Anda di halaman 1dari 16

Terapi Komplementer dan Long Term Care

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Diabetes Mellitus


Dosen : Ns. Edy Supardi, S.Kep.,M.Kep

OLEH :
Kelas : A2
Klompok : 5

Indrawati Baharuddin (NH0116202)


Mar’atul Aziza (NH0116055)
Gabryela Cicilya A (NH0116057)
Jermin Elefina. L (NH0116081)
Irfa Murtafia (NH0116075)
Isda (NH0116076)
Marina Lepe (NH0116086)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah
yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Terapi
Komplementer dan Long Term Care Pada Diabetes Melitus”. yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan,
penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.
Terima kasih.

Makassar, 13 Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAGULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Tujuan .............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 2

A. Terapi Komplementer ....................................................................................2

B. Long term care ...............................................................................................6

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 11

B. Saran ................................................................................................................ 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
National Center For Complementary AND Alternatif Medicine (NCCAM)
(2004) memberikan definisi bahwa terapi alternatif dan komplementer adalah
sekelompok dari keragaman secara medis dan pelayanan kesehatan,praktik-
praktik,pengobatan,dan produk yang saat ini tidak diklasifikasikan sebagai
bagian dari pengobatan medis secara konvensional. Dalam konteks ini yang
dimaksud dengan terapi atau pengobatan medis secara konvensional adalah
pengobatan secara biomedis dengan menggunakan obat-obatan farmakologis
dan terapi suportive lainnya seperti pembeedahan,kemoterapi,radioterapi
(Yodang, 2018)
Organisasi badan kesehatan dunia (WHO) bahwa 80% pelayanan
kesehatan di negara-negara berkembang memeberikan dan melakukan praktik
kesehatan traditional dibandingkan melakukan pengobatan secara
konvensional. Contoh terapi komplementer seperti Terapi herbal, Homeopati,
Akupuntur, Aromaterapi, Terapi kelasi, Hidroterapi, Meditasi, Yoga, Terapi
nutrisi, Makrobiotik, Terapi oksigen hiperbarik, Terapi ozon, Refleksologi
(Yodang, 2018).
Long Term Care bertujuan untuk mengkatalisasi perubahan dan
mendorong pengembangan sistem perawatan jangka panjang yang
berkelanjutan dan adil di seluruh dunia. Seri ini akan melakukan ini dengan
berbagi pengalaman regional perawatan jangka panjang, termasuk
kesenjangan, tantangan, model perawatan dan dukungan yang layak
dipertimbangkan; dan memberikan panduan tentang masalah-masalah utama,
seperti pembiayaan, sumber daya manusia, dan pementauan (WHO, 2017).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana terapi komplementer pada pasien diabetes
melitus
2. Untuk mengetahui bagaimana long term care pada pasien diabetes melitus

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Terapi komplementer
Menurut center for Complementary and alternatif Medicine (NCCAM),
2004 (dalam yodang, 2018) memeberikan definisi bahwa terapi komplementer
dan terapi alternatif adalah sekelompok dari keragaman secara medis dan
pelayanan kesehatan, praktik-praktik, pengobatan, dan produk yang saat ini
tidak diklasifikasikan sebagai bagian dari pengobatan medis secara
konvensional.
Menurut Sustrani, Alam, & Iwan, 2014 berikut ini adalah berbagai macam
terapi komplementer :
1. Terapi herbal
2. Homeopati
3. Akupuntur
4. Aromaterapi
5. Terapi kelasi
6. Hidroterapi
7. Meditasi
8. Yoga
9. Terapi nutrisi
10. Makrobiotik
11. Terapi oksigen hiperbarik
12. Terapi ozon
13. Refleksologi
Salah satu terapi herbal yang bisa dijadikan terapi adalah bawang putih.
Ekstrak segar bawang putih membantu keseimbangan kadar gula darah .
Digunakan dalam 600-1000 ml, atau sama dengan setenga siung bawang
putih segar (sustrani dkk, 2014). Menurut penelitian wang, zhang, lan &
wang, 2017 bahwa senyawa utama dari ekstrak bawang putih adalah allicin.
Efek bawang putih (allicin) untuk pasien DMT2 menunjukkan bahwa bawang

2
putih secara signifikan meningkatkan kontrol glukosa darah, dan juga
memiliki peran positif yang signifikan dalam regulasi cairan darah dalam 12
minggu.
Homeopathy adalah terapi alternatif yang mempercayai semua penyakit
bisa disembuhkan. Tak heran jika kini banyak bermunculan klinik
homeopathy dengan berbagai 'spesialisasi' mulai dari autis hingga masalah
ketombe. Homeopathy merupakan metode pengobatan alternatif yang mulai
dikembangkan di Eropa sejak akhir tahun 1700-an. Penggagasnya adalah
Samuel Hahnemann, seorang pakar kesehatan dari Jerman. Prinsip dari
pengobatan ini adalah penggunaan larutan dari bahan alam, baik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Larutan tersebut diencerkan hingga
dosis yang sangat rendah, berkebalikan dengan pengobatan medis saat itu
yang dirasakan terlalu keras. (sustrani dkk, 2014)
Terapi komplementer hidrotererapi adalah penggunaan air untuk
menyembuhkan dan meringankan berbagai keluhan (sustrani dkk, 2014).
Dalam penelitian Elmatris dkk, 2012 menyatakan bahwa . terjadi
kecenderunga penurunan KGDS, setelah pemberian terapi oral dan
hidroterapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Lumbanraja (2006) (dalam
Elmatris dkk, 2012) yang mengatakan bahwa untuk menurunkan kadar gula
darah yang paling tepat bagi penderita Diabetes Melitus tipe 2 adalah dengan
banyak minum air hangat, banyak berolahraga, dan mengurangi porsi makan.
Banyak minum air hangat akan mempercepat gula keluar melalui keringat
dan urin. Hal ini disebabkan karena dengan meminum air hangat, air akan
lebih cepat diserap oleh lambung, dan merupakan sumber tenaga serta energi.
Terapi nutrisi adalah salah satu andalan utama para ahli naturopati. Bahkan
sebagai amunisi utama. Mereka juga menganjurkan menggunakan food
supplement yang mencakup vitamin, mineral,enzim, asam
amino,antioksidan,hormone, dan herba. Kini beragam merek food supplement
telah beredar di pasar bebas. Ada yang ditawarkan melalui sistem multi level,
ada pula yang di jual oleh gerai-gerai khusus. Walaupun demikian,lebih
bijaksana bila anda berkonsultasi lebih dahulu dengan dokter atau ahli

3
naturopati untuk menentukan dosis asupan yang paling tepat (sustrani dkk,
2014). Beberapa food supplement yang di anjurkan untuk diabetes menurut
(sustrani dkk, 2014) antara lain :
1. Kromium
Kromium (chromium) adalah nutrisi yang penting bagi penderita diabetes.
Kadar kromium yang bermakna (adekuat) di perlukan tubuh untuk
mempertahankan kadar glukosa yang normal,pemakaian insulin yang
efektif dan mempertahankan kadar lipid darah tetap rendah. Suplementasi
koromium dapat menurunkan kebutuhan tubuh akan insulin, selain
itu,kromium juga dapat menurunkan kadar trigliserid dan total
kolestrol,dan sekaligus meningkatkan kadar HDL(kolestrol ‘baik’ yang
dibutuhkan tubuh).
2. Magnesium
Magnesium adalah suplemen yang dapat meningkatkan produk insulin.
Para ahli nutrisi merekomedasikan untuk penderita diabetes dengan fungsi
ginjal yang normal. Selain dari food supplement, bahan makanan yang
banyak mengandung magnesium adalah kacang-kacangan(kacang
mete,kenari,almond,walnut,pistachio).polong-polongan dan hasil olahnya
(kacang merah,kacang hijau,kacang tolo,kedelai,tempe,tahu),bahan
makanan hasil laut,(ikan,kerang,cumi-cumi,dll). Kuaci tawar biji bunga
matahari,kuaci tawar biji labu kuning.
3. Kalium
Penderita diabetes yang melakukan terapi insulin seringkali kekurangan
kalium(potassium).
4. Seng
Penderita diabetes cenderung mengalami kekurangan seng(zine),sehingga
dapat merusak fungsi kekebalan tubuh.selain dari food supplement, bahan
,makanan yang banyak mengandung seng adalah daging rendah
lemak,kerang,polong-polongan(kacang merah,kacang hijau,kacang
tolo,kedelai,tempe), beras merah,kuaci tawar aneka biji-bijian( biji bunga
matahari,biji labu kuning,)

4
5. Coenzyme Q10
Coenzyme Q10 adalah enzim yang di butuhkan untuk metabolisme
karbohidrat secara normal. Penderita diabetes tidak dapat memproses
karbohidrat. Penderita diabetes dengan retinopati dapat terbentuk dengan
dosis Q10 yang tepat.
6. Inositol
Dibutuhkan untuk fungsi saraf agar normal. ALA dan GLA: ALA(asam
amino linoleat) dan GLA( asam gamma linoleat) adalah asam lemak
esensial yang di butuhkan bagi penderita neuropati diabetes.
7. Carnitine
Carnitine dibutuhkan untuk memfungsikan lemak sebagai tenaga
sehingga juga sangat berguna bagi penderita kolesterol tinggi.
8. Taurine
Penderita diabetes tipe 1 umumnya mempunyai kadar taurine yang
rendah,dan hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Adapun terapi kompelementer yang lainnya adalah yoga. Menurut
penelitian Lousiana, Hermana & Sianturi, 2017 bahwa Latihan fisik Yoga
bisa digunakan sebagai latihan fisik yang efektif untuk mengontrol atau
menurunkan kadar gula darah sewaktu pada diabetes mellitus tipe 2. Dalam
Gerakan asana selama yoga diduga sangat berhubungan dengan penurunan
glukosa ini karena stimulasi peregangan otot dan jaringan selama latihan
yoga. Oleh sebab itu naik turunnya kadar gula darah dipengaruhi oleh
keteraturan dalam melakukan gerakan yoga untuk menstimulasi organ tubuh
seperti pancreas.
Terapi Oksigen Hiperbarik merupakan salah satu terapi komplementer
yang dilakukan dengan menghirup 100% oksigen, dengan berada dalam suatu
system yang tertutup (sustrani dkk, 2014). Dalam penelitian Rachmawati,
2017 menyatakan bawa Pengobatan pada TOHB lingkungan untuk pasien
dengan insulindependent diabetes dapat menyebabkan penurunan gula darah.
Oksigen bertekanan tinggi pada terapi 2,4 ATA TOHB selama 3x30 menit
dan diselingi istirahat 2x5 menit pada penderita diabetes, maka ada proses

5
Oxphos (fosforilasi oksidatif) pada mitokondria sel β pankreas meningkat.
Dalam proses ini mengakibatkan peningkatan sekresi insulin, peningkatan
kadar insulin darah, kadar glukosa darah menurun, pembentukan kadar
aldimine juga menurun dan penurunan pembentukan kadar ketoamine dan
HbA1c juga menurun.
Selanjutnya adalah terapi ozon yang merupakan pengobatan yang dibuat
dengan cara menangaktifkan oksigen berstandar mutu medis dengan
menggunakan listrik dengan menggunakan alat yang disebut Ozon Generator
(sustrani dkk, 2014). Dalam penelitian Megawati, Hakimi2 & Sumaryani
(2015) menyatakan nahwa Penggunaan modifikasi modern dressing dan
terapi ozon lebih efektif terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan
penggunaan modern dressing saja pada pasien dengan pressure ulcer. Selain
digunakan sebagai antiseptik, ozon juga dinyatakan memiliki efek antivirus,
antijamur dan antiprotozoa. Disamping itu ozon juga dapat memperbaiki
distribusi oksigen dan pelepasan growth factor yang bermanfaat dalam
mempercepat penyembuhan luka (Megawati dkk. 2015)
Terapi komplementer selajutnya adalah terapi refleksologi yang
merupakan merangsang berbagai daerah reflex di kaki, tanga, dan telinga
yang berhubungan kelenjar, organ dan bagian tubuh lainnya (sustrani dkk,
2014). Menurut penelitian Yodsirajinda; Piaseu; & Nicharojana, (2016)
menyatakan bahwa Pijat refleksi kaki dapat membantu mengurangi HbA1c,
pijat untuk relaksasi memungkinkan sirkulasi yang lebih baik dari pembuluh
darah di kaki orang-orang dengan T2DM. Ini dapat diimplementasikan
sebagai terapi komplementer untuk mengendalikan diabetes dan mengurangi
keparahan komplikasi pada kaki diabetik pada orang dewasa yang lebih tua
dengan T2DM.

6
B. Long Term Care
Long Term Care merupakan perawatan jangka panjang yang diberikan kepada
penderita diabetes guna untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
1. Diet
Prinsip umum diet dan pengendalian berat badan merupakan
dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita
diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan menurut Supratjitno,2004 sebagai
berikut :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Macam-macam diet diabetes melitus
Menurut Askandar Tjokroprawiro tahun 2006 ada berbagai macam diet-B,
yaitu:
a. Diet-B
Komposisi: 68% karbohidrat, 12% protein, 20% lemak
Indikasi:
1) Tidak tahan lapar dengan dietnya
2) Mampu atau kaya, tetapi kadar kolesterol dalam darahnya tinggi.
3) Mempunyai komplikasi penyempitan pembuluh darah.
4) elah menderita diabetes melitus lebih dari 15 tahun, penderita
diabetes melitus yang lama ini biasanya mengidap angiopati diabetik.
b. Diet-B1
Komposisi: 60% karbohidrat, 20% Protein, 20% Lemak
Indikasi:

7
1) Mampu atau mempunyai kebiasaan makan tinggi protein, tetapi kadar
lemak darahnya normal.
2) Kurus atau BBR <;90%. Masih muda (perlu pertumbuhan).
Mengalami patah tulang. Menderita TB paru Dalam keadaan pasca
bedah Menderita penyakit Graves atau Morbus Basedowi, yaitu:
penyakit gondok dengan kadar hormon gondok yang tinggi
Menderita tumor ganas, antara lain: kanker payudara, kanker rahim
atau kanker lainnya Deit-B2 (Diit-B2 pra-Hemodialisa umum)
Komposisi: 74% karbohidrat, 6% Protein, 20% lemak. Indikasi:
Diberikan kepada penderita Nefropati diabetik dengan gagal ginjal
kronik sedang, yang belum menjalani cuci darah (HD/HemoDialisis)
Diit-B3 (Diit-B3 pra-Hemodialisa khusus) Komposisi: 72%
karbohidrat, 8% Protein, 20% lemak. Indikasi: Diberikan kepada
penderita Nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik khusus
seperti, kehilangan protein dalam urine >3gram/hari (protein rebus
urine +4) atau keadaan sakit berat (infeksi berat/operasi) yang
menjalani cuci darah (HD/HemoDialisis).
c. Diet Be
Diet-Be atau Diet-bebas hanya diberikan kepada diabetasi dengan
Nefropati Diabetik Tipe Be: Stadium akhir (Stadium IV). Pada Stadium
IV ini biasanya faal ginjal sudah sangat jelek. Sehingga memerlukan
terapi cuci darah. Pada saat ini diberikan makanan yang tinggi protein
(1gr/kg berat badan/hari). Penderita ini boleh minum glukosa dan rasa
manis lain (misalnya es krim dll). Oleh karena itu, disebut pula diet es
krim, tetapi harus diberikan suntikan insulin. Aturan makan tetap tiga
kali makanan utama dan tiga kali makanan kecil, interval tiga jam dengan
kalori lebih dari 2000 kalori/hari.
2. Latihan
a. Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan

8
meningkatkan pongambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin.
b. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga.
Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat
meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini
sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan,
mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh.
c. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan
kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan
trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang
diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit
kardiovaskuler pada diabetes.
d. Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosa darah
lebih dari 250mg/dl (14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam
urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin
memperlihatkan hasil negative dan kadar glukosa darah telah mendekati
normal.
e. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan meningkatkan sekresi
glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormon ini
membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan
kadar glukosa darah.
3. Pemantauan
a. Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG: self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini
dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah
secara optimal.
b. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah
normal yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes

9
jangka panjang. Berbagai metode kini tersedia untuk melakukan
pemantauan mandiri kadar glukosa darah.
c. Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan setetes darah dari
ujung jari tangan, aplikasi darah tersebut pada strip pereaksi khusus,
dan kemudian darah tersebut dibiarkan pada strip selama periode waktu
tertentu (biasanya antara 45 dan 60 detik sesuai ketentuan pabrik).
Untuk beberapa produk, darah diapus dari strip (dengan menggunakan
kapas atau kertas tissue sesuai ketentuan pabrik).
d. Bantalan pereaksi pada strip akan berubah warnanya dan kemudian
dapat dicocokkan dengan peta warna pada kemasan produk atau
disisipkan ke dalam alat pengukur yang memperlihatkan angka digital
kadar glukosa darah.

Adapun obat anti diabetik digolongkan menjadi:


a. Sulfonilurea
Golongan sulfonilurea bekerja terutama dengan merangsang langsung
pankreas untuk mensekresikan insulin. Dengan demikian, pankreas
yang masih berfungsi merupakan syarat utama agar obat-obat ini
bekerja efektif. Golongan sulfonilurea tidak dapat digunakan pada
pasien diabetes tipe I dan pasien diabetes yang cenderung mengalami
ketoasidosis. Kerja penting lainnya dari preparat ini, yang tidak
berakibat langsung pada pankreas, adalah memperbaiki kerja insulin
ditingkat seluler. Sulfonilurea juga dapat menurunkan secara langsung
produksi glukosa oleh hati.
b. Biguanid
Kelompok obat antidiabetik oral yang lain adalah biguanid. Metformin
(Glucophage), yang merupakan biguanid yang disetujui pemakaiannya
di Amerika menimbulkan efek antidiabetik dengan memfasilitasi kerja
insulin pada tempat reseptor perifer. Oleh karena itu, obat ini hanya
digunakan jika masih terdapat insulin. Biguanid tidak memberikan efek
pada sel-sel beta pankreas

10
BAB III
PRNUTUP
A. Kesimpulan
Terapi komplementer adalah sekelompok dari keragaman secara medis
dan pelayanan kesehatan, praktik-praktik, pengobatan, dan produk yang saat
ini tidak diklasifikasikan sebagai bagian dari pengobatan medis secara
konvensional.
Long term care adalah perawatan jangka panjang pada penderita diabetes
guna untuk memperbaiki kualitas hidup dari pendrita.
B. Saran
Kami selaku penyusun makalah mengharapkan ada koreksi dalam hal
pembuatan makalah ini, dan semoga dengan adanya tugas ini kami dapat bias
lebih bermanfaat.

11
DAFTAR PUSTAKA
Brunner&Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal - Bedah. EGC. Jakarta.
Elmatris dkk, 2012. Efek Hidroterapi Pada Penurunan Kadar Gula Darah
Sesaat (Kgds) Terhadap Penderita Diabetes Melitus Tipe, 36 (2) .
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/viewFile/128/124.
(Diakses 08 Januari 2018)
Lousiana., Hermana & Sianturi, 2017. Efektifitas Latihan Fisik Yoga
Terhadap Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Diabetes Mellitus Tipe 2
Di Kramat- Jakarta, 12(2).
http://dx.doi.org/10.20884/1.jks.2017.12.2.712 (Diakses 08 Januari
2018)
Megawati., Hakimi & Sumaryani (2015). Efektifitas Modifikasi Modern
Dressing Dan Terapi Ozon Terhadap Penyembuhan Luka Pada Pasien
Dengan Pressure Ulcer Di Wocare Clinic Bogor 7 (2).
http://ejurnalp2m.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/HM/article/view
/106/153 (Diakses 08 Januari 2018)
Munshi, M. N dkk (2016). Management of Diabetes in Long-term Care and
Skilled Nursing Facilities: A Position Statement of the American
Diabetes Association. Diabetes Care, 39(2).
https://doi.org/10.2337/dc15-2512. (Diakses 08 Januari 2018)
Rachmawati, 2017. Terapi Oksigen Hiperbarik Dalam Perubahan Kadar
Glukosa Darah Pasien Dengan Diabetes Mellitus Di Lakesla Drs.
Med. Rijadi R. S., Phys
Surabay.http://prosiding.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/pr
os/article/view/238/18 (Diakses 08 Januari 2018)
Suprajitno (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta.
Sustrani., alam & Iwan, 2014. Diabetes. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Wang, J., Zhang, X., Lan, H., & Wang, W. (2017). Effect of garlic
supplement in the management of type 2 diabetes mellitus (T2DM): a
meta-analysis of randomized controlled trials. Food & Nutrition

12
Research, 61(1).
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/16546628.2017.137757
1 (Diakses 08 Januari 2018)
WHO. 2017. WHO series on long-term care.
https://www.who.int/ageing/long-term-care/en/. (Diakses 08 Januari
2018)
Yodang. 2018. Buku Ajar Keperawatan Paliatif. Jakatra : CV. Trans Info
Media
Yodsirajinda., Piaseu & Nicharojana, (2016). Effects of Foot Reflexology
Integrated with Medical use on Hemoglobin A1c and Ankle Brachial
Index in Older Adults with Type 2 Diabetes Mellitus,.
http://submit.bangkokmedjournal.com/index.php/bangkok-medical-
journal/article/view/364/285. (Diakses 08 Januari 2018)

13

Anda mungkin juga menyukai