Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindroma Koroner Akut


2.1.1 Definisi
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan simptom yang disebabkan oleh iskemik miokard akut.SKA yang
menyebabkan nekrosis miokardium disebut infark miokard.Manifestasi SKA
secara klinis dapat sebagai Angina Pectoris Stabil (APS), IMA NSTE atau IMA
STE(Thygensen dkk, 2012; Bender dkk, 2011; Antmann, 2008; Vande Werf dkk,
2012).
Diagnosis IMA STE akut ditegakkan apabila dijumpai kriteria berikut,
yaitu ; adanya nyeri dada khas angina (durasi nyeri biasanya lebih dari 20 menit,
tidak respon sepenuhnya dengan nitrat, nyeri dapat menjalar ke leher, rahang
bawah atau lengan kiri, dapat disertai dengan gejala aktivasi sistem syaraf otonom
seperti mual, muntah serta keringat dingin), dijumpai elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan atau adanya LBBB yang dianggap
baru, peningkatan kadar enzym jantung akibat nekrosis miokard (CKMB dan
troponin), serta dijumpainya abnormalitas wall motion regional yang baru pada
pemeriksaan ekokardiografi.(Van der Werf dkk, 2012).

2.1.2 Klasifikasi

Nyeri dada khas angina yang tidak disertai dengan elevasi segmen ST
digolongkan ke dalam APS atau IMA Non STElevasi.Apabila dijumpai
peningkatan enzim jantung, maka penderita digolongkan ke dalam IMA
NSTE.Sedangkan bila enzym jantung normal maka kondisi ini disebut APS
(Bender dkk,2011; Antmann,2008; Van de Werf dkk,2012).

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Komplikasi

Komplikasi akibat IMA STE dapat berupa gangguan hemodinamik seperti


gagal jantung, hipotensi, kongesti paru, keadaan output rendah, syok kardiogenik,
infark ventrikel kanan, angina pasca infark ,ventricular septal rupture,
Regurgitasi katup mitral akut, perikarditis, thromboemboli dan aritmia. Gangguan
ginjal akut (GgGA) merupakan keadaan yang serius dan sering terjadi pada pasien
sindroma koroner akut, gagal jantung, cardio-pulmonary by pass, dan contrast-
induced nephropathy. Pada keadaan ini GgGA menyatakan adanya peningkatan
mortalitas dan sebagai prediktor Major Adverse Cardiac Events (MACE) selama
perawatan di rumah sakit. Pada sebuah studi di ICU sebuah rumah sakit di
Bandung selama pengamatan tahun 2005-2006, didapatkan penyebab AKI
(dengan dialisis) terbanyak adalah sepsis (42%), disusul dengan gagal jantung
(28%), AKI pada penyakit ginjal kronik (PGK) (8%), luka bakar dan
gastroenteritis akut (masing-masing 3%).

2.2 Neutrophil Gelatinase Associated-Lipocalin (NGAL)


NGAL adalah suatu protein dengan berat molekul 25 kD yang terikat pada
gelatinase dari sel netrofil. Pada keadaan normal NGAL diekskresi dalam kadar
yang sangat rendah dari berbagai jaringan tubuh, seperti ginjal, paru, lambung dan
kolon. Pada berbagai penelitian, penanda biologis tahap satu (percobaan binatang)
telah dibuktikan bahwa NGAL adalah jenis protein yang paling cepat dan secara
bermakna meningkat akibat adanya gangguan (injury) pada ginjal atau terjadinya
proses nefrotoksik.NGAL dapat diperiksa dari darahmaupun urin dan dapat
digunakan untuk menegakkandiagnosisdiniAKIolehkarenadapat terdeteksi 1 –2
hari sebelum terjadinya kenaikan serum kreatinin.NGAL tidak secara bermakna
meningkat pada PenyakitGinjalKronis (PGK). Laporan dari beberapa penelitian
merangkum sejumlahstudiNGAL padaAKI. Padasuatustudipotonglintangdengan
subyek di ruang intensif yang terdiagnosis AKI
menunjukkanadanyasuatupeningkatankonsentrasi NGAL plasma lebih dari 10 kali
lipat dan bahkan sampai 100 kali pada NGAL urin dengan metode Western
blotting dibandingkan dengan kontrol.

Universitas Sumatera Utara


Biopsiginjalpada pasien-pasien ini memperlihatkan adanya akumulasi
yangintensdariimmunoreaktiv NGAL pada 50% korteks tubulus.Hasil ini
merupakan petunjuk bahwa NGAL adalah protein yang memberikan respon
sangat sensitif pada AKI.
Salah seorang peneliti utama dari protein-protein ini yakni Dr.Roland
Strong menyatakan '' Lipocalin merupakan protein kecil yang dihasilkan sel untuk
mengikat dan mengangkut senyawa-senyawa'' (Goetz et al.2000). Protein-protein
yang termasuk dalam golongan ini antara lain:∝1-mikroglobulin, retinol-binding
protein 4, prostaglandin D synthase, dan nitrophorines, yang berfungsi khusus
dalam pengikatan dan transport molekul hydrophobik kecil.

Gambar 1. Struktur NGAL dikutip dari Dr. ssa Katia Nisi, Predictive
Ability of NGAL as a marker of renal damage: Evaluation of multiple clinical
settings, 2012.

Lipocalin juga terlibat dalam beberapa proses seperti transport retino,


invertebrate cryptic coloration, olfaction, transport pheromone, dan sintesis
prostaglandin. Struktur inti terdiri dari eight-stranded, anti parallel, continuously
hydrogen-bonded β-barrel yang diartikan sebagai suatu struktur calyx-or cup-
shapedyang dikelilingi ligand binding site.

2.2.1 Fisiologi NGAL

Universitas Sumatera Utara


2.2.1.1 Mekanisme metabolisme besi
Penghantaran besi ke sel merupakan halpenting untuk pertumbuhan dan
perkembangan sel. Besi berada di daerah aktif pada sebagian besar protein
termasuk sebagai regulator dari metabolisme dan sintesis DNA, dan
menyeimbangkan struktur protein 3-dimensi (Cooper et al,1997;Nyholm et
al.1993).Sebagai tambahan, besi merupakan regulator unik pada ekspresi gen,
dimana mengaktivasi transkripsional (Yamaguchih et al.1996) dan mekanisme
post transkripsional (Rouauly et al.1997). Karena itu, besi mampu
mengembangkan sel,maturasi, dan metabolismenya diregulasi oleh beberapa
protein secara ketat.
Kebanyakan sel mendapat besi dengan cara menangkap transferrin yang
berlokasi pada besi.Setelah menempel ke reseptor, transferrin masuk ke
endocytic pathways(Van Renswoude et al.1982).Bersama endosom, besi
berdisosiasi dari transferrin dan ditransfer melewati membran vesikel masuk
ke dalam sel sitoplasma. Pada epitel, lintasan ini berlokasi unik di basal sel.
Namun, kepentingannya banyak pada fisiologis orang dewasa, jalur transferrin
tidak esensial untuk menghantar besi ke beberapa jaringan, termasuk
epitel.Siderophores merupakan protein yang diproduksi oleh bakteri untuk
menyerap besi dari ruang ektraselular.Mereka menangkap besi dengan afinitas
tinggi dan menjamin terus menerus pemasokan besi untuk kelangsungan hidup
dan pertumbuhan bakteri.Enterochelin merupakan satu siderophore yang
diproduksi oleh beberapa bakteri.Bukti peran NGAL dalam metabolisme besi
berasal dari studi kristalografi. Untuk menguji hipotesis bahwa NGAL
mengganggu mediasi penyerapan zat besi siderophoreoleh bakteri, Goetz et al
meneliti efek eksogen NGAL terhadap pertumbuhan bakteri dalam kondisi
besi pembatas. Mereka menemukan bahwa XL-1Blue E.colimenunjukkan
NGAL gagal tumbuh di media M9 kecuali dilengkapi dengan besi
10pM.Namun ketertarikan eksogen apo-NGAL pada konsentrasi 5pM
menghambat pertumbuhan 20 kali lipat.Penambahan zat besi hanya cukup
untuk menjenuhkan pertumbuhan NGAL, menunjukkan NGAL tidak memiliki
properti anti bakteri luar penyerapan besi.

Universitas Sumatera Utara


Neutrofil gelatinase terkait lipocalin berinteraksi dengan sel secara
spesifik pada reseptor permukaan sel, hingga sekarang dua reseptor sudah
diidentifikasi:megalin-cubilin multiscavengerkompleks yang ditemukan pada
permukaan sikat perbatasan sel epitel tubulus ginjal dan 24p3R (NGAL
awalnya disebut 24p3), sebuah transporter kation organik. NGAL juga telah
dilaporkan berinteraksi dengan reseptor lain seperti protein kinase
ekstraselular, faktor pertumbuhan hepatosit, dan gelatinase B. Reseptor ini
tampaknya memiliki peran dalam perjalanan seluler dan endositosis NGAL.
Endsitosis terjadi dengan protein NGAL saja (apo-NGAL) atau NGAL
kompleks yang berikatan dengan besi-pengikat siderophores (Holo-
NGAL).Efek seluler tergantung pada bentuk endosit NGAL. Ketika diangkut
sebagai apo-NGAL, ia menangkap besi intraseluler. Di sisi lain, ketika endosit
diangkut sebagai Holo-NGAL,ia melepaskan siderophore besi kompleks dan
memberikan kontribusi ruang intaseluler besi. Menipisnya ruang tersebut
dalam kondisi tertentu dapat menyebabkan apoptosis (gambar2).

Gambar 2. Skema perpindahan sel neutrophil gelatinase-assocaited lipocalin

Universitas Sumatera Utara


(NGAL) dikutip dari Dr. ssa Katia Nisi, Predictive Ability of NGAL as a marker
of renal damage: Evaluation of multiple clinical settings, 2012.

2.2.1.2 NGAL dalam kekebalan bawaan untuk bakteri


Goetz et al menunjukkan bahwa ligan yang paling penting dari lipokalin
adalah siderophore, besi non-peptid kecil mengandung molekul yang diproduksi
bakteri, tumbuhan, dan mamalia yang melalui transportasi dan pasokan besi,
terlibat dalam pertumbuhan sel dan kelangsungan hidup. Strong dan Coll
melaporkan bahwa rekombinan NGAL yang dihasilkan oleh E.coli sangat cerah
dalam warna berbeda dengan NGAL yang dihasilkan oleh sel serangga. Hal ini
menunjukkan bahwa warna merah disebabkan oleh molekul besi yang
terperangkap dalam sidophore E.coli, enterocelin menunjukkan bahwa NGAL
merupakan sidophore pengikat protein.Pengikatan enterocelin oleh NGAL
berdisosiasi kuat (0.4nM) dan siderophore lebih stabil secara signifikan dalam
kantung lipokalin NGAL.
Ini berarti bahwa kemampuan NGAL untuk menyerap besi melalui
siderophore bertahan lama.Bukti ini telah dikonfirmasi oleh eksperimen dimana
apo-NGAL, NGAL dihasilkan tanpa sidophore ditambahkan ke E.coli.NGAL
mampu memblokir pertumbuhan E.coli di bawah kondisi besi yang buruk tetapi
NGAL dengan besi sidophore tidak mampu memblokir pertumbuhan E.coli
tersebut.Selain enterocelin NGAL telah terbukti mengikat siderophore lainnya
termasuk carboxmycobactin, protein larut disekresikan oleh mikrobakteri.Induksi
besar NGAL pada sel epitel membuat dugaan NGAL berperan dalam kekebalan
bawaan. Peran NGAL menghambat pertumbuhan bakteri dengan penyerapan besi
siderophore diteliti pada model tikus knock-out oleh Arus et al. Mereka
menunjukkan bahwa ketahanan tikus liar itu karena kemampuan mereka untuk
menginduksi sintesis NGAL dan mengurangi jumlah besi siderophore. Setelah
terbukti tikus liar dengan besi siderophore berasal dari NGAL yang tidak bisa
mengikat, tikus menjadi rentan terhadap infeksi seperti tikus knock-out.
(Penelitian ini menunjukkan bahwa NGAL bekerja sebagai agen bakteriostatik
dengan cara menyerap siderophore yang terikat besi,tapi NGAL bukanlah suatu
bakterisida, NGAL hanya mampu mencegah pertumbuhan bakteri saat menyerap
siderophore.

Universitas Sumatera Utara


Disimpulkan oleh beberapa peneliti NGAL berperan dalam strategi
penurunan besi dan kekebalan bawaan sistem tubuh.NGAL dilepaskan oleh
neutrofil di daerah infeksi dan peradangan untuk menyerap siderophore besi
bakteri. Namun komponen lain seperti laktoferrin hanya mengikat dan mengambil
besi bebas, NGAL spesifik untuk besi yang sudah dilokasikan untuk penggunaan
bakteri sebagai besi siderophore kompleks.Siderophore mengikat NGAL dan
mencegah penyerapannya oleh mikroorganisme bisa dilihat di
gambar3.Mikroorganisme bersintesis dan merilis siderophores yang menangkap
besi dan menyediakan mekanisme untuk memasok nutrisi penting bakteri.NGAL
mengikat siderophores dan mencegah penyerapan dalam mikroorganisme
sehingga menghalangi mereka dari nutrisi penting ini.

2.2.1.3 NGAL dalam perkembangan ginjal


NGAL awalnya dimurnikan sebagai protein yang mendorong
mesenkimmengkonversi ephitel garis sel ureter.Efek ini berhubungan dengan
kemampuan NGAL menyumbangkan besi untuk sel sehingga dikemukakan
bahwa NGAL terlibat dalam pengembangan ginjal.Gwira et al. menunjukkan
bahwa beberapa faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan hepatosit (HGF)
yang mampu merangsang sel-sel epitel untuk mengekspresikan NGAL yang
berpartisipasi dalam transformasi mesenchymal-epitel melalui kemampuan untuk
meningkatkan penyerapan zat besi seluler.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3 : Sel epitel bersintesis dan melepaskan NGAL saat merespon
peradangan. Dikutip dari Dr. ssa Katia Nisi, Predictive Ability of NGAL as a
marker of renal damage: Evaluation of multiple clinical settings, 2012.

Pada konsentrasi di bawah yang ditemukan untuk menengahi transportasi


besi, dimurnikan NGAL dapat menimbulkan promigratory dan efek probranching
yang memicu aktivasi ERK.Penindasan ekspresi NGAL menggunakan jepit RNA
pendek menghasilkan peningkatan pembentukan kista dengan sel-sel
tubular.Namun, kecanduan simultan NGAL dan HGF menyebabkan hubungan
langsung dari dua protein, dan menghambat aktifasi parsialoleh jalur HGF- c-Met
dan MAPK hilir dan phosphatidylinositol3-kinase. Efek penghambatan ini
meregulasi HGF-dirangsang migrasi sel tunggal, dan batas bercabang
morfogenesis baik pada sel tunggal dan tingkat multiseluler.Percobaan ini
menunjukkan bahwa ekspresi lokal NGAL memainkan peran regulasi dalam
morfogenesis epitel dengan mempromosikan organisasi sel ke dalam struktur
tubular sementara simultan negatif modulasi efek percabangan HGF.
Yang et al. mengilustrasikan bahwa, pemberian NGAL dimurnikan untuk
sel-sel progenitor epitel awal diperoleh dari niche perifer tertentu murine
mesenkim metanephric, efek proliferatif yang jelas diamati, diikuti oleh
diferensiasi epitel elemen tersebut dengan generasi berikutnya dari formasi
nefron-bentuk mengekspresikan glomerular, proksimal, dan spidol seluler
permukaan tubular distal. Namun, mekanisme ini tampaknya tidak begitu penting
untuk in vivo pengembangan ginjal embrio karena model genetik inaktivasi
NGAL tidak menimbulkan blokade pematangan ginjal atau agenesis lengkap
organ ini, mungkin karena adanya jalur yang lebih berlebihan lainnya. Saat ini,
mekanisme molekuler yang tepat dimana NGAL mengerahkan efek pertumbuhan
pada sel ginjal belum diklarifikasi.Peran mendasar tampaknya dimainkan oleh
hubungan antara NGAL dan besi pengikat siderophores dan interaksi selanjutnya
dengan reseptor spesifik permukaan (24p3R; megalin).Sebaliknya, NGAL saja
(apo-NGAL), serta NGAL terkait dengan siderophore besi bebas atau gallium-
mengikat, tampaknya memiliki efek proapoptotik sangat mirip dengan yang di
mana sifat antibakteri protein ini tergantung, sebagai akibat dari menipisnya
cadangan besi intraseluler [Yang et al. 2002].

Universitas Sumatera Utara


Dipertimbangkan bersama-sama, pengamatan ini menegaskan pentingnya
menangkap besi untuk perkembangan embrio ginjal, tetapi juga menunjukkan
adanya alternatif jalur besi pengiriman, berbeda dari sistem utama saat ini diakui
pada mamalia (yang dimediasi oleh transferin).Namun, tidak dapat
dikesampingkan bahwa mekanisme lain, misalnya aktivasi kinase ekstraseluler
atau mengikat dengan matriks metalloproteinase, mungkin terlibat dalam
menentukan sifat pertumbuhan/diferensiasi NGAL [Bolignano et al. 2008].

2.2.1.4 NGAL sebagai biomarker


NGAL telah terbukti menjadi biomarker yang menjanjikan dalam berbagai
kondisi ginjal dan non-ginjal lainnya, seperti yang ditunjukkan pada tabel1.NGAL
merupakan biomarker klinis berguna untuk diagnosis dini, untuk memprediksi
tingkat keparahan penyakit, untuk pemantauan terapi, dan untuk memprediksi
klinis hasil.

Tabel1. Potensi NGAL sebagai biomarker dikutip dari Dr. ssa Katia Nisi
Univercity of Bologna, Predictive Ability of NGAL as a marker of renal damage:
Evaluation of multiple clinical settings, 2012.
1. Biomarker for early detection of AKI
A. Timing of kidney injury known
a. After cardiac surgery
b. After contrast procedures
B. Timing of kidney injury unknown
a. In critically all patients
b. After multiple trauma
2. Predictor of outcome of AKI
3. As a marker of disease activity and severity
a. Pediatric lupus nephritis
b. Ig A nephropathy
c. Idiopathic glomerulonephritis
4. As a marker for cyst volume progression in ADPKD
5. Biomarker for
a. Detection and therapheutic response of brain tumor
b. Inflammatory bowel disease
c. Breast tumors

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 NGAL sebagai biomarker gangguan ginjal akut
2.2.2.1Definisi Gangguan Ginjal Akut

Sebelum dikemukakan definisi Acute Kidney Injury (AKI) yang


diterjemahkan sebagai Gangguan Ginjal Akut (GgGA) maka definisi Acute Renal
Failure (ARF) yang umum diterjemahkan sebagai Gagal Ginjal Akut (GGA),
sejak lama telah digunakan. Agar perubahan konsep definisi Acute Renal Failure
menjadi Acute Kidney Injury dapat dimengerti dan diketahui letak perbedaannya
maka terlebih dahulu akan dikemukakan konsep tradisional ARF(GGA),
selanjutnya dijelaskan konsep definisi AKI (GgGA) yang diajukan oleh Acute
Dialysis Quality Initiative (ADQI) dan kemudian disempurnakan oleh Acute
Kidney Injury Network(AKIN). Untuk mengatasi beragamnya konsep gagal ginjal
akut maka suatu kelompok pakar nefrologi dan intervensivist, bergabung ke dalam
ADQI (Acute Dialysis Quality Intiative).Kelompok ini bertujuan untuk membuat
definisi baru dan konsensus pengelolaan yang komprehensif, berdasarkan bukti-
bukti klinik terpercaya (evidence based medicine).Kelompok ini mengadakan
konferensinya yang pertama di New York pada bulan Agustus tahun 2001.Pada
pertemuan kedua pada tahun 2002, dikemukakan definisi Acute Kidney Injury
(AKI) menggantikan Acute Renal Failure (ARF).Pertemuan ketiga diadakan di
Miami, Florida pada bulan Januari tahun 2003. Pada awalnya kelompok ADQI
disponsori oleh asosiasi profesional ginjal di Amerika (ASN,NKF, dan ISN).
Kemudian kelompok ini mendapat apresiasi dari berbagai asosiasi profesional lain
di Eropa dan Asia-Pasifik. Pada pertemuan di Vienza Italia, September2004,
kelompok ini sepakat membentuk jaringan yang lebih luas disebut sebagai Acute
Kidney Injury Network(AKIN).Pertemuan selanjutnya diadakan di Amsterdam
pada tahun 2005, dan pada tahun 2007 di Vienzia, Italia. (Ronko dkk,
2001;Bellomodkk,2002;Kellum dkk,2005; Mehta dkk,2007; Molitoris dkk,2007;
Himmelfarb & Ikzler,2007).

Perubahan konsep ini didasari oleh beberapa pertimbangan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a) Kenaikan sedikit saja dari kadar kreatinin serum sangat berhubungan dengan
prognosis pasien, oleh karena itu definisi yang dibuat harus dapat mendeteksi
gangguan fungsi ginjal mulai tahap dini.
b) Penggunaan kata ''Injury''(gangguan) lebih mencerminkan patobiologi kelainan
ginjal jika digunakan kata ''failure'' (gagal).
c) Penggunaan kata ''kidney'' dalam bahasa Inggris lebih mudah dimengerti
maksudnya oleh semua kalangan (termasuk awam) dibanding kata ''Renal''.

Forum Ilmiah membebaskan untuk menerjemahkan Acute Kidney Injury


(AKI) sebagai gangguan ginjal akut (GgGA).Perubahan konsep definisi kepada
GgGA diharapkan dapat mengatasi kelemahan konsep definisi GGA
sebelumnya.Oleh karena itu, konsep definisi yang baru ini harus disertai kriteria-
kriteria diagnosis yang dapat mengklasifikasikan GgGA dalam berbagai kriteria
beratnya penyakit.Kriteria yang dibuat disebut sebagai kriteria RIFLE (Risk-
Injury-Failure-Loss-End-stage renal failure). Kriteria RIFLE pertama kali
dipresentasikan pada International Conference on Continous Renal Replacement
Therapies, di San Diego pada tahun 2003. Beberapa perbaikan telah dilakukan
pada kriteria RIFLE. Kriteria terakhir diajukan oleh Kellum, Bellomo, dan Ronco
pada pertemuan di Vicenza, Itali, tahun 2007, seperti terlihat pada tabel 2.Kriteria
RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan menunjukkan kegunaan dalam
aspek diagnosis, klasifikasi berat penyakit, pemantauan perjalanan penyakit dan
prediksi mortalitas.

Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, dikutip dari ADQI Revisi 2007

Universitas Sumatera Utara


Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi
nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE.
AKIN mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan
merekomendasikan (1) kenaikan kadar Cr serum sebesar >0,3 mg/dL sebagai
ambang definisi AKI karena dengan kenaikan tersebut telah didapatkan
peningkatan angka kematian 4 kali lebih besar (OR=4,1; CI=3,1-5,5); (2)
penetapan batasan waktu terjadinya penurunan fungsi ginjal secara akut,
disepakati selama maksimal 48 jam (bandingkan dengan 1 minggu dalam kriteria
RIFLE) untuk melakukan observasi dan mengulang pemeriksaan kadar Cr serum;
(3) semua pasien yang menjalani terapi pengganti ginjal (TPG) diklasifikasikan
dalam AKI tahap 3; (4) pertimbangan terhadap penggunaan LFG sebagai patokan
klasifikasi karena penggunaannya tidak mudah dilakukan pada pasien dalam
keadaan kritis. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada kriteria
RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2, dan 3.
Kategori LE pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis (outcome) sehingga
tidak dimasukkan dalam tahapan. Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat dilihat
pada tabel 3. Sebuah penelitian yang bertujuan membandingkan kemanfaatan
modifikasi yang dilakukan oleh AKIN terhadap kriteria RIFLE gagal
menunjukkan peningkatan sensitivitas, dan kemampuan prediksi klasifikasi AKIN
dibandingkan dengan kriteria RIFLE.

Tabel 3. Klasifikasi AKI dikutip dari kriteria AKIN, 2005.

Universitas Sumatera Utara


2.2.2.2 Klasifikasi Etiologi

Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis


AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit
yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
(AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari
tempat terjadinya AKI.Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI dapat dilihat pada
tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Penyebab AKI (Dimodifikasi), dikutip dari Acute Renal


Failure, Harrison’s principle of internal medicine,2005


AKI Prarenal
I. Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular
Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksiusus
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh
Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih
(diuretik,hipoadrenal, dieresis osmotik),melaluikulit (luka bakar)
II. Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
- Penyebab perikard: tamponade
- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
- Aritmia
- Penyebab katup jantung
III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vaskular perifer
Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan(contoh:
barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
- Vasokonstriksi ginjal
Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus
amphotericin B
- Hipoperfusi ginjal lokal
Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen Perubahan structural
(usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, PGK (penyakit ginjal
kronik), hipertensi maligna), penurunan prostaglandin (penggunaan

Universitas Sumatera Utara


OAINS, COX-2 inhib tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis,
hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus,
radiokontras)
- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
- Penggunaan penyekat ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
-Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
AKI Renal/intrinsik
I. Obstruksi renovaskular
- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,diseksi
aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,kompresi)
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
- Glomerulonefritis, vaskulitis III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular
Necrosis, ATN)
- Iskemia (serupa AKI prarenal)
- Toksin
- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,pelarut
organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolisis, asam urat,
oksalat, mieloma)
IV. Nefritis interstitial
- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bak- teri, viral,
jamur), infiltrasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik
V. Obstruksi dan deposisi intratubular
- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir,
metotreksat,sulfonamida
VI. Rejeksi alograf ginjal

AKI Pascarenal
I. Obstruksi ureter
- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal
II. Obstruksi leher kandung kemih
- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, kegana- san,
darah
III. Obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis


2.2.2.3 Pendekatan Diagnosis

Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis gangguan ginjal akut sesuai
dengan yang telah dipaparkan diatas, pertama-tama harus ditentukan apakah
keadaan tersebut memang merupakan gangguan ginjal akut atau merupakan suatu

Universitas Sumatera Utara


keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua
keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI,
pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat
dipakai.Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula
berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit
ginjal polikistik.Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan
etiologi, tahap AKI, dan penentuan komplikasi.

2.2.2.4Penanda Biologis (BIOMARKER)


Menurut Biomarkers Definitions Working Group (2001), yang dimaksud
dengan penanda biologis (biomarker=biological marker) adalah suatu parameter
biologis (dapat berupa hormon, enzim, fenotipe, genetik, dll) yang terukurdan
terpercaya sebagai indikator terjadinya suatu proses biologis, proses patologis,
respons farmakologis, atau respons terhadap intervensi terapeutik. Definisi
menurut FDA lebih sederhana, yaitu indikator diagnostik yang terukur yang dapat
membuktikan adanya suatu resiko terjadinya suatu penyakit.
Kenaikan mendadak kadar kreatinin serum sudah sejak lebih dari 60 tahun
digunakan sebagai penanda biologis (biomarker) untuk menegakkan diagnosis
Gangguan Ginjal Akut (GgGA) (Addis dkk,1947). Hingga saat ini Acute Kidney
Injury Network (AKIN) masih menggunakan penanda biologis ini untuk
menegakkan diagnosis GgGA. Hal ini disebabkan karena belum ada penanda
biologis lain yang cukup spesifik dan sensitif untuk menegakkan diagnosis
GgGA.
Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria diagnosis AKI (Cr
serum, LFG dan UO) dinilai memiliki beberapa kelemahan. Kadar Cr serum
antara lain (1) sangat tergantung dari usia, jenis kelamin, massa otot, dan latihan
fisik yang berat; (2) tidak spesifik dan tidak dapat membedakan tipe kerusakan
ginjal (iskemia, nefrotoksik, kerusakan glomerulus atau tubulus); (3) tidak sensitif
karena peningkatan kadar terjadi lebih lambat dibandingkan penurunan LFG dan
tidak baik dipakai sebagai parameter pemulihan. Penghitungan LFG
menggunakan rumus berdasarkan kadar Cr serum merupakan perhitungan untuk

Universitas Sumatera Utara


pasien dengan PGK dengan asumsi kadar Cr serum yang stabil. Perubahan
kinetika Cr yang cepat terjadi tidak dapat “ditangkap” oleh rumus-rumus yang
ada.Penggunaan kriteria UO tidak menyingkirkan pengaruh faktor pra-renal dan
sangat dipengaruhi oleh penggunaan diuretik.Keseluruhan keadaan tersebut
menggambarkan kelemahan perangkat diagnosis yang ada saat ini, yang dapat
berpengaruh pada keterlambatan diagnosis dan tata laksana sehingga dapat
berpengaruh pada prognosis penderita. Dibutuhkan penanda biologis ideal yang
mudah diperiksa, dapat mendeteksi AKI secara dini sebelum terjadi peningkatan
kadar kreatinin, dapat membedakan penyebab AKI, menentukan derajat
keparahan AKI, dan menentukan prognosis AKI.Penanda biologis dari spesimen
urin yang saatq ini dikembangkan pada umumnya terdiri dari 3 kelompok yakni
penanda inflamasi (NGAL, IL-18), protein tubulus (kidney injury molecule
[KIM]-1, Na+/H+ exchanger isoform 3), penanda kerusakan tubulus (cystatin C,
α-1 mikroglobulin,retinol-binding protein, NAG).
Berdasarkan penelitian fase 2 dan 3 yang ada saat ini, dapat disimpulkan
bahwa IL-18 dan KIM-1 merupakan penanda potensial untuk membedakan
penyebab AKI; NGAL, IL-18, GST-π ð, dan γ-GST merupakan penanda potensial
diagnosis dini AKI; NAG, KIM-1 dan IL-18 merupakan penanda potensial
prediksi kematian setelah AKI.
Misha et al. pertama kali mengusulkan NGAL sebagai biomarker awal baru.
Dalam model tikus cedera iskemia reperfusi-(IRI) dikenakan 30 menit dari oklusi
arteri ginjal bilateral, NGAL ditemukan menjadi salah satu dari tujuh gen yang
sangat diregulasi. NGAL mudah terdeteksi dalam urin dalam waktu 2 jam setelah
iskemia. Dalam studi yang sama, set terpisah tikus menjadi sasaran 5, 10, dan 20
menit dari iskemia. Kemih NGAL terdeteksi bahkan pada tikus tersebut, muncul
setelah 6 jam pada tikus dengan 5 menit dari iskemia dan setelah 4 jam pada tikus
dengan 10 dan 20 menit dari iskemia. Dengan demikian, NGAL dipercayai
sebagai penanda AKI yang sangat sensitif dan tingkat yang berhubungan dengan
dosis dan durasi iskemia ginjal [Mishra et al. 2003].
Selain itu, penulis yang sama melaporkan bahwa uNGAL terdeteksi setelah
1 hari pemberian cisplatin dalam model tikus nefrotoksik AKI, menunjukkan
sensitivitas dalam model kerusakan tubular lain [Mishra et al. 2008]. NGAL telah

Universitas Sumatera Utara


banyak diteliti secara luas di berbagai klinis yang berbeda dari AKI.Namun,
dengan mengumpulkan bukti-bukti, beberapa pengamatmeresahkan tentang
ketahanan NGAL sebagai biomarker. Haase et al. melakukan meta-analisis data
dari 19 studi termasuk 2.500 pasien dari studi observasional untuk memperkirakan
akurasi diagnostik dan prognostik NGAL dan nilainya di AKI. Populasi termasuk
orang dewasa dan15anak-anak,dilihat dari beberapa kondisi klinis: paling sering
diselidiki AKI pada post-op bedah jantung, diikuti oleh AKI pada pasien sakit
kritis dan setelah terpapar media kontras untuk angiografi koroner.
Kesimpulannya, NGAL ditemukan menjadi prediktor awal AKI, dengan
air seni atau plasma / serum kadar NGAL. Tingkat NGAL juga mengungkapkan
nilai prognostik untuk endpoint klinis, seperti inisiasi dialisis dan kematian.
Sayangnya, generasi NGAL extrarenal substansial dalam respon terhadap stres
sistemik dapat meningkatkan ekskresi urin NGAL tanpa adanya AKI juga, dan ini
mungkin juga timbul dari, penyakit ginjal kronis dan tidak hanya akut [Haase et
al. 2009].

Gambar 4. Skema dari sebuah nefron yang mengilustrasikan produksi


NGAL dari tubulus proximal saat AKI dikutip dari Coles M et al, 2012

Universitas Sumatera Utara


2.3 NGAL dengan infark miokard akut elevasi segmen ST
Proses inflamasi dan polimorfik nuklear neutrophil merupakan hal penting
dalam patogenesis infark miokard akut (Sahinarslan et al.,2011). Aktivasi netrofil
telah dilaporkan pada beberapa kasus angina tidak stabil dan infark miokard akut
tetapi tidak pada pasien angina stabil (Ott et al., 1996;Jaremo et al.,2000;Buffon
et al., 2002;Patel et al.2004; Naruko et al;2002;Madjid et al.,2004;Sarndahl et
al.,2007). Aktivasi ini terlihat sebelum kerusakan miokard pada pasien infark
miokard akut (Goldmann et al.,2009).
Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap injuri, yang dapat disebabkan oleh
invasi zat infeksius atau infark miokard akut.
Ada 3 reaksi tubuh yang penting pada inflamasi :
• Terdapat usaha meningkatkan aliran darah ke daerah injuri.
• Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, retraksi sel endotel. Kondisi ini
memudahkan molekul besar untuk melewati endotel, seperti zat imunitas.
• Lekosit terutama netrofil dan makrofag akan migrasi keluar dari kapiler menuju
daerah injuri. (Roitt et al, 1985).
Dari hasil beberapa studi prospektif, jumlah lekosit netrofil polimofonuklear
pada darah tepi, mempunyai korelasi positif dengan terjadinya infark miokard
akut.Sylven dkk, mendapati korelasi positif antara meningkatnya jumlah netrofil
polimorfonuklear perifer dengan tingginya nilai puncak enzim CK.
Aterosklerosis merupakan penyebab utama penyebab kematian dan
kesakitan dilihat dari penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit vaskular
perifer.Hyperlipidemia dan inflamasia dalah 2 pilar utama patofisiologi dari
aterosklerosis.Mereka saling terhubung sebagai hiperkolesterol meningkatkan
jumlah sirkulasi monosit untuk emigrasi menjadi aterosklerosis.Dalam beberapa
tahap, dikarakteristik dengan akumulasi sel inflamasi, lipid, dan matriks
ekstraselular yang memicu stenosis arteri pada pembuluh darah.Erosi dan ruptur
plak memicu pembentukan trombus dan koagulasi intravaskular hingga terjadi
oklusi.Tergantung lokasi injury dapat memicu infark miokard akut atau stroke.
Infark miokard akut diawali dengan pembentukan trombus yang oklusif
pada pembuluh koroner epikardial. DeWood, pertama sekali melaporkan

Universitas Sumatera Utara


terjadapatnya obstruksi (sumbatan) arteri koroner 80-90% dalam 4 jam dari onset
infark. (Friesinger GC,1985).
Terdapat 3 proses yang dapat menerangkan terjadinya oklusi arteri koroner :
• Perdarahan kedalam plak aterosklerosis
• Spasme arteri koroner.
• Trombosis.
Dimulai dengan robek atau terputusnya kontinuitas endotel pembuluh
koroner, merangsang aktifasi platelet dan sistem koagulasi sehingga terbentuk
trombus.Jadi pemicu terbentuknya trombus oleh karena adanya interaksi
terputusnya kontinuitas endotel, aktivasi platelet dan komponen sirkulasi lainnya.
Trombus yang terbentuk menyebabkan iskemi, bila berlangsung lama dapat
menyebabkan nekrosis otot jantung (infark).
Kerusakan miokard jantung yang disebabkan aterosklerosis diyakini
karena obstruksi fisik lumen pembuluh darah; namun 60-70% infark miokard
disebabkan oleh plak tidak beroklusi.Terbukti bahwa gangguan pada plak
aterosklerosis memicu pembentukan trombus, yang dapat menyebabkan infark
miokard.Dua faktor pencetus utama pembentukan trombus adalah gangguan
penutupan plak dan erosi pada lapisan endotel tersebut.Inflamasi plak
aterosklerosis diperkirakan sebagai pemicu gangguan plak dengan menyebabkan
plak tidak stabil.Mediator inflamasi dalam ateroma menunjukkan penghambatan
pertumbuhan otot polos dan produksi kolagen untuk menambah aktifitas matriks
metalloproteinase (MMP).Hal ini mengakibatkan penurunan kolagen dan struktur
plak semakin melemah.MMPs merupakan golongan endopeptidaseyang mampu
menurunkan komponen molekul matriks ektraseluler. Mereka berperan penting
dalam proses patologis seperti aterosklerosis dan invasi sel tumor. Gelatinase
B(MMP-9) secara khusus diduga berhubungan dengan penyakit aneurisma aorta
abdominal, aterosklerosis, ruptur plak. Pada 13 pasien kanker, peningkatan berat
molekul MMPs pada urin telah terbukti menjadi prediktor independen dari
metastase, kompleks MMP-9 dan NGAL telah diidentifikasi sebagai bentuk
metalloproteinase dengan berat molekul tinggi.
NGAL dihasilkan oleh netrofil dan meningkatkan aktivitas proteolitik
dengan plak aterosklerosis (Sahinarslan et al.,2011). Selama iskemi (infark)

Universitas Sumatera Utara


terjadi aktifasi netrofil karena proses inflamasi di daerah iskemi. Netrofil yang
teraktifasi akan melekat atau adhesi dengan endotel kapiler, diikuti diapedesis
keluar dari intravaskular menuju lokasi infark, lalu mengelilingi miosit yang mati.
Selanjutnya, netrofil memakan (fagositosis) dan melepaskan ensim proteolitik,
oksigen radikal bebas yang diketahui bersifat toksis terhadap sel miokard dan
endotel pembuluh darah, dapat berimplikasi makin meluasnya injuri miokard. Saat
iskemi, sumber pembentukan oksigen radikal bebas berasal dari intrasel, selain
dari netrofil yang teraktifasi juga berasal dari mitokondria sel, endotel, membran
sel miokard yang rusak dan metabolisme arakidonat (Kloner RA,1993). Indikator
yang membuktikan meingkatnya aktifasi netrofil pada penderita infark miokard
akut, adalah meningkatnya kadar ensim plasma netrofil elastase dan lekotrin B4,
tingginya kadar diene 9-11 asam linoleat, malonaldehid, thiobarbituric aicd
reactive material (TBA-R<).
NGAL merupakan matrix metalloproteinase-9 (MMP-9), mencegah dari
degradasi dan mempertahankan aktivitasnya. MMP-9 merupakan endopeptidase
yang mampu mendegradasi matrix extraselular dan berhubungan dengan
ateroskeloris dan ruptur plak (Galis et al.,1994;Kai et al.,1998). Bentuk kompleks
NGAL dan matrix metalloproteinase-9 (MMP-9)sangat krusial untuk
aterosklerosis erosi plak dan formasi trombus sehingga MMP-9 meningkatkan
aktivasi NGAL (Hemdahl et al.,2006). Karena itu, MMP-9 dikatakan sebagai
mediator yang penting pada proses remodeling vaskular dan ketidakstabilan plak.
Sebagai tambahan, peningkatan level serum MMP-9 berhubungan sendiri dengan
outcomes kardiovaskular (Blankenberg et al.,2003).
Beberapa novel biomarker telah dilaporkan berhubungan dengan
peningkatan resiko mortalitas pada pasien infark miokard akut elevasi segmen ST
seperti N-terminal pro-brain natriuretic peptide (NT-proBNP), glukosa, C-reactive
protein, kreatinin atau estimasi glomerular filtration rate (GFR) dan troponin T
(Khan et al.,2008;Kosiborod et al.,2005; Ortolani et al.,2008; Anavekar et
al.,2004; Aviles et al.,2002). Biomarker tersebut menunjukkan disfungsi ventrikel
kiri, metabolisme glukosa, status inflamasi, fungsi ginjal dan kerusakan sel
miokard.

Universitas Sumatera Utara


NGAL juga dilihat berperan penting sebagai biomarker pada kasus gagal
jantung akut. Pada studi OPTIMAAL yang dilakukan oleh Dickstein et al pada
236 pasien dengan gagal jantung akut diikuti infark miokard akut, serum NGAL
meningkat keduanya pada baseline dan follow-up pasien dengan NYHA kelas III
(vs. NYHAI/II). Pasien dengan level serum NGAL diatas garis median
menunjukkan insidens tinggi kematian kardiovaskular, kematian, dan stroke.
Pada studi GALLANT menunjukkan prognostik plasma NGAL dengan
BNP pada 186 pasien Acute Decompensated Heart Failure (ADHF). Pasien
dengan level NGAL yang lebih tinggi mempunyai nilai signifikan outcomes pada
30hari dibandingkan dengan level NGAL yang rendah (134 vs 84 ng/ml;P<0.001)
dan peningkatan NGAL dan BNP beresiko signifikan untuk kejadian gagal
jantung (p=0.006) sama seperti kasus dengan NGAL yang tinggi namun rendah
BNP (p=0.036). Hasil ini memperkirakan bahwa kedua marker bisa menjadi alat
yang kuat untuk stratifikasi gagal jantung akut.

2.3.1 NGAL pada Gagal Jantung


Interaksi antarorgan ginjal dan jantungsudah sejak lama dikenal dan
dilaporkan dalam kepustakaan. Sejak tahun 1998, National Kidney Foundation
(NKF) di Amerika melaporkan tingginya angka kejadian Penyakit Kardiovaskular
(PKV=CVD) yang terjadi pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Dalam
kurun waktu 2 dekade banyak dilaporkan penelitian tentang interaksi antara kedua
organ ini (Behrend, 1999;Ezekowitz dkk, 2004; Go dkk,2004;Herzog, 2008). Pada
tahun 2008, Sarnak dkk melaporkan bahwa jika dibandingkan dengan populasi
umum maka kematian akibat PKV pada penderita PGK tahap 5 (sudah menjalani
dialisis), 10 sampai 30 kali lebih tinggi. Tingginya angka kejadian PGK tidak saja
terjadi pada pasien dialisis, ternyata juga pada tahap awal dan berkolerasi dengan
peningkatan kadar kreatinin. Dari sudut lain, Forman dkk (2004) melaporkan
terjadinya perburukan fungsi ginjal pada pasien yang dirawat karena gagal
jantung. Yang menjadi kriteria perburukan fungsi ginjal adalah kenaikan kadar
kreatinin serum ≥ 0.3mg/dl jika dibandingkan dengan kadar awal. Dari hasil
penelitian Candesartan In Heart Failure Assesment in Mortality and Morbidity
(CHARM) yang dilaporkan oleh Hillege dkk (2006), terbukti bahwa penurunan

Universitas Sumatera Utara


laju filtrasi glomeruli terhitung (eGFR) merupakan penanda meningkatnya angka
kejadian dan kematian akibat gagal jantung (heart failure). The Acute
Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE), suatu penelitian
populasi besar yang menyangkut 105.338 pasien gagal jantung yang dirawat di
Amerika, melaporkan terdapat 30% kasus diantaranya menderita juga PGK
(Gheorghiade M., 2004;Adams dkk,2008). Dari hasil review kepustakaan yang
dilakukan oleh Liang dkk (2008) dilaporkan bahwa lebih dari 70% kasus
menunjukkan kenaikan kadar serum kreatinin selama dirawat oleh karena gagal
jantung.
Tingkat penurunan fungsi ginjal selama perawatan gagal jantung
berkolerasi dengan angka kematian, komplikasi, dan lamanya
perawatan.Penelitian VALIANT (Valsartan in Acute Myocardial Infarction Trial)
yang dilaporkan oleh Anavekar dkk (2004) membuktikan bahwa penurunan LFG
merupakan faktor resiko bebas untuk terjadinya infark miokard atau PKV
lainnya.Setiap penurunan LFG sebesar 10cc/menit berasosiasi dengan hazard
ratio sebesr 1,10 untuk angka kematian dan komplikasi lainnya.Pada pasien
dengan ADHF selalu terjadi kelebihan volume tubuh (volume overload) dan
biasanya diberikan pengobatan diuretik.Penurunan fungsi ginjal mengganggu
efektivitas diuretik atau disebut sebagai diuretic resistant.
Pada penelitian Study of Left Ventricular Dysfunction (SOLVD), dilaporkan
faktor-faktor penanda perburukan fungsi ginjal (kenaikan kadar kreatinin serum
>0.3mg/dl)
• Usia tua
• Ejection Fraction rendah
• Kadar kreatinin serum awal diatas normal
• Tekanan darah sistolik rendah
• Diabetes melitus
• Hipertensi
• Penggunaan obat anti-platelet, diuretik, penyekat beta, dan kalsium antagonis

Pada penelitian SOLVD pasien dengan LFG <60cc/menit/1,73 m2


menunjukkan angka kematian 40% lebih tinggi. Pada penelitian CHARM

Universitas Sumatera Utara


(Candesartan in Heart Failure Assesment in Mortality and Morbidity) penderita
dengan Ejection Fraction dan eGFR rendah merupakan penanda yang signifikan
untuk penurunan fungsi ginjal dan peningkatan angka kematian.
Forman dkk (2004) membuat sistem score untuk memprediksi perburukan
fungsiginjal pada ADHF sebagai tercantum pada tabel 5 berikut.35% dari
penderita ADHF yang memiliki score ≥3 diprediksi akan mengalami perburukan
fungsi ginjal selama perawatan. Artinya, jika seorang pasien ADHF mempunyai
riwayat gagal jantung dan diabetes melitus dan tekanan sistolik >160mmHg
(score=3) dapat diprediksi bahwa 35% di antaranya akan mengalami perburukan
fungsi ginjal, berapa pun kadar kreatinin serum saat masuk.

Tabel 5. Sistem Scoring Prediksi Terjadinya Perburukan Fungsi Ginjal pada


ADHF
(Forman dkk,2004)

Scoring

1 Untuk riwayat penyakit; gagal jantung atau diabetes melitus atau
tekanan darah sistolik>160mmHg

2 Kadar kreatinin serum saat masuk : 1.5-2.4mg/dl

3 Kadar kreatinin serum saat masuk :>2.5mg/dl


Universitas Sumatera Utara


2.4. Kerangka Teori

Sindroma Koroner Akut

Aterosklerosis

Inflamasi
NGAL (+/-)
(TNF-α ↑, MMPs ↑, TGF-β ↓)

Hipoperfusi, curah jantung ↓

Dilatasi ventrikel kiri ↑, Fraksi Ejeksi

Gagal Ginjal / Gagal Jantung


perburukan fungsi ginjal

30% pasien gagal jantung


mengalami gagal ginjal

Pasien SKA yang mendapat Pasien gagal jantung yang


pencitraan zat kontras dari mendapat terapi diuretik
Intervensi Koroner Perkutan dan sering (30%)
dan 20% berkembang menjadi berkembang menjadi gagal
nefropaty yang diinduksi zat ginjal / perburukan fungsi
kontras i j l

Kematian

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Konsep

Infark Miokard
Ajut Elevasi
segmen ST

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

NGAL (+/-)

Hipotensi / Syok
Kardiogenik (+/-)

Acute Lung
Oedem (+/-)

Renal Flow (+/-)

AKI (+/-)

Mortality (+/-)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai