ENSEFALITIS IN CHILDREN
Definisi
Ensefalitis
Peradangan pada otak. Merupakan diagnosis patologis,
tetapi beberapa marker klinik/pencitraan dapat memberikan
bukti terdapatnya inflamasi
Kneen R, Michael BD, Menson E, et al. Management of suspected viral encephalitis in children
association of British neurologists and British paediatric allergy, Immunology and Infection Group
National Guidelines. J Infect 2012; 64: 449-77
Ensefalitis
Venkestan A, Geocadin RG. Diagnosis and management of acute encephalitis. Neurology clinical
practice. 2014;1:206-15
Epidemiologi
• 6.3 sampai 7.4 per 100 000 untuk semua usia
(dewasa dan anak-anak)
• 10.5-13.8 per 100.000 anak
• Ensefalitis Herpes simpleks 1 setiap 250
000 – 500 000 anak
Suvasini S, Devendra M, Satinder A, Rashmi K, Amita J, Vashishtha VM. Consensus guidelines on evaluation and
management of suspected acute viral encephalitis in children in India. Indian Pediatr 2012; 49: 897-910,
…Manifestasi klinis
Thompson C, Kneen R, Riordan A, Kelly D, Pollard AJ. Encephalitis in children. Arch Dis Child 2012;
97: 150-61
Lumbal punksi
Enzootic Lifecycle
Greater risk
Reintroduction of infection:
of Infected • Rural areas
Mosquitoes VIRAL AMPLIFICATION • High rainfall
or Vertebrates
• Rice field
flooding
Infected Vertebrate
Reservoir +
*Population S.Sulawesi Pig/Human : 1/11 and
Vertical Transmission 50% of Pig in South Sulawesi infected
Adapted from ref 3: Misra U & Kalita. J. (2010)
Japanese B encephalitis
• Vaksinasi memiliki efektivitas mencapai 80%
pada pemberian 2 dosis.
• Penggunaan secara luas vaksinasi setiap
tahunnya dapat menurunkan kejadian
japanese encephalitis sampai dengan 90%
atau lebih.
• Vaksinasi untuk anak ≤ 12 tahun 2 kali dengan
jarak 1 tahun, diatas 13 tahun hanya 1 kali.
• Vaksin yang tersedia Imojev (Sanofi Pasteur)
R
Bale JF. Viral infection of the nervous system in : Swaiman’s Pediatric neurology 5ed; 2012:1262-90
Ensefalitis Autoimun
Anti NMDAR
• Autoantibodi pada epitope ekstraseluler dari
saluran ion, reseptor dan protein
• Reseptor NMDA (N-methyl-D-Aspartate)
• Antibodi dianggap bersifat pathogen efek
reversible pada fungsi sinaptik di neuron
• Prognosis jauh lebih baik jika mendapatkan
terapi yang adekuat dan segera.
Ensefalitis Autoimun
ADEM
• Acute Disseminated Encephalomyelitis (ADEM)
dengan 2 minimal: demam, ensefalopati,
meningismus, sakit kepala
• 2 minggu sebelum penyakit viral, imunisasi
• ADEM setelah morbili berat
• MRI bilateral asymmetric white and gray matter
lesi
• Terapi kortikosteroid
Ensefalitis Autoimun
• Gejala penurunan kesadaran secara progresif
dan terdapatnya perubahan kognitif, gangguan
psikiatri (terutama NMDAR)
• Diagnosis Pemeriksaan autoantibodi NMDAR;
MRI : bisa normal; EEG pada NMDAR : pola delta
• Terapi Lini pertama : steroid dosis tinggi 30
mg /kgBB/hari selama 5-7 hari dan/atau
IVIG/plasma exchange. Lini kedua : Rituximab
(375 mg/m2 per minggu selama 4 minggu) atau
Cyclophosphamide (750 mg/m2 IV setiap bulan
sampai perbaikan), atau keduanya
RABIES DAN VAKSINASI ANTI RABIES
PENDEKATAN PENCEGAHAN
Rabies
• Rabies (Rabere-Latin) kemarahan yang sangat
• Rabies ditularkan melalui luka terkontaminasi
ludah binatang yang terinfeksi virus rabies.
• Preventable Fatal Disease
• Profilaksis paska paparan (Postexposure
Prophylaksis).
Patogenesis Rabies
• virus dari luka sel otot : melekat di reseptor
nikotinik asetilkholin
• Virus memasuki saraf perifer secara
sentripetal menuju dengan kecepatan 8-20
mm/hr
• Virus dalam akson menuju SSP merusak
jaringan batang otak dan medula spinalis
• Patognomonis : Hidrophobi pada tipe furious
Manifestasi Klinis Rabies
• Masa inkubasi :5-6 hari s/d beberapa tahun,
secara umum antara 20-60 hari.
• Pendek bila gigitan di daerah bahu, leher,
kepala, pada anak
• Gejala masa prodromal (2-10 hari) : malaise,
anoreksia, sakit kepala, sakit dan parastesi
ditempat gigitan (50-80%kasus) agitasi,
iritabel, nervous, sukar tidur, dan depresi
menonjol pada masa ini. Vid1
• Masa neurologik akut (2-21 hari):
“furious”(hebat) pada 2/3 kasus dan bentuk
“dumb” berupa paralitik (AFP).
• Bentuk “furious” : hidrophobi, aerophobi,
hiperaktif yang mendadak, disorientasi,
kelakuan yang aneh (“bizarre”) diselingi lusid
interfal, disfungsi saraf otonom berupa dilatasi
pupil dan hipersalivasi.
Bentuk paralitik :
• Sadar ,seperti sindrom Gullain Barre, gejala
paralitik asending simetris
• Gejala meningismus sampai epistotonus
dengan LCS normal atau gejala iritasi
meninggeal dengan peningkatan sel limfosit
dan protein.
Stadium koma.
• Komplikasi miokarditis, gangguan hipofise dan
SIADH
Pencegahan Rabies pada manusia
• Mencuci luka dengan air mengalir selama 15
menit, sabun, deterjen, povidone-iodine, alkohol
70%, bila perlu jahitan hanya jahitan situasi,
• Pemberian imunisasi pasif rabies dan aktif pada
paparan berat (kategori III WHO).
• Pemberian ATS dan antibiotika tetap diperlukan
• Petugas yang merawat :memperhatikan
pencegahan universal (Handschoen, baju khusus
dan pelindung muka dan mata)
Vaksinasi paska-paparan.
• Perawatan umum luka, vaksinasi dan
imunisasi pasif pada paparan kategori III.
• Jika telah menerima vaksinasi prapaparan atau
paska-paparan sebelumnya, hanya diberi
vaksin pada hari 0 dan ke-3, dan tidak perlu
imunoglobulin anti rabies.
Kasus gigitan anjing,
kucing, kera
Segera beri Segera beri Segera beri Tidak diberi VAR &
VAR & SAR VAR VAR & SAR tunggu hasil observasi
Kilic dkk tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada pasien yang hanya
mendapatkan vaksin saja dengan metode Zagreb dibandingkan dengan
vaksin metode WHO + SAR dengan kedua kelompok memiliki kadar antibody
dalam darah >0.5 IU/ml.
Kilic EK, Eur Res J 2016;2(1):36-41
IM injections
in the deltoid muscle in adults and children
in anterolateral part of the thigh in infants and toddlers
Alternatively 0.1mL ID
in countries where this route is registered
for vaccines that are approved by WHO for intradermal use
•3. WHO Expert consultation on Rabies, First report, Technical Report Series 931, 2005;1-121.
•
Ketersediaan Vaksin dan serum
antirabies di Indonesia
• Ketersediaan vaksin saat ini adalah VERORAB
(Sanofi) berupa kultur pada kera di Afrika dan
PCECV (Purified Chick Embryo Cell Vaccine)
• Serum Anti Rabies (SAR) atau Rabies
Immunoglobulin (RIG) dari manusia IMOGAM
sangat terbatas hampir-hampir tidak tersedia.
• Equine Rabies immunoglobulin (ERIG) juga
sangat terbatas
Kesimpulan
• Pendekatan diagnosis infeksi SSP memerlukan ketrampilan
anamnesis, pemeriksaan fisik neurologi yang baik.
Diagnosis etiogi sangat tergantung dari hasil analisis CSS dari
prosedur LP yang baik serta ketersediaan pemeriksaan etiologi
pasti seperti Elysa dan PCR
Neuroimaging, penunjang diagnostik dan terapi yang tepat.
Pemeriksaan EEG
• Keberhasilan terapi tergantung dari cepat dan akuratnya
diagnosis, antivirus utk yg sudah ada terapinya, terapi utk
ensefalitis auto immun dan terapi suportif lainnya
• Walaupun Rabies merupakan penyakit yang bersifat fatal
tapi dengan pemberian Post Exposure Prophylaxis dapat
dicegah.
TERIMA KASIH