Anda di halaman 1dari 31

Isu Gender : Sejarah Dan Perkembangannya

Admin 4 years ago 6 17941


★★★★★

Oleh: Dinar Dewi Kania

PENDAHULUAN

Gerakan feminis pada mulanya adalah gerak sekelompok aktivis perempuan barat, yang
kemudian lambat laun menjadi gelombang akademik di universitas-universitas, termasuk
negara-negara Islam, melalui program ”woman studies”. Gerakan perempuan telah mendapat
“restu” dari Perserikatan Bangsa Bangsa perempuan dengan dikeluarkannya CEDAW
(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women). Negara dan
lembaga serta organisasi-organisasi di dunia terus mendukung gerakan-gerakan perempuan ,
walaupun menurut Khan dukungan tersebut memiliki efek negatif bagi gerakan perempuan
(baca-feminisme) karena aktivis perempuan telah kehilangan sudut pandang politik (political
edge) dan juga untuk beberapa kasus telah kehilangan komitmennya.[1]

Meskipun demikian, gerak kaum feminis di dunia Islam justru menunjukan tingkat agresivitas
yang mengkhawatirkan. Dalam dua dekade terakhir ini perempuan pakistan telah menjadi target
gerakan feminis. Pada tahun 1975 pemerintah Pakistan mendorong perempuan untuk mengikuti
pemikiran feminisme, walaupun pada tahun 1977 ketika proses islamisasi dan militerisasi telah
berhasil membendung pemikiran ini, tetapi pada tahun 1980, gerakan feminis kembali
bermunculan di Pakistan secara signifikan. Indonesia mengalami nasib serupa dengan Pakistan.
kesetaran jender disosialisasikan dengan gencar dan sistematis ke seluruh dunia melalui media,
ormas, LSM, lembaga pendidikan formal dan non formal. Wilayah gerakan kaum feminis begitu
luas, dari tingkat internasional sampai menjangkau institusi masyarakat yang terkecil, yaitu RT.
Dengan mengatasnamakan HAM, para aktivis perempuan kemudian berusaha mempengaruhi
pemerintah dalam masalah kebijakan sampai teknis operasional. Usaha mereka sepertinya mulai
menampakan hasil dengan diratifikasinya isi CEDAW sehingga keluarlah UU no. 7 tahun 1984.
Kemudian Pemerintah Indonesia telah mengesahkan undang-undang nomor 23 tahun 2004
tentang PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga), UU Perlindungan Anak , dan
mereka berupaya melakukan legalisasi aborsi melalui amandemen UU Kesehatan. Dalam bidang
politik, feminis berada dibelakang keluarnya UU Pemilu tahun 2008 tentang kuota caleg
perempuan sebanyak 30 persen.

Bagaimanakah sebenarnya awal kemunculan gerakan feminis di Barat? Benarkah gerakan


feminis menawaran solusi bagi berbagai permasalahan yang dialami kaum perempuan? Tulisan
ini bertujuan untuk membuktikan bahwa feminisme yang mengusung isu jender, lahir dari latar
belakang kultural-historis yang dialami dunia Barat. Walaupun beberapa tokoh feminis
bersikukuh bahwa jender bukan merupakan konsep Barat, tetapi berasal dari konstruksi linguistik
dari pelbagai bahasa yang memberi kata sandang tertentu untuk memberikan perbedaan jenis
kelamin perempuan dan laki-laki.[2] Namun kenyataannya, jender identik dengan gerakan
feminis, dan feminisme adalah jender.
BARAT DAN PEREMPUAN

Untuk mengetahui bagaimana feminisme itu lahir dan berkembang, kita harus melihat kondisi
Barat (dalam hal ini Eropa) pada abad pertengahan, yaitu masa ketika suara-suara feminis mulai
terdengar. Pada Abad pertengahan, gereja berperan sebagai sentral kekuatan, dan Paus sebagai
pemimpin gereja, menempatkan dirinya sebagai pusat dan sumber kekuasaan. Sampai abad ke-
17, gereja masih tetap mempertahankan posisi hegemoninya, sehingga berbagai hal yang dapat
menggoyahkan otoritas dan legitimasi gereja, dianggap seabagai heresy dan dihadapkan ke
Mahkamah Inkuisisi.[3] Nasib perempuan barat tak luput dari kekejian doktrin-doktrin gereja
yang ekstrim dan tidak sesuai dengan kodrat manusia.

Menurut McKay, pada dekade 1560 dan 1648 merupakan penurunan status perempuan di
masyarakat Eropa. Reformasi yang dilakukan para pembaharu gereja tidak banyak membantu
nasib perempuan. Studi-studi spiritual kemudian dilakukan untuk memperbaharui konsep
Saint Paul’s tentang perempuan, yaitu perempuan dianggap sebagai sumber dosa dan
merupakan makhluk kelas dua di dunia ini. Walaupun beberapa pendapat pribadi dan hukum
publik yang berhubungan degan status perempuan di barat cukup bervariasi, tetapi terdapat
bukti-bukti kuat yang mengindikasikan bahwa perempuan telah dianggap sebagai makluk
inferior. Sebagian besar perempuan diperlakukan sebagai anak kecil-dewasa yang bisa digoda
atau dianggap sangat tidak rasional. Bahkan pada tahun 1595, seorang profesor dari Wittenberg
University melakukan perdebatan serius mengenai apakah perempuan itu manusia atau bukan.
Pelacuran merebak dan dilegalkan oleh negara. Perempuan menikah di abad pertengahan juga
tidak memiliki hak untuk bercerai dari suaminya dengan alasan apapun. [4]

Maududi berpendapat, ada dua doktrin dasar gereja yang membuat kedudukan perempuan di
barat abad pertengahan tak ubahnya seperti binatang. Pertama, gereja menganggap wanita
sebagai ibu dari dosa yang berakar dari setan jahat. Wanitalah yang menjerumuskan lelaki ke
dalam dosa dan kejahatan, dan menuntunya ke neraka. Tertullian (150M) sebagai Bapak Gereja
pertama menyatakan doktrin kristen tentang wanita sebagai berikut :

Wanita yang membukakan pintu bagi masuknya godaan setan dan membimbing kaum pria ke
pohon terlarang untuk melanggar hukum Tuhan, dan mebuat laki-laki menjadi jahat serta
menjadi bayangan Tuhan.

St John Chrysostom (345M-407M) seorang bapak Gereja bangsa Yunani berkata :

Wanita adalah setan yang tidak bisa dihindari, suatu kejahatan dan bencana yang abadi dan
menarik, sebuah resiko rumah tangga dan ketika beruntungan yang cantik.[5]

Tetapi, konsep utuh tentang perempuan dalam doktrin kristen dimulai dengan ditulisnya buku
Summa Theologia oleh Thomas Aquinas antara tahun 1266 dan 1272. Dalam tulisannya
Aquinas sepakat dengan Aristoteles, bahwa perempuan adalah laki-laki yang cacat atau memiliki
kekurangan (defect male). Menurut Aquinas, bagi para filsuf, perempuan adalah laki-laki yang
diharamkan, dia diciptakan dari laki-laki dan bukan dari binatang. Sedangkan Immanuel Kant
berpendapat bahwa perempuan mempunyai perasaan kuat tentang kecantikan, keanggunan, dan
sebagainya, tetapi kurang dalam aspek kognitif, dan tidak dapat memutuskan tindakan mroral.
[6]

Doktrin gereja lainnya yang menentang kodrat manusia dan memberatkan kaum wanita adalah
menganggap hubugan seksual antara pria dan wanita adalah peristiwa kotor walaupun mereka
sudah dalam ikatan perkawinan sah. Hal ini berimplikasi bahwa menghindari perkawinan
adalah simbol kesucian dan kemurnian serta ketinggian moral. Jika seorang pria menginginkan
hidup dalam lingkungan agama yang bersih dan murni, maka lelaki tersebut tidak diperbolehkan
menikah, atau mereka harus berpisah dari serta istrinya, mengasingkan diri dan berpantang
melakukan hubungan badani.[7] Kehidupan keras yang dialami oleh perempuan-perempuan
pada saat Gereja memerintah Eropa tertuang dalam essai Francis Bacon yang berjudul Marriage
and single Life (Kehidupan Perkawinan dan Kehidupan Sendiri) pada tahun 1612.

Pada awal mula Abad Pencerahan yaitu abad ke 17, saat Bacon menulisnya esainya yang kondisi
perempuan Inggris pada saat itu mengalami kehidupan yang sulit dan keras. Hal ini dapat dilihat
dari kehidupan Ratu Elizabeth. Saat itu yang bertindak sebagai penguasa adalah Raja James I,
dan ternyata ia sangat membenci perempuan. Pembunuhan dan pembakaran terhadap
perempuan-perempuan yang dituduh sebagai ”nenek sihir”, yang dipelopori oleh para pendeta,
pada dasarnya merupakan ekspresi anti perempuan. Hukuman yang brutal dijatuhkan kepada
seorang perempuan yang melanggar perintah suaminya. Tradisi ini mengembangkan pemikiran
bahwa perempuan menyimpan bibit-bibit ”keburukan” sehingga harus terus menerus di awasi
dan ditertibkan oleh anggota keluarnya yang laki-laki atau suaminya bila ia sudah menikah.
Pemikiran ini membawa konsekuensi bagi pemikiran lainnya seperti ide bahwa lebih baik
seorang laki-laki tinggal sendiri, tidak menikah dan jauh dari perempuan. Hidup tanpa nikah ini
merupakan kehidupan ideal laki-laki, jauh dari pengaruh buruk dan beban anak-anak sehingga
laki-laki bisa berkonsentrasi pada dunia publiknya. Pemikiran-pemikiran seperti ini tercermin
dalam karya Francis Bacon. [8]

Jelaslah, penindasan terhadap perempuan barat di bawah pemerintahan gereja membuat suara-
suara perempuan yang menginginkan kebebasan semakin menggema di mana-mana. Perempuan
barat, menjadi makhluk lemah dan tidak berdaya dilihat dari hampir seluruh aspek kehidupan.
Hal itulah yang kemudian mendorong para perempuan barat bergerak untuk mendapatkan
kembali hak individu dan hak sipil mereka yang terampas selama ratusan tahun.

GERAKAN PEREMPUAN (WOMAN MOVEMENT)

Latar belakang perempuan barat yang kelam akhirnya memunculkan gerakan-gerakan


perempuan yang menuntut hak dan kesetaraan dengan kaum laki-laki. Gerakan perempuan
memunculkan sejumlah tokoh perempuan, sebut saja Susan B. Anthony dan Elizabeth Cady
Staton, yang memiliki surat kabar sendiri yaitu The Revolution. Melalui surat kabar ini
perempuan-perempuan itu menuliskan pemikiran mereka yang mempersoalkan masalah
perceraian, prostitusi dan peran gereja dalam mensubordinasi perempuan.[9]

Sebelum feminis digunakan sebagai ungkapan umum dalam bahasa inggris, kata-kata seperti
“womanism, the woman movement, atau woman questions telah digunakan terlebih dulu.[10].
Kata “feminist” pertama kali ditemukan pada awal abad ke 19 oleh seorang sosialis
berkebangsaan Perancis, yaitu Charles Fourier. Ide yang diusungnya adalah transformasi
perempuan oleh masyarakat berdasarkan saling ketergantungan dan kerjasama, bukan pada
kompetisi dan mencari keuntungan. Pemikirannnya ini mempengaruhi banyak perempuan dan
mengkombinasikan antara emansipasi pribadi dengan emansipasi sosial.

Revolusi yang terjadi di Eropa membuat gerakan perempuan mendapatkan kesempatan untuk
ikut menyuarakan kepentingan mereka. Pada Revolusi Puritan di Inggris Raya pada abad 17,
kaum perempuan puritan berusaha untuk mendefinisikan ulang area aktivitas perempuan
dengan menarik legitimasi dari doktrin-doktrin yang menjadi otoritas bapak, laki-laki, pendeta
dan pemimpin politik. Revolusi Puritan telah menghasilkan ferment dimana semua bentuk
hierarki ditulis oleh semua anggota sekte yang radikal di Inggris Raya.[11] Pada tahun 1890,
kata feminis digunakan untuk mendeskripsikan kampanye perempuan pada pemilihan umum
ketika banyak organisasi telah didirikan di Inggris untuk menyebarkan ide liberal tentang hak
individual perempuan. [12]

Revolusi Perancis (1789) juga telah memberi pengaruh besar pada gerakan perempuan di Barat.
Kaum perempuan saat itu terus bergerak memanfaatkan gejolak politik di tengah revolusi yang
mengusung isu liberty, equality dan fratenity. Pada bulan oktober 1789 perempuan – perempuan
pasar di Perancis berjalan dari Versailles yang diikuti oleh pasukan keamanan nasional. Roti
hilang dari pasaran, para perempuan miskin kemudian melakukan aksi masa menuntut Raja agar
mengontrol harga dan konsumsi dan menyediakan roti murah bagi rakyat. Di Perancis. Saat itu
masyarakat terpecah menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok moderat yang masih
menghendaki Konsitusi Monarki dan kelompok radikal yang mengingikan Monariki berakhir.
Gerakan perempuan aktif mendukung kelompok radikal yang mendukung ide-ide Republik,
walaupun kemudian akhirnya mereka terlibat dalam pertikaian politik antar faksi-faksi yang ada.
Dan akhirnya pada tahun 1792, kaum perempuan memperoleh hak untuk bisa bercerai dengan
suaminya. [13]

Dua feminis yang terkemuka, Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton, pada tahun 1848
mengorganisir pertemuan akbar Konvensi Hak-Hak Perempuan di Seneca Falls yang dihadiri
oleh 300 peserta laki-laki dan perempuan. Pertemuan itu kemudian menghasilkan deklarasi yang
menuntut reformasi hukum-hukum perkawinan, perceraian, properti dan anak. Di dalam
deklarasi tersebut mereka memberi penekanan kepada hak perempuan untuk berbicara dan
berpendapat di dunia publik. Konvensi di Seneca Falls merupakan bentuk protes kaum
perempuan terhadap pertemuan akbar konvensi penghapusan perbudakan sedunia pada taun
1840, dimana kaum perempuan tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. [14]

Pada awal abad 20 “Feminisme” digunakan di Amerika dan Eropa untuk mendeskripsikan
elemen khusus dalam pergerakan perempuan yang menekankan pada keistimewaaan” dan
perbedaan perempuan, dari pada mencari kesetaraan. Feminisme digunakan untuk
mendeskripsikan tidak hanya kampanye politik untuk pemilihan umum tetapi juga hak ekonomi
dan sosial, seperti pembayaran yang setara (equal pay) sampai KB atau (birth control). Dari
sekitar perang dunia I, beberapa perempuan muda meyakinkan bahwa feminisme saja tidak
cukup, kemudian mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai feminis sosialis. Kaum sosialis
perempuan yang lain menentang feminisme. Mereka melihat feminisme hanya mengespresikan
secara eklusif kepentingan perempuan kelas menengah dan professional.[15]
Kaum Feminis kemudian mengembangkan konsep jender pada tahun 1970 sebagai alat untuk
mengenali bahwa perempuan tidak dihubungkan dengan laki-laki di setiap budaya dan bahwa
kedudukan perempuan di masyarakat pada akhirnya berbeda-beda.[16] Kemudian wacana
jender diperkenalkan oleh sekelompok feminis di London pada awal tahun 1977. Sejak itu para
feminis mengusung konsep gender equality atau kesetaraan jender sebagai mainstream gerakan
mereka. Jender menurut Unger adalah, “a term used to encompass the social expectations
associated with feminity and msculinity.“ Para feminis berpendapat jender merupakan konstruk
sosial, dan berbeda dengan “sex“ yang merujuk pada anatomi biologis. Jender dipengaruhi oleh
kondisi sosial-budaya, agama, dan hukum yang berlaku di masyarakat serta faktor-faktor
lainnya. Lips berpendapat, jender tidak hanya terdiri dari dua jenis, yaitu feminin dan
maskulin, seperti umumnya diketahui oleh masyarakat luas. Tetapi beliau mengakui adanya
jender ketiga yang bersifat cair dan bisa berubah-ubah, dan telah dikenal oleh masyarakat pada
berbagai macam budaya yang berbeda. Jender ketiga ini tidak bisa dikategorikan sebagai feminin
atau maskulin, tetapi mereka adalah kaum homoseksual dan transvestite (seseorang yang senang
berpakaian jender lainnya).[17]

DASAR PEMIKIRAN DAN ISU-ISU FEMINISME

Pada mulanya para feminis menggunakan isu “hak“ dan “kesetaraan“ perempuan sebagai
landasan perjuangannya, tetapi feminisme akhir 1960-an mengunakan istilah “penindasan” dan
“kebebasan” yang kemudian feminisme menyatakan dirinya sebagai ”gerakan pembebasan
perempuan”. Secara umum kelahiran Feminisme dibagi menjadi tiga gelombang (wave) yang
mengangkat isu yang berbeda-beda.

Gelombang pertama ini ditandai dengan publikasi Mary Wollstonecraft yang berjudul
”Vindication of the Rights of Women” tahun 1792 Wollstronecraft mendeskripsikan bahwa
kerusakan psikologis dan ekonomi yang dialami perempuan disebabkan oleh ketergantungan
perempuan secara ekonomi kepada laki-laki dan peminggiran perempuan dari ruang publik. [18]
Ada dua tokoh lainnya seperti Sejourner Truth, dan Elizabeth Cady Stanton. Perhatian feminis
gelombang pertama adalah memperoleh hak-hak politik dan kesempatan ekonomi yang setara
bagi kaum perempuan. Feminis berargumentasi bahwa perempuan memiliki kapasitas rasio yang
sama dengan laki-laki. Aksi politik feminis yang dimotori oleh kaum feminis liberal telah
membawa perubahan pada kondisi perempuan saat itu. Perempuan berhasil mendapatkan hak
pilihnya dalam pemilu pada tahun 1920, dan bukan hanya itu, kaum feminis berhasil
memenangkan hak kepemilikan bagi perempuan, kebebasan reproduksi yang lebih dan akses
yang lebih besar dalam bidang pendidikan dan profesional.[19]

Teori-Teori Feminisme Gelombang Pertama

Dasar Pemikiran Isu-Isu Feminis Tokoh Feminis & Karyanya


Manusia adalah otonom yang Mary Wollstonecraft : A
dipimpin oleh akal (reason). Akses pendidikan Vindication Rights of The
Feminisme Dengan akal manusia mampu Kebijakan negara yang Woman (1779), John Stuart
Liberal untuk memahami prinsip- bias gender. Hak-hak Mill & Harriet Taylor : Early
prinsip moralitas, kebebasan sipil, politik. Essay on Marriage and
individu. Prinsip-prinsip ini Divorce (1832),
Dasar Pemikiran Isu-Isu Feminis Tokoh Feminis & Karyanya
juga menjamin hak-hak Enfranchisement of Women
individu. (1851). Betty Friedan : The
Feminine Mistique (1974),
The Second Stage (1981)
Adanya seksisme, Kate Millet :Sexual Politics
masyarakat patriarki. (1970). Shulamith Firestone ;
Hak-hak reproduksi. The Dialectic of Sex (1970).
Hubungan kekuasaan Marilyn French : Beyond
Sistem seks/jender merupakan
Feminisme antra perempuan dan Power (1985). Mary Daly :
dasar penindasan terhadap
Radikal laki-laki (power Beyond God the Father
perempuan
relationships). Toward a Philosophy of
Dikotomi Women’s Liberation (1973).
Private/Public. Ann Koedt : The Myth of the
Lesbianisme Virginal Orgasm (1970)
Materialisme Historis Marx
Friederich Engels : The
yang mengatakan bahwa Ketimpangan
Origin of The Family, Private
modus produksi kehidupan ekonomi. Kepemilikan
Property and the State (1845).
material mengkondisikan property. Keluarga
Margareth Benston : The
Feminisme proses umum kehidupan dan kehidupan
Political Economy of
Marxis/ sosial, politik dan intelektual. domestik di bawah
Women’s Liberation (1960).
Sosialis Bukan kesadaran yang kapitalisme.
Mararosa Dalla Costa &
menentukan eksistensi Kampanye
Selma James : The Power of
seseorang tetapi eksistensi pengupahan kerja
Women and the Subversion
sosial mereka yang domestik.
of Community (1972).
menentukan kesaaran mereka.

Sumber : Gadis Arivia, 2002

Gelombang feminis kedua pada tahun 1949 ditandai dengan munculnya publikasi dari Simone
de Beauvoir’s The Second Sex. Beauvior berargumentasi bahwa perebedaan gender bukan
berakar dari biologi, tetapi memang sengaja diciptakan untuk memperkuat penindasan terhadap
kaum perempuan. Pernyataan ini terefleksikan dari pernyataan klasiknya, ”(o)ne is not born, but
rather becomes a woman;…. It is civilization as a whole that produce this creature… which is
described as feminine.” Bagi feminis gelombang ke-2 kesetaran politik dan hukum tidak cukup
untuk mengakhiri penindasan terhadap kaum perempuan. Dalam sudut pandang mereka ,
penindasan sexist tidak hanya berakar pada hukum dan politk, tetapi penyebabnya emmbeded
pada setiap aspek dari kehidupan sosial manusia , termasuk ekonomi, politik dan sosial
arrangements, serta norma-norma, kebiasaan, interaksi sehari-hari dan hubungan relasi personal.
Mereka berpendapat bahwa feminisme harus mendapatkan kesetaraan ekonomi secara penuh
bagi perempuan, dan bukan hanya sebatas untuk bertahan secara ekonomi. Feminis gelombang
kedua juga mulai menggugat institusi pernikahan, motherhood, hubungan lawan jenis
(heteresexual relationships), seksualitas perempuan dan lain-lain. Mereka berjuang keras untuk
merubah secara radikal setiap aspek dari kehidupan pribadi dan politik.[20]
Teori-Teori Feminisme Gelombang Kedua

Tokoh
Dasar Pemikiran Isu-Isu Feminis Feminis &
Karyanya
Drama psikoseksual Oedipus dan
Penjelasan mendasar
kompleksitas kastrasi (Freud).
penindasan
Egosentrisme laki-laki yang
Feminisme perempuan terletak Karen
menganggap perempuan menderita
Psikoanalisa pada psyche Horney:
”penis envy” Reinterpretasi Oedipus
perempuan, cara
kompleks. Dual Parenting. Feminisme
perempuan berpikir.
Gender-etika perempuan.
Konsep ada dari Jean Simone de
Analisa ketertindasan perempuan
Feminisme Paul Satre :Etre-en- Beauvoir :
karena dianggap sebagai ”other” dalam
Eksistensialisme soi, Etre-pour-soi, The Second
cara beradanya di entre-pour-les-autres
Etre-Pour-les-autres Sex (1949)

Sumber : Gadis Arivia, 2002

Feminis gelombang ketiga dimulai pada tahun 1980 oleh feminis yang menginginkan
keragamaan perempuan (women’s diversity) atau keragaman secara umum., secara khusus dalam
teori feminis dan politik. Sebagai contoh perempuan kulit berwarna dipertahankan ketika dahulu
pengalaman, kepentingan dan perhatian mereka tidak terwakili oleh feminis gelompang kedua
yang didominasi oleh wanita kulit putih kelas menengah. Sebagai contoh ketertindasan
perempuan perempuan putih kelas menengah berbeda secara signifikan dengan penindasan yang
dialami oleh perempuan kulit hitam Amerika. Ketertindasan kaum perempuan heteresexual
berbeda dengan ketertindasan yang dialami oleh kaum lesbi, dan sebagainya.

Teori-Teori Feminis Gelombang Ketiga

Tokoh/Pemikiran dan
Dasar Pemikiran Isu-isu Feminis
Karya Feminis
”Otherness” dari perempuan
yang dilontarkan oleh Helene Cixious, ”L
Seperti aliran
Simone de Beauvoir, ’ecriture Feminine”. Luce
postmoderenisme
merupakan sesuatu yang Irigaray, “Speculum”-
menolak pemikiran
lebih dari kondisi refleksi perempuan. Julia
Feminisme phalogosentris (ide-ide
inferioritas dan Kristeva, “to be able to
Postmoderen yang dikuasai oleh
ketertindasan tetapi juga “play” between semiontic
logos absolut yakni
merupakan cara berada, cara and symbolic realm.”
”laki-laki” berreferensi
berpikir, berbicara, LindaNicholson, “Femini
pada phallus)
keterbukaan, pluralitas, sme Postmodern”.
diversitas dan perbedaan
Feminisme Sejalan dengan filsafat Pemindasan terhadap Audre Lorde :Age, Race,
Multikultural postmoderen tetapi perempuan tidak dapat Class and Sex : Women
Tokoh/Pemikiran dan
Dasar Pemikiran Isu-isu Feminis
Karya Feminis
lebih menekankan hanya dijelaskan lewat Redefining Difference
kajian kultural. patriarki tetapi ada (1995).
keterhubungan masalah Alice Walker : Coming
dengan ras, etnisitas, dsb, Apart (1991).
(interlocking system). Di Angela Y Davis : Women,
dalam Feminisme Global Race and Class (1981).
bukan saja ras dan etnisitas, Charlotte Bunch : Prospects
tetapi juga hasil For Global Feminism
kolonialisme dan dikotomi (1985).
”dunia pertama” dan ”dunia Susan Brownmiller :
ketiga” Against Our Will : Men,
Women and Rape (1976).
Susan Bordo : Feminism,
Postmodernism, and
Gender-Skepticsm (1990).
Maria Mies ; The Need for
a New Vision (1993).

Sumber : Gadis Arivia, 2002

FEMINISME DALAM TIMBANGAN

Isu kesetaran dan kebebasaan yang diperjuangkan kaum feminis merupakan konsep abstrak, bias
dan absurd karena sampai saat ini para feminis sendiri belum sepakat mengenai kesetaraan dan
kebebasan seperti apa yang diinginkan kaum perempuan. Terminlogi ”Feminis” sendiri memiliki
beragam definisi berdasarkan latar belakang sejarahnya.[21] Walaupun pada awal
kemunculanya feminisme tampak seperti gerakan reaktif terhadap penindasan gereja, tetapi
perkembangannya dikemudian hari memperlihatkan akar dari gerakan ini adalah paham
relativisme yang menganggap bahwa benar atau salah, baik atau buruk, senantiasa berubah-ubah
dan tidak bersifat mutlak, tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial.

Salah satu efek dari paham relativisme yang dianut oleh kaum feminis, adalah menyuburkan
praktik-praktik homoseksual di dalam masyarakat, karena apa yang dulu dianggap salah, kini
dengan dalih penghormatan terhadap HAM, telah berubah menjadi sebuah kebenaran. Di Barat,
pasangan lesbi kini dapat menikah secara legal dan diakui oleh negara secara sah. Para feminis
radikal berpendapat dominasi laki-laki berpusat dari seksualitas, karena dalam hubungan
heteroseksual, perempuan menjadi pihak yang tersubordinarsi Tetapi dengan menjadi lesbi,
perempuan memiliki kontrol yang sama dan tidak ada dominasi dalam hubungan seksual
diantara mereka . Hal itu tertuang dalam pernyataaan Charlotte Bunch (1978),

The Lesbian is most clearly the antithesis of patriarchy-an offense to its basic tenets. It is
woman-hating; we are woman-loving. It demans female obedience and docility; we seek
strenght, assertiveness, and dignity for women. It bases power and defines roles on one’s gender
and other physical attributes; we operate outside gender-defined roles and seek a new basis for
defining power and relationship.[22]

(Lesbian adalah antitesis paling jelas dari patriarki yang menyerang doktrin dasarnya. Patriarki
adalah pembenci perempuan, sedangkan kami pencinta perempuan. Patriarki menuntut
kepatuhan dan kepasivan perempuan, kami mencari kekuatan, keasertivan dan harga diri bagi
wanita. Patriarki didasarkan atas kekuatan dan pembagian peran sebuah jender dan atribut-atribut
fisik lainnya, kami bekerja diluar pembagian peran jender dan mencari fondasi baru untuk ….
kekuatan dan hubungan.)

Garnets berpendapat kaum lesbian pada umumnya mengalami perasaaan bebas dari ikatan
hambatan-hambatan peran jender. Pasangan lesbian memiliki kemampuan untuk menciptakan
pola hubungan baru dan dapat mengurangi kekuatan yang tidak berimbang yang kadang
ditemukan dihubungan tradisional heteroseksual.[23] Begitulah kira-kira pandangan para feminis
terhadap kaum lesbian. Ketika ajaran agama menentang dengan keras penyimpangan moral
semacam itu, para aktivis feminis justru menyuarakan dengan lantang pembelaan terhadap
praktik lesbian melalui tokoh-tokoh agama atas nama ’kebebasan“.

Gerakan feminis juga memunculkan masalah-masalah sosial baru yang membuat peradaban
Barat berada di ambang kehancuran. Isu kebebasan telah membuat perzinahan diakui sebagai
hak individu dan negara tidak boleh memberikan sangsi hukum bagi para pelakunya. Kaum
perempuan Barat banyak yang memilih untuk tidak menikah dan menganggap pernikahan
sebagai bentuk pengekangan terhadap kebebasan mereka. Penemuan alat kontrasepsi dan
dilegalkannya praktik aborsi telah menjadikan perempuan barat terjerumus dalam pergaulan
bebas tanpa takut resiko memiliki anak di luar pernikahan. Bagi perempuan yang masih memiliki
sedikit hati nurani kemudian memilih untuk menjadi single parents walau konsekuensinya anak-
anak itu terlahir dan tumbuh tanpa mengenal sosok ayahnya. Saat ini, eksploitasi terhadap kaum
perempuan dan anak-anak semakin merajalela, yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Gerakan feminis pada akhirnya telah menjauhkan perempuan dari kehangatan sebuah keluarga.
Kaum perempuan terlalu sibuk mengejar karir dan bersaing dengan laki-laki untuk membuktikan
eksistensi mereka. Banyak dari mereka kemudian mengalami alienasi, depresi dan masalah
psikologis lainnya, karena melawan naluri dan kodrat sebagai perempuan. Masyarakat Baratpun
akhirnya tersadar dari kekeliruannya dan gerakan feminis dituding sebagai biang kerok atas
kehancuran moral yang menimpa kaum perempuan sehingga gerakan ini berangsur-angsur surut
dan kini hanya tinggal wacana saja.

PENUTUP

Melihat latar belakang sejarah, konsep dan isu-isu feminisme, perempuan di dunia Islam
sebenarnya tak perlu silau oleh pemikiran-pemikiran kaum feminis. Isu hak dan kesetaraan yang
diagung-agungkan barat, muncul karena penolakan perempuan barat terhadap dokrin gereja
yang memarginalkan kaum perempuan selama berabad-abad. Doktrin gereja telah pengekangan
hak-hak perempuan untuk mengembangkan diri dan memiliki akses kepada pendidikan. Begitu
juga dengan hak-hak sipil perempuan yang terpinggirkan karena perempuan dipandang sebagai
masyarakat kelas dua. Tentunya hal-hal tersebut tidak ditemui dalam ajaran dan doktrin-doktrin
Islam. Agama Islam sejak abad ke-7 M telah menepatkan perempuan dalam posisi yang begitu
mulia, seperti pendapat beberapa wanita Barat yang memeluk agama Islam karena tertarik oleh
keadilan dan kemuliaannya. Annie Besants berkata tentang wanita Islam, ”Sesungguhnya kaum
wanita dalam naungan Islam jauh lebih merdeka dibandingkan dalam mazhab-mazhab lain.
Islam lebih melindungi hak-hak wanita daripada agama Masehi. Sementara kaum wanita Inggris
tidak memperoleh hak kepemilikan-kecuali sejak 20 tahun yang lalu-Islam telah memberikan
sejak saat pertama.” [24]

Isu ”kebebasan” telah membuat perempuan barat mengingkari kodrat mereka sebagai perempuan
Melihat problematika sosial yang melanda masyarakat Barat saat ini, terutama kaum
perempuannya, sungguh naif jika masih ada saja orang-orang yang menganggap bahwa
feminisme dapat memberikan solusi bagi permasalahan perempuan di dunia Islam. Kita
sepatutnya merasa iba kepada Barat karena tanpa sadar mereka telah menjadi korban ideologi
yang merusak tatanan sosial kemasyarakatan dan mencabut nilai-nilai religius dari peradaban
mereka.

[1] Suki Ali,et all (ed), Global Feminist Politics ; Identities in Changing World, Routledge, New
York, 2000, hal. 5.

[2] Endang W. Ramli, dalam Khofifah Indar Parawansa, Mengukur Paradigma, Menembus
Tradisi, Pustaka LP3ES, Jakarta, 2006, hal.xxvii

[3] Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen, Islam, Gema Insani Press, 2004,
hal 158-159

[4] McKay, John P, Bennet D. Hill and John Buckler, A History of Western Society, Second
Edition, Houghton Mifflin Company, Boston, 1983, hal. 437 s/d 541

[5] Maududi, Abul A’la, Al-Hijab, Gema Risalah Press, Cetakan Kedelapan, Bandung, 1995, hal.
23.

[6] Gadis Arivia, Pembongkaran Wacana Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif Feminis,
Disertasi, Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok, 2002, hal. 95.

[7] Maududi, hal. 23-24.

[8] Ibid, hal. 52.

[9] Gadis Arivia, hal. 20.

[10]Rowbotham, Sheila, Women in Movement: Feminism and social action, Rountledge, New
York, 1992, hal. 11.

[11] Ibid, hal 8.


[12] Ibid, hal 19.

[13] Ibid, hal. 27-29.

[14] Gadis Arivia, hal.114.

[15] Rowbotham, Sheila, hal. 9.

[16] Ibid, hal.12.

[17] Lips, Hilary M, A New Psychology of Women;Gender, Culture, and Ethnicity, Second
Edition, McGrawHill, New York, 2003, hal. 6-7.

[18] Rowbotham, Sheila, hal 8.

[19] Cudd, Ann E. and Robin O. Andreasen (ed), Feminist Theory; A Philosophical Anthology ,
Blackwell Publishing Ltd, Cornwall, 2005, hal. 7.

[20] Ibid, hal 8.

[21] Beasley, Chris, What is Feminisme ? An Introduction to Feminist Theory, Sage


Publications, NSW, 1999, hal. 27.

[22] Chrisler, Joan C, et all, (ed), Lectures on the Psychology of Women, Second Edition, Mc
Grawhill, Boston, 2000, hal. 174-175.

[23] Ibid, hal. 174.

[24] Ahmad Muhammad Jamal, Jejak Sukses 30 Wanita Beriman, Pustakan Progressif,
Surabaya, 1991, hal.1.

http://thisisgender.com/isu-gender-sejarah-dan-perkembangannya/

RELASI GENDER
Minggu, 15 Desember 2013
Pengertian dan sejarah feminisme

Dibuat Oleh : Martia Awalia

PA 5A
Pendahuluan

Perbedaan gender merupakan sebuah masalah yang telah cukup lama berkembang di dalam
masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat mengandung paham patriarkhi.1[1] Mengenai perbedaan
status dan kedudukan berdasarkan gender berawal dari dua teori besar yaitu teori nature dan nurture
yang menjelaskan bagaimana terbentuknya kodrat laki-laki perempuan dalam masyarakat. Dalam
pandangan teori nature dikemukakan bahwa adanya perbedaan laki-laki dan perempuan secara kodrati
disebabkan karena faktor genetis biologis. Adapun teori nurture beranggapan bahwa terjadinya
perbedaan laki-laki dan perempuan disebabkan oleh konstruksi sosial budaya.2[2]

Melihat fenomena ini lahirlah sekelompok orang yang menamakan diri kelompok feminis.
Mereka berjuang untuk memperoleh hak yang sama seperti yang dimiliki oleh laki-laki. Hak untuk
berkarir, menjadi pemimpin, dan lain-lain.

a. Pengertian dan sejarah feminisme


Secara etimologis kata feminisme berasal dari bahasa latin, yaitu femina yang dalam bahasa
inggris diterjemahkan menjadi feminine artinya memiliki sifat-sifat sebagai perempuan. Kemudian kata
itu ditambah “isme” menjadi feminisme, yang berarti hal ihwal tentang perempuan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), feminism di artikan sebagai gerakan wanita yang
menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.Dalam perkembangan selanjutnya,
kata tersebut digunakan untuk menunjukan suatu teori kesetaraan jenis kelamin (sexual equality).Secara
historis istilah itu muncul pertama kali pada tahun 1895, sejak itu pula feminisme dikenal secara luas.

Dalam pengertian yang lebih luas, feminisme sekurang-kurangnya mencakup tiga pengertian
pokok. Pertama, feminisme merupakan pengalaman hidup, sebab ia tidak terlepas dari sejarah
munculnya, yaitu dari masyarakat patriarkhi. Dari sejarah hidup inilah kemudian lahirlah kaum

1[1]Patriarkhi atau patriarkhat berarti sistem pengelompokkan sosial yang sangat mementingkan garis
keturunan bapak, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 837)

2[2]http://wawan-adam.blogspot.com/2009/08/tes.html , Diakses 04/08/2013 13:36 wib


perempuan yang mempunyai kesadaran feminis.Kedua, feminisme sebagai alat perjuangan politik bagi
kebebasan manusia.Berangkat dari kesadaran feminisme inilah, perempuan ingin melepaskan diri dari
penindasan dan ketidakadilan yang selama ini dialaminya.Perjuangannya itu diletakkan dalam bentuk
persamaan hukum (legal status) hak memilih dan kesetaraan dengan laki-laki.

Gerakan tersebut kemudian disebut dengan liberation movement, yakni suatu gerakan
pembebasan yang intinya menuntut persamaan dalam struktur sosial politik.Ketiga, feminisme sebagai
aktivitas intelektual. Artinya gerakan yang memberikan pemahaman tentang kehidupan sosial, di mana
perempuan itu tinggal, kekuatan yang dapat dilaksanakan untuk melakukan perubahan ke arah
perbaikan nasib perempuan dan untuk mengetahui apa yang harus diperjuangkan, bagaimana
mendefinisikan bentuk-bentuk penindasan atas perempuan dan lain sebagainya.

Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan Era Pencerahan di Eropa yang
dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet.

Setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa
posisi perempuan kurang beruntung dari pada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan,
baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk
mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan. Oleh karena itulah, kedudukan
perempuan tidaklah sama dengan laki-laki di hadapan hukum. Pada 1785 perkumpulan masyarakat
ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda.

Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun
1837. Pergerakan yang berpusat di Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak
publikasi John Stuart Mill, "Perempuan sebagai Subyek" ( The Subjection of Women) pada tahun (1869).
Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Gelombang Pertama.

Pada awalnya gerakan ditujukan untuk mengakhiri masa-masa pemasungan terhadap


kebebasan perempuan.Secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang
dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan
politik khususnya - terutama dalam masyarakat yang bersifat patriarki. Dalam masyarakat tradisional
yang berorientasi Agraris, kaum laki-laki cenderung ditempatkan di depan, di luar rumah, sementara
kaum perempuan di dalam rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era
Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang merambah ke Amerika
Serikat dan ke seluruh dunia.
Adanya fundamentalisme di lingkungan agama Kristen terjadi praktek-praktek dan kotbah-
kotbah yang menunjang hal ini ditilik dari banyaknya gereja menolak adanya pendeta perempuan, dan
beberapa jabatan "tua" hanya dapat dijabat oleh pria.

Pergerakan di Eropa untuk "menaikkan derajat kaum perempuan" disusul oleh Amerika Serikat
saat terjadi revolusi sosial dan politik.Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul
"Mempertahankan Hak-hak Wanita" (Vindication of the Right of Woman) yang berisi prinsip-prinsip
feminisme dasar yang digunakan dikemudian hari.

Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak


kaum prempuan mulai diperhatikan dengan adanya perbaikan dalam jam kerja dan gaji perempuan ,
diberi kesempatan ikut dalam pendidikan, serta hak pilih.

Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari
para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa
yang mereka sebut sebagai keterikatan (perempuan) universal (universal sisterhood).

Pada tahun 1960 munculnya negara-negara baru, menjadi awal bagi perempuan mendapatkan
hak pilih dan selanjutnya ikut ranah politik kenegaraan dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak
suara parlemen.Gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous
(seorang Yahudi kelahiran Aljazair yang kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang
Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekonstruksionis,
Derrida.Dalam the Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh
nilai-nilai maskulin.Banyak feminis-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan obyek
penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga seperti Afrika, Asia dan Amerika Selatan.

Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan
dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini
ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama
National Organization for Woman (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang
kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya
Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan
memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana
kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang
Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa
sistem sosial masyarakat modern dimana memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang
sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi
dan politik, merupakan bukti konkret yang diberikan kaum feminis.

Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan,
kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun 1967 dibentuklah
Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian
dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok "feminisme radikal"
dengan membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan "Women´s
Lib". Women´s Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-
laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan
penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss America Pegeant"
di Atlantic City yang mereka anggap sebagai "pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh
perempuan". Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana
di seluruh dunia.

Pada 1975, "Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan sejak Konferensi
Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil penelitian kaum feminis sosialis telah
membuka wawasan gender untuk dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus
pengutamaan jender atau gender mainstreaming melanda dunia.

Ketidak adilan gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alas an gender,
seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran
atas pengakuan hak asasinya, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun hak dasar dalam
bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Adapun sifat dan bentuk-bentuk diskriminasi
gender adalah sebagai berikut:

 Diskriminasi gender dapat bersifat


1. Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan langsung, baik disebabkan perilaku atau
sikap, norma atau nilai, maupun aturan yang berlaku

2. Tidak langsung, seperti peraturan sama, tapi pelaksanaanya menguntungkan jenis kelamin tertentu.
3. Sistemik, yaitu ketidakaadilan yang berakar dalam sejarah, norma atau struktur masyarakat yang
mewariskan keadaan yang bersifat membeda-bedakan.

 Bentuk-bentuk diskiminai gender adalah sebagai berikut


1. Marginalisasi (peminggiran). Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya, banyak
perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja
ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan
mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat,
bahkan oleh Negara yang bersumber keyakinan, tradisi atau kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun
asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).

2. Subordinasi yaitu anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain
sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.

3. Stereotip yaitu pandangan buruk terhadap perempuan. Misalnya perempuan yang pulang larut malam
adlah seorang pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya.

4. Violence (kekerasan), yaitu serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami
kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotif yang dijelaskan
sebelumnya. Perkosaan, pelecehan seksual atau perempokan contoh kekerasan paling banyak dialami
perempuan.

5. Beban kerja berlebihan, yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus.
Misalnya, seseorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melahirkan, menyusui, juga harus
menjaga rumah. Disamping itu, kadang perempuan juga ikut mencari nafkah (di rumah), dimana hal
tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan tanggung jawab perempuan. 3[3]

b. Teori-teori feminisme
 Feminisme liberal

Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan
yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan

3[3]http://situs.kesrepro.info/gendervaw/referensi.htm diakses pada hari selasa, 26 November 2013


kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.Setiap manusia
demikian menurut mereka punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula
pada perempuan.Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh
kesalahan perempuan itu sendiri.Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di
dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.

Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak
antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari
bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat
“maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan
dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang
memeng memiliki kendali atas negara tersebut.Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan
cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat
kebijakan.Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun
dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan”
setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan
perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.4[4]Tokoh
aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi.Kini perempuan
telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut
persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.

Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan
tertindas.Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak
produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat.Budaya masyarakat Amerika yang
materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan
feminisme.Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi
pada pria.

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah
makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga
dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender.Oleh karena
itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar perempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19

4[4] Fakih Maonsoer, 2002. Runtuhnya teori pembangunan dan globalisasi. Hlm. 155
banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20
organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik,
sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif
keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari
pengalaman feminis liberal.

 Feminisme radikal

Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi
"perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur
seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan
kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan
adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada.Dan gerakan ini adalah sesuai namanya
yang "radikal".

Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat
sistem patriarki.Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh
karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi,
seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-
publik. "The personal is political" menjadi gagasan baru yang mampu menjangkau permasalahan
perempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke
permukaan.Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis
radikal.Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat
ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU
PKDRT).

 Feminisme Marxis

Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya
sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels
dikembangkan menjadi landasan aliran ini status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan
pribadi (private property).Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan
sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi
menjadi bagian dari property.Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan
terbentuknya kelas dalam masyarakat borjuis dan proletar.Jika kapitalisme tumbang maka struktur
masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.

Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa
negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum
Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi
lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai
pekerja.5[5]

 Feminisme sosialis

Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan.Tak Ada
Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme".Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem
pemilikan.Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri
dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan
gender.

Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan
bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme
runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis
menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan
feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran
feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber
penindasan itu.Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung.Seperti
dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi
resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan
peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin.Agenda perjuagan untuk
memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki.Dalam konteks Indonesia, analisis
ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.

 Feminisme postkolonial

5[5] Fakih Maonsoer, 2002. Runtuhnya teori pembangunan dan globalisasi. Hlm. 158
Dasar pandangan ini berakar dari penolakan universalitas pengalaman perempuan.Pengalaman
perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar
belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena
selain mengalami penindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku,
ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya
menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas
masyarakat.

c. Pengertian dan sejarah Teologi Feminis

Istilah “Feminisme” berasal dari kata Latin :Femina yang artinya wanita. Gerakan feminisme
bermaksud mengkritik struktur patriarki yang berada dalam masyarakat dan berusaha untuk
mengadakan suatu struktur masyarakat yang lebih adil.

Dalam patriarki (pater :bapak, arkhe : asal mula yang menentukan) laki-laki berkuasa atas semua
anggota masyarakat yang lain dan mempertahankan kuasa itu sebagai milik yang sah. Dalam masyarakat
semacam ini, pandangan androsentris (andros : laki-laki, sentris : berhubung dengan inti) menentukan
budaya, yakni segala peristiwa dilihat dari sudut laki-laki.6[6]

Menurut istilahnya, teologi feminisme didefinisikan secara beragam oleh tokoh-tokoh yang
menggelutinya sehingga sangat sulit untuk menemukan definisi yang akurat terhadap gerakan ini.Hal ini
ditegaskan oleh Marcia Bunge yang menyatakan bahawa ada perbedaan suara antara feminis yang satu
dengan yang lain,7[7] yang terlihat melalui karya tulis mereka, baik buku-buku maupun artikel-artikel
yang belakangan ini semakin marak. Dengan bervariasinya tokoh, tulisan serta pandangan mereka maka
sulitlah untuk menentukan nuansa definisi feminisme yang jelas, karena tidak ada kanon tradisi feminis
yang normatif ataupun rumusan kredo yang jelas.8[8]

Namun, perbedaan antara tersebut bukan berarti tidak titik temu diantaranya.Secara umum,
teologi feminsme memberikan penekanan pada beberapa hal yang menjadi isu terkemuka didalamnya,

6[6] Marie C.B. Frommel, Hati Allah bagaikan hati seorang ibu, hlm 9

7[7]Marcia Bunge, Feminism in Different Voices: Resources for the Church,” Word & World
Theology for Christian Ministry, (Fall,1988), 321

8[8]Pamela Dickey Young, Feminist Theology/Christian Theology: In Search of


Method(Minneapolis: Fortress,1990), hal, 7
yaitu isu tentang usaha kaum feminis untuk mencari solusi terhadap paham tradisional yang patriarkhi
demi tercapainya keadilan dan kesetaraan dalam kehidupan antara laki-laki dan perempuan.9[9]

Kenyataan akan sedikitnya ruang gerak perempuan dalam ranah publik jika dibandingkan
dengan laki-laki, memunculkan pertanyaan “mengapa hal ini bisa terjadi dalam Islam?” “apakahIslam
yang diwahyukan kepada Muhammad Saw. mengajarkan dikriminasi?” “apakah Islam tidak memiliki
konsep tentang keadilan”? dan beberapa pertanyaan lain. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan
alasan yang seringkali dimunculkan dalam kalangan feminisme Islam.

Secara historis, diskriminasi terhadap perempuan muncul sebagai akibat adanya doktrin
ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan yang telah membudaya dalam sejarah kehidupan umat
manusia. Adanya anggapan-anggapan bahwa perempuan tidak cocok memegang kekuasaan karena
perempuan dianggap tidak memiliki kemampuan seperti laki-laki, laki-laki harus memiliki dan
mendominasi perempuan, menjadi pemimpinnya dan menentukan masa depannya, aktifitas perempuan
hanya terbatas di dapur, kasur dan sumur saja karena dianggap tidak mampu mengambil keputusan di
luar wilayah kekuasaannya merupakan perfoma penundukan perempuan di bawah struktur kekuasaan
laki-laki.10[10]

Pada akhir abad 20, sekitar tahun 1960an, teologi Feminis mulai bertumbuh dan berakar dari
North American Black Theology dan Latin American Liberation Theology. Ada kesamaan antara Teologi
Feminis dan Latin American Liberation Theology, menurut Stanley J. Grenz kesamaan di antara kedua
teologi ini adalah pada tema utamanya yaitu penindasan. Latin American Liberation Theology dimulai
dengan berlandaskan pada suatu pengalaman penindasan yang sangat mendalam sehingga 'penindasan'
ini menuntut mereka untuk mendapatkan pembebasan, sedang dalam gerakan Teologi Feminis landasan
mereka adalah situasi penganiayaan dan penindasan terhadap kaum wanita di mana penindasan
menjadi dasar arah teologi mereka. Mereka ingin dibebaskan dari penganiayaan dan penindasan (oleh
kaum laki-laki) yang sudah terjadi selama ratusan tahun lalu.11[11]Pengalaman penderitaan wanita

9[9]Ibid.10

10[10]Muhammad In’am Esha, Teologi Islam: Isu-Isu Kontemporer, (Malang: UIN-Malang Press, 2008),
hal. 48-49

11[11] Sandra M. Schneiders, "Does the Bible Has a Post Modern Message?", dalam Post
Modern Theology: Christian Faith in a Pluralist World, Frederic B. Burnham ed., (San Fransisco: Harper
and Row, 1989) Hal. 65.
Amerika Latin dan Amerika Utara mendorong kaum Feminis untuk mencari sebab kesalahan ini dan
meminta keadilan dalam hidup mereka.

Gerakan Feminisme lahir dari sebuah ide yang diantaranya berupaya melakukan pembongkaran
terhadap ideologi penindasan atas nama gender, pencarian akar ketertindasan perempuan, sampai
upaya penciptaan pembebasan perempuan secara sejati. Feminisme adalah basis teori dari gerakan
pembebasan perempuan.

Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa
pemasungan terhadap kebebasan perempuan.Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum
perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki
(maskulin) khususnya dalam masyarakat yang patriachal sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial,
pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior
ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi
Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah.
Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropah dan terjadinya
Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan ke seluruh
dunia.

Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung


melakukan penindasan terhadap kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun ada praktek-
praktek dan kotbah-kotbah yang menunjang situasi demikian, ini terlihat dalam fakta bahwa banyak
gereja menolak adanya pendeta perempuan bahkan tua-tua jemaat pun hanya dapat dijabat oleh pria.
Banyak kotbah-kotbah mimbar menempatkan perempuan sebagai mahluk yang harus tunduk kepada
suami dalam Efesus 5:22 dengan menafsirkannya secara harfiah dan tekstual seakan-akan mempertebal
perendahan terhadap kaum perempuan itu.

Efesus 5:22 ‘’Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan’’.Dari latar belakang
demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk ";menaikkan derajat kaum perempuan" tetapi
gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian
terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya
tulis berjudul ´Vindication of the Right of Woman´ yang isinya dapat dikata meletakkan dasar prinsip-
prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-40 sejalan terhadap pemberantasan praktek
perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki
dan mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini
hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.

Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era reformasi dengan
terbitnya buku "The Feminine Mystique"; yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963.Buku ini ternyata
berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama ´National
Organization for Woman´ (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang
kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya
´Equal Pay Right´ (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan
memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan ´Equal Right Act´ (1964) dimana
kaum perempuan mempuntyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang.

Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, soalnya sekalipun sudah ada perbaikan-
perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun 1967
dibentuklah ´Student for a Democratic Society´ (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor
kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok ´feminisme
radikal´ dengan membentuk ´Women´s Liberation Workshop´ yang lebih dikenal dengan singkatan
´Women´s Lib.´ Women´s Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan
kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang
dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya ´Miss America
Pegeant´ di Atlantic City yang mereka anggap sebagai ´pelecehan terhadap kaum wanita´ dan
´komersialisasi tubuh perempuan.´ Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat
sambutan di mana-mana di seluruh dunia.

d. Pengaruh Terhadap Kehidupan Perempuan


 Peran Wanita dalam Keluarga
Peran dan pekerjaan wanita di dalam masyarakat tidak dapat terlepas dari kodratnya sebagai
manusia yang berjenis kelamin khusus, yaitu jenis kelamin yang memungkinkan bahkan mengharuskan
ia terikat kuat pada fungsi sosial tertentu yaitu fungsi reproduksi. Fungsi ini memerlukan waktu yang
lama, mulai saat ovulasi dan pembuahan sampai anak itu dapat dilepas dari menyusuinya. Fungsi pria
dalam hal reproduksi adalah sangat terbatas, ia hanya mendeposito benih untuk membuahi sel telur dan
proses ini tidak memakan waktu lama.
Karena perbedaan fungsi dalam hal reproduksi ini, maka terjadi perbedaan juga dalam
pembagian pekerjaan di bidang sosial ekonomi. Terjadi spesialisasi dan pembagian kerja dalam
masyarakat yang relatif ketat antara pria dan wanita, yaitu bahwa fungsi reproduksi yang sangat
menyita waktu itu diserahkan sepenuhnya kepada wanita dan menjadi kewajibannya. Fungsi lain yang
non reproduksi seperti mencari nafkah, menjaga keamanan, menjadi kewajiban pria.

Pembagian fungsi ini telah berlangsung sejak adanya manusia di dunia, selama kehidupan pra
industrial.Wanita untuk pekerjaan domestik dan pria untuk pekerjaan publik.Dikotomi domestik-publik
kemudian mulai kabur sejak manusia memasuki era industrialisasi.Dengan perubahan peran wanita,
maka timbulah masalah baru yang berhubungan dengan perubahan nilai-nilai.

Setelah keluarga inti timbulah emansipasi wanita. Semula sebagai usaha kaum wanita untuk
menyesuaikan diri terhadap keadaan dunia yang berubah, akhirnya emansipasi menjadi ideologi, yaitu
untuk membebaskan diri dari apa yang dianggap exploitasi kaum pria terhadap wanita dalam bidang
ekonomi, sex, dan budaya.

Seiring dengan emansipasi dalam perkembangan pekerjaan dan karir wanita, dapat dilihat
bahwa tingkat kesuburan menurun dengan akibat bahwa pekerjaan domestik berkurang.Dengan
demikian, wanita dapat lebih banyak peluang lagi untuk terjun dalam bidang publik menjadi wanita
bekerja maupun wanita karir.

 Wanita karier
Wanita karir adalah wanita yang bekerja dengan tanggung jawab yang besar dan biasanya dalam
kedudukan yang memungkinkan kenaikan ke jenjang pangkat atau jabatan yang lebih tinggi serta
bekerja juga di luar jam-jam kerja biasa (Maramis, 1993).

Wanita yang bekerja sebagai buruh pabrik, pelayan toko, sekretaris, dan yang melakukan
pekerjaan ketrampilan tangan yang lain bukanlah wanita karir. Tanggung jawabnya tidak besar dan
kenaikan jenjang kedudukan sangat terbatas.

Semua wanita ini adalah wanita bekerja (working woman), tetapi hanya sebagian adalah wanita
karir. Namun apapun pekerjaan wanita itu, bila ia sudah menikah , bila ia bekerja bukan semata-mata
untuk mengurus rumah tangga, maka akan ada dampak terhadap keluarganya, positif atau negatif,
tergantung dari banyak hal.
Di masa lampau, wanita terikat dengan nilai-nilai tradisional yang mengakar di masyarakat.Jika
ada wanita berkarir untuk mengembangkan keahliannya di luar rumah, mereka dianggap telah
melanggar tradisi sehingga dikucilkan dari pergaulan masyarakat dan lingkungannya.Mereka kurang
mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri di tengah-tengah masyarakat.

Sejalan dengan perkembangan zaman, kaum wanita dewasa ini cenderung berperan ganda,
karena mereka telah mendapat kesempatan yang luas untuk mengembangkan diri.Profesi sebagai ibu
rumah tangga sudah bukan lagi satu-satunya pilihan yang harus diambil oleh seorang wanita.Sudah tidak
zamannya lagi jika seorang wanita hanya berkutat dengan urusan dapur, anak, suami, dan pekerjaan
rumah tangga lainnya.Sudah menjadi hal yang biasa jika seorang wanita memiliki karir yang cemerlang.

Bagi wanita yang belum menikah, pergeseran paradigma ini mungkin tidak begitu memberikan
pengaruh. Sebaliknya, pergeseran paradigma ini jelas akan mempengaruhi wanita yang sudah berumah
tangga. Dalam kesehariannya, ia dituntut untuk menjalankan peran sebagai seorang istri, ibu, dan
sekaligus wanita karir. Dengan demikian, seorang wanita dituntut untuk bisa menjalankan semua peran
dan tanggung jawabnya dengan baik. Apakah mungkin seorang wanita berkarir sekaligus menjadi istri
dan ibu rumah tangga yang baik ?Memang terdapat banyak hambatan, tetapi kiranya jalan keluar selalu
ada, tergantung pada wanita itu sendiri.

 Masalah-masalah Wanita Karir


Diantara begitu banyak pengaruh dan masalah yang mungkin timbul bagi wanita bekerja
ataupun wanita karir, dua hal yang sangat kuat pengaruhnya adalah yang berhubungan dengan
pekerjaan itu sendiri dan yang berhubungan dengan keluarga.

a. Pekerjaan

Terdapat lebih banyak pria daripada wanita yang lebih kuat berorientasi pada prestasi, promosi
jabatan, dan kenaikan gaji.Sebaliknya lebih banyak wanita dari pada pria yang lebih kuat berorientasi
pada keluarga serta teman-teman, dan mendahulukan relasi sosial dari pada tanggung jawab peekrjaan
(Tavris, 1977).Tetapi ternyata bahwa bila wanita kedudukannya tinggi dalam pekerjaan tidaklah berbeda
dengan pria dalam hal ambisi untuk prestasi dan promosi.

Sering diperlukan lebih banyak pekerja dan khusus karyawan wanita, tetapi biasanya mereka
hanya menggantikan karyawan pria yang mendapatkan kesempatan untuk lebih maju.Sering juga wanita
adalah yang paling akhir diterima dan paling pertama diberhentikan. Tidak jarang wanita diberi jenis
pekerjaan yang membosankan sehingga ia kelihatan lebih berorientasi pada bicara dari pada kerja.

Pekerjaan mempengaruhi manusia lebih banyak daripada manusia mempengaruhi


pekerjaan.Harga diri ditingkatkan oleh pekerjaan yang kompleks.Secara rata-rata wanita kurang
kesempatan naik pangkat dibandingkan pria karena ditempatkan pada pekerjaan yang kurang kompleks.

Masalah lain bagi wanita karir adalah bahwa masih banyak orang, baik pria maupun wanita,
yang tidak begitu senang bekerja di bawah seorang bos wanita. Padahal gaya kepemimpinan kurang
tergantung pada jenis kelamin atau sifat kepribadian, tetapi lebih banyak ditentukan oleh kekuasaan dan
wewenang yang nyata.

b. Keluarga

Makin banyak wanita yang melakukan pekerjaan publik, tetapi hanya sedikit pria yang
membantu pekerjaan domestik, karena pekerjaan domestik dianggap tidak jantan dan merupakan
kewajiban wanita.

Perkawinan mempunyai efek negatif paling banyak adalah pada wanita yang hanya mempunyai
satu cita-cita identitas saja yaitu untuk menjadi istri dan ibu. Bila hal ini tidak tercapai atau bila
perkawinanya tidak memuaskan, maka ia akan sangat kecewa dan menderita seakan-akan hidup ini
tidak berguna lagi.

Masalah lain dalam keluarga adalah siapa yang berkuasa atau mengambil keputusan terakhir
?Rupanya siapa yang memasukkan uang paling banyak, dialah yang paling menentukan. Tetapi yang
paling tidak terlibat dalam perkawinan, diapun dapat lebih berkuasa karena setiap waktu ia dapat
mengancam untuk meningggalkan pasangannya.Ternyata lebih banyak wanita yang merasa kurang
dicintai suami mereka daripada suami yang kurang dicintai istri mereka.

Konflik antara perkawinan dan pekerjaan lebih besar pada wanita daripada pria.Wanita karir
harus dapat menampung tuntutan pekerjaan ke dalam kebutuhan keluarganya.Wanita karir mempunyai
dua jenis pekerjaan, publik dan domestik, suami bekerja hanya mempunyai satu pekerjaan.

 Dampak Buruk Feminisme


Bekerjanya seorang istri di luar rumah menimbulkan efek buruk bagi stabilitas keharmonisan
keluarga.Baik antara dirinya dengan suami maupun antara dirinya dengan anak-anak. Meskipun dengan
bekerjanya seorang istri membuat beban suami menjadi lebih ringan, namun di sisi lain justru akan
membuat suami kehilangan harga dirinya dan karena itu keharmonisan pun menjadi memudar. Dalam
hal ini, agaknya betul apa yang disampaikan Muhammad bin Luthfi al-Shobbag, bahwasanya hubungan
suami-istri bukanlah didasarkan atas materi saja.12[12]

Dengan bekerjanya seorang wanita, perhatiannya kepada anak-anaknya pun akan berkurang.
Apabila hal itu terjadi, anak-anak akan merasa bahwa diri mereka tidak lebih penting dari pekerjaan
ibunya dan kerenanya ia pun melakukan sejumlah kenakalan—yang bagi mereka—sebenarnya hanya
bertujuan untuk memancing perhatian dan kasih sayang ibunya.Apabila sang ibu tetap tak peduli dan
mau memerhatikan anaknya secara lebih—dalam arti tetap dengan kesibukan kerja—maka sang anak
akan frustasi dan kenakalan yang dilakukan sang anak akan diupayakan terjadi sesering mungkin.13[13]

Psikolog terkenal John Bowlby, meyakini bahwa ikatan antara ibu dan anak yang tidak
memberikan rasa aman, tidak adanya cinta dan kasih sayang dalam pengasuhan anak, atau kehilangan
salah satu orangtua di masa kanak-kanak, akan menciptakan set kognitif yang negatif.14[14] Kondisi
kognitif yang seperti ini ketika bertemu dengan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan
kehilangan (kasih sayang, teman, guru, dsb), maka kehilangan tersebut akan menjadi pemicu yang
dengan segera menimbulkan depresi.15[15] Bila sudah begini, maka waspadalah, karena pengalaman
membuktikan seringkali remaja yang mengalami depresi akan mencoba bunuh diri.16[16]

D. Tokoh-Tokoh Teologi Feminisme

 RA. Kartini

12[12] Muhammad bin Luthfi al-Shobbag, dkk.,Pesan untuk Muslimah. Cet. VII. Penerjemah
Muhammad Sofwan Jauhari (Jakarta: Gema Insani Press, 1416 H/1996 M), h. 37.

13[13] Arthur T. Jersild, dosen Columbia University menulis, “Perbuatan nakal yang dilakukan
berkali-kali merupakan perilaku agresif yang bersumber dari rasa frustasi (Delinquent acts frequently are
aggressive acts springing from frustation).” Lihat, Arthur T. Jersild, The Psychology of Adolescence, 2nd
ed. Cet. V (New York: The MacMillan Company, 1965), h. 315.

14[14] John W. Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja. Penerjemah Shinto B. Adelar dan
Sherly Saragih (Jakarta: Erlangga, 2003),h. 529.

15[15]Ibid, h. 530.

16[16]Ibid, h. 532.
Judul bukunya "Door Duisternis tot Licht" - "Habis Gelap Terbitlah Terang", itulah judul buku dari
kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-
sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang
Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
 Mary Daly

Mary Daly adalah seorang penganut Katolik Roma.Bukunya, “the Church and Second Sex”
merupakan sumbangan awal yang penting bagi teologi feminisme.Ia kemudian keluar dari iman Kristen.
Ia skeptis terhadap mereka yang berpendapat bahwa Alkitab dapat dibebaskan dari tradisi patriarkhal.

 Rosemary Radford Ruether

Salah satu tulisannya yang terkenal adalah “Pembebasan Kristologi dari Patriarkhat”. Dalam
tulisan atersebut, ia mempertahankan bahwa pelayanan Yesus adalah mewartakan kabar baik kepada
orang-orang yang direndahkan, termasuk perempuan. Akibatnya, ia sangat setuju dengan praktek
selibat.

 Elizabeth Schussler Fiorenza

Judul bukunya “In Memoriam of Her” yang menggemakan Markus 14:9 – merupakan karya yang
berpengaruh. Ia menekankan perlunya melihat peranan yang dimainkan para perempuan pada awal
sejarah Kristen, suatu peranan yang penting yang sering diabaikan oleh penafsir Alkitabiah laki-laki. Ini
merupakan proses penemuan kembali bahwa Injil Kristen tidak dapat diwartakan jika murid-murid
perempuan dan apa yang telah mereka lakukan tidak dikenang.17[17]

17[17] Tony Lane, Runtut Pijar, hlm 251


Daftar Pustaka

 Frommel, Marie C.B., Hati Allah bagaikan hati seorang ibu

 Bunge, Marcia Bunge, Feminism in Different Voices: Resources for the Church,” Word & World Theology
for Christian Ministry, (Fall,1988)

 Young, Pamela Dickey Young, Feminist Theology/Christian Theology: In Search of Method(Minneapolis:


Fortress,1990),

 Esha, Muhammad In’am Esha, Teologi Islam: Isu-Isu Kontemporer, (Malang: UIN-Malang Press, 2008)

 Schneiders, Sandra M."Does the Bible Has a Post Modern Message?", dalam Post Modern Theology:
Christian Faith in a Pluralist World, Frederic B. Burnham ed., (San Fransisco: Harper and Row, 1989)
 Al-Shobbag, Muhammad bin Luthfi, dkk.,Pesan untuk Muslimah. Cet. VII. Penerjemah Muhammad
Sofwan Jauhari (Jakarta: Gema Insani Press, 1416 H/1996 M),

 Jersild, Arthur T., dosen Columbia University menulis, “Perbuatan nakal yang dilakukan berkali-kali
merupakan perilaku agresif yang bersumber dari rasa frustasi (Delinquent acts frequently are aggressive
acts springing from frustation).” Lihat, Arthur T. Jersild, The Psychology of Adolescence, 2nd ed. Cet. V
(New York: The MacMillan Company, 1965)

 Santrock, John W., Adolescence: Perkembangan Remaja. Penerjemah Shinto B. Adelar dan Sherly
Saragih (Jakarta: Erlangga, 2003).

Diposkan oleh erik marawis di 18.16

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

 ▼ 2013 (17)
o ▼ Desember (17)
 Tugas Responding Paper Ermawan Topik 12
 Tugas Responding Paper Erik Ermawan Topik 14
 Tugas Responding Paper Erik Ermawan Topik 13
 Tugas Responding Paper Erik ermawan Topik 8
 Tugas Responding Paper Erik Ermawan Topik 10
 Tugas Responding Paper Erik Ermawan Topik 11
 Tugas Responding Paper Erik ermawan Topik 4
 Tugas Responding Paper Erik Ermawan Topik 3
 Tugas Responding Paper Erik ermawan Topik 2
 Tugas Responding Paper Erik Ermawan Topik 1
 Responding papr Erik ermawan Topik 5
 responding Paper erik Ermawan topik 6
 Pengertian dan sejarah feminisme
 Makalah Relasi Gender Dalam Islam
 Makalah Relasi Gender Dalam Agama Yahudi
 Tugas Responding Paper Erik ermawan
 Makalah Islam dan kesetaraan gender

Mengenai Saya
erik marawis

Lihat profil lengkapku

Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai