Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitator karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata,
kaki (gangren diabetik). Gejala DM dapat timbul perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari adanya perubahan pada dirinya seperti minum menjadi lebih banyak (polidipsi),
buang air kecil lebih sering (poliuri), makan lebih banyak (polifagi) ataupun berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas.

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996 di dunia
terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun
2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan
gaya hidup.

Salah satu komplikasi menahun dari DM adalah kelainan pada kaki yang disebut
sebagai kaki diabetik. Menurut dr Sapto Adji H SpOT dari bagian bedah ortopedi Rumah
Sakit Internasional Bintaro (RSIB), komplikasi yang paling sering dialami pengidap diabetes
adalah komplikasi pada kaki (15 persen) yang kini disebut kaki diabetes.

Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih besar


dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang
pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter terhadap komplikasi ini
serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara
dini.

Salah satu komplikasi penyakit diabetes mellitus yang sering dijumpai adalah kaki
diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi, gangren dan artropati Charcot.
Di antara penderita kaki diabetik tersebut memerlukan tindakan amputasi. Resiko amputasi
terjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang, insufisiensi vaskular, riwayat
ulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat. Neuropati perifer mempunyai peranan
yang sangat besar dalam terjadinya kaki diabetik akibat hilangnya proteksi sensasi nyeri
terutama di kaki. Lebih dari 80% kaki DM dilatarbelakangi oleh neuropati.

1
BAB II

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi ulkus pada penduduk berkisar antara 2 - 10 %, sebenarnya hanya sebagian


kecil persoalan kaki kemudian berlanjut sampai memerlukan amputasi tungkai bawah.
Sebagian besar dapat diselamakan dengan pengelolaan yang cermat. Sedangkan di Indonesia,
prevalensi kaki diabetik pada populasi jarang dilaporkan. Di Jakarta, pada survey populasi
pada tahun 1983 didapatkan angka prevalensi tukak/bekas tukak sebesar 2,4 %. Di Poliklinik
Endokrin RS Dr Kariadi Semarang dari data yang dikumpulkan mulai bulan Januari 2001
sampai Juni 2002 didapatkan 4 % pasien DM yang dirujuk ke poliklinik endokrin RS Dr
Kariadi Semarang, mengalami komplikasi makroangiopati berupa kaki diabetik.

Diabetes mellitus adalah sebagai penyebab utama amputasi ekstremitas bawah non
traumatik di Amerika Serikat. Amputasi kaki karena diabetes merupakan 50 % total amputasi
di Amerika Serikat. Sedangkan data di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta angka
amputasi masih sangat tinggi, yaitu sebesar 23 %. Nasib pasien yang sudah mengalami
amputasi pun tidaklah menggembirakan. Data dari seluruh rumah sakit di Negara bagian
California menunjukkan 13 % di antara mereka yang sudah diamputasi akan memerlukan
tindakan amputasi lagi dalam jangka 1 tahun. Didapatkan pula bahwa 30- 50 % pasien yang
telah diamputasi akan memerlukan tindakan amputasi kaki sebelahnya dalam jangka 1-3
tahun. Sedangkan dari data RSUPN Cipto Mangunkusumo nasib penderita kaki diabetik yang
diamputasi juga tidak menggembirakan. Dalam 1 tahun pasca amputasi 14,8 % meninggal
dan meningkat 37 % pada pengamatan 3 tahun.

2
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi

Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut
terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.

Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik
diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan
tanda sebagai berikut :

1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).

2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).

3. Nyeri saat istirahat.

4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).

3.2 Patogenesis

Kaki diabetes merupakan kombinasi antara arteriosklerosis ke-2 tersering setelah


arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.
Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular Disease). Ada 3 faktor
yang dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati,
PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi seringkali merupakan
komplikasi iskemia maupun neuropati. Dari segi praktis maka kaki diabetic dapat dipandang
sebagai kaki iskemia ataupun kaki neuropatik.

Pada kaki neuropatik, somatic dan otonom rusak, namun sirkulasi masih intak
sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki teraba hangat, sensasi terhadap rabaan

3
berkurang, dan kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam : ulkus neuropatik, sendi
neuropatik (sendi Charcot) dan edema neuropatik.

3.2.1 Patogenesis Neuropati

Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara


patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai
sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama faktor genetik,
dan lingkungan (misalnya alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis.
Faktor metabolik : kenaikan poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh
enzim yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM), fruktosa, kurangnya kontrol
gula darah, dan penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP menyebabkan demielinasi artrofi
akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD menyebabkan neuropati, gangguan
vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial yang
selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor lain seperti kelainan
agregasi trombosit, kelainan etiologi sel darah merah dan hematologic, proses AGEs serta
adanya kompleks imum di sirkulasi berpengaruh terhadap neuropati ini.

Perubahan yang terjadi pada kaki DM

3.2.2 Patogenesis Angiopati

Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler berupa


arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme karbohidrat

4
dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut akan
diperberat dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol.

Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah kapiler yang
diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen. Pembuluh darah
arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis dan poplitea. Adanya trombus, emboli
maupun tromboemboli menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya
oklusi dapat menjadi total dan jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi
kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala claudicatio
intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren.

Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler, menyebabkan
ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau sebagian kecil kulit.
Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi, infeksi ataupun gangren.
Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang mengalami gangguan berukuran lebih besar
maka gangguan oksigenasi jaringan akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat lumen
arteri akan menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang sedang atau
besar. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu,
benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler (aterosklerosis)
maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia kaki
dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.

3.3.3 Patogenesis Infeksi

Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada
orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena gejala
klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.

Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:

a. faktor imunologi

-produksi antibodi menurun

-peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal

5
-daya fagositosis granulosit menurun

b. faktor metabolik

- hiperglikemia

-benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya

-glikogen hepar dan kulit menurun

c. faktor angiopati diabetika

d. faktor neuropati

Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki,
selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak kaki. Pada
ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram
positif, negatif dan anaerob.

Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi menjadi
3 kelompok yaitu:

1. Abses pada deep plantar space

2. Selulitis non supuratif dorsum pedis

3. Ulkus perforasi pada telapak kaki

6
Mekanisme terjadinya ulkus kaki diabetik

BAB IV
7
DIAGNOSIS

4.1. Anamnesa

Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri, polidipsi dan
polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke dokter dan laboratorium
menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat keluarga yang sakit seperti ini dapat
ditemukan, dan memang penyakit ini cenderung herediter.

Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau
istirahat , durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat
yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.

Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan prognosis
seorang pasien, seb6ab walaupun penanganan telah baik namun terapi diabetesnya tidak
teratur maka akan sia-sia. Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera
setelah trauma. Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau
ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan
oleh penderita dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah sakit. Banyak dari
seluruh penderita diabetes melitus dengan komplikasi ulkus atau bentuk infeksi lainnya,
memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut,sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan
prognosisnya lebih buruk ( contohnya amputasi atau sepsis ).

4.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek pada kulit
sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik, terinfeksi
dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal
mempunyai dasar luka dermis atau lemak /jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda
kedalamannya sampai otot bahkan tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang
menunjukkan prosesradang.

Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan fluktuatif. Abses yang
letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan
keluar dari sumbernya.

8
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non
pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri tekan. Hal ini
menandakan proses infeksi / radang telah mencapai jaringan lunak atau soft tissue.

Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis
tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika
terdapat krepitasi di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren.

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan
dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi
karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi
terjadinya ulkus (neuropati, obstruksivaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi
ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya
deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis.

Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan
lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang
dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna
kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III, lesi sering
berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan
lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak
pus, eksudat, edema atau kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril.
Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan
tendon, tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah
dipermukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit 37%) dan
daerah dorsum pedis (11%).

Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus


dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan
garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang
sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena
ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak
normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumitdan dan di
antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.

9
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela jari
dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan
kemudian mengalami infeksi.

Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada


penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi arteri femoralis, arteri
poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai dan kekuatannya di kategorikan
sebagai aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis
posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi
aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri
femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak
didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita diabetik lebih
sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi
pada arteri femoral dan popliteatapi tidak didapatkan pulsasi distalnya.

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui


adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah
dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi
arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan
manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi
oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai
bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas
(brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan
sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90
terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40
telah terjadi obstruksi vaskulerberat.

Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki bagian
bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga
angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5
dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat
diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan.

4.3. Pemeriksaan Penunjang

10
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara pasti
adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood
Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.

Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non


invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau
menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic
resonance angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy(CTA ).

Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau
apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital
subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis
dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila
intervensi endosvascular menjadi pilihan terapi.

Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada
tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambarandestruksi tulang dan osteolitik.

4.4 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky dengan
modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.

b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusif yangiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.

11
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat

Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :

a. Umur ≥ 60 tahun.

Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus diabetika
6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun. Penelitian kasus kontrol di Iowa oleh
Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus diabetika pada usia tua ≥ 60 tahun 3 kali
lebih banyak dari usia muda < 55 tahun. Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus
diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging
terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di Amerika Serikat
dikutip oleh Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada lansia umur > 60
tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah
terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada
aterosklerosis, makroangiopati, yang faktor - faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan
sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah
terjadi ulkus diabetika.

b. Lama DM ≥ 10 tahun.

Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan hasil bahwa lama
menderita DM ≥ 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetika dengan RR-nya
sebesar 3 (95 % CI : 1,2 – 6,9).
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10
tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul

12
komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-
mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang
sering tidak dirasakan.

BAB V

GAMBARAN KLINIS KAKI DIABETIK

Gambaran klinis dibedakan :

1.Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik


(Artropati Charcot ), Edema neuropatik

2.Neuro-ischemic-foot

5.1 Neuropathic foot

5.1.1 Ulkus Neuropatik

Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibreneuropathy yang berakibat


gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya sensasi panas dan nyeri
sebelum rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik mengalami denervasi yang
mengganggu aliran darah disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan
arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi arteri perifer. Aliran darah yang miskin
makanan ini mengurangi efektivitas dari perfusi jaringan yang memang sudah berkurang.
Disamping ini neuropati merusak serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan
nosiseptor. Jadi ulkus pada kaki diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran
gas. Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan Bacteroides
sp. Untuk melakukan identifikasi kasus yang rentan ulkus, kini digunakan alat sederhana
untuk screening, yaitu TCD (Tactile Circumferential Discriminator) pada hallux yang
korelasinya dengan menggunakan filament dan ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam

13
menilai ulkus perlu dipastikan dalam serta luasnya ulkus. Sering kita terkecoh karena kita
anggap enteng, padahal lesi ini merupakan puncak dari gunung es.

Secara klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap berbaring.
Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada ulkus maka perlu
diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample untuk biakan bakteri.

Ulkus Neuropati

5.1.2 Artropati Neuropatik

Kerusakan serabut motorik, sensorik dan autonom memudahkan terjadinya


atropati Charcot. Keadaan ini diduga akibat disfungsi saraf otonom yang berakibat
terjadi perfusi yang abnormal pada tulang-tulang kaki, sehingga terjadi fragmentasi
tulang dan kolaps arkus. Atropati Charcot atau dengan nama lain “Rocker-bottom foot”
ini rentan terhadap kerusakan jaringan dan ulserasi. Gangguan vaskuler perifer baik
akibat makrovaskuler (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat
mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping
menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.

Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes cenderung


mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang berhubungan dengan menipis
dan menggesernya timbunan lemak bawah caput metatarsal pertama. Akibatnya daerah
ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki
Charcot. Sebab terjadinya fraktur dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas,

14
tetapi diduga akibat neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular ini akan meningkatkan
aliran darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita diabetes
densitas tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga pasien masih aktif
berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada fraktur, kolaps sendi, dan
deformitaskaki. Awalnya kaki Charcot ini akut: panas, merah, dengan nadi yang keras,
dengan atau tanpa trauma (perlu di DD dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi
ulkus dan infeksi dan gangren yang dapat berakibat amputasi

Lokasi-lokasi tempat terjadinya ulkus DM neuropati

5.1.3 Edema Neuropatik


Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema (pitting)
kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi (kesampingkan dulu
sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat edema dan venous pooling yang
abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada sikap berdiri.

5.2 Neuro ischemic foot


Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang dipercepat
pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio intermitten, nyeri tungkai
waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam, dan
berkurang pada sikap kaki yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus
neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan
tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau tepilateral

15
metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan
arteriografi.

5.3 Klasifikasi ulkus diabetik

Klasifikasi ulkus diabetik berguna untuk menyamaratakan bahasa dalam deskripsi dan
kondisi ulkus, serta untuk kepentingan manajemen/ terapi. Ada beberapa sistem klasifikasi
untuk menilai gradasi lesi, salah satunya yang banyak digunakan adalah klasifikasi ulkus DM
berdasarkan University of Texas Classification System. Sistem klasifikasi ini menilai lesi
bukan hanya faktor dalamnya lesi, tetapi juga menilai ada tidaknya faktor infeksi dan
iskemia. (tabel 1).

Tabel 1 : Klasifikasi ulkus DM berdasarkan University of Texas Classification System

Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren ,maka dibuat klasifikasi
derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner.

Tingkat Karakteristik kaki

Derajat 0 Tidak ada ulserasi, tetapi beresiko tinggi walaupun tidak ada ulserasi, untuk
menjadi kaki diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian
khusus. Pengamatan berkala, perawatan kaki yang baik dan penyuluhan

16
penting untuk mencegah ulserasi.

Derajat I Ulkus superfisial, tanpa infeksi disebut juga ulkus neuropatik, oleh karena itu
lebih sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak mengalami tekanan
berat badan yaitu di daerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat adanya
kallus.

Derajat II Ulkus dalam, disertai selulitis, tanpa abses atau kelainan tulang Adanya ulkus
dalam, sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya kelainan tulang.

Derajat III Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam.

Derajat IV Gangren terbatas yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit Penyebab utama adalah
iskemi, oleh karena itu disebut juga ulkus iskemi yang terbatas pada daerah
tertentu.

Derajat V Gangren seluruh kaki Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar, tetapi juga
ada kelainan neuropati dan infeksi.
Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetic

5.4 Diagnosis Banding

Infeksi skeletal dan jaringan lunak kaki tidak terbatas hanya disebabkan oleh diabetes
mellitus. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan beberapa kondisi yang dapat menjadi
diagnosis banding, sehubungan dengan infeksi dan struktur yang mengenainya.

a. Buerger Disease (Thromboangiitis Obliterans)

b. Trombophlebitis superficial  selulitis

c. Sarcoid arthritis  OM akut

d. Ca sel skuamosa  OM kronis

BAB VIII

17
PENGELOLAAN KAKI DIABETIK

8.1 Usaha penyelamatan kaki

 Memperbaiki kelainan vaskuler.


 Memperbaiki sirkulasi.
 Edukasi perawatan kaki.
 Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap)
dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan
keluhan/gejala dan penyulit DM.
 Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
 Menghentikan kebiasaan merokok.

8.2 Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :

1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi
(benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy vaskularisasi (non
invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetic
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus,
total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi

 Evaluasi

18
a) Kedalaman ulkus.

Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajad dan dalamnya ulkus. Hati-hati
bila menjum pai ulkus yang nampaknya kecil dan dangk al, karena kadang -kadang ha
ltersebut hanya merupakan puncak dari gunung es, dan pada pemeriksaan yang seksama
penetrasi itu mungkin sudah mencapai jaringan lebih dalam dan luas.

b) Pemeriksaan X foto
Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah didapatkan benda asing,
osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur asimptomatik.

c) lokasi Ulkus
Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik sukar sembuh. Dengan
pengelolaan yang adekuat dan pada anamnesis tidak diakibatkan oleh suatu
trauma perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan biopsi. Hal ini.
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keganasan pada ulkus tersebut.

d) Evaluasi vaskuler
Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler kaki penderita,
diusahakan pemeriksaan yang tidak invasive. Salah satu diantaranya adalah
membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki dengan tekanan darah
sistolik lengan atas (Ankle-Brachial pressure index), normalnya > 1,1. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa Pressure index tersebut dapat dipakai untuk
memperkirakan / meramalkan penyembuhan , suatu ulkus. Pada suatu penelitian,
87% penderita ulkus dengan pressure index lebih dari 0,6 dapat sembuh, sedangkan
penderita dengan pressure index kurang dari 0,6 yang mengalami penyembuhan
hanya 40 %. Pengukuran tekanan oksigen transkutan dapat digunakan untuk menaksir
keadaan mikrosirkulasi jaringan. Normalnya, tcPO2jaringan kaki adalah 45-90mmHg.

 Debridement dan Pembalutan


Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka
lain,yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan
granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan

19
istilah preparasi bed luka. Debridement merupakan tahapan yang penting dalam
proses penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat
drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari
bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui
bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik
dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan
yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti pada
gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada tungkai
dengan sirkulasi yang buruk.
Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau
jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan
mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf,
pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi
kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Ada beberapa jenis
debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzym ayic debridement; Mechanical
debridement; biological debridement; surgical debridement.
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil
eksperimen menunjukkan jumlah antara 105-106 organisme/gram di bed luka akan
mengganggu penyembuhan luka. Mengelola eksudat merupakan hal yang penting
dalam pengelolaan luka. Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada
luka kronik adalah dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan
secara direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly
absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan
irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan untuk
mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan
adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin>3,5
g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada
ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang
optimal sampai nampak jaringan yang sehat dengan cara membuang semua jaringan
nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.

20
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat
bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi angka
amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement.
Kultur yang didapat dari hapusan luka luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang
buruk dengan kuman pathogen sebenarnya.
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. Tradisionil masih
sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan infeksi sekunder.
Selainitu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka bakar akibat penderita
bermaksud merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang digunakan adalah air panas.
Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam asetat,
kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu dipertimbangkan
keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat membunuh bakteri yang ada di
permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi
sehingga menghambat penyembuhan luka. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan
antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan
waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.

 Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini, tapi yang
terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut :
 Merangsang penyembuhan luka.
 Melindungi dari suhu luar.
 Melindungi dari trauma mekanis.
 Tidak memerlukan penggantian sering.
 Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik.
 Bebas dari zat yang mengotori.
 Tidak melekat diluka.
 Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.
 Mempunyai daya serap terhadap eksudat.
 Mudah untuk melakukan monitor luka.
 Memudahkan pertukaran udara.
 Tidak tembus mikroorganisme.
 Nyaman untuk pasien.

21
 Mudah penggunaannya.
 Biaya terjangkau.

Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu penyembuhan luka dengan
memberikan suasana yang dibutuhkan untuk pertahanan lokal oleh makrofag,
akselerasi angiogenesis, dan mempercepat proses penyembuhan luka.Suasana lembab
membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan danmemacu pertumbuhan
jaringan. Kemampuan hidrokoloid secara signifikan lebihbaik dari kasa NaCl
0,9%, dressing time rata-rata dan lama rata-rata perawatanulkus relatif lebih sedikit.

 Aplikasi Tekanan Negatif (VAC – Vaccum Assisted Closure) Pada Luka Sulit
Sembuh.

Ciri-siri luka sulit sembuh adalah luka yang luas yang memerlukan teknik
berketerampilan tinggi untuk menutupnya, chrush injury, luka dengan gangguan
vaskuler, luka dengan penyerta yang kompleks, dan membutuhkan waktu yang lama
untuk sembuh. Ulkus diabetikum termasuk dalam kategori luka yang sulit sembuh.
Penutupan luka dengan bantuan aplikasi tekanan negatif (VAC) telah berkembang
untuk mempercepat penyembuhan luka sulit sembuh. Mekanisme kerja aplikasi
tekanan negatif (VAC) tersebut melalui gaya mekanis untuk (1) menyerap eksudat dan
menghilangkan udem, (2) mempercepatpembentukan pembuluh darah baru (proses
angiogenesis), (3) mengurangi kolonisasi bakteri, (4) meningkatkan proliferasi seluler,
sehingga keseluruhan mempercepat pembentukan jaringan granulasi untuk memberi
fasilitas penutupan luka definitif. Dari hasil penelitian Ford et al, menunjukkan bahwa
aplikasi tekanan negatif (VAC) memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan
terapi pada ulkus dengan 3 FDA Gel - Accuzyme, Iodosorb, dan panafil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan platelet-derivedgrowth factors (PDGFs)
dapat mempercepat penyembuhan lesi dan telahresisten terhadap pengobatan yang
komperhensif

Platelet derived woundhealing formula (PDWHF) berasal dari selalfa platelet dan mengandung
faktor pertumbuhan (growth factors) sebagai berikut :

22
a) Platelet factors 4 (PF4), yang merangsang netrofil dan monosit, bersifat
chermoattractive dan membantu membersihkan debris dan bakteri.
b) Platelet-derived growth factors (PDGF), adalah suatu unitrogen dan
chermoattractive meningkatkan sintesis matriks, menguatkan matriks,
merangsang monosit dan monoblast untuk mengontrol infeksi
c) Platelet derived angiogenesis factor (PDAF) adalah suatu chermoattractive
merangsang pertumbuhan sel endoteliel dan jaringan granulasi oleh karena
itu meningkatkan suplai vaskuler.
d) Platelet-derived epidermal growth factor (PDEGF) adalah suatu nitrogen
yang merangsang sel epidermal, menghasilkan epidermal kulit

Dalam suatu penelitian randomized double-blind penggunaan factors pertumbuhan


secara tunggal (factor pertumbuhan fibroblast) kurang berhasildalam mempercepat
kesembuhan lesi, hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mempercepat penyembuhan
suatu lesi diperlukan beberapa factor pertumbuhan (multiple growth factor).

Pada penderita KD sering dijumpai edema kaki, hal ini dapat meningkatkan
insufisiensi vaskuler oleh karena penekanan kapiler. Edema tersebut dapat dikurangi
dengan cara menaruh satu bantal di bawah tungkai penderita. Jangan menaruh elevasi
terlalu tinggi karena hal tersebut juga akan mengganggu sirkulasi.

 Biakan Ulkus
Dalam menghadapi kasus Kaki Diabetik kita haruslah berpegang bahwa tidak semua
kaki diabetik mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-tanda infeksi tidaklah
perlu dilakukan kultur. Kuman penyebab infeksi pada KD umumnya adalah :

a.Infeksi yang ringan : aerobic gram positif ( Staphylococcus aureus, Streptococcus)


b.Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya polimikrobial, terdiri
dari Aerobic gram positif. Basil gram positif (E coli, Klebsiella sp,Proteus sp),
anaerob ( Bacteriodes sp, Peptostreptcoccus sp)

Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi KD diperlukan kultur. Pengambilan


bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur akan lebih dipercaya

23
apabila pengambilan bahan dengan cara “curettage” dari hasil ulkus setelah
debridement.

 Antibiotika
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :
1) Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri ditempat yang
dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
2) Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-bakteri tertentu.
Antibiotik yang mempunyai potensi baik, memungkinkan pemberian dosis yang
kecil khususnya pada infeksi yang ringan - sedang.
3) Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa biasanya
penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang melawan aerob
gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob. Pada ulkus diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broad
spectrum dan diberikan secara injeksi.

Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate,
piperacillin/
tazobactam,
Cefotaxime
atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin.

Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan
beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +
aztreonam,
piperacillin/tazobactam +vancomycin,
vancomycin+metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin

24
atau fluoroquinolone +vancomycin + metronidazole.
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus
dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral
selama beberapa minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui fotopolos
radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih, pemberian
antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
 Perbaikan sirkulasi
Sirkulasi pada KD merupakan salah satu faktor yang penting untuk penyembuhan
maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan kemungkinan gangguan rheologi
pada penderita tersebut. PenderitaDM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah
mengalami koagulasi dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan
viskositas pada plasma, deformabilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya
peningkatan trogen dan faktor vonWillbrand’s.
Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat
memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.
Perubahan –perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan tentunya
menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang mendapat oksigen.
Perbaikan mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki oksigenasi jaringan dapat
kemungkinan juga mempertinggi efektifitas obat antibiotic , dengan demikian dapat
mempercepat penyembuhan.
John MF Adam (1990) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penderita KD yang
mendapat pemberian bencyclane / pentoxyfilin sebanyak 6 ampul sertiap hari yang
diberikan secara “continous drips” selama 10 hari, dan selanjutnya diberikan obat
tablet per oral, mempunyai lama perawatan yang lebih singkat dibandingkan
kolompok control.
Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi trombosit sehingga obat –
obat antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin, dypirodamol, nisergolin,
indebuten, ticlopidin dan yang terbaru masuk Indonesia adalah cilotazol sering
dipakai untuk mengurangi insiden terjadinya PVD pada penderita DM.
 Non weight bearing

25
Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita KD karena umunnya
kaki penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan
maka akan menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, serta menyebabkan bakteri yang
ada akan mengadakan penetrasi lebih dalam sehingga menghambat penyembuhan.
Penggunaan tongkat penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai non
weight bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk mencapainya adalah mempergunakan
gips ( “contact cast ”).
 Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.Adanya
anemia dan hipoalbuminenia akan sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu
untuk monitor kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb di
atas 12 gr / dl dan albumin darah > 3,5gr / dl. Besi, vitamin B12, asam folat membantu sel
darah merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga merupakan suatukofaktor dakam sintesis
kolagen, sedangkan vitamin C dan Zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan
dalam respon imun.

8.3 Pengelolaan Kaki Diabetik menurut klasifikasi Wagner

Wagner derajat I

Pada lokasi di tempat-tempat bertekanan tinggi, dilakukan pemeriksaan identifikasi faktor


risiko. Pengelolaan dapat berupa :

 Menghilangkan tekanan

 Pengangkatan kalus

 Mengatasi gangguan vascular yang terjadi

 Melakukan pemeriksaan kultur jaringan apabila telah terjadi infeksi, memulai


pemberian antibiotika serta melakukan x-ray foto.

 Pengukuran ulkus setiap kali penggantian balutan.

Wagner derajat II & III

Pada stadium ini sudah terbentuk ulkus profunda, di mana proses yang terjadi akibat dari
ulkus superficial yang terus dipaksakan untuk mendapatkan tekanan akibat gangguan berjalan
26
seorang penderita neuropati. Hal ini menimbulkan proses perusakan jaringan terus berlanjut,
menyebabkan tendon otot yang mendasarinya ikut terkena dan pada akhirnya terjadi
osteomielitis. Pemeriksaan yang dilakukan pada tahap ini adalah x-ray foto, kemudian
menangani sepsis dan debridement agresif. Tendon di bagian dalamnya harus tetap dijaga
agar tidak kering.

Wagner derajat IV

Pada umumnya ditemukan pada ujung jari-jari kaki dan tumit. Dalam inspeksi dapat
ditemukan gangrene akibat insufisensi arteri, dapat pula ditemukan infeksi yang potensial
menyebabkan vaskulitis. Pemeriksaan vascular merupakan keharusan untuk pasien dalam
stadium ini, kemudian dilakukan perawatan lanjutan dengan perhatian utama terhadap kaki
yang masih baik.

Wagner derajat V

Tampak nekrosis/gangrene kaki luas akibat kegagalan atau sumbatan arteri. Pengelolaan yang
dilakukan adalah amputasi primer dengan tindakan rekonstruksi.

8.4 Kriteria Terapi Pembedahan pada Kaki Diabetik

 Kriteria terapi konservatif


Klinis : - Pulsasi arteri tungkai dan pedis teraba
- Nutirisi kulit cukup
- Tidak ada deformitas
- Nekrosis atau jaringan infeksi dapat dikendalikan
Radiologis : tidak ada tanda-tanda osteomielitis

 Criteria amputasi lokal / trans-metatarsal


Klinis : - Gangrene pada jari kaki atau meluas hanya ke distal kaki penderita
- Nutrisi kulit cukup
- Infeksi dapat dikendalikan
- Pulsasi arteri poplitea dapat teraba
Radiologis : ada tanda-tanda osteomielitis

27
 Criteria amputasi bawah lutut
Klinis : - Gangrene dan edema pada kaki, menyebar sampai ke angkle
- Infeksi tidak dapat dikendalikan
- Pulsasi poplitea tidak teraba
Radiologi : ada tanda-tanda osteomielitis

 Criteria amputasi atas lutut


Klinis : - Gangrene menyebar ke atas pergelangan kaki sampai sepertiga tungkai
- Infeksi tidak dapat dikendalikan
- Nutrisi kulit buruk
- Pulsasi poplitea tidak teraba
Radiologi : sirkulasi buruk, ada tanda-tanda osteomielitis, perubahan neuropati pada
sendi subtalar dan midtalar.

28

Anda mungkin juga menyukai