Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

Global developmental delay (GDD)

OLEH:
IRMA YANTI
(N201801109)

CI LAHAN CI INSTITUSI

STIKES MANDALA WALUYA KENDARI


TAHUN AJARAN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
Global developmental delay (GDD)

A. DEFINISI
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan
Perkembangan Global (KPG) adalah keterlambatan yang signifikan
pada dua atau lebih domain perkembangan anak, diantaranya:
motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial
aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG/GDD dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih
dari 5 tahun saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang
akurat maka istilah yang dipergunakan adalah retardasi mental. Anak
dengan KPG/GDD tidak selalu menderita retardasi mental sebab
berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak mengalami
KPG/GDD seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi
psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.
Perkembangan yang terlambat (developmental delay) adalah
ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif,
perilaku, emosi, atau perkembangan sosial seorang anak bila
dibandingkan dengan anak normal seusianya. Seorang anak dengan
developmental delay akan tertunda dalam mencapai satu atau lebih
perkembangan kemampuannya. Seorang anak dengan Global
Developmental Delay (GDD) adalah anak yang tertunda dalam
mencapai sebagian besar hingga semua tahapan perkembangan
pada usianya. Prevalensi GDD diperkirakan 5-10 persen dari populasi
anak di dunia dan sebagian besar anak dengan GDD memiliki
kelemahan pada semua tahapan kemampuannya.
Global Delay development merupakan keadaan yang terjadi
pada masa perkembangan dalam kehidupan anak (lahir hingga usia
18 bulan). Ciri khas GDD biasanya adalah fungsi intelektual yang lebih
rendah daripada anak seusianya disertai hambatan dalam
berkomunikasi yang cukup berarti, keterbatasan kepedulian terhadap
diri sendiri, keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan, akademik,
kesehatan dan keamanan dirinya.

B. TAHAP PERKEMBANGAN NORMAL PADA ANAK


1. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan
berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal
ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak menunjukkan
ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan
usianya. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel
serta jaringa interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur
dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah
bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang
terjadi secara simultan. Berbeda dengan pertumbuhan,
perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan
saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya
perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi,
dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam
kehidupan manusia yang utuh.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami
proses pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang
anak memiliki ciri-ciri yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-
ciri tersebut antara lain perkembangan menimbulkan perubahan,
pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan
perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan perkembangan
mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi
dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap,
serta perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Selain memiliki
ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak jugamemiliki
prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat
digunakan sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan anak. Terdapat dua prinsip
proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan merupakan hasil
proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat
diramalkan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang
Anak
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain
faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur,
jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,
diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia,
endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan
psikologi ibu), faktor persalinan, faktor pasca persalinan (gizi,
penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis dan kimia,
psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan,
stimulasi, dan obat-obatan).
3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi:
1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dnegna
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan
sebagainya.
2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak untuk melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil,
tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati
sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang
berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respon
terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah,
dan sebagainya.
4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri,
membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan
ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya, dan sebagainya.

C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi KPG/GDD sekitar 5-10% pada anak di seluruh
dunia, sedangkan di Amerika Serikat angka kejadian KPG/GDD
diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun. Penelitian oleh
Suwarba dkk. di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan
prevalensi KPG/GDD adalah 2,3 %. Etiologi KPG/GDD sangat
bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas
kromosom, asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi
psikososial sedangkan 20% nya belum diketahui. Sekitar 42% dari
etiologi keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti
paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin, serta
asfiksia perinatal.
Menurut penelitian Deborah M dkk. prevalensi KPG/GDD di
Poliklinik Anak RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan
pada anak berumur lebih dari 12 bulan (67%). Rasio laki-laki dan
perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan terbanyak adalah belum
bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan berjalan pada
14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien.
Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah
ditemukan pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi
kurang, 29% mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi
perkembangan menunjukkan 40 (60%) terlambat pada seluruh sektor
perkembangan. Etiologi ditemukan pada 61% dengan penyebab
terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral disgenesis,
palsi serebral.

D. PATOGENESIS/PENYEBAB
Terdapat beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan
Global Delayed Development dan beberapa penyebab dapat diterapi.
Oleh karena itu, pengenalan dini dan diagnosis dini merupakan hal
yang penting. Beberapa etiologi yang lain diturunkan secara genetik.
Penyebab yang paling sering adalah abnormalitas kromosom
dan malformasi otak. Hal lain yang dapat berhubungan dengan
penyebab GDD adalah keadaan ketika perkembangan janin dalam
kandungan. Beberapa penyebab lain adalah infeksi dan kelahiran
prematur.

E. GEJALA KLINIS
Mengetahui adanya KPG/GDD memerlukan usaha karena
memerlukan perhatian dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien
seringkali merasa tidak nyaman bila di perhatikan. Akhirnya membuat
orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam melihat gejala
dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining prosedur yang
dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan berbeda
jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan
beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar
kepala, lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian
KPG/GDD yang berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau
lebih domain motorik kasar, motorik halus, bicara, bahasa, kognitif,
sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari dimana belum diketahui
penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang
dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG/GDD terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang
seharusnya, yaitu:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan
halus
7. Keterlambatan kemampuan motorik halus/kasar
8. Perilaku agresif

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan
kemungkinan gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes
skrining yang dilakukan pada anak yang sehat. Hal ini penting dan
dilakukan dengan periodik.
Adapun beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain:
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam
amino, serum glukosa, bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan
creatinin kinase. Skrining metabolik rutin untuk bayi baru lahir
dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan sebagai evaluasi
inisial pada KPG/GDD. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya
bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan
fisik yang mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai
contohnya, bila anak-anak dicurigai memiliki masalah dengan
gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan asam
amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan
tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin
phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin
penyakit muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG/GDD
meskipun tidak ditemukan dismorfik atau pada anak dengan
gejala klinis yang menunjukkan suatu sindrom yang spesifik. Uji
mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat keluarga dengan
KPG/GDD. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih sering
dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan
severitas yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin
saja dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Rett
syndrome perlu dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi
mental sedang hingga berat yang tidak dapat dijelaskan.
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan
hipotiroid kongenital perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada
anak dengan KPG/GDD hanya dilakukan bila terdapat klinis yang
jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan
KPG/GDD yang memiliki riwayat epilepsia tau sindrom epileptik
yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum terdapat data yang cukup
mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan
sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG/GDD
tanpa riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai
pemeriksaan rutin pada KPG/GDD (terlebih bila ada temuan fisik
berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih dipilih
dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara
klinis sebelumnya.

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG/GDD hingga saat ini
masih belum ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak
yang unik, dimana anak-anak belajar dan berkembang dengan cara
mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-
masing. Sehingga penanganan KPG/GDD dilakukan sebagai suatu
intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor yang beresiko
menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak
dengan kondisi CP, autism, kehilangan pendengaran, dan
KPG/GDD. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang
dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut.
Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau
barang yang dapat membantu anak-anak untuk belajar
mengendalikan otot pada mulut, lidah dan tenggorokan. Metode
tersebut digunakan pada anak-anak dengan gangguan
pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang
membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti
terapi tersebut.
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi
lebih mandiri dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada
anak-anak, tugas mereka antara bermain, belajar dan melakukan
kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan, dan
lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada
kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka
meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi
permasalahannya.
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik
kasar dan halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan
daya tahannya. Kemampuan motorik kasar yakni kemampuan
untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling, merangkak,
berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni
menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil
barang. Dalam terapi, terapis akan memantau perkembangan dari
anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi, dan
kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini
dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan
anak tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress
pada dirinya dan memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak
akan bersikap agresif atau buruk seperti melempar barang-barang,
menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral therapy
merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi masalah
sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini
dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam
pelaksanaanya. Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi
kognitif. Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang lebih fokus
terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu,
sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan
mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan. Beberapa terapis
mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-
behavioural therapy.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan
KPG/GDD, yakni kemunduran perkembangan pada anak-anak yang
makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik, dapat
mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari
anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi akibat
ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya.
Sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.

I. PROGNOSIS
Prognosis KPG/GDD pada anak-anak dipengaruhi oleh
pemberian terapi dan penegakkan diagnosis lebih dini (early
identification and treatment). Dengan pemberian terapi yang tepat,
sebagian besar anak-anak memberikan respon yang baik terhadap
perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi
hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri
dalam menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi
yang progresif (faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring
berjalannya waktu), akan menunjukkan perkembangan yang tidak
berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran. Sehingga
terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan dari anak
tersebut untuk menjalani kesehariannya.

Anda mungkin juga menyukai