gejala dari neuropsychiatric systemic lupus erythematosus multipel yang ditegakkan secara klinis dan berhubungan
(NP-SLE) selanjutnya menggambarkan tantangan terhadap dengan antibodi terhadap nukleus sel.4
diagnostik dan terapeutik.1 Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus (NP-SLE)
Meskipun keterlibatan sistem saraf pada SLE masih tidak didefinisikan sebagai kelainan pada SSP, perifer dan autonom
jelas dan bersifat kontroversi, penderita dengan lupus sering dan adanya sindroma psikiatrik pada penderita dengan SLE di
mengalami tanda-tanda yang berkaitan dengan sistem saraf, mana penyebab lain telah disingkirkan.1
seperti nyeri kepala, confusion, kesulitan konsentrasi, fatigue,

The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara | 122


Kiki Mohammad Iqbal

EPIDEMIOLOGI terhadap protein otak tertentu, limfosit, protein P ribosom,


Di seluruh dunia diperkirakan terdapat lebih dari 5 juta orang protein-phospholipid complexes, dan acidic glycolipids pada
menderita SLE.2 Prevalensi keseluruhan SLE di US berkisar neuronal dan membran myelin yang dikaitkan dengan NP-
14.6-50.8 kasus per 100,000 populasi, dengan insidens yang SLE (Tabel 1).1
bervariasi dari 1.8-7.6 kasus per 100,000 per tahun.4 Di
Indonesia, jumlah penderita SLE diperkirakan mencapai 1.5 juta Tabel 1. Target antigenik dan defisit neurologik berkaitan
orang, di mana 90% penderitanya adalah wanita. dengan autoantibodi pada SLE1
Sementara di Bandung sendiri, 1 dari 3000 wanita
diperkirakan menderita lupus.5 Sembilan puluh persen kasus Autoantibodi Autoantigen Utama Defisit Neurologik
Antibodi antineuronal Tidak teridentifikasi Kerusakan difuse
SLE terjadi pada wanita.4 Insidens SLE dijumpai paling tinggi
Antibodi limfositotoksik Tidak teridentifikasi Gangguan kognitif
diantara wanita berusia 14-64 tahun, sedang pria tidak memiliki
cross-reactive otak visuospatial
puncak insidens sehubungan dengan usia.6
Antibodi antiribosomal P 60S eukaryotic ribosomal Psikosis lupus,
Berdasarkan beberapa studi sebelumnya yang juga subunit proteins depresi
menggunakan nomenklatur the American College of Rheuma- P0, P1, P2
tology (ACR) untuk mengklasifikasikan manifestasi neuro- Antibodi antifosfolipid Glikoprotein, cardiolipin, Stroke, seizures,
psikiatrik pada subjek SLE, maka prevalensi keseluruhan protrombin, protein C & S myelitis
gangguan neuropsikiatrik pada penderita SLE berkisar 37- 95%, transversalis, TIA,
di mana sindroma yang paling sering seperti disfungsi kognitif, epilepsi, disfungsi
nyeri kepala, gangguan mood, penyakit serebrovaskuler, kognitif
seizures, polineuropati, ansietas dan psikosis.1,7 Di literatur lain Antibodi antigangliosida Acid glycolipid pada Migren, stroke,
disebutkan bahwa manifestasi sistem saraf dijumpai sampai neuronal depresi,
dan membran myelin seizures, psikosis
70% pada penderita SLE.8
Penelitian Jonsen dkk pada tahun 2002 mendapatkan Dikutip dari : Lupus Outlook : Avances in Targeted Therapy-
bahwa 38% penderita SLE mengalami manifestasi neuro- Recent Advances in Neuropsychiatric Systemic Lupus
Erythematosus : Classification, Assessment,
psikiatrik (NP-SLE). Dijumpai persentase yang tinggi (55%) Pathogenesis, and Treatment. Available from : http://www.
munculnya NP-SLE yang dini pada perjalanan penyakit freemedcme.com/cme/articles.cfm?mode=article_fullvi
dalam kurun waktu 1 tahun setelah diagnosis SLE. ew&cme_id=32
Defisit motorik fokal dan sensorik, mencakup gangguan
gerak atau gait, neuropati perifer dan kranialis, merupakan Autoantibodi ini yang berikatan dengan permukaan
manifestasi neuropsikiatrik yang paling sering (26%), diikuti membran neuron-neuron (termasuk antibodi antineuronal,
dengan nyeri kepala (13%) dan seizures (12%). Dari 44 antiribosomal P, dan antigangliosida) dapat menyebabkan
penderita NP-SLE, dijumpai 21 penderita (48%) dengan cedera neuronal sitotoksik langsung atau mempengaruhi
hanya satu manifestasi neurologik.9 fungsi neuronal, meskipun baru sedikit bukti eksperimen
yang mendukung hipotesis ini.
ETIOLOGI Antibodi antifosfolipid berhubungan dengan trombosis
Penyebab pasti dari SLE masih tidak diketahui dan tidak arteri dan vena, di mana hal ini mungkin melibatkan sirkulasi
ada konsensus yang menyatakan apakah SLE merupakan serebral yang menimbulkan iskemik atau infark otak. Sel B
penyakit yang berdiri sendiri atau sekelompok penyakit yang periferal tersendiri pada penderita SLE akan
saling berhubungan.2 Meskipun penyebab spesifik SLE memperlihatkan kelainan.1
belumlah diketahui, faktor multipel telah dikaitkan dengan
perkembangan penyakit ini.6 2. Abnormalitas vaskuler
Terdapat tiga mekanisme yang dipercayai menimbulkan Studi neuropatologik telah memperlihatkan suatu
SLE, yaitu predisposisi genetika, penyebab lingkungan dan vaskulopati noninflamasi pada NP-SLE yang melibatkan
reaksi obat (drug-induced lupus).2 pembuluh-pembuluh darah kecil yang berkaitan dengan
mikroinfark otak. Namun, terdapat keterbatasan dalam hal
PATOFISIOLOGI penggunaan patologi otak sebagai upaya mengenal NP-SLE,
Dengan adanya kumpulan dan beraneka manifestasi mencakup adanya diskoneksi temporal antara kejadian
neuropsikiatrik yang diamati pada penderita NP-SLE, maka neuropsikiatrik dan pengenalan jaringan (khususnya pada
tidaklah mungkin hanya terdapat mekanisme tunggal pada autopsi), deteksi hanya mencakup kelainan struktural, dan
patogeniknya. Adapun mekanisme patogenik yang mendasari kemungkinan beberapa penemuan merupakan faktor-faktor
munculnya manifestasi primer neuropsikiatrik pada NP-SLE pengganggu seperti infeksi atau kortikosteroid.1
adalah mencakup autoantibodi, abnormalitas vaskuler dan
produksi lokal mediator inflamasi.1 3. Mediator inflamasi
Beberapa studi telah melibatkan sejumlah sitokin
1. Autoantibodi proinflamatori pada NP-SLE, mencakup interleukin (IL)-2, IL-6,
Autoantibodi telah lama diduga memiliki peranan utama IL-10, interferon-, dan tumor necrosis factor- (TNF-). Beberapa
pada patogenesis dari NP-SLE. Khususnya autoantibodi peningkatan produksi sitokin mungkin sebagai akibat dari

123 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012


Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus

aktifasi sel-sel yang dimediasi oleh autoantibodi pada ruang 20% penderita SLE mengalami nyeri kepala berat yang
intrathekal. Juga dijumpai bukti adanya hubungan antara berhubungan dengan penyakit dasarnya yang disebut
peningkatan kadar matrix metaloproteinace (MMP)-9 dan sebagai nyeri kepala lupus.
NPSLE, terutama dengan gangguan kognitif.1 Disfungsi kognitif dijumpai pada penderita SLE aktif yang
ringan sampai sedang.3 Gejala SSP berupa disfungsi kognitif
GAMBARAN KLINIS ringan sampai riwayat seizure dijumpai sekitar 12-59%.
Manifestasi NP-SLE tidaklah gampang untuk dikelom- Semua tipe seizures telah dilaporkan, grand mal merupakan
pokkan secara seragam. Gejala dapat bersifat fokal, difus, yang paling sering. Insidens stroke cukup tinggi pada 5
sentral, perifer, psikiatrik, isolated, kompleks, simultan dan tahun pertama penyakit. Penderita dengan antibodi
sekuensial; dapat berupa gejala yang biasa dijumpai (seperti antifosfolipid disebutkan memiliki resiko yang lebih tinggi
nyeri kepala) sampai yang jarang (seperti psikosis) dan dapat untuk kejadian ini.4
memperlihatkan keadaan penyakit yang aktif dan inaktif.1
Gejala SSP seringkali muncul saat SLE aktif pada PROSEDUR DIAGNOSTIK
sistem organ lain. Berbagai daerah di otak, meningen, spinal Diagnosa SLE harus berdasarkan kumpulan penemuan
cord, saraf kranial dan saraf perifer dapat terlibat.4 klinis yang tepat dan adanya bukti pemeriksaan laboratorium.
Pada tahun 1999, komite penelitian ACR membuat suatu The American College of Rheumatology (ACR) membuat
nomenklatur standar dan menentukan definisi untuk NP-SLE. kriteria untuk diagnosa SLE yang banyak digunakan (Tabel 3).11
Berdasarkan pendekatan konsensus dan gambaran pendapat Dijumpainya 4 dari 11 kriteria akan memberikan sensitivitas
berbagai subspesialist (mencakup rheumatologi, neurologi, 85% dan spesifisitas 95%.6
immunologi, psikiatri dan neuropsikologi), maka 19 sindroma
neuropsikiatrik ditetapkan (Tabel 2) dengan kriteria diagnosik Tabel 3. Klasifikasi kriteria diagnostik the American College
dan metode untuk menegaskan masing-masing gejala.1,7 of Rheumatology (ACR) untuk SLE11

Tabel 2. Sindroma neuropsikiatrik pada SLE yang didefinisikan The diagnosis o systemic lupus erythematosus requires the presence of
four or more of the following 11 criteria, serially or simultaneously,
oleh komite penelitian the American College of Rheumatology during any period of observation.
(ACR)7
1. Malar rash: fixed erythema, flat or raised, over the malar
Pusat Perifer emibebces, tending to spare the nasolabial folds
Meningitis aseptik Sindroma Guillain-Barre 3. Discoid rash. erythematous, raised patches with adherent keratotic
Penyakit serebrovaskuler Neuropati autonom scaling and follicular plugging; possbly atrophic scarring in
older lesions
Sindroma demyelinating Mononeuropati 3. Photosensitivity: skin rash as a result of unusual reaction to sunlight,
Nyeri kepala Myasthenia gravis as determined by patient history or physician observation
Gangguan gerak Neuropati kranialis 4. Oral ulcers: oral or nasopharyngeal ulceration. usually
painless, observed by physician swelling,
Myelopati Plexopati 5. Arthritis: nonerosive arthritis involving two or more perpheral
Gangguan seizure Polineuropati joints, characterized by swelling, tenderness, or effusion
6. Serositis: pleuritis, by convincing history of pleuritic pain, rub
Acute confusional state
heard by physician, or ecidence of pleural effusion; or pericarditis
Gangguan ansietas documented by electrocardiography, rub heard by physician, or
Disfungsi kognitif evidence of pericardial effusion
7. Renal disorder: persistent proteinuria, > 500 mg per 24 hours (0.5
Gangguan mood g per day) or > 3+ if quantitation is not performed; or cellular
Psikosis casts (my be red blood cell, hemoglobin, granular, tubular, or
mixed cellular casts)
Dikutip dari : Hanly JG. ACR classification criteria for 8. Neurologic disorder: seizures or psychosis occurring in the absense
systemic lupus erythematosus : limitations and revisions to of offending drugs or known metabolic derangement (e.g., uremia,
neuropsychiatric variables. Lupus. 2004;13:861-4. ketoacidosis, electrolyte imbalance)
9. Hematologic disorder: hemolytic anemia with reticulocytosis; or
Manifestasi SSP yang diklasifikasikan menurut nomenklatur leukopenia, < 4,000 per mm3 (4.0 x 109 per L) on two or more
occasions; or lymphopenia, < 1,500 per mm3 (1.5 x 109 per L) on
ACR selanjutnya dibedakan menjadi gejala berat dan ringan. two or more occasions; or thrombocytopenia, < 100 x 103 per mm3
Yang termasuk gejala berat yaitu meningitis aseptik, defisit (100 x 109 per L ) in the absence of offending drugs
neurologik fokal (oleh karena penyakit serebrovaskuler atau 10 Immunologic disorder: antibody to double-stranded DNA antigen
(anti-dsDNA) in abnormal titer; or presence of antibody to Sm
sindroma demyelinating), gangguan gerak, myelopati, seizures, nulear antigen (anti-Sm); or positive finding of antiphospholipid
acute confusional state, gangguan mood dan psikosis. antibody based on an abnormal serum level of lgG or lgM
Sedangkan gejala ringan termasuk nyeri kepala, gangguan anticardiolipin antibodies, apositive test result for lupus
anticoagulant using a standard method, or a false-positive serologic
psikologikal reaktif, disfungsi kognitif dan gangguan ansietas.10 test for syphilis that is known to be positive for at least 6 months
Nyeri kepala yang intractable, kesukaran dalam memori dan and is confirmed by negative Treponema pallidum immobilization
pengutaraan alasan (reasoning) termasuk gambaran klinis or flurescent treponemal antibody absorption test
11. Antinuclear antibodies: an abnormal antinuclear antibody titer by
penyakit neurologis yang paling sering dijumpai pada penderita immunofluorescence or equivalent assay at any time and in the
SLE.4 Penderita lupus sering mengalami nyeri kepala yang absence of drugs known to be associated with drug-induced lupus
kadang tidak berhubungan dengan penyakit dasarnya. Sekitar

The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara | 124


Kiki Mohammad Iqbal

Peningkatan titer antinuclear antibody (ANA) sampai 1:40 Belakangan ini semakin berkembang aplikasi teknologi
atau lebih merupakan kriteria diagnostik ACR yang paling MRI yang terbaru. Magnetic resonance spectroscopy (MRS)
sensitif. Lebih dari 99% penderita SLE dijumpai peningkatan dapat mengidentifikasi dan memperhitungkan (kuantifikasi)
titer ANA pada angka tertentu. Namun test ANA tidak spesifik metabolit otak dan hal ini dijadikan sebagai indikator
untuk SLE. terhadap perubahan seluler.
Dalam keadaan tidak dijumpai SLE, alasan yang paling Magnetization transfer imaging (MTI) sangat cocok
mungkin untuk hasil test ANA positif yaitu dijumpainya penyakit mendeteksi dan memperhitungkan (kuantifikasi) kerusakan
jaringan konektif lainnya. Oleh karena tingginya nilai positif otak difus.
palsu pada dilusi 1:40, maka titer ANA hanya dilakukan pada Lainnya, diffuse-weighted imaging (DWI) dapat memainkan
penderita yang memenuhi kriteria klinis tertentu.11 peranan penting dalam mendiagnosa oleh karena kemam-
Pada penderita dengan kecurigaan klinis yang tinggi dan puannya dalam mendeteksi cedera otak yang hiperakut, dan
adanya titer ANA yang tinggi, maka pemeriksaan tambahan dapat dipasangkan dengan MRI perfusion untuk membedakan
diperlukan. Biasanya mencakup evaluasi antibodi terhadap daerah infark dari iskemik.1
dsDNA, komplemen dan subtipe ANA seperti Sm (Smith),
Ro, La, dan ribonucleoprotein (RNP) (sering disebut panel 2. Positron emission tomography (PET) dan single
extractable nuclear antigens (ENA). photon emission computed tomography (SPECT)
Studi skrining laboratorium untuk diagnosa possible SLE Fungsi otak dapat dievaluasi menggunakan positron
sebaiknya mencakup complete blood count (CBC) dan emission tomography (PET) scanning dan single photon
differential, kreatinin serum, urinalisa dengan mikroskopi, ANA emission computed tomography (SPECT) scanning. Meskipun
dan bila memungkinkan petanda (marker) dasar inflamatori.6 penemuan gambaran PET seringkali abnormal pada penderita
Diagnosa NP-SLE lebih bergantung pada sifat kejadian NP-SLE, kegunaan tekniknya dapat dipersulit oleh sejumlah
neuropsikiatrik pada SLE, dibanding komplikasi terapi atau persoalan seperti nonspesifisitas, harga, ketersediaan alat
proses penyakit yang koinsidental. terbatas, dosis radiasi dan ketidakmampuan dalam membeda-
Diagnosa secara khas terpenuhi melalui analisa yang teliti kan lesi lama dengan lesi baru.1
terhadap klinis, laboratorium dan data imaging berdasarkan Pemeriksaan SPECT dapat memberikan analisa semi-
kasus per kasus. kuantitatif terhadap cerebral blood flow (CBF) regional dan
Awalnya proses infeksi harus disingkirkan dengan metabolisme, serta dapat mengidentifikasi defisit fokal dan
melakukan pemeriksaan yang meliputi evaluasi CSF, diikuti difuse pada penderita NP-SLE.
dengan neuroimaging untuk menilai struktur dan fungsi otak. Namun, karena kurangnya spesifisitas alat ini dan tidak
Pemeriksaan neuropsikologi juga dapat dilakukan untuk bermanfaat sebagai alat pendukung yang berdiri sendiri,maka
mengevaluasi fungsi kognitif.1 harus digandengkan dengan MRI atau CT untuk menilai struktur
Studi elektrikal seperti electromyogram (EMG) dan otak. Hasil SPECT scan abnormal dapat dijumpai sampai
pemeriksaan konduksi saraf biasanya berguna untuk sekitar 50% pada penderita SLE tanpa adanya manifestasi klinis
menentukan keterlibatan gejala saraf perifer.3 dari NP-SLE.1

1. Computed tomography (CT) dan magnetic resonance 3. Electroencephalography (EEG)


imaging (MRI) Electroencephalography (EEG) dapat menilai aktifitas listrik
Computed tomography (CT) scanning dapat mendeteksi otak regional, dan hasil pemeriksaan EEG seringkali abnormal
lesi-lesi fokal (seperti perdarahan akut dan infark serebral) dan pada penderita NP-SLE. Quantitative EEG (QEEG) merupakan
tetap bermanfaat dalam situasi keadaan darurat, namun teknik yang lebih sensitif dan spesifik dibanding EEG; dan
sebagian besar telah tergantikan oleh pemeriksaan MRI, suatu dijumpai hasil QEEG yang abnormal pada 87% penderita NP-
tehnik yang sangat sensitif mendeteksi infark lobar, perdarahan SLE definite, 74% penderita NP-SLE probable dan 28%
SSP, myelitis transversalis dan beberapa penyakit lain yang penderita SLE tanpa gejala neuropsikiatrik. Namun teknik ini
dapat membaurkan seperti abses otak dan tumor metastase.1 tidak dapat membedakan kelainan yang berhubungan dengan
Frekuensi kelainan yang terlihat dari MRI pada SLE yaitu NP-SLE dan dengan kelainan pengganggu yang tidak berkaitan.
sekitar 25-50%, semakin meningkat sesuai dengan pertamba- Suatu hal yang menarik, studi baru-baru ini melaporkan
han usia, keparahan penyakit dan adanya riwayat NP-SLE. bahwa kelainan EEG berhubungan dengan adanya antibodi
Gambaran yang paling sering dijumpai yaitu lesi fokal antifosfolipid meskipun tidak dijumpainya kelainan otak pada
punctate (berupa titik-titik) kecil di subcortical white pemeriksaan MRI.1
matter(15- 60%).
Suatu hal yang menarik, kelainan MRI, seperti infark, lesi 4. Lumbal pungsi (LP)
kecil white matter, hiperintensiti white matter, dan kortikal atrofi, Lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan proses
dijumpai sampai 75% pada penderita SLE yang memiliki infeksi dengan gejala demam atau gejala neurologik lain.
sindroma antifosfolipid, di mana prevalensi dan keparahan Peningkatan jumlah sel dan kadar protein yang tidak spesifik
penyakit pada keadaan ini lebih tinggi dibanding pada dan penurunan kadar glukosa dapat dijumpai pada cairan
penderita SLE tanpa sindroma antifosfolipid.1 serebrospinalis penderita dengan lupus SSP.6

125 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012


Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus

Peningkatan kadar protein dijumpai pada 50% penderita berkaitan dengan antibodi antifosfolipid, juga memberikan
yang disertai pleositosis.4 perbaikan dengan antikoagulan.8
Manifestasi SSP difuse yang berat, seperti acute confusional
PENATALAKSANAAN state, generalized seizures, ansietas, gangguan mood dan
Sebelum memutuskan untuk memulai pengobatan atau psikosis secara umum memerlukan kortikosteroid dalam
bagaimana cara mengobati, perihal utama yang harus diperha- pengobatan awalnya. Kortikosteroid dosis tinggi hanya diberikan
tikan diantaranya yaitu : 1) penegakan diagnosa yang akurat; 2) pada kasus yang berat, dan sebaiknya dalam periode singkat.
identifikasi dan pengobatan terhadap faktor pengganggu yang Terapi cyclophosphamide pulse IV dapat membantu apabila
menimbulkan penyakit SSP; 3) penilaian keparahan; dan 4) manifestasi yang lebih berat telah bersifat refrakter terhadap
identifikasi permasalahan yang mendasari mekanisme kortikosteroid dan agen immunosupresif lainnya, secara umum
patogenik.8 yaitu apabila respons tidak terlihat dalam waktu 3-5 hari.
Dalam konteks ini, pendekatan manajemen terhadap NP- Plasmapheresis, methotrexate dan deksametason
SLE dapat tercapai dengan cara : 1) pengenalan sindroma intrathekal, azathioprine dan mycophenolate mofetil, masih
antifosfolipid (penyakit thrombotik umum) dan pengobatannya harus memerlukan studi lanjut untuk mengkonfirmasi
dengan antikoagulan; 2) pemakaian steroid yang lebih kegunaannya dalam pengobatan NP-SLE.
konservatif, khususnya pada penderita dengan manifestasi Penderita SLE dengan manifestasi berat yang tidak
ringan; dan 3) pemakaian cyclophosphamide pulse pada lupus ditoleransi dengan cyclophosphamide dan plasmapheresis
SSP difus / nonthrombotik (Tabel 4).8 ternyata memberikan respons dengan obat azathioprine ini,
meskipun efeknya belum dikonfirmasi oleh studi lainnya.8
Tabel 4. Pendekatan terapi pada NP-SLE 8

Mild CNS disease Severe CNS disease

Symptomatic therapy Diffuse/nonthrombotic disease Focal/thrombotic disease - aPL associated

 Analgesic/NSAIDs/calcium antagonists  Acute treatment  Prophylaxis


 Ergotamine - High-dose corticosteroids - Low-dose aspirin
 Anxiolytics - IV pulse methylprednisolone
 Antidepressants - - IV pulse cyclophosphamide  Thrombosis
Tricyclics-amitriptyline - Plasmapheresis - Long-term warfarin
- Fluoxe4tine - IV immunoglobulins - Arterial : INR =>_3.0
 Anticonvulsants - - Methotrexate (? intrathecal) - Venous : INR =2,5-3.0
Carbamazepine - Azathioprine
- Phenytoin - Mycophenolate mofetil  Recurrent thrombosis
- Phenobarbitone - Warfarin INR _> 3.0+low-dose aspirin
- Va lp roa te  Chronic treatment
- Lamotrigine - Taper corticosteroids  Difficult (resistant) cases with recurrent thrombosis
 Antipsychotics - IV pulse cyclophosphamide - Warfarin INR _> 3.0
- Haloperidol - Metho trexate +
- Chlorpromazine - Azathioprine - Corticosteroids
- Risperidone - Mycophenolate mofetil - Immunosuppressants
 Low dose corticosteroids - IV immunoglobulins
- Plasmapheresis

Dikutip dari : Sanna G, Bertolaccini ML and Mathieu A. Central nervous system lupus : a clinical approach to therapy. Lupus. 2003;12:935-42

Penderita dengan manifestasi ringan (seperti nyeri Satu kesempatan untuk memperbaiki terapi di masa akan
kepala atau depresi) hanya memerlukan pengobatan datang yaitu dengan target pendekatan immunosupresif.
simptomatik saja dengan analgetik, antidepresan dan Salah satu terapi target yaitu rituximab, suatu antibodi
pendukung psikologikal. monoklonal anti-CD20 dengan target selektif terhadap sel B
Pada menifestasi SSP yang lebih berat, sangat penting CD20, mengecualikan stem cells dan sel plasma.
membedakan antara mekanisme thrombotik (manifestasi Studi awal pada penderita SLE menunjukkan potensial
fokal) dan nonthrombotik (manifestasi difus).8 monoterapi rituximab, dan kombinasi terapi dengan
Manifestasi SSP fokal, secara umum diakibatkan oleh cyclophosphamide. Outcome positif mencakup deplesi sel B,
karena mekanisme thrombotik yang mendasari, paling sering yang biasanya bersifat sementara, namun berkaitan dengan
berkaitan dengan keberadaan antibodi antifosfolipid, dan anti- perbaikan skore kuantitatif aktifitas penyakit global beberapa
koagulan jangka panjang merupakan pilihan pengobatannya. bulan sampai tahun.1
Heparin diindikasikan selama fase akut, diikuti dengan Pada European Congress of Rheumatology baru-baru ini
warfarin jangka panjang dalam rangka pencegahan rekurens. di Vienna, data penting dari percobaan tanpa kontrol
Manifestasi SSP fokal lainnya, seperti sindroma demyelinating, mengusulkan peranan modulasi sel B pada pengobatan NP-
myelitis transversalis, chorea, migren dan seizures, yang SLE. Dua puluh dua penderita yang memenuhi kriteria ACR

The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara | 126


Kiki Mohammad Iqbal Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus

untuk suatu NP-SLE, menerima monoterapi rituximab (12 steroid yang lebih konservatif, khususnya pada penderita
penderita, 1000 mg), kombinasi rituximab dengan cyclo- dengan manifestasi ringan; dan c) pemakaian cyclophospha-
phosphamide (7 penderita, 750 mg), atau plasmapheresis mide pulse pada lupus SSP difus / nonthrombotik.
yang disinkronisasikan dengan cyclophosphamide yang Beberapa studi menyatakan bahwa SLE dengan
diikuti dengan rituximab pemelihaaan (3 penderita). keterlibatan SSP menunjukkan prognosis yang buruk dan
Sebagian besar penderita menerima glukokortikoid meningkatkan resiko kerusakan sistem saraf atau kematian
preinfus (solumedrol 100 mg) dalam rangka meminimalkan lebih awal.
reaksi potensial infus. Setelah mencapai 18 bulan follow-up,
14 dari 19 (72%) penderita yang mendapat pengobatan DAFTAR PUSTAKA
dengan rituximab tunggal atau dengan kombinasi, 1. Lupus outlook: advances in targeted therapy–recent
memperlihatkan perbaikan parameter objektif dan indeks advances in neuropsychiatric systemic lupus erythematosus:
aktifitas penyakit SLE standar.1 classification, assessment, pathogenesis, and treatment.
[Online]. Available from: http://www.freemedcme.com/cme/
PROGNOSA articles.cfm?mode=articlefullview&cme_id=32
Beberapa studi menyatakan bahwa SLE dengan 2. Lupus erythematosus. [Online]. 2006. Available from:
keterlibatan SSP menunjukkan prognosis yang buruk dan http://www.en.wikipedia.org/wiki/Lupus_erythematosus
meningkatkan resiko kerusakan sistem saraf atau kematian 3. Wallace DJ. Systemic lupus and the nervous system.
lebih awal. [Online]. 2005. Available from: URL: http://www.lupus.org/
Dari observasi prospektif penderita SLE selama lebih dari 5 education/brochures/systemic.html
tahun memperlihatkan bahwa riwayat neuropsikiatrik berkaitan 4. Lamont DW. Systemic lupus erythematosus. [Online].
dengan outcome klinis yang jelek di mana sekitar 21-47% dari 2006. Available from: http://www.emedicine.com/
penderita NP-SLE memperlihatkan kejadian rekurensi atau emerg/topic564.htm
munculnya onset baru sindroma NP-SLE dan 10% dari 5. Budiastuti A. Lupus. [Online] 2006. Available from: http://
kematian SLE berkaitan dengan keterlibatan SSP.1 www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/052006/09/belia/
Disfungsi kognitif yang dialami populasi penderita SLE selancar.htm
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan fungsi 6. Bartels CM. Systemic lupus erythematosus. [Online]
mereka. Frekuensi disabilitas yang semakin meningkat telah 2006. Available from: http://www.emedicine.com/med/
dilaporkan pada penderita SLE dengan kelainan neuropsikiatrik topic2228.htm:
bila dibanding dengan penderita SLE tanpa kelainan 7. Hanly JG. ACR classification criteria for systemic lupus
neurospikiatrik dan populasi umum.1 erythematosus : limitations and revisions to neuropsychiatric
variables. Lupus. 2004;13:861-4.
KESIMPULAN 8. Sanna G, Bertolaccini ML, Mathieu A. Central nervous
Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus (NP-SLE) system lupus: a clinical approach to therapy. Lupus.
didefinisikan sebagai kelainan pada SSP, perifer dan autonom 2003;12:935-42.
dan adanya sindroma psikiatrik pada penderita dengan SLE di 9. Jonsen A, Bengtsson AA, Nived O, Ryberg B and Sturfelt
mana penyebab lain telah disingkirkan. G. Outcome of neuropsychiatric systemic lupus erythema-
Mekanisme patogenik yang mendasari munculnya tosus within a defined Swedish population: increased
manifestasi primer neuropsikiatrik pada NP-SLE adalah morbidity but low mortalty. Rheumatology. 2002;41:1308-
mencakup autoantibodi, abnormalitas vaskuler dan produksi 1 2 .
lokal mediator inflamasi. 10. Weiner SM, Otte A, Schumacher M, Klein R, Gutfleisch J,
Diagnosa NP-SLE sebagian besar bergantung pada sifat Brink I, et al. Diagnosis and monitoring of central nervous
kejadian neuropsikiatrik pada SLE, selain komplikasi terapi atau system involvement in systemic lupus erythematosus :
proses penyakit yang koinsidental. Diagnosa secara khas value of F-18 fluorodeoxyglucose PET. Ann Rheum Dis.
terpenuhi melalui analisa yang teliti terhadap klinis, laboratorium 2000;59:377-85.
dan data imaging berdasarkan kasus per kasus. 11. Gill JM, Quisel AM, Rocca PV and Walters DT. Diagnosis
Pendekatan manajemen NP-SLE dapat tercapai dengan of systemic lupus erythematosus. Am Fam Physician.
cara : a) pengenalan sindroma antifosfolipid (penyakit thrombotik 2003;68:2179-86.
umum) dan pengobatannya dengan antikoagulan; b) pemakaian

127 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012

Anda mungkin juga menyukai