NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Oleh:
J 5000 90 053
FAKULTAS KEDOKTERAN
2013
ABSTRAK
TINJAUAN PUSTAKA
Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana
pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor
konstributor yaitu berupa alergen dan iritan ( HSE UK, 2000).
Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatistis kontak iritan (DKI)
dan dermatitis kontak alergi (DKA) (Soebaryo, 2005). Dermatitis kontak alergi
adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi
reaksi alergi (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).
Dermatitis kontak iritan adalah suatu kerusakan kulit akibat efek langsung dari
bahan-bahan kimia ataupun komponen lain yang diperantarai proses iritan
(Djuanda, 2007).
Penyebab terjadinya DKA yaitu alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi
di kulit. Terjadinya DKI yaitu bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,
deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk (Sularsito dan Djuanda, 2007).
DKA dibagi berdasarkan patogenesisnya merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (IV) yang terdiri atas 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan
fase elisitasi. DKI berdasarkan patogenesisnya merupakan kerusakan kuliat yang
langsung akibat dari bahan iritan.
Karet Lateks Alami
Lateks adalah produk yang di dapat dari getah pohon Hevea brasiliensis
yang berasal dari hutan amazon di Negara Brazil. Getah karet alam merupakan
gabungan partikel yang mengandung 35% cis 1,4 polysoprene (karet), 55-60% air,
5-10% bahan lain. Protein yang terdapat dalam getah karet antara 1-1,8%, berisi
bahan karet cis-1, 4 polyisoprene. Bahan ini terutama terdiri dari cis -1,4-
polyisoprene, polimer organik yang memberikan sebagian besar kekuatan dan
elastisitas lateks. Juga terkandung berbagai macam gula, lipid, asam nukleat, dan
protein yang sangat alergi ( Gawchik, 2002).
Dalam proses pembuatanya, ditambahkan bahan dan zat-zat penstabil
seperti ammoniak dan bahan-bahan kimia lain pada sarung tangan lateks.
Penambahan bahan-bahan sarung tangan NRL mengubah lateks dari bentuknya
yang awalnya cair menjadi lapisan yang sangat tipis, elastis dan kuat (Ansell,
2004).
1. Antigen Kimia
Bahan kimia yang utama ditambahkan dalam proses pembuatan karet lateks
yaitu akselator dan antioksidan yang mencapai lebih dari 90%. Akselateor yang
ditambahkan pada NRL terdiri dari Thiuram-mix, Carba-mix, Mercapto-mix.
Akselator merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mempercepat proses
vulkanisasi yang bekerja sebagai katalisator (Rietchel dan Fowler, 2001).
2. Antigen Protein
Untuk menganalisa alergen protein yang terdapat pada NRL menggunakan 2-
D elektroforesis. Pada NRL ditemukan lebih dari 250 jenis protein / polipeptida
dan hanya kira- kira 30 jenis yang dapat berkaitan dengan antibodi IgE serum
penderita alergi NRL. Alergen protein NRL yang umumnya dijumpai pada
pekerja kesehatan yaitu Hev b 5 : 62%, Hev b 6: 65% dan Hev b 7 : 41% (Lubis,
2008).
3. Serbuk Sarung Tangan
Serbuk sarung tangan adalah tepung jagung yang sudah dimodifikasi dan
digunakan untuk membantu dalam mengenakan sarung tangan. Serbuk digunakan
dalam pembuatan sarung tangan terutama untuk mencegah terjadinya bloking atau
lekatnya permukaan NRL
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian analitik
observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini
dilakukan di RSUD Sukoharjo dengan waktu penelitian bulan November 2012.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di
RSUD Sukoharjo yang menggunakan sarung tangan lateks saat bekerja dan
sampel penelitiannya adalah tenaga kesehatan yang bekerja di bagian ruang
poliklinik, ruang tindakan, ruang bangsal anggrek RSUD Sukoharjo. Teknik
sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah non-probability sampling
dengan pendekan pusposive sampling. Total jumlah sampel minimal 30. Kriteria
restriksi pada penelitian ini adalah sebagai berikut
Kriteria sampel yang memenuhi syarat penelitian (inklusi) tenaga
kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo yang menggunakan sarung
tangan saat kerja dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi
pada penelitian ini yaitu terkena atau kontak dengan alergi dan iritan selain sarung
tangan lateks, memiliki riwayat atopi, kerusakan kulit yang sudah ada di tangan,
tangan yang mudah berkeringat
Variabel bebas pada penelitian ini adalah frekuensi penggunaan sarung
tangan lateks. Variabel terikatnya adalah dermatitis kontak akibat kerja. variabel
pengganggu terkendali terkena dengan alergen dan iritan selain sarung tangan
lateks (nikel , Ethile diamine, poison ivy dermatitis, Insekticida, pupuk dsb,
Cotton, wool, silk, Clothing Dermatitis, cosmetic dermatitis : parfum, hair tonic,
asam,basa (alkalis),bahan kimia lainnya, memiliki riwayat atopi, kerusakan kulit
sudah ada di tangan, tangan yang mudah berkeringat, dan tidak terkendali jenis
kelamin.
Jumlah frekuensi penggunaan sarung tangan akan diketahui melalui
Kuesioner Hubungan Frekuensi Penggunaan Sarung Tangan Lateks Dengan
Terjadinnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja. Frekuensi penggunaan sarung
tangan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Smedley
dkk (1999) dengan klasifikasi frekuensi masing-masing 1-4 pasang per hari, 5-19
pasang per hari, dan ≥20 pasang per hari.
Dermatitis kontak akibat kerja merupakan suatu peradangan pada kulit
yang disebabkan oleh oleh adanya alergen atau bahan iritan dari lingkungan kerja
yang kontak dengan tubuh
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
data menggunakan program SPSS 19 for windows, Seluruh data dianalisa dengan
SPSS 19.0 for Windows. Data yang terkumpul di analisa dengan uji statistik Chi-
Square dengan tingkat kepercayaan 95%.
HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Sampel Penelitian
Setelah dilakukan penelitian pada bulan November 2012 di RSUD
Sukoharjo diperoleh sampel sebanyak 55. Sampel didapatkan dari responden
yang bekerja di ruang poliklinik, ruang tindakan , dan ruang bangsal Anggrek.
Semua sampel sudah memenuhi kriteria retriksi. Berikut ini distribusi data hasil
dari penelitian:
Tabel 1. Distribusi Sampel Unit Bagian Tenaga Kesehatan RSUD Sukoharjo
No. Bagian Jumlah Prosentase
1 Poliklinik 13 23,6%
Total 55 100%
Total 55 100%
1 Ya 29 52,7%
2 Tidak 26 47,3%
Total 55 100%
PEMBAHASAN
Data yang diperoleh (tabel 4) menunjukkan hubungan antara frekuensi
penggunaan sarung tangan lateks dengan kejadian DKAK pada tenaga kesehatan.
Pada penelitian ini Tenaga kesehatan dengan frekuensi penggunaan sarung tangan
1-4 pasang per hari (4,8%) mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Penggunaan
sarung tangan >4 pasang per hari (82,35%) mengalami dermatitis kontak akibat
kerja. Hasil diatas menunjukkan bahwa kejadian DKAK tertinggi terjadi pada
penggunaan sarung tangan lateks >4 pasang per hari.
Analisis statistik frekuensi penggunaan sarung tangan lateks dengan
kejadian DKAK pada penelitian ini didapatkan nilai p=0,005, artinya p<0,05. Hal
ini menunjukkan pada penelitian ini terdapat hubungan antara frekuensi
penggunaan sarung tangan lateks dengan kejadian DKAK.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara frekuensi penggunaan sarung tangan lateks
dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada tenaga kesehatan. Penelitian
ini menyebutkan bahwa semakin tinggi frekuensi penggunaan sarung tangan
lateks maka semakin tinggi pula resiko tenaga kesehatan terkena dermatitis kontak
akibat kerja. Pada tenaga kesehatan bisa timbul dari dermatitis kontak iritan dan
dermatitis alergi yang disebabkan oleh akselerator dalam karet (Smedley,
1999).Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat
sensitisasi ataupun iritan akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis
alergi dan iritan (Cohen, 1999)
Nilai OR yang didapatkan adalah 5,4 (95% CI:[10,410 -836,787]). Tenaga
kesehan dengan frekuensi pemakaian sarung tangan lateks > 4 pasang per hari
mempunyai kemungkinan 5,4 kali untuk mengalami kejadian DKAK
dibandingkan dengan tenaga kesehatan dengan frekuensi penggunaan sarung
tangan 1-4 pasang per hari.
Bahan-bahan kimia yang ditambahkan selama proses pembuatan sarung
tangan lateks dapat menyebabkan kelainan pada kulit. Bahan-bahan yang dalam
sarung tangan lateks yang dapat menimbulkan alergi antara lain dari antigen kimia
(Thiuram-mix, Carba-mix, Mercapto-mix) dan antigen protein (2-D elektroforesis)
(Rietchel dan Fowler, 2001). Reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) ,
mengakibatkan dermatitis kontak alergi. Gejala biasanya berkembang dalam
waktu 24-48 jam paparan membran kulit atau mukosa terhadap lateks pada orang
peka. Alergen utama adalah akselerator residu dan antioksidan tersisa dari proses
manufaktur asli. Langerhans sel memproses antigen dan membawa mereka ke sel
T kulit. Beberapa objek dapat menyebabkan sensitisasi,. Hipersensitivitas tipe IV
lebih sering terjadi pada individu atopik. Dermatitis dapat mempengaruhi pasien
untuk sensitisasi lebih lanjut atau infeksi (Ahmed, 2003).
Serbuk sarung tangan lateks berasal dari tepung jagung atau bubuk bedak.
Bubuk partikel cepat menyerap protein lateks sisa dimana protein lain tetap dalam
bentuk yang larut pada permukaan produk jadi. Serbuk pada sarung tangan yang
tidak ikut terserap dalam protein lateks berpotensi dengan terjadinya dermatitis
kontak iritan karena masuknya serbuk sarung tangan ke dalam tubuh dapat
mengganggu fungsi-fungsi fisiologis (Ansell, 2004). Dermatitis kontak iritan
mungkin merupakan reaksi lokal serbuk sarung tangan. Iritasi kulit yang berkaitan
dengan serbuk sarung tangan terutama berhubungan dengan potensi efek
abrasifnya.. Semua ini mengakibatkan benjolan keras, berkerak dan kering serta
pecah-pecah horisontal pada kulit. Ini mungkin kelihatan seperti dermatitis gatal-
gatal pada punggung tangan di bawah sarung tangan. Reaksi ini biasanya timbul
dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam sesudah terjadi kontak dengan
sarung tangan. Gejala terbatas pada tempat terjadinya kontak dengan sarung
tangan dan termasuk: merah-merah, merekah, lecet, kering, mengelupas dan
pecah-pecah (Ahmed, 2003). Meskipun sarung tangan lateks memberikan
perlindungan yang baik dalam pencegahan agen-agen infeksi, sarung tangan
lateks juga telah dikaitkan dengan reaksi alergi dan iritasi (Ansell, 2004).
Tenaga kesehatan merupakan pekerjaan yang meningkatkan resiko
terhadap terjadinya penyakit kulit akibat kerja yang disebabkan oleh sarung
tangan lateks karena penggunaan dan kontak terus menerus dengan sarung tangan
lateks oleh tenaga kesehatan. Dermatitis kontak, baik alergi ataupun iritasi adalah
penyakit kulit yang paling umum terjadi di lapangan dan kejadiannya di
perkirakan mencapai 80 % dari semua kasus penyakit akibat kerja yang
dilaporkan (Agius dan Seaton, 2005).
KESIMPULAN
Dari penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara frekuensi
penggunaan sarung tangan lateks dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja,
yaitu dimana semakin tinggi frekuensi penggunaan sarung tangan lateks maka
semakin tinggi pula resiko terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain yang
mempengaruhi penggunaan sarung tangan lateks yang bisa menjadi penyebab
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja, dan perlu pengenalan dan pengelolaan
dengan benar tentang alergi lateks .
DAFTAR PUSTAKA
Filon, F., 2006. Latex allergy: a follow up study of 1040 healthcare workers.
OCCUPATIONAL AND ENVIRONMENTAL MEDICINE. 63(2): 121–125