Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

MIGREN

Ahliyah Ali
11120162021

Pembimbing
dr. Taufik Tjahjadi, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR 2017
PENDAHULUAN
• Sakit kepala adalah salah suatu keluhan yang
sering dikemukakan dalam praktek ilmu
penyakit saraf.
• Menurut International Headache Society, sakit
kepala dibagi menjadi dua kategori utama,
yaitu sakit kepala primer dan sakit kepala
sekunder.
PENDAHULUAN
• Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-
laki dibandingkan dengan anak perempuan
sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering
ditemukan pada wanita setelah pubertas,
yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44
tahun.
DEFINISI
• Nyeri kepala berulang dengan manifestasi
serangan selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri
kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang
atau berat, bertambah berat dengan aktivitas
fisik yang rutin dan diikuti dengan mual
dan/atau fotofobia dan fonofobia.
EPIDEMIOLOGI
• Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita
dan 6% dari pria sepanjang hidupnya.
• Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-
55 tahun.
• Risiko mengalami migraine semakin besar
pada orang yang mempunyai riwayat keluarga
penderita migraine
ETIOLOGI
• Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun
70-80% penderita migraine memiliki anggota
keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.
• Kelainan mitokondria seperti MELAS
(mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic
acidosis, and strokelike episodes).
• Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL
(cerebral autosomal dominant arteriopathy with
subcortical infarcts and leukoencephalopathy)
cenderung timbul migrane dengan aura.
KLASIFIKASI
1. Migraine dengan Aura (Migraine Klasik)
Diawali dengan adanya gangguan pada fungsi
saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala
unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian
ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri
kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu
sekitar 5-20 menit.
KLASIFIKASI
2. Migraine Tanpa Aura (Migraine Umum)
Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala
dan bersifat pulsatil dengan disertai mual,
fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala
berlangsung selama 4-72 jam.
PATOFISIOLOGI
1. TEORI VASKULAR
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan
dalam terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat
dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan
jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama
terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif
setempat.
• Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah
ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba
denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang
untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang
demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin akan
mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti
nitrogliserin akan memperburuk sakit kepala.
PATOFISIOLOGI
2.TEORI NEUROVASKULAR dan NEUROKIMIA
Pada saat serangan migraine terjadi, nervus
trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-
related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP
adalah peptida yang tergolong dalam anggota
keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin,
adrenomedulin, dan amilin.
• CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai
vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor
yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita
migraine yang sedang tidak mengalami serangan
mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral,
terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi
rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.
• Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine
menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang
sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini
diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering
terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur
trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migraine.
Mekanisme migraine berwujud sebagai
refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil
dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat
segmental ini yang memasukkan aferen secara
berlebihan yang kemudian akan terjadi
dorongan pada kortibular yang berlebihan.
Dengan adanya rangsangan aferen pada
pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri
berdenyut.
PATOFISIOLOGI
3. Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan
teori cortical spreading depression (CSD). Aura terjadi
karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang
menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran
ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola
yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang
diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD
ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik
seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi
depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.
MANIFESTASI KLINIS
1. Migraine tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala
berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan
selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan
aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan
atau fotofobia dan fonofobia.
2. Migraine dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala
dimulai (suatu periode yang disebut aura),
gejala-gejala depresi, mudah tersinggung,
gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan
muncul pada sekitar 20% penderita. Penderita
yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan
pada daerah tertentu (bintik buta atau skotoma)
atau melihat cahaya yang berkelap-kelip.
Perubahan gambaran, seperti sebuah benda
tampak lebih kecil atau lebih besar dari
sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan
kesemutan atau kelemahan pada lengan dan
tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut
menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai,
tetapi kadang timbul bersamaan dengan
munculnya sakit kepala.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
– Pemeriksaan Laboratorium
– Pencitraan
– Pungsi Lumbal
DIAGNOSIS
1. Migraine tanpa aura
– Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
– Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati).
– Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
• Lokasi unilateral
• Kualitas berdenyut
• Intensitas nyeri sedang atau berat
• Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
– Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
• Mual dan/atau muntah
• Fotofobia dan fonofobia
– Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
2. Migraine dengan aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau
berbahasa. Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih
dari 1 jam, bercampur gambaran positif dan negatif, kemudian
menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migraine tanpa aura.
Kriteria diagnostik:
– Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
– Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi
tidak dijumpai kelemahan motorik:
• Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip,
bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
• Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles),
dan/atau negatif (hilang rasa/baal).
• Gangguan bicara disfasia yang reversibel
Paling sedikit dua dari dibawah ini:
• Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
• Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis
aura yang lainnya > 5 menit.
• masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D
Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
TATALAKSANA
1. TERAPI ABORTIF
a. Non-spesifik: analgetik (NSAIDS, narkotik,
adjuvant therapy)
NSAIDS:
- Aspirin: 900-1000 mg oral, diulang dengan
dosis yang sama setelah 1-2 jam bila perlu
- Ibuprofen: 400-1200 mg/serangan, dapat
diulang 400-800mg dalam 1-2 jam, maksimal
3200 mg/hari.
- Naproxen sodium: 825 mg oral, dapat
diberikan 550 mg setelah 1-2 jam (bila perlu)
- Ketorolac: 10 mg PO stiap 4 jam (tidak lebih
dari 40 mg/hari); batas sampai 5 hari dengan
dosis 30-60 mg IM; diulang tiap 6 jam; tidak
lebih dari 120 mg/hari.
ANTIEMETIK:
- Domperidon: 10-30 mg (sendiri atau dnegan
antihistamin) diberikan secara IM atau IV pelan
- Metoklopramid: 10-20 mg PO/IM
OBAT SPESIFIK:
- Sumatriptan dan naproxen: 1 tab PO saat onset
migren; jangan melebihi 2 tab/24 jam (jarang
minimal 2 jam)
- Butalbital: 1 – 2 tab PO tiap 4 jam; jangan
melebihi 6 tab/hari.
2. TERAPI PREVENTIF/PROFILAKTIF
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk
mengurangi frekuensi berat dan lamanya
serangan, meningkatkan respon pasien terhadap
pengobatan, serta pengurangan disabilitas.
PROGNOSIS
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi
dan menghilang secara utuh pada akhirnya,
terutama karena faktor penuaan/usia.
DAFTAR PUSTAKA
• Adams and Victor’s Neurology.
• Gilroy, J. Basic neurology. 3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-126.
• Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache.
[Internet]; 2010 Mar 29 [cited 2010 Sept 15]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
• Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston: McGraw
Hill. 2007. p 289
• Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. [Internet]; 2010
Jun 3 [cited 2010 Sept 15]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis
• CURRENT Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
• Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.
• Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2010 Sept
15]. Available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai