Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

KERACUNAN GLIFOSAT

Oleh:

M. Alif Qisthi Abi Rafdhi 1740312274

Preseptor:

dr. Djunianto, Sp.PD

ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LUBUK BASUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1. Latar Belakang...................................................................................................3
1.2. Tujuan Penulisan................................................................................................4
1.3. Metode Penulisan...............................................................................................4
1.4. Batasan Masalah.................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5
2.1. Epidemiologi......................................................................................................5
2.2. Patofisiologi.......................................................................................................5
2.3. Tanda dan Gejala................................................................................................6
2.4. Tata Laksana.......................................................................................................8
2.4.1. Preventif.....................................................................................................8
2.4.2. Pertolongan Pertama...................................................................................8
2.4.3. Stabilisasi...................................................................................................9
2.4.4. Dekontaminasi..........................................................................................10
2.4.5. Antidotum................................................................................................10
2.4.6. Eliminasi..................................................................................................10
2.4.7. Emulsi Lemak Intravena...........................................................................10
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................................12
BAB 4 DISKUSI.............................................................................................................20
BAB 5 KESIMPULAN..................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau

mematikan tumbuhan. Salah satu jenis herbisida yang digunakan pada pertanian

dan perkebunan adalah glifosat. Glifosat atau N-(phosphonomethyl)-glycine

digunakan untuk mengendalikan tanaman yang tidak diinginkan dan bekerja

secara tidak selektif. Pada tanaman, glifosat diabsorbsi oleh daun dan dengan

cepat didistribusikan ke seluruh bagian tanaman 1,2. Glifosat akan mengganggu

pembentukan enzim yang spesifik, yaitu asam sikimat (Shikimic Acid Pathway)

yang penting dalam pembentukan protein dan pertumbuhan tanaman. Struktur

kimi glifosat ditunjukkan seperti pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Struktur kimia glifosat

Pada umumnya, glifosat yang tersedia pada produk pertanian berbentuk

garam amonium dimetilamin, isopropilamin, atau kalium. Beberapa sediaan hanya

mengandung glifosat dalam bentuk garamnya dan beberapa sediaan yang lain

3
mengandung surfaktan3. Glifosat merupakan golongan asam fosfonik asiklat atau

organofosfonat.2

Pada kasus keracunan yang dilaporkan ke Sentra Informasi Keracunan

pada tahun 2010 – 2014 terdapat 119 kasus yang umumnya korban keracunan

karena penyalahgunaan dengan meminum cairan produk herbisida yang

mengandung glifosat.2

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Case Report Session ini adalah menambah pengetahuan

dan pemahaman mengenai keracunan glifosat

1.3. Metode Penulisan

Metode penulisan Case Report Session ini adalah tinjauan teori dari

berbagai kepustakaan, laporan kasus dari pasien keracunan glifosat, serta

pembahasan antara teori yang ada dengan kasus yang didapatkan.

1.4. Batasan Masalah

Batasan masalah Case Report Session ini adalah keracunan glifosat.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi

Pada kasus keracunan yang dilaporkan ke Sentra Informasi Keracunan

pada tahun 2010 – 2014 terdapat 119 kasus yang umumnya korban keracunan

karena penyalahgunaan dengan meminum cairan produk herbisida yang

mengandung glifosat.2

2.2. Patofisiologi

Glifosat dalam bentuk murni memiliki toksisitas rendah, tetapi pada suatu

produk selalu ada bahan-bahan lain yang dapat membantu kerja glifosat agar

dapat masuk ke dalam metabolisme tanaman. Bahan-bahan lain tersebut dapat

membuat suatu produk glifosat menjadi lebih toksik.3

Salah satunya, pada produk yang mengandung surfaktan dapat memiliki

efek toksik yang lebih besar daripada glifosatnya dan kombinasi keduanya dapat

menyebabkan toksisitasnya meningkat.4 Sebagian besar sediaan glifosat

mengandung surfaktan3. Salah satu surfaktan yang sering digunakan dalam

formulasi glifosat adalah POEA (Polyoxyethyleneamine). POEA merupakan

senyawa campuran (bukan surfaktan tunggal) yang kandungannya tidak

dipublikasikan. Surfaktan POEA yang digunakan dalam sebuah formulasi glifosat

dapat berbeda dari formulasi glifosat lain walaupun diproduksi oleh produsen

yang sama.5

5
Glifosat mengandung karbon dan fosfor. Namun tidak seperti pestisida

golongan organofosfit, glifosat tidak memiliki efek antikolinesterase dan efek

pada sistem saraf pusat.6

Pada manusia toksisitas berkurang karena tidak adanya pembentukan

asam sikimat (Shikimic Acid Pathway). Mekanisme toksisitas glifosat pada

mamalia dimungkinkan disebabkan oleh pemutusan suatu rangkaian dari proses

fosforilasi oksidatif.7

2.3. Tanda dan Gejala

Glifosat masuk ke dalam tubuh jika kontak dengan produk yang

mengandung glifosat melalui kulit, mata atau ketika menghirup glifosat pada saat

menggunakannya. Beberapa kasus keracunan terjadi secara disengaja, korban

dengan sengaja menelan glifosat dengan maksud untuk bunuh diri.3

Pada penelitian yang dilakukan pada 600 pasien keracunan glifosat,

mayoritas menelan formula konsentrat, dengan 27% di antaranya asimtomatik,

64% menimbulkan gejala minor, dan 5.5% menimbulkan gejala keracunan sedang

sampai berat. Kasus fatal sebanyak 3,2% dengan waktu median mortalitas adalah

20 jam. Jumlah bahan, konsentrasi, dan usia tua memengaruhi mortalitas.8

Konsumsi larutan produk domestik dalam jumlah kecil biasanya hanya

menimbulkan gangguan gastrointestinal ringa, seperti mual, muntah, dan diare.

Formula dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat menimbulkan korosi dan luka

pada saluran gastrointestinal, seperti esofagitis dan gastritis. Muntah dan diare

berat dapat menimbulkan kehilangan cairan berat.8

6
Gejala respirasi dapat berupa sesak napas, takipnea, batuk, dan

bronkospasme. Sesak napas dapat terjadi karena pneumonitis aspirasi dan

perkembangan edema pulmonar nonkardiak atau sindrom gangguan napas akut.

Pada kasus berat, ventilasi mekanik mungkin diperlukan.8

Konsumsi dalam jumlah besar dapat menimbulkan gejala yang lebih berat

berupa hipotensi, serta gangguan ginjal dan hepar. Hipotensi terjadi karena efek

kardiotoksik langsung dan hipovolemia karena kehilangan cairan. Hal ini sering

terjadi pada pasien dengan keracunan berat. Takikardia dapat timbul dan

perubahan segmen ST dan blok AV pada EKG dapat terjadi. Hipotensi yang

resisten terhadap terapi cairan dan inotropik sering terjadi pada kasus berat.8

Pada kasus berat, kejang dan penurunan kesadaran juga dapat terjadi.

Begitu pula dengan asidosis metabolik yang dapat ditata laksana sesuai

protokolnya. Mortalitas biasanya terjadi dalam tiga hari pertama, biasanya pada

hari pertama. Mortalitas terlambat juga dapat terjadi.8

Pada manusia, glifosat tidak mudah melewati kulit. Glifosat yang diserap

atau tertelan akan melewati tubuh relatif cepat (glifosat tidak lagi terdeteksi pada

plasma setelah 12 jam).9,10 Sebagian besar glifosat meninggalkan tubuh dalam

bentuk urin dan feses tanpa diubah menjadi bentuk kimia yang lain. 9 Glifosat

sangat sulit diabasorbsi oleh tubuh dan diekskresikan tanpa mengubah

bentuknya.11

7
2.4. Tata Laksana
2.4.1. Preventif3

Pada umumnya pencegahan keracunan glifosat dapat dilakukan dengan

beberapa cara sebagai berikut:

 Gunakan pakaian pelindung, termasuk sarung tangan, masker, dan

kacamata pada saat menyemprot atau menggunakan glifosat.


 Sebelum digunakan, baca label kemasan dengan teliti tentang cara

penggunaan, penyimpanan, dan peringatan resiko bahayanya.


 Jangan simpan wadah kemasan bersama atau dekat dengan makanan atau

minuman.
 Jangan sekali-sekali memindahkan glifosat dari kemasan asli ke wadah

bekas makanan atau minuman.


 Jaga label pada kemasan tetap utuh agar dapat dibaca hingga glifosat

dalam kemasan habis.


 Simpan wadah kemasan pada tempat yang aman, tidak terjangkau anak-

anak, dan di tempat yang teduh dan kering.


 Setelah menggunakan glifosat, cuci tangan dan semua anggota tubuh

lainnya (yang terpapar glifosat pada saat menggunakan).


2.4.2. Pertolongan Pertama3

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan apabila terpapar dengan

glifosat adalah sebagai berikut:

 Tertelan

8
Jangan lakukan induksi muntah. Jangan berikan apapun melalui mulut

pada korban yang tidak sadarkan diri. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas

kesehatan terdekat.

 Kontak dengan Kulit

Segera tanggalkan pakaian, perhiasan, dan sepatu yang terkontaminasi.

Irigasi kulit, kuku, dan rambut menggunakan sabun dan air yang banyak sampai

dipastikan tidak ada bahan kimia yang tertinggal, sekurangnya selama 15 – 20

menit. Bila perlu segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.

 Kontak dengan Mata

Irigasi mata dengan air yang banyak, sekurangnya selama 15 – 20 menit

dengan sesekali membuka kelopak mata bagian atas dan bawah sampai dipastikan

tidak ada lagi bahan kimia yang tertinggal. Segera bawa ke rumah sakit atau

fasilitas kesehatan terdekat.

 Terhirup

Pindahkan korban ke tempat berudara segar. Berikan pernapasan buatan

jika dibutuhkan. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.

2.4.3. Stabilisasi
 Bantuan hidup dasar (ABC Life Support)
 Pertahankan tanda-tanda vital
 Pada korban dengan hipotensi, dapat diberikan NaCl 0,9% 10 ml/kg

intravena selama 5-10 menit. Jika tekanan darah belum kembali normal,

maka berikan lagi NaCl 0,9% 10 ml/kg intravena selama 5-10 menit. 3 Pada

kasus berat, agen inotropik dapat diberikan.8


2.4.4. Dekontaminasi3

9
Dekontaminasi menggunakan arang aktif dianjurkan diberikan, yaitu:

 Anak: untuk semua insiden tertelan glifosat pekat (konsentrasi >5%)


 Dewasa: glifosat yang tertelan lebih dari 30 – 40 ml glifosat pekat

(konsentrasi >5%).

Dosis pemberian arang aktif sebagai berikut:

 Anak: 1 – 2 gram/kg per oral


 Dewasa: 50 – 100 gram per oral
2.4.5. Antidotum

Tidak ada antidot spesifik untuk keracunan glifosat.

2.4.6. Eliminasi

Eliminasi pada keracunan glifosat dengan melakukan hemodialisis.

Hemodialisis efektif menghilangkan glifosat dalam darah.8

2.4.7. Emulsi Lemak Intravena

Emulsi lemak intravena (IFE) telah digunakan dalam manajemen toksisitas

anestesi lokal yang berat, calcium channel blockers, antidepresan trisiklik dan

beta blocker. Mekanisme toksisitas glifosat surfaktan yang terjadi pada mamalia

adalah melalui pelepasan fosforilasi oksidatif dan glifosat yang langsung sebagai

kardiotoksisitas. Sebuah penelitian oleh Han et al.12 menunjukkan efektivitas IFE

pada pasien keracunan berat yang refrakter terhadap inotropik menunjukkan

perbaikan setelah pemberian IFE dan sembuh tanpa adanya sekuele. Mekanisme

kerja IFE mungkin disebabkan oleh penurunan konsentrasi serum komponen

POEA surfaktan bebas dari glifosat surfaktan (yang lebih lipofilik) dengan

eliminasi yang dibentuk oleh IFE, sehingga menurunkan toksisitas kardiovaskular.

10
Paparan glifosat dapat diukur dalam darah atau urin dengan kromatografi gas dan

kromatografi cair.

11
BAB 3

LAPORAN KASUS

 Anamnesis
o Identitas Pasien
 Nama : Ny. A
 Usia / Tanggal Lahir : 64 tahun / 15 Oktober 1954
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Status Pernikahan : Menikah
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Petani
 Alamat : Padang Tagak
 Tanggal Masuk : 30 September 2018
o Keluhan Utama

Pasien meminum racun rumput ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit

o Riwayat Penyakit Sekarang



Pasien meminum racun rumput Roundup (berisi

glifosat) ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit sebanyak

1 teguk. Pasien langsung diberi minum susu setelah

keluarga mengetahui pasien meminum racun.



Pasien muntah beberapa saat setelah minum racun

rumput, warna kekuningan, berisi apa yang dimakan,

sebanyak setengah gelas.



Pasien mengalami nyeri menelan, rasa seperti terbakar,

sulit untuk makan dan minum.



Pasien mengalami diare saat berada di rumah sakit,

konsistensi cair, warna kekuningan, frekuensi 5 x / hari.



Penurunan kesadaran tidak ada, kejang tidak ada.

Sesak napas tidak ada, batuk tidak ada.

BAK warna dan jumlah normal.
o Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat DM disangkal

Riwayat PJK disangkal

12

Riwayat penyakit ginjal disangkal
o Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien

 Pemeriksaan Fisik

KU Kes TD Nd Nf T
Sedang CMC 120/90 82 24 Af
o Kulit : warna sawo matang; efloresensi (-); pigmentasi (-);

jaringan parut (-); pertumbuhan rambut (N); Suhu raba hangat,

lembab; turgor baik, ikterus (-), edema (-).


o Kepala : ekspresi muka eutim, simteris; rambut hitam, tebal,

uban; nyeri tekan saraf (-), deformitas (-).


o Mata : eksoftalmus -/-; tekanan bola N(P)/N(P); kelopak

edema -/-, hematom -/-; konjungtiva anemis -/-; sklera ikterik

-/-; kornea bening; pupil Rc +/+, Ø 2 – 3/2 – 3 mm; lensa

jernih.
o Telinga : lubang lapang/lapang; cairan -/-; nyeri tekan

prosesus mastoideus -/-; mukosa hiperemis -/-, edema -/-.


o Hidung : deformitas -/-; septum deviasi -/-; ingus -/-;

mukosa hiperemis -/-, edema -/-; penyumbatan -/-; perdarahan

-/-.
o Mulut : Bibir basah; bau pernapasan (N); palatum (N);

perdarahan gusi (-); mukosa hiperemis (+), edema (-); lidah di

tengah; tonsil T1-T1.


o Leher : pembesaran KGB (-); kelenjar tiroid (N); JVP 5 –

1 cmH2O; kaku kuduk (-); trakhea di tengah; tumor (-).


o Paru :

Inspeksi : gerakan simetris; jenis pernapasan (N),

Palpasi : fremitus simetris

Perkusi : sonor di semua lapang paru

13

Auskultasi : suaran napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
o Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di LMCS RIC V

Perkusi : batas kiri LMCS RIC V, kanan LSD, atas

RIC II

Auskultasi : irama reguler, frekuensi (N), bising (-)

o Abdomen

Inspeksi : buncit (-)

Palpasi : hepar tidak teraba; lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) meningkat
o Alat kelamin : tidak diperiksa
o Anus dan rektum : tidak diperiksa
o Ekstremitas : tremor -/-; luka -/-; skar -/-; varises -/-;

suhu raba hangat; CRT < 2 “; edema -/-


o Refleks : fisiologis ++/++; patologis -/-

 Pemeriksaan Penunjang
o EKG

14
Gambar 3.1 EKG pasien


Kesan : HR 82x/’, SR, Axis (N), P wave 0,12s, PR

interval 0,23s, QRS duration 0,08s, ST segment (N), T

wave (N), LVH (-), RVH (-)



Interpretasi: blok AV derajat I
o Hematologi

Hemoglobin : 13,0 g/dL

Leukosit : 7.500/mm3

Eritrosit : 4.650.000/mm3

Trombosit : 355.000/mm3

Hematokrit : 39%
o Kimia Klinik

Gula darah sewaktu : 204 mg/dL

SGOT : 23 µ/L

SGPT : 13 µ/L

Ureum : 32 mg/dL

Kreatinin : 0,8 mg/dL

15
o Foto Toraks

16
Gambar 3.2 Foto toraks pasien


Kesan : Trakhea di tengah, jantung: CTR <0,5,

aorta dan mediastinum superior tidak melebar, kedua

hilus tidak menebal / melebar, corakan bronkovaskular

17
dalam batas normal, kedua sinus kostofrenikus lancip,

kedua diafragma licin, tidak tampak infiltras dan nodul

di kedua lapang paru.



Interpretasi: Kedua paru dalam batas normal
 Diagnosis Kerja
o Intoksikasi racun rumput (glifosat)
o Percobaan bunuh diri
 Tata Laksana
o IVFD NaCl 0,9% 30 tpm
o Lansoprazol 2 x 1 amp
o Sucralfat 4 x cth II
o Inj Ceftriaxone 1 x 2 g
o Inj Dexamethasone 2 x 1 amp
o Puasa sementara
o Observasi tanda vital

18
BAB 4

DISKUSI

Pasien perempuan, usia 64 tahun datang dengan keluhan utama meminum

racun rumput ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien meminum racun rumput

Roundup (berisi glifosat) sebanyak 1 teguk. Keluarga langsung memberi minum

susu kepada pasien setelah mengetahuinya meminum racun. Pasien muntah

beberapa saat setelah minum racun rumput, warna kekuningan, berisi apa yang

dimakan, sebanyak setengah gelas. Pasien mengalami nyeri menelan, rasa seperti

terbakar, sulit untuk makan dan minum. Pasien mengalami diare saat berada di

rumah sakit, konsistensi cair, warna kekuningan, frekuensi 5 x / hari. BAK warna

dan jumlah normal. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran, kejang, sesak

napas, dan batuk. Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.

Riwayat penyakit kronis disangkal. Keluarga pasien tidak mengalami hal yang

serupa dengan pasien.

Gejala yang umum terjadi pada keracunan glifosat adalah efek korosif

pada gastrointestinal, mulut, tenggorokan, serta nyeri epigastrium dan disfagia.

Selain itu, dapat terjadi gangguan ginjal dan hati. Gangguan pernapasan,

gangguan kesadaran, edema paru, syok, aritmia, gagal ginjal yang memerlukan

hemodialisis, asidosis metabolik dan hiperkalemia dapat muncul pada kasus

keracunan berat.13 Gejala lain yang dapat terjadi akibat menelan produk yang

mengandung glifosat dapat mengakibatkan peningkatan air liur, mual, muntah dan

diare. Dilaporkan juga adanya kematian akibat menelan produk glifosat secara

sengaja.9

19
Pada pasien, didapatkan gejala korosif pada gastrointestinal berupa

muntah dan disfagia. Gejala lain yang terjadi pada pasien adalah diare. Pasien

tidak mengalami gejala lain yang berat karena jumlah glifosat yang tertelan hanya

sedikit.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kelainan berupa dinding belakang

faring hiperemis dan auskultasi abdomen terdengar bising usus meningkat. Hal ini

sesuai dengan gejala yang terjadi pada keracunan glifosat. Dinding belakang

faring hiperemis menandakan efek korosif pada gastrointestinal karena glifosat.

Auskultasi abdomen meningkat dan keluhan diare juga merupakan salah satu dari

gejala keracunan glifosat.8

Pada pemeriksaan penunjang, EKG menunjukkan blok AV derajat I. Hal

ini terjadi karena efek toksisitas glifosat langsung ke jantung yang dapat

menyebabkan blok AV derajat I.8 Pada pemeriksaan kimia klinik, didapatkan

glukosa darah sewaktu meningkat. Diperlukan pemeriksaan glukosa darah ulang,

berupa tes toleransi glukosa oral untuk memastikan kembali kenaikan glukosa.

Diagnosis kerja yang ditegakkan pada pasien adalah intoksikasi glifosat

dan percobaan bunuh diri. Intoksikasi glifosat dan percobaan bunuh diri

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yang dilakukana pada pasien. Beberapa kasus keracunan terjadi secara

disengaja, korban dengan sengaja menelan glifosat dengan maksud untuk bunuh

diri.3

Tata laksana yang dilakukan pada pasien bersifat suportif dan simtomatik. 8

IVFD NaCl 0,9% 30 tpm diberikan untuk mengganti cairan yang hilang dari

20
muntah dan diare. Pemberian IVFD NaCl 0,9% merupakan tata laksana suportif

pada pasien.

Lansoprazole merupakan inhibitor pompa proton yang berikatan dengan

ATPase penukar H+/K+ di sel parietal lambung sehingga menekan sekresi asam

lambung. Sucralfate diberikan untuk membentuk kompleks yang berikatan dengan

ulkus lambung sehingga memproteksi ulkus lambung dari asam lambung, pepsin,

garam empedu dan diharapkan ulkus dapat sembuh. Dexamethasone diberikan

untuk menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi PMN dan menurunkan

permeabilitas kapiler; menstabilkan sel dan membran lisosom, meningkatkan

sintesis surfaktan, meningkatkan kosentrasi serum vitamin A, dan menghambat

prostaglandin dan sitokin proinflamasi; menekan proliferasi limfosit melalui

sitolisis langsung, menghambat miosis, memecah agregat granulosit, dan

memperbaiki mikrosirkulasi pulmonar. Lansoprazole, Sucralfate, dan

Dexamethasone merupakan terapi simtomatik efek korosif pada saluran

gastrointestinal. Selain itu, pasien juga dipuasakan sementara untuk memberikan

waktu pemulihan pada saluran gastrointestinal dari efek korosif glifosat.

Ceftriaxone merupakan antibiotik sefalosporin generasi ketiga spektrum

luas. Ceftriaxone diberikan sebagai profilaks infeksi yang mungkin timbul dari

efek korosif glifosat pada saluran gastrointestinal.

Pasien juga diawasi tanda vital untuk memastikan gejala telat yang muncul

dari efek glifosat dapat ditata laksana segera. Selain itu, mortalitas biasanya terjadi

dalam tiga hari pertama, biasanya pada hari pertama. Mortalitas terlambat juga

dapat terjadi.8

21
BAB 5

KESIMPULAN

Keracunan glifosat umumnya terjadi karena penyalahgunaan dengan

meminum cairan produk herbisida yang mengandung glifosat.2 Beberapa kasus

keracunan terjadi secara disengaja, korban dengan sengaja menelan glifosat

dengan maksud untuk bunuh diri.3

Glifosat dalam bentuk murni memiliki toksisitas rendah, tetapi pada suatu

produk selalu ada bahan-bahan lain yang dapat membantu kerja glifosat agar

dapat masuk ke dalam metabolisme tanaman. Bahan-bahan lain tersebut dapat

membuat suatu produk glifosat menjadi lebih toksik.3

Gejala yang dapat timbul setelah konsumsi glifosat dapat asimtomatik,

ringan, sedang, berat, bahkan sampai kematian. Jumlah bahan, konsentrasi, dan

usia tua memengaruhi gejala yang timbul dari keracunan glifosat.8

Tata laksana yang diberikan pada keracunan glifosat bersifat suportif dan

simtomatik karena tidak ada antidotum untuk keracunan glifosat.8 Langkah

preventif merupakan upaya kesehatan yang perlu ditingkatkan untuk menghindari

keracunan glifosat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. European Food Safety Authority. Reasoned opinion on the import tolerance

for glyphosate in genetically modified oilseed rape. EFSA J.

2013;11(11):3456.

2. Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan.

GLIFOSAT. Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia; 2014.

3. Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kenali Herbisida yang

Anda Gunakan: Glifosat. Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia; 2016.

4. Cox C. Glyphosate, Part 1: Toxicology. J Pestic Reform. 1995;15(3).

5. Durkin P. Glyphosate: Human Health and Ecological Risk Assessment

Final Report. 2011.

6. Beswick E, Millo J. Fatal Poisoning with GlyphosateSurfactant Herbicide.

J Intensive Care Soc. 2011;12(1):37–9.

7. Mahendrakar K, Venkategodwa P, Rao S, Mutkule D. Glyphosate surfactant

herbicide poisoning and management. Indian J Crit Care Med.

2014;18(5):74–6.

8. Thompson J. Glyphosate. In: Bateman D, Jefferson R, Thomas S,

Thompson J, editors. Oxford Desk Reference: Toxicology. Oxford: Oxford

University Press; 2014. p. 309–10.

9. National Pesticide Information Center. Glyphosate general fact sheet.

23
National Pesticide Information Center; 2015. p. 1–3.

10. Hoffman R, Howland M, Lewin N, Nelson L, Goldfrank L. Goldfrank’s

Toxicologic Emergencies. 9th ed. The McGraw-Hill; 2011. 1507-1509 p.

11. Tu M, Hurd C, Robison R, Randall J. GLYPHOSATE. In: Weed Control

Methods Handbook, The Nature Conservancy. 2001. p. 7e.1-7e.10.

12. Han S, Jeoung J, Yeom S, Ryu J, Park S. Use of a lipid emulsion in a

patient with refractory hypotension caused by glyphosate-surfactant

herbicide. Clin Toxicol. 2010;(48):566–8.

13. Bradberry S, Proudfoot A, Vale J. Glyphosate poisoning. Toxicol Rev.

2004;23(3):159–67.

24

Anda mungkin juga menyukai