Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PARASITOLOGI I TEORI

Brugia sp

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas


Mata Kuliah Parasitologi I Teori
Dosen: Ibu Nurul Ni’ma Azis S.ST,M.Kes

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II KLS D17

NUR INDAH SARI


SRI UTAMI DEWI
TAR IZZAH
HARIANTO
AZIZAH AULIA
NURUL KHAERIYANI
DIMAS PRASETYO
RADIALLAH

ANALIS KESEHATAN MUHAMMADIYAH


AKADEMI KESEHATAN MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017/2018
ii

KATA PENGANTAR

Alunan pujian dalam untaian syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala


yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Parasitologi 1 “Brugia sp” sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas untuk memenuhi nilai mata
kuliah Parasitologi 1. Dalam proses penyelesaian makalah ini, penulis banyak
sekali memperoleh bantuan berupa bimbingan, saran serta motivasi baik dalam
bentuk moril maupun materil, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga selesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna yang
dikarenakan keterbatasan kemampuan yang ada dalam diri penulis. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan bagi
penyusunan-penyusunan berikutnya.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri,
umumnya bagi para pembaca

Makassar , 23 Mei 2018

Penyusun
iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

A. MORFOLOGI................................................................................................ 3

B. SIKLUS HIDUP ............................................................................................. 4

C. EPIDEMIOLOGI ........................................................................................... 5

D. GEJALA KLINIS YANG DITIMBULKAN .................................................. 6

E. DIAGNOSIS .................................................................................................. 8

F. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN........................................................ 9

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ................................................................................................... 11

B. Saran ............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 12


iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Brugia malayi pertama kali diakui oleh Lichentenstein dan Brug sebagai
patogen yang berbeda pada tahun 1927. Mereka melaporkan terjadinya suatu spesies
filariae manusia di Sumatera Utara baik fisiologis dan morfologis yang berbeda dari
W. bancrofti mikrofilaria umumnya ditemukan di Jakarta dan bernama patogen
Filaria malayi. Namun demikian, meskipun studi epidemiologi mengidentifikasi
malayi Filaria di India, Sri Lanka, Cina, Vietnam Utara, dan Malaysia pada tahun
1930-an, hipotesis Lichentenstein dan Brug tidak diterima sampai 1940-an, ketika
Rao dan Mapelstone mengdentifikasi cacing dewasa di India.

Brugia timori merupakan salah satu jenis parasit yang sering mnjadi
endamik.Di sebagian wilayah republik Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh
brugia timoridinamakanFilariasis . ataw yang oleh masyarakat awam, penyakit
filariasis disebut juga dengan penyakit kaki gajah. Sebenarnya ada 3 parasit yang
menyebabkan penyakit kaki gajah atau filariasis , nama parasit itu yakni wucheria
branchofti. Tetapi dalam makalah ini hanya membahas parasit brugia timori
jenis parasit Brugia Timori mempunyai habitat, morfologi, fase penyakit
yang berbeda-beda,serta mempunyai cara diagnosis yang berbeda dalam menentukan
apakah jenis parasit yang ada di dalam tubuh seorang pasien.

Kami sbagai seorang Farmasis pentinglah bagi kita untuk mengetahui


perbedaan dari masing-masing jenis parasit. Karena hal tersebut yang akan
menentukan jenis obat yang diberikan oleh dokter. Apalagi parasit brugia tomori
merupakan parasit yang sering ditemui di Indonesia. Hal ini menjadi sangat penting
untuk diketahui. Penulis disini ingin memberikan sedikit wawasan kepada para
pembaca tentang brugia timori

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana morfologi cacing brugia sp ?

2. Bagaimana siklus hidup cacing Brugia sp ?

3. Bagaimana proses epidemiologi cacing Brugia sp ?


2

4. Bagaimana gejala klinis yang ditimbulkan cacing Brugia sp ?

5. Bagaimana diagnosis cacing Brugia sp ?

6. Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan cacing Brugia sp ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui morfologi cacing brugia sp ?

2. Untuk Mengetahui siklus hidup cacing Brugia sp ?

3. Untuk Mengetahui proses epidemiologi cacing Brugia sp ?

4. Untuk Mengetahui gejala klinis yang ditimbulkan cacing Brugia sp ?

5. Untuk Mengetahui diagnosis cacing Brugia sp ?

6. Untuk Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan cacing Brugia sp ?


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. MORFOLOGI

1. Brugia malayi

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan pembulu limfe.
Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina berukuran 55
mm x 0, 16 mm dan yang jantan berukuran 22-23 mm x 0,009 mm.
Cacing betina mengeluarkan microfilaria yang bersarung. Ukuran microfilaria
Brugia malayi adalah 200-260 mikron x 8 mikron. Perioditas microfilaria Brugia
malayi adalah periodic nokturna, superiodik nokturna atau nonperiodik. Brugia
malayi yang hidup pada manusia di tularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris
dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk mansonia.

2. Brugia timori
4

Pada kedua jenis kelamin, ujung anteriornya melebar pada kepalanya


yang membulat. Ekornya berbentuk seperti pita dan agak bundar. Pada tiap sisi
terdapat 4 papil sirkum oral yang teratur pada bagian luar dan bagian dalam
membentuk lingkaran, esophagus panjangnya lebih kurang 1 mm dengan ujung
yang kurang jelas diantara otot dan kelenjar.

Untuk Cacing jantan, ekornya melengkung dengan 4 sampai 5 papila


adanal terdiri atas subventral, sebuah preanal yang besar serta satu pasang posanal
yang lebih kecil. Terdapat pula satu pasang papilla intermediate subventral serta
satu pasang papilla kaudal terminal. Pada daerah anus terdapat papilla lateral.
Spikula tidak sama panjang seperti pada B. malayi, panjangnya yang sebelah kiri
400 mm dan sebelah kanan 142 mm berbentuk seperti bulan sabit, gubernakulum 30
x 4 mm.

Untuk Cacing betina, vulva sebelah anterior dari dasar esophagus.


Ovejektor menyerupai buah pir dengan ukuran 160 x 58 mm. vagina terletak
disamping ovejektor berbentuk celah. Ekor panjangnya lebih dari 196 mm
ditumbuhi beberapa kutikulum bosses.

B. SIKLUS HIDUP

1. Brugia malayi
 Tuan rumah adalah manusia yang merupakan hospes definitive. Larva infektif
akan masuk kedalam tubuh manusia saat nyamuk yang membawa filaria
menghisap darah manusia. Larva infektif tersebut akan menuju pembuluh
5

limfe dan kelenjar limfe. Dalam waktu kurang lebih 1 tahun larva akan
menjadi matang. Dalam waktu 3 tahun akan menjadi cacing dewasa
(makrofilaria) dan selanjutnya akan menghasilkan mikrofilaria yang
dikeluarkan secara bertahap ke aliran darah.

 Pada saat nyamuk menghisap darah manusia, mikrofilaria masuk ke dalam


tubuh nyamuk. Dalam beberapa jam mikrofilaria akan berubah menjadi
infektif dan akan masuk dalam abdomen nyamuk sampai ke probocisnya.

2. Brugia timori
Siklus hidupnya mirip dengan W banrofti. Waktu yang diperlukan untuk
perkembangan vector 6,8-8,5 hari. Periodisitas mikrofilaria Brugia timori adalah
bersifat periodik nokturna, dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada
malam hari dengan konsentrasi maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00.

Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di dalam


nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh
nyamuk, parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva
stadium I menjadi larva stadium II dan III.
Brugia timori hanya terdapat pada manusia. Manusia yang mengandung parasit selalu
dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel).

Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan


terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada
umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak
kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata pada
laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat. Penyakit yang disebabkan oleh
Brugia timori disebut filariasis timori.

C. EPIDEMIOLOGI
1. Brugia malayi
Brugia malayi menginfeksi 13 juta orang di selatan dan Asia Tenggara dan yang
bertanggung jawab untuk hampir 10% dari total kasus di dunia filariasis limfatik.
Infeksi Brugia malayi adalah endemik atau berpotensi endemik di 16 negara, di
6

mana ia paling umum di Cina selatan dan India, tetapi juga terjadi di Indonesia,
Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan. Penyebaran Brugia
malayi tumpang tindih dengan W. bancrofti di wilayah ini, tetapi tidak hidup
berdampingan dengan B. timori. Daerah fokus dari endemisitas ditentukan
sebagian oleh vektor nyamuk. Brugia malayi hanya terdapat di pedesaan, karena
vektornya tidak dapat berkembang di perkotaan.

Brugia malayi yang hanya hidup pada manusia dan hewan biasanya terdapat
dipinggiran pantai atau aliran sungai, dengan rawa-rawa. Penyebaran Brugia
malayi bersifat local, dari Sumatra sampai Kepulauan Maluku. Yang terkena
penyakit ini terutama adalah petani dan nelayan.

2. Brugia timori
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan
microfilaria di jumpai didalam darah tepi hospes definitif.
Bentuk cacing dewasamirip bentuknya dengan W.bancrofti, sehingga sulit dibeda
kan.Panjang cacingbetina Brugia malayi dapat mencapai 55 mm, dan cacing
jantan 23 cm. Brugia timori betina panjang badannya sekitar 39 mm dan
yang jantan panjangnya dapat mencapai 23 mm.

Mikrofilaria Brugia mempunyai mempunyai selubung, panjangnya dapat


mencapai 260 mikron pada B.malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas
mikrofilaria B.malayi adalah bentuk ekornya yang mengecil, dan mempunyai
dua inti terminal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W. bancrofti.
Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia.
Pada Brugia malayi bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic, nocturnal
subperiodic, atau non periodic. Brugia timori bersifat periodic nokturna.
Nyamuk yang dapat menjadi vector penularannya adalah Anopheles
(vektor brugiasis non zoonotik) atau mansonia (vector brugiasis zoonotik).

D. GEJALA KLINIS YANG DITIMBULKAN


1. Brugia malayi
B. malayi adalah salah satu agen penyebab filariasis limfatik , suatu kondisi yang
ditandai dengan infeksi dan pembengkakan dari sistem limfatik. Penyakit ini
terutama disebabkan oleh adanya cacing dalam pembuluh limfatik dan respon
7

host yang dihasilkan. Tanda-tanda infeksi biasanya konsisten dengan yang


terlihat di bancroftian-filariasis demam, limfadenitis, lymphangitis, lymphedema,
dan infeksi bakteri sekunder-dengan beberapa pengecualian. Dalam perjalanan
penyakit, filariasis bermula dengan adenolimfangitis akuta berulang dan berakhir
dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit
tidak jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya tetapi bila diurut dari masa
inkubasi maka dapat dibagi menjadi:

 Masa prepaten

Masa prepaten, masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya


mikrofilaremia berkisar antara 3–7 bulan. Hanya sebagian saja dari penduduk di
daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok
mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis.
Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik
amikrofilaremik dan asimtomatik mikrofilaremik.

 Masa inkubasi

Masa inkubasi, masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya gejala
klinis berkisar antara 8–16 bulan.

 Gejala klinik akut

Gejala klinik akut merupakan limfadenitis dan limfangitis disertai panas dan
malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala
klinis akut dapat amikrofilaremik maupun mikrofilaremik.

 Gejala menahun

Gejala menahun terjadi 10–15 tahun setelah serangan akut pertama.


Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan adenolimfangitis
masih dapat terjadi. Gejala menahun ini menyebabkan terjadinya cacat yang
mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya. Elefantiasis
8

terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah, sedang ukuran
pembesaran ektremitas tidak lebih dari 2 kali ukuran asalnya.

2. Brugia timori
Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan
saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis
biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering
timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau di sawah. Limfadenitis
biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya. Kadang
perandangan limfe ini dapat menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan
menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas pada filariasis.

Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang
menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan
sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini
tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema.
Limfadenitis biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus
pada pangkal paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan
parut.Dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis
limfatik.Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa
minggu sampai tiga bulan lamanya.

Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, lambat
laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah
sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar
limfe lain di bagian medial tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga
sering terkena. Pada filariasis brugia, elefantiasis hanaya mengenai tungkai
bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat
kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia
yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala
klinis filariasis brugia.
E. DIAGNOSIS

 DiagnosisKlinik

Ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik.Diagnosis klinik penting


9

dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic
Disease Rate).Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam
diagnosis filariasis adalah : gejala dan pengalaman limfadenitis retrograd,
limfadenitis berulang dan gejala menahun.

 DiagnosisParasitologik

Ditemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari pada malam hari.


Pemeriksaan dapat dilakukan slang hari, 30 menit setelah diberi dietilkarbamasin
100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing
filaria. Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi
dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang
diagnosis. Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan
mikrofilaremi, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi lama.Deteksi antigen
merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih
mendekati diagnosis parasitologik.

 DiagnosisEpidemiologik

Endemisitas filariasis suatu daerah ditentukan dengan menentukan microfilarial


rate (mf rate), Acute Disease Rate (ADR) dan Chronic Disease Rate (CDR)
dengan memeriksa sedikitnya 10% dari jumlah penduduk. Pendekatan praktis
untuk menentukan daerah endemis filariasis dapat melalni penemuan penderita
elefantiasis.Dengan ditemukannya satu penderitaelefantiasis di antara 1000
penduduk, dapat diperkirakan ada 10 penderita klinis akut dan 100 yang
mikrofilaremik.

F. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

1. Pencegahan
Penanggulangan filariasis dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu pengurangan
reservoir penular, penanggulangan vektor (nyamuk), dan pengurangan kontak
10

vektor dan manusia

2. Pengobatan
Dietilkarbamasin adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk
filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal.
Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan
reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi
dengan obat simtomatik. Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk
khemoprofilaksis.

Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai


konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih.
Dietilkarbamasin tidak diberikan pada anak berumur kurang dari 2 bulan, ibu
hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah. Di
Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/Kg berat badan perhari selama 10
hari.
11

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan ini yaitu cacing
Brugia malayi merupakan jenis parasit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheleas
dan nyamuk Mansonia yang dapat meyebabkan penyakit filaris dan Brugia
timori merupakan salah satu jenis parasit yang sering mnjadi endamik. Di
sebagian wilayah republik Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh brugia
timoridinamakanFilariasis atau yang oleh masyarakat awam, penyakit filariasis
disebut juga dengan penyakit kaki gajah.

B. Saran
Karena keterbatasan referensi, kami menyarankan agar ada pembahsan
lanjutan mengenai materi ini, hal ini karena dianggap sangat penting dalam
perkembangan kesehatan dimasa mendatang..
12

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.Brugiamalayi.(Online) http://analiskesehatanpontianak.blogspot.com/2

010/07/brugia-malayi.html. Diakses tanggal 19 Mei 2018.

Kurniawan Liliana. 1994. Filariasis - aspek klinis, diagnosis, pengobatan dan

pemberantasanny. Cermin Dunia Kedokteran hal 96 tahun 1994.

Sodikin. 2010. Filariasis. (On-line) "http://www.sodiycxacun.web.id. Diakses tanggal

19 Mei 2018.

Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004. ParasitologiKedokteran. Jakarta : FKUI. Ed III.

Diakses tanggal 19 Mei 2018

Gracia, Lyne S.,Bruckner,David A.. 1996. Diagnostik Parasitologi

Kedokteran.Jakarta:EGC. Diakses tanggal 19 Mei 2018.

Anda mungkin juga menyukai