Anda di halaman 1dari 5

Penyakit Ginjal Kronik

Definisi

Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan
atau tahun. Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73 m selama minimal 3 bulan
(Kidney Disease Improving Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for
the Evaluation and Management). Kerusakan ginjal adalah setiap kelainan patologis atau
penanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan darah, urin atau studi pencitraan.

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global


dengan prevalen dan insiden gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya
yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut
dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global
mengalami PGK pada stadium tertentu. Hasil systematic review dan metaanalysis yang
dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut
hasil Global Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat
ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan
di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari
BPJS kesehatan setelah penyakit jantung.

Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat
berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan ditanggulangi dan
kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih
awal.

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus dapat dilihat
pada tabel berikut :
Etiologi

National Kidney Foundation (NKF) menyebutkan bahwa dua penyebab utama


penyakit ginjal kronis adalah diabetes dan hipertensi. Diabetes dapat menyebabkan kerusakan
pada banyak organ tubuh, termasuk ginjal, pembuluh darah, jantung, serta saraf dan mata.
Selain itu juga tekanan darah tinggi atau hipertensi yang tidak terkendali dapat menyebabkan
serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal kronik. Sebaliknya, penyakit ginjal kronik juga
dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Kondisi lain yang dapat mempengaruhi ginjal
yaitu:

 Glomerulonefritis, yang merupakan kumpulan penyakit yang menyebabkan


inflamasi dan kerusakan pada unit penyaring pada ginjal.
 Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik, yang mana dapat
menyebabkan pembentukan kista pada ginjal dan merusak jaringan di
sekitarnya.
 Lupus dan penyakit lain yang dapat mempengaruh sistem kekebalan tubuh
 Obstruksi yang disebabkan karena batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar
prostat pada pria serta,
 Infeksi saluran kencing yang berulang

Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian terjadi proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi
jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron sebagian diperantarai oleh growth factor
seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas antar individual untuk terjadinya sklerosis
dan fibrosis glomerulus maupun tubulo intersitial (Price and Wilson, 2005).

Dalam patofisiologi penyakit ginjal kronik, karakteristik struktural dan fisiologis


ginjal, serta prinsip-prinsip cedera dan perbaikan jaringan ginjal harus dipertimbangkan.
Pertama, laju aliran darah ginjal sekitar 400 ml / 100 g jaringan per menit jauh lebih besar
daripada pembuluh darah yang lainnya seperti jantung, hati dan otak. Sebagai akibatnya,
jaringan ginjal mungkin terpapar sejumlah besar zat yang berpotensi membahayakan. Kedua,
filtrasi glomerulus tergantung pada tekanan intra-dan transglomerular yang agak tinggi
(bahkan dalam kondisi fisiologis), membuat kapiler glomerulus rentan terhadap cedera
hemodinamik, berbeda dengan pembukuh darah kapiler lain. Sejalan dengan ini, Brenner
mengidentifikasi hipertensi glomerulus dan hiperfiltrasi sebagai kontributor utama terhadap
perkembangan penyakit ginjal kronis.

Ketiga, membran filtrasi glomerulus memiliki molekul bermuatan negatif yang


berfungsi sebagai penghambat makromolekul anionik. Dengan gangguan pada penghalang
elektrostatik ini, seperti halnya dalam banyak bentuk cedera glomerulus, protein plasma
memperoleh akses ke filtrat glomerulus. Keempat, organisasi sekuensial mikrovaskulatur
nefron (lilitan glomerulus dan jaringan kapiler peritubular) dan posisi hilir tubuli sehubungan
dengan glomeruli, tidak hanya mempertahankan keseimbangan glomerulo-tubular tetapi juga
memfasilitasi penyebaran cedera glomerulus ke kompartemen tubulointerstisial pada
penyakit, memperlihatkan sel epitel tubulus pada ultrafiltrasi abnormal. Karena pembuluh
darah peritubular mendasari sirkulasi glomerulus, beberapa mediator dari reaksi inflamasi
glomerulus dapat meluap ke dalam sirkulasi peritubular yang berkontribusi pada reaksi
inflamasi interstitial yang sering ditemukan dalam penyakit glomerulus. Selain itu, setiap
penurunan perfusi preglomerular atau glomerulus menyebabkan penurunan aliran darah
peritubular, yang, tergantung pada tingkat hipoksia, memerlukan cedera tubulointerstitial dan
remodeling jaringan. Dengan demikian, konsep nefron sebagai unit fungsional tidak hanya
berlaku untuk fisiologi ginjal, tetapi juga untuk patofisiologi penyakit ginjal (Matovinović,
2009).

Kelima, glomerulus itu sendiri juga harus dianggap sebagai unit fungsional dengan
masing-masing konstituennya, yaitu sel endotel, mesangial, visceral dan parietal - podosit,
dan matriks ekstraselulernya yang mewakili bagian integral dari fungsi normal. Kerusakan
pada satu bagian akan mempengaruhi yang lain melalui mekanisme yang berbeda, koneksi
sel-sel langsung (misalnya, gap junctions), mediator yang larut seperti chemokine, sitokin,
faktor pertumbuhan, dan perubahan dalam matriks dan komposisi membran basal. Penyebab
utama ginjal cedera didasarkan pada reaksi imunologis (diawali oleh kompleks imun atau sel
imun), hipoksia dan iskemia jaringan, agen eksogen seperti obat, zat endogen seperti glukosa
atau paraprotein dan lainnya, dan cacat genetik. Terlepas dari penyebab yang mendasari
glomerulosklerosis dan fibrosis tubulointerstisial sering terjadi pada penyakit ginjal kronik.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, gejala klinis yang serius belum
muncul, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal
Laju Filtrat Glomerulus masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi
pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita antara lain penderita merasakan
letih dan tidak bertenaga, sulit berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan berat
badan, susah tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki pada
malam hari, kulit gatal dan kering, sering kencing terutama pada malam hari. Pada LFG di
bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi
saluran kemih, infeksi saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

Daftar Pustaka

Hill, et al. 2016. Global Prevalence of Chronic Kidney Disease - A Systematic Review and
Meta-Analysis. PLoS One Vol.11 (7) Peer-Review and Open Access Journal.

Matovinović, M.S. 2009. Pathophysiology And Classification Of Kidney Diseases. The


Journal of International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine. 2009:
2-11.
Price and Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses–proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta : EGC.

Willis, K. 2013. Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012: Clinical
Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease.

Anda mungkin juga menyukai