Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI PENGGUNAAN SARUNG TANGAN

LATEKS DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT


KERJA PADA TENAGA KESEHATAN DI RSUD SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh:

RACHMAT ANDY NURSECHA

J 5000 90 053

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013
ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI PENGGUNAAN SARUNG TANGAN


LATEKS DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAR
KERJA PADA TENAGA KESEHATAN DI RSUD SUKOHARJO

Rachmat Andy Nursecha, Ratih Pramuningtyas, Harijono Kariosentono


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Latar belakang: Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) merupakan


peradangan pada kulit yang disebabkan oleh adanya alergen atau bahan iritan dari
lingkungan kerja yang kontak dengan tubuh. Salah satu penyebabnya adalah
lateks, karena lateks merupakan bahan utama dalam sarung tangan. Hal ini
disebabkan oleh semakin meningkatnya penggunaannya sehingga memicu
peningkatan kejadian penyakit kulit pada tenaga kesehatan, terutama dermatitis
kontak akibat kerja
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan frekuensi
penggunaan sarung tangan lateks dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja
pada tenaga kesehatan di RSUD Sukoharjo.
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan crossectional dengan teknik
purposive sampling di RSUD Sukoharjo
Hasil: Dari sampel 55 tenaga kesehatan terdiri atas pemakaian 1-4 pasang per hari
4,8% mengalami DKAK. Pemakaian > 4 pasang per hari 82,35% mengalami
DKAK . Dianalisis dengan chi-square (x2) di dapatkan x2 = 0,000 dan p = < 0,05.
Maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Kesimpulan: Terdapat terdapat hubungan frekuensi penggunaan sarung tangan
lateks dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada tenaga kesehatan di
RSUD Sukoharjo.

Kata kunci: Frekuensi, Sarung tangan. Dermatitis Kontak akibat Kerja.


ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN FREQUENCY OF LATEX


HANDSCOON USING AND OCCUPATIONAL CONTACT DERMATITIS
ON HEALTHCARE OFFICERS IN SUKOHARJO HOSPITAL

Rachmat Andy Nursecha, Ratih Pramuningtyas, Harijono Kariosentono

Faculty of Medicine, Muhammadiyah University of Surakarta/ Sukoharjo


Hospital

Backgrounds: Occupational Contact Dermatitis (OCD) is an injuries on skin


resulted by allergent or irritant substances from working environment with contact
on body. One of the cause are latex because latex is the primary materials for
handscoon. It resulted by the increasing use so that it triggered the occurrence of
skin disease on healthcare officers, specifially occupational contact dermatitis.
Objectives: The purpose of this research is to know the relationship between
frequency of latex handscoon using and occupational contact dermatitis on
healthcare officers in Sukoharjo Hospital.
Method: This research used cross-sectional design with purposive sampling
technique in Sukoharjo Hospital.
Results: Of 55 samples of healthcare officers consisted latex handscoon 1-4
peers/day 4.8% having OCD. Latex handscoon using > 4 peers/day 82.35%
having OCD. Analyzed using chi-square (x2), there obtained x2 = 0.000 and p <
0.05. Then H0 was rejected and H1 was accepted.
Conclusion: There is a relation between frequency of latex handscoon using with
occupational contact dermatitis on healthcare officers in Sukoharjo Public
Hospital.

Keywords: Frequency, Handscoon, Occupational contact dermatitis


PENDAHULUAN
Dermatitis kontak adalah peradangan akibat bahan atau substansi yang
menempel pada kulit. Dermatitis kontak terbagi menjadi dua jenis, yaitu
dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan. Dermatitis Kontak Alergi
(DKA) adalah suatu dermatitis yang timbul setelah kontak dengan alergen
sehingga menyebabkan gejala sensitisasi (Siregar, 2002). Terdapat dua tahap
dalam terjadinya dermatitis kontak alergi, yaitu tahap sensitisasi dan tahap
elisitasi. Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan kerusakan pada kulit yang
disebabkan terkenanya kulit dengan bahan yang bersifat iritan (Firdaus, 2002).
Dermatitis Kontak Akibat Kerja merupakan dermatitis pada kulit yang disebabkan
oleh oleh adanya alergen atau bahan iritan dari lingkungan kerja yang kontak
dengan tubuh (Beltrani, 2006).
Lateks adalah bahan yang sering digunakan pada beberapa produk
peralatan medis dan salah satunya adalah sarung tangan. Penyebabnya adalah
karena sarung tangan lateks sangat baik sebagai barier perlindungan dalam
praktek perawatan kesehatan (Yip dan Cacioli, 2002). The Center for disease
Control (CDC) pada tahun 1987 memperkenalkan penggunaan sarung tangan
lateks untuk mencegah penularan penyakit yang berkaitan dengan ditemukannya
penyakit AIDS dan penyakit infeksi lainnya, sehingga menyebabkan penggunaan
sarung tangan lateks berkembang pesat (Garabrant dan Schweitzer, 2002).
Terjadinya Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) akibat karet lateks menjadi
meningkat.
Penelitian di luar negeri, didapatkan prevalensi mengenai alergi lateks pada
tenaga kesehatan 6,9% -30%. Rentang tahun 1987-2002, ada 48 jenis penelitian
tentang epidemiologi kejadian sensitisasi lateks pada tenaga kesehatan, dengan
besar prevalensi antara 0% - 30% (Garabrant dan Schweitzer, 2002). Terdapat
penelitian pada 140 tenaga kesehatan di Florianopolis, Brazil, dan tercatat adanya
gejala alergi lateks pada 80 tenaga kesehatan (57%). Dihubungkan dengan
frekuensi, 31 (81%) adalah tenaga kesehatan yang frekuensi penggunaan sarung
tangan lateks paling sering (Buss dan Frode, 2002). Penelitian oleh Sub-Bagian
Alergi-Imunologi Klinik RSCM-FKUI pada 6 rumah sakit di Jakarta didapatkan
prevalensi sensitisasi lateks 66% (Karjadi, 2004).
Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo merupakan salah satu rumah sakit
di Kabupaten Sukoharjo tipe Kelas B Pendidikan lengkap dengan 16 Pelayanan.
Pemakaian sarung tangan lateks sebagai alat perlindungan diri (APD) sangat
dibutuhkan dan menjadi Standard Operating Procedure (SOP) dalam tindakan
medis maupun non medis di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, Sedangkan
DKAK dapat menurunkan kinerja pada tenaga kesehatan sehingga perlu dilakukan
pengelolaan dan pencegahan terhadap penyakit ini. Penderita dermatitis kontak
alergi dan iritan menempati urutan ke – 5 dari semua jenis penyakit di Poli kulit
RSUD Sukoharjo.
Berdasarkan keadaan tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti
tentang hubungan frekuensi penggunaan sarung tangan lateks dengan kejadian
Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada tenaga kesehatan di Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi
penggunaan sarung tangan lateks dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja
pada tenaga kesehatan di RSUD Sukoharjo.

TINJAUAN PUSTAKA
Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana
pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor
konstributor yaitu berupa alergen dan iritan ( HSE UK, 2000).
Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatistis kontak iritan (DKI)
dan dermatitis kontak alergi (DKA) (Soebaryo, 2005). Dermatitis kontak alergi
adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi
reaksi alergi (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).
Dermatitis kontak iritan adalah suatu kerusakan kulit akibat efek langsung dari
bahan-bahan kimia ataupun komponen lain yang diperantarai proses iritan
(Djuanda, 2007).
Penyebab terjadinya DKA yaitu alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi
di kulit. Terjadinya DKI yaitu bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,
deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk (Sularsito dan Djuanda, 2007).
DKA dibagi berdasarkan patogenesisnya merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (IV) yang terdiri atas 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan
fase elisitasi. DKI berdasarkan patogenesisnya merupakan kerusakan kuliat yang
langsung akibat dari bahan iritan.
Karet Lateks Alami
Lateks adalah produk yang di dapat dari getah pohon Hevea brasiliensis
yang berasal dari hutan amazon di Negara Brazil. Getah karet alam merupakan
gabungan partikel yang mengandung 35% cis 1,4 polysoprene (karet), 55-60% air,
5-10% bahan lain. Protein yang terdapat dalam getah karet antara 1-1,8%, berisi
bahan karet cis-1, 4 polyisoprene. Bahan ini terutama terdiri dari cis -1,4-
polyisoprene, polimer organik yang memberikan sebagian besar kekuatan dan
elastisitas lateks. Juga terkandung berbagai macam gula, lipid, asam nukleat, dan
protein yang sangat alergi ( Gawchik, 2002).
Dalam proses pembuatanya, ditambahkan bahan dan zat-zat penstabil
seperti ammoniak dan bahan-bahan kimia lain pada sarung tangan lateks.
Penambahan bahan-bahan sarung tangan NRL mengubah lateks dari bentuknya
yang awalnya cair menjadi lapisan yang sangat tipis, elastis dan kuat (Ansell,
2004).
1. Antigen Kimia
Bahan kimia yang utama ditambahkan dalam proses pembuatan karet lateks
yaitu akselator dan antioksidan yang mencapai lebih dari 90%. Akselateor yang
ditambahkan pada NRL terdiri dari Thiuram-mix, Carba-mix, Mercapto-mix.
Akselator merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mempercepat proses
vulkanisasi yang bekerja sebagai katalisator (Rietchel dan Fowler, 2001).
2. Antigen Protein
Untuk menganalisa alergen protein yang terdapat pada NRL menggunakan 2-
D elektroforesis. Pada NRL ditemukan lebih dari 250 jenis protein / polipeptida
dan hanya kira- kira 30 jenis yang dapat berkaitan dengan antibodi IgE serum
penderita alergi NRL. Alergen protein NRL yang umumnya dijumpai pada
pekerja kesehatan yaitu Hev b 5 : 62%, Hev b 6: 65% dan Hev b 7 : 41% (Lubis,
2008).
3. Serbuk Sarung Tangan
Serbuk sarung tangan adalah tepung jagung yang sudah dimodifikasi dan
digunakan untuk membantu dalam mengenakan sarung tangan. Serbuk digunakan
dalam pembuatan sarung tangan terutama untuk mencegah terjadinya bloking atau
lekatnya permukaan NRL

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian analitik
observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini
dilakukan di RSUD Sukoharjo dengan waktu penelitian bulan November 2012.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di
RSUD Sukoharjo yang menggunakan sarung tangan lateks saat bekerja dan
sampel penelitiannya adalah tenaga kesehatan yang bekerja di bagian ruang
poliklinik, ruang tindakan, ruang bangsal anggrek RSUD Sukoharjo. Teknik
sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah non-probability sampling
dengan pendekan pusposive sampling. Total jumlah sampel minimal 30. Kriteria
restriksi pada penelitian ini adalah sebagai berikut
Kriteria sampel yang memenuhi syarat penelitian (inklusi) tenaga
kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo yang menggunakan sarung
tangan saat kerja dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi
pada penelitian ini yaitu terkena atau kontak dengan alergi dan iritan selain sarung
tangan lateks, memiliki riwayat atopi, kerusakan kulit yang sudah ada di tangan,
tangan yang mudah berkeringat
Variabel bebas pada penelitian ini adalah frekuensi penggunaan sarung
tangan lateks. Variabel terikatnya adalah dermatitis kontak akibat kerja. variabel
pengganggu terkendali terkena dengan alergen dan iritan selain sarung tangan
lateks (nikel , Ethile diamine, poison ivy dermatitis, Insekticida, pupuk dsb,
Cotton, wool, silk, Clothing Dermatitis, cosmetic dermatitis : parfum, hair tonic,
asam,basa (alkalis),bahan kimia lainnya, memiliki riwayat atopi, kerusakan kulit
sudah ada di tangan, tangan yang mudah berkeringat, dan tidak terkendali jenis
kelamin.
Jumlah frekuensi penggunaan sarung tangan akan diketahui melalui
Kuesioner Hubungan Frekuensi Penggunaan Sarung Tangan Lateks Dengan
Terjadinnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja. Frekuensi penggunaan sarung
tangan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Smedley
dkk (1999) dengan klasifikasi frekuensi masing-masing 1-4 pasang per hari, 5-19
pasang per hari, dan ≥20 pasang per hari.
Dermatitis kontak akibat kerja merupakan suatu peradangan pada kulit
yang disebabkan oleh oleh adanya alergen atau bahan iritan dari lingkungan kerja
yang kontak dengan tubuh
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
data menggunakan program SPSS 19 for windows, Seluruh data dianalisa dengan
SPSS 19.0 for Windows. Data yang terkumpul di analisa dengan uji statistik Chi-
Square dengan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Sampel Penelitian
Setelah dilakukan penelitian pada bulan November 2012 di RSUD
Sukoharjo diperoleh sampel sebanyak 55. Sampel didapatkan dari responden
yang bekerja di ruang poliklinik, ruang tindakan , dan ruang bangsal Anggrek.
Semua sampel sudah memenuhi kriteria retriksi. Berikut ini distribusi data hasil
dari penelitian:
Tabel 1. Distribusi Sampel Unit Bagian Tenaga Kesehatan RSUD Sukoharjo
No. Bagian Jumlah Prosentase

1 Poliklinik 13 23,6%

2 Bangsal Anggrek 5 9,1%

3 Ruang Tindakan 37 67,3%

Total 55 100%

Dari tabel 1. menunjukkan bahwa responden yang berpartisipasi dalam


pengisian kuesioner paling banyak adalah responden yang bekerja di bagian
Ruang Tindakan RSUD Sukoharjo.
Tabel 2. Distribusi Sampel Frekuensi Penggunaan Sarung Tangan Lateks
No. Frekuensi Jumlah Prosentase

1 1-4 pasang/hari 21 38,2%

2 5-19 pasang/hari 27 49,1%

3 ≥20 pasang/hari 7 12,7%

Total 55 100%

Dari tabel 2, menunjukkan bahwa responden yang memiliki frekuensi


penggunaan sarung tangan lateks paling banyak adalah responden yang
menggunakan sarung tangan dengan frekuensi 5-19 pasang per hari (49,1%)
Tabel 3. Distribusi Sampel Dermatitis Kontak Akibat Kerja
No. Dermatitis Jumlah Prosentase

1 Ya 29 52,7%

2 Tidak 26 47,3%

Total 55 100%

(Sumber : Data Primer November 2012)


Dari tabel 3. menunjukkan bahwa responden yang mengalami dermatitis
kontak akibat kerja (52,7%) lebih banyak daripada responden yang tidak
mengalami dermatitis kontak akibat kerja (47,3%)
2. Deskripsi hubungan frekuensi penggunaan sarung tangan dengan kejadian
DKAK
Tabel 4. Hubungan antara frekuensi penggunaan sarung tangan lateks dengan
kejadian dermatitis kontak akibat kerja
Frekuensi Penggunaan Kategori DKAK Total
Sarung tangan lateks
Tidak Ya
1-4pasang/hari 20 (95,2%) 1 (4,8%) 21
>4 pasang/hari 6 (7,65%) 28 (82,35 %) 34
Total 26 (100 %) 29 (100%) 55
(Sumber : Data Primer November 2012)
Pada tabel 4 diperoleh data mengenai frekuensi penggunaan sarung tangan
lateks dengan kejadian DKAK. Pada subjek penelitian ini didapatkan penggunaan
sarung tangan lateks 1-4 pasang per hari ada 1 orang (4,8%) terkena DKAK.
penggunaan sarung tangan lateks >4 pasang per hari ada 28 orang (82,35 %)
terkena DKAK.
Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan uji analisis Chi
Square diolah menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 19
for windows dengan hasil sebagai berikut: harga p value adalah 0,000. Oleh
karena itu, H0 ditolak dan H1 diterima (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa hubungan antara frekuensi penggunaan sarung tangan lateks dengan
kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada tenaga kesehatan di RSUD
sukoharjo.

PEMBAHASAN
Data yang diperoleh (tabel 4) menunjukkan hubungan antara frekuensi
penggunaan sarung tangan lateks dengan kejadian DKAK pada tenaga kesehatan.
Pada penelitian ini Tenaga kesehatan dengan frekuensi penggunaan sarung tangan
1-4 pasang per hari (4,8%) mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Penggunaan
sarung tangan >4 pasang per hari (82,35%) mengalami dermatitis kontak akibat
kerja. Hasil diatas menunjukkan bahwa kejadian DKAK tertinggi terjadi pada
penggunaan sarung tangan lateks >4 pasang per hari.
Analisis statistik frekuensi penggunaan sarung tangan lateks dengan
kejadian DKAK pada penelitian ini didapatkan nilai p=0,005, artinya p<0,05. Hal
ini menunjukkan pada penelitian ini terdapat hubungan antara frekuensi
penggunaan sarung tangan lateks dengan kejadian DKAK.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara frekuensi penggunaan sarung tangan lateks
dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada tenaga kesehatan. Penelitian
ini menyebutkan bahwa semakin tinggi frekuensi penggunaan sarung tangan
lateks maka semakin tinggi pula resiko tenaga kesehatan terkena dermatitis kontak
akibat kerja. Pada tenaga kesehatan bisa timbul dari dermatitis kontak iritan dan
dermatitis alergi yang disebabkan oleh akselerator dalam karet (Smedley,
1999).Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat
sensitisasi ataupun iritan akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis
alergi dan iritan (Cohen, 1999)
Nilai OR yang didapatkan adalah 5,4 (95% CI:[10,410 -836,787]). Tenaga
kesehan dengan frekuensi pemakaian sarung tangan lateks > 4 pasang per hari
mempunyai kemungkinan 5,4 kali untuk mengalami kejadian DKAK
dibandingkan dengan tenaga kesehatan dengan frekuensi penggunaan sarung
tangan 1-4 pasang per hari.
Bahan-bahan kimia yang ditambahkan selama proses pembuatan sarung
tangan lateks dapat menyebabkan kelainan pada kulit. Bahan-bahan yang dalam
sarung tangan lateks yang dapat menimbulkan alergi antara lain dari antigen kimia
(Thiuram-mix, Carba-mix, Mercapto-mix) dan antigen protein (2-D elektroforesis)
(Rietchel dan Fowler, 2001). Reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) ,
mengakibatkan dermatitis kontak alergi. Gejala biasanya berkembang dalam
waktu 24-48 jam paparan membran kulit atau mukosa terhadap lateks pada orang
peka. Alergen utama adalah akselerator residu dan antioksidan tersisa dari proses
manufaktur asli. Langerhans sel memproses antigen dan membawa mereka ke sel
T kulit. Beberapa objek dapat menyebabkan sensitisasi,. Hipersensitivitas tipe IV
lebih sering terjadi pada individu atopik. Dermatitis dapat mempengaruhi pasien
untuk sensitisasi lebih lanjut atau infeksi (Ahmed, 2003).
Serbuk sarung tangan lateks berasal dari tepung jagung atau bubuk bedak.
Bubuk partikel cepat menyerap protein lateks sisa dimana protein lain tetap dalam
bentuk yang larut pada permukaan produk jadi. Serbuk pada sarung tangan yang
tidak ikut terserap dalam protein lateks berpotensi dengan terjadinya dermatitis
kontak iritan karena masuknya serbuk sarung tangan ke dalam tubuh dapat
mengganggu fungsi-fungsi fisiologis (Ansell, 2004). Dermatitis kontak iritan
mungkin merupakan reaksi lokal serbuk sarung tangan. Iritasi kulit yang berkaitan
dengan serbuk sarung tangan terutama berhubungan dengan potensi efek
abrasifnya.. Semua ini mengakibatkan benjolan keras, berkerak dan kering serta
pecah-pecah horisontal pada kulit. Ini mungkin kelihatan seperti dermatitis gatal-
gatal pada punggung tangan di bawah sarung tangan. Reaksi ini biasanya timbul
dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam sesudah terjadi kontak dengan
sarung tangan. Gejala terbatas pada tempat terjadinya kontak dengan sarung
tangan dan termasuk: merah-merah, merekah, lecet, kering, mengelupas dan
pecah-pecah (Ahmed, 2003). Meskipun sarung tangan lateks memberikan
perlindungan yang baik dalam pencegahan agen-agen infeksi, sarung tangan
lateks juga telah dikaitkan dengan reaksi alergi dan iritasi (Ansell, 2004).
Tenaga kesehatan merupakan pekerjaan yang meningkatkan resiko
terhadap terjadinya penyakit kulit akibat kerja yang disebabkan oleh sarung
tangan lateks karena penggunaan dan kontak terus menerus dengan sarung tangan
lateks oleh tenaga kesehatan. Dermatitis kontak, baik alergi ataupun iritasi adalah
penyakit kulit yang paling umum terjadi di lapangan dan kejadiannya di
perkirakan mencapai 80 % dari semua kasus penyakit akibat kerja yang
dilaporkan (Agius dan Seaton, 2005).
KESIMPULAN
Dari penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara frekuensi
penggunaan sarung tangan lateks dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja,
yaitu dimana semakin tinggi frekuensi penggunaan sarung tangan lateks maka
semakin tinggi pula resiko terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain yang
mempengaruhi penggunaan sarung tangan lateks yang bisa menjadi penyebab
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja, dan perlu pengenalan dan pengelolaan
dengan benar tentang alergi lateks .
DAFTAR PUSTAKA

American Collage of Allergy, Asthma and Immunology, 2010, Latex Allergy,


http://www.acaai.org/allergist/allergies/Types/latexallergy/Pages/defult.as
px, diunduh tanggal 11 Maret 2012
Ansell, 2005, Pengelolaan Alergi Lateks(Latex and Chemical Allergy),
http://professional.ansell.com.au/page/default.asp?site=1&page=OC_Indo
nesia, diunduh tanggal 12 Maret 2012
Ahmed DD, Sobczak SC, Yunginger JW., 2003, Occupational allergies caused by
latex.Immunol Allergy Clin North Am.;23(2):205-19.
Bernadette, M., 2010, Update on medical and surgical gloves, Eur J Dermatol;
20(4): 434-42
Buss, Z.S., Frode, S.S., 2007, Latex Allergen Sensitization and Risk Factor Due
To Glove use by Health Care Workers at Public Health Units in
Florianopolis Brazil, J Investig Allergol Clin Immunol 2007; Vol.
17(1):27-33\
Cohen. DE., 1999, Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety
and Health, second edition.
Dorland, W.A., 2002, Kamus Kedokteran, EGC, Jakarta, 590

Filon, F., 2006. Latex allergy: a follow up study of 1040 healthcare workers.
OCCUPATIONAL AND ENVIRONMENTAL MEDICINE. 63(2): 121–125

Garabrant, D.H., Schweitzer, S., 2002, Epidemiology of Latex Sensitization And


Allergies In Health Care Workers, J Allergy Clin Immunol, Vol. 110,
No.2, S82-S83, S85-S88
Gawchik SM, 2011, Latex allergy. Mt Sinai J Med.;78(5):759-72
HSE, 2000, The Prevalence of Occupational Dermatitis among Work in The
Printing Industry and Your Skin dalam hsebooks.co.uk,.
Karjadi, T.H., 2004, Alergi Lateks pada Pekerja Kesehatan, CDK, no.142, 11-13
Lubis, R.D., 2009, Dermatitis Kontak Oleh Karena Rubber,
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3426, diunduh tanggal 16
Juni 2012
Magnavita, N., 2011, Are skin disorder relaxed to work strain in hospital workers?
A cross-sectional study, BMC Public Health; 11: 600
Pollart, S., 2009, Latex Allergy, American Academy of Family Physicians; 80(12)
:1413-1418, 1419-1420
Rietschel, R.L. dan Fowler, J.F., 2001, Rubber, dalam: Holmes, M., Fisher’s
Contact Dermatitis, BC Decker Inc., Hamilton, 581-83, 587
Sasaki, M., 2006, Glove Selection as Personal Protective Equipment and
Occupational Dermatitis among Japanese Midwives, J Occup Health; 48:
35-43
Singgih, Santoso, 2004. SPSS, Mengolah Data Statistik secara Profesional,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo Gramedia.
Siregar, R.S., 2002, Saripati Penyakit Kulit, EGC, Jakarta, 109
Smedley, J., Bendall, H., Coggon, D., 1999, Prevalence and risk factors for latex
allergy: a cross sectional study in a United Kingdom hospital, Occup
Environ Med, 56:833-36
Soebaryo, 2005, Kesehatan Kulit Indikator Kesehatan Kerja, www.kompas.com,
dikutip tanggal 14 Juni 2012
Sularsito, SA dan Djuanda,S., 2005, Dermatitis. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; hal: 129-153
Trihapsoro, Iwan, 2003, Dermatitis Kontak Alergi Pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /6372/1/kulit-iwan.pdf,
diunduh tanggal 16 juni 2012
Wolff K., Johnson RA., 2005, Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical
dermatology 5th ed, Salemba Medika. Jakarta
Yip, E., Cacioli, P., 2002, Manufacture of Gloves From Natural Rubber Latex, J
Allergy Clin Immunol, Vol.110, No.2,S3

Anda mungkin juga menyukai