Anda di halaman 1dari 6

BRONKIOLITIS

DEFINISI
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang disebabkan oleh virus,
biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran napas dan mengi.
Penyebab paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Episode mengi dapat terjadi
beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis.1,2
Episode pertama serangan, yang biasanya paling berat, terjadi paling sering pada bayi usia 2
sampai 6 bulan. Kejadian bronkiolitis dapat terjadi pada bulan pertama kehidupan dan episode
berulang akan terjadi di tahun kedua kehidupan oleh virus yang sama.3

EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI


Bronkiolitis umumnya disebut sebagai disease of infancy, umumnya mengenai bayi dengan
insidens puncak pada usia 2 sampai 6 bulan; lebih dari 80% kasus terjadi pada tahun pertama
kehidupan.1,3 Di AS kejadian bronkiolitis lebih sering terjadi pada anak laki-laki, pada anak yang
tidak diberi ASI dan tinggal di lingkungan padat penduduk.1,2,3
Risiko lebih tinggi pada anak dari ibu usia muda atau ibu yang merokok selama kehamilan.2,3
Etiologi utama epidemi bronkiolitis adalah RSV.1,2,3 Sekitar 75,000 – 125,000 anak di bawah 1
tahun dirawat di Amerika Serikat akibat infeksi RSV setiap tahun.1,2,3 Infeksi saluran napas
bawah disebabkan oleh RSV pada 22,4 dari 100 anak pada tahun pertama kehidupan. 1,3 Dari
semua infeksi RSV pada anak di bawah 12 bulan, sepertiga kasus diikuti penyakit saluran napas
bawah.3 Meskipun tingkat serangan RSV menurun seiring dengan bertambahnya usia, frekuensi
infeksi saluran napas bawah pada anak terinfeksi RSV tidak berkurang hingga usia 4 tahun.1,3

PATOFISIOLOGI
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut, ditandai dengan
obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang
terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena
tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka
sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada
bayi yang memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat
selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama
ekspirasi, maka akan menyebabkan air trapping dan hiperinflasi. Atelektasis dapat terjadi pada
saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi
paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion
mismatching), yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi
hipoksia jaringan. Retensi karbondioksia (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa
penderita. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja
pernapasan (work of breathing) akan meningkat selama end-expiratory lung volume meningkat
dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60
x/menit. Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3–4 hari, tetapi silia akan diganti setelah dua
minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.

DIAGNOSIS
Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik dengan tiga dosis
bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, hipersonor pada
perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada auskultasi, sulit makan, menyusu atau
minum.4 Klinisi harus dapat menegakkan diagnosis bronkiolitis dan menilai derajat keparahan
berdasarkan riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis; pemeriksaan laboratorium dan radiologis
tidak harus rutin dilakukan. Di samping itu, faktor risiko penyakit lain perlu diperhatikan, seperti
usia kurang dari 12 minggu, riwayat prematuritas, penyakit jantung-paru yang mendasari, serta
imunodefisiensi.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama bronkiolitis pada anak adalah asma.6 Kedua penyakit ini sulit
dibedakan pada episode pertama, namun adanya kejadian mengi berulang, tidak adanya gejala
prodromal infeksi virus, dan adanya riwayat keluarga dengan asma dan atopi dapat membantu
menegakkan diagnosis asma.6 Beberapa penyakit-penyakit lain harus dibedakan dari
bronkiolitis.3 Kelainan anatomi seperti cincin vaskuler dapat menyebabkan obstruksi saluran
napas dan gangguan inspirasi ataupun ekspirasi. 3 Benda asing harus dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.3 Penyebab mengi lain yang sering pada bayi muda adalah Gastroesophageal
Reux Disease (GERD).3 Pneumonia bakterialis harus dibedakan dengan bronkiolitis karena terkait
dengan perbedaan tatalaksana, walaupun pada pneumonia jarang sekali ditemukan mengi. 3
Tabel 1, Diagnosis Banding Anak umur 2 bulan-5 tahun yang datang dengan Batuk dan atau
Kesulitan Bernapas
Diagnosis Gejala yang ditemukan
Pneumonia - Demam
- Batuk dengan napas cepat
- Crackles (ronki) pada auskultasi
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Merintih (grunting)
- Sianosis
Bronkiolitis - Episode pertama wheezing pada anak umur <
2 tahun
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
- Kurang/tidak ada respons dengan
bronkodilator
Asma - Riwayat wheezing berulang
- Lihat Tabel 2 (diagnosis banding anak
dengan wheezing)
Gagal jantung - Peningkatan tekanan vena jugularis
- Denyut apeks bergeser ke kiri
- Irama derap
- Bising jantung
- Crackles /ronki di daerah basal paru
- Pembesaran hati
Penyakit jantung bawaan - Sulit makan atau menyusu
- Sianosis
- Bising jantung
- Pembesaran hati
Efusi/empiema - Bila masif terdapat tanda pendorongan organ
intra toraks
- Pekak pada perkusi
Tuberkulosis (TB) - Riwayat kontak positif dengan pasien TB
dewasa - Uji tuberkulin positif (≥ 10 mm, pada
keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- Pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun
- Demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- Batuk kronis (≥ 3 minggu)
- Pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,
inguinal yang spesifik.
- Pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggul, lutut, falang
Pertusis - Batuk paroksismal yang diikuti dengan
whoop, muntah, sianosis atau apnu
- Bisa tanpa demam
- Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap
- Klinis baik di antara episode batuk
Benda asing - Riwayat tiba-tiba tersedak
- Stridor atau distres pernapasan tiba-tiba
- Wheeze atau suara pernapasan menurun yang
bersifat fokal
Pneumotoraks - Awitan tiba-tiba
- Hipersonor pada perkusi di satu sisi dada
- Pergeseran mediastinum
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya normal, demikian
pula dengan elektrolit. Analisis gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan sakit berat,
khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik. Pada foto rontgen toraks didapatkan gambaran
hiperinflasi dan infiltrat (patchy infiltrates), tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan
pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran
atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang
menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter antero-posterior. Untuk
menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection tests (direct immunofluoresence
assay dan enzyme-linked immunosorbent assays, ELISA) atau polymerase chain reaction (PCR),
dan pengukuran titer antibodi pada fase akut dan konvalesens.
TATALAKSANA
Infeksi virus RSV biasanya bersifat self limiting, sehingga pengobatan biasanya hanya suportif.7
Prinsip pengobatan meliputi:
1. Oksigenasi
Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan distres pernapasan berat,
metode yang direkomendasikan adalah dengan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal dengan kadar oksigen 30 – 40%.2 Apabila tidak ada oksigen, anak harus
ditempatkan dalam ruangan dengan kelembapan udara tinggi, sebaiknya dengan uap dingin
(mist tent) untuk mencairkan sekret di tempat peradangan.7 Terapi oksigen diteruskan
sampai tanda hipoksia hilang. Penggunaan kateter nasal >2 L/menit dengan maksimal 8-
10 L/menit dapat menurunkan kebutuhan rawat di Paediatrics Intensive Care Unit (PICU).8
Penggunaan kateter nasal serupa efektifnya dengan nasal CPAP bahkan mengurangi
kebutuhan obat sedasi. 8 Pemberian oksigen suplemental pada anak dengan bronkiolitis
perlu memperhatikan gejala klinis serta saturasi oksigen anak, karena tujuannya adalah
untuk pemenuhan kebutuhan oksigen anak yang terganggu akibat obstruksi yang
mengganggu perfusi ventilasi paru.5,9 Transient oxygen desaturation pada anak umum
terjadi saat anak tertidur, durasinya <6 detik, sedangkan hipoksia pada kejadian bronkiolitis
cenderung terjadi dalam hitungan jam sampai hari.
2. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk koreksi asidosis metabolik dan respiratorik yang
mungkin timbul dan mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan melalui mekanisme
penguapan tubuh (evaporasi) karena pola pernapasan cepat dan kesulitan minum. Jika tidak
terjadi dehidrasi, dapat diberikan cairan rumatan, bisa melalui intravena maupun
nasogastrik. Pemberian cairan melalui lambung dapat menyebabkan aspirasi, dapat
memperberat sesak, akibat tekanan diafragma ke paru oleh lambung yang terisi cairan.7
Pemberian cairan melalui jalur nasogastik atau intravena perlu pada anak bronkiolitis yang
tidak dapat dihidrasi oral. 5
3. Bronkodilator dan Kortikosteroid
Albuterol dan epinefrin, serta kortikosteroid sistemik tidak harus diberikan.5 Beberapa
penelitian meta-analisis dan systematic reviews di Amerika menemukan bahwa
bronkodilator dapat meredakan gejala klinis, namun tidak mempengaruhi penyembuhan
penyakit, kebutuhan rawat inap, ataupun lama perawatan, sehingga dapat disimpulkan
tidak ada keuntungannya, sedangkan efek samping takikardia dan tremor dapat lebih
merugikan.5 Sebuah penelitian randomized controlled trial di Eropa pada tahun 2009
menunjukkan bahwa nebulisasi epinefrin dan deksametason oral pada anak dengan
bronkiolitis dapat mengurangi kebutuhan rawat inap, lama perawatan di rumah sakit, dan
durasi penyakit.10 Nebulisasi hypertonic saline dapat diberikan pada anak yang dirawat.5
Nebulisasi ini bermanfaat meningkatkan kerja mukosilia saluran napas untuk
membersihkan lendir dan debris-debris seluler yang terdapat pada saluran pernapasan. 5
4. Antivirus
Ribavirin adalah obat antivirus bersifat virus statik. Penggunaannya masih kontroversial
baik efektivitas maupun keamanannya.6 The American Academy of Pediatrics
merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan yang diperkirakan akan menjadi
lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik,
penyakit paru kronik, imunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur.7 Ribavirin dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita bronkiolitis dengan penyakit
jantung jika diberikan sejak awal.1,3,7 Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara
nebulizer aerosol dengan dosis 20 mg/mL diberikan dalam 12-18 jam per hari selama 3- 7
hari. 7
5. Antibiotik
Anti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan oleh virus, kecuali bila
dicurigai ada infeksi tambahan.5 Terapi antibiotik sering digunakan berlebihan karena
khawatir terhadap infeksi bakteri yang tidak terdeteksi,5 padahal hal ini justru akan
meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut;
sehingga penggunaannya diusahakan hanya berdasarkan indikasi.7 Pemberian antibiotik
dapat dipertimbangkan untuk anak dengan bronkiolitis yang membutuhkan intubasi dan
ventilasi mekanik untuk mencegah gagal napas.5 Antibiotik yang dipakai biasanya yang
berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma pneumoniae diatasi dengan eritromisin.7
6. Fisioterapi
Fisioterapi dada pada anak bronkiolitis dengan teknik vibrasi ataupun perkusi (5 trials) atau
teknik pernapasan pasif tidak lebih baik selain pengurangan durasi pemberian terapi
oksigen.5 Penghisapan sekret daerah nasofaring untuk meredakan sementara kongesti
nasal atau obstruksi saluran napas atas, namun sebuah studi retrospektif menyatakan deep
suctioning berhubungan dengan durasi rawat inap lebih lama pada anak usia 2 – 12 bulan.5

PROGNOSIS
Beberapa studi telah mencatat peningkatan risiko asma bronkiale pada anak-anak yang awalnya
menderita bronkiolitis, meskipun tidak jelas apakah karena bronkiolitis atau faktor risiko lain
seperti kecenderungan genetik untuk asma dan faktor lingkungan seperti asap rokok.7 Pada
sebagian besar kasus, mengi biasanya disebabkan oleh virus.1,3,7 Riwayat episode mengi berulang
dan keluarga atau riwayat penyakit asma, riwayat alergi, atau eksim membantu mendukung
diagnosis asma.7 Beberapa bayi akan memiliki episode berulang mengi selama masa kanak-kanak.
Tatalaksana episode mengi yang dipicu virus sama dengan asma bronkial.4

Anda mungkin juga menyukai