RETRADASI MENTAL
Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Keperawatan Anak II
Dosen: Ns. Sastika Sumi, S.Kep., M.Kep.
Kelompok 1
S1 Keperawatan
Kelas A2 Angk. 2016
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala. Karena
dengan rahmat dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan
untuk bekerja menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Anak Dengan Masalah Retradasi Mental” makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Anak II.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar mata
kuliah Keperawatan Anak II dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak kami harapkan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB IV PENUTUP ............................................................................... 35
A. Kesimpulan ......................................................................... 35
B. Saran ................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi mental sering juga disebut keterbelakangan mental atau
disabilitas intelektual. Retardasi mental adalah suatu keadaan
perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap sehingga berpengaruh
pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif,
bahasa, motorik, dan sosial. Diperkirakan lebih dari 120 juta orang diseluruh
dunia menderita gangguan ini, sedangkan di Indonesia 1-3% dari jumlah
penduduk menderita retardasi mental. Keterbatasan yang timbul sebagai
akibat dari retardasi mental menjadikan retardasi mental tidak hanya
merupakan masalah kedokteran, namun juga merupakan masalah
pendidikan dan masalah sosial baik bagi keluarga penderita maupun bagi
masyarakat.
Untuk mendiagnosis retardasi mental, perlu anamnesis cermat
dengan orang tua mengenai kehamilan, persalinan, dan perkembangan anak,
yaitu adaptasi sosial dan intelektual. Fungsi intelektual dapat dinilai melalui
tes intelegensi. Uji intelegensia pertama kali diperkenalkan oleh psikolog
Perancis yang bernama Alfred Binet dan Theodore Simon pada tahun 1900.
William Stern pada tahun 1912 membuat konsep intelligence quotient (IQ),
atau hasil-bagi inteligensi (HI), sebagai suatu perbandingan antara mental
age (MA) dan chronological age (CA). Selain uji intelegensi tersebut,
masih ada pula uji intelegensi lain, seperti Stanford Binet Intelligence Scale
dan Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC-III). Adapun
pembagian tingkat inteligensi adalah sebagai berikut: sangat superior
(>130), superior (110-130), normal (86-109), keadaan bodoh (68-85),
debilitas (52-67), imbesilitas (20-51), dan idiosi (<20).
B. Tujuan Penyusunan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Mahasiswa dapat memahami tinjauan teori dari retardasi mental
1
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dan prinsip pemberian asuhan
keperawatan pada anak dengan masalah retardasi mental.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Definisi
Menurut Muzal Kadim 2016 Retardasi mental merupakan suatu
kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120 juta orang
diseluruh dunia menderita keliainan ini. Oleh karena itu retardasi
mental merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat,
kesejahteraan sosial dan pendidikan pada anak yang mengalami
retaradsi mental tersebut maipun keluarga dan msyarakat. Retardasi
mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang
seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri
merupakan proses utama, hakiki, dna khas pada anak.
Menurut Raysa Ramayumi 2014 mendeskripsikan Definisi
retardasi mental yang di gunakan di Indonesia adalah definisi menurut
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III
yaitu suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan
selama masa perkembangan.
Semiun 2006 mendeskripsikan bahwa Retardasi mental sebagai
suatu kondisi dimana fungsi intelektual yang secara signifikan berada
di abwah rata-rata. Jika pengukuran fungsi intelektual dapat dilakukan
secara invidual.
2. Etiologi
Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh
kembang seorang anak. Seperti di ketahui faktor penentu tubuh
kembang seorang anak pada garis besarnya adalah faktor
genetik/heredokonstitusional yang menentukan sifat bawwan anak
tersebut dan faktor lingkungan. Yang dimkaksudkan dengan
lingkungan pada anak dalam konteks tumbuh kembang adalah suasana
3
(milieu) dimana anak tersebut berada. Dalam hal ini lingkungan
berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh
kembang.
a. Penyebab prenatal
Kelaianan Kromosom
Kelainan kromosom penyebab retardasi mental yang terbnyak
adalah sindrom Down. Disebut demikian karena Langdon Down
pada tahun 1866 untuk pertama klai menulis tentang gangguan ini,
yaitu bayi yang mempunyai penampilan seperti mongol dan
menunjukkan keterbelakangan mental seperti idiot. Hal ini tidak
sepenuhnya benar, karena sebagian besar dari golongan ini
termasuk retradsi mental sedang. Sindrom down merupakan 10-
32% dari penderita retardasi mental diperkirakan insiden sindrom
down berkaitan dengan umur ibu saat melahirkan. Ibu yang
berumur 20-25 tahun saat melahirkan mempunyai resiko 1:2000,
sendnagkan inu yang burumur 45 tahun mempunyai risiko 1:30
utmtuk timbulnya sindrom Down. Analisis kromosom pada
sindrom Down 95% menunjukkan trisomy -21, sedangkan 5%
sisanya memrupakan mosaic dan translokasi.
Berdasarkan hasil peneletian dari Raysa Ramayumi, Adhil Nurdin,
Siti Nurhajjah, yang berjudul Karakteristik Penderita Retardasi
Mental di SLB Kota Bukit Tinggi, 2014 mengemukakan usia ibu
hamil pada penderita retardasi mental, diperoleh bahwa rentang
usia ibu terbanyak adalah lebih dari 35 tahun, dengan frekuensinya
16 orang (34,8%/) yang kemudian di ikuti oleh rentang usia
berturut-turut 31-35 tahun (30,4%), 26-30 tahun (21,7%) dan 21-
25 tahun (13,1%). Beberapa enelitian terdahulu hanya menjelaskan
bahwa usia ibu saat hamil memiliki hubungan yang erat dengan
kelahiran bayi dengan sindrom yang merupakan salah satu bentuk
retardasi mental berat.
Berdasarkan pengamatan ternyata kromatin seks, yang merupakan
kelebihan kromosom-X pada laki-laki lebih banyak ditemukan di
4
atara penderita retardasi mental dibandingkan laki-laki normal.
Kelebihan kromosom memberi pengaruh tidak baik pada kesehatan
jiwa , termasuk timbulnya psikosis, gangguan tingkah laku dan
kriminalitas. Penampilan klinis yang khas pada kelainan ini adalah
dahi yang tinggi, rahang bawah yang besar, telinga panjang, dan
pembesaran testis. Diperkirakan prevalens retardasi mental yang
disebabkan fragile-X syndrome pada anak usia sekolah adalah
1:2610 [ada laki-laki, dan 1:4221 pada perempuan.
Kelainan Metabolik
Kelainan metabolic yang sering menimbulkan retardasi mental
adalah phenylketonuria (PKU), yaitu suatu gangguan metabolic
dimana tubuh tidak mampu mengubah asam amino fenilalanin
menjadi tirosin karena defisiensi enzim hidroksilase. Diperkirakan
insidens PKU adalah 1:12000-15000 kelahiran hidup. Penderita
retardasi mental pada PKU 66,7% tergolong retardasi mental berat
dam 33,3% retardasi mmental sedang. Kadang-kdang gejala klinis
tidak bgitu jelas dan baru terdeteksi setelah 6-12 minggu kemudian,
padahal diagnosis dini snagat penting untuk mencegah timbulnya
retardasi mental atau paling tidak menringankan derajat retardasi
mental.adapun gejala klasik hipotiroid kongenital pada minggu
pertama setelah lahir adalah miksedema, lidah yang tebal dan
menonjol, suara tangis yang serak karena edema pita suara,
hipotoni, konstipasi, bradikardi, hernia umbilikalis. Penelitian
WHO mendapatkan 710 juta penduduk Asia, 227 juta Afrika, 60
juta Amerika Latin.mempunyai risko defesiensi yodium. Akibat
defisiensi yodium pada masa perkembangana otak karena asupa
yodium yang kurang pada ibu hamilkurang dari 20 ug (normal 80-
150 ug) per hari. Dala bentuk yang berat kelainan ini disebut juga
keratinisme, dengan manifestasi klinis adalah miksedema,
kelemahan otot, letargi, gangguan neurologis, dan retardasi mental
berat. 1 dari 10 neonatus megalami retardasi mental karena
defisiensi youdium.
5
b. Penyebab Perinatal
85% dapat memperlihatkan perkembangan fisis rata-rata, dan 90%
memperlihatkan perkembangan mental rata-rata. Pnelitian pada
73 bayi premature dengan berat kahir 1000 g atau kurang
menunjukkan IQ yang bervariasi antara 59-142, dengan IQ rata-
rata 94. Penulis-penuis berpendapat bahwa semakin rendah berat
lahirnya , semakin bn=anyka kelaianan yang dialami baik fisis
maupun mental. Asfiksia, hipoglikemia, perdarahan intraverikular,
kornikterus, meningitis dapat menimbulkan kerusakan otk yang
ireversibel dan merupakan penyebab timbulnya retardasi mental.
c. Penyebab Postnatal
Faktor-faktor postnatal seperti infeksi, trauma, malnutrisi,
intoksikasi, kejang dapat meneybabkan kerusakan otak pada yang
akirnya menimbulkan retardasi mental (Titi Sunarwati, dan Muzal
Kadim, sari pediatric, vol.2 No.3 2016:172-175).
3. Gejala Klinis
Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai
retardasi mental, yaitu:
a. Kelainan pada mata:
1) Katarak
2) Bintik cherry-merah pada daerah macula
3) Korioretinitis
4) Kornea keruh
b. Kejang
1) Kejnag umum tonik klonik
2) Kejang pada masa neonatal
c. Kelaianan kulit
1) Bintik café-au-lait
d. Kelainan rambut
1) Rambut rontok
2) Rambut cepat memutih
6
3) Rambut halus
e. Kepala
f. Perawakan pendek
g. Dystonia
Sedangkan gejala dari retradasi mental tergantung dari tipenya, sebagai
berikut:
a. retardai mental ringan
Kelompok ini merukapan bagian terbesar dari retardasi mental.
Kebanyakan mereka termasuk dalam tipe sosial budaya, dan
diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas.
Golonganini termasuk mampu didik, artinya selain dpaat diajar
baca tulis bahkan bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih
keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan
mampumandiri seperti ornag dewasa yang normal. Tetatp pada
umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stress,sehingga
tetap mampu membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
b. Retardasi Mental Sedang
Kira-kira 12% dari seluruh penderitaan retardasi mental, mereka
mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan
intelektualnya hanya dapat sampaimkelas 2 SD saja., tetapi dapat
dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu mislanya
pertukangan, pertanian, dll. Dan apabbila berkerja nanti mereka ini
perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mnegurus
diri sendiri. Kelompok ini juga kurang mempu menghadapi stress
dan kurang mandiri, sehingga memerlukan bimbingan dan
oengawasan.
c. Retardasi Mental Berat
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk
kelompok ini. Diagnosismudah ditegakkan secara dini, karena
selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdsarkan keluhan
dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat
keterlambatan perkembangan motoric dan bahasa. Kelompok ini
7
termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih hygiene dasar saja dan
berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerja,
dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.
d. Retardasi mental sangat berat
Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik.
Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik
sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka
ini seluruh hidupnya tergantung pada orang disekitar (soetjiningsih
1995).
4. Diagnosis
Muzal dkk (2016) didalam tulisannya didapatkan Diagnosis
retardasi mental tidak hanya berdasarkan atas tes intekegensia saj,
melankan juga dari riawayat penyakit, laporan dari ornag tua, laporan
dari sekolah, pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang.
Yang perlu dinilai tidak hanya intekegensia saja melainkan juga
adaptasi sosialnya. Dari anamneses dapat diketahui bebrapa faktor
risiko terjadinya retardasi mental.
Pemeriksaan fisik pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit
dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang
kooperatif. Selain pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanta-tanda
dismofik dari sindrom-sindrom terntentu) perlu dilakukan pemeriksaan
neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada anak yang
berumur dia ats 3 tahun dilakukan tes intelegensia.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu menilai
adanya klasifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan
ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium dilakukan atas
indikasi, pemeriksaan ferikloridan dan asam amino. Pemeriksaan
analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan kromosom
yang mendasari retardasi mentaltersebut. Beberapa pemeriksaan
penunjang lain dappat dilakukan untuk menbantu sepeerti pemeriksaan
BERA, CT Scan, dan MRI.
8
5. Penatalaksanaan
Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan retardasie
mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik.
Metilfenidat (Ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan
fungsi kognitif. Impiramin, dekstroamfitamin, klorpromazin, flufenazin,
fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk
menaikkan kemampuan (muzal kadim dkk, 2016).
6. Pecegahan
Pencegahan retardasi mental dapat primer (mencegah timbulnya
retardasi mental), atau sekunder (mencegah manifestasi klinis retardasi
mental). Sebab-sebab retardasi mental yang dapat dicegah antara lain
infeksi, traum, intoksikasi, komplikasi kehamilan, gangguan
metabolism, kelainan genetic (muzal kadim dkk, 2016).
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Biodata ini berisi identitas pasien dengan identitas penanggung
jawab
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Anak biasanya menunjuukan gangguan kognitif ( pola, proses
pikir ), terlambatan keterampilan ekspresi serta respsi dalam
bahasa, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan serta
terlambatnya perkembangan morotik kasar dan halus
2) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan besar pasien pernah mengalami Penyakit
kromosom seperti Sindrom Down , Sindrom Fragile X,
Gangguan metabolisme sejak lahir ( Fenilketonuria ),
Abrupsio plasenta, Diabetes maternal, Kelahiran premature,
Kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan
9
intracranial, Cedera kepala, Infeksi maternal selama
kehamilan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit
yang serupa atau penyakit yang dapat memicu terjadinya
retardasi mental, terutama dari ibu tersebut.
4) Riwayat tumbuh kembang anak
Pada anak yang mengalami retardasi mental anak bisanya
mengalami gngguan dalam pertumbuhan serta keterlambatan
dalam perkembangan tiap tahapnya.
5) Pemeriksaan tingkat perkembangan
Diukur dengan menggunakan DDST
Pada anak yang terkena retardasi mental sangat mempengaruhi
perkembangan kognitif, bahasa, motirik kasar dan halus.
Contohnya Lambat dalam mempelajari hal-hal penting, seperti
berpakaian dan makan, ketidakmampuan dalam berbcara serta
ketidakmampuan dalam bejalan.
c. Pemeriksaan fisik
Kepala : biasanya pada retardasi mental bentuk kepela tidak
simetris, berkepala kecil
Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tidak ada, halus, mudah
putus dan cepat berubah
Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, bukaan mata kecil
Hidung : biasanya jembatan/punggung hidung mendatar,
ukuran kecil, cuping melengkung ke atas,
Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-
langit lebar/melengkung tinggi
Geligi : odontogenesis yang tdk normal
Telinga : biasanya kedua letaknya rendah
Muka : panjan g filtrum yang bertambah, hypoplasia
Leher : bianya leher pendek, tdk mempunyai kemampuan
gerak sempurna
10
Tangan : biasanya jari pendek dan tegap atau panjang kecil
meruncing, ibujari gemuk dan lebar.
Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang &
tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar,
besar, gemuk.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada masalah retardasi
mental antara lain:
1. Hambatan komunikasi verbal
2. Risiko cedera
3. Ketidakmampuan koping keluarga b.d mempunyai anak yang
menderita retardasi mental
4. Defisit perawatan diri: mandi
5. Defisit perawatan diri: makan
6. Defisit perawatan diri: berpakaian
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosis Nursing Outcome Nursing Intervention
Keperawatan Classification Classification
(NANDA International, (Moorhead, Jhonson, (Bulechek, Butcher,
2018) Maas, & Swanson, dochterman, &
2013) Wagner, 2013)
1. Ketidakmampuan Koping keluarga Terapi keluarga
koping keluarga a. Mampu 1. Tentukan pola
Definisi : menetapkan komunikasi
Perilaku individu fleksibilitas dalam keluarga
pendukung (anggota peran 2. Identifikasi
keluarga, orang b. Mampu bagaimana cara
terdekat, atau teman mengelolah keluarga
dekat) yang masalah menyelesaikan
membatasi kapasitas keluarga masalah
11
/kemampuannya dan c. Mampu 3. Bantu anggota
kemampuan klien menyusun keluarga
untuk secara efektif prioritas berkomunikasi
menangani tugas keluarga lebih efektif
penting mengenai d. Melibatkan 4. Bantu anggota
adaptasi keduanya keluarga untuk keluarga
terhadap masalah mengambil memprioritaskan
kesehatan keputusan dan menyeleksi
Batasan masalah yang
karateristik: paling di
1. Agresif proritaskan
2. Despresi
3. Penolakan
4. Gejala
psikomatis
12
Kesulitan 4. Berdiri didepan
memahami pasien ketika
komunikasi berbicara
Kesulitan 5. Gunakan kartu
mengekspresikan baca, kertas,
pikiran secara pensil, bahasa
verbal tubuh, gambar,
Kesulitan daftar kosakata
menggunakan bahasa asing,
ekspresi tubuh computer, dan
menggunakan memfasilitasi
13
3. Risiko cedera Kejadian Jatuh : Manajemen
Definisi: a. Dapat lingkungan:
Rentan mengalami terhindar keselamatan
cedera fisik akibat jatuh saat 1. identifikasi
kondisi lingkungan berdiri kebutuhan
yang berinteraksi b. Dapat keamanan pasien
dengan sumber terhindar berdasarkan
adaptif dan sumber jatuh dari fungsi fisik dan
defensive individu, tempat tidur kognitif serta
yang menganggu c. Dapat riwayat perilaku
kesehatan. terhindar di masa lalu.
Factor resiko: jatuh saat 2. Modifikasi
gangguan fungsi berjalan lingkungan untuk
kognitif d. Dapat meminimalkan
hambatan fisik terhindar bahan berbahaya
disfungsi jatuh saat dan beresiko.
biokimia naik tangga 3. Singkirkan bahan
14
melakukan atau untuk melakukan ketika
menyelesaikan aktivitas mempromosikan
aktivitas mandi secara perawatan fisik aktivitas
mandiri. dan pribadi perawatan diri.
Batasan karakteristik: secara mandiri 2. Pertimbangkan
Ketidakmampuan atau dengan alat usia anak ketika
untuk mengakses bantu mempromosikan
kamar mandi b. mampu untuk aktivitas
Ketidakmampuan membersihkan perawatan diri
mengeringkan tubuh sendiri 3. Memfasilitasi
tubuh secara mandiri gigi pasien
Ketidakmampuan dengan atau menyikat
mengambil tanpa alat bantu 4. Memfasilitasi
perlengkapan c. mampu untuk diri mandi
mandi mempertahankan pasien, sesuai
15
dan melakukan
menyediakan perawatan diri
perlengkapan (mandi) baik di
mandi rumah sakit
f. Membersihkan ataupun di rumah
dan
mengeringkan
tubuh
g. Mengungkapkan
secara verbal
kepuasan tentang
kebersihan tubuh
dan hygiene oral
16
Ketidakmampuan mulut dengan 4. Pastikan posisi
mengunyah jari pasien yang
makanan f. Mampu tepat untuk
Ketidakmampuan memasukkan memfasilitasi
menghabiskan makanan ke mengunyah dan
makanan mulut dengan menelan
Ketidakmampuan jari 5. Memberikan
menempatkan g. Minum dengan bantuan fisik,
makanan gelas dan cangkir sesuai
keperlengkapan h. Mengunya kebutuhan
makanan mkanan 6. Menyediakan
perlengkapan Perbaiki
makanan makanan di
memakan diperlukan,
memakan kemasan
aman menempatkan
makanan di sisi
Ketidakmampuan
seseorang yang
memanipulasi
buta
makanan dalam
9. Jelaskan lokasi
mulut
makanan di atas
Ketidakmampuan
10. Nampan untuk
membuka wadah
orang dengan
makanan
17
Ketidakmampuan gangguan
mengambil gelas penglihatan
atau cangkir 11. Tempatkan
Ketidakmampuan pasien dalam
menyiapkan posisi nyaman
makanan untuk makan
dimakan 12. Menyediakan
sedotan, sesuai
kebutuhan atau
yang diinginkan
13. Menyediakan
makanan pada
suhu yang
paling selera
14. Menyediakan
makanan dan
minuman yang
disukai, sesuai
15. Dorong pasien
untuk makan di
ruang makan,
jika tersedia
16. Menyediakan
perangkat
peralatan yang
menarik
17. Menggunakan
cangkir dengan
pegangan yang
besar, jika perlu
18. Anjurkan orang
tua untuk selalu
18
membantu/
mendampingi
anak setiap
makan
6. Defisit perawatan diri Perawatan diri : Bantuan perawatan
berpakaian berpakaian diri: berpakaian
a. Mampu 1. Pertimbangkan
Definisi :
mengambil usia pasien
Hambatan
pakaian dari ketika
kemampuan untuk
lemari mempromosikan
melakukan atau
b. Mampu aktivitas
menyelesaikan
memakai perawatan diri
aktivitas berpakaian
pakaian bagian 2. Bantu pasien
secara mandiri
atas memilih pakaian
Batasan
c. Mampu yang mudah
karakteristik:
memakai dipakai dan
Ketidakmampuan
pakaian bagian dilepas
mengancingkan
bawah 3. Sediakan
pakaian
d. Mampu pakaian pasien
Hambatan
mengancingkan pada tempat
mengambil
baju yang mudah di
pakaian
e. Mampu jangkau
Hambatan
membuka (disamping
mengenakan
pakaian atas dan tempat tidur)
pakaian pada
bawah 4. Dukung
bagian tubuh
kemandirian
bawah
dalam berpakian,
Hambatan
berhias, bantu
mengenakan
pasien jika
pakaian pada
diperlukan
bagian tubuh atas
5. Pertahankan
privasi saat
19
Hambatan pasien
memasang sepatu berpakaian
Hambatan 6. Bantu pasien
memasang kaus untuk
kaki menaikkan,
Hambatan mengancingkan,
melepas pakaian dan merisleting
4. Implementasi
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
pelaksanaan. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan
atau tindakan yang diberikan pada anak Adengan menerapkan pengetahuan
dan kemampuan klinik yang dimilki oleh perawat berdasarkan ilmu – ilmu
20
keperawatan dan ilmu – ilmu lainnya yang terkait. Seluruh perencanaan
tindakan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap
evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subjektif dan data objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan
keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai.
Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan,
dilaksanakan dan dinilai kembali. Tujuan tahap evaluasi adalah untuk
memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai, meningkatkan
mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan asuhan keperawatan yang
diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah di tetapkan lebih dahulu.
21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. I DENGAN
MASALAH RETARDASI MENTAL
A. Ilustrasi Kasus
An. I usia 7 tahun dibawa oleh ibunya ke rumah sakit karena terdapat bekas
benturan benda tumpul di kepala. Ibu U mengatakan anaknya sering
bersikap aneh (tidak wajar) misalnya sering membenturkan kepalanya ke
tembok.
Ibu U mengatakan anaknya belum bisa melakukan aktifitas sehari-hari
secara mandiri seperti makan, mandi dll. Hasil pengkajian ditemukan pasien
Nampak lemas, gelisah dan rewel. terdapat 4 bekas benturan benda tumpul
di bagian kepala berupa memar berwarna biru,saat diberikan mainan anak
terlihat tidak tertarik. Hasil pemeriksaan vital sign ditemukan BP:110/80
RR:32x/i T:36,5°C P:100x/i
B. Pengkajian
1. Identitas Pasien Identitas Penanggung jawab
Nama : An. I Nama : Ny. U
Usia : 7 Tahun Usia : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama :Islam
Agama : Islam Suku : Makasar
Penddikan : TK Pekerjaan :-
Pekerjaan :- Alamat : Jl. Kol 01
Alamat :
Diagnosa : Retardasi Mental
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Terdapat 4 memar berwarna kebiruan pada daerah kepala An. I
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami pasien yaitu diare, pemakaian
antibiotic atau kortikosteroid jangka jangka panjang (perubahan
22
candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak. Klien juga mengatakan tidak ada alergi
makanan atau obat dan baru melakukan imunisasi pada 5 tahun.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ny. U mengatakan bahwasanya keponakannya pernah mengalami
penyakit yang serupa.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
Keadaan pasien saat ini adalah lemas, gelisah dan rewel
b. Vital sign
BP: 110/80 mmHg
RR: 32X/i
T: 36,5°C
P: 100X/i
c. Kepala
Terdapat 4 memar pada bagian kepala. Wajah klien tampak pucat
dan meringis. Mata bengkak dan merah. Bibir klien kering.
d. Leher
Leher An. I tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran tongsil dan tidak ada pembesaran tonsil dan tidak ada
masalah pada tengorokan.
e. Dada
Tidak dikaji
f. Abdomen
Peristaltic usus 20 x/i
g. Genetalia
Genetalia pasien normal tidak ada lesi
h. Rectum
Tidak ada luka pada daerah rectum
4. Psikologi, Sosial, Budaya dan Spiritual
a. Psikologi
Pasien terlihat cemas, gelisah, dan rewel menahan sakit
23
b. Sosial
Ny. U mengatakan anaknya sering tidak berperilaku aneh di
keluarga, lebih suka mnyendendiri di kamar dan tidak nyambung
bila diajak ngobrol
c. Budaya
Dalam keseharian klien berbahasa bugis
d. Spiritual
An. I beragama Islam
5. Pengkajian kebutuhan dasar manusia
a. Aktivitas latihan
An. I sebelum dibawa ke rumah sakit lebih suka untuk menyendiri
di dalam kamar dan jarang keluar bermain bersama teman-temannya
dan tidak nyambung ketika diajak ngobrol
b. Istirahat/tidur
Sebelum dibawa ke rumah sakit Ny. U mengatakan pasien tidak
mengalami masalah tidur, rata-rata pasien tidur selama 8-10 jam
dalam sehari
c. Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan 2 x sehari dengan nutrisi yang cukup
dan porsi yang diberikan selalu dihabiskan pasien. Selama sakit
pasien Cuma makan sebanyak satu kali dalam sehari yaitu pada
malam hari.
d. Cairan/elektrolit
Sebelum sakit pasien rata-rata mengkonsumsi air putih sebanyak
1,5-2 liter dalam sehari
e. Oksigenasi
Pasien tidak mengalami gangguan pada pernapasan dan tidak
terpasang alat bantu pernapasan.
f. Eleminasi bowel
24
Sebelum dirawat di rumah sakit BAB An. I rata-rata dilakukan
sebnyak 1-2 kali dalam sehari, setelah dirawat BAB An. I tetap
dalam kisaran frekuensi yang sama.
g. Eleminasi Urine
Sebelum dibawa ke rumah sakit, An. I biasanya BAK sebnyak 3X
sehari dengan konsistensi urine berwana kuning keemasan.
Alhamdulillah pasien tidak terpasang kateter urine.
h. Sensori persepsi
Setelah dilakukan pengkajian terhadap An. I, ditemukan
bahwasanyya pasien mengalami retardasi mental yang ditandai
dengan sulitnya diajak berinteraksi dengan oran ain dan menolak
jika diajak bermain dengan teman-temannya, pasien juga terlihat
sering berperilaku di luar perulaku anak yang normal, seperti sering
menyakiti diri sendiri, asocial dll.
25
C. Analisa Data
Penurunan fungsi
intelektual secara
umum
Ketidak mampuan
koping keluarga
Ds : Hambatan
Ny. U mengatakan An. I Factor Prenatal komunikasi
lebih memilih bermain verbal
sendiri/menyendiri di
kamar daripada bermain
26
bersama teman-teman
sebayanya di luar
Do : 1. Gizi
1. Pasien tidak 2. Toksin
nyambung saat diajak
ngobrol 3. Endokrin
2. Saat diberikan mainan 4. Radiasi
An. I tidak tertarik 5. Infeksi
6. Stress
7. Imunitas
8. Anoreksia embrio
Kerusakan pada
fungsi otak :
1. Hemisfren kanan :
keterlambatan
perkembangan
motorik kasar dan
halus
2. Hemisfer kiri :
keterlambatan
perkembangan
Bahasa, social,
dan kognitif.
Hambatan
Komunikasi verbal
Data objectif:
Terdapat 4 memar bekas
benturan benda tumpul di Muncul keinginan
daerah kepala An. I melukai diri sendiri
Resiko cedera
27
D. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang muncul pada kasus diatas yaitu:
1. Resiko cedera b.d gangguan fungsi kognitif
2. Ketidakmampuan koping keluarga b.d mempunyai anak yang menderita
retardasi mental
3. Hambatan komunikasi verbal b.d kelainan fungsi kognitif, gangguan
perkembangan
E. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosis Nursing Outcome Nursing
Keperawatan Classification Intervention
(NANDA (Moorhead, Jhonson, Classification
International, 2018) Maas, & Swanson, (Bulechek, Butcher,
2013) dochterman, &
Wagner, 2013)
1. Risiko cedera Kejadian Jatuh : Manajemen
Definisi: a. Dapat lingkungan:
Rentan mengalami terhindar keselamatan
cedera fisik akibat jatuh saat 6. identifikasi
kondisi lingkungan berdiri kebutuhan
yang berinteraksi b. Dapat keamanan
dengan sumber terhindar pasien
adaptif dan sumber jatuh dari berdasarkan
defensive individu, tempat tidur fungsi fisik dan
yang menganggu c. Dapat kognitif serta
kesehatan. terhindar riwayat
Factor resiko: jatuh saat perilaku di
gangguan fungsi berjalan masa lalu.
kognitif Dapat terhindar jatuh 7. Modifikasi
hambatan fisik saat naik tangga dan lingkungan
disfungsi turun tangga untuk
biokimia meminimalkan
28
gangguan sensasi bahan
berbahaya dan
beresiko.
8. Singkirkan
bahan
berbahaya dari
lingkungan.
Monitor
lingkungan
terhadap terjadinya
perubahan status
keselamatan.
2 Ketidakmampuan Koping keluarga Terapi keluarga
koping keluarga a. Mampu 5. Tentukan pola
Definisi : menetapkan komunikasi
Perilaku individu fleksibilitas peran dalam keluarga
pendukung (anggota b. Mampu 6. Identifikasi
keluarga, orang mengelolah bagaimana cara
terdekat, atau teman masalah keluarga keluarga
dekat) yang c. Mampu menyelesaikan
membatasi kapasitas menyusun masalah
/kemampuannya dan prioritas keluarga 7. Bantu anggota
kemampuan klien Melibatkan keluarga keluarga
untuk secara efektif untuk mengambil berkomunikasi
menangani tugas keputusan lebih efektif
penting mengenai Bantu anggota
adaptasi keduanya keluarga
terhadap masalah memprioritaskan
kesehatan dan menyeleksi
Batasan masalah yang
karateristik: paling di
1. Agresif proritaskan
29
2. Despresi
3. Penolakan
4. Gejala
psikomatis
30
bahasa dalam memfasilitasi
pemberi asuhan komunikasi dua
Sulit bicara arah yang
Tidak dapat bicara optimal
14. Berikan pujian
positive jika
diperlukan
15. Anjurkan
kunjungan
keluarga secara
teratur untuk
memberi
stimulus
komunikasi
16. Mengajarkan
anak ekspresi
diri dengan cara
lain dalam
menyampaikan
informasi
(bahasa isyarat)
F. Implementasi
31
serta riwayat O: pasien Nampak
perilaku di masa tenang dan tidak
lalu. memiliki
2. Memodifikasi kesempatan untuk
lingkungan untuk menyakiti diri
meminimalkan sendiri
bahan berbahaya A: Masalah belum
dan beresiko. teratasi
3. Menyingkirkan P: Lanjutkan
bahan berbahaya Intervensi
dari lingkungan. Modifikasi
Monitor lingkungan Lingkungan untuk
terhadap terjadinya meminimalkan
perubahan status bahan berbahaya
keselamatan. dan beresiko
Senin,21 10.00 2 1. Menentukan pola S:ibu klien
januari 2018 komunikasi dalam mengatakan An.I
keluarga sudah ada perubahan
2. Mengidentifikasi dalam mengatasi
bagaimana cara masalahnya
keluarga O:anak sudah mulai
menyelesaikan bermain bersama
masalah walaupun sebentar
3. Membantu anggota sja
keluarga A: masalah belum
berkomunikasi teratasi
lebih efektif P:lanjutkan
Bantu anggota intervensi 1,2,3
keluarga
memprioritaskan
dan menyeleksi
masalah yang
32
paling di
proritaskan
Senin, 21 10.00 3 1. Mengkonsultasikan S: Ny. U
januari 2018 dengan dokter mengatakan bahwa
kebutuhan terapi An. A sudah agak
bicara lancar dalam
2. Mendorong pasien berbicara
untuk O:An.A agak lancar
berkomunikasi berbicara
secara perlahan dan A:masalah sedikit
untuk mengulangi teratasi
permintaan P:lanjutkan
3. Mendengarkan intervensi
dengan penuh
perhatian
4. Berdiri didepan
pasien ketika
berbicara
5. menggunakan kartu
baca, kertas, pensil,
bahasa tubuh,
gambar, daftar
kosakata bahasa
asing, computer,
dan lain-lain untuk
memfasilitasi
komunikasi dua
arah yang optimal
6. memberikan pujian
positive jika
diperlukan
33
7. Menganjurkan
kunjungan
keluarga secara
teratur untuk
memberi stimulus
komunikasi
8. Mengajarkan anak
ekspresi diri
dengan cara lain
dalam
menyampaikan
informasi (bahasa
isyarat)
34
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Retardasi mental sering juga disebut keterbelakangan mental atau
disabilitas intelektual. Retardasi mental adalah suatu keadaan
perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap sehingga berpengaruh
pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif,
bahasa, motorik, dan sosial. Terjadinya retardasi mental tidak dapat
dipisahkan dari tumbuh kembang seorang anak. Seperti di ketahui faktor
penentu tubuh kembang seorang anak pada garis besarnya adalah faktor
genetik/heredokonstitusional yang menentukan sifat bawwan anak tersebut
dan faktor lingkungan. Yang dimkaksudkan dengan lingkungan pada anak
dalam konteks tumbuh kembang adalah suasana (milieu) dimana anak
tersebut berada. Dalam hal ini lingkungan berfungsi sebagai penyedia
kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang.
B. Saran
Peran orang tua sangatlah oenting dalam perawatan anak dengan
retardasi mental, didalam setiap kehidupan sehari-hari anak. Sebaiknya
orang tua atuapun keluarga menerima apapun kekurangan dari seorang
anak dengan retardasi mental, serta lebih memberikan support ataupun
pujian yang dapat memberikan dukungan pendidikan kesehatan dan
pelayanan keperawatan yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu dalam merawat anak dengan
retardasi mental.
35
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Fadlhi. (2010). Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Anggrek
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification. Singapore: Elsevier.
Raysa, Adnil, Siti. 2014. Karakteristik Penderita Retardasi Mental Di SLB Kota
Bukit Tinggi. MKA, vol. 37, No.3. Hal:183
Semiun. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI)
Soetjiningsih, (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Titi Sunarwati, Muzal Kadim. 2016. Retrdasi Mental.vol.2, No. 3 hal: 170-176
36