Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “N” USIA 9 HARI

DENGAN IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH


SAKIT PATUT PATUH PAJTU
19 DESEMBER 2017

DISUSUN OLEH :

YULI
( 039SYEBID16 )

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEBIDANAN JENJANG D.III
MATARAM
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus kelompok PLK I “Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny “N” usia 9
hari dengan IKTERUS NEONATORUM di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu.

Tempat :
Hari/tanggal :

Mengetahui

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lahan

( Widya Dwijayanti S.ST,.M.Kes) ( Rohani, Amd.Keb )


KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr.wb.


Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia Nya kami akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Kasus individu
“Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny “N”usia 14 hari dengan IKTERUS
NEONATORUM di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu tanggal 19 Desember 2017”.
Dalam penyusunan laporan ini penyusun banyak mendapat bimbingan
dan pengarahan dari berbagai pihak oleh sebab itu dalam kesempatan ini kami
ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Drg.Hj.Ni Made Ambaryati,M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Patut Patuh
Pajtu.
2. H. Zulkahfi, S.Kep,. Ners,.M.Kes, selaku ketua STIKES YARSI Mataram
3. Baiq Ricca Afrida, M.Keb, selaku prodi DIII kebidanan STIKES YARSI
Mataram
4. Widya Dwijayanti S.ST,.M.Kes, selaku Pembimbing Pendidikan yang telah
membimbing kami selama praktik di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu.
5. Rohani, Amd.Keb, selaku Pembimbing Lahan yang telah membimbing kami
selama praktik di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu.
6. Bapak/Ibu pembimbing serta semua pihak yang telah membantu demi
kelancaran praktek klinik ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini
dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membacanya dan semoga amal baik
semua pihak mendapat imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Mataram, 19 Desember 2017

Penyusun,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................


LEMBAR PENGESAHAN............................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar belakang............................................................................................
1.2 Tujuan.........................................................................................................
1.3 Manfaat.......................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................
2.1 Konsep Dasar Teori IKTERUS NEONATORUM ....................................
2.2 Konsep Managamen Kebidanan.................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................
3.1 Pengkajian...................................................................................................
3.2 Interpretasi Data Dasar...............................................................................
3.3 Identifikasi Diagnosa Potensial..................................................................
3.4 Kebutuhan Tindakan Segera.......................................................................
3.5 Rencana Asuhan.........................................................................................
3.6 Pelaksanaan.................................................................................................
3.7 Evaluasi.......................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................
BAB V PENUTUP..........................................................................................
5.1 Kesimpulan.................................................................................................
5.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah penduduk yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000
kelahiran hidup pada tahun yang sama. Angka tersebut yang akan menjadi
indikator penilaian derajat kesehatan masyarakat. Tingginya Angka Kematian
Bayi (AKB) dapat menyebabkan status kesehatan di suatu wilayah rendah
(Kemenkes, 2013).
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat
sebanyak 41,4 per 1000kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi
³Indonesia Sehat 2010´, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya
angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada
tahun2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu
penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih
dikenal sebagai kernikterus).Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi
ikterus neonatorum yang paling berat. Selainmemiliki angka mortalitas yang
tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada
tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas
hidup.( kemenkes ,2013)
Berdasarkan Laporan World Health Organization (WHO) pada tahun
2015 menunjukkan sebanyak 4,5 juta bayi meninggal pada tahun pertama
kehidupannya. Negara Afrika merupakan salah satu penyumbang AKB
tertinggi di dunia sebesar 55 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan Negara
Eropa sebesar 10 per 1.000 kelahiran hidup. Secara global, AKB menurun
dari 63 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 32 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Kematian bayi telah menurun dari 8,9 juta
di tahun 1990 menjadi 4,5 juta pada tahun 2015.
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007 menunjukkan AKB di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup
(BPS dkk, 2008). Apabila dibandingkan dengan hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan penurunan dari
periode sebelumnya menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup (BPS dkk, 2013).
AKB di Indonesia berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
tahun 2015 sebesar 22,23 per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah
mencapai target MDGs tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup dan
target Renstra yang ditetapkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
untuk AKB sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2016).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Wahyudin
mengatakan angka kematian bayi di provinsi NTB relatif masih tinggi. Jika,
dibandingkan angka kematian bayi ditingkat nasional yang hanya 32
orang/1000 kelahiran. "Angka kematian bayi di kita masih 57 orang per 1000
kelahiran.  Itu masih lumayan tinggi. Sementara nasional masih 32/1000
kelahiran," ujarnya kepada Republika Online (ROL), Kamis (25/12). Icterus
neonatorum menjadi penyumbang angka kematian bayi di nusa tenggara barat
karena mempengaruhi kehidupan bayi baru lahir sehingga bayi dalam
keadaan tidak normal .
Angka kematian di nusa tenggara barat masih tinggi . penyebab
kematian neonatus nusa tenggara barat adalah salah satunya icterus
neonatorum sekitar 11,2 % dari penyebab-penyebab kematian bayi lainnya .
Dirumah sakit patut patuh padju gerung jumlah kasus neonatus karena
hiperbilirubbi tergolong tinggi yakni selama bulan mei sampai bulan
desember 2013 , tercatat ada 154 kasus ( register 2013).kasus icterus
neonatorum di rumah sakit patut patuh padju masih sangat tinggi ( Erjan
bahaehaky 2017 ).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat
penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.Angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4
per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat
2010”, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan
morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun
menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada
bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai
kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus
neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi,
juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi,
paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati
bilirubin (lebih dikenal sebagai kern ikterus). Ensefalopati bilirubin
merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki
angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa
cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat
memengaruhi kualitas hidup.
.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada Bayi
Ny “N“ dengan IKTERUS NEONATORUM menggunakan 7 langkah
varney di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu, Gerung, Kabupaten Lombok
Barat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mampu melakukan pengumpulan data yang
meliputi data subyektif dan obyektif dari Bayi Ny. “N” dengan
Ikterus neonatorum di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu, Kecamatan
Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
2. Agar mahasiswa mampu menginterpretasikan data dasar dan
mengidentifikasi diagnosa, masalah dan kebutuhan dari Bayi Ny.
“N” dengan Ikterus neonatorum di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu,
Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
3. Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah
potensial, serta penanganannya terhadap Bayi Ny. “N” dengan
icterus neonatorum di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu, Kecamatan
Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
4. Agar mahasiswa mampu memberikan kebutuhan untuk tindakan
segera terhadap Bayi Ny. “N” dengan icterus neonatorum di
Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu, Kecamatan Gerung, Kabupaten
Lombok Barat.
5. Agar mahasiswa mampu merencanakan asuhan kebidanan terhadap
Bayi Ny. “N” dengan IKTERUS NEONATORUM di Rumah Sakit
Patut Patuh Pajtu, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
6. Agar mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan terhadap
Bayi Ny. “N” dengan icterus neonatorum di Rumah Sakit Patut
Patuh Pajtu, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
7. Agar mahasiswa mampu mengevaluasi hasil dari asuhan kebidanan
yang diberikan terhadap Bayi Ny. “N” dengan icterus neonatorum
di Rumah Sakit Patut Patuh Pajtu, Kecamatan Gerung, Kabupaten
Lombok Barat.

1.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah keterampilan dan pengetahuan mahasiswa, dan memberi
peluang bagi mahasiswa untuk menerapkan teori-teori yang diperolehnya
dari kampus tentang icterus neonatorum pada bayi.
2. Bagi Pembimbing
Dapat turut andil dalam meningkatkan kualitas skill generasi bidan
penerusnya sehingga siap mengeluarkan tenaga-tenaga yang berpotensi
pada bidang nantinya.
3. Bagi Rumah Sakit
Meningkatkan mutu pelayanan kebidanan umumnya dan pelayanan
diberikan terhadap bayi dengan icterus neonatorum
4. Bagi ibu
Agar ibu dan keluarga mengerti tentang keadaannya dan mau bekerja sama
mengikuti saran bidan dalam proses pemulihan atau perawatannya
mengenai cara mencegah icterus neonatorum
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Bayi Baru Lahir


a. Pengertian
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari usia
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat badan lahirnya
2500 gram sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan
tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim,
2012). Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru mengalami
proses kelahiran berusia 0-28 hari (Marmi dan Rahardjo, 2012).
Bayi baru lahir adalah suatu organisme yang sedang tumbuh,
baru mengalami proses kelahiran, dan harus menyesuaikan diri dari
kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Abdoerrachman,
2007).
Bayi baru lahir Adalah bayi yang mengalami proses kelahiran dan
menyesuaikan diri dari kehidupan intra uteri ke ekstra uterin. Bayi
baru lahir normal Adalah bayi yang baru menglami proses kelahiran
dengan umur kehamilan 37-42 minggu, BB = 2500-4000 gram, dan
dapat beradaptasi dengan lingkungan.( kemenkes 2013)

b. Ciri-Ciri Bayi Baru Lahir Normal


Ciri-ciri bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan
kehamilan aterm antara 37-42 minggu, bayi yang mempunyai berat
badan 2500-4000 gram, panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38
cm, lingkar kepala 33-35 cm, frekuensi jantung 120-160 kali/menit,
pernapasan 40-60 kali/menit, kulit kemerahan dan licin karena
jaringan sub kutan cukup, rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala
biasanya telah sempurna, kuku agak panjang dan lemas, mempunyai
nilai APGAR >7, bergerak aktif, bayi lahir langsung menangis kuat,
genitalia : perempuan labia mayora sudah menutup labia minora dan
laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada, reflek (morro, rooting,
sucking, tonicneck, dan babynsky) baik, mekonium keluar dalam 24
jam pertama, dan mekonium berwarna hitam kecoklatan (Dewi,
2010).
c. Perawatan Bayi Baru Lahir Normal
Menurut Saifuddin (2009) penanganan segera pada bayi baru
lahir yang harus dilakukan, antara lain sebagai berikut :
1) Membersihkan jalan napas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir.
Apabila bayi tidak langsung menangis, maka penolong harus
segera membersihkan jalan napas, yaitu dengan meluruskan jalan
napas dan membersihkannya menggunakan jari tangan yang
dibungkus dengan kassa steril.
2) Memotong dan merawat tali pusat
Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan
gunting steril, kemudian diikat dengan pengikat steril. Apabila
masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru kemudian dibalut
dengan kassa steril.
3) Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Segera setelah bayi lahir dan tali pusat diikat, kemudian
bayi diletakkan tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi
bersentuhan langsung ke kulit ibu. Kontak kulit ibu dan bayi ini
berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan sampai bayi dapat
menyusu sendiri. Bayi diberi topi dan selimut di atasnya agar tetap
terjaga kehangatannya.
4) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Pada waktu baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap
suhu badannya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk
membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus dengan
hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolok ukur kebutuhan akan
tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya stabil.
5) Memberi obat tetes/salep mata
Pemberian obat mata eritromisin 0,5 % atau tetrasiklin 1 %
dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia
(penyakit menular seksual).
6) Memberi vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi
vitamin K1, semua bayi baru lahir normal dan cukup bulan perlu
diberi 1 mg vitamin K1 pada sepertiga paha bagian luar secara
intramuskular. Pemberian vitamin K1 yaitu 1 jam setelah IMD.
7) Pemberian imunisasi bayi baru lahir
Imunisasi Hepatitis B0 diberikan 1 jam setelah pemberian
vitamin K1, pada saat bayi berumur 2 jam. Imunisasi Hepatitis B
bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B pada bayi,
terutama jalur penularan ibu ke bayi.
8) Identifikasi bayi
Alat pengenal yang efektif harus diberikan pada setiap bayi
baru lahir dan harus di tempatnya sampai waktu bayi dipulangkan.
Peralatan identifikasi dapat berupa gelang identifikasi yang berisi
nama lengkap ibu, tanggal lahir, jenis kelamin, dan hasil
pengukuran antropometri yang dipasang pada pergelangan tangan
dan atau pergelangan kaki bayi.

Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal


adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai
42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram. Menurut
M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir
antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis,
dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat.
2.2 Ikterus Neonatorum
1. Pengertian
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti
kuning. Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada kulit,
membrane mukosa, dan sklera yang disebabkan peningkatan produksi
bilirubin di dalam darah. Keadaan ini menandakan adanya
peningkatan produksi bilirubin atau eliminasi bilirubin dari tubuh
yang tidak efektif2. Ikterus neonatorum merupakan fenomena
biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya
ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus
produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang
dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada
neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang
ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara
klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin
darah 5-7 mg/dl (Kosim, 2012).
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan
lainnya akibat adanya penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan
ini merupakan tanda penting dari penyakit hati atau kelainan fungsi
hati, saluran empedu, dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin
darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada
neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin
darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena adanya
peninggian kadar bilirubin indirek (unconjugated) dan atau kadar
bilirubin direk (conjugated) (Hasan dan Alatas, 2007).
2. Klasifikasi
1) Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah suatu proses normal yang terlihat
pada sekitar 40-50 % bayi aterm/cukup bulan dan sampai dengan
80 % bayi prematur dalam minggu pertama kehidupan. Ikterus
fisiologis adalah perubahan transisional yang memicu
pembentukan bilirubin secara berlebihan di dalam darah yang
menyebabkan bayi berwarna ikterus atau kuning (Kosim, 2012).
Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, dan tidak
disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih
dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi
menimbulkan kecacatan pada bayi. Sedangkan pada ikterus yang
patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut
sebagai hiperbilirubinemia.
Menurut Ridha (2014) ikterus fisiologis memiliki
tandatanda, antara lain sebagai berikut :
a) Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah
bayi lahir dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam
dan menghilang sampai hari kesepuluh.
b) Kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 10 mg/dl pada neonatus
kurang bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg/dl
per hari.
d) Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1 mg/dl.
e) Tidak memiliki hubungan dengan keadaan patologis yang
berpotensi menjadi kern icterus (ensefalopati biliaris adalah
suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak).
2) Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia (Saifuddin, 2009).
Icterus patologis Adalah suatu keadaan dimana kadar
Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus bila tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar
Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada
bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg% dan
lebih dari 3 hari.
Menurut Kosim (2012) ikterus patologis tidak mudah
dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan di bawah ini merupakan
petunjuk untuk tindak lanjutnya sebagai berikut :
a) Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.
b) Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi.
c) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada neonatus
kurang bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
d) Peningkatan bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.
e) Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang
cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil.
f) Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
g) Ikterus yang disertai keadaan antara lain : BBLR, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, asfiksia, infeksi, dan hipoglikemia.
Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50 % neonatus
cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala fisiologis atau
dapat merupakan hal yang patologis, misalnya pada
inkompatibilitas Rh dan ABO, sepsis, penyumbatan saluran
empedu, dan sebagainya (Saifuddin, 2009).
3. Etiologi
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) etiologi ikterus pada
bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :
a. Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat
pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, defisiensi enzim G6PD,
pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan
ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat
asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glucoronil transferase (criggler najjar syndrome). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar.
c. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat
oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dan
albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obat, misalnya :
salisilat dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan
lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam
darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat
obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar.
e. Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat
mengakibatkan hiperbilirubinemia unconjugated akibat
penambahan dari bilirubin yang berasal dari sirkulasi
enterohepatik.
f. Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI). Ikterus akibat ASI
merupakan unconjugated hiperbilirubinemia yang mencapai
puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari ke 6-14). Hal ini
untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selama
minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung
dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin
indirek akan meningkat, dan kemudian akan diresorbsi oleh
usus. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi
yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang
lebih tinggi berkaitan dengan penurunan asupan pada beberapa
hari pertama kehidupan.
Pengobatannya yaitu bukan dengan menghentikan
pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan frekuensi
pemberiannya.
4. Patofisiologi
Meningkatnya kadar bilirubin dapat juga disebabkan
produksi yang berlebihan. Sebagian besar bilirubin berasal dari
destruksi eritrosit yang menua. Pada neonatus 75 % bilirubin
berasal dari mekanisme ini. Satu gram hemoglobin dapat
menghasilkan 34 mg bilirubin indirek (free billirubin) dan sisanya
25 % disebut early labeled bilirubin yang berasal dari pelepasan
hemoglobin karena eritropoeis yang tidak efektif di dalam sumsum
tulang, jaringan yang mengandung protein heme dan heme bebas.
Pembentukan bilirubin diawali dengan proses oksidasi yang
menghasilkan biliverdin. Setelah mengalami reduksi biliverdin
menjadi bilirubin bebas, yaitu zat yang larut dalam lemak yang
bersifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melewati
membran biologik, seperti plasenta dan sawar otak (Kosim, 2012).
Di dalam plasma, bilirubin tersebut terikat/bersenyawa
dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar menjadi
mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hepar dan masuk ke dalam hepatosit. Di dalam sel
bilirubin akan terikat dan bersenyawa dengan ligandin (protein Y),
protein Z, dan glutation S16 tranferase membawa bilirubin ke
reticulum endoplasma hati (Kosim, 2012).
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi
bilirubin diglukoronide dan sebagian kecil dalam bentuk
monoglukoronide. Ada dua enzim yang terlibat dalam sintesis
bilirubin diglukoronide yaitu uridin difosfat glukoronide
transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di
membran kanalikulus (Hasan dan Alatas, 2007).
5. Faktor Predisposisi
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau
diperberat oleh setiap faktor yang menambah beban bilirubin untuk
dimetabolisasi oleh hati (anemia hemolitik, waktu hidup sel darah
menjadi pendek akibat imaturitas atau akibat sel yang
ditransfusikan, penambahan sirkulasi interohepatik, dan infeksi).
Dapat menciderai atau mengurangi aktivitas enzim transferase
(hipoksia, infeksi, kemungkinan hipotermia, dan defisiensi tiroid)
dapat berkompetisi dengan atau memblokade enzim tranferase
(obat-obat dan bahan-bahan lain yang memerlukan konjugasi asam
glukuronat untuk ekskresi) atau dapat menyebabkan tidak adanya
atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil atau menyebabkan
pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar (cacat genetik dan
prematuritas) (Nelson, 2012).
Risiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin
tak terkonjugasi dalam serum menjadi bertambah dengan adanya
faktorfaktor yang mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi
(hipoproteinemia, perpindahan bilirubin dari tempat ikatannya
pada albumin karena ikatan kompetitif obat-obatan, seperti
sulfisoksazole dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder kadar
asam lemak bebas akibat hipoglikemia, kelaparan atau hipotermia)
atau oleh faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas sawar
darah otak atau membran sel saraf terhadap bilirubin atau
kerentanan sel otak terhadap toksisitasnya, seperti asfiksia,
prematuritas, hiperosmolalitas, dan infeksi. Pemberian makan yang
awal menurunkan kadar bilirubin serum, sedangkan ASI dan
dehidrasi menaikkan kadar bilirubin serum. Mekonium
mengandung 1 mg bilirubin/dl dan dapat turut menyebabkan
ikterus melalui sirkulasi enterohepatik pasca dekonjugasi oleh
glukoronidase usus. Obat-obat seperti oksitosin dan bahan kimia
yang diberikan dalam ruang perawatan seperti detergen fenol dapat
juga menyebabkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (Nelson,
2012).
6. Faktor Risiko
Menurut Kosim (2012) faktor risiko hiperbilirubinemia
berat pada bayi usia kehamilan ≥ 35 minggu, antara lain sebagai
berikut :
a Faktor risiko mayor
Faktor risiko mayor dari hiperbilirubinemia adalah
ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan,
inkompabilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk
yang positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD,
peningkatan ETCO), umur kehamilan antara 35-36 minggu,
riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi, ASI
eksklusif dengan cara perawatan tidak baik, sefal hemathoma,
dan ras Asia Timur.
b Faktor risiko minor
Faktor risiko minor dari hiperbilirubinemia adalah umur
kehamilan antara 37-38 minggu, sebelum pulang bayi tampak
kuning, riwayat anak sebelumnya kuning, bayi makrosomia dari
ibu dengan penyakit Diabetes Mellitus (DM), dan bayi dengan
jenis kelamin laki-laki.
7. Tanda Klinis/Laboratoris
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi
dalam cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam
cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan
diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi
darah (Hasan dan Alatas, 2007).
Cara menegakkan diagnosa ikterus pada bayi baru lahir,
antara lain sebagai berikut :
a. Keluhan subjektif yaitu bayi berwarna kuning pada muka dan
sebagian tubuhnya dan kemampuan menghisap bayi lemah
(Marmi, 2012).
b. Pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan yang dilakukan dari ujung
rambut sampai kaki dengan hasil bayi berwarna kuning serta
pemeriksaan reflek bayi (Hasan dan Alatas, 2007).
8. Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila
bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini
penderita mungkin menderita kern ikterus atau ensefalopati biliaris.
Kern ikterus (ensefalopati biliaris) adalah sindrom neurologis
akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel
otak. Risiko pada bayi dengan eritroblastosis foetalis secara
langsung berkaitan dengan kadar bilirubin serum : hubungan antara
kadar bilirubin serum dan kern ikterus pada bayi cukup bulan yang
sehat masih belum pasti.
Bilirubin indirek yang larut dalam lemak dapat melewati
sawar darah otak dan masuk ke otak dengan cara difusi apabila
kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin dan protein plasma
lainnya terlampaui dan kadar bilirubin bebas dalam plasma
bertambah (Nelson, dkk, 2012).
Pada setiap bayi nilai persis kadar bilirubin yang bereaksi
indirek atau kadar bilirubin bebas dalam darah yang jika dilebihi
akan bersifat toksik tidak dapat diramalkan, tetapi kern ikterus
jarang terjadi pada bayi cukup bulan yang sehat (Nelson, dkk,
2012).
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati pada fase awal
bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik, dan
reflek menghisap buruk, sedangkan pada fase intermediate ditandai
dengan moderate stupor, iritabilitas, hipertoni. Untuk selanjutnya
bayi akan demam, high-pitced cry, kemudian akan menjadi
drowsiness dan hipotoni (Kosim, 2012).
Pada kern ikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas,
antara lain dapat disebutkan yaitu bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar, gerakan tidak menentu (involuntary
movements), kejang, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya
opistotonus (Saifuddin, 2009).
9. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Menurut Ridha (2014) mencegah terjadinya kern ikterus
atau ensefalopati biliaris dalam hal ini yang penting ialah
pengamatan yang ketat dan cermat perubahan peningkatan kadar
ikterus/bilirubin bayi baru lahir khususnya ikterus yang
kemungkinan besar menjadi patologis, yaitu :
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.
b. Ikterus dengan kadar bilirubin >12,5 mg pada neonatus cukup
bulan atau >10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin >5 mg%/hari.
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) dan Kosim (2012)
penatalaksanaan screening test, antara lain sebagai berikut :
a. Golongan darah : untuk menentukan dan status Rh bayi bila
transfusi sulih diperlukan.
b. Uji Coombs direk : untuk menentukan diagnosis penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, hasil positif mengindikasikan
sel darah merah bayi telah terpajan (diselimuti antibodi).
c. Uji Coombs indirek : mengukur jumlah antibodi Rh positif
dalam darah ibu.
d. Kadar Bilirubin total dan direk : untuk menegakkan diagnosis
heperbilirubinemia.
e. Darah periksa lengkap dengan diferensial : untuk mendeteksi
hemolisis, anemia (Hb < 14 gr/dl) atau polisitemia (Ht lebih
dari 65%), Ht kurang dari 40 % (darah tali pusat) mengindikasi
hemolisis berat.
f. Protein serum total : untuk mendeteksi penurunan kapasitas
ikatan (3,0 mg/dl).
g. Glukosa serum : untuk mendeteksi hipoglikemia (< 40 mg/dl).
Dalam penanganan ikterus cara-cara yang dipakai adalah
untuk mencegah dan mengobati, sampai saat ini cara-cara itu dapat
dibagi dalam empat jenis usaha, yaitu sebagai berikut :
a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin dengan
early breast feeding yaitu menyusui bayi dengan ASI (Air Susu
Ibu).
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak
mengeluarkan feses dan urine. Untuk itu bayi harus mendapat
cukup ASI. Seperti diketahui ASI memiliki zat-zat terbaik bagi
bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK. Akan tetapi
pemberian ASI juga harus dibawah pengawasan dokter karena
pada beberapa kasus ASI justru meningkatkan kadar bilirubin
bayi (breast milk jaundice) (Marmi dan Rahardjo, 2012).
Pemberian fenobarbital yang yang dapat memperbesar
konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberiannya akan
membatasi perkembangan ikterus fisiologis pada bayi baru
lahir bila diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam
sebelum persalinan atau pada bayi saat lahir dengan dosis 10
mg/kg/24 jam. Meskipun demikian, fenobarbital tidak secara
rutin dianjurkan untuk mengobati ikterus pada bayi neonatus
karena pengaruhnya pada metabolisme bilirubin biasanya tidak
terlihat sebelum mencapai beberapa hari pemberian, efektivitas
obat ini lebih kecil dari pada fototerapi dalam menurunkan
kadar bilirubin, dan dapat mempunyai pengaruh sedatif yang
tidak menguntungkan serta tidak menambah respon terhadap
fototerapi (Nelson, 2012).
b. Terapi sinar matahari
Hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya
bisa di jemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda.
Lakukan pada jam 07.00-09.00 WIB karena inilah waktu di
mana sinar ultraviolet belum cukup efektif mengurangi kadar
bilirubin. Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung
ke arah matahari karena dapat merusak matanya.
c. Terapi sinar (Fototerapi)
Terapi sinar atau fototerapi dilakukan selama 24 jam
atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke
ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh
bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa
harus diubah dahulu oleh organ hati dan dapat dikeluarkan
melalui urin dan feses sehingga kadar bilirubin menurun
(Dewi, 2010; Marmi dan Rahardjo, 2012).
Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula
peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu
duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan
empedu ke dalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan
bilirubin akan keluar bersama feses. Terapi sinar juga berupaya
menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga
menimbulkan risiko yang lebih fatal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
fototerapi, yaitu :
1) Alat-alat yang diperlukan menurut Dewi (2010), antara lain
Unit terapi sinar , yaitu :
a) Lampu fluoresensi 10 buah masing-masing 20 watt
dengan gelombang sinar 425-475 nm, seperti pada sinar
cool white, daylight, vita kite blue, dan special blue.
b) Jarak sumber cahaya ke bayi } 45 cm, di antaranya
diberi kaca pleksi setebal 0,5 inci untuk menahan sinar
ultraviolet.
c) Lampu diganti setiap 200-400 jam.
2) Pelaksanaan pemberian terapi sinar menurut Marmi dan
Rahardjo (2012), yaitu :
a) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
b) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas
mungkin terkena sinar.
c) Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina.
Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual
pada neonatus.
d) Daerah kemaluan ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya untuk melindungi daerah
kemaluan dari cahaya fototerapi.
e) Posisi lampu diatur dengan jarak 45-50 cm di atas tubuh
bayi, untuk mendapatkan energi yang optimal.
f) Posisi tubuh bayi diubah tiap 8 jam agar tubuh
mendapat penyinaran seluas mungkin.
g) Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 oC dan
observasi suhu setiap 4-6 jam sekali. Jika terjadi
kenaikan suhu matikan sementara lampunya dan bayi
diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali
suhunya. Jika tetap tinggi hubungi dokter.
h) Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi
dan peningkatan suhu tubuh bayi.
i) Pada waktu memberi minum bayi dikeluarkan,
dipangku, dan penutup mata dibuka. Perhatikan apakah
terjadi iritasi atau tidak.
j) Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam setelah pemberian
terapi 24 jam.
k) Apabila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 % atau
kurang terapi dihentikan walaupun belum 100 jam.
l) Jika setelah pemberian terapi 100 jam bilirubin tetap
tinggi atau kadar bilirubin dalam serum terus naik, coba
lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam
digunakan.
Selanjutnya hubungi dokter, mungkin perlu transfusi
tukar.
m) Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun di bawah
batas untuk dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai
untuk dilakukan transfusi tukar.
3) Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) hal-hal yang perlu
diperhatikan pada pemberian fototerapi, yaitu :
a. Apabila kadar bilirubin cenderung naik pada bayi-bayi
yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar
terjadi proses hemolisis.
b. Kebutuhan cairan bayi meningkat selama pemberian
terapi sinar, yaitu :
1) Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi,
paling tidak setiap 3 jam, tidak perlu menambah atau
mengganti ASI dengan air, dekstrosa, atau formula.
2) Apabila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif
pemberian minum. Selama dilakukan terapi sinar,
naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25
ml/kg BB.
3) Apabila bayi mendapat cairan IV, naikkan
kebutuhan hariannya 10-20 %.
4) Apabila bayi mendapat cairan IV atau diberi minum
melalui pipa lambung, bayi tidak perlu dipindahkan
dari lampu terapi sinar.
5) Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi menjadi
cair dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak
membutuhkan tindakan khusus.
6) Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar bila akan
dilakukan tindakan yang tidak memungkinkan
dikerjakan di bawah lampu terapi sinar.
7) Apabila bayi mendapat terapi oksigen, matikan
lampu saat memeriksa bayi untuk mengetahui
sianosis sentral.
8) Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk
untuk menentukan kadar bilirubin serum selama
bayi dilakukan fototerapi dan selama 24 jam setelah
dihentikan.
d. Icterus Fisiologis
1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum
bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
2) Peningkatan bilirubin 5mg/dl atau lebih dari 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi ≤
37 minggu (BBLR) dan 12,5 mg/dl pada bayi cukup bulan.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase
(G6PD), dan sepsis)4.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “N” USIA 9 HARI
DENGAN IKTERUS NEONATORUM
DI RUMAH SAKIT PATUT PATUH PAJTU
19 DESEMBER 2017

Tanggal pengkajian : Selasa, 19 Desember 2017


Jam : 18.00
No rekam medik :
Tempat pengkajian : Rumah Sakit Patut Patuh Patju Gerung Lombok Barat

3.1 PENGUMPULAN DATA


DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
a. Identitas bayi
Nama : Bayi Ny “N”
Umur bayi : 9 hari
Tgl / jam lahir : sabtu, 11 desember 2017
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal MRS :, sabtu,11 Desember 2017
Anak ke : 5 ( lima )
b. Identitas orang tua
Ayah Ibu
Nama : Tn. K : Ny. N
Umur : 36 : 21
Agama : Islam : Islam
Suku/bangsa : Sasak / Indonesia : Sasak /Indonesia
Pendidikan : S1 : SMU
Pekerjaan : Swasta : IRT
Alamat : Resik selatan glogok
2. Keluhan utama / alasan kunjungan
Ibu mengatakan saat setelah lahir, nampak kekuningan didaerah
kepala sampai kaki ,dan mual muntah.
3. Riwayat keluhan utama
Ibu mengatakan ibu melahirkan anak kembar di rumah sakit patut
patuh padju gerung Lombok barat pada tanggal 11 desember 2017 , ibu
melahirkan bayi kembarnya berjenis kelamin laki laki semua dan anak
kembarnya yang kedua mengalami muntah-muntah ,pada saat setelah lahir
bayi tidak menangis bayinya hanya merintih ,dan bayinya badan semuanya
dingin dan sejak setelah melahirkan bayi keduanya di lakukan perawat di
ruang nicu , rumah sakit gerung , bayi yang pertama dalam keaaadan
normal dan dilakukan rawat gabung dengan ibu.di ruangan nicu di
diberikan tindakan medis seperti pemasangan infus ,fototeraphy , dan
diberikan obat secara iv dan oral.
4. Riwayat antenatal
Penyakit / kesehatan ibu dan pengobatan
Sebelum hamil : ibu mengatakan tidak memiliki penyakit yang
mengancam kehamilannya seperti Perdarahan / pre eklamsi / eklamsi /
penyakit kelamin / DM / anemia / jantung, dll.
Selama hamil ( trimester I, II, III) : ibu mengatakan tidak memiliki
penyakit yang mengancam kehamilannya seperti Perdarahan / pre
eklamsi / eklamsi / penyakit kelamin / DM / anemia / jantung, dll.
Kebiasaan waktu hamil
Makan : ibu mengatakan lebih banyak makan di saat hamil dan
porsi makanya naik 3 kali lipat dari sebelum hamil
Obat / jamu : ibu mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat/jamu
saat hamil
Merokok : ibu mengatakan suaminya tidak merokok
Aktivitas : ibu mengatakan aktivitas sehari-hari saat hamil menjaga
sebagai ibu rumah tangga
Lain-lain : tidak ada
5. Riwayat proses persalinan
a Umur kehamilan : ibu mengatakan usia kehamilannya 37 minggu (9
bulan)
b Kehamilan tunggal/kembar : ibu mengatakan melahirkan bayi kembar
c Letak bayi : ibu mengatakan letak bokong kepala
d Tanda gawat janin sebelum lahir : ibu mengatakan tidak ada tanda
bahaya , hanya keluar lendir
e Lama persalinan kala I / penyulit kala I : ibu mengatakan pembukan
satu jam 11.00 sampai peembukaan lengkap jam 21.00
f Lama persalinan kala II / penyulit kala II : ibu mengatakan bayinya
lahir jam 23.00
g Ketuban pecah : ibu mengatakan kata bidan ketubannya pecah sendiri
h Warna air ketuban : ibu mengatakan tidak tau
i Jumlah : ibu mengatakan tidak tau
j Bau : ibu mengatakan tidak tau
k Tempat bersalin : RSUD patut patuh padju , gerung
l Apgar score : 7-8 (menit 1.5 )
m Ditolong oleh : ibu mengatakan di tolong oleh bidan
n BBL/PBL : 1/45
o Menetek pertama kali IMD : ibu mengatakan memberikan ASI setelah
beberapa menit setelah bayi lahir
p Jenis dan indikasi obat yang diberikan selama persalinan : ibu
mengatakan di berikan amoksilin, parascetamol.
q Resusitasi : ibu mengatakan bidan melakukan resusitasi pada anaknya
r Imunisasi : ibu mengatakan anaknya sudah di berikan imunisasi
6. Pola kebiasaan sehari – hari
a. Nutrisi
1) Makan
Frekuensi : ibu mengatakan tidak memberikan makan pada
bayinya
Porsi : tidak ada
Jenis makanan : tidak ada
2) Minum
Frekuensi : ibu mengatakan sering memberikan ASI perah
kepada bayinya
Porsi : ibu mengatakan bayinya di berikan susu 10 ml
dgn campuran ASI murni tanpa campuran obat
Jenis : ibu mengatakan ASI yang diperah kepada
bayinya
b. Eliminasi
1) BAB
Frekuensi : ibu mengatakan bayinya 1-2 kali sehari BAB
Konsistensi : ibu mengatakan bayinya lebih sering BAB pada
pagi hari
Warna : ibu mengatakan warna BAB bayinya hitam
kehijauan
Keluhan : ibu mengatakan tidak ada keluhan saat BAB
2) BAK
Frekuensi : ibu mengatakan bayinya BAK 2-3 ganti popok
Warna : ibu mengatakan warna BAK bayinya kuning
Keluhan : ibu mengatakan tidak ada keluhan BAK
c. Personal hygiene
Mandi : ibu mengatakan bayinya tidak mandi, tapi hanya
di menyeka 1 kali sehari yaitu pada pagi hari
Ganti pakaian : ibu mengatakan 2-3 kali sehari ganti popok
7. Riwayat imunisasi
Jenis Tgl imunisasi Tgl Tgl Tgl Ket
imunisasi imunisasi imunisasi imunisasi
BCG
Polio
DPT
HB 11 desember
2017 ( segera
setelah lahir).
Campak

DATA OBYEKTIF
Keadaan umum : Baik (composmentis)
Diagnosa medis : Ikterus Neonatorum
Tindakan medis : Melakukan asuhan pada bayi ikterus neonatorum ,
memasukkan ke incubator dan pemberian fototerapy
1. Pemeriksaan bayi
a. Keadaan umum
Aktivitas : kurang aktif
Warna kulit : kemerahan
Tangisan : aktif
b. Tanda vital
S : 36, 6 °C N : 136x/menit
P : 58 x/menit DJ : 110 x/menit
Berat badan saat ini : 2, 420 (gr)
Panjang badan saat ini : 43 (cm)
Lingkar dada : 35 (cm)
Lingkar kepala : 33 (cm)
Lingkar perut : 29 (cm)
c. Kepala
caput succedaneum
Sutura : normal
Fontanel : normal
Lain – lain jelaskan : tidak ada
d. Mata
Simetris
Tanda – tanda infeksi : tidak ada
Perdarahan pada kornea : tidak ada
Kelopak mata terbuka / tertutup : ada
Refleks pupil : kurang ( +)
Refleks mengedip : kurang
e. Telinga : simetris, bersih, normal
f. Hidung : normal
g. Mulut
Simetris : simetris
Warna : kebiruan
Bibir dan langit – langit : ada warna putih
Periksa adanya sumbing : tidak ada
Refleks rooting : kurang baik
Refleks sucking : kurang baik
Refleks swallowing : kurang baik
h. Leher
Pembengkakan : tidak ada
Benjolan : tidak ada
Refleks tonic neck : tidak ada
i. Dada
Bentuk : simetris
Puting : ada
Pembesaran mamae : tidak ada
j. Abdomen
Bentuk :simetris
Penonjolan pada tali pusat : tidak ada
Bising usus : positif
Meteorismus : ya
Tali pusat
Berdarah : tidak
Bau : tidak
Lain-lain jelaskan : tidak ada
k. Bahu, tangan dan lengan ( inpeksi )
Bentuk : simetris
Gerakan normal : kurang aktif
Warna : kemerahan
Jumlah jari : lengkap 5/5
Refleks grasping : ada
Refleks Moro : ada
l. Genitalia
Laki – laki
Dua testis dalam skrotum : ada
Penis berlubang pada ujung : ada
Miksi dalam 24 jam : ada
Kelainan (keluhan ) : tidak ada
m. Tungkai dan kaki
( inpeksi )
Bentuk : simetris
Gerakan : kurang aktif
Warna : kemerahan
Jumlah jari : lengkap 5/5
Jumlah kaki : lengkap 5/5
Refleks babynsky : tidak ada
Refleks walking : tidak ada
Refleks Moro : ada
n. Punggung
( palpasi)
Benjolan : tidak ada
Spina bifida : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
o. Anus
Lubang anus : ada
Pengeluaran mekonium (24 jam : ada
Warna mekonium : hitam kehijauan
Keluhan : tidak ada
p. Kulit
Verniks : ada
Lanugo : ada
Warna : pucat kekuningan
Bercak hitam (tanda lahir) : tidak ada
Lain – lain jelaskan : tidak ada

2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium, cek kadar bilirrubin
b. Radiologi
3.2 INTERPRETASI DATA DASAR
Diagnosa : Bayi umur 11 hari dengan IKTERUS NEONATORUM
DS : Ibu mengatakan bayinya muntah- muntah
DO : BB saat ini 2,420
Tanda vital
Suhu : 36, 6 °C Nadi : 136 x/menit
Pernafasan : 58 x/menit DJ : 110 x/menit

3.3 IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Diagnosa/Masalah Potensial : icterus neonatorum
Potensial terjadinya ikterus pada derajat yang lebih lanjut
Dasar : Dari hasil pemeriksaan lab didapatkan kadar serum bilirubin indirek
100 umol/l (derajat I)
Terdapat warna kuning pada daerah muka, leher dan kuku

3.4 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Mandiri : tidak ada
Kolaborasi : bidan kolaborasi dengan dokter di RS. Patut patuh patju
Rujukan : tidak ada

3.5 RENCANA ASUHAN MENYELURUH


Hari/Tgl : Selasa , 19 Desember 2017
Waktu : 21.30
1. Memberitau ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah di lakukan.
2. Melakukan asuhan bayi icterus neonatorum dengan menjaga suhu tetap
normal , pemberian foto terapi
3. Selalu melakukan TTV memantau berat badan bayi
4. Pemberian obat melalui IV dan oral.
5. Meberikan cairan infus
6. Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan susu kepada bayinya
3.6 PELAKSANAAN
Hari/Tgl : selasa , 19 Desember 2017
Waktu : 21.40
Pelaksanaan :
1. Memberitau ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah di lakukan Bahwa
kondisi bayinya saat ini sudah mulai membaik karna bayi tidak lagi
mengalami muntah-muntah dan bayinya tidak kedinginan karena
dilakukan TTV suhu 36,6, nadi 1139x/menit, pernapasan 58x/menit.
2. Melakukan fototerapy pada bayi Ny” N”
3. Melakukan asuhan bayi IKTERUS NEONATORUM dengan menjaga
suhu tetap normal yaitu dengan tetap memberikan fototerapydengan
pemasangan kacamata karbon.
4. Mengajurkan ibu untuk memerah ASI agar bayi bisa berikan ASI
sesering mungkin agar kebutuhan bayi terpenuhi.
5. Selalu melakukan TTV dalam 3 jam sekali dan memantau berat badan
bayi
6. Pemberian obat melalui IV dan oral.

3.7 EVALUASI
Hari/Tgl :selasa , 19 Desember 2017
Waktu : 22 .30
Evaluasi :
1. Suhu meningkat menjadi normal yaitu 36,8 setelah diberi foto terapi.
2. Keluar BAB dan BAK
3. Warna kulit , kuning kemerah merahan
4. Pemberian ASI lancar karena mual muntah berkurang
5. Gerakankan bayi aktif
6. Frekuensi Mual muntah berkurang dari 5-6 kali sehari menjadi 3-4
sehari.
CATATAN PERKEMBANGAN
SELAMA 3 HARI

CATATAN PERKEMBANGAN I
Tanggal / jam : 22 desember 2017/ jam 11.30 WIB
A DATA SUBYEKTIF
1. Ibu mengatakan bayinya muntah-muntah
2. Ibu mengatakan tubuh mulai hangat
3. Ibu mengatakan bayinya sudah tidur nyenyak.
4. Ibu mengatakan bayinya BAB 1 kali sehari dan BAK 4 – 6 kali sehari.
5. ibu mengatakan warna kulit bayinya sudah mulai kemerahan
6. ibu mengatakan bayi minum ASI banyak dengan cara ASI di perah

B DATA OBYEKTIF
1. Keadaan Umum : Baik Kesadaran : CM
N : 138 x / menit S : 36,8 0C
RR : 44 x / menit
2. Apgar Score :
1 Menit :8
5 Menit :9
10 menit : 10
3. Jenis kelamin : laki-laki
BB : 2300 gram PB : 48 cm
LK : 34 cm LD : 34 cm
4. Warna Kulit : kuning Kemerahan Tonus otot : Aktif
5. Tangis bayi : Kuat Anus : berlubang
6. Kelainan Kongenital : tidak ada
7. Reflek rooting, sucking, moro, grasping, tonic neck : Baik
8. Tali pusat : masih basah dan tidak ada tanda – tanda infeksi
9. Minum ASI : 70 ml/kgBB/ hari atau bila bayi menangis.
C ASSESMENT
By. Ny. N lahir normal, cukup bulan, sesuai dengan masa kehamilan dengan
Ikterus Neonatorum dengan usia 9 hari

D PENATALAKSANAAN
Tanggal / jam : 19 Mei 2013/ jam 11.45 WIB
1. Mengobsevasi KU dan TTV.
Keadaan Umum : Baik Kesadaran : CM
N : 128 x / menit S : 37,20C
RR : 48 x / menit
2. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesuai kebutuhan bayi.
a Ibu bersedia untuk menyusui bayinya sesuai kebutuhan bayi.
b Mencegah infeksi dan rawat tali pusat.merawat tali pusat bayi dengan
cara membungkus tali pusat bayi dengan kassa steril.
c Tali pusat bayi sudah terawat dengan baik sehingga tidak terjadi
infeksi.
3. Melakukan tindakan menjaga kehangatan bayi.
menjaga kehangatan bayi dengan mengganti pakaian bayi tiap basah
atau kotor.
4. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan bayi.
a Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan bayi dengan
memandikan bayi 2 x sehari.
b Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan bayi.
5. Observasi tanda – tanda peradangan tali pusat
a Mengobservasi tanda – tanda peradangan tali pusat seperti adanya bau
busuk dari tali pusat, tali pusat berwarna kemerahan, keluar nanah /
pus dari tali pusat.
b Tali pusat tidak ada tanda – tanda infeksi, tali pusat masih basah dan
terbungkus kassa steril.
6. Apabila bagian tali pusat bayi dan dinding perut di sekitar tali pusat
berwarna kemerahan, berbau busuk, terdapat pus / nanah, keluar darah /
perdarahan, kemungkinan tali pusatnya terdapat infeksi tali pusat.
CATATAN PERKEMBANGAN II
Tanggal / jam : 24 Desember 2017/ jam 03.00 WIB

A.   DATA SUBYEKTIF


1.      Ibu mengatakan bayinya sudah menetek dengan kuat.
2.      Ibu mengatakan ASI nya lancar.
3.      Ibu mengatakan bayinya sudah tidur nyenyak.
4.      Ibu mengatakan bayinya BAB 1 kali sehari dan BAK 4 – 6 kali sehari.

B.    DATA OBYEKTIF


1.    Keadaan Umum : Baik Kesadaran : sedang ( komposmentis)
HR : 140 x / menit S : 36.9 0C
RR : 45 x / menit
2.   Apgar Score :
1 menit :8
5 menit :9
10 menit : 10
3.   Jenis kelamin : Perempuan
BB : 2350 gram PB : 48 cm
LK : 34 cm LD : 34 cm
4.    Warna Kulit : Kemerahan Tonus otot : Aktif
5.    Tangis bayi : Kuat Anus : berlubang
6.    Kelainan Kongenital : tidak ada
7.    Reflek rooting, sucking, moro, grasping, tonic neck : Baik
8.    Tali pusat : masih basah dan tidak ada tanda – tanda infeksi
9.    Minum PASI : 70 ml/kgBB/ hari atau bila bayi menangis.

C.   ASSESMENT
By. Ny. N lahir normal, cukup bulan, sesuai dengan masa kehamilan dengan
icterus neonatorum dengan usia 13 hari .
D.   PENATALAKSANAAN
Tanggal / jam : 24 Mei 2013/ jam 03,50 WIB
1.    Mengobsevasi KU dan VS.
Keadaan Umum : Baik Kesadaran : CM
HR : 128 x / menit S : 37,20C
RR : 48 x / menit
2.   Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesuai kebutuhan bayi.
Ibu bersedia untuk menyusui bayinya sesuai kebutuhan bayi.
3.    Mencegah infeksi dan rawat tali pusat.
Mencegah infeksi dan merawat tali pusat bayi dengan cara membungkus
tali pusat bayi dengan kassa steril.
Tali pusat bayi sudah terawat dengan baik sehingga tidak terjadi infeksi.
4.    Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan bayi.
Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan bayi dengan mengganti
pakaian bayi tiap basah atau kotor.
Ibu bersedia untuk menjaga kehangatan bayi.
5.   Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan bayi.
Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan bayi dengan memandikan
bayi 2 x sehari.
Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan bayi.
6.   Observasi tanda – tanda peradangan tali pusat
Mengobservasi tanda – tanda peradangan tali pusat seperti adanya bau
busuk dari tali pusat, tali pusat berwarna kemerahan, keluar nanah / pus
dari tali pusat.
Tali pusat tidak ada tanda – tanda infeksi, tali pusat masih basah dan
terbungkus kassa steril.
CATATAN PERKEMBANGAN II1
Tanggal / jam : 26 desember 2017 / jam 06.30 WIB

A.   DATA SUBYEKTIF


1.      Ibu mengatakan bayinya sudah menetek dengan kuat.
2.      Ibu mengatakan ASI nya sudah lancar.
3.      Ibu mengatakan bayinya sudah tidur nyenyak.
4.      Ibu mengatakan bayinya BAB 1 kali sehari dan BAK 4 – 6 kali sehari.

B.    DATA OBYEKTIF


1.   Keadaan Umum : Baik Kesadaran : CM
HR : 138 x / menit S : 370C
RR : 44 x / menit
2.   Apgar Score :
1 menit :8
5 menit :9
10 menit : 10
3.   Jenis kelamin : Perempuan
BB : 2300 gram PB : 48 cm
LK : 34 cm LD : 34 cm
4.    Warna Kulit : Kemerahan Tonus otot : Aktif
5.    Tangis bayi : Kuat Anus : berlubang
6.    Kelainan Kongenital : tidak ada
7.    Reflek rooting, sucking, moro, grasping, tonic neck : Baik
8.    Tali pusat : masih basah dan tidak ada tanda – tanda infeksi
9.    Minum PASI : 70 ml/kgBB/ hari atau bila bayi menangis.

C.   ASSESMENT
By. Ny. S lahir normal, cukup bulan, sesuai dengan masa kehamilan dengan
berat badan lahir rendah umur 2 hari.
D.   PENATALAKSANAAN
Tanggal / jam : 26 desember 2017 / jam 7.00 WIB
1.    Mengobsevasi KU dan VS.
Keadaan Umum : Baik Kesadaran : CM
HR : 128 x / menit S : 37,20C
RR : 48 x / menit
2.    Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesuai kebutuhan bayi.
Ibu bersedia untuk menyusui bayinya sesuai kebutuhan bayi.
3.    Mencegah infeksi dan rawat tali pusat.
Mencegah infeksi dan merawat tali pusat bayi dengan cara membungkus
tali pusat bayi dengan kassa steril.
Tali pusat bayi sudah terawat dengan baik sehingga tidak terjadi infeksi.
4.   Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan bayi.
Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan bayi dengan mengganti
pakaian bayi tiap basah atau kotor.
Ibu bersedia untuk menjaga kehangatan bayi.
5.    Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan bayi.
Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan bayi dengan memandikan
bayi 2 x sehari.
Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan bayi.
6.    Observasi tanda – tanda peradangan tali pusat
Mengobservasi tanda – tanda peradangan tali pusat seperti adanya bau
busuk dari tali pusat, tali pusat berwarna kemerahan, keluar nanah / pus
dari tali pusat.
Tali pusat tidak ada tanda – tanda infeksi, tali pusat masih basah dan
terbungkus kassa steril.
7.   Memberi pendkes pada ibu tentang Tanda Bahaya BBL, meliputi :
a.   Bayi tidak dapat menyusu , sulit minum, malas minum. Kemungkinan
bayi mengalami kelainan pada bibir dan langit – langit dan bayi
infeksi.
b.   Bayi kejang kemungkinan bayi terjadi infeksi misalnya tetanus
neonatorum dan gangguan sistim persyarafan seperti trauma kelahiran
c.   Bayi mengantuk dan tidak sadar ( letargis ) kemingkinan bayi infeksi /
sepsis dan gangguan sistim persyarafan.
d.   Apabila nafas bayi kurang dari 40 x/menit atau labih dari 60 x/menit
disertai tarikan dada, ini disebabkan karena gangguan pernafasan.
e.   Apabila bayi merintih, lemah, atau kurang aktif, kemungkinan
disebabkan karena infeksi.
f.    Warna kulit bayi : sianosis ( warna kulit membiru mulai dari muka
sampai seluruh tubuh), warna kulit sangat kuning mulai dari kepala
turu ke kaki.
g.   Apabila perut bayi kembung, muntah kemungkinan bayi mengalami
saluran pencernaan bagian atas buntu, sedangkan apabila bayi tidak
mengeluarkan mekonium berarti saluran percernaan bagian bawah
buntu.
h.    Apabila bagian tali pusat bayi dan dinding perut di sekitar tali pusat
berwarna kemerahan, berbau busuk, terdapat pus / nanah, keluar
darah / perdarahan, kemungkinan tali pusatnya terdapat infeksi tali
pusat.
BAB IV
PEMBAHASAN

Hasil pengkajian yang dilakukan Pada tanggal 19 desember 2017


pengkajian dilakukan pada bayi Ny”N”
Menurut kosim ( 2012 ) icterus dibagi menjadi dua yaitu : Icterus fisiologi
dan icterus patologi , icterus fisiologi muncul pada minggu pertama kehidupan
dan merupakan suatu prosesyang normal pada sekitar 40-50% bayi aterm atau
bayi cukup bulan ,sedangkan icterus patologi adalah ikterus yang mempunyai
dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia (Saifuddin, 2009). Menurut Kosim (2012) ikterus patologis
tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis.
Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg% dan lebih dari 3 hari. Dalam kasus bayi Ny.”
N” termasuk dalam icterus patologis karena berdasarkan hasil pemeriksaan bayi
tampak kuning pada seluruh badan ( pada derajat kremer termasuk derajat V
dengan kadar bilirubin total = 16 mg %) pemeriksaan laboratorium untuk
memeriksa kadar bilirubin dalam tubuh bayi dan pada kasus bayi Ny” N” warna
kulit tubuhnya tidak hilang lebih dari 3 hari .
Interprestasi data dasar pada kasus Ny” N “ Dengan icterus neonatus
Menurut (Hasan danAlatas, 2007). Pengamatan ikterus kadang-kadang agak
sulit apalagi dalam cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam
cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk
menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah pada kasus data subjektif
saat pengkajian dilakukan adalah warna kuning pada muka, mata, leher , dan
bagian atas dan bawah dengkul sampai pada telapak kaki dengan reflex
menghisap lemah dan gerakan kurang aktif , tanda-tanda vital keadaan bayi, Suhu
: 36, 6 °C ,Nadi : 136 x/menit ,Pernafasan: 58x/menit Denyut jantung : 110
x/menit , Berat badan saat ini: 2, 420 (gr) Panjang badan saat ini: 43 (cm) ,Lingkar
dada : 35 (cm), Lingkar kepala: 33 (cm), Lingkar perut: 29 (cm) pengamatan
secara inpeksi kepada bayi Ny” N “ didapatkan warna bayi pucat kekuningan
mulai dari rambut sampai ujung kaki serta kuku pada bayi itupun terlihat kuning
pucat.
Menurut marmi dan rahardjo ( 2012 ) cara penanganan dalam icterus
neonatorum untuk menghilangkan bilirubin dalam tubuh bayi yaitu Mempercepat
metabolisme dan pengeluaran bilirubin dengan early breast feeding yaitu
menyusui bayi dengan ASI (Air Susu Ibu) , terapi sinar matahari , pemberian
fototeraphy.
masalah potensial yang terjadi pada kasus bayi Ny” L” adalah
peningkatan kadar billirubbin dalam pencegahan masalah potensial yang akan
terjadi tenaga kesehatan berkolaborasi dengan dokter, bidan dan perawat .
kebutuhan segaera yang diberikan kepada bayi Ny” N “ adalah tetap
memberikan ASI , memberikan obat obatan dan melakukan fototeraphy.
Rencana asuhan kebidanan yang diberikan kepada bayi Ny “ N” adalah
menjaga kehangatan tubuh bayi dengan menganti kain jika kain sudah basah ,
menganti popok , melakukan TTV dan menganti cairan infus
Menurut pendapat (Dewi, 2010; Marmi dan Rahardjo, 2012). Dengan
fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut
dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh organ hati dan dapat dikeluarkan
melalui urin dan feses sehingga kadar bilirubin menurun (Dewi, 2010; Marmi
dan Rahardjo, 2012).
Menurut teori dari (Marmi dan Rahardjo, 2012).Bilirubin juga dapat pecah
jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine. Untuk itu bayi harus mendapat
cukup ASI. Seperti diketahui ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar BAB dan BAK. Akan tetapi pemberian ASI juga harus dibawah
pengawasan dokter karena pada beberapa kasus ASI justru meningkatkan kadar
bilirubin bayi (breast milk jaundice)
Pelaksanaan yang di lakukan Pada kasus bayi Ny”L” bayi tetap diberikan
ASI ( air susu ibu ) agar mempercepat system metabolisme dan pengeluaran
bilirubin dalam tubuh bayi, pada bayi Ny” L” diberikan ASI atas saran dan
pengawasan dari dokter .menganti cairan infus, menganti popok dan kain yang
kering dan bersih
Pada bayi Ny “ L” diberikan terapi sinar ( fototerapy ) dengan memakai
kacamata karbon , terapy sinar pada bayi diberikan untuk menghilangkan kadar
bilirubin dalam tubuh bayi sehingga kadar billirubbin dalam tubuh bayi menurun .
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada bayi dengan
menggunakan tujuh langkah verney : pengkajian data dasar, interprestasi data
dasar , mengidentifikasi diagnose masalah potensial , memberikan kebutuhan
segera, merencanakan asuhan kebidanan , melaksanakan asuhan kebidanan
terhadap kasus bayi Ny” N” dengan icterus neonatorum dan mengevaluasi
hasil dari asuhan kebidanan yang di berikan pada kasus bayi icterus
neonatorum.
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal
berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam
darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang
fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup bulan. Tapi
juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya
berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat),
penyumbatan saluran empedu dll.

5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Dalam penetapan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa
dapat melakukan pengkajian yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil
yang optimal dan mampu memberikan asuhan yang kompeten bagi pasien.
Mahasiswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperolehnya selama proses pembelajaran di lapangan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dari pendidik
lapangan dalam membimbing mahasiswa di lapangan dalam memberikan
asuhan kebidanan dan keperawatan bagi pasien sehingga mahasiswa dapat
mengevaluasikan teori dan praktek yang telah diperolehnya.
3. Bagi rumah sakit
Diharapkan kepada Rumah sakit agar dapat mengetahui perkembangan
dari bayi yang icterus neonatorum sehingga pihak rumah sakit dapat
memberikan perencanaan dan pelaksanaan asuhan kebidanan segera.
4. Bagi ibu
Diharapkan kepada ibu dari bayi untuk memahami perkembangan dari
bayinya sehingga dapat mengetahui kondisi bayinya.

Anda mungkin juga menyukai