Anda di halaman 1dari 30

Case Report Session

RESUSITASI NEONATUS

Oleh:
Fahjri Saputra 1740312225
M. Alif Qisthi Abi Rafdhi 1740312274

Preseptor
dr. Dedy Hendry, Sp.OG (K)

ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan akan resusitasi dapat diantisipasi dengan melihat faktor risiko,

yaitu bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah mengalami kematian janin atau

neonatal, ibu dengan penyakit kronik, kehamilan multipara, kelainan letak,

preeklampsia, persalinan lama, prolaps tali pusat, kelahiran prematur, ketuban

pecah dini, cairan amnion tidak bening. Walaupun demikian, pada sebagian bayi

baru lahir kebutuhan akan resusitasi neonatal tidak dapat diantisipasi sebelum

dilahirkan, oleh karena itu penolong harus selalu siap untuk melakukan resusitasi

pada setiap kelahiran.1,2


Diperkirakan 136 milyar bayi lahir di seluruh dunia setiap tahunnya.

Kurang lebih 5-10% dari bayi yang lahir tersebut memerlukan rangsangan

sederhana untuk membantu mereka bernafas, 3-5% membutuhkan resusitasi dasar,

dan <1% memerlukan resusitasi lanjutan berupa kompresi dada atau obat-obatan.

Diperkirakan pula 814.000 bayi baru lahir meninggal setiap tahunya di seluruh

dunia, dan salah satu penyebab kematian bayi tersebut adalah kegagalan respirasi

dan kegagalan sirkulasi pada saat bayi baru lahir.2,3


Kegagalan respirasi biasanya disebabkan oleh tidak adekuatnya pernafasan

untuk mendorong cairan untuk keluar dari alveoli, adanya benda asing yang

menghalangi jalan nafas, kehilangan darah yang berlebihan, kontraktilitas jantung

yang tidak baik, atau bradikardi, sehingga menyebabkan hipoksia dan iskemia lalu

menyebabkan hipotensi sistemik. Berkurangnya ventilasi dari paru akan

menghambat oksigenasi darah di arteri sistemik. Perfusi dan oksigenasi ke organ

2
bayi yang tidak adekuat dan terjadi terus menerus dapat menyebabkan kerusakan

pada otak dan organ lainnya dan kemudian menyebabkan kematian.1,3


Berdasarkan hal tersebut, tindakan resusitasi dan persiapan alat dan bahan

perlu diketahui oleh penolong persalinan. Oleh karena itu, penulis akan membahas

mengenai resusitasi dan asfiksia pada laporan kasus di bawah ini. Pada beberapa

daerah dengan keterbatasan sumber daya manusia, tempat dan atau alat, teknik

resusitasi yang disampaikan berikut perlu disesuaikan dengan keadaan setempat.


1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Case Report Session ini adalah menambah pengetahuan

dan pemahaman mengenai resusitasi neonatus.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah Case Report Session ini adalah resusitasi neonatus.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan Case Report Session ini adalah tinjauan teori dari

berbagai kepustakaan, laporan kasus dari pasien, serta pembahasan antara teori

yang ada dengan kasus yang didapatkan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi Resusitasi
Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem

pernapasan, peredaran darah dan otak yang terhenti atau terganggu sedemikian

rupa agar kembali normal seperti semula.


Resusitasi neonatus adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang

adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk disalurkan

kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya yang dilakukan pada neonatus. Hal

yang mendasari dilaksanakannya resusitasi pada bayi baru lahir adalah terjadinya

asfiksia.2,3
2.2 Tujuan Resusitasi Neonatus
Resusitasi neonatus bertujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan

neonatus yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa di

kemudian hari.2,4
Tujuan Resusitasi:2,4
 Memulihkan fungsi pernapasan neonatus yang mengalami asfiksia;
 Oksigenasi darurat;
 Mempertahankan jalan napas yang bersih;
 Membantu pernapasan;
 Membantu sirkulasi / memulai kembali sirkulasi spontan; dan
 Melindungi otak secara manual dari kekurangan O2.
2.3 Asfiksia Neonatus
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan pada saat

lahir atau beberapa saat setelah lahir. Masalah ini berkaitan dengan keadaan ibu,

bayi, dan tali pusat.


2.3.1 Keadaan Ibu
 Preeklampsia dan eklampsia
 Perdarahan abnormal (plasenta previa, solusio plasenta)
 Partus lama
 Demam selama persalinan
 Infeksi berat (malaria, sifilis, TB, HIV)
 Kehamilan pascamatur
2.3.2 Keadaan Bayi
 Bayi prematur
 Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi

vakum, forsep)
 Kelainan kongenital

4
 Air ketuban bercampur mekonium
2.3.3 Keadaan Tali Pusat
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolaps tali pusat

2.4 Penilaian Neonatus


Penilaian pada neonatus meliputi penilaian terhadap denyut jantung,

pernapasan, tonus otot, refleks, dan warna kulit.2,4


2.4.1 Denyut Jantung
Normalnya, denyut jantung pada neonatus adalah 120 – 160 denyut/menit.

Walaupun banyak neonatus bertoleransi dengan denyut jantung diatas 220

denyut/menit dengan sedikit pengaruh buruk, denyut jantung dibawah 100

denyut/menit sering sulit ditoleransi sebab terjadi penurunan curah jantung dan

perfusi jaringan. Elektrokardiogram dan ekokardiogram dapat membantu

mendiagnosis masalah tersebut sebelum lahir.


2.4.2 Pernapasan
Bayi biasanya mulai bernapas 30 detik setelah lahir dan perlu bantuan bila

tidak bernapas setelah 90 detik. Beberapa menit setelah lahir, frekuensi napas

neonatus antara 30 – 60 kali/menit. Apneu dan bradipneu terjadi pada keadaan

asidosis berat, asfiksia, infeksi (meningitis, septikemia, pneumonia) dan

kerusakan Sistem Saraf Pusat (SSP). Takipneu (>60 kali/menit) terjadi pada

hipoksemia, hipovolemia, asidosis (metabolik dan respiratorik), perdarahan SSP,

kebocoran gas paru, kelainan paru (penyakit membran hialin, sindrom aspirasi,

infeksi), udem paru, dan penggunaan obat-obatan oleh ibu (narkotik, alkohol,

magnesium, barbiturat).
2.4.3 Tonus Otot
Sebagian besar neonatus, termasuk yang preterm, akan aktif saat lahir dan

menggerakkan semua ekstremitas sebagai respon terhadap rangsangan. Asfiksia,

penggunaan obat pada ibu, kerusakan SSP, amiotonia kongenital, dan miastenia

5
gravis akan menurunkan tonus otot. Fleksi kontraktur serta tidak adanya lipatan

sendi merupakan tanda kerusakan SSP yang terjadi di dalam rahim.


2.4.4 Refleks
Neonatus normal bergerak ketika salah satu ekstremitas digerakkan dan

meringis atau menangis ketika selang dimasukkan ke dalam hidungnya. Tidak

adanya respon terjadi pada bayi hipoksia, asidosis, penggunaan obat sedatif pada

ibu, trauma SSP dan penyakit otot kongenital.


2.4.5 Warna Kulit
Pada umumnya, semua kulit neonatus berwarna biru keunguan sesaat

setelah lahir. Sekitar 60 detik, seluruh tubuhnya menjadi merah muda kecuali

tangan dan kaki yang tetap biru (sianosis sentral). Sianosis sentral diketahui

dengan memeriksa wajah, punggung, dan membran mukosa. Jika sianosis sentral

menetap sampai lebih dari 90 detik, perlu dipikirkan asfiksia, curah jantung

rendah, udem paru, methemoglobinemia, polisitemia, penyakit jantung kongenital,

aritmia, dan kelainan paru (distres pernapasan, obstruksi jalan napas, hipoplastik

paru, hernia diafragmatika), terutama bila bayi tetap sianosis dibawah respirasi

kendali dan oksigen ysng mencukupi. Pucat menandakan penurunan curah

jantung, anemia berat, hipovolemia, hipotermia, atau asidosis.


2.4.6 Skor APGAR
Skor APGAR berguna untuk mengidentifikasi neonatus yang

membutuhkan resusitasi serta menilai efektivitas setiap tindakan resusitasi.

Neonatus yang mungkin memerlukan resusitasi adalah neonatus dengan

pernapasan tidak adekuat, tonus otot kurang, ada mekonium di dalam cairan

amnion, atau lahir kurang bulan. Dalam hal ini, dilakukan evaluasi kondisi

neonatus pada menit pertama dan kelima kehidupannya.


Skor APGAR pada menit pertama merefleksikan kondisi neonatus pada

saat lahir dan berhubungan dengan kemampuannya untuk bertahan hidup. Skor

APGAR menit pertama mencerminkan kebutuhan resusitasi segera. Skor APGAR

6
yang tidak banyak meningkat dari menit pertama hingga menit ke-5 meningkatkan

resiko kematian pada neonatus. Sedangkan skor APGAR pada menit ke-5 juga

memiliki makna prognostik untuk kelangsungan hidup neonatus karena

kelangsungan hidup berkaitan erat dengan kondisi neonatus di ruang bersalin.

Penilaian ini juga perlu untuk mengetahui apakah neonatus menderita asfiksia

atau tidak.2,5
Tabel 2.1 Skor APGAR

TANDA 0 1 2
Appearance Biru, pucat, Tubuh merah, Merah seluruh
(Warna kulit) ekstremitas biru ektremitas biru tubuh
Pulse / heart rate Tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit
(Denyut jantung)
Grimace Tidak ada Menyeringai Batuk, bersin,
(Refleks) menangis
Activity Lemas Fleksi ekstremitas Gerakan aktif,
(Tonus otot) lemah fleksi ekstremitas
Respiration Tidak ada Tidak teratur, Tangis kuat,
(Pernapasan) dangkal teratur

Skor APGAR ≥ 7 mempunyai prognosis yang paling baik karena dapat

beradaptasi baik di lingkungan barunya. Umumnya dapat dicapai pada 90%

neonatus. Dalam hal ini, diperlukan suction oral dan nasal, mengeringkan kulit,

dan menjaga temperatur tubuh tetap normal. Reevaluasi kondisi neonatus

dilakukan pada menit ke-5 pertama kehidupan.


Pada skor APGAR 4 – 6 (asfiksia ringan-sedang), neonatus akan merespon

terhadap rangsangan dan pemberian oksigen. Jika responnya lambat, maka dapat

diberikan ventilasi dengan pemberian oksigen 80 – 100% melalui bag and mask.

Pada menit ke-5, biasanya keadaannya akan membaik.


Sedangkan pada skor ≤ 3 (asfiksia berat), neonatus biasanya sianotik dan

usaha pernapasannya berat, tetapi biasanya berespon terhadap bag and mask

ventilation dan kulitnya menjadi merah muda. Apabila neonatus ini tidak bernapas

spontan, maka ventilasi paru dengan bag and mask akan menjadi sulit, karena

7
terjadi resistensi jalan nafas pada saat melewati esofagus. Apabila neonatus tidak

bernapas atau pernapasannya tidak efektif, pemasangan pipa endotrakeal

diperlukan sebelum dilakukan ventilasi paru. Hasil analisis gas darah seringkali

abnormal (PaO2 <20 mmHg, PaCO2 >60 mmHg, pH 7,15). Apabila pH dan defisit

basa tidak berubah atau memburuk, diperlukan pemasangan kateter arteri

umbilikalis dan jika perlu dapat diberikan natrium bikarbonat.


2.5 Persiapan Resusitasi Neonatus
2.5.1 Penolong
Tenaga kesehatan yang bertindak sebagai penolong persalinan harus

memiliki kompetensi dan siap untuk melakukan resusitasi tiap kali menolong

persalinan.
2.5.2 Keluarga
Sebelum menolong persalinan, penolong harus memberitahukan kepada

keluarga mengenai kemungkinan apa saja yang terjadi pada ibu dan bayi selama

dan setelah persalinan.

2.5.3 Tempat Resusitasi


Tempat yang perlu disiapkkan adalah ruangan bersalin dan tempat

resusitasi. Ruangan harus hangat dan terang. Tempat resusitasi sebaiknya adalah

tempat datar, rata, keras, bersih, kering, dan hangat. Tempat resusitasi sebaiknya

dekat dengan pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang

terbuka). Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermia. Untuk sumber

pemancar panas, gunakan lampu 60 watt, nyalakan lampu menjelang persalinan.


2.5.4 Alat Resusitasi
Alat yang diperlukan sebelum menolong persalinan adalah :
 Kain 3 helai, digunakan untuk mengeringkan bayi, menyelimuti bayi, dan

mengganjal bahu bayi. Kain yang digunakan sebaiknya kain bersih,

kering, hangat, dan dapat menyerap cairan.


o Kain I
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan neonatus yang basah oleh

air ketuban segera setelah lahir. Sebelum persalinan, disediakan sehelai kain diatas

8
perut ibu untuk mengeringkan bayi. Bayi dikeringkan di atas perut ibu apabila tali

pusat panjang. Apabila tali pusat pendek, bayi dapat diletakkan di depan perineum

ibu setelah lahir sampai tali pusat telah diklem dan dipotong kemudian jika perlu

lakukan tindakan resusitasi. Pada prinsipnya, penggunaan kain ini ditujukan agar

bayi kering dan hangat dan boleh diletakkan diatas perut ibu atau

didekat perineum ibu.


o Kain II
Fungsi kain kedua adalah untuk menyelimuti / membungkus neonatus agar

tetap kering dan hangat, serta mengganti kain pertama yang basah sesudah bayi

dikeringkan. Kain ini diletakkan diatas tempat resusitasi dan digelar menutupi

permukaan yang rata.


o Kain III
Fungsi kain ketiga adalah untuk mengganjal bahu bayi agar memudahkan

dalam pengaturan posisi kepala bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3 cm dan

bisa disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit tengadah. Kain

ketiga diletakkan di bawah kain kedua yang menutupi tempat resusitasi untuk

mengganjal bahu.
 Alat penghisap lendir, seperti kateter penghisap (ukuran 5 atau 6 Fr),

penghisap DeLee, atau bola karet.

Gambar 2.1 Alat Penghisap Lendir: Balon Karet, Selang Suction, Penghisap de

Lee
 Balon resusitasi yang mampu memberi O2 90-100%.

Gambar 2.2 Balon Resusitasi


 Oksigen dengan pengukur

aliran dan selang.

9
 Sungkup dengan pinggiran bantalan ukuran bayi cukup bulan dan

prematur serta kanul nasal.

Gambar 2.3 Sungkup


 Peralatan intubasi, yaitu

laringoskop dengan daun lurus,

ukuran 00 (sangat prematur), 0 (prematur), dan 1 (cukup bulan), serta

NGT nomor 8.

Gambar 2.4 Laringoskop dan ETT


 Obat-obatan seperti epinefrin 1:1000 (0.1 mg/ml), dextrosa 10% dalam air

(250 ml), natrium bikarbonat 4.2% (5mEq/10ml), air steril, serta cairan

seperti NaCl 0.9% dan RL.

Gambar 2.5 Epinefrin 1:1000

 Lampu penghangat, infant

warmer, atau inkubator.

Gambar 2.6 Infant Warmer


 Sarung tangan.
 Jam atau pencatat waktu.
2.6 Prosedur Resusitasi Neonatus
2.6.1 Sebelum Persalinan

10
1. Informasikan unit perinatologi mengenai adanya persalinan resiko tinggi

yang akan atau sedang berlangsung;


2. Siapkan dan cek fungsi semua alat; dan
3. Persiapan penolong, yaitu sebagai berikut:
a. Memakai alat pelindung diri;
b. Lepaskan perhiasan;
c. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun; dan
d. Gunakan sarung tangan.
2.6.2 Setelah Persalinan
Pada saat bayi lahir, harus dilakukan penilaian inisial sebagai berikut:6,7
 Apakah kehamilan cukup bulan?
 Apakah air ketuban jernih dan tidak terkontaminasi mekonium?
 Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis?
 Apakah tonus otot bayi baik?
Jika semua pertanyaan terjawab “ya”, maka lakukan asuhan persalinan normal,

yaitu memberi kehangatan, membersihkan jalan nafas jika dibutuhkan,

mengeringkan badan bayi, meletakkan neonatus di atas badan ibu, sambil menilai

skor APGAR. Bila salah satu jawaban adalah “tidak”, maka lakukan langkah

awal resusitasi.
2.6.3 Langkah Awal Resusitasi
Bila didapatkan satu jawaban “tidak”, maka dalam waktu ≤30 detik

lakukan langkah awal resusitasi, yaitu:


 Berikan kehangatan dengan menempatkan bayi di bawah pemancar pana;
 Posisikan kepala bayi sedikit tengadah agar jalan napas terbuka (lihat

gambar), kemudian jika perlu bersihkan jalan napas dengan melakukan

pengisapan pada mulut hingga orofaring kemudian hidung; dan


 Keringkan bayi dan rangsang taktil, kemudian reposisi kepala agar sedikit

tengadah.

Gambar 2.7 Reposisi Kepala


Jika ketuban

tercampur mekonium,

diperlukan tindakan

11
tambahan dalam membersihkan jalan nafas. Setelah seluruh tubuh bayi lahir,

lakukan penilaian apakah bayi bugar atau tidak. (Tidak bugar ditandai dengan

depresi pernafasan dan/atau tonus otot kurang baik atau frekuensi jantung < 100

x/menit). Jika bayi bugar, tindakan pembersihan seperti langkah di atas. Jika bayi

tidak bugar, lakukan pengisapan dari mulut dan trakea terlebih dahulu.

2.6.4 Ventilasi Tekanan Positif (VTP)8


VTP dilakukan jika terjadi salah satu keadaan berikut:
 Apneu
 Frekuensi jantung <100 x/menit
 Tetap sianosis sentral setelah kepala bayi diposisikan.
Langkah :
1. Posisikan kepala bayi setengah mengadah;
2. Pilih ukuran sungkup yang sesuai, pasang sungkup menutupi muka dan

hidung dengan tidak menekan mata dan mengganggu dagu;


3. Tekan sungkup dengan jari tangan;
4. VTP diberikan selama 30 detik dengan kecepatan 40 - 60 x/menit;
5. Pastikan dada bayi bergeak naik-turun, simetris, dan tidak terlalu tinggi;
6. Lakukan penilaian VTP setelah 30 detik; dan
7. Intubasi endotraktea diperlukan jika bayi tidak berespon terhadap VTP

dengan balon dan sungkup. Lanjutkan VTP dan siapkan pemindahan bayi

ke NICU.

Gambar 2.8 Pemasangan

Sungkup
2.6.5 Kompresi Dada + VTP7,9

12
Bila setelah tindakan VTP selama 30 detik, frekuensi jantung masih <60

x/menit, maka lakukan kompresi dada yang terkoordinasi dengan vetilasi selama 3

detik. Kecepatannya adalah 3 kompresi : 1 ventilasi selama 2 detik. Kompresi

dilakukan dengan dua ibu jari atau 2 jari (telunjuk dan jari tengah). Lokasinya di

1/3 bawah sternum, di antara puting. Kompresi dilakukan sedalam 1/3 tebal

antero-posterior dada. Pastikan rekoil sempurna pada setipa kompresi. Kecepatan

kompresi 100 – 120 x/menit. Minimalkan interupsi pada kompresi hingga kurang

dari 10 detik.
Setelah 30 detik, evaluasi respon. Jika denyut jantung >60 x/menit,

kompresi dapat dihentikan dan VTP dilanjutkan hingga denyut jantung 100

x/menit dan bunyi napas efektif.

Gambar 2.9 Kompresi Dada


2.6.6 Intubasi Endotrakeal8
Indikasi:
 Menghisap mekonium dalam trakea bila

didapatkan mekonium dalam air

ketuban dan bayi tidak bugar.


 Meningkatkan efektivitas ventilasi bila setelah beberapa menit melakukan

ventilasi, balon dan sungkup tidak efektif.


 Membantu koordinasi kompresi dada dan ventilasi, serta untuk

memaksimalkan efisiensi pada setiap ventilasi.


 Memberikan obat epinefrin bila diperlukan untuk merangsang jantung

sambil menunggu akses intravena.


 Kelainan bawaan bedah, misalnya hernia diafragmatika.
 Bayi sangat kurang bulan, untuk ventilasi atau pemberian surfaktan.
Peralatan yang harus disiapkan, yaitu:
 Laringoskop dengan daun laringoskop ukuran 00, 0 atau 1.

13
Lampu cadangan dan baterai cadangan untuk laringoskop.
Pipa endotrakeal ukuran 2,5-, 3,0-, 3,5-, 4,0- mm diameter internal
Stilet
Gunting dan plester untuk fiksasi endotrakeal
Kapas alkohol
2.6.7Medikamentosa
Obat-obatan yang digunakan yaitu:.
 Epinefrin
Epinefrin sangat penting penggunaannya dalam resusitasi, terutama saat

oksigenasi dengan ventilasi dan kompresi dada tidak mendaatkan hasil yang

memuaskan. Epinefrin dapat menyebabkan vasokontriksi perifer, meningkatkan

kontraktilitas jantung, dan meningkatkan frekuensi jantung. Dosis yang digunakan

0,01 – 0,03 mg/kg yang dapat diberikan IV atau dosis yang lebih tinggi 0,03 – 0,1

mg/kg melalui pipa endotrakeal. Pemberian ini dapat diulang setiap 3 – 5 menit

sekali.
 Volume expander
Pada neonatus yang membutuhkan resusitasi, harus dipikirkan

kemungkinan terjadinya hipovolemia terutama pada neonatus dengan respon yang

tidak adekuat terhadap resusitasi yang diberikan. Volume expander yang dapat

digunakan adalah Ringer Laktat 10 ml/kg atau garam fisiologis 10 ml/kg. Semua

ini dapat diberikan secara intravena selama 5 – 10 menit.


 Naloxone hydrochloride
Merupakan antagonis opioid yang sebaiknya diberikan pada neonatus

dengan depresi napas yang tidak responsif terhadap resusitasi ventilasi yang

sebelumnya lahir dari ibu dengan mendapatkan narkotik 4 jam sebelum kelahiran.

Dosis yang diberikan 0.1 mg/kg secara IV ataupun melalui pipa endotrakeal.

Dosis ini dapat diulangi setiap 5 menit apabila dibutuhkan. Namun dalam panduan

terbaru, Naloxone tidak lagi direkomendasikan.10


 Dekstrosa
Glukosa darah sewaktu harus diperiksa setidaknya 30 menit setelah lahir

pada neonatus yang mengalami asfiksia, neonatus yang lahir dari ibu dengan

14
diabetes, atau prematur. Bolus dextrosa 10% diberikan dengan dosis 1 – 2 ml/kg

IV dan selanjutnya dapat diberikan dekstrosa 10% dengan laju 4 – 6 ml/kg/menit

(80 – 100 ml/kg/hari).


2.7 Penghentian Resusitasi
Jika resusitasi sesuai prosedur di atas sudah dilakukan selama 10 menit,

bayi tetap tidak bernapas dan jantung tidak berdenyut, pertimbangkan untuk

menghentikan resusitasi. Orang tua bayi perlu dilibatkan dalam pengambilan

keputusan untuk menghentikan resusitasi.


2.8 Perawatan Lanjutan
 Catat nilai APGAR pada menit 1 dan 5.
 Jika bayi memerlukan perawatan intensif, rujuk ke rumah sakit terdekat

yang memiliki fasilitas memadai.


 Jika bayi dalam keadaan stabil, pindahkan ke ruang neonatal. Pantau tanda

vital, sirkulasi, perfusi, status neurologi, jumlah urin, serta pemberian ASI.

Bila pemberian minum ditunda, berikan glukosa 10% IV. Lakukan uji

laboratorium seperti analisis gas darah, glukosa, dan hematokrit.


 Jika sudah tidak terdapat komplikasi selama 24 jam, bayi dirawat bersama

ibu.

15
Gambar 2.10 Algoritma Resusitasi Neonatus IDAI 2013

16
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Laporan Kasus Ibu


IDENTITAS
Nama : Ny. P
No. MR : 01.03.72.93
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bengkulu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Menikah : Menikah
Tanggal Masuk RS : 10 Januari 2019

ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berusia 32 tahun datang ke poliklinik RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 10 Januari 2019 dengan:
Keluhan Utama:
Sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien hamil anak ke dua.
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Pasien merasakan perutnya lebih besar dari usia kehamilan.
- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-).
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-).
- Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-).
- Keluar darah banyak dari kemaluan (-).
- HPHT: 29 Mei 2018, TP: 5 Maret 2019.
- Gerak anak dirasakan sejak 4 bulan yang lalu.

Riwayat Kehamilan/KB/Ginekologi:
- Pasien hamil ke-4.
- Tidak haid sejak 8 bulan lalu.
- HPHT 29 Mei 2018, TP 5 Maret 2019.

17
- Riwayat hamil muda: mual (+), muntah (-), perdarahan (-).
- Riwayat ANC: kontrol ke bidan 3x.
- Riwayat menstruasi: menarche usia 14 tahun, haid teratur, 1x tiap bulan,
lamanya 4-6 hari, 2-3x ganti pembalut setiap hari, nyeri haid (-).

Riwayat Persalinan:
- Tahun 2012, Perempuan, 2900 gr, cukup bulan, Lahir normal, hidup.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hepar, diabetes melitus, dan
hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit keturunan, penyakit
menular, dan kejiwaan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan:


- Pasien seorang ibu rumah tangga.
- Riwayat kebiasaan: merokok, minum alkohol, dan narkoba tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 110/70 BB : 65 kg
Nadi : 80x/i TB : 160 cm
Napas : 20x/i Anemis : -/-
Suhu : 36,5oC Edema :-

Kulit : teraba hangat, turgor baik


KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : normocephal
Rambut : rambut hitam dan tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

18
Telinga: tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Gigi & Mulut : karies dentis (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran kelenjar tiroid (-)
Dada : cor dan pulmo dalam batas normal
Perut : status obstetrikus
Punggung : tidak ada kelainan
Alat Kelamin : status obstetrikus
Anus : tidak dilakukan
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

Status Obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan, bekas sikatrik (-)
Palpasi : L1: teraba bagian terbesar janin
L2: teraba massa bulat, keras di sebelah kiri
teraba massa bulat, lunak, noduler di sebelah kanan
L3: teraba bagian kecil janin
L4: konvergen
Auskultasi: DJJ 120-140x/menit
Genitalia : v/u tenang, perdarahan per vaginam (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 8,7 g/dl
Leukosit : 17.640/mm3
Ht : 28%
Trombosit : 294.000/mm3

Kesan:
- Anemia sedang
- Leukositosis

19
USG
Janin hidup tunggal intrauterin
Altivitas gerak janin baik
Biometri
BPD : 8,02 cm HL : 5,51 cm
FL : 6,07 cm EFW : 3235 gr
AC : 37,36 cm HC : 27,51 cm

DJJ 138x/menit
SDAU 2,76
AFI 39,54 cm
Tampak hidrotorak, paru dan jantung terdorong ke tengah
Asites (+), Hidrokel (+)
Oedema Subkutis (+) 1,05 cm
Plasenta tebal 7,8 cm

Kesan: Gravid 32-33 minggu sesuai biometri


Janin hidup tunggal intrauterin
Hidrops fetalis
Polihidramnion

DIAGNOSIS
- G4P1A2H1 gravid 32-33 minggu + Polihidramnion + Hidrops fetalis
- Janin hidup tunggal intrauterin

TATALAKSANA
- Kontrol KU, VS, DJJ, PPV
- IVFD RL 20 tpm
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Inj Ceftriaxon 1 gr
- Inj Dexamethason 2x2 mg
- Nifedipin 3x10 mg
- Rencana SCTPP

20
14 Januari 2019, pukul 17.30
Telah dilakukan SCTPP ai Polihidramnion + Hidrops Fetalis, lahir bayi:
BB : 3250 gr PB : 40 cm
JK : Laki-laki A/S : 3/4
Plasenta lahir lengkap.

Keadaan Ibu Setelah Melahirkan


Ibu dirawat di bagian HCU Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 64x/menit, napas 20 x/menit, dan suhu 36,5oC.

21
Laporan Kasus Bayi
Telah lahir bayi laki-laki pada tanggal 14 Januari 2019, 17.42 dengan berat
lahir 3250 gram, panjang badan 40 cm, A/S 3/4, lahir SCTPP atas indikasi ibu
G4P1A2H1 dengan Polihidramnion + Hidrops Fetalis. Bayi tidak menangis saat
lahir, anak tampak membiru dan tidak berkurang dengan pemberian oksigen. Anak
tampak sembab diseluruh tubuh, akral teraba dingin. BAK belum ada, mekonium
belum keluar.
Bayi tampak sakit berat dengan HR: 76x/menit, RR: 40-60x/menit (VTP
Manual), T: 37’C dan saturasi O2: 29-45%. Kulit teraba dingin, cutis marmorata
(+). Mata, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, udem palpebra (+). Pada
pemeriksaan thoraks, gerakan nafas tidak tampak dan suara nafas tidak ada,
jantung didapatkan irama teratur, bising tidak ada. Pada pemeriksaan abdomen
teraba keras, distensi (+), asites (+), bising usus tidak terdengar. Ekstremitas
didapatkan akral dingin CRT > 2 detik, udem (+), tonus otot jelek. Pada genitalia
didapatkan hidrokel (+).

Alur resusitasi:
Tidak langsung menangis lahir
Tonus otot jelek

Langkah awal: menjalankan pencatat waktu
- Letakkan bayi di Infant warmer, hangatkan
- Posisikan, bersihkan jalan napas
- Keringkan, stimulasi 60 detik

Tidak nafas
Tidak langsung menangis
Tonus jelek
Nadi < 100 x/menit

- Berikan VTP 40-60x / menit

22
Dada kurang mengembang
Sungkup sudah rapat
SaO2 30-35%
Nadi <100x/menit

Intubasi ETT 3,0 beri FiO2 21%

Nafas megap megap
Nadi <100x/menit
SaO2 30-40%
CRT > 2 detik

- Loading NaCl 0,9% 60 cc dalam 30 menit, naikkan FiO2 35%

Nadi <100x/menit
SaO2 30-40%
CRT >2 detik

Adrenalin 0,3-0,5 cc IV (1:10.000) diulang tiap 10 menit bila nadi
<100x/menit
Naikkan FiO2 50%

Anak megap-megap
Nadi >100x/menit
SaO2 30-40%

Naikkan FiO2 100%

Anak tidak bernafas
Nadi <100x/menit
SaO2 30-40%

23
Adrenalin 0,3-0,5 cc IV diulang tiap 10-15 menit

Anak tidak ada napas
Tidak ada bunyi jantung

Skor APGAR bayi:

Tanda 0 1 2 Jumlah
Frekuensi [] () Tidak ada [V] () <100 [] (X) >100 1 2
Jantung
Usaha [V] () Tidak ada [] (X) Lambat [] () Menangis kuat 1 1
Bernafas
Tonus Otot [V ] () Lumpuh [] (X) Ekstremitas [] () Gerakan aktif 0 0
sedikit fleksi
Refleks [] () Tidak bereaksi [V] (X) Gerakan [] () Reaksi melawan 0 0
sedikit
Warna [] () Biru–pucat [V] (X) Badan [] () Kemerahan 1 1
Kulit kemerahan, tangan/
kaki kebiruan

Kesan: APGAR skor 3/4.

Bayi diberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular. Bayi diselimuti


kembali dengan menggunakan kain yang membentuk “bedongan”. Setelah
tindakan resusitasi dan asuhan bayi baru lahir selesai, bayi dirawat di NICU.

Diagnosis : NBBLC 3250 gram + Respiratory distress ec Susp Efusi Pleura


ec Multiple Anomali Kongenital + Asites Masif ec hydrops fetalis + Sectio
delivery affected by mother condition + Syok Hipovolemik.

24
Tatalaksana :
VTP Manual 40-60x/menit
IVFD PG1 60cc/kg/hr
Loading cairan NaCl 0,9% 60 cc dalam 30 menit
Intubasi
Analisis Gas Darah
Ro Thoraks

25
BAB 4

DISKUSI

Seorang bayi dengan berat badan lahir 3250 gram telah dilahirkan secara

SCTPP atas indikasi ibu G4P1A2H1 dengan polihidramnion dan hydrops fetalis.

Setiap persalinan di RSUP Dr. M. Djamil Padang, baik secara pervaginam atau

sectio caesarea, selalu dipersiapkan alat dan perlengkapan untuk resusitasi bayi

baru lahir. Hal ini bertujuan sebagai upaya untuk mencegah dan mengatasi

penyebab utama kematian bayi baru lahir. Beberapa menit bila bayi baru lahir

tidak segera bernafas, bayi akan menderita kerusakan otak atau bahkan

meninggal.

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur

pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Masalah ini berkaitan dengan

keadaan ibu, bayi, dan tali pusat. Keadaan ibu dapat berupa preeklampsia dan

eklampsia, perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta), partus

lama, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TB, HIV),

kehamilan post matur. Keadaan bayi dapat berupa bayi prematur, persalinan sulit

(letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep), kelainan

kongenital, air ketuban bercampur mekonium. Keadaan tali pusat dapat berupa

lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolaps tali pusat. Pada kasus

ini, ibu hamil belum cukup bulan dengan permasalahan terdapat cairan di rongga

toraks janin pada saat dilakukan pemeriksaan USG. Berdasarkan hal tersebut,

pasien mempunyai risiko untuk mengalami asfiksia neonatorum saat lahir.

Dalam mengantisipasi terjadinya asfiksia neonatorum pada kasus ini,

sebelum sectio caesarea dilakukan, bagian obgyn dan bagian perina RSUP Dr. M.

26
Djamil Padang sudah mempersiapkan alat-alat resusitasi, berupa infant warmer,

suction dan kateter penghisap (ukuran 5 atau 6 Fr), kain 3 helai, oksigen dan

selang, sungkup bayi, laringoskop, NGT nomor 8, ETT, epinefrin 1:1000, balon

resusitasi, dan CPAP. Persiapan alat dan bahan resusitasi ini sudah sesuai dengan

persiapan yang seharusnya.

Segera setelah bayi lahir langsung dilakukan penilaian awal terhadap bayi,

yaitu dengan menilai apakah kehamilan cukup bulan, air ketuban jernih dan tidak

terkontaminasi mekonium, bayi bernafas adekuat atau menangis, dan tonus otot

bayi. Pada kasus ini didapatkan bayi belum cukup bulan, lahir tidak langsung

menangis, tonus otot jelek, ketuban jernih, maka yang dilakukan adalah

melakukan penilaian dan perawatan bayi baru lahir seperti memberi kehangatan,

membersihkan jalan nafas, mengeringkan badan bayi, sambil menilai skor

APGAR dan berikan tatalaksana yang sesuai.

Penilaian awal pada kasus ini didapatkan bayi tidak menangis langsung,

tonus otot jelek, kulit tampak kebiruan walau telah diberikan rangsangan pada

telapak kaki dan dada, kemudian bayi diberikan ventilasi tekanan positif. Nilai

kembali selama 30 detik, bayi masih belum menangis, kulit tampak kebiruan,

heart rate <100x/menit, lalu diberikan kembali ventilasi tekanan positif. Dinilai

kembali selama 30 detik, didapatkan dada kurang mengembang, sungkup sudah

rapat dengan saturasi O2 berkisar 30-35%, nadi <100x/menit, bayi di pasang ETT

dengan pemberian fraksi oksigen 21%. Nilai kembali selama 30 detik, nafas

megap-megap, CRT > 2 detik, saturasi belum naik, nadi <100x/menit, loading

NaCl 0,9% 60 cc dalam 30 menit dan di injeksi adrenalin 0,3-0,5 cc IV. Dinilai

kembali, anak tampak megap-megap dengan nadi >100x/menit, saturasi oksigen

27
30-40%, kemudian FiO2 dinaikkan menjadi 100%. Bayi diberikan suntikan

vitamin K1 1 mg intramuskular, kemudian bayi diselimuti kembali dengan

menggunakan kain yang membentuk “bedongan”. Setelah tindakan resusitasi dan

asuhan bayi baru lahir selesai, bayi dirawat di NICU.

Skor APGAR pada 1 menit pertama adalah 3 yang menandakan adanya

asfiksia berat pada bayi, dan pada menit kelima adalah 4. Bersamaan dengan

menilai skor APGAR, bayi juga dilakukan penghisapan lendir di jalan napas

dengan menggunakan suction. Setelah penilaian awal, bayi diletakkan di atas

tempat yang rata dan datar dan di ruangan yang hangat dan tenang. Kemudian,

tubuh bayi dikeringkan dengan kain. Jalan napas bayi dipastikan sudah bersih

hingga bayi bernapas adekuat dan bisa menangis kencang sehingga tidak

dilakukan pengisapan lendir kembali. Bayi diberikan rangsangan taktil dengan

menepuk dan menyentil telapak kaki, menggosok punggung, perut, dada atau

tungkai bayi Mengeringkan tubuh bayi pada dasarnya adalah tindakan

rangsangan. Untuk bayi yang sehat, prosedur tersebut sudah cukup guna

merangsang upaya bernafas, akan tetapi untuk bayi dengan asfiksia, mungkin

belum cukup sehingga perlu dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang upaya

bernafas. Namun setelah dilakukan observasi, keadaan tubuh bayi belum

sepenuhnya merah, sehingga dipertimbangkan pemberian suplementasi oksigen,

yang seharusnya diikuti dengan pemantauan SpO2.

Perawatan tali pusat dilakukan dengan memotong tali pusat dan diikat

menggunakan benang steril. Bayi diberikan suntikan vitamin K1 1 mg

intramuskular. Bayi diselimuti kembali dengan menggunakan kain yang

membentuk “bedongan” dimana seluruh tubuh bayi diselimuti kecuali wajah. Hal

28
ini bertujuan untuk memberikan kehangatan pada bayi. Setelah semua prosedur

resusitasi neonatus pada asuhan persalinan normal selesai, dilakukan penilaian

keadaan bayi kembali yaitu denyut jantung, frekuensi napas, dan geraknya.

Pemeriksaan fisik juga dilakukan seperti berat badan, panjang badan, lingkar

kepala, dan jenis kelamin.

Setelah semua tindakan di atas selesai, sebaiknya dilakukan IMD (Inisiasi

Menyusu Dini). IMD bermanfaat untuk membantu stabilisasi pernapasan,

mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator,

menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi

nosokomial. Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang dan

didapat pola tidur yang baik. Syarat melaksanakan IMD meliputi syarat untuk ibu

yang melahirkan dan bayi yang dilahirkannya. Syarat bagi bayi adalah bayi

langsung menangis dimana hal ini berarti jalan napas bayi sudah bagus dan bayi

tampak bugar. Syarat bagi ibu tidak ada persyaratan khusus, semua jenis

persalinan dapat melaksanakan IMD, baik pervaginam, dibantu vakum, atau pun

sectio caesarea. Namun, dalam melakukan IMD, ibu juga sebaiknya dalam

keadaan bugar dan sehat sehingga dapat membantu bayi dalam melakukan IMD.

Namun pada kasus ini, bayi dirawat di NICU dan ibu di kamar rawatan setelah

melahirkan sehingga antara bayi dan ibu belum bisa dilakukan rawat gabung.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Acuan Pelatihan Klinik


Asuhan Persalinan Normal: Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan bayi Baru Lahir.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asfiksia Neonatorum. In: Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2013. p. 272–6.
3. Wiswell T. Neonatal Resuscitation: Respiratory Care. 2003;48(3).
4. World Health Organization. Buku Saku Kesehatan Anak Indonesia. World
Health Organization; 2013.
5. Hidayat A. Asfiksia neonatorum. In: Pengantar ilmu kesehatan anak.
Jakarta: Salemba Medika; 2008. p. 128–9.
6. Wyckoff M, et al. Part 13: Neonatal Resuscitation: 2015 American Heart
Association Guidelines Update for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. Circulation. 2015;132(18
Suppl 2):543–60.
7. American Heart Association. Newborn. 2015 Handbook of Emergency
Cardiovascular Care for Healthcare Providers. 2015. 73-76 p.
8. American Heart Association. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. 2007.
9. Atkins D, et al. Part 11: Pediatric Basic Life Support and Cardiopulmonary
Resuscitation Quality: 2015 American Heart Association Guidelines
Update for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular
Care. Circulation. 2015;132(19 Suppl 2):519–25.
10. Kattwinkel J, et al. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(18 Suppl 3):909–19.

30

Anda mungkin juga menyukai