Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kader Kesehatan Jiwa


Kader kesehatan jiwa masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh
masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan jiwa perseorangan
maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-
tempat pemberian pelayanan kesehatan jiwa (Syafrudin dan Hamidah, 2009).
Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang kesehatan,
bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat bukanlah sebagai objek
tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakikatnya, kesehatan dipolakan
mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab.
Keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar
pemikiran bahwa terbatasnya daya dan dana dalam operasional pelayanan kesehatan akan
mendorong masyarakat memanfaatkan sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Pola pikir
semacam ini merupakan penjabaran dari karsa pertama yang berbunyi, meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan.
Kader Kesehatan Jiwa adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik, dan
paripurna, berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stress dan dalam tahap
pemulihan serta pencegahan kekambuhan yang berfungsi untuk membantu masyarakat dalam
menyelesaikan masalah-masalah jiwa akibat dampak bencana.
Kader Kesehatan Jiwa merupakan bentuk pengelolaan pelayanan asuhan keperawatan
jiwa yang mendasarkan pada prinsip – prinsip pelayanan keperawatan yang holistik dan
komprehensif. Keperawatan jiwa yang holistik dan komprehensif yakni pendekatan pelayanan
yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosial kultural, dan spiritual dalam hubungannya
dengan prevensi primer, sekunder dan tersier.
B. Level Perawatan
Gambar 1.1
Leve perawatan pasien dengan gangguan jiwa
Sumber: Yusuf, (2015)
C. Pemberdayaan Desa Siaga Sehat Jiwa
Dalam mengembangkan Desa Siaga Sehat Jiwa perlu adanya keterlibatan masyarakat desa
setempat dalam upaya mencapai tujuan yaitu me ingkatnya derajat kesehatan
masyarakat. Strategi pemberdayaan masyarakat bermanfaat untuk mengidentifikasi,
mengatasi masalah kesehatan jiwa dan mempertahankan kesehatan jiwa di wilayahnya.
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses pengembangan potensi baik pengetahuan
maupun keterampilan masyarakat sehingga mereka mampu mengontrol diri dan terlibat
dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kader merupakan sumber daya masyarakat yang
perlu di kembangkan dalam pengembangan Desa Siaga Sehat Jiwa. Pemberdayaan kader
kesehatan jiwa sebagai tenaga potensial yang ada di masyarakat diharapkan mampu
mendukung program CMHN yang diterapkan di masyarakat. Seorang kader akan mampu
melakukan kegiatan apabila kader tersebut sejak awal diberikan pembekalan. Metoda dalam
mengembangkan kader kesehatan jiwa sebaiknya teratur, sistematis, rasional, yang digunakan
untuk menentukan jumlah kader.
1. Proses Rekruitmen Kader
Rekruitmen kader adalah suatu proses pencarian dan pemikatan para calon kader yang
mempunyai kemampuan dalam mengembangkan Desa Siaga Sehat Jiwa.. Proses awal
dalam merekruit kader adalah dengan melakukan sosialisasi tentang pembentukan Desa
Siaga Sehat Jiwa disertai dengan kriteria kader yang dibutuhkan. Adapun kriteria kader
sebagai berikut :
a. Sehat jasmani dan rohani
b. Mampu membaca dan menulis dengan lancar menggunakan Bahasa Indonesia.
c. Bersedia menjadi kader kesehatan jiwa sebagai tenaga sukarela.
d. Mempunyai komitmen untuk melaksanakan program kesehatan jiwa masyarakat.
e. Meluangkan waktu untuk kegiatan CMHN.
f. Mendapat ijin dari suami atau istri atau keluarga.

2. Proses rekruitmen kader dilakukan dengan cara :


a. Perawat CMHN mengadakan pertemuan dengan kepala desa dan tokoh masyarakat
setempat dengan menjelaskan tentang pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa dan kebutuhan
kader kesehatan jiwa.
b. Perawat CMHN menjelaskan tentang kriteria kader dan jumlah kader yang dibutuhkan
untuk tiap desa dan dusun.
c. Tokoh masyarakat melakukan pencarían calon kader berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
d. Kader yang telah direkruit mengisi biodata dalam formulir yang telah disediakan untuk
proses seleksi selanjutnya.

3. Proses seleksi calon kader di Desa Siaga Sehat Jiwa adalah :


a. Perawat CMHN melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat/tokoh agama atau
organisasi masyarakat yang ada di masyarakat dalam menentukan calon kader yang
memenuhi syarat
b. Kader terpilih mengisi surat pernyataan bersedia sebagai kader kesehatan jiwa dan bersedia
menjalankan program CMHN
c. Kader terpilih diwajibkan mengikuti pelatihan kader kesehatan jiwa.

4. Proses orientasi Kader


Setiap kader yang akan melaksanakan program kesehatan jiwa akan melalui masa orientasi
yaitu mengikuti sosialisasi program CMHN dan pelatihan kader kesehatan jiwa . Orientasi
yang dilakukan juga mencakup informasi budaya kerja Desa Siaga Sehat Jiwa dan informasi
umum tentang visi, misi, program, kebijakan dan peraturan. Kegiatan orientasi menggunakan
metode klasikal selama 2 hari, praktik lapangan selama 3 hari, dan praktik kerja (implementasi
Desa Siaga Sehat Jiwa ).

5. Materi pelatihan kader mencakup :


a. Program Desa Siaga Sehat Jiwa
b. Deteksi dini kasus di masyarakat ( kelompok keluarga sehat, kelompok keluarga dengan
masalah psikososial, dan kelompok keluarga dengan gangguan jiwa )
c. Peran serta dalam mengerakkan masyarakat pada :
1) Pendidikan kesehatan kelompok keluarga sehat jiwa
2) Pendidikan kesehatan kelompok risiko masalah psikososial
3) Pendidikan kesehatan kelompok dengan gangguan jiwa
4) Terapi aktivitas kelompok pasien gangguan jiwa
5) Supervisi keluarga dan pasien yang telah mandiri
6) Rujukan kasus
7) Pelaporan kegiatan kader kesehatan jiwa

Selama masa orientasi, dilakukan evaluasi atau penilaian terhadap kinerja kader dalam
melaksanakan program CMHN di Desa Siaga Sehat Jiwa. Penilaian kader meliputi penilaian
selama pelatihan di kelas (pre dan post test) serta penilaian penampilan di lapangan.

D. Peran Kader Kesehatan Jiwa


Kader kesehatan jiwa berperan serta dalam meningkatkan, memelihara dan
mempertahankan kesehatan jiwa masyarakat (Keliat,2007) Tugas Pokok kader Kesehatan
Jiwa adalah sebagai berikut
1. Melaksanakan program Desa Siaga Sehat Jiwa
2. Melakukan deteksi keluarga sehat, keluarga yang beresiko mengalami masalah psikososial,
dan keluarga dengan gangguan jiwa di masyarakat
3. Menggerakkan individu, keluarga, dan kelompok sehat jiwa untuk mengikuti pendidikan
kesehatan jiwa
4. Menggerakkan individu, keluarga,dan kelompok yang beresiko mengalami masalah
psikososial untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa
5. Menggerakkan individu, keluarga,dan kelompok yang mengalami gangguan jiwa untuk
mengikuti pendidikan kesehatan jiwa
6. Menggerakkan pasien gangguan jiwa untuk mengikuti terapi aktifitas kelompok (TAK)
dan rehabilitasi
7. Melakukan kunjungan rumah pada pasien yang telah mandiri
8. Melakukan rujukan kasus masalah psikososial atau gangguan jiwa pada perawat CMHN
atau puskesmas
9. Membuat dokumentasi kegiatan kader jiwa dan perkembangan kondisi kesehatan jiwa
pasien (Keliat, 2007)

E. Persyaratan Menjadi Kader Kesehatan Jiwa


Para kader kesehatan jiwqa itu seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang
cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis dan menghitung secara
sederhana (Meilani Niken, dkk, 2009). Proses pemilihan kader hendaknya melalui
musyawarah dengan masyarakat, dan para pamong desa harus juga mendukung (R. fallen dan
R. Budi, 2010). Hal ini disebabkan karena kader yang akan dibentuk terlebih dahulu harus
diberikan pelatihan kader. Pelatihan kader ini diberikan kepada para calon kader di desa yang
telah ditetapkan (Meilani Niken, dkk, 2009).
Persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan kader antara lain:
1. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia
2. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader
3. Mempunyai penghasilan sendiri
4. Tinggal tetap di desa yang bersangkutan dan tidak sering meninggalkan tempat untuk
waktu yang lama.
5. Aktif dalam kegiatan sosial maupun pembangunan desanya
6. Dikenal masyarakat, diterima masyarakat dan dapat bekerja sama dengan masyarakat
7. Berwibawa
8. Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga. (R. Fallen dan R. Budi, 2010).
Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli di atas, dapatlah
disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain sanggup bekerja secara
sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai kredibilitas yang baik
dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi,
mempunyai penghasilan tetap, pandai membaca dan menulis, serta sanggup membina
masyarakat sekitarnya. (Efendi Ferry dan Makhfudli, 2009).
F. Tugas Pokok kader Kesehatan Jiwa
Tugas pokok kader kesehatan jiwa adalah sebagai berikut :
1) Melaksanakan program Desa Siaga Sehat Jiwa
2) Melakukan deteksi keluarga sehat, keluarga yang beresiko mengalami masalah
psikososial, dan keluarga dengan gangguan jiwa di masyarakat
3) Menggerakkan individu, keluarga, dan kelompok sehat jiwa untuk mengikuti pendidikan
kesehatan jiwa
4) Menggerakkan individu, keluarga,dan kelompok yang beresiko mengalami masalah
psikososial untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa
5) Menggerakkan individu, keluarga,dan kelompok yang mengalami gangguan jiwa untuk
mengikuti pendidikan kesehatan jiwa
6) Menggerakkan pasien gangguan jiwa untuk mengikuti terapi aktifitas kelompok (TAK)
dan rehabilitasi
7) Melakukan kunjungan rumah pada pasien yang telah mandiri
8) Melakukan rujukan kasus masalah psikososial atau gangguan jiwa pada perawat CMHN
atau puskesmas

G. Posyandu Jiwa Sebagai Pos Kader Kesehatan Jiwa


Posyandu (Pos Kesehatan Terpadu) adalah kegiatan kesehatan dasar yang
diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakatdandibantu oleh tenaga kesehatan.Jadi
posyandu merupakan kegiatan swadaya masyarakat dibidang kesehatan dengan
penanggungjawab kepala desa. A.A. Gdemuninjaya (2002: 169) mengatakan , “ pelayanan
kesehatan terpadu ( yandu ) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan disuatu wilayah kerja puskesmas.
Posyandu jiwa adalah pos pelayanan kesehatan terpadu yang berisi pengarahan kepada
masyarakat untuk mempertahankan derajat kesehatan jiwa dan menggurangi resiko gangguan
jiwa yang berada di lingkup esa.
Tujuan dilakukannya posyandu desa adalah untuk mencegah dan menggurangi resiko
seseorang untuk mengalami gangguan jiwa dan memberikan pengobatan dan terapi bagi
mereka yang mengalami ganngguan jiwa.
Upaya-upaya yang dilakukan dalam melaksanakan posyandu jiwa adalah:
a. Preventif
Dilakukan dengan cara mencegah dan menggurangi resiko gangguan jiwa dengan
menciptakan masyarakat yang terbuka.
Contoh kegiatan untuk menciptakan masyarakat yang terbuka yaitu:
1) Dengan membentuk suatu kegiatan di lingkungan masyarakat, bertujuan untuk
menjaga keharmonisan dan silaturahmi antar warga.
2) Selalu melakukan interaksi social.
3) Memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat untuk selalu menjaga
kesehatan jiwa mereka.
b. Promotif
Dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan masyakat tentang gangguan jiwa baik
pengertian, tanda dan gejala, dan cara menghadapi orang yang mengalami gangguan jiwa
.
c. Kuratif
Memberikan pengobatan dan terapi dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya
seperti tenaga medis dan psikiatri.
d. Rehabilitatif
Dilakukan dengan cara memberikan terapi sederhana pada pasien gangguan jiwa. Namun
bukan hanya pasien gangguan jiwa yang perlu di terapi namun lingkungan juga harus diberi
pengertian untuk dapat menerima seseorang yang sudah sembuh dari gangguan jiwa dan
tidak mengucilkannya.
Dalam pelaksana posyandu jiwa terdapat beberapa tahapan yaitu:
a. Meja pertama ( meja I)
Meja pertama adalah pos untuk melakukan pendaftaran, yang dilakukan oleh kader
posyandu.
b. Meja kedua ( meja II)
Meja kedua adalah pos untuk melakukan pemeriksaan fisik, mengecek tanda-tanda vital (
biasanya yang umum dilakukan adalah melakukan pemeriksaan tekanan darah), tinggi
badan, berat badan dan keluhan pasien. Ini dilakukan oleh kader yang terlatih atau tenaga
kesehatan seperti perawat.
c. Meja ketiga ( meja III)
Meja ketiga adalah untuk pengobatan .pengobatan ini dilakukan oleh dokter.
d. Mejake empat ( meja IV)
Meja keempat adalah posterapi yang dilakukan oleh perawat, contohnya melakukan TAK
( Terapi Aktivitas Kelompok) dan okupasi.

e. Meja kelima ( meja V)


Pemberian makanan ( Snack) untuk pasien, ini dapat dilakukan oleh kader posyandu jiwa.

H. Pelayanan Kesehatan Jiwa


Pelayanan kesehatan jiwa komprehensif meliputi :
1. Pencegahan Primer
a. Fokus :
Pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan kesehatan dan pecegahan terjadinya
gangguan jiwa.
b. Tujuan :
Mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
jiwa.

c. Target :
Anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok
umur yaitu : anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
d. Aktivitas :
1) Program pendidikan kesehatan, program stimulasi perkembangan, program
sosialisasi, manejemen stres, persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang
dilakukan :
a) Pendidikan kesehatan orang tua
b) Pendidikan menjadi orang tua
c) Perkembangan anak sesuai dengan usia
d) Membantu dan menstimulasiperkembangan
e) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
2) Program dukungan sosial pada anak yatim piatu, kehilangan pasangan, kehilangan
pekerjaan, kehilangan rumah atau tempat tinggal. Kegiatan yang dilakukan :
a) Memberikan informasi cara mengatasi kehilangan
b) Menggerakan dukungan masyarakat seperti menjadi orang tua asuh bagi anak
yatim
c) Melatih ketrampilan sesuai keahlian masing-masing untuk mendapatkan
pekerjaan.
d) Program penccegahan penyalahgunaan obat
e) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
f) Latihan asertif yaitu mengungkapkan perasaan tanpamenyakiti orang lain
g) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri
sendiri.
3) Program pencegahan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan :
a) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
tanda-tanda bunuh diri
b) Melatih ketrampilan koping yang adaptif.
4) Cara mengatasi stress:
a) stress pekerjaan,
b) stress pasca bencana,
c) stress pendidikan,
d) stress perkawinan.

2. Pencegahan Sekunder
a. Fokus :
Deteksi dini masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan segera.
b. Tujuan :
Menurunkan kejadian gangguan jiwa.
c. Target :
Anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah
psikososial dan gangguan jiwa.
d. Aktivitas :
1) Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari
berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lainnya, penemuan langsung.
2) Melakukan penjaringan kasus dengan pengkajian.
3) Memberikan pengobatan yang cepat terhadap kasus yang baru ditemukan.
4) Penanganan kasus bunuh diri dengan menempatkan klien ditempat yang aman
melakukan terapi modalitas.
3. Pencegahan tersier
a. Fokus :
Peningkatan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien
gangguan jiwa.
b. Tujuan :
Mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.

c. Target :
Anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan.
d. Aktivitas :
1) Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber di masyarakat
seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga, teman dekat, tokoh
masyarakat), pelayananan terdekat yang terjangkau masyarakat.
2) Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri.
Fokus pada kekuatan dan kemampuan klien dan keluarga dengan cara :
a) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan
menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat.
b) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan
masyarakat.
c) Menyediakan pelatihan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan oleh
klien, keluarga dan masyarakat.
3) Program sosialisasi. Kegiatan :
a) Membuat tempat pertemuan sosialisasi
b) Mengembangkan ketrampilan hidup: ADL, mengembangkan hobi dan
mengelola rumah tangga.
c) Program rekreasi seperti jalan sehat bersama, nonton TV Bersama, berlibur.
d) Kegiatan sosial dan keagamaan, contoh arisan, pengajian, kerja bakti.
4) Program mencegah stigma.
Stigma adalah anggapan yang keliru dari masyarakat tentang klien gangguan jiwa,
sehingga perlu tindakan untuk menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap klien
gangguan jiwa, Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
a) Melakukan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa,
sikap dan perilaku menghargai klien gangguan jiwa.
b) Pendekatan kepada tokoh masyarakat atau orang yang berpengaruh dalam
rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa.

4. Peran Serta Masyarakat Dalam Kesehatan Jiwa


1. Peran Kabupaten/Kota
Dalam melaksanakan program Kesehatan Jiwa di masyarakat sering kali
terbengkalai tidak adanya dana untuk memfasilitasi kegiatan yang mendukung masyarakat
dalam Kesehatan Jiwa. Dalam kondisi nyata, Bupati atau pihak Pemerinah Kabupaten
sendiri tidak memberikan perhatian berupa materi maupun nonmateri dikarenakan
Pemerintah Kabupaten lebih mendukung program Kesehatan Ibu dan Bayi. Hal ini memicu
kurangnya perhatian masyarakat dalam mengadakan program yang berhubungan dengan
Kesehatan Jiwa. Banyak masyarakat yang tidak ingin dirugikan bila tidak ada dukungan
materi. Pada dasarnya masyarakat sangat antusias dalam berpartisipasi melaksanakan
kegiatan Kesehatan Jiwa akan tetapi terhalang kurangnya perhatian Pemerinah Kabupaten.
Seharusnya Pemerintah Kabupaten dapat mendukung kegiatan tersebut berupa fasilitas
barang maupun materi.
2. Peran Dinas Kesehatan
Peran Dinas Kesehatan dalam kegiatan Kesehatan Jiwa yaitu dengan adanya
Rumah Sakit Jiwa. RSJ berperan sebagai fasilitator tenaga kesehatan jiwa (perawat jiwa)
bahkan adapula RSJ yang membantu dana untuk melaksanakan dalam program
dimasyarakat.
3. Peran Kecamatan
Peran Kecamatan dalam Kesehatan Jiwa masyarakat adalah dengan adanya
Puskesmas. Puskesmas berperan sebagai pendataan masyarakat dengan masalah kejiwaan
atau gangguan jwa agar mendapat penanganan yang baik. Puskesmas juga berperan dalam
pengadaan posyandu jiwa.
4. Peran Kelurahan
Kelurahan berperan dalam fasilitas tempat yang memadai untuk pelaksanaan
kegiatan Kesehata Jiwa.
5. Peran RT/RW
Peran RT/RW yaitu menghilangkan budaya pasung, memotivasi keluarga dan
penggerak kegiatan dalam lingkungan desa agar keluarga dengan anggota masalah jiwa
tidak merasa malu atau terisolasi.
6. Peran Keluarga
Peran keluarga adalah peran yang paling penting dalam mendukung kegiatan
tersebut. Keluarga harus mampu menerima dan membuka diri agar anggota yang memiliki
masalah kejiwaan mendapat fasilitas dan terapi untuk kehidupan yang lebih sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai