Anda di halaman 1dari 8

Fitria Saftarina dkk.

| Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya

Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya


pada Pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek

Fitria Saftarina1, Hendra Tarigan Sibero2, Muhammad Aditya3, Bela Riski Dinanti1 1Bagian Ilmu
Kedokteran Komunitas-Okupasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2Bagian Ilmu Kulit
dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 3Bagian Epidemiologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Penyakit kulit akibat kerja merupakan sebagian besar dari penyakit akibat kerja pada umumnya dan diperkirakan 50-75%
dari seluruh penyakit akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu kelainan kulit yang sering dijumpai.
Penyakit akibat kerja di rumah sakit dapat menyerang semua tenaga kerja, baik tenaga medis (perawat, dokter dan dokter
gigi), maupun non medis seperti petugas kebersihan (cleaning service) rumah sakit. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh petugas cleaning service di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung berjumlah 104 petugas. Teknik pengambilan sampel
menggunakan metode total sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapatkan sampel sejumlah 102
petugas. Uji statistik menggunakan uji Chi square (α=5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47 dari 102 petugas (46%)
mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Petugas tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) sebanyak 30 orang dan 72
orang memakai APD. Sebanyak 47 petugas memiliki masa kerja <3 tahun, sedangkan 55 petugas lainnya memiliki masa
kerja ≥3 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pemakaian APD dengan dermatitis
kontak akibat kerja (p=0,02) dan tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan dermatitis kontak akibat
kerja (p=0,59). Simpulan, disarankan untuk petugas cleaning service agar selalu memakai APD dengan lengkap saat bekerja
untuk mencegah dermatitis kontak akibat kerja.

Kata Kunci: cleaning service, dermatitis kontak akibat kerja, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri

Occupational Contact Dermatitis Prevalence and Factors Affecting the Workers


Cleaning Service at the General Hospital of Abdul Moeloek
Abstract
Occupational dermatoses is a large part of occupational diseases in general and an estimated 50-75% of all occupational
diseases. Occupational contact dermatitis is a common skin disorder. Occupational diseases in hospitals can attack all
workers, both medical (such as nurses, doctors and dentists), or non-medical such as cleaners (cleaning service) hospitals.
This research uses descriptive analytical method with cross sectional approach. Population of this research is all cleaning
service at the Hospital Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province amounted to 104 officers. The sampling technique using
total sampling with inclusion and exclusion criteria to obtain a sample of 102 officers. Using a statistical test Chi square test
(α = 5%). The results showed that 47 of 102 workers (46%) suffered occupational contact dermatitis. Cleaner officers do
not wear Personal Protective Equipment (PPE) as many as 30 people and 72 people wearing PPE. A total of 47 cleaner
officers have a service life <3 years, while 55 other cleaner officers have a service life ≥3 years. Statistical analysis showed
no significant association between the use of PPE with occupational contact dermatitis (p=0.02) and no significant
relationship between the period of employment with occupational contact dermatitis (p = 0.59). In conclusion, it is
advisable to cleaner officer in order to always wear full PPE when working to prevent occupational contact dermatitis.

Keywords: cleaning service, contact dermatitis due to work, working life, the use of personal protective equipment

Korespondensi: dr Fitria Saptarina, M.Sc, alamat Jl Soemantri Brojonegoro No 1, Hp 081272962942 e-mail


fitria205@yahoo.co.id

Pendahuluan bentuk upaya untuk menciptakan tempat


Berdasarkan Keputusan Menteri kerja yang aman, sehat, sehingga dapat
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 mengurangi risiko kecelakaan kerja dan
tahun 2008, rumah sakit termasuk kedalam penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
kriteria tempat kerja dengan berbagai bahaya dapat meningkatkan efisiensi dan
potensial yang dapat menimbulkan dampak produktivitas kerja. Salah satu tujuan dari
kesehatan. Pelaksanaan Kesehatan dan program K3 adalah mencegah terjadinya
Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu penyakit akibat kerja pada pekerja.1,2

Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015 | 19
Fitria Saftarina dkk. | Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya

Penyakit-penyakit akibat kerja telah lama ini adalah seluruh petugas cleaning service
dikenal dan diketahui, termasuk penyakit kulit yang bekerja di RSUDAM, yakni sebanyak 104
akibat kerja yang lebih dikenal dengan orang. Metode pengambilan sampel
occupational dermatitis. Penyakit kulit akibat menggunakan total sampling. Sampel yang di
kerja merupakan sebagian besar dari penyakit ambil adalah petugas cleaning service yang
akibat kerja pada umumnya dan diperkirakan memenuhi kriteria inklusi yaitu bersedia
50-75% dari seluruh penyakit akibat kerja.3 dijadikan sampel penelitian dan hanya bekerja
Dermatitis kontak akibat kerja sebagai petugas cleaning service di RSUDAM,
merupakan salah satu kelainan kulit yang sering dan tidak masuk dalam kriteria eksklusi
dijumpai. Kelainan kulit ini dapat ditemukan mengalami dermatitis kontak bukan karena
sekitar 85% sampai 98% dari seluruh penyakit pekerjaan sebagai cleaning service. Metode
kulit akibat kerja.4 Di Bandar Lampung, pengumpulan data dengan menggunakan
terdapat sekitar 63% kejadian dermatitis kontak kuesioner dan diagnosis dermatitis kontak
menurut surveilans tahunan yang dilakukan akibat kerja ditegakkan dengan 7 langkah
oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung diagnosis penyakit akibat kerja melalui
pada tahun 2012 dan menjadi peringkat anamnesis dan pemeriksaan fisik di bawah
pertama penyakit kulit yang paling sering supervisi dokter spesialis kulit dan kelamin.
dialami.5 Penelitian dilakukan setelah
Dermatitis kontak ialah respon inflamasi mendapatkan izin etik penelitian yang
akut ataupun kronis yang disebabkan oleh diberikan oleh Komisi Etik Penelitian
bahan atau substansi yang menempel pada Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak Lampung dengan nomor surat No.
yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan 1955/UN26/8/DT/2014.
dermatitis kontak alergik (DKA), keduanya
dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis Hasil
iritan merupakan reaksi peradangan kulit non Dari hasil penelitian didapatkan
imunologik disebabkan oleh bahan kimia iritan. gambaran umum kerja petugas cleaning
Sedangkan, dermatitis alergik terjadi pada service di RSUDAM yakni petugas cleaning
seseorang yang telah mengalami sensitisasi service memiliki jam kerja kurang lebih 8 jam
terhadap suatu alergen dan merangsang reaksi per harinya dan setiap petugas memiliki tugas
hipersensitivitas tipe IV.6 masing-masing. Tim pembersih ruangan
Beberapa faktor terkait dengan kejadian bertugas membersihkan setiap ruangan
dermatitis kontak akibat kerja adalah adanya kantor, poliklinik, kamar pasien, kamar mandi,
paparan bahan kimia iritan, lama masa kerja, dan koridor. Tim pembersih taman bertugas
serta penggunaan alat pelindung diri (APD) membersihkan seluruh taman dan halaman.
yang tidak maksimal. Untuk itu peneliti ingin Sedangkan tim pembersih lapangan bertugas
mengetahui prevalensi dermatitis kontak akibat membersihkan lapangan parkir dan jalan yang
kerja pada petugas cleaning service di RSUD dr. ada di dalam area rumah sakit. Masing-masing
H Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung tim juga bertugas untuk mengangkut sampah
serta faktor yang mempengaruhinya. non medis ke Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) dan mengangkut sampah
Metode medis ke incenerator medis rumah sakit.
Penelitian ini menggunakan metode Sehari-hari petugas cleaning service
deskriptif analitik dengan pendekatan cross menggunakan alat kebersihan berupa sapu,
sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data skop, kain pel, kemoceng, sikat, batu apung,
sekaligus pada suatu waktu.7 Penelitian ini vacum cleaner, mesin pemotong rumput,
dilaksanakan di RSUDAM Provinsi Lampung. cangkul, gunting tanaman, dan lainnya. Obat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan pembersih yang mereka gunakan berupa
Oktober-November 2014. Populasi penelitian polisher floor, pembersih kaca, cairan
pembersih lantai, kaporit, dan detergen.

Tabel 1. Faktor Risiko Dermatitis Kontak Akibat


Kerja pada Petugas Cleaning Service di RSUDAM
20 | Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015
Fitria Saftarina dkk. | Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya

Bahan Risiko Tabel 3. Distribusi Prevalensi Dermatitis Kontak


Polisher floor DKA & DKI Akibat Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin
Pembersih kaca DKA & DKI Kejadian Laki-laki Perempuan
Cairan pembersih lantai DKA & DKI
n (%) n (%)
Kaprit DKA & DKI
Tidak mengalami 37 (36,4%) 18 (17,65%)
Detergen DKA & DKI
dermatitis kontak
Sarung tangan latex DKA
akibat kerja
Analisis Univariat Mengalami 29 (28,4%) 18 (17,65%)
Dari 104 petugas cleaning service di dermatitis kontak
RSUDAM didapatkan 102 petugas yang dapat akibat kerja
dijadikan sebagai sampel penelitian. Sebagian Total 66 (64,8%) 36 (35,3%)
besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak
66 orang (64,7%) sedangkan petugas yang Analisis Bivariat
berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 Analisis bivariat hubungan pemakaian
orang (35,3%). Rata-rata umur petugas adalah APD pada petugas cleaning service dengan
28,84 dengan umur minimum 18 tahun dan dermatitis kontak akibat kerja di RSUDAM
maksimum adalah 48 tahun. Berdasarkan didapatkan hasil seperti pada Tabel 4. Hasil
lamanya masa kerja, diketahui bahwa dari 102 analisis pemakaian APD dengan dermatitis
petugas cleaning service yang menjadi kontak akibat kerja, diperoleh bahwa 19 dari
responden, 47 petugas (46,1%) memiliki masa 30 petugas cleaning service yang tidak
kerja <3 tahun dan 55 petugas (53,9%) memiliki memakai APD mengalami dermatitis kontak
masa kerja ≥3 tahun. akibat kerja, sedangkan 28 dari 72 petugas
cleaning service yang memakai APD
Tabel 2. Karakteristik Petugas Cleaning Service
mengalami dermatitis kontak akibat kerja.
di RSUDAM
Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p
Karakteristik n (%)
0,02 (p<0,05) maka dapat disimpulkan ada
Jenis Kelamin hubungan yang bermakna antara pemakaian
Laki-laki 66 (64,7%)
APD pada petugas cleaning service dengan
Perempuan 36 (35,3%)
Total 102 (100%)
dermatitis kontak akibat kerja di RSUDAM.
Masa Kerja Pada studi cross sectional estimasi risiko
<3 tahun 47 (46,1%) relatif diperoleh dengan menghitung Odds
≥3 tahun 55 (53,9%) Ratio (OR). Dari data yang ada didapatkan
Total 102 (100%) nilai OR 2,71 yang berarti petugas cleaning
service yang tidak memakai APD memiliki
Gambaran pemakaian APD didapatkan dari 102 risiko 2,71 kali mengalami dermatitis kontak
petugas cleaning service, 30 petugas (29,4%) akibat kerja daripada yang memakai APD.
tidak memakai APD saat bekerja dan 72 Analisis bivariat hubungan masa kerja
petugas (70,6%) memakai APD saat bekerja. pada petugas cleaning service dengan
Dari 102 petugas cleaning service, 47 petugas dermatitis kontak akibat kerja di RSUDAM
(46%) mengalami dermatitis kontak akibat didapatkan hasil seperti pada Tabel 5. Hasil
kerja. Terdapat 29 petugas yang berjenis analisis masa kerja dengan dermatitis kontak
kelamin laki-laki (28,4%) yang mengalami akibat kerja, diperoleh bahwa 23 dari 47
dermatitis kontak akibat kerja dan 18 petugas petugas cleaning service yang memiliki masa
perempuan (17,65%) yang mengalami kerja <3 tahun mengalami dermatitis kontak
dermatitis kontak akibat kerja. akibat kerja, dan 24 dari 55 petugas cleaning
service yang memiliki masa kerja ≥3 tahun
mengalami dermatitis kontak akibat kerja.

Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015 | 21
Fitria Saftarina dkk. | Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya

Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p dari 102 petugas cleaning service di RSUDAM
0,59 (p>0,05) maka dapat disimpulkan tidak ada mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Hal
hubungan yang bermakna antara masa kerja tersebut sejalan dengan studi epidemiologi di
pada petugas cleaning service dengan Indonesia yang memperlihatkan bahwa 97%
dermatitis kontak akibat kerja di RSUDAM. dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, yang
66,3% di antaranya adalah dermatitis kontak
Pembahasan iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47
alergik.8
Tabel 4. Tabulasi Silang Pemakaian APD pada Petugas Cleaning Service dengan Dermatitis Kontak Akibat
Kerja di RSUDAM
Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Pemakaian (APD) Ya Tidak Total OR p-value
n % n % n %
Tidak memakai 19 18,6 11 10,8 30 29,4 2,71 0,02
Memakai 28 27,5 44 43,1 72 70,6
Total 47 46,1 55 53,9 102 100

Tabel 5. Tabulasi Silang Masa Kerja pada Petugas Cleaning Service dengan Dermatitis Kontak Akibat Kerja di
RSUDAM
Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Masa Kerja Ya Tidak Total OR p-value
n % N % N %
<3 tahun 23 22,5 24 23,5 47 46,1 1,23 0,59
≥3 tahun 24 23,5 31 30,4 55 53,9
Total 47 46,1 55 53,9 102 100
Keberadaan bahan ini dalam detergen dapat
Studi epidemiologi di Australia pada menimbulkan efek panas pada tangan saat
tahun 2012 menunjukkan bahwa dermatitis mencuci. Air dapat menimbulkan dermatitis
kontak berjumlah 79-95% dari semua penyakit kontak bila kontak dengan air lebih dari 2 jam
kulit akibat kerja, 44% merupakan dermatitis perhari, atau terlalu sering mencuci tangan
kontak iritan, dan 32,7% merupakan dermatitis dengan air (>20 kali per hari), karena sifatnya
kontak alergik. Dari semua jenis pekerjaan,
yang hipotonik, air mampu bertindak sebagai
didapatkan bahwa pekerjaan sebagai cleaning
service memiliki risiko relatif 6,1 per 100.000 agen sitotoksik yang dapat mengerosi kulit.9
pekerja per tahun.9 Kaporit, polisher floor, pembersih lantai,
Dermatitis kontak iritan paling banyak pembersih kaca, dan desinfektan merupakan
disebabkan oleh air dan pekerjaan yang basah, agen iritan kuat karena mengandung bahan
sabun dan detergen, panas dan berkeringat, kimia asam kuat dan basa kuat. Adapun bahan
minyak, bahan kimia asam dan basa. Sabun, kimia yang terkandung diantaranya calsium
detergen, sarung tangan, dan air merupakan hypochlorite yang terdapat pada kaporit,
agen basa lemah yang akan menimbulkan aliphatic amine epoxy pada poolisher floor,
gangguan atau kerusakan pada kulit secara isothiazolinone biocides pada pembersih
perlahan setelah paparan yang berulang.9 lantai dan pembersih kaca, dan sodium
Detergen merupakan bahan iritan lemah hypochlorite 0,05-0,5%, senyawa fenol,
yang didalamnya mengandung surfaktan amonium quaterner, dan peroksigen pada
seperti alkil benzene sulfonat, adanya bahan ini desinfektan yang akan menyebabkan reaksi
dapat mempengaruhi lapisan lipid di kulit iritan segera, rasa seperti terbakar pada kulit
superfisial dan kondisi hidrasi kulit. Bahan bahkan dapat menimbulkan respon inflamasi
kandungan detergen lainnya adalah soda abu seperti eritema, edema, dan bula.10,11
(Na2CO3) yang berbentuk serbuk putih. Bahan Dermatitis kontak alergik paling banyak
ini berfungsi meningkatkan daya bersih. disebabkan oleh bahan alergen berupa

22 | Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015
Fitria Saftarina dkk. | Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya

tetraethylthiuram disulfide, tetraethylthiuram pengetahuan petugas mengenai jenis dan


monosulfide, formaldehyde, coconut bentuk APD yang sesuai, lupa memakai APD,
diethanolamide, kathon CG, basic red 46, dan serta adanya perasaan kurang leluasa ketika
epoxy resin. Tetraethylthiuram disulfide dan melakukan pekerjaan dengan memakai APD.
tetraethylthiuram monosulfide dapat Selain itu, ditemukan pula petugas cleaning
ditemukan pada lokasi penelitian ini karena service yang memakai APD berupa sarung
merupakan bahan kimia yang ditambahkan tangan dan sepatu boots lateks namun masih
pada pembuatan sandal karet ataupun sepatu mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Hal
bot yang sering dipakai oleh petugas cleaning ini dapat terjadi oleh karena adanya reaksi
service. Selain pada sandal karet dan sepatu alergi terhadap bahan-bahan yang terkandung
bot, bahan kimia ini juga terdapat dalam sarung pada APD. Reaksi alergi terhadap sarung tangan
tangan. Formaldehyde merupakan bahan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai
pengawet yang sumber paparannya berasal petugas di fasilitas kesehatan. Selain itu, sarung
dari produk-produk cairan pembersih. Coconut tangan dengan bedak dapat menyebabkan
diethanolamide dan Kathon CG merupakan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung
agen emulsi yang sumber paparannya dapat tangan membawa partikel lateks ke udara.14
berasal dari shampoo dan bahan-bahan Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul
pembersih lainnya. Basic red 46 merupakan dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada
bahan yang terkandung dalam bahan pakaian. umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian
Epoxy resin merupakan alergen yang berasal yang lebih lama dan dapat mengakibatkan
dari tanaman.9,10 dermatitis kontak alergik. Oleh karena itu, untuk
Petugas cleaning service di RSUDAM penderita seperti ini disarankan kepada
yang mengalami dermatitis kontak akibat kerja penyedia APD untuk mengganti jenis sarung
memiliki keluhan seperti rasa terbakar, sensasi tangan dengan yang bebas lateks.14,15
nyeri beberapa menit setelah terpajan
obat-obat pembersih, keluhan berupa kelainan Dari 11 orang petugas cleaning service
kulit yang berulang berupa eritema, edema, yang tidak memakai APD ternyata tidak
bula, dan likenifikasi serta fisura. Lokasi mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Hal
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja ini kemungkinan disebabkan oleh faktor
terdapat pada bagian tangan, telapak tangan, predisposisi individu seperti kapasitas
sela-sela jari, dan telapak kaki. Hal tersebut toleransi kulit, genetik, umur, dan riwayat
terjadi akibat proses kerja yang mengharuskan atopi. Kemampuan untuk mereduksi radikal
para petugas berkontak dengan air dan bahan bebas, perubahan kadar enzim antioksidan,
kimia yang terdapat pada obat-obat pembersih. dan kemampuan melindungi protein dari
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan trauma panas, semuanya diatur oleh genetik.
didapatkan hubungan antara pengunaan APD Umur memiliki hubungan terhadap
dengan kejadian dermatitis akibat kerja dengan pertahanan kulit karena orang yang berusia
nilai p 0,02 (p<0,05). Petugas yang tidak lebih muda atau lebih tua akan lebih rentan
menggunakan APD 2,71 kali lebih berisiko terhadap dermatitis kontak. Sedangkan
untuk terkena dermatitis kontak akibat kerja riwayat atopi sebelumnya memberikan
bila dibandingkan dengan petugas yang kerentanan terhadap dermatitis kontak
memakai APD. Hal ini sejalan dengan penelitian alergik oleh karena dimediasi reaksi
Erliana (2009)12, bahwa pemakaian APD hipersensitivitas tipe lambat (IV) yang
memiliki hubungan dengan dermatitis kontak terbatas pada sejumlah orang tertentu
akibat kerja dengan nilai p 0,001. Hasil setelah terpapar satu atau beberapa
penelitian serupa juga didapatkan dari substansi antigen. Individu yang telah
penelitian Nuraga (2008)13 menunjukkan mengalami sensitisasi dapat menderita
pemakaian APD memiliki hubungan dengan dermatitis kontak alergik.
dermatitis kontak akibat kerja dengan nilai p Dilihat dari masa kerjanya, didapatkan
0,002. 47 petugas yang memiliki masa kerja <3 tahun
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dan di antaranya terdapat 23 orang
didapatkan bahwa petugas cleaning service mengalami dermatitis kontak akibat kerja.
yang tidak memakai APD disebabkan oleh Sedangkan 55 petugas yang memiliki masa
kurangnya ketersediaan APD dan kurangnya kerja ≥3 tahun di antaranya terdapat 24 orang
Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015 | 23
Fitria Saftarina dkk. | Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya

yang mengalami dermatitis kontak akibat kerja. karakteristik individu berupa masa kerja
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai memiliki hubungan yang bermakna dengan
p>0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang nilai p 0,018. Dari hasil penelitian tersebut
bermakna antara masa kerja dengan kejadian terlihat bahwa tidak selalu didapatkan hasil
dermatitis kontak akibat kerja. Penelitian ini yang sama. Hal ini dikarenakan setiap
mendukung hasil penelitian Octaviani (2009)16, pekerjaan memiliki karakteristik
bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan masing-masing dan terdapat pula perbedaan
yang bermakna dengan dermatitis kontak iritan. dalam jenis bahan kimia yang terpapar pada
Hasil penelitian serupa juga didapatkan dari pekerja. Bahan kimia memiliki kemampuan
penelitian Florence (2008)17, tidak terdapat yang berlainan untuk menimbulkan reaksi
hubungan yang bermakna antara masa kerja iritan. Bahan kimia mampu menyebabkan
dengan dermatitis kontak akibat kerja. kerusakan sekalipun dengan konsentrasi yang
Hal ini kemungkinan karena pada rendah. Iritan yang kuat akan menimbulkan
dermatitis kontak, kelainan kulit yang terjadi dermatitis hampir pada semua individu jika
ditentukan pula oleh ukuran molekul, daya
terjadi kontak yang memadai.19
larut, konsentrasi bahan tersebut, dan
vehikulum. Faktor predisposisi lain yaitu lama Simpulan
kontak, frekuensi kontak, adanya oklusi Terdapat hubungan antara penggunaan
menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian APD dengan kejadian dermatitis kontak akibat
pula gesekan dan trauma fisik, serta faktor suhu kerja pada petugas cleaning service di
dan kelembaban lingkungan juga berpengaruh. RSUDAM Provinsi Lampung. Petugas yang
Pengaruh dari faktor berapa kali terpapar per tidak menggunakan APD berisiko 2,71 kali
hari (frekuensi kontak) dan kontak dengan lebih untuk terkena dermatitis kontak akibat kerja
dari 1 jenis bahan kimia. dibanding petugas yang mengenakan APD.
Dari hasil pengamatan pada lokasi Masa kerja tidak memiliki hubungan yang
penelitian, masing-masing petugas memiliki bermakna terhadap kejadian dermatitis
lama kontak dan frekuensi kontak yang kontak akibat kerja pada petugas cleaning
berbeda-beda. Petugas cleaning service bekerja service di RSUDAM Provinsi Lampung.
pada suhu lingkungan yang berbeda-beda pula Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
berdasarkan bagian tim, misalnya petugas tim dermatitis kontak akibat kerja pada petugas
taman dan tim lapangan lebih sering terpapar cleaning service di RSUDAM antara lain adalah
pada suhu lingkungan yang tinggi dibandingkan penggunaan APD yang kurang, seringnya
petugas tim ruangan. Tim ruangan lebih sering berkontak dengan bahan-bahan polisher floor,
berada pada lingkungan yang lembab karena pembersih kaca, cairan pembersih lantai,
sering berulang kali kontak dengan air dan kaporit, detergen, air, dan bahan lateks
bahan pembersih saat membersihkan ruangan. sarung tangan.
Bahan kimia yang sering terpapar pada petugas
cleaning service juga bermacam-macam, di Daftar Pustaka
antaranya adalah cairan polisher floor, cairan 1. Anies. Penyakit akibat kerja. Jakarta:
pembersih kaca (glass cleaner), cairan Alexmedia Komputindo; 2005.
pembersih lantai, kaporit dan detergen. 2. Suma’mur PK. Higiene perusahaan dan
Meskipun belum lama bekerja sebagai kesehatan kerja. Jakarta: Gunung Agung;
petugas cleaning service bisa saja mengalami 2009.
dermatitis kontak, atau dikarenakan satu jenis 3. Sulaksmono M. Keuntungan dan kerugian
bahan tidak selalu adekuat untuk menimbulkan patch test (uji tempel) dalam upaya
dermatitis kontak akan mampu menimbulkan menegakan diagnosa penyakit kulit
gejala ketika bahan tersebut diberikan dalam akibat kerja (occupational dermatosis).
waktu yang lama dan frekuensi yang sering. Surabaya: Fakultas Kesehatan
Timbulnya kelainan nyata dari dermatitis Masyarakat Universitas Airlangga; 2006.
kontak akibat kerja ini dapat terjadi setelah 4. Tombeng M, Darmada IGK, Darmaputra
kontak berminggu-minggu, bulan, bahkan dapat IGN. Dermatitis kontak akibat kerja pada
bertahun-tahun.18 petani. Bali: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Hasil penelitian yang berbeda didapatkan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
pada penelitian Erliana (2009)12, bahwa Universitas Udayana; 2013.
24 | Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015
Fitria Saftarina dkk. | Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya

5. Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 13. Nuraga W, Lestari F, Kurniawidjaja LM.
Laporan bulanan data kesehatan ICD X Dermatitis kontak pada pekerja yang
tahun 2012. Lampung: Dinas Kesehatan terpajan dengan bahan kimia di
Kota Bandar Lampung; 2012. perusahaan industri otomotif kawasan
6. Wolff K, Johnson RA, Saavedra A. industri Cibitung Jawa Barat. Makara Seri
Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of Kesehatan. 2008; 2(12): 63-9.
clinical dermatology. Edisi ke-6. New York: 14. Packham C. Occupational and
McGraw-Hill; 2009. environmental exposure of skin to
7. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian chemicals. J R Soc Promot Health.
kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2012. 2002;122(4):212.
8. Hudyono. Dermatosis akibat kerja. Majalah 15. Kartowigno S. Sepuluh besar kelompok
Kedokteran Indonesia. 2002; 49(9): 16-23. penyakit kulit. Palembang: Unsri Press;
9. Cahill J, Williams JDL, Matheson MC, 2012.
Palmer AM, Burgess JA, Dharmage SC, et 16. Octaviani A. Faktor-faktor yang
al. Occupational contact dermatitis: a berhubungan dengan dermatitis kontak
review of 18 years of data from iritan pada karyawan pabrik pengolahan
occupational dermatology clinic in aki bekas di lingkungan industri kecil (lik)
Australia. Australia: Safe Work Australia; Semarang [skripsi]. Semarang:
2012. Universitas Dipenogoro; 2009.
10. Sasseville D. Occupational contact 17. Florence S. Analisa dermatitis kontak
dermatitis. Dermatitis. 2012; 23(1): 6-16. pada karyawan pencuci botol di PT. X
11. DepartemenKesehatan Republik Medan [tesis]. Medan: Universitas
Indonesia. Pedoman pencegahan dan Sumatra Utara; 2008.
pengendalian infeksi di rumah sakit dan 18. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran
12. Erliana. Hubungan karakteristik individu Kulit dan Kelamin FK UI; 2010.
dan penggunaan alat pelindung diri 19. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
dengan kejadian dermatitis kontak pada BA, Paller AS, Laffell DJ. Fitzpatrick’s
karyawan paving block Cv. F. Lhoksumawe dermatology in general medicine volume
[skripsi]. Medan: Universitas Sumatra 1. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill;
Utara; 2009. 2007.

Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015 | 25

Anda mungkin juga menyukai