Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung koroner merupakan kasus utama penyebab kematian dan

kesakitan pada manusia. Meskipun tindakan pencegahan sudah dilakukan seperti

pengaturan makanan (diet), menurunkan kolesterol dan perawatan berat badan,

diabetes dan hipertensi, penyakit jantung koroner ini tetap menjadi masalah utama

kesehatan. Masalah utama pada penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis

koroner. Merupakan penyakit progresif yang terjadi secara bertahap yaitu

penebalan dinding arteri koroner. Aterosklerosis koroner dianggap sebagai proses

pasif karena sebagian besar dihasilkan oleh kolesterol yang berada pada dinding

arteri (Yuet Wai Kan, 2000).

Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di negara-negara

maju dan dapat juga terjadi di negara-negara berkembang. Organisasi kesehatan

duina (WHO) telah mengemukakan fakta bahwa penyakit jantung koroner (PJK)

merupakan epidemi modern dan tidak dapat dihindari oleh faktor penuaan.

Diperkirakan bahwa jika insiden PJK mencapai nol maka dapat meningkatkan

harapan hidup 3 sampai 9% (Shivaramakrishna. 2010).

Gambaran kasus di atas menunjukkan pentingnya penyakit ini yang belum

mendapat perhatian mengenai besarnya resiko seseorang, ketidakmampuan,

hilangnya pekerjaan, dan pada saat masuk rumah sakit. Pada dekade sekarang

sejak konferensi klinis terakhir oleh New York Heart Association atau asosiasi

kesehatan New York menyatakan subjek ini, dari sejumlah loka karya telah

1
mengeluarkan informasi baru yang penting mengenai penyakit ini, cara

pencegahan dan kontrol. Hal ini dinyatakan dalam besarnya perubahan yang jelas

secara klinis dari PJK dan banyaknya faktor yang mungkin relevan, besarnya

jumlah pasien yang ikut, kelompok yang akan termasuk dalam semua

kasus PJKyang timbul pada populasi umum dengan karakteristik jelas.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nomor Rekam Medis : 134580

Tanggal Masuk : 24 Januari2017

Diagnosis Masuk : Stroke At Causa CAD OMI

Lama Rawat Inap : 14 Hari, Perawatan 2 Ar-Rahim

Tanggal Masuk : 8 Februari 2017

Nama : Tn. Y.

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 31Desember1951

Umur : 65 Tahun

Alamat : Jl. S. Alaudin No. 80

Bangsa, Suku : Makassar

Agama : Islam

3
2.2 ANAMNESIS

Riwayat keluhan datang dengan keluhan lemah separuh bandan sebelah

kiri sejak tadi malam. Batuk (-), demam (-)

a) Anamnesis sistematis :

Sakit kepala (+), pusing (-), batuk (-), sesak (-), beringus (-), nyeri saat

menelan (-),mual (-), muntah (-), nyeri perut (-),BAB lancar, BAK normal.

b) Riwayat penyakit dahulu:

HT (+)

OMI

c) Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada

d) Riwayat pengobatan

2.3 PEMERIKSAAN

2.3.1 Pemeriksaan Umum

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 87x/mnt

Pernafasan : 24x/mnt

Suhu : 360C

Keadaaan Umum : Sakit berat/ gizi baik/ compos mentis

2.3.2 Pemeriksaaan Fisis

4
Pucat : (-)

Sianosis : (-)

Tonus : (N)

Ikterus : (-)

Turgor : (N)

Edema : (-)

Kulit : Udem (-), peteki (-)

Kepala-Leher

Kepala : Normocephali

Muka : Simetris

Rambut : Abu-abu, sulit tercabut

Ubun Besar : Menutup

Telinga : Otore (-)

Mata : Konjungtivitis (-), cekung (-), pupil isokor, refleks + | +

Hidung : Rinore (-), pernafasan cuping hidung (+)

Bibir : Kering (-), Pucat (-)

Lidah : Kotor (-), Tremor (-)

Tenggorokan : Hiperemis (-)

Mulut : Stomatitis (-)

Gigi :2212 | 2122 Karies : (-)

2212 | 2122

Leher : Pembesaran (-), kaku kuduk (-)

Bentuk Dada : Normochest, simetris kanan = kiri

5
Jantung

Iktus Kordis : ICS 5 Linea Midclavicularis Sinistra

Batas Kiri : Linea Midclavicularis Sinistra

Batas Kanan : Linea Parasternalis Dextra

Batas Atas : ICS 2

Irama : Reguler, intensitas normal, BJ 1 dan 2 normal

Bising : (-)

Thrill : (-)

Paru-Paru

P. Pandang : Simetris kanan = kiri, Retraksi (-).

P. Raba : Vocal Fremitus (N)

P. Ketuk : Sonor kanan = kiri

P. Dengar : Bunyi pernafasan vesikuler.

Perut

P. Pandang : normal.

P. Dengar : Peristaltik (+) kesan normal

P. Raba : Nyeri tekan (-). Massa (-)

P. Ketuk : Timpani

Lien :Tidak teraba

Hati : Tidak teraba

KGB : Pembesaran (-)

Alat Kelamin : Kelainan (-)

Anggota Gerak : Wasting (-)

6
Tulang Belakang : Skoliosis (-), Gibbus (-)

Refleks Fisiologis

KPR : + | menurun

APR : + | menurun

Refleks Patologis

Refleks Babinski (- | +)

Refleks Hoffman-Thromner (- | +)

2.3.3 Pemeriksaan Penunjang

1) Darah Rutin

Hasil pemeriksaan tanggal 12 November 2016

Instrumen Hasil pemeriksaan Nilai rujukan

Hb (g/dL) 16,2 11-16

PLT (103/ul) 151x103/ul 150-450

RBC (106/ul) 5,57x103/ul 4,0-6,0

WBC (103/ul) 9.38x103/ul 4-10

HCT (%) 51,3 35-49

Kesan : Leukopenia

7
2) USG jantung

Hasil pemeriksaan 7 Februari 2017

Terdapat penurunan LV systole

Segmental Hypokinetic

LV dilatation with LV thrombus at apical segemental

Mild MR

3) EKG

Ada gambaran Q patologis pada lead V1, V2, V3, V4

4) Kimia Darah

Hasil pemeriksaan tanggal 18 November 2016

GDP : 155mg/dl (<126mg/dl)

LDL : 139mg/dl (<130 mg/dl)

Kreatini : 1.6 mg/dl (< 0.6 - 1.1 mg/dl)

Kesan : hiperglikemia

2.4 RESUME

Seorang laki-laki usia 65 tahun masuk ke UGD diantar oleh keluarganya

dengan keluhan lemah sebaruh badan seblah kiri yang dirasakan 10 jam sebelum

masuk rumah sakit.Pasien juga mengeluh nyeri kepala.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan reflex patologis pasien meningkat, Dari

pemeriksaan lab, didapatkan darah rutin kesan leukopenia. Dan kimia darah

hiperglikemia.

8
2.5 DIAGNOSIS

Stroke At Causa CAD OMI

2.6 PENATALAKSANAAN

Fasorbid 3x10 mg

Atorvastatin 1x20 mg

Aspilet 80 mg 1x1

2.7 PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad functionam : dubia

Ad sanationam : bonam

9
2.8 FOLLOW UP

Perkembangan Klinis Pasien

Tanggal Anamnesis Pemeriksaan Diagnosa Tatalaksana

fisik

21/01/17 Lemah separuh TD: 130/90 NHS -IVFD Ringer

badan (Kiri) mmHg Hemipharese (S) laktat 20 tpm

Sesak (-), sakit HR: 80x/m afasia -Fasorbid 3x10

kepala (+) RR:22x/m CAD OMI mg

T:36,7 annterposeptal -Aspilet 1x80 mg

Mata : anemis (-), -Altorvastatin

ikterik(-) 1x40 mg

Cor:S1,S2

Normal Murmur(-

), gallop(-)

Pulmo: vesikuler

-/- wh -/- rh -/-

Abdomen: soepel,

Eks: edema -

,akral hangat (+)

Tanggal Anamnesis Pemeriksaan fisik Diagnosa Tatalaksana

10
Tanggal Anamnesis Pemeriksaan fisik Diagnosa Tatalaksana

25/1/17 Lemah separuh badan TD: 130/80 mmHg NHS -IVFD Ringer

(Kiri) HR: 75x/m Hemipharese (S) laktat 20 tpm

Sesak (-), sakit kepala RR:21x/m afasia -Fasorbid 3x10

(-) T:36,3 CAD OMI mg

Mata : anemis (-), annterposeptal -Aspilet 1x80 mg

ikterik(-) -Altorvastatin

Cor:S1,S2 Normal 1x40 mg

Murmur(-), gallop(-)

Pulmo: vesikuler -/-

wh -/- rh -/-

Abdomen: soepel,

Eks: edema -,akral

hangat (+)

11
26/01/17 Lemah separuh TD: 110/70 mmHg NHS -IVFD Ringer

badan (Kiri) HR: 74x/m Hemipharese (S) laktat 20 tpm

Sesak (-), sakit RR:20x/m afasia -Fasorbid 3x10

kepala (-) T:36,5 CAD OMI mg

Mata : anemis (-), annterposeptal -Aspilet (tunda)

ikterik(-) -Altorvastatin

Cor:S1,S2 Normal 1x40 mg

Murmur(-), gallop(-)

Pulmo: vesikuler -/-

wh -/- rh -/-

Abdomen: soepel,

Eks: edema -,akral

hangat (+)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

12
3.1 Keluhan dan gejala penyakit

Semua pasien PJK memiliki pengalaman dan tanda-tanda secara

fisik dan gejala PJK dari waktu ke waktu yaitu mengalami perasaan nyeri di

dada, kegelisahan atau perasaan sakit pada kaki, pinggang, perut, tulang

rusuk, rahang, sendi, tulang belakang, tenggorokan dan tulang leher

belakang, merasa lemah, lelah, dan kehilangan energi, nafas pendek, pusing,

sakit kepala, tidak mampu untuk melakukan pekerjaan dengan normal

sebagai akibat dari obesitas. Semua pasien PJK yang mendapat pengobatan

atau perawatan fisik sebelumnya sudah melakukan pengobatan mengenai

asma, kegemukan, tidak menentunya detak jantung, penyakit perdarahan

jantung, paru-paru, ginjal atau masalah pada spinal, rasa sakit pada kaki,

diabetes atau arthritis.

Sebagian besar dari pasien PJK telah aktif dengan kehidupan

mereka sehari-hari, tetapi serangan jantung koroner membuatnya tidak aktif,

tidur, lemah, tidak berdaya, dan tergantung pada pengobatan-pengobatan

dan keluarga maupun tetangga untuk mendapatkan dukungan. Secara

psikologi, pasien PJK mengalami ketakutan yang luar biasa, kegelisahan,

khawatir dan depresi, sementara beberapa yang lain menjalani keadaan

normal pikiran dan mendengarkan berita-berita baru dari statusnya yang

positif terkena PJK. Sebagian besar dari pasien PJK merasa bosan dengan

kehidupannya, berlebihan dan di bawah emosional, mudah marah dan

bermusuhan.

13
3.2 Pemeriksaan penunjang (diagnosis)

Diagnosis untuk penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan

pemeriksaan fisik, anamnesis. Pemeriksaan USG jantung dapat dilakukan

dengan ekokardiografi. Sistem ekokardiografi dapat menampilkan,

menganalisa dan menangkap hati secara penuh dalam satu detak jantung.

Perkembangan teknologi telah menciptakan alat baru yaitu Computed

tomography (CT) yang sudah lama berperan penting dalam mendeteksi dini

penyakit selama bertahun-tahun. Semakin berkembangnya teknologi,

sehingga dapat menciptakan generasi baru dengan CT scanner yang dapat

melakukan CT angiografi koroner (CTA) dengan mengurangi dosis radiasi

pada pemeriksaan klinis secara rutin.

Selain dengan CT juga dapat menggunakan tes in vitro di

laboratorium, melalui penggunaan biomarker baru yang tarutama dalam

perawatan darurat dapat mempengaruhi dan mendukung keputusan klinis.

Pada gagal jantung penggunaan natriuretik beredar-peptida B (BNP) sangat

relevan, karena tingkat biomarker ini adalah indikator yang baik untuk

mengetahui sejauh mana fungsi jantung terganggu. BNP digunakan baik

untuk diagnosis awal dan untuk pemantauan terapi. Pada beberapa pasien,

serangan jantung menjadi penyebab langsung insufisiensi jantung, sehingga

deteksi cepat dari infark miokard sangat penting dalam mencegah

bertambah parahnya kerusakan miokard dan kegagalan jantung selanjutnya.

(Ekinci, 2010)

14
3.3 Faktor risiko

Faktor resiko utama pada PJK, yaitu kolesterol tinggi, tingginya

tekanan darah dan merokok. Kedua, faktor risiko mencakup terganggunya

metabolisme glukosa, sehingga menyebabkan insulin kembali sistance dan

dalam beberapa kasus diabetes. Pemahaman baru menemukan penyebab lain

yang dapat mengidentifikasi resiko penyakit jantung koroner, seperti

konsentrasi fibrinogen dan C-reaktif protein dalam darah.

Beberapa faktor psikososial berkaitan dengan peningkatan risiko

penyakit jantung koroner yaitu untuk bukti kuat seperti stres kerja,

kurangnya integrasi sosial, depresi, dan gejala depresi, dengan sugestif

sedangkan untuk bukti lemah seperti marah, konflik atau perselisihan dan

kegelisahan. Faktor ekonomi, pendidikan, isolasi sosial, dan faktor-faktor

psikososial yang lainnya merupakan penyebab tidak langsung penyakit

jantung koroner. Mereka tidak mempengaruhi penyakit patologi secara

langsung, tetapi melakukannya melalui proses yang lebih proksimal.

3.4 Cara pencegahan

Banyak upaya yang dilakukan oleh negara berkembang untuk

menjadi lebih baik, yaitu dilaksanakan pengadaan makanan dan program

15
gizi, program aktivitas fisik atau olahraga, anti merokok, program anti

hipertensi yang sebaiknya dipromosikan dengan segera.

Secara primer, program pencegahan secara primordial mendapat

prioritas tinggi sejak itu dan dapat diraih oleh popualsi yang besar. Strategi

ini melibatkan peran ibu dalam pendidikan kesehatan. Yang kedua,

seseorang dengan resiko tinggi dapat dicegah dengan melakukan pelayanan

kesehatan ke rumah sakit secara murah dan hal itu sebaiknya lebih

ditingkatkan.

3.5 Cara pengobatan

Pada prinsipnya pengobatan PJK ditujukan untuk agar terjadi

keseimbangan lagi antara kebutuhan oksigen jantung dan penyediaannya.

Aliran darah melalui arteri koronaria harus kembali ada dan lancar untuk

jantung. Pengobatan awal biasanya segera diberikan tablet Aspirin yang

harus dikunyah. Pemberian obat ini akan mengurangi pembentukan bekuan

darah di dalam arteri koroner. Pengobatan penyakit jantung koroner adalah

meningkatkan suplai (pemberian obat-obatan nitrat, antagonis kalsium) dan

mengurangi demand (pemberian beta bloker), dan yang penting

mengendalikan risiko utama seperti kadar gula darah bagi penderita kencing

manis, optimalisasi tekanan darah, kontrol kolesterol dan berhenti merokok.

Jika dengan pengobatan tidak dapat mengurangi keluhan sakit

dada, maka harus dilakukan tindakan untuk membuka pembuluh koroner

yang menyempit secara intervensi perkutan atau tindakan bedah pintas

16
koroner (CABG). Intervensi perkutan yaitu tindakan intervensi penggunaan

kateter halus yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah untuk dilakukan

balonisasi yang dilanjutkan pemasangan ring (stent) intrakoroner.

3.6 Rehabilitatif

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh kerusakan jantung, seperti

penyakit pembuluh darah berat seringkali membutuhkan terapi penanganan

di luar terapi pengobatan meliputi kardiologi dan pembedahan. Sampai

sekarang, pergantian katup dengan operasi jantung dianjurkan dengan terapi

pendekatan kasus ini, tetapi banyak pasien lanjut usia bersamaan dengan

penyakit ini juga sangat beresiko. Penanaman katup nadi prosthesis menjadi

alternatif untuk pasien, dan dapat memberikan reaksi secara cepat untuk

perbaikan parameter kardiak. Secara keseluruhan, penyediaan peralatan

teknik yang dibutuhkan untuk akomodasi berbagai bidang di suatu

laboratorium mungkin diizinkan untuk kualitas terbaik dan lebih terjangkau,

baik untuk pasien maupun institusi.

3.7 Prognosis

Depresi pada pasien setelah mengalami miokardial infarksion

tampak gejala prognosis yang lebih penting dari penyakit arteri koroner.

17
Walaupun, gejala utamanya berlainan dengan peristiwa depresi yang tidak

luar biasa setelah miokardial infarksion, gejala depresi ini lebih umum.

Terdapat hubungan antara kejadian depresi dan resiko, pengaruh alami

dalam waktu yang panjang, dan kejadian depresi pada jarak waktu yang

teratur, hal ini menunjukkan bahwa depresi berlangsung terus-menerus pada

karakteristik psikologi. Komplikasi iskemia dan infark antara lain gagal

jantung kongestif, syok kardiogenik, disfungsi otot papilaris defek septum

ventrikel, rupture perdarahan masif di kantong jantung (dinding nekrotik

yang tipis pecah tamponade jantung), aneurisme ventrikel,

tromboembolisme, pericardium perikarditis, Sindrom Dressler, dan aritmia

(Anonim, 2010).

BAB IV

PENUTUP

18
4.1 Kesimpulan

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yng menyerang

organ jantung. Gejala dan keluhan dari PJK hampir sama dengan gejala

yang dimiliki oleh penyakit jantung secara umum. Penyakit jantung koroner

juga salah satu penyakit yang tidak menular. Kejadian PJK terjadi karena

adanya faktor resiko yang antara lain adalah tekanan darah tinggi

(hipertensi), tingginya kolesterol, gaya hidup yang kurang aktivitas fisik

(olahraga), diabetes, riwayat PJK pada keluarga, merokok, konsumsi

alkohol dan faktor sosial ekonomi lainnya. Penyakit jantung koroner ini

dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan menghindari fakto-

faktor resiko.seperti pola makan yang sehat, menurunkan kolesterol,

melakukan aktivitas fisik dan olehraga secara teratur, menghindari stress

kerja.

4.2 Saran

1. Perlunya Upaya Kesehatan bagi Penderita penyakit jantung koroner

yakni melaksanakan upaya Promotif, Perilaku Hidup Sehat, Upaya

Preventif, Upaya Kuratif, dan Upaya Rehabilitatif,

2. Perlunya Program alternatif yang lebih memperhatikan aspek psikologis

penderita penyakit jantung koroner dengan cara mengintegrasikan

dengan program pemerintah yang lainnya.

19
3. Perlunya sosialisasi terhadap seluruh kelompok umur masyarakat, agar

lebih memahami karakteristik penderita penyakit jantung koroner serta

faktor resiko dan juga karakterisitik penyakit pada penderita.

DAFTAR PUSTAKA

20
Anonim. 2010. Ischemic Heart Disease

IHDhttp://www.arupconsult.com/assets/print/IHD.pdf. Diakses tanggal

19 November 2012.

Cristoper. C. 2010. The Experiences of Coronary Heart Disease

Patients: Biopsychosocial Perspective.

http://www.waset.org/journals/ijpbs/v2/v2-4-31.pdf. Diakses tanggal 19

November 2012

Ekinci. 2010. Getting to the heart of

thingshttp://www.siemens.com/press/pool/de/events/healthcare/2010-

08-esc/heart_failure_expert_june2010.pdf

Shivaramakrishna. 2010. Risk Factors of Coronary Heart Disease among

Bank Employees of Belgaum City - Cross-Sectional

Study.http://ajms.alameenmedical.org/article_Vol03-2-apr-jun

2010/AJMS.3.2.152-159.pdf. Diakses tanggal 19 November 2012.

Yuet Wai Kan. 2000. Adeno-associated viral vector-mediated

vascular endothelial growth factor gene transfer induces neovascular

formation in ischemic

heart.http://www.pnas.org/content/97/25/13801.full.pdf. Diakses

tanggal 19 November 2012.

21
1. Nelwan R. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. CONTINUING MEDICAL

EDUCATION. 2012.

2. RHH. Nelwan DW, Herdiman T. Pohan. Konsensus Penatalaksanaan Demam

Tifoid Diperuntukan bagi Dokter Umum dan Dokter Spesialis. Bali: Konas PETRI Bali;

2010.

3. Santoso H. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid

yang Dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2008.

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2009.

4. Parry CM. Typhoid Fever. The New England Journal of Medicine. 2002;347.

5. Brusch JL. Typhoid Fever. Medscape. 2016.

22
6. Souha S. Kanj d. Epidemiology, clinical manifestations, and molecular typing of

salmonella typhi isolated from patients with typhoid fever in Lebanon. Journal of

Epidemiology and Global Health. 2014.

7. Karyanti MR. Pemeriksaan Diagnostik Terkini untuk Demam Tifoid. dkk SRH,

editor. Jakarta: Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan

Anak; 2012.

8. Rachman AF. Uji Diagnostik Tes Serologi Widal Dibandingkan dengan Kultur

Darah Sebagai Baku Emas untuk Diagnosis Demam Tifoid pada Anak Di RSUP Dr. Kariadi

Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2011.

9. Adisasmito AW. Penggunaan Antibiotik pada Terapi Demam Tifoid Anak di RSAB

Harapan Kita. Sari Pediatri. 2006;8.

10. Dolecek C. Typhoid Fever and Other Enteric Fevers. International Medicine.

2014.

11. Prayitno A. Pilihan Terapi Antibiotik untuk Demam Tifoid. dkk SRH, editor.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak;

2012.

12. Araya Gebreyesus Wasihun d. Diagnosis and Treatment of Typhoid Fever and

Associated Prevailing Drug Resistance in Northern Ethiopia. Elsevier: International

Journal of Infectious Diseases. 2015.

13. Mohamad F. Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam Pada

Pasien Thypoid Abdominalis Di Ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo,. Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Gorontalo. 2012.

14. Pudjiadi AH. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;

2009.

23
15. Hadinegoro SRS. Pengobatan Cefixime pada Demam Tifoid Anak. Sari Pediatri.

2001;2.

16. dkk LM. Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Demam Tifoid Anak Menggunakan

Kloramfenikol Dan Seftriakson Di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 2002.

Makara, Kesehatan. 2004;8:59-64.

17. Sondang Sidabutar HIS. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak:

Kloramfenikol atau Seftriakson? Sari Pediatri. 2010;11.

18. Rampengan NH. Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi pada Anak.

Sari Pediatri. 2013;14.

19. Kashmira A. Date d. Typhoid fever Vaccination Strategies. Elsevier. 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai