MAKALAH
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Kelas E / Kelompok 8
Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada.
Ketua
Anas Alquranunnazili
NIM 162310101270
2
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Keperawatan Anak dengan judul “Laporan Pendahuluan, Asuhan
Keperawatan Dan Analisis Jurnal Pada Kasus HIV/AIDS” ini dengan baik.
Semoga dengan terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan bermanfaat pula untuk Keperawatan Anak kedepannya.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
PRAKATA ......................................................................................................... ii
2.3 Etiologi................................................................................................ 4
4
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS ............................ 21
3.1 Pengkajian.......................................................................................... 21
5
BAB 1. PENDAHULUAN
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat dan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan
diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor
penyebab terjadinya RDS.
6
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan dibidang
kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator
dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil daru uji coba klinik
penggunaan surfaktan buatan (Willkinson, 1985), surfaktan dari cairan emnion
manusia (Merrit, 1986), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring, 1985)
dapat dipertanggung jawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan
sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terpai penyakit pernapasan pada bayi
yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.
Rumusan masalah adalah rumusan yang disusun untuk memahami apa dan
bagaimana RDS/Sindrom gawat napas. Adapun rumusan masalah dari makalah ini
adalah:
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
7
tentang RDS, sehingga dengan demikian kita semua berusaha untuk
menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa menyebabkan penyakit RDS.
8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
9
Gambar rongga toraks
Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang membatasi/ rib cage
(sebagai “dinding”) dan diafragma (sebagai “lantai”) (Gambar 2.1).
Mediastinummembagi dua rongga pleura. Tiap paru terletak di dalam satu rongga
pleura, yangdilapisi dengan membran serosa disebut pleura. Pleura parietal
menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas hingga diafragma danme
diastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan luar paru dan meluas hinggafisura
antara lobus. Membran pleura mensekresi cairan pleura dalam jumlahsedikit, yang
menciptakan kelembaban dan mantel licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru
terbagi atas beberapa lobus yang terpisah dengan jelas. Paru kananterdiri dari tiga
lobus: lobus superior, media dan inferior. Paru kiri hanyamemiliki dua lobus: lobus
superior, dan inferior. Dasar setiap paru terletak di atas permukaan diafragma.
Perkembangan paru normal dapat dibagi dalam beberapa tahap (Tabel
1).Selama tahap awal embryonik paru2 berkembang diluar dinding ventral
dari primitive foregut endoderm. Sel epithel dari foregut endoderm bergerak di
sekitarmesoderm yang merupakan struktur teratas dari saluran napas.
10
2.1.1 Fase perkembangan paru
Fase pseudoglandular terjadi pada minggu ke-5 hingga ke-17. Pada fase ini
terjadi pertumbuhan saluran di paru-paru hingga ke cabang bronkial dan
penebalan saluran napas.
Fase canalicular terjadi pada minggu ke-16 hingga ke-25. Pada fase ini
terjadi pertumbuhan saluran napas yang semakin dalam. Terbentuk cabang
bronkiolus, mulai terbentuknya pembuluh darah pada ujung- ujung sel
untuk menyiapkan pertukaran antara udara dengan pembuluh darah dan
awal mulanya terbentuknya sel epitel alveolar.
Fase alveolar pada minggu ke-36 hingga usia anak sekitar 8 tahun. Terjadi
perkembangan ukuran alveolar, sehingga kapasitas paru semakin
meningkat. Paru menjadi semakin efektif untuk melakukan pertukaran
udara dengan pembuluh darah.
11
Neonatal Respiratory DistressSyndrome (RDS). Tes tersebut
diklasifikasikan sebagai tes biokimia dan biofisika.
a. Tes Biokimia
(Lesithin - Sfingomyelin rasio)Paru-paru janin berhubungan dengan cairan
amnion, maka jumlahfosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai
produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara
menghitung rasio lesitin dibandingkansfingomielin dari cairan amnion.
b. Test Biofisika
Test ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang
membuatdan menjaga agar gelembung tetap stabil . Dengan mengocok cairan
amnion yangdicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung
oleh unsuryang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam
lemak bebas. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion
dalam saline dengan 1ml ethanol 95% dan dikocok dengan keras. Bila
didapatkan ring yang utuhdengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan
amnion:ethanol) merupakan indikasimaturitas paru janin. Pada kehamilan
normal, mempunyai nilai prediksi positipyang tepat dengan resiko yang kecil
untuk terjadinya neonatal RDS.
c.TDX- Maturasi paru janin (FLM II)Yaitu tes lainnya yang berdasarkan
prinsip teknologi polarisasi fluoresendengan menggunakan viscosimeter, yang
mengukur mikroviskositas dari agregasilipid dalam cairan amnion yaitu
mengukur rasio surfaktan-albumin. Tes inimemanfaatkan ikatan kompetitif
fluoresen pada albumin dan surfaktan dalamcairan amnion. Bila lompatan
fluoresen kearah albumin maka jaring polarisasinilainya tinggi, tetapi bila
mengarah ke surfaktan maka nilainya rendah. Dalamcairan amnion, polarisasi
fluoresen mengukur analisa pantulan secara otomatisrasio antara surfaktan dan
albumin, yang mana hasilnya berhubungan denganmaturasi paru janin. Menurut
referensi yang digunakan oleh Brigham and Women‟s Hospital, dikatakan
immatur bila rasio < 40 mg/dl; intermediet 40-59mg/dl; dan matur bila lebih
atau sama dengan 50 mg/dl. Bila terkontaminasidengan darah atau mekonium
12
dapat menggangu interpretasi hasil test. Masalah pernafasan merupakan salah
satu penyebab kematian pada bayiyang sering dihubungkan dengan kondisi
respiratory distress syndrome (RDS)/asfiksia neonatroum. Kondisi ini
merupakan penyebab terbanyak dariangka kesakitan dan kematian pada bayi
prematur.
Bayi yang mengalami masalah pernapasan membutuhkan pemantauan
oksigen yang akurat. Salah satu pemantauannya adalah dengan memonitor
saturasi oksigen bayi. Pulse oksimetry merupakan salah satu alat pemantauan
yang paling bermanfaat yang tersedia saat ini dan menjadi metode pemilihan
untuk emantauan oksigen darah arteri.
2.1.3 Peralihan Pernafasan Paru
Keberhasilan tercapainya fungsi paru yang adekuat pada saat
lahir bergantung pada anatomi yang tidak obstruktif dan umur kehamilan sertamat
uritas. Cairan yang mengisi paru janin harus dikeluarkan, kapasitas
residufungsional pengisian udara ( functional residual capacity (FCR) tercapai
dandipertahankan dan hubungan ventilasi perfusi yang berkembang
akanmemberikan kemungkinan pertukaran oksigen dan karbondioksida secara
optimalantara alveoli dan karbondioksida secara optimal antara alveoli dan darah.
2.1.4 Pernafasan Pertama
Selama persalinan melalui vagina, kompresi intermiten
toraksmempermudah pengeluaran cairan dari paru-paru. Surfaktan dalam
cairanmemperbesar pengisian udara (aerasi) pada paru yang bebas gas
denganmengurangi tegangan permukaan sehingga dapat menurunkan tekanan
yangdiperlukan untuk membuka alveolus. Meskipun demikian, tekanan
yangdiperlukan untuk mengembangkan paru yang tidak mengandung udara
lebihtinggi daripada tekanan yang diperlukan pada setiap masa kehidupan yang
lain.;tekanan ini berkisar antara 10-50 cmH2o selama interval 0,5 sampai 1,0
detikdisbanding dengan 4 cm untuk pernafasan bayi cukup bulan dan orang
dewasa.Kebanyakan bayi memerlukan kisaran tekanan permukaan yang lebih
rendah. Tekanan yang lebih tinggi diperlukan untuk memulai pernafasan
dalammengatasi gaya perlawanan tegangan permukaan (terutama pada jalan
13
nafaskecil) serta viskositas cairan yang tetap berada dalam jalan nafas,
gunamemasukkan sekitar 30 mL udara ke paru dimana 20-30 mL dari volume
tersebutmenetap sesudah pernafasan pertama dan menjadi FRC. Sebagian besar
cairandalam paru diambil oleh sirkulasi paru yang bertambah beberapa kali lipat
padasaat lahir karena semua curah ventrikel kanan menyebar ke bantalan
vaskular paru. Sisa cairan dikeluarkan melalui saluran limfe paru, dihembuskan
oleh bayi, ditelan atau diaspirasi dari orofaring; pengeluaran cairan paru ini dapat
terganggu pada keadaan paska seksio sesarea, cedera sel endotel atau sedasi
neonatus.
Ada banyak ransangan untuk menimbulkan pernafasan pertama
dankepentingan relatifnya belum pasti. Ransangan ini meliputi penurunan PO2
dan pH serta peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta,r
edistribusi curah jantung setelah tali pusat diklem, penurunan suhu tubuh,
dan berbagai ransangan taktil. Dibandingkan bayi cukup bulan, bayio BBLR yang
mempunyai dinding dada amat lemah mungkin tidak beruntung
dalammenyelesaikan pernafasan pertamanya. FRC terendah terdapat pada bayi
imaturyang dapat menyebabkan sindrom kegawatan pernafasan.
14
at merah atauransangan fisik eksterna juga dapat mengurangi jumlah episode
apnea.Pernafasan periodic tidak memberikan arti prognostic, hal ini merupakan
suatu karakteristik normal pada pernafasan neonatus.
2.2 Definisi
2.3 Epidemiologi
2.4 Etiologi
15
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru'elainan dalam paru yang menunjukan
sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
2.5 Patofisiologi
16
Penurunan surfaktan menyebabkan peningkatan usaha napas untuk ekspansi
paru pada setiap napas dan meningkatkan kemungkinan kolaps alveolar pada akhir
ekspirasi.Pasien RDS akan mengalami atelektasis generalisata, ketidaksesuaian
antara ventilasi-perfusi, yang berakhir menjadi hipoksemia dan asidosis
respiratorik. Saat bernapas, stres pada alveoli dan bronkiolus
terminalis terjadi akibat usaha repetitif untuk membuka kembali alveoli yang kolaps
dan distensi berlebih pada alveoli yang terbuka. Tekanan ini dapat merusak struktur
paru, sehingga terjadi kebocoran debris proteinaseosa ke jalan napas. Debris ini
dapat semakin mengganggu fungsi surfaktan, sehingga dapat menyebabkan gagal
napas
2. Retraksi, cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di
bawah sternum (sub sternal) selama inspirasi.
17
8. Bila takipneu, retrikasi, cuping hidung dan grunting menetap pada
beberapa jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas
atau distress respirasi yang harus dilakukan tindakan segera.
2.7 Penatalaksanaan
Saat ini continuous positive airway pressure (CPAP) sebagai upaya primer
dalam bantuan respirasi sudah banyak digunakan untuk menghindari intubasi pada
ruang bersalin. Pada bayi dengan usia gestasi <29 minggu, pemberian CPAP dini
dapat mengurangi kebutuhan ventilator dan menurunkan mortalitas atau insidens
BPD (bronchopulmonary dysplasia).20,21 Namun, banyak di antara bayi tersebut
pada akhirnya memerlukan intubasi dan pemberian surfaktan.20-22 Dari
penemuan-penemuan ini dapat disimpulkan bahwa pemberian CPAP dapat gagal
pada bayi dengan defisiensi surfaktan yang signifikan dan prognosis bayi prematur
yang mendapat CPAP dapat meningkat bila bayi yang menunjukkan tanda.
18
usia 36 minggu serupa pada kedua kelompok. Disimpulkan bahwa lucinactant
memiliki efikasi klinis serupa dengan preparat surfaktan natural.
Teknik lain yang saat ini sedang dikembangkan adalah minimally invasive
surfactant administration (MIST) dengan cara memasukkan kateter ke dalam trakea
bayi yang mendapat CPAP. Kanmaz, et al, membandingkan teknik Take-Care
procedure (memasukkan kateter lunak 3 cm dengan laringoskop Millar 00 ke dalam
trakea) dengan teknik INSURE; disimpulkan bahwa dengan teknik tersebut
memiliki keunggulan antara lain durasi penggunaan ventilasi mekanik lebih pendek
dan kejadian BPD lebih rendah secara signifikan. Hal ini karena ventilasi manual
19
sebelum intubasi dapat menyebabkan cedera paru dan menumpulkan efek
surfaktan. Dengan teknik tersebut, bayi dapat mempertahankan pola pernapasan
yang sama.34 Premedikasi sedasi sebelum intubasi juga menyebabkan depresi
napas dan mengganggu distribusi surfaktan.
Pada pemeriksaan darah juga akan ditemukan pula tanda asidosis metabolik
lain seperti merendahnya bikarbonat, adanya defisit basa dan penurunan pH.
Gambaran pH darah bisa digunakan untuk menentukan prognosis bayi. Bila pH
darah menetap di bawah 7,2 untuk beberapa jam menandakan adanya proses
asidosis yang berat dan biasanya prognosis penyakit buruk. PaO2 akan menurun
sampai kurang dari 50 mmHg, dengan FiO2 dari 50 mmHg, PCO2 lebih dari 60
20
mmHg.2,4,10 Tata laksana kelainan kardiovaskular pada SGNN dengan pemberian
obat-obatan yang dipergunakan untuk memperbaiki faal miokardium yaitu agonis
beta dan digoksin.2 Pemberian dobutamin pada bayi dengan PMH ringan akan
memperbaiki faal diastolik ventrikel kiri dan kanan, faal sistolik ventrikel kiri.
Dobutamin diberikan dengan dosis 10 ug/kg/menit selama 30 menit.2 Suatu
penelitian pada 421 bayi dengan DAP yang bermakna secara hemodinamik,
mendapatkan 79% terjadi penutupan duktus yang permanen dengan pemberian
indometasin. Penutupan ini lebih umum terjadi pada bayi dengan berat lahir 1000
gram dan usia kehamilan >29 minggu.4 Penutupan DAP yang dilakukan dengan
implantasi ductus occluder memberi hasil memuaskan, tetapi prosedur ini masih
terbatas dilakukan pada pasien yang sudah agak besar, mengingat makin muda usia
makin tinggi kesulitan tekniknya, di samping alat yang tersedia masih sangat
terbatas.3,18,29-33 DAP besar bila tidak diobati bisa berkembang menjadi
endokarditis infektif, hipertensi pulmonal.
2.9 Pathway
21
BAB 3. KONSEP AKEP
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur,
retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat,
hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada
awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan
anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan
penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa
tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang
sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP
yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.
Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan
terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
2) Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila terkena.
b) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
22
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH
>7,45) pada tahap dini.
c) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006)
yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan
intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang
tanpa disadari (IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.
Intervensi Keperawatan
23
jumlah pola nafas sedikit ekstensi d. memastikan bahwa jalan napas
cairan efektif. dan hidung bersih.
surfaktan Kriteria menghadap e. menilai fungsi pemberian
24
pemberian
surfaktan.
a. Catat a. Penggunaan otot-otot
Be 2. bersihan Tujuan: Pasi
perubahan dalam interkostal/abdominal/leher
jalan nafas en dapat
bernafas dan dapat meningkatkan usaha dalam
tidak mempertahan
efektif kan jalan pola nafasnya. bernafas.
25
.
Tidak Tujuan: Polaa) a. Analisa
a) a. Mempertahankan gas darah
efektif nafas efektif Monitor serial optimal dan mengetahui
pola napas Kriteria gas darah sesuai perjalanan penyakit.
b.d Hasil: Memp program. b)
ketidaksa ertahankan b. Gunakan alat b.Memudahkan memelihara
maan pola bantu nafas jalan nafas atas.
nafas bayi pematasan sesuai intruksi.c) Pantau ventilator setiap jam
dan efektif. c.Pantau c. Mencegah turunnya
ventilator, a) Irama ventilator setiap konsentrasi mekanik dan
dan posisi nafas, jam kemungkinan terjadinya
bantuan kedalaman d. Berikan komplikasi.
bentilator nafas normal. lingkungan d)
26
dapat urin output,
dipertahankan penggunaan
pemanas dan
jumlah
fendings.
27
f) Pola
eliminasi
normal
28
DAFTAR PUSTAKA
Nugraha, Satya Adi. 2014. Low Birth Weight Infant With Respiratory Distress
Syndrome. J Agromed Unila:1(2):190-194
29