Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH INFEKSI SALURAN PERNAFASAN

AKUT

(ISPA)

Disusun Oleh :

Anita Indahniati

160210004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN BANTEN

2018
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya serta dorongan dari
semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan seksama.
Makalah mengenai “INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)” ini disusun dengan
sistematis untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Komunitas, Program Studi Ilmu
Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten.

Dengan selesainya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan-kekurangan, baik dari segi materi
maupun teknis penulisan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaanya. Semoga laporan praktikum ini dapat
memberikan manfaat untuk rekan-rekan yang membaca terkait penyakit ISPA.

Tangerang Selatan, 08 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................... iii

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 3

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................................ 4

BAB II................................................................................................................................. 5

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 5

2.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ............................... 5

2.2 Epidemiologi dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ................. 5

2.3 Patofisiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ......... 7

2.4 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )............................... 9

2.5 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ..................................11

2.6 Tanda dan Gejala Klinis dari Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (
ISPA ) ...........................................................................................................................12

2.7 Pencegahan Penyakit ISPA .............................................................................14


BAB III .............................................................................................................................15

PENUTUP .......................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................15

3.2 Saran ......................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi
menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi
saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis,
tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada
bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran
napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan
infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak
terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya
yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.

Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai


mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri.
Infeksi saluran napas dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi
lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku
masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta
rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar
seperti air bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat
hingga pencemaran air dan udara.Perilaku masyarakat yang kurang baik
tercermin dari belum terbiasanya cuci tangan, membuang sampah dan meludah
di sembarang tempat. Kesadaran untuk mengisolasi diri dengan cara menutup
mulut dan hidung pada saat bersin ataupun menggunakan masker pada saat
mengalami flu supaya tidak menulari orang lain masih rendah.

Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini menjadi penting di


samping karena penyebarannya sangat luas yaitu melanda bayi, anak-anak dan
dewasa, komplikasinya yang membahayakan serta menyebabkan

1
hilangnya hari kerja ataupun hari sekolah, bahkan berakibat kematian
(khususnya pneumonia).

Ditinjau dari prevalensinya, infeksi ini menempati urutan pertama pada


tahun 1999 dan menjadi kedua pada tahun 2000 dari 10 Penyakit Terbanyak
Rawat Jalan.Sedangkan berdasarkan hasil Survey Kesehatan Nasional tahun
2001 diketahui bahwa Infeksi Pernapasan (pneumonia) menjadi penyebab
kematian Balita tertinggi (22,8%) dan penyebab kematian Bayi kedua setelah
gangguan perinatal. Prevalensi tertinggi dijumpai pada bayi usia 6-11 bulan.
Tidak hanya pada balita, infeksi pernapasan menjadi penyebab kematian umum
terbanyak kedua dengan proporsi 12,7%. Tingginya prevalensi infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) serta dampak yang ditimbulkannya membawa akibat
pada tingginya konsumsi obat bebas (seperti anti influenza, obat batuk,
multivitamin) dan antibiotika. Dalam kenyataan antibiotika banyak diresepkan
untuk mengatasi infeksi ini. Peresepan antibiotika yang berlebihan tersebut
terdapat pada infeksi saluran napas khususnya infeksi saluran napas atas akut,
meskipun sebagian besar penyebab dari penyakit ini adalah virus. Salah satu
penyebabnya adalah ekspektasi yang berlebihan para klinisi terhadap
antibiotika terutama untuk mencegah infeksi sekunder yang disebabkan oleh
bakteri, yang sebetulnya tidak bisa dicegah. Dampak dari semua ini adalah
meningkatnya resistensi bakteri maupun peningkatan efek samping yang tidak
diinginkan. Permasalahan-permasalahan di atas membutuhkan keterpaduan
semua profesi kesehatan untuk mengatasinya. Apoteker dengan pelayanan
kefarmasiannya dapat berperan serta mengatasi permasalahan tersebut antara
lain dengan mengidentifikasi, memecahkan Problem Terapi Obat (PTO),
memberikan konseling obat, promosi penggunaan obat yang rasional baik
tentang obat bebas maupun antibiotika.Dengan memahami lebih baik tentang
patofisiologi, farmakoterapi infeksi saluran napas, diharapkan peran Apoteker
dapat dilaksanakan lebih baik lagi.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ?
2. Bagaimana Epidemiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) ?
3. Bagaimana patofisiologis dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) ?
4. Apa saja klasifikasi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) ?
5. Bagaimana etiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) ?
6. Apa saja tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) ?
7. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) ?
8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) ?
9. Apa saja pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ?
10. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan tentang pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
2. Mengetahui Epidemiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA)
3. Mengetahui patofisiologis dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA)
4. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA)
5. Menjelaskan tentang etiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA)

3
6. Mengetahui tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
7. Mengetahui cara mendiagnosis penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA)
8. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA)
9. Mengetahui pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
10. Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1.4 Manfaat Penulisan

1. Untuk memberikan informasi berupa pengetahuan kepada pembaca dan


masyarakat mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
2. Untuk memberikan informasi tentang penanganan dan pencegahan
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) secara farmakologis
maupun non farmakologis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut
yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih
14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin,
2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003). Jadi disimpulkan
bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap
bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang
berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

2.2 Epidemiologi dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab


kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi Saluran
Pernafasan Akut ini menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan kematian pada anak
berusia dibawah lima tahun pada setiap tahunnya, dan sebanyak dua per tiga kematian
tersebut adalah bayi (khususnya bayi muda usia kurang dari dua bulan) (WHO, 2003).

ISPA adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia.
Bakteri-bakteri yang paling sering terlibat adalah Streptococcus grup A,
Pneumococcus-pneumococcus, H.influenza yang terutama dijumpai pada anak-anak
kecil. Virus influensa merupakan penyebab tersering dari penyakit saluran pernafasan
pada anak-anak dan dewasa. Pada usia lima tahun atau lebih, 90 % anak-anak telah
mengalami infeksi oleh virus influensa. Pada bayi dan anak-anak virus tersebut
bertanggungjawab atas terjadinya penyakit (Nelson, 1995).

5
ISPA merupakan penyakit yang penting untuk diketahui oleh ibu-ibu, karena
merupakan penyakit yang tingkat kejadiannya sangat tinggi. Menurut survei kesehatan
rumah tangga Indonesia pada tahun 1992 dan tahun 1995, persentase kematian bayi
akibat ISPA masing-masing adalah 36,4% dan 29,5% Angka kematian bayi akibat
ISPA adalah 3 per 100 balita (Anonim, 1995).

Anak-anak akan mendapatkan 3 – 6 kali infeksi / tahun, tetapi beberapa orang


mendapatkan serangan dalam jumlah yang lebih besar lagi terutama selama masa
tahun ke-2 sampai ke-3 kehidupan mereka. Rata-rata setiap anak akan menderita ISPA
sebanyak 3 kali di daerah pedesaan dan kira-kira 6 kali di daerah perkotaan per tahun.
Di perkotaan kemungkinan kejadian ISPA lebih tinggi dibanding daerah pedesaan
karena berkaitan dengan perbedaan kebersihan udara di kedua daerah tersebut.
Demikian pula anak-anak dengan status gizi yang jelek (kurang gizi) akan lebih mudah
menderita ISPA atau ISPA nya menjadi lebih berat dibandingkan anak dengan status
gizi yang baik (Dwi prahasta dkk, 1988).

Ada banyak salah informasi berkenaan dengan infeksi saluran pernafasan akut
sehingga menimbulkan beberapa masalah penting, pertama sebagian besar ISPA tidak
diperhatikan, akibatnya penderita mendapatkan pengobatan yang tidak diperlukan dan
dengan antibiotik menambah biaya pengobatan, kedua sering terlupakan bahwa
faringitis, tonsilitis akut adalah infeksi saluran pernafasan akut paling penting dan
harus diobati dengan antibiotik yang memadai, dan yang ketiga dokter sering tidak
memperhatikan kenyataan bahwa tidak mungkin membedakan secara meyakinkan
antara ISPA karena virus atau karena bakteri atas dasar klinis saja. Untuk
membedakan kedua penyebab tersebut diperlukan uji diagnostik sederhana seperti
biakan tenggorok. Uji diagnostik diperlukan untuk menanggulangi suatu bakteri yang
secara keliru dinyatakan sebagai penyebab infeksi (Shulman dkk, 1994).

Penatalaksanaan infeksi saluran pernafasan akan berhasil dengan baik apabila


diagnosis penyakit ditegakkan lebih dalam sehingga pengobatan dapat

6
diberikan sebelum penyakit berkembang lebih lanjut. Disamping itu perlu antibiotika
yang sesuai dengan penyakit (Cherniack, 1998).

Antibiotika merupakan obat anti infeksi yang secara drastis telah menurunkan
morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit infeksi, sehingga penggunaannya
meningkat tajam. Hasil survei menunjukkan bahwa kira-kira 30% dari seluruh
penderita yang dirawat di rumah sakit memperoleh satu atau lebih terapi antibiotik,
dan berbagai penyakit infeksi yang fatal telah berhasil diobati. Sejalan dengan itu
antibiotika menjadi obat yang paling sering disalahgunakan, sehingga akan
meningkatkan resiko efek samping obat, resistensi dan biaya (Sastramihardja S dan
Herry S, 1997).

Antibiotika bertujuan untuk mencegah dan mengobati penyakit-penyakit infeksi.


Pemberian pada kondisi yang bukan disebabkan oleh infeksi banyak ditemukan dalam
praktek sehari-hari, baik di pusat kesehatan primer (puskesmas) rumah sakit maupun
praktek swasta. Ketidaktepatan diagnosis pemilihan antibiotik, indikasi, dosis, cara
pemberian, frekwensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak akuratnya
pengobatan infeksi dengan antibiotika (Nelson, 1995).

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut perlu mendapat perhatian, demikian


pula dengan penggunaan antibiotika untuk pengobatannya, karena beberapa penelitian
menunjukkan bahwa antibiotik sering diberikan pada pasien. Pemberian antibiotik
yang tidak memenuhi dosis regimen dapat meningkatkan resistensi antibiotik. Jika
resistensi antibiotik tidak terdeteksi dan tetap bersifat patogen maka akan terjadi
penyakit yang merupakan ulangan dan menjadi sulit disembuhkan (Anonim, 2003).

2.3 Patofisiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan


tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut
gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Kending dan Chernick, 1983).

7
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya
infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri- bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas
seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983).

Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan
dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan
batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor
seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran
nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell,
1980).

Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,


sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama
dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa,
tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas
yang terdiri dari folikel dan

8
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan
IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:

a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan


reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam
dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

2.4 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan


1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x
per menit atau lebih.

2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)


Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas
cepat.

Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:


1. Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½
volume yang biasa diminum)
2. Kejang
3. Kesadaran menurun

9
4. Stridor
5. Wheezing
6. Demam / dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).

2) Pneumonia Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a. Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih


b. Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:

1. Tidak bisa minum


2. Kejang
3. Kesadaran menurun
4. Stridor
5. Gizi buruk
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

1. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan
sesak.
2. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila
bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,nafsu makan
menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

10
2.5 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu
penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya
digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan
masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan
aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak.
Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga
banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari
bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon,
Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan
(Depkes RI, 2002).

Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :


Faktor Demografi yang terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki lakilah yang banyak
terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan
sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal
ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil
menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan,
karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang
kurang di masyarakat akan gejala

11
dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana
pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

2.6 Tanda dan Gejala Klinis dari Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur
fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain
demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah),
photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas),
dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia
(kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat
pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003).

Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

a. Gejala dari ISPA Ringan


Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:

1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau
lebih. Cara menghitung pernafasan ialah

12
dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk
menghitung dapat digunakan arloji.

2. Suhu lebih dari 39º C (diukur dengan termometer).


3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1. Bibir atau kulit membiru.


2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7. Tenggorokan berwarna merah.

13
2.7 Pencegahan Penyakit ISPA
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain :
1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara
memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap
penyakit baik.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai
penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau
orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
5. Ventilasi rumah cukup
6. Membiasakan memakai masker saat berkendara agar terhindar dari polusi

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap
bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang
berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

ISPA disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia. Bakteri-bakteri yang


paling sering terlibat adalah Streptococcus grup A, Pneumococcus-pneumococcus,
H.influenza yang terutama dijumpai pada anak-anak kecil. Penatalaksanaan infeksi
saluran pernafasan akan berhasil dengan baik apabila diagnosis penyakit ditegakkan
lebih dalam sehingga pengobatan dapat diberikan sebelum penyakit berkembang
lebih lanjut. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut perlu mendapat perhatian,
demikian pula dengan penggunaan antibiotika untuk pengobatannya, karena
beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibiotik sering diberikan pada pasien.
Pemberian antibiotik yang tidak memenuhi dosis regimen dapat meningkatkan
resistensi antibiotik. Jika resistensi antibiotik tidak terdeteksi dan tetap bersifat
patogen maka akan terjadi penyakit yang merupakan ulangan dan menjadi sulit
disembuhkan.

Perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
Tahap prepatogenesis, Tahap inkubasi, Tahap dini penyakit, Tahap lanjut penyakit,
dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis,
menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

15
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI adalah ISPA ringan, ISPA sedang, dan
ISPA berat. Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing,
malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia
(takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea
(kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang
oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan
dan mengakibatkan kematian.

Diagnosis ISPA umumnya ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,


dan apabila diperlukan, pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pneumonia pada
balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai peningkatan
frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur, adanya nafas cepat ini ditentukan dengan
cara menghitung frekuensi pernafasan. Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada
adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan
dinding dada sebelah bawah kedalam. pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan
adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih,
atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga


tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Infeksi saluran pernapasan parah dan menyebabkan dehidrasi yang signifikan, kesulitan
bernafas dengan oksigenasi buruk ( hipoksia ), kebingungan yang signifikan, kelesuan,
dan pembengkakan napas pendek pada paru-paru kronis dan penyakit jantung ( chronic
obstructive pulmonary disease atau COPD, gagal jantung kongestif ). ISPA parah akan
mendapatkan komplikasi seperti radang dalam selaput lendir, otitis, faringitis,
epiglotitis dan lryngotracheitis, bronchitis dan bronchiolitis, pneumonia.

Obat-obat yang digunakan untuk penyakit ISPA antara lain golongan


antibiotik (penisilin, cefalosporin, makrolida), golongaan antitusif (kodein,
dextrometorphan), golongan ekspektoran (guaifenesin), golongan OAINS
(ibuprofen), golongan analgesik-antipiretik (parasetamol), golongan

16
antihistamin (chlorpheniramin), golongan obat steroid (dexamthasone,
prednisone).

Selain itu terapi non farmakologik yang dapat dilakukan seorang ibu untuk
mengatasi anaknya yang menderita ISPA antara lain mengatasi panas (demam)
dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, mengatasi batuk dengan
obat batuk yang aman, pemberian makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi
berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian
ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan, pemberian minuman dengan

pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain :

1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara
memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
5. Ventilasi rumah cukup
6. Membiasakan memakai masker saat berkendara agar terhindar dari polusi
3.2 Saran

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan para
pembaca dapat melengkapi makalah ini dengan sumber-sumber infromasi yang
terpercaya dan dapat di pertanggungjawabkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009. Drug
Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists Association
Comparison

American Society for Hospital-System Pharmacist.2008.AHFS Drug Information


Handbook. USA : ASHP Inc. Bethesda MD

Anonim.2014.ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia Vol. 49.Jakarta : Penerbit PT ISFI

Bertram G.Katzung. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik. 12th ed. Jakarta: EGC Gunawan,
Gan Sulistia. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen. Jakarta: Farmakologi dan
Terapeutik

Tatro, D.S. 2003. A to Z Drug Facts. San Francisco: Facts and Comparison

18

Anda mungkin juga menyukai