Anda di halaman 1dari 10

F.6.

Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Pengobatan Dasar
Puskesmas Leksono 2, Wonosobo
September - Januari 2018

SEORANG LAKI- LAKI USIA 34 TAHUN DENGAN


TUBERKULOSIS PARU KASUS BARU
PUSKESMAS LEKSONO 2

dr. Wibowo Bagus Saputra


Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian
terbanyak di seluruh dunia. Pada tahun 2015 10,4 juta orang menderita TB
dan 1,8 juta meninggal akibat penyakit ini (termasuk 400,000 diantaranya
dengan HIV). Lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi pada negara
dengan pendapatan rendah hingga menengah. Enam negara dengan
penderita TB terbanyak antara lain, India, Indonesia, Cina, Nigeria,
Pakistan dan Afrika Selatan. Insidensi tuberkulosis di Indonesia menurut
laporan WHO tahun 2015 sebesar 395 dari 100.000 penduduk dan 40 dari
100.000 penduduk meninggal karena tuberkulosis. Insidensi TB di
Indonesia sebesar 1020 kasus dengan didominasi laki-laki sebesar 597
kasus, sedangkan wanita 423 kasus.
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex. Mycobacterium tuberculosis
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak
berkapsul. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9
juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada
kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut
berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar
20 – 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial – stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
• Kemiskinan pada berbagai kelompok
masyarakat, seperti pada negara negara yang
sedang berkembang. • Kegagalan program TB
selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
- Tidak memadainya komitmen politik
dan pendanaan
- Tidak memadainya organisasi
pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus
/diagnosis yang tidak standar, obat
tidak terjamin penyediaannya, tidak
dilakukan pemantauan, pencatatan
dan pelaporan yang standar, dan
sebagainya).
- Tidak memadainya tatalaksana kasus
(diagnosis dan paduan obat yang
tidak standar, gagal menyembuhkan
kasus yang telah didiagnosis) - Salah
persepsi terhadap manfaat dan
efektifitas BCG.
- Infrastruktur kesehatan yang buruk
pada negara-negara yang mengalami
krisis ekonomi atau pergolakan
masyarakat.
• Perubahan demografik karena meningkatnya
penduduk dunia dan perubahan struktur umur
kependudukan.
• Dampak pandemi infeksi HIV.
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan
TB. Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB
secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB
terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi
masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut
pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit
ditangani.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien
TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus
baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar
110 per 100.000 penduduk.

Permasalahan IDENTITAS PASIEN


Nama : An.FR
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Sawangan, Kecamatan Leksono, Wonosobo

ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan tanggal 22 Juni 2018 pukul 09.30 WIB di Poli
Umum Puskesmas Leksono 2
Keluhan utama : Nyeri perut
Lokasi : Ulu hati
Onset & kronologis : ± 2 hari sebelum datang ke Puskesmas, pasien
mengeluh nyeri perut bagian ulu hati. Nyeri dirasakan perih. Selain itu
pasien juga merasa Mual (+), Muntah sebanyak 7 kali berisi makanan yang
dimakan. Pasien masih bias kentut, BAK dan BAB tidak ada
keluhan..Pasien juga merasa badan nya panas sudah 2 hari, Panas tinggi,
menggigil (-), pasien belum minum obat apapun. Keluhan dirasakan
hingga pasien tidak dapat bersekolah dan semakin hari semakin memberat.
Kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke Puskesmas.
Kualitas : Sesak membuat pasien tidak dapat beraktivitas.
Kuantitas : Nyeri dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Faktor memperberat : tidak ada
Faktor memperingan : Istirahat dan posisi membungkuk
Gejala Penyerta : Demam (+), Mual (+), Muntah (+), nyeri kepala, perut
membesar (-), kuning(-), BAK (+) tidak ada keluhan, tidak nyeri, warna
kuning jernih. BAB (+) lancar tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit maag (-)
- Riwayat sakit kuning (-)
- Riwayat sering jajan sembarangn (+)
- Riwayat meminum alkohol disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien merupakan seorang belajar kelas VIII SMP. Biaya pengobatan
menggunakan BPJS.
Kesan : sosial ekonomi cukup.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 22 Juni 2018
Keadaan umum : Tampak nyeri sedang VAS : 5
Kesadaran : Compos mentis GCS E4M6V5=15
Tanda vital :
TD : 100/80 mmHg
N : 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit, kussmaul (-)
t : 38°C (axiller)
Kepala : Turgor dahi cukup, allopesia (-)
Kulit : Turgor kulit cukup, tidak pucat
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), edema palpebra (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Telinga : Discharge (-/-)
Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), pursed lip breathing (-)
Leher : Trakea di tengah, pembesaran nnll coli (-)
Thorax
Cor
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal (-), retrak
si intercostal (-), retraksi epigastric (-), ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI linea axilaris anterior sinistra, kuat
angkat (-), thrill (-), sternal lift (-)
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC VI linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, bising sistolik (-)
Pulmo depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus dextra = sinistra
stem fremitus dextra = sinistra
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler +/+, ST -/- di kedua lapang paru
SIC V ke bawah :SD vesikuler pada kedua lapang paru, ST -
/- kedua lapang paru.
Pulmo Belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus dextra = sinistra
stem fremitus dextra = sinistra
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikuler +/+, ST -/- di kedua lapang paru
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube
timpani, nyeri ketok costovertebra angle (-)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba , nyeri tekan (+) epigastrium
Psoas sign (-), Obturator sign (-), Rovsing sign (-), Reborn tenderness (-)

Ekstremitas : Superior Inferior


Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Capillary refill <2”/ <2” <2”/ <2”
Sensibilitas +N/+N +N/+N

DIAGNOSIS
Abdominal pain dd/ Gastritis
Appendisitis
Hepatitis
GEA
Perencanaan dan Untuk pasien yang dicurigai Apendisitis :
Pemilihan Intervensi
 Puasakan
 Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk
mengurangi gejala
 Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
 Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
 Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy

Perawatan apendisitis tanpa operasi


Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat
berguna untuk Apendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapat
intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka
yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi.

Rujuk ke dokter spesialis bedah.


Antibiotika preoperative
 Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan
terjadinya infeksi post opersi.
 Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative
dan anaerob
 Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.
 Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai.
Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini
dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus
viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Teknik operasi Appendectomy


A. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu
otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat
penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2
supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila
terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis.

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

B. Laparoscopic Appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai
sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen
dan suspekApendisitis akut. Laparoscopickemungkinan sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.
Membedakan penyakit akut ginekologi dari Apendisitis akut sangat
mudah dengan menggunakan laparoskop.
Pelaksanaan Pasien di terapi menggunakan obat-obatan yang tersedia di Puskesmas
yaitu:
- Ranitidin 150 mg 2x1 sebelum makan
- Hyoscine-N-butylbromide 2x1
- Domperidone 3 x 1 cth
- Paracetamol 3x1
Edukasi yang diberikan, antara lain:
- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita oleh pasien.

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk beristirahat dan


menjalani terapi sesuai yang dianjurkan.

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga apabila dalam masa


pengobatan keluhan dirasakan memburuk maka segera mencari
pertolongan medis, dan apabila setelah pengobatan selesai keluhan
tidak ada perubahan maka kontrol kembali.

Monitoring dan Pada tanggal 5 Juli 2018 pasien datang ke Puskesmas untuk kontrol luka
Evaluasi
operasi. ±2 hari setelah memeriksakan diri ke Puskesmas, pasien meraskan
nyeri perut yang sangat hebat kemudian oleh keluarga di bawa ke IGD
RSUD Setjonegoro, dikatakan pasien mengalami usus buntu dan akan
dilakukan tindakan operasi.
S : Kontrol luka post operasi APP. Pasien operasi APP tanggal 26 Juni
2018.
O : Luka kering, jahitan (+), pus (-), darah (-), rembes (-), nyeri luka
operasi (+)
A : Post op APP
P : Lanjutkan terapi dari RS

23 Juli 2018
S : Nyeri luka operasi. Nanah (-), Nyeri kepala (+) cekot-cekot, Mual (+),
Muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, Demam (+) semlenget
O : abdomen supel, BU (+) Normal, Nyeri tekan (-). Luka operasi kering,
pus (-), darah (-).
A : Observasi abdominal pain dd/ Gastritis
P : Paracetamol 3x500 mg
Ranitidin 2x150 mg
Vitamin B6 3x1
Pada 16 Agustus 2018 pasien kembali datang ke Puskesmas dan
mengatakan telah menjalani operasi yang kedua karena adanya
perlengketan usus.
S : Kontrol luka post operasi perlengketan usus. Operasi tanggal 6 Agustus
2018. ±2 hari sebelum masuk Rumah sakit, pasien mengalami nyeri perut
yang sangat hebat, kemudian dibawa ke IGD RSUD Setjonegoro dan
dikatakan terjadi perlengketan usus sehigga akan dilakukan tindakan
operasi kembali
O : status lokalis : luka jahitan baik, kering, pus (-), darah (-), rembes (-)
A : Post op Adhesi
P : Rawat luka
Lanjutkan terapi dari RS

Evaluasi
Pada tanggal 22 Juni 2018, pemeriksa mendiagnosis gastritis dikarenakan
dari hasil anamnesis terdapat nyeri ulu hati yang lebih dominan. Pada APP
fase awal, nyeri yang dirasakan adaah nyeri ulu hati yang kemudian akan
menjadi nyeri pada abdomen kanan bawah (Migratory pain), hal ini masih
dapat menjadi differential diagnosis ketika terdapat pasien dengan nyeri
ulu hati. Namun tanda demam dapat mengarah ke salah satu gejala APP.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda khas APP
yaitu Rovsing sign, Obturator sign, Psoas sign dan reborn tenderness.
Selain itu pemeriksa tidak dapat menghitung skor Alvarado dikarenakan
tidak dapat melakukan pemeriksaan laboratorium.

Komentar /saran pendamping :


Wonosobo, Januari 2018
Peserta, Pendamping,

dr. Wibowo Bagus Saputra dr. Dewanti Retnaningtyas

Anda mungkin juga menyukai