Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan, manusia sering kali dihadapkan pada situasi yang


berbeda. Sering kali manusia belum dapat menempatkan diri pada situasi yang
sesuai. Banyak pendapat mengatakan bahwa ini adalah akibat dari kurangnya
pendidikan karakter di sekolah sehingga berujung pada krisis etika dan moral,
tetapi krisis moral tidak hanya bergantung pada pendidikan karakter di sekolah,
melainkan di lingkungan rumah dan pergaulan.
Diperlukannya penanaman etika dan moral yang baik sejak dini kepada
setiap manusia. Hal tersebut berdampak sangat besar untuk kehidupan
bersosialisasi. Manusia yang memiliki etika dan moral yang lebih baik akan
cenderung lebih sukses daripada orang yang memiliki etika dan moral yang
kurang baik. Krisis moral dan etika dapat berujung kepada hal yang sangat fatal,
salah satu contohnya adalah menyakiti hati orang lain. Oleh karena itu melalui
makalah ini penulis membahas mengenai Etika.
1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Etika ?

2. Bagaimana pembagian Etika ?

3. Bagaimana macam-macam Etika ?

4. Bagaimana Fungsi Etika ?

5. Apa yang dimaksud dengan Profesi ?

6. Apa yang dimaksud dengan Profesional ?

7. Apa yang dimaksud dengan Profesionalisme ?

1
1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Dapat mengetahui yang dimaksud dengan Etika

2. Dapat mengetahui Bagaimana pembagian Etika

3. Dapat mengetahui Bagaimana macam-macam Etika

4. Dapat mengetahui Bagaimana Fungsi Etika

5. Dapat mengetahui Apa yang dimaksud dengan Profesi

6. Dapat mengetahui Apa yang dimaksud dengan Profesional

7. Dapat mengetahui Apa yang dimaksud dengan Profesionalisme

2
BAB II

ISI

2.1. Etika

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,


yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya
berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin,
yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat
kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih
kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan,
yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan
etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar
dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari
kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan
ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan
oleh beberapa ahli berikut ini:
 Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
 Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang
tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk,
sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
 Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara
mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam
hidupnya.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia.


Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk

3
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada
akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini
dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.

2.1.1. Immanuel Kant dan Etika Kewajiban


Immanuel Kant (1724-1804) sebagai pelopor etika deontologis
berpendapat bahwa norma moral itu mengikat secara mutlak dan tidak tergantung
dari apakah ketaatan atas norma itu membawa hasil yang menguntungkan atau
tidak. Immanuel Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan
demi kewajiban itu sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan
kebahagiaan, bukan juga karena kewajiban moral tersebut diperintahkan oleh
Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan harus berpusat pada pengertian
manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia itu sendiri, yang berarti
kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.
Prinsip moral oleh Kant, tidak lagi menjadi argumen etis, tetapi menjadi
keharusan, karena itulah dinyatakan sebagai Imperatif Kategoris. Ada unsur yang
mengikatnya, dan mengharuskan kita untuk bertindak sesuai dengan prinsip-
prinsip moral tersebut. Etika kewajiban dari Kant mengingatkan kita betapa
pentingnya perbuatan moral yang patuh pada suatu prinsip moral bahwa kebaikan
tersebut intrinsic adanya. Bahwa suatu tindakan dinyatakan benar atau baik dapat
diperiksa oleh rasio praktis kita. Rasio praktis itu sendiri adalah kecerdasan yang
datang dari individu sebagai agen moral, yakni ketika pemahaman tentang
kebaikan dan mampu menyesuaikan pilihannya dengan apa yang dipertimbangkan
baik secara universal.

2.1.2. John Stuart Mill dan Konsep Etika Utilitarian

Teori moral dalam berfilsafat dapat dipahami menjadi dua aliran besar,
yang pertama adalah deontologis dan yang kedua adalah kaum konsekuensialis.
Pandangan konsekuensialis menyatakan bahwa segala tindakan dianggap bernilai
secara moral bila mempertimbangkan hasil akhir dari tindakan tersebut.

4
Konsekuensialis menegaskan bahwa suatu tindakan itu dapat dinilai baik bila
menyebabkan kebahagiaan bagi individu serta orang-orang disekitarnya.Motif
terhadap apa yang dianggap menyebabkan kebahagiaan dianggap oleh kaum.
Tokoh yang mengembangkan paham etis utilitarian adalah John Stuart
Mill. Utilitarianisme, dari akar kata utility, yang berarti kegunaan, menganggap
bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai
kebahagiaan. Mill berupaya menyampaikan bahwa ada tingkatan dalam
kebahagiaan, dimana pengejaran etis berurusan dengan kebahagiaan yang
bertingkat tingg, karena itulah kebahagiaan itu memiliki nilai moral. Klarifikasi
ini menunjukkan bahwa kebahagiaan yang memiliki nilai moral atau yang
bertujuan etis bagi Mill adalah jenis kebahagiaan yang utama atau tertinggi. Mill
menyatakan bahwa kita harus menyadari bahwa tidak ada kepuasan yang
sempurna itu, meskipun demikian kita harus berupaya untuk memaksimalisasikan
kebahagiaan.
Prinsip etis utilitarian ini untuk mengenyahkan anggapan bahwa prinsip
terutama manusia adalah kebahagiaan maka ia hanya akan melakukan sesuatu hal
yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, sebaliknya karena ia menyadari bahwa
kebahagiaan itu untuk kebahagiaan semuanya, maka ia terdorong untuk bersikap
etis. Motif menjadi sedemikian penting untuk kaum utilitarian karena jika
seseorang berkeinginan untuk bertindak etis maka ia dapat mempertanggung
jawabkan pilihan yang telah ia lakukan.
John Stuart Mill menyatakan bahwa kebahagiaan adalah tujuan dari kita
bertindak yang bernilai moral. Sebagai konsekuensinya, dalam melakukan apapun
kita terpaut dengan hasil akhir dari suatu pilihan, dan bagi kaum utilitarian,
konsekuensi yang dipikirkan adalah bagaimana multiplikasi suatu kebahagiaan
dan menghindari kesengsaraan.. Kebijaksanaan yang utama serta memiliki moral
adalah mengejar kebahagiaan, “Dengan demikian, meningkatkan kebahagiaan,
menurut etika utilitarian, merupakan objek dari kebijaksanaan”

2.1.3. W.D Ross; Intuisi dan Kewajiban

Ross berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbutan apa


yang bernilai baik maupun buruk. Menurut Ross, kebahagiaan tidak dapat secara
mudah disamakan dengan kebaikan, justru kebaikan adalah bentuk nilai moral

5
yang lebih tinggi. Jadi, tujuan moral adalah mencapai kebaikan bukan
kebahagiaan. Tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Ross
menyatakan bahwa motif menunjukkan bahwa seseorang bertindak etis bukan
karena tindakan itu benar secara prinsipil, tapi tindakan itu menguntungkan
baginya. Ross berargumen bahwa diluar dari kebahagiaan terdapat berbagai hal
yang menurutnya lebih tepat untuk dijadikan prinsip tindakan moral yakni
kebaikan melalui karakter yang mulia atau berdasarkan intelegensia. Sehingga
untuk Ross kebenaran moral adalah memperbanyak kebaikan bagi semakin
bnayak orang.
Ross mengembangkan ide moral yang disebut dengan Prima Facie. Ide
moral ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pada pandangan awal yang muncul
adalah situasi moralyang hanya kemunculan semata, tetapi apa yang dimaksud
Prima Facie adalah situasi moral yang dapat ditelaah secara objektif. Ross
menyebutkan tentang berbagai macam kewajiban yang membutuhkan
pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual, ia menyusunnya sebagai
berikut : (1) fidelitas (kesetiaan) atau yang menyangkut perihal bagaimana
seseorang memegang janji atau komitmennya; (2) kewajiban atas rasa terimakasih
ketika kita berkewajiban atas jasa yang sudah ditunjukkan oleh orang lain; (3)
kewajiban berdasarkan keadilan; hal ini menyangkut perihal pembagian yang
merata yang berhubungan dengan kebaikan orang banyak; (4) kewajiban
beneficence, atau bersikap dermawan, dan menolong orang lain sebagai tanggung
jawab sosial; (5) kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri; (6)
kewajiban untuk tidk menyakiti orang lain.
Prinsip-prinsip Prima Facie menunjukkan bahwa dalam kondisi-kondisi
tertentu kita kerap terbentur untuk memutuskan di antara pilihan-pilihan moral.
Dalam suatu situasi yang amat mendesak, Ross menekankan pada kemampuan
intuitif manusia untuk mengambil keputusan. Pertimbangan intuitif ini adalah
pertimbangan yang menggunakan segala aspek kecerdasan dan sensibilitas
individu. Dengan demikian maka ia dapat menghindarkan dirinya dari pilihan
yang menyebabkan keburukan untuk dirinya maupun terhadap orang disekitarnya.

6
2.1.4. Peranan etika dalam masyarakat
Etika dalam kehidupan bermasyarakat adalah aturan prilaku, adat kebiasaan
manusia dalam bermasyarakat antara sesama dan menegaskan mana yang benar
dan mana yang salah, Diantaranya :
1. Sebagai suatu ilmu, dapat di jadikan sebagai himpunan dari teroi-teori moral,
yang juga dapat di praktekkan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Bila
masyarakat sudah bersedia mematuhinya, maka menjadilah norma-norma
yang di garisakan di dalamnya sebagai "suatu hukum moral", yang sifatnya
mengikat.
2. Sebagai suatu teori, juga dapat diperkaya oleh praktek-praktek hidup dalam
masyarakat. makin bergolak masyarakat itu, makin banyak ragamnya norma
yang dapat di kembangkannya . dengan deemikian antara teori dan praktek
etika, kedua-duanya dapat saling menyokong dalam pembinaan moral
masyarakat.
3. Etika sejak dari dulu, sudah merupakam mata stdi di perguruan tingg,bahwa
setiap alumnus dengan sendirinya juga sudah di anggap bermoral tinggi. bila
terjadi hal yang sebaliknya, maka alumnus yang bersangkutan dapat
digolongkan seorang yang salah didik.
Sebagai suatu moraljudgement (hukum moral) , dapat merupakan unsur
pembantu dalam ilmu_ilmu sosial lainnya, terutama pada ilmu hukum yang
menjadikan manusia sebagai objeknya.
4. Sesuai dengan ajaran aristoteles yang telah menggariskan, bahwa"tugas
utama dari etika itu adalah untuk menentukan kebenaran tentang masalah
moral", dan bagaimana pandangan/tanggapan umum terhadap norma-norma
moral yang telah digariskan dalam kehidupan masyarakat itu.
5. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai
moralitas yang membingungkan dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis dalam bermasyarakat dan
betetangga.
7. Orientasi etis ini di perlukan untuk mengambil sikap yang wajar dalam
bermasyarakat dan betetangga.

7
Saat ini Etika sangat penting untuk dipelajari oleh setiap orang karena
kurangnya kesadaran orang akan sesuatu hal yang layak dianggap baik dan
buruk,apa yang benar dan apa yang salah. Banyak kesalahan yang dilakukan
masyarakat kita karena tidak memahami etika dengan benar di antaranya:
1) Kurangnya tata krama dan sopan santun di kalangan masyarakat
2) Cara berpakaian yang salah akibat pengaruh globalisasi
3) Kurangnya penghormatan anak kepada orang tua
4) Tidak menghormati orang yang lebih tua (dilihat dari cara berbicara) yang
menganggap orang tua sama dengan dirinya

2.1.5. Contoh Penerapan Konsep Etika dalam Kehidupan Bertetangga dan


Bermasyarakat
 Ketika ada tetangga sakit maka segerakanlah menjenguknya.
 Kalau ada tetangga yang meninggal dunia, tolong libatkan diri.
 Kalau ada tetanggamu yang meminjam sesuatu maka pinjamkanlah
 Biasakanlah mengucapkan salam jika bertemu muka dengan orang lain
 Bertutur kata dalam pergaulan sehari-hari menggunakan bahasa yang
sopan mudah dimengerti dan benar.
 dalam pertemuan, hindari bicara secara berbisik-bisik dengan
seseorang. Hindari membicarakan orang atau topik yang belum jelas
kebenarannya.
 Dalam bertetangga, usahakan menjalin dan menjaga hubungan baik.
 Biasakan berempati terhadap orang lain yang terkena musibah
 Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
 Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak
membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak
boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya,
karena hal tersebut menyakiti perasaannya.
 Hendaknya Kita memelihara hak-haknya di saat mereka tidak di rumah.
 Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka
 Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.

8
 Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan
jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak
memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
 Hindarilah cara bicara yang bisa menimbulkan perselisihan, seperti
mengadu domba, fitnah, dan gossip.
 Berbicaralah sesuai waktu dan kondisi lawan bicara kita. Janganlah
orang yang sedang beribadah, kita ajak berbicara karena itu tidak sopan
meskipun lawan bicara kita adalah orang terdekat kita. Misalnya jika
kita ingin berbicara dengan teman kita lewat telepon kita harus liat
waktu terlebih dahulu. Jika kita menelepon pada jam 2 dini hari, maka
hal ini cukup mengganggu kenyamanan tidur orang lain (lawan bicara
kita).

2.2. Pembagian Etika


Secara garis besar Etika dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Etika Umum Dan
2) Etika Khusus.
Etika umum membahas prinsip-prinsip moral dasar, sedangkan Etika
khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar pada masing-masing bidang kehidupan
manusia.
Etika khusus ini dibagi menjadi etika individual yang memuat kewajiban
manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membicarakan tentang
kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia. Untuk itu dapat digambarkan
skema tentang etika sebagai berikut :

ETIKA

ETIKA UMUM ETIKA KHUSUS

ETIKA INDIVIDUAL ETIKA SOSIAL

ETIKA KELUARGA

ETIKA GENDER

ETIKA PROFESI

ETIKA POLITIK

IDEOLOGI

9
Diperjelas dengan uraian sebagai berikut :
Etika Umum, mengajarkan tentang kondisi-kondisi & dasar-dasar
bagaimana seharusnya manusia bertindak secara etis, bagaimana pula manusia
bersikap etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi
pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik atau
buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat pula dianalogkan dengan ilmu
pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori etika.
Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan. Penerapan ini bisa berwujud :
Bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam kehidupannya dan kegiatan
profesi khusus yang dilandasi dengan etika moral. Namun, penerapan itu
dapat juga berwujud Bagaimana manusia bersikap atau melakukan tindakan
dalam kehidupan terhadap sesama. Etika khusus dibagi menjadi dua :
1) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap
dirinya sendiri.
2) Etika sosial, yaitu mengenai sikap dan kewajiban, serta pola perilaku manusia
sebagai anggota bermasyarakat
ETIKA SOSIAL MELIPUTI BANYAK BIDANG ANTARA LAIN :

a) Etika keluarga

b) Etika profesi

c) Etika politik

d) Etika lingkungan

e) Etika idiologi

2.3. Macam-macam Etika

Etika terdiri atas 2 macam, yaitu :


Etika Deskriptif, yaitu etika berusaha meneropong secara kritis dan
rasionall siikap dan prilaku manusia dan apa yang diikejar oleh manusia dalam
hiidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etiika Deskriiptif memberiikan fakta
sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau
diambil.

10
Etika Normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan
pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Etika Normatif juga memberi penilaian sekaligus memberi norma
sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan dilakukan.

2.4. Fungsi Etika

Fungsi atau kegunaan etika , yaitu :


1. Untuk mendapatkan konsep mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua
manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
2. Menawarkan suatu prinsip yang memungkinkan kita untuk mengambil
pandangan yang lebih jernih dalam melihat isu-isu moral.
3. Memberikan sebuah peta moral atau kerangka berpikir yang bisa digunakan
untuk menemukan jalan keluar suatu masalah moral yang sulit
4. Etika akan memberikan batasan maupun standar yang akan mengatur
pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.
5. Etika dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai
menyimpang dari kode etik.
6. Etika adalah refleksi dari “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

2.5. Profesi

Profesi adalah suatu pekerjaan tertentu yang membutuhkan pelatihan


terhadap suatu pengetahuan khusus. Profesi biasanya memiliki asosiasi profesi,
kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi
tersebut. Contoh profesi yaitu pada bidang hukum, kedokteran, keuangan,
militer,teknik dan desainer.
Sejalan dengan pengertian diatas, Prayitno dan Erman Amti (2004: 38)
menjelaskan juga bahwa “profesi adalah suatu pekerjaan atau atau jabatan yang
menuntut keahlian dari para petugasnya”.
Sementara dalam Dirjen Dikti Depdiknas (2004: 5) juga dijelaskan bahwa
“profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian

11
dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan
norma-norma yang berlaku”.
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekejaan adalah profesi.
Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan
lainnya. Daftar karakteristik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah
diterapkan pada profesi juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi :
 Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoritis : professional
diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki
keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bias diterapkan
dalam praktek.
 Asosiasi professional : profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi
oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para
anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan
khusus untuk menjadi anggotanya.
 Pendidikan yang ekstensif : profesi yang prestisius biasanya memerlukan
pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
 Ujian kompetensi : Sebelum memasuki organisasi professional, biasanya ada
persyaratan istitusional dimana calon professional mendapatkan pengalaman
melalui pengembangan professional juga dipersyaratkan.
 Lisensi : Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses seritfikasi
sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bias dianggap bias dipercaya.
 Otonomi kerja : Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan
teoritis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
 Kode etik : Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para
anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan
 Mengatur diri : Organisasi profesi harus bias mengatur organisasinya sendiri
tanpa campur tangan pemerintah. Professional diatur oleh mereka yang lebih
senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
 Layanan public dan alturisme : Diperolehnya penghasilan dari kerja
profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan public,
seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.

12
 Status dan imbalan tinggi : Profesi yang paling sukses akan meraih status
yang tinggi, prestisi, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal
tersebut bias dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka
berikan bagi masyarakat.

2.5.1. Ciri-Ciri Profesi


Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi,
yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan
berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka
untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi. Dengan
melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum
profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang
berada di atas ratarata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat
berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang
baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang
kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu estándar profesional yang
tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin
baik.
2.6. Profesional

Kata profesional berasal dari profesi yang artinya syafruddin nurdin,


diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam
science dan teknologi yang digunakan dengan perangkat dasar untuk di
implementasikan dalam berbagai kegiatan bermanfaat. Menurut UU RI No.

13
14/2005 pasal 1 ayat 4, professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau noerma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Profesional merupakan seseorang yang menjalankan pekerjaannya sesuai
dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap
sesuai dengan tuntutat profesi nya. Seorang profesional menjalankan kegiatan nya
berdasarkan golongan yang kuat berlandaskan keterampilan yang dimiliki dan
bukan secara amatir. Seorang profesional akan terus menerus meningkatkan mutu
karya nya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan. Istilah profesional pada
umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang telah
dilakukannya. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara
mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang
sesuai sehingga kinerja nya didasarkan kepada keilmuan yag dimilikinya yang
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Dengan demikian seorang guru
perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh
orang yang bukan guru. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat professional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus yang
khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dikerjaan oleh mereka
yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain (sudjana,1988).
Dengan demikian, profesional merujuk pada dua hal, yaitu orang yang
menyandang suatu profesi dan kinerja atau performance seseorang dalam
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Terdapat tujuh tahapan
menuju status profesional antara lain:
1. Penentuan spesialisasi bidang pekerjaan
2. Penentuan tenaga ahli yang memenuhi persyaratan
3. Penentuan pedoman kerja sebagai landasan kerja
4. Peningkatan kreativitas kerja sebagai usaha untuk menciptakan sesuatu yang
lebih baik
5. Penentuan tanggung jawab
6. Pembentukan organisasi kerja untuk mengatur tenaga kerja

14
7. Memberikan sebuah pelayanan yang ketat dan penilaian dari masyarakat
pengguna jasa profesi.
Diagram yang menggambarkan keterkaitan antara pekerjaan, profesi, dan
pekerjaan adalah Mengartikan bahwa ada himpunan dari sekumpulan pekerjaan
seperti dokter, guru, makan, minum, membaca, menulis, dan sebagainya.
Kemudian ada pekerjaan purna waktu yang disebut sebagai profesi sebagai
pengabdian kepada masyarakat dari hasil pendidikan/pelatihan yang telah ia
terima, namun tidak semua bisa mengamalkan seluruh ilmunya dengan baik,
hanya ada sebagian yang mampu mengamalkan ilmu atau keahliannya lebih baik
daripada lainnya, sehingga disebutlah kumpulan profesional.
Berikut ini adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang
bisa dianggap sebagi orang yang Profesional.
1. Ahli di bidangnya (mampu menghasilkan karya dan kerja yang baik)
2. Selalu Up-to-date (terkait dengan bidangnya, pengetahuan selalu terbarukan)
3. Bisa dilakukan dengan Meng-aktualisasi diri
4. Sosialisasi (berkumpul dengan komunitas di bidang terkait)

Paling tidak, ada delapan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang jika
ingin jadi seorang profesional.
1. Menguasai pekerjaan
Seseorang layak disebut profesional apabila ia tahu betul apa yang harus ia
kerjakan. Pengetahuan terhadap pekerjaannya ini harus dapat dibuktikan
dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, seorang profesional tidak hanya
pandai memainkan kata-kata secara teoritis, tapi juga harus mampu
mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Ia memakai ukuran-ukuran yang
jelas, apakah yang dikerjakannya itu berhasil atau tidak. Untuk menilai
apakah seseorang menguasai pekerjaannya, dapat dilihat dari tiga hal yang
pokok, yaitu bagaimana ia bekerja, bagaimana ia mengatasi persoalan, dan
bagaimana ia akan menguasai hasil kerjanya. Seseorang yang menguasai
pekerjaan akan tahu betul seluk beluk dan liku-liku pekerjaannya. Artinya,
apa yang dikerjakannya tidak cuma setengah-setengah, tapi ia memang benar-
benar mengerti apa yang ia kerjakan. Dengan begitu, maka seorang
profesional akan menjadikan dirinya sebagai problem solver (pemecah

15
persoalan), bukannya jadi trouble maker (pencipta masalah) bagi
pekerjaannya.
2. Mempunyai loyalitas
Loyalitas bagi seorang profesional memberikan petunjuk bahwa dalam
melakukan pekerjaannya, ia bersikap total. Artinya, apapun yang ia kerjakan
didasari oleh rasa cinta. Seorang professional memiliki suatu prinsip hidup
bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah suatu beban, tapi merupakan
panggilan hidup. Maka, tak berlebihan bila mereka bekerja sungguh-sungguh.

Loyalitas bagi seorang profesional akan memberikan daya dan kekuatan


untuk berkembang dan selalu mencari hal-hal yang terbaik bagi pekerjaannya.
Bagi seorang profesional, loyalitas ini akan menggerakkan dirinya untuk
dapat melakukan apa saja tanpa menunggu perintah. Dengan adanya loyalitas
seorang profesional akan selalu berpikir proaktif, yaitu selalu melakukan
usaha-usaha antisipasi agar hal-hal yang fatal tidak terjadi.
3. Mempunyai integritas
Nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus benar-benar jadi prinsip
dasar bagi seorang profesional. Karena dengan integritas yang tingi, seorang
profesional akan mampu membentuk kehidupan moral yang baik. Maka,
tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seorang professional tak cukup
hanya cerdas dan pintar, tapi juga sisi mental. Segi mental seorang
profesional ini juga akan sekaligus menentukan kualitas hidupnya. Integritas
yang dipunyai oleh seorang profesional akan membawa kepada penyadaran
diri bahwa dalam melakukan suatu pekerjaan, hati nurani harus tetap menjadi
dasar dan arah untuk mewujudkan tujuannya. Karena tanpa mempunyai
integritas yang tinggi, maka seorang professional hanya akan terombang-
ambingkan oleh perubahan situasi dan kondisi yang setiap saat bisa terjadi. Di
sinilah intregitas seorang profesional diuji, yaitu sejauh mana ia tetap
mempunyai prinsip untuk dapat bertahan dalam situasi yang tidak menentu.
4. Mampu bekerja keras
Seorang profesional tetaplah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan
dan kelemahan. Maka, dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai,

16
seorang profesional tidak dapat begitu saja mengandalkan kekuatannya
sendiri. Sehebat-hebatnya seorang profesional, pasti tetap membutuhkan
kehadiran orang lain untuk mengembangkan hidupnya. Di sinilah seorang
professional harus mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.
Dalam hal ini, tak benar bila jalinan kerja sama hanya ditujukan untuk orang-
orang tertentu. Seorang profesional tidak akan pernah memilih-milih dengan
siapa ia akan bekerja sama. Seorang profesional akan membuka dirinya lebar-
lebar untuk mau menerima siapa saja yang ingin bekerja sama. Maka tak
mengherankan bila disebut bahwa seorang profesional siap memberikan
dirinya bagi siapa pun tanpa pandang bulu. Untuk dapat mewujudkan hal ini,
maka dalam diri seorang profesional harus ada kemauan menganggap sama
setiap orang yang ditemuinya, baik di lingkungan pekerjaan, sosial, maupun
lingkungan yang lebih luas.
5. Mempunyai Visi
Seorang profesional harus mempunyai visi atau pandangan yang jelas akan
masa depan. Karena dengan adanya visi tersebut, maka ia akan memiliki
dasar dan landasan yang kuat untuk mengarahkan pikiran, sikap, dan
perilakunya. Dengan mempunyai visi yang jelas, maka seorang profesional
akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar, karena apa yang
dilakukannya sudah dipikirkan masak-masak, sehingga ia sudah
mempertimbangkan resiko apa yang akan diterimanya. Tanpa adanya visi
yang jelas, seorang profesional bagaikan "macan ompong", dimana secara
fisik ia kelihatan tegar, tapi sebenarnya ia tidak mempunyai kekuatan apa-apa
untuk melakukan sesuatu, karena tidak mempunyai arah dan tujuan yang
jelas. Dengan adanya visi yang jelas, seorang profesional akan dengan mudah
memfokuskan terhadap apa yang ia pikirkan, lakukan, dan ia kerjakan.
6. Mempunyai kebanggaan
Seorang profesional harus mempunyai kebanggaan terhadap profesinya.
Apapun profesi atau jabatannya, seorang profesional harus mempunyai
penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap profesi tersebut. Karena
dengan rasa bangga tersebut, ia akan mempunyai rasa cinta terhadap
profesinya. Dengan rasa cintanya, ia akan mempunyai komitmen yang tinggi

17
terhadap apa yang dilakukannya. Komitmen yang didasari oleh munculnya
rasa bangga terhadap profesi dan jabatannya akan menggerakkan seorang
profesional untuk mencari dan hal-hal yang lebih baik, dan senantiasa
memberikan kontribusi yang besar terhadap apa yang ia lakukan.
7. Mempunyai komitmen
Seorang profesional harus memiliki komitmen tinggi untuk tetap menjaga
profesionalismenya. Artinya, seorang profesional tidak akan begitu mudah
tergoda oleh bujuk rayu yang akan menghancurkan nilai-nilai profesi. Dengan
komitmen yang dimilikinya, seorang akan tetap memegang teguh nilai-nilai
profesionalisme yang ia yakini kebenarannya. Seseorang tidak akan
mengorbankan idealismenya sebagai seorang profesional hanya disebabkan
oleh hasutan harta, pangkat dan jabatan. Bahkan bisa jadi, bagi seorang
profesional, lebih baik mengorbankan harta, jabatan, pangkat asalkan nilai-
nilai yang ada dalam profesinya tidak hilang.
8. Mempunyai Motivasi
Dalam situasi dan kondisi apa pun, seorang professional tetap harus
bersemangat dalam melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya.
Artinya, seburuk apa pun kondisi dan situasinya, ia harus mampu memotivasi
dirinya sendiri untuk tetap dapat mewujudkan hasil yang maksimal. Dapat
dikatakan bahwa seorang profesional harus mampu menjadi motivator bagi
dirinya sendiri. Dengan menjadi motivator bagi dirinya sendiri, seorang
profesional dapat membangkitkan kelesuan-kelesuan yang disebabkan oleh
situasi dan kondisi yang ia hadapi. Ia mengerti, kapan dan di saat-saat seperti
apa ia harus memberikan motivasi untuk dirinya sendiri. Dengan memiliki
motivasi tersebut, seorang professional akan tangguh dan mantap dalam
menghadapi segala kesulitan yang dihadapinya. Ia tidak mudah menyerah
kalah dan selalu akan menghadapi setiap persoalan dengan optimis. Motivasi
membantu seorang profesional mempunyai harapan terhadap setiap waktu
yang ia lalui, sehingga dalam dirinya tidak ada ketakutan dan keraguan untuk
melangkahkan kakinya.

18
2.7. Profesionalisme

Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu,


kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang
profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Artinya
sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh
seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya. Menurut
Supriadi, penggunaan istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan
seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu
profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang dan rendah. Profesionalisme
juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja
berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
Dalam Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia,
karangan J.S. Badudu (2003), definisi profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan
tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional.
Sementara kata profesional sendiri berarti (1) bersifat profesi (2) memiliki
keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, (3) beroleh bayaran
karena keahliannya itu. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
profesionalisme memiliki dua kriteria pokok, yaitu keahlian dan pendapatan
(bayaran). Kedua hal itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan.
Artinya seseorang dapat dikatakan memiliki profesionalisme manakala memiliki
dua hal pokok tersebut, yaitu keahlian (kompetensi) yang layak sesuai bidang
tugasnya dan pendapatan yang layak sesuai kebutuhan hidupnya. Hal itu berlaku
pula untuk profesionalisme guru
Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mempunyai makna
yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku,
keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional (Longman, 1987).
Konsep profesionalisme, seperti dalam penelitian yang dikembangkan oleh
Hall, kata tersebut banyak digunakan peneltiti untuk melihat bagaimana para
profesional memandang profesinya, yang tercermin dari sikap dan perilaku
mereka.

19
Konsep profesionalisme dalam penelitian Sumardi dijelaskan bahwa ia memiliki
lima muatan atau prinsip, yaitu :
1) Afiliasi komunitas (community affilition) yaitu menggunakan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal atau kelompok-
kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan
profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.
2) Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu pendangan
bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri
tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota
profesi). Setiap adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar,
dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak
yang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk
membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian
dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut yang
bersangkutan dalam situasi khusus.
3) Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation)
dimaksud bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional
adalah rekan sesama profesi, bukan “orang luar” yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
4) Dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan
tetap untuk melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik dipandang
berkurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total
terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini
sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang
diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan ruhani dan setelah itu baru materi.
5) Kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang
pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat
maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
Kelima pengertian di atas merupakan kreteria yang digunakan untuk mengukur
derajat sikap profesional seseorang. Berdasarkan defenisi tersebut maka
profesionalisme adalah konsepsi yang mengaccu pada sikap seseorang atau

20
bahkan bisa kelompok, yang berhasil memenuhi unsur-unsur tersebut secara
sempurna.

Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme :


5. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect
result), sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
6. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang
hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
7. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah
puas atau putus asa sampai hasil tercapai.
8. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan
oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan
hidup.
9. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan,
sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

21
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas didapatkan beberapa kesimpulan yaitu ;


1. Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Menurut para ahli, etika tidak lain
adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
2. Etika terbagi atas dua yaitu Etika umum membahas prinsip-prinsip moral
dasar, sedangkan Etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar pada
masing-masing bidang kehidupan manusia.
3. Etika terdiri atas 2 macam, yaitu : Etika Deskriptif, yaitu etika berusaha
meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa
yang dikejar oleh manusia dalam hiidup ini sebagai sesuatu yang bernilai, dan
Etika Normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Fungsi atau kegunaan etika , yaitu : Untuk mendapatkan konsep mengenai
penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu
tertentu, Menawarkan suatu prinsip yang memungkinkan kita untuk
mengambil pandangan yang lebih jernih dalam melihat isu-isu moral, Etika
akan memberikan batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya.
5. Profesi adalah suatu pekerjaan tertentu yang membutuhkan pelatihan terhadap
suatu pengetahuan khusus. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang
membedakannya dari pekerjaan lainnya.
6. Profesional merupakan seseorang yang menjalankan pekerjaannya sesuai
dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap
sesuai dengan tuntutat profesi nya.

22
7. Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu,
kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang
profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional.
Artinya sebuah keadaan yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah
dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau
profesinya

3.2. Saran

Sebaiknya dalam menjalani hubungan sosial baik dalam keluarga maupun


masyarakat harus lebih mengutamakan etika, karena dengan etika hubungan akan
berjalan dengan baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adams, dkk; Etika Profesi, Gramedia, Jakarta; 2007


Amrizal Analisis Kritis Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan Publik di
Indonesia STIE Ahmad Dahlan Jakarta Vol. 3, No. 1, Januari-Juni 2014.
Kanisius Noven Manalu; “Fungsi Kode Etik Profesi Polisi Dalam Rangka
Meningkatkan Profesionalitas Kinerjanya” , Atma jaya university,
Yogyakarta , 2014

24

Anda mungkin juga menyukai