ARTIKEL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit menular ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per tahun di dunia dan
menyebabkan 216.000– 600.000 kematian. Komplikasi serius dapat terjadi hingga
10%, khususnya pada individu yang menderita tifoid lebih dari 2 minggu dan
tidak mendapat pengobatan yang adekuat.1,2
Di Indonesia, tifoid harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak,
karena penyakit ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan masyarakat.
Tifoid dapat menurunkan produktivitas kerja, meningkatkan angka ketidakhadiran
anak sekolah, karena masa penyembuhan dan pemulihannya yang cukup lama,
dan dari aspek ekonomi, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Biaya semakin
meningkat bila disertai pemberian obat-obatan tambahan atau harga yang lebih
mahal dan hari perawatan yang lebih lama. 3,4,5
Mengingat faktor risiko kejadian tifoid seperti akses air besih, higiene, dan
sanitasi, serta kemiskinan bukan merupakan masalah. Seperti sebuah hadis yang
populer di kalangan masyarakat yaitu “Kebersihan adalah sebagian dari Iman”.
Terdapat beberapa pendapat mengenai hadis. Hadis “kebersihan adalah sebagian
dari iman” merupakan hadis yang sangat agung dan merupakan dasar dari agama
Islam. Sungguh hadis tersebut memuat hal-hal yang amat penting berkaitan
dengan kaidah agama Islam. Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai hadis
at Tahuru Syatru al-Iman. Ada yang memaknai “sesungguhnya melakukan segala
sesesuatu atau aktivitas yang menuju ke ranah kebersihan itu pahalanya akan
dilipatgandakan menyamai pahala dari sebagian iman. Namun sesuai dengan yang
akan dibahas mengenai penyakit tifoid dengan risiko tertinggi yaitu tidak adanya
kebersihan. 6
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Di Indonesia, masalah rumit yang sering timbul adalah
masalah karier (carrier) atau relaps dan resistensi. Penyakit ini dapat sembuh
sempurna, tetapi jika tidak ditangani dengan baik, maka selain dapat menyebabkan
seseorang menjadi karier atau relaps, dan resistensi, juga menimbulkan komplikasi
seperti perforasi dan kematian. Mengingat endemisitas dan morbiditas tifoid yang
cukup tinggi di Indonesia, yang memiliki risiko tinggi menderita tifoid seperti: 1)
Anak sekolah; 2) Penjamah makanan di hotel-hotel, restoran, kantin, katering, dan
warung-warung yang tersebar luas di Indonesia termasuk para petugas di bagian
(instalasi) gizi rumah sakit; dan 3) Pekerja atau petugas yang berkaitan atau kontak
dengan makanan/minuman atau peralatan makan/ minum yang disajikan kepada
sekelompok orang, misalnya di kantor-kantor pemerintah dan swasta. 7,8.
Di Indonesia, peran pemerintah pusat dan daerah merupakan peluang
sekaligus kekuatan untuk meningkatkan dan memperkuat program pengendalian
tifoid dalam mencegah dan menurunkan angka kesakitan dan kematian tifoid, yaitu
diterbitkannya Permenkes tentang Struktur Organisasi, pedoman manajemen
pengendalian tifoid, rencana aksi kegiatan pengendalian tifoid, tersedianya sarana dan
prasarana KIE, adanya kerjasama lintas program mencakup PHBS, air bersih, jamban
dan sanitasi darurat, serta kegiatan penyuluhan (KIE) tentang pencegahan tifoid. Hal
ini dikarenakan kurangnya kebersihan merupakan faktor risiko tertinggi dari penyakit
tifoid .7
BAB III
KESIMPULAN