Anda di halaman 1dari 26

Analisis Sumber Daya Manusia pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi farmasi di sebuah rumah sakit merupakan komponen penting yang tidak bisa terlepas
dari eksistensi rumah sakit itu sendiri. Menurut Permenkes No. 58 Tahun 2014, Instalasi
Farmasi adalah bagian dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi pada
pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi
klinik. Terdapat beberapa faktor pendukung yang dapat mempengaruhi pelayanan kefarmasian
di rumah sakit, yaitu :

1. Sumber daya kefarmasian, berupa sumber daya manusia, peralatan dan sarana yang
digunakan. Menurut Permenkes No.58 Tahun 2014, Instalasi Farmasi harus memiliki
sumber daya manusia paling tidak seorang Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan
tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
2. Penyusunan organisasi yang berorientasi pada keselamatan pasien, Penyusunan
organisasi yang dimaksud adalah sebuah penyusunan yang dilakukan agar sasaran
utama yaitu keselamatan pasien tercapai.
3. Standar prosedur operasional yang dapat membandingkan risiko yang telah dianalisis.

Analisis sumber daya manusia pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit diperlukan karena
pelayanan dalam instalasi rumah sakit tidak akan terlepas dari Sumber Daya Manusia yang
menjalankannya, hal tersebut dapat mempengaruhi mutu pelayanan sehingga Kualitas SDM
harus terjamin. Selain itu terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan saat pemilihan
SDM, yaitu : Kualifikasi SDM, Persyaratan SDM, Beban Kerja dan Kebutuhan.

SDM yang dibutuhkan dalam suatu Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara garis besar dibagi
menjadi 2, yaitu :

- Pekerjaan kefarmasian  Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian


- Pekerjaan Penunjang  Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian,
Tenaga administrasi, Pekarya/Pembantu pelaksana.

Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh
seorang Apoteker Penanggung Jawab, yang diutamakan adalah apoteker yang telah memiliki
pengalaman bekerja dalam IFRS selama tiga tahun. Tenaga teknis kedarmasian yang
melakukan pelayanan kefarmasian harus di bawah supervisi apoteker.

Beban Kerja adalah sejumlah proses atau kegiatan yang harus diselesaikan oleh seorang
pekerja dalam jangka waktu tertentu. Dalam sebuah Instalasi Farmasi Rumah Sakit, terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perhitungan beban kerja, yaitu :

- Kapasitas Rumah Sakit  kapasitas dari sebuah rumah sakit akan mempengaruhi
beban kerja dari SDM yang ada, semakin besar kapasitas dari rumah sakit tersebut,
maka semakin berat juga beban kerja yang ditanggung oleh SDM. Salah satu cara untuk
menanggulangi permasalahan mengenai kapasitas rumah sakit adalah terdapat
keseimbangan jumlah SDM yang diadakan dan kapasitas rumah sakit agar beban kerja
yang diterima SDM masih terdapat dalam porsi yang pas.
- Kegiatan Farmasi yang dilakukan  terdapat banyak jenis kegiatan kefarmasian yang
dilakukan dalam IFRS dan masing – masing kegiatan tersebut harus dilakukan oleh
orang – orang yang kompeten dan profesional dalam bidangnya tersebut.
- Jumlah Resep perhari  jumlah resep perhari merupakan salah satu tolak ukur akan
kesuksesan suatu Instalasi Farmasi di Rumah Sakit, hal ini juga akan mempengaruhi
beban kerja para SDM di IFRS, semakin banyak resep yang diterima maka beban kerja
yang ditanggung makin besar.
- Volume perbekalan Farmasi  Perbekalan farmasi yang terdapat dalam suatu IFRS
akan mempengaruhi beban kerja, apabila perbekalan farmasi dalam suatu IFRS sedikit,
maka beban kerja yang dirasakan SDM akan lebih berat karena mereka harus
mempersiapkan segala sesuatu yang belum dipersiapkan.

Beban Kerja juga dapat dihitung berdasarkan kelas/kategori perawatan di Rumah Sakit dan
biasanya sudah diatur sedemikian rupa agar beban kerja yang diberikan tidak memberatkan
misalnya :

- Rawat Inap  1 apoteker untuk 30 pasien


- Rawan Jalan  1 apoteker untuk 50 pasien
- UGD, ICCU  1 apoteker tiap unit
- Pelayanan Informasi Obat  1 apoteker

Selain itu juga, menurut Permenkes No. 58 Tahun 2014 bahwa staf dan pekerja dalam IFRS
harus di dalam sebuah badan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi,
wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar
pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan RS dan di revisi setiap 3 tahun.

Penilaian dan Evaluasi Kinerja SDM

DEFINISI

Menurut beberapa pendapat para ahli, evaluasi kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi (Surya Dharma, 2010).
2. “Performance appraisal is a formal management sistem that provides for the evaluation of
the quality of an individual’s performance in organization” (Dick Grote, 2002), atau yang
diterjemahkan menjadi evaluasi kinerja adalah sistem manajemen formal yang disediakan
untuk evaluasi kualitas kinerja individu pada sebuah organisasi.
3. “Performance appraisal (PA) is a sistem of revieu and evaluation of an individual’s or
team’s job performance” (R. Wayne Mondy et al, 2002), atau yang artinya evaluasi kinerja
adalah proses evaluasi atau memutuskan bagaimana seseorang difungsikan.

Dari pendapat para ahli manajemen tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa evaluasi kinerja
(performance appraisal), adalah suatu sistem evaluasi formal dari suatu organisasi yang
digunakan untuk menilai kinerja individu (karyawan) dalam suatu periode tertentu yang sudah
ditetapkan, (umumnya setahun sekali) dengan cara membandingkannya dengan standar kinerja
yang sudah disepakati dan ditentukan lebih dahulu.

TUJUAN DAN MANFAAT

Evaluasi kinerja menurut Ivan Cevih (1992) sebagaimana dikutip Surya Dharma mempunyai
tujuan antara lain:

1. Pengembangan, dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu di-training dan
membantu evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantu pelaksanaan konseling antara
atasan dan bawahan, sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang
dihadapi pegawai.
2. Pemberian reward, dapat digunakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif, dan
promosi. Beberapa organisasi juga menggunakannya untuk pemberhentian pegawai.
3. Motivasi, dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, dan rasa
percaya diri dalam bekerja.
4. Perencanaan SDM, dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan keterampilan,
serta perencanaan SDM.
5. Kompensasi, dapat memberikan informasi yang akan digunakan untuk menentukan apa
yang harus diberikan kepda pegawai yang berkinerja tinggi atau rendah dan bagaimana
prinsip pemberian kompensasi yang adil.
6. Komunikasi, evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan antara
atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.
Sedangkan, evaluasi kinerja dilihat dari perspektif pengembangan perusahaan atau
pengembangan SDM pada umumnya mempunyai kegunaan, diantaranya:

1. Memperkuat posisi tawar antara perusahaan dengan karyawan.


2. Memperbaiki kinerja karyawan dan kinerja perusahaan.
3. Menyesuaikan pembayaran kompensasi kepada karyawan
4. Sebagai dasar pembuatan keputusan dalam penempatan karyawan
5. Sebagai dasar untuk menetapkan pelatihan dan pengembangan.
6. Sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dan pengembangan karier karyawan.
7. Sebagai dasar untuk melakukan evaluasi proses staffing.
8. Sebagai dasar defisiensi (meninjau ulang) prosedur penempatan karyawan.

METODE PENILAIAN

1. Rating scale
Evaluasi didasarkan pada pendapat penilai dengan membandingkan hasil pekerjaan
karyawan dengan faktor-faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan
karyawan tersebut.
2. Checklist
Penilai memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang mengambarkan prestasi kerja dan
karakteristik karyawan. Untuk menjaga akurasi penilaian tanpa sepengetahuan penilai
Departemen Personalia (SDM) bisa saja memberikan bobot yang berbeda dengan yang
diberikan penilai, sehingga dampak pengaruh bias penilai dapat dikurangi.
3. Metode Peristiwa Kritis
Metode penilaian yang mendasarkan pada catatan-catatan penilai yang menggambarkan
perilaku karyawan sangat baik atau sangat jelek dalam hubungannya dengan pelaksanaan
pekerjaan. Catatan ini disebut peristiwa kritis. Berbagai peristiwa kritis tersebut dibuat oleh
penyelia atau oleh atasan langsung karyawan yang bersangkutan.
4. Grading (Forced distributions)
Penilaian dengan cara memisah-misahkan atau menyortir para karyawan ke dalam berbagai
klasifikasi yang berbeda. Biasanya suatu proporsi tertentu diletakkan pada setiap kategori.
5. Point Allocation Method
Penilai diberikan sejumlah nilai total untuk dialokasikan di antara para karyawan dalam
kelompok. Karyawan yang lebih baik diberi nilai lebih besar dari pada karyawan yang
prestasinya jelek.

PENILAIAN KINERJA SDM KESEHATAN

1. Pembobotan Variabel Penilaian Kerja


a) Variabel Kelompok SDM
Disesuaikan dengan peran dan fungsi kelompok untuk memberikan rasa keadilan
kepada mereka yang memiliki tangggungjawab lebih besar.
b) Variabel Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan untuk memberikan rasa keadilan kepada mereka yang
memiliki pendidikan/pengetahuan lebih tinggi.
c) Variabel Masa Kerja
Berdasarkan masa kerja masing-masing individu untuk memberikan rasa keadilan
kepada mereka yang mempunyai masa pengabdian lebih lama.
d) Variabel Kehadiran
Berdasarkan kehadiran masing-masing individu untuk memberikan rasa keadilan
kepada mereka yang mempunyai tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi.
e) Variabel Pengurang
Hal lain yang perlu diberikan pembobotan/skoring untuk memberikan rasa keadilan
kepada mereka yang mempunyai tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi.
f) Variabel Penambah
Pembobotan diberikan untuk faktor penambah dengan tujuan untuk memberikan rasa
keadilan kepada mereka yang mempunyai prestasi.
g) Variabel Produktivitas
Representasi hasil kerja SDM yang terdiri dari unsur-unsur yang merupakan tugas
pokok/uraian pekerjaan masing-masing individu. Terdapat 3 pola yang dapat
digunakan, yaitu; (i) Pola I, bila ada satu jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh satu
orang jenis tenaga, (ii) Pola II, bila ada satu jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh
beberapa tenaga sejenis, (iii) Pola III, bila ada satu jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh
beberapa jenis tenaga.
2. Perhitungan Penilaian Kinerja
𝐾𝑖𝑛𝑒𝑟𝑗𝑎 = ∑ 𝑉𝑘𝑝 + 𝑉𝑡𝑝 + +𝑉𝑚𝑘 + 𝑉𝑘 + 𝑉𝑝 + 𝑉𝑡𝑚 + 𝑉𝑘𝑟
Keterangan:
Vkp = Variabel Kelompok Pegawai
Vtp = Variabel Tingkat Pendidikan
Vmk = Variabel Masa Kerja
Vk = Variabel Kehadiran
Vp = Variabel Produktivitas
Vtm = Variabel Penambah
Vkr = Variabel Pengurang

Penilaian dan Evaluasi Kinerja SDM

Aldhi Anarta / 1506734746

Pengertian Evaluasi Kerja

Sistem penilaian prestasi kerja/evaluasi kinerja ialah proses untuk mengukur prestasi kerja
karyawan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran
(hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan yang telah
ditetapkan selama periode tertentu. Standar pekerjaan tersebut dapat dibuat baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.

Manfaat Evaluasi Kerja

a. Meningkatkan kinerja karyawan


b. Pengadninistrasian imbalan atas dasar prestasi kerja
c. Memberikan gambaran perihal harapan-harapan dari pekerjaannya
d. Dasar keputusan promosi
e. Konseling
f. Memberikan motivasi
g. Menilai potensi karyawan
h. Identifikasi kebutuhan pelatihan
i. Memperbaiki hubungan kerja atasan dengan bawahan
j. Meningkatkan efisiensi penugasan
k. Keputusan transfer
l. Keputusan pemutusan hubungan kerja
m. Membantu perencanaan jangka panjang
n. Evaluasi prosedur pengadaan karyawan

Sistem Penilaian Kerja

Penilaian kinerja atau dapat pula disebut dengan evaluasi kinerja merupakan suatu sistem
yang terdiri dari beberapa aspek yang meliputi:

a. Pihak penilai
b. Pihak yang dinilai
c. Aspek-aspek yang dikenai penilaian
d. Standar penilaian
e. Metode evaluasi
f. Form penilaian atau formulir
g. Dampak hasil penilaian
h. Periode penilaian

Yang dimaksud dengan pihak penilai biasanya adalah atasan langsung, akan tetapi dapat
pula dilaksanakan oleh suatu tim penilai yang telah ditunjuk atau diberi wewenang untuk
melaksanakan evaluasi kinerja. Dengan menggunakan tim hasil penilaian diharapkan dapat
lebih obyektif bila dibandingkan dengan satu orang penilai saja, karena dihindarkannya
pengaruh like and dislike yang sering terjadi. Penilaian hendaknya mengacu pada aspek-aspek
yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan sehingga hasil penilaian dapat bermanfaat bagi
pengembangan karyawan khususnya perbaikan prestasi kerjanya. Untuk itu, peranan standar
pekerjaan sangat penting dalam proses penilaian dan evaluasi SDM.

Standar Pekerjaan

Standar kinerja perlu memenuhi persyaratan berikut agar dapat digunakan sebagai tolak
ukur dalam mengukur kinerja karyawan.

a. Ada hubungan relevansinya dengan strategi perusahaan.


b. Mencerminkan keseluruhan tanggung jawab karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
c. Memperhatikan pengaruh faktor-faktor diluar kontrol karyawan.
d. Memperhatikan teknologi dan proses produksi.
e. Sensitif, mampu membedakan antara kinerja yang dapat diterima dan tidak dapat
diterima.
f. Memberikan tantangan kepada para karyawan.
g. Realistis.
h. Berhubungan dengan kerangka waktu pencapaian standar.
i. Dapat diukur dan ada alat ukur untuk mengukur standar.
j. Standar harus konsisten.
k. Standar harus adil.
l. Memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan.

Pedoman Penilaian Kinerja SDM Kesehatan di Puskesmas

Diatur oleh Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 857 Tahun 2009. Adapun
tujuan dari KMK ini adalah:

a. Tercapainya peningkatan produktifitas dan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas.


b. Terwujudnya pengembangan karier bagi sumber daya manusia kesehatan di
puskesmas.
c. Terwujudnya transparansi bagi pelaksanaan pemberian insentif bagi SDM puskesmas.

Pelaksanaan penilaian kinerja SDM di puskesmas dilakukan dengan:


a. Mewujudkan kepemimpinan organisasi sehingga semua prose penyelengaraan
penilaian dapat berjalan dengan baik dan sistematis.
b. Membentuk tim penilai kinerja.
c. Membangun komitmen.
d. Pelaksanaan penilaian kinerja berdasarkan variabel kelompok SDM (berdasarkan besar
kecilnya tanggung jawab), variabel tingkat pendidikan, variabel masa kerja, variabel
kehadiran, variabel pengurang (ada tidaknya teguran), variabel penambah
(penghargaan/prestasti), atau variabel produktivitas.

Hasil dari proses penilaian dapat dijadiakan sebagai bahan evaluasi untuk Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan sebagai dasar
pemberian penghargaan non finansial maupun fiansial.

Faktor Manajemen Sumber Daya Manusia dan Manajemen Organisasi yang


Mendukung Pengelolaan Obat

Subtopik : Administrasi dan Pengelolaan


Rumah sakit merupakan sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi. Untuk
mengatur sebuah rumah sakit dengan baik maka seseorang harus mengetahui fungsi dan tujuan,
mengetahui ruang lingkup serta administrasi yang dijalankan dan hambatan yang dilalui sebuah
rumah sakit. (Tjandra, 2004). Administrasi berasal dari kata administrare (latin : ad = pada,
ministrare = melayani). Dengan demikian administrasi adalah “memberikan pelayanan
kepada”.
Administrasi rumah sakit adalah suatu proses kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengawasan, pengkoordinasian, dan penilaian terhadap sumber, tatacara, dan
kesanggupan yang tersedia untuk memenuhi tuntutan terhadap kesehatan, perawatan serta
lingkungan yang sehat dengan jalan menyediakan dan menyelenggarakan berbagai upaya
kesehatan yang ditujukan kepada perseorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat.
Secara umum terdapat tiga macam manfaat dari administrasi, yaitu :
1. Dapat mengelola sumber, tata cara dan kesanggupan dalam menjalankan administrasi
di dalam Rumah Sakit secara efektif dan efisien dan dapat dikelola dengan sebaik-
baiknya.
2. Dapat memenuhi kebutuahan dan tuntutan pengguna layanan kesehatan
baik perseorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat secara tepat dan sesuai
kebutuhan, untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan diperlukan keterampilan.
3. Dapat menyediakan dan terselenggaranya upaya pelayanan kesehatan sebaik- baiknya
demi peningkatan dearajat kesehatan masyarakat.

A. Administrasi Tata Usaha


Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan penyusunan rencana program,
keuangan, umum, kepegawaian, surat menyurat, perlengkapan dan pelaporan serta rekam
medis pasien. (Kepmenkes, 983/MenKes/SK/XI/1992). Untuk menyelenggarakan tugas
sebagaimana semestinya Tata Usaha mempuyai fungsi sebagai berikut:
a) Melaksanakan tugas umum ketata usahaan, pengelolaan perlengkapan, pengadaan
humas dan protokol;
b) Mengkoordinir pelaporan dan rekam medis pasien;
c) Pengelolaan urusan administrasi kepegawaian dan pembinaan pegawai;
d) Memberikan informasi kepada direktur dan kepada seksi dalam
rangka peningkatan pelayanan Rumah Sakit.

B. Administrasi Keuangan
Pentingnya perencanaan anggaran, yaitu:
1. Persiapan petugas dalam menjadwalkan sumber daya yang ada
2. Pengendalian kegiatan, apakah sesuai dengan perencanaan
3. Evaluasi, sejauh mana ketercapaian yang diperoleh
Anggaran penerimaan akan menggambarkan target yang harus diperoleh untuk
keberlangsungan RS maka diperlukan pengendalian dan evaluasi (Boy, 2004).

C. Administrasi Kepegawaian
Meliputi bagaimana proses penerimaan pegawai, penempatan pegawai, kompensasi
pegawai, pengembangan mutu dan karier pegawai hingga berakhirnya masa kerja. Menurut
SK Menteri Kesehatan RI No.983/Menkes/SK/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit Umum, memang telah ditetapkan adanya subbagian kepegawaian yang berada
dibawah bagian sekertariat. Bagian ini mempunyai tugas menyiapkan analisis kebutuhan
pegawai, pengadaan pegawai, mutasi pegawai, tata usaha kepegawaian, analisis jabatan,
analisis organisasi dan ketatalaksanaan. (Tjandra, 2004).
Mengenai perawat dan rumah sakit, perawat mempunyai peran dalam membantu individu,
keluarga dan kelompok untuk mencapai potensi optimalnya di bidang fisik, mental dan
sosial dalam ruang lingkup kehidupan dan pekerjaannya. Perawat harus mampu untuk
melakukan upaya promosi dan pemeliharaan kesehatan serta mencegah terjadinya
penyakit. Pelayanan keperawatan mempunyai lima tugas( Tjandra : 2004):
a. Melakukan kegiatan promosi kesehatan, termasuk kesehatan emosional dansosial
b. Melakukan upaya pencegahan penyakit dan kecacatan
c. Menciptakan keadaan lingkungan, fisik, kognitif dan emosional untuk
proses penyembuhan penyakit
d. Berupaya meminilamisi akibat uruk penyakit.
e. Mengupayakan kegiatam rehabilitasi.

D. Administrasi Logistik
Logistik berperan dalam menyediakan barang/bahan yangdibutuhkan untuk
operasional rumah sakit, kualitas dan pada waktu yang tepat dan mutu yang memadai.
Kegiatan logistik memiliki tiga tujuan yaitu tujuan operasional agar tersedinya barang,
tujuan keuangan meliputi upaya kesehatan operasional dengan biaya serendah-rendahnya.
Sementara itu tujuan keamanan agar persediaan tidak terganggu karena kerusakan,
pemborosan, serta penggunaan yang tidak wajar. Ada lima komponen penting dalam
sistem logistik yaitu struktur lokasi fasilitas, transportasi, persdiaan, komunikasi dan
penyimpanan. (Tjandra, 2004).

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah pendekatan strategis dan koheren terhadap
manajemen dari aset paling penting suatu organisasi, yaitu manusia yang bekerja secara individu dan
kolektif berkontribusi dalam pencapaian dari objektif (Armstrong, 1977). Dalam suatu organisasi,
terdapat berbagai macam sumber daya seperti uang, teknologi, dan lainnya untuk menghasilkan
produk barang atau jasa. Elemen paling penting dalam sumber daya tersebut adalah manusia atau
sumber daya manusia (SDM). Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan alat manajerial
untuk merencanakan, mengelola, dan mengendalikan sumber daya manusia (Priyono, 2010). MSDM
dapat dipahami sebagai proses dalam organisasi atau sebagai suatu kebijakan (policy). Sebagai suatu
proses, Cushway (1994:13) mendefinisikan MSDM sebagai bagian dari proses yang membantu
organisasi mencapai tujuannya. Menurut Stoner (1995:4), MSDM meliputi penggunaan SDM secara
produktif dalam mencapai tujuan organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja secara individual.

Tujuan utama MSDM adalah memperbaiki tingkat produktivitas, memperbaiki kualitas


kehidupan pekerja, menyakinkan bahwa organisasi telah memenuhi aspek-aspek legal.

Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia:

• Memperbaiki tingkat produktivitas


• Memperbaiki kualitas kehidupan pekerja
• Menyakinkan bahwa organisasi telah memenuhi aspek-aspek legal.

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia:

1. Perencanaan kebutuhan SDM


a. Perencanaan dan peramalan permintaan tenaga kerja organisasi.
b. Analisis jabatan dalam organisasi untuk menentukan tugas, tujuan, keahlian,
pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan.
2. Staffing sesuai dengan kebutuhan organisasi.
a. Penarikan (rekrutmen) calon atau pelamar pekerjaan
b. Pemilihan (seleksi) para calon atau pelamar yang dinilai paling memenuhi syarat.
3. Penilaian kinerja dilakukan setelah calon atau pelamar dipekerjakan dalam kegiatan
organisasi. Organisasi menentukan bagaimana sebaiknya bekerja dan kemudian memberi
penghargaan atas kinerja yang dicapainya. Sebaliknya organisasi juga harus menganalisis jika
terjadi kinerja negatif dimana pekerja tidak dapat mencapai standar kinerja yang ditetapkan.
Kegiatan yang dilakukan adalah:

4. Penilaian dan pengevaluasian perilaku pekerja.


5. Analisis dan pemberian motivasi perilaku pekerja
6. Perbaikan kualitas pekerja dan lingkungan kerja.
7. Pencapaian efektifitas hubungan kerja.

Kebijakan Utama Manajemen Sumber Daya Manusia:


1. Employee influence, yaitu strategi dalam mempengaruhi pekerja untuk mengarahkan pada
tujuan organisasi.
2. Human resources flow, organisasi mengorganisasikan SDM dalam mekanisme sistemik berupa
alur SDM (human resources flow) mulai dari perencanaan SDM, rekrutmen, seleksi,
perumusan analisis jabatan, dan seterusnya untuk mecapai tujuan.
3. Rewards system, yaitu system pemberian penghargaan untuk memberi motivasi guna
memaksimalkan kerja dan proses pemekerjaan.
4. Work system, yaitu organisasi hendaknya memusatkan perhatian pada bagaimana system
kerja disusun sehingga selaras antara SDM dengan sumber daya manusia dalam proses
pembuatan kebijakan.

Proses Umum:

1. Selection, berkaitan dengan penyediaan staf dan pekerja yang akan mengisi berbagai formasi
pekerjaan dan jabatan dalam organisasi yang sesuai.
2. Appraisal, yaitu penilaian pekerjaan setelah pekerja telah ditempatkan pada pekerjaan untuk
menentukan dan menilai kualitas kerja.
3. Rewards, yaitu untuk memotivasi pekerja dapat berupa upah, gaji, ataupun penghargaan.
4. Development, yaitu pengembangan SDM, dapat berupa pendidikan, pelatihan, dan program
pengembangan lainnya. Umumnya diarahkan pada pencapaian penguasaan keahlian (skills),
pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) dan diarahkan sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan organisasi.

MANAJEMEN PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI

STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT DAN IFRS

Definisi organisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kesatuan (susunan
dan sebagainya) yang terdiri atas bagian-bagian (orang dan sebagainya) dalam perkumpulan
dan sebagainya untuk tujuan tertentu. Dapat dikatakan juga bahwa organisasi adalah sarana
unutk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mengacu pada pendekatan
rasional melalui pengeloaan sumber daya.
Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi dasar dalam manajemen untuk mencapai
sasaran yang ditetapkan oleh Organisasi. Pengorganisasian ini berkaitan dengan
pengelompokan kegiatan, pengaturan orang maupun sumber daya lainnya dan
mendelegasikannya kepada individu ataupun unit tertentu untuk menjalankannya sehingga
diperlukan penyusunan struktur organisasi yang memperjelas fungsi-fungsi setiap bagian dan
sifat hubungan antara bagian-bagian tersebut.

Bentuk-bentuk Struktur Organisasi yang sering digunakan dalam organisasi pada


umumnya terdiri dari 3 bentuk, yaitu Struktur Organisasi Fungsional, Struktur Organisasi
Divisional (berdasarkan Produk/Pasar) dan Struktur Organisasi Matriks.

Struktur Organisasi Fungsional


(Functional Structure Organization)
merupakan Struktur Organisasi yang
paling umum digunakan oleh suatu organisasi. Pembagian kerja dalam bentuk Struktur
Organisasi Fungsional ini dilakukan berdasarkan fungsi manajemennya seperti Keuangan,
Produksi, Pemasaran dan Sumber daya Manusia. Karyawan-karyawan yang memiliki
keterampilan (skill) dan tugas yang sama akan dikelompokan bersama kedalam satu unit kerja.
Struktur Organisasi ini tepat untuk diterapkan pada Organisasi atau Perusahaan yang hanya
menghasilkan beberapa jenis produk maupun layanan. Struktur organisasi bentuk ini dapat
menekan biaya operasional namun mengalami kesulitan dalam berkomunikasi antar unit kerja.

Struktur Organisasi Divisional


(Divisional Structure Organization)
adalah Struktur Organisasi yang
dikelompokkan berdasarkan kesamaan
produk, layanan, pasar dan letak
geografis. Organisasi bentuk Divisional ini biasanya diterapkan di perusahaan yang berskala
menengah keatas,hal ini dikarenakan biaya operasional akan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan bentuk Organisasi Fungsional.
Struktur Organisasi Matriks
(Matrix Structure Organization)
merupakan kombinasi dari Struktur
Organisasi Fungsional dan Struktur
Organisasi Divisional dengan tujuan
untuk menutupi kekurangan-
kekurangan yang terdapat pada kedua bentuk Struktur Orgnisasi tersebut. Struktur Organisasi
Matriks ini sering juga disebut dengan Struktur Organisasi Proyek karena karyawan yang
berada di unit kerja fungsional juga harus mengerjakan kegiatan atau tugas proyek-proyek
organisasi yang ditugaskan kepadanya. Struktur Organisasi Matriks ini mengakibatkan
terjadinya multi komando dimana seorang karyawan diharuskan untuk melapor kepada dua
pimpinan yaitu pimpinan di unit kerja Fungsional dan pimpinan proyek. Struktur Organisasi
ini biasanya digunakan oleh perusahaan yang berskala besar atau perusahaan-perusahaan
multinasional.

Badan pengurus Badan Dewan Badan


Rumah sakit adalah yayasan
Dewan Pembina
penyelenggara penyantun penasehat

suatu organisasi dan prasarana


Direktur
dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Wakil direktur Wakil Direktur
keuangan dan pelayanan
administasi medik
Fungsi dari Rumah Sakit ini
adalah untuk berkoordinasi Komite medik Instalasi Instalasi

pembagian tugas, dan tanggung


Staf medik fungsional (dokter
jawab apa yang diembankan. umum, dokter gigi, spesialis)
Berikut adalah contoh struktur organisasi :

Menurut Rusly dalam Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi yang diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan RI tahun 2016, struktur organisasi IFRS adalah sebagai berikut:

Berdasarkan peranan kepala IFRS,


dekan tersebut ditambahkan dari sel masi mau
nanyi jelek untuk yang Klinik, dan NON klinik.
Dapat bertanggung jawab terhadap keseluruhan
terhadap semua aspek penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan sediaan
farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan
di rumah sakit. Bertanggung jawab dalam
menjalankan fungsi klinik maupun non klinik
dari IFRS. Mengelola dan mengendalikan perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan
di rumah sakit, Menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari perbekalan kesehatan.
Mampu bertanggung jawab dalam penetapan sasaran jangka pendek dan jangka panjang
didasarkan pada visi dan misi IFRS. Mengembangkan suatu rencana strategis dan jadwal dalam
mencapai sasaran tersebut mengawasi penerapan rencana tersebut, mengetahui seluruh
kegiatan praktek kefarmasian di rumah sakit dan manajemennya, memastikan jadwal kerja,
prosedur, dan penugasan personel secara efisien, mempersiapkan laporan kepada kepala rumah
sakit mengenai informasi kualitatif dan kuantitatif tentang kegiatan yang dilakukan oleh pihak
IFRS untuk suatu periode.

Panitia Farmasi Terapi merupakan orang-orang yang berperan sebagai penasihat dari
staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi antara staf medik dengan IFRS (Rusly,
2016) Pembentukan PFT dapat memberikan kemudahan di dalam pengadaan suatu sistem
formularium yang membawa perhatian staf medik menuju penyeleksian obat-obatan terapi
yang tepat sehingga terapi obat rasional dapat dilakukan.

Pada komponen farmasi klinik, bidang ini membawahi aspek yang menyangkut asuhan
kefarmasian seperti konseling pasien, pelayanan informasi obat, evaluasi penggunaan obat baik
pasien di ruangan maupun pasien ambulatory, dan pemantauan terapi obat.

Pada komponen logistik mempunyai peran untuk menyiapkan dan memantau


perlengkapan perbekalan kesehatan, perencanaan dan pengadaan, sistem penyimpanan di
gudang, dan produksi obat dalam kapasitas rumah sakit nonsteril dan aseptik.

Pada komponen distribusi mempunyai tugas untuk bertanggung jawab di dalam alur distribusi
sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan (obat, bahan baku obat, alat kesehatan,
dan gas medis) kepada pasien rawat jalan, IRD, ICU/ICCU, kamar operasi, bangsal atau
ruangan.

A. Perencanaan kebutuhan SDM


Perencanaan SDM merupakan proses bagaimana memenuhi kebutuhan tenaga
kerja saat ini dan masa datang bagi sebuah organisasi. Dalam memenuhi kebutuhan
tenaga kerja saat ini, maka proses perencanaan SDM berarti usaha untuk
mengisi/menutup kekurangan tenaga kerja baik secara kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja di masa datang, perencanaan
SDM lebih menekankan adanya usaha peramalan (forecasting) mengenai ketersediaan
tenaga kerja yang didasarkan pada kebutuhan sesuai dengan rencana bisnis di masa
datang. Dengan kata lain, tujuan perencanaan SDM adalah untuk mempergunakan
SDM seefektif mungkin agar memiliki sejumlah pekerja yang memenuhi
persyaratan/kualifikasi dalam mengisi posisi yang kosong kapanpun dan apapun posisi
tersebut. Dengan tersedianya informasi tentang kebutuhan dan kualifikasi yang
diinginkan, maka dalam pelakasanaan rekrutmen, seleksi, penempatan, pemeliharaan,
pengembangan, dan pemberian kesejahteraan karyawan akan lebih mudah dan
terkendali. (Sunarta, 2010)
Kebutuhan SDM dapat dianalisis berdasarkan target organisasi yang akan
dicapai, tugas apa yang perlu diselesaikan, standar gaji, jenis keterampilan apa yang
dibutuhkan dan berapa banyak jumlah SDM yang diperlukan. Sehingga SDM yang
ditempatkan pada organisasi tersebut sesuai dengan deskripsi kerja dan spesifikasi yang
dimiliki oleh SDM. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perubahan kebutuhan
SDM (Pradithia, 2008) yaitu (a) faktor eksternal (keadaan ekonomi, kebijakan hukum,
perkembangan teknologi); (b) faktor internal (anggaran biaya, forecast perkembangan
organisasi, perubahan rencana strategis); (c) faktor persediaan karyawan (pensiun,
permohonan berhenti, pemberhentian, kematian)
Analisis kebutuhan SDM dapat dilakukan dengan beberapa metode (Pradithia,
2008) yaitu, (1) ekstrapolasi (peramalan dengan memproyeksiakan kecenderungan di
masa lalu ke masa depan); (b) indeksasi (menyesuaikan dengan indeks
penjualan/produktivitas organisasi); (3) Analisis statistik (dengan regresi); (4) Analisis
anggaran.
Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang
sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan
aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi
yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung
jawabnya. Idealnya kebutuhan apoteker di RS yaitu, rawat inap 30 kasur = 1 Apoteker,
rawat jalan 50 pasien = 1 Apoteker, PIO, UGD,ICU/ICCU/NICU/PICU = masing-
masing 1 Apoteker. (Permenkes No.58)

B. Rekrutmen SDM
Rekrutmen menurut Mathis dan Jakson (2001) adalah proses yang menghasilkan
sejumlah pelamar yang berkualifikasi untuk pekerjaan di suatu perusahaan atau
organisasi. Sedangkan menurut ahli lain menyebutkan bahwa rekrutmen adalah proses
mencari, menemukan, mengajak, dan menetapkan sejumlah orang, baik dari dalam
maupun dari luar perusahaan sebagai calon tenaga kerja dengan karakteristik tertentu
seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan SDM (Samsudin, 2006). Tujuan
dilakukannya rekrutmen yaitu diantaranya adalah,
a) Menyediakan sekumpulan calon tenaga kerja/karyawan yang memenuhi syarat;
b) Agar konsisten dengan strategi, wawasan dan nilai perusahaan;
c) Untuk membantu mengurangi kemungkinan keluarnya karyawan yang belum
lama bekerja;
d) Untuk mengkoordinasikan upaya perekrutan dengan program seleksi dan
pelatihan;
e) Untuk memenuhi tanggungjawab perusahaan dalam upaya menciptakan
kesempatan kerja
Beberapa langkah atau tahapan dalam proses pelaksanaan rekrutmen dan seleksi
antara lain (Sethiani, 2013):
1. Mengidentifikasi jabatan yang lowong dan berapa jumlah tenaga yang
diperlukan.
2. Mencari uraian jabatan (job description) dan spesifikasi jabatan (job
spesification) sebagai landasan dalam membuat persyaratan jabatan
3. Menentukan sumber kandidat yang tepat, dari dalam perusahaan (transfer,
promosi, atau dari luar perusahaan. Masing-masing metode memiliki kelebihan
dan kekurangan. Untuk metode internal memiliki kelebihan berupa dapat
membuka peluang promosi bawahan dan hemat waktu. Namun kekurangannya
berupa pilihan potensi terbatas, ada kemungkinan staf yang sudah lama sulit
dikembangkan,kurang ide segar, ada pertimbangan pertemanan, bukan atas
dasar potensi/ profesionalisme yang dimiliki. Sedangkan metode terbuka
memiliki kelebihan berupa memberikan ide baru, tidak banyak mengubah
hierarki organisasi dan semangat bekerja lebih tinggi jika pelamar merupakan.
Namun kekurangannya berupa belum diketahuinya dengan pasti perilaku dan
loyalitasnya, waktu lebih lama dalam rekrutmen serta penyesuaian saat bekerja
dan biaya perekrutan lebih besar.
4. Memilih metode-metode rekrutmen yang paling tepat untuk jabatan dapat
berupa iklan, rekrutmen di kampus, melalui agen rekrutmen tenaga kerja,
melalui teman/kenalan karyawan maupun asosiasi profesi.
5. Memanggil kandidat-kandidat yang memenuhi persyaratan jabatan
6. Menyaring / menyeleksi kandidat
7. Membuat penawaran kerja dan mulai bekerja.
Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rekrutmen
yaitu,
a) Skill : Nilai – nilai individu yang dimiliki oleh pegawai seperti latar belakang
pendidikan, dan kemampuan yang dapat menunjang dalam organisasi.
b) Effort : Usaha baik secara fisik maupun mental untuk melakukan dan
menyelesaikan sebuah tugas.
c) Responsibility : Komitmen untuk berkontribusi dalam suatu rencana pencapaian
yang ditentukan.
d) Working condition: Keadaan yang mana suatu bahaya atau risiko dapat terjadi
dalam melalukan suatu pekerjaan tertentu.

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Pelatihan SDM merupakan setiap usaha untuk memperbaiki performa seorang pekerja
pada suatu bidang pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya, atau suatu pekerjaan
yang memiliki kaitan dengan pekerjaannya. Pelatihan SDM harus dirancang agar dapat
mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, dan pada waktu yang bersamaan juga mampu
mewujudkan tujuan-tujuan dari para pekerja secara perorangan. Pelatihan SDM bertujuan agar
setiap pekerja dapat meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan pekerjaan yang
spesifik dalam lembaga pada saat ini (proses pendidikan jangka pendek). Dengan
meningkatnya persaingan dan semakin berkembangnya zaman, para pekerja dituntut untuk
mampu bersaing dan meningkatkan kemampuannya agar tidak ketinggalan dari pesaing.
Meningkatnya performa pekerja juga akan berakibat baik pada perkembangan perusahaan.
Pelatihan SDM juga bertujuan untuk dapat menyiapkan kaderisasi bagi jabatan-jabatan yang
akan dikembangkan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga pada saatnya tidak
memerlukan waktu terlalu lama untuk pengisian jabatan tersebut (Carrell dan Kuzmits, 1982).
Pengembangan SDM yang baik harus dilaksanakan secara berkesinambungan melalui
rangkaian aktivitas yang terintegrasi. Pengembangan SDM lebih ditekankan pada peningkatan
pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa mendatang (proses pendidikan jangka
panjang). Pengembangan SDM yang baik mampu menciptakan SDM yang profesional dalam
jumlah memadai berdasarkan keahlian yang dibutuhkan sesuai tuntutan perkembangan usaha,
sehingga tercapai produktivitas SDM yang optimal dalam mendukung keberhasilan
implementasi strategi yang telah ditetapkan (Syafruddin, 2001).
Pelatihan dan pengembangan SDM juga penting untuk dilakukan dalam Instalasi
Farmasi Rumah Sakit. Tujuannya untuk memastikan pegawai yang baru direkrut memahami
dan dapat melakukan pekerjaan sesuai yang diharapkan. Selain itu, pelatihan dan
pengembangan SDM juga dilakukan untuk menyesuaikan perubahan-perubahan yang terjadi
dalam lingkungan kerja. Hal ini mencakup teknologi yang digunakan dalam pekerjaan maupun
perubahan peraturan internal maupun peraturan eksternal (seperti peraturan standar dari
Pemerintah). Penyesuaian ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari masing-masing
karyawan.
Proses pelatihan dan pengembangan SDM yang ditetapkan dengan baik akan
bermanfaat bagi individu maupun organisasi (Simamora, 2004). Dilihat dari sisi individu
pegawai, manfaatnya yaitu menambah pengetahuan terutama terkait penemuan terakhir dalam
bidang ilmu pengetahuan, menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu
sekaligus memperbaiki cara pelaksanaan yang lama, mengubah sikap, memperbaiki atau
menambah imbalan (gaji) dari lembaga tempat bekerja. Selain itu, manfaat dari sisi lembaga
antara lain menaikkan produktivitas pegawai, mengefektifkan alokasi biaya dan sumber daya,
mengurangi turn over pegawai, kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar
sebagai hasil dari terealisasinya manfaat bagi kedua pihak.
Menurut Rae (2005), langkah-langkah pelaksanaan pelatihan terdiri dari empat proses,
yaitu sebagai berikut.
1. Melakukan analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan
yang akna dilakukan. Tahap ini merupakan tahap awal yang sangat penting karena menjadi
landasan dari tahap-tahap selanjutnya. Diperlukan kecermatan dalam menentukan apakah
karyawan membutuhkan pelatihan dan siapa saja karyawan yang membutuhkan
pelatihan/pengembangan. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan pelatihan yang tepat dan
perkiraan biaya yang dikeluarkan.
2. Melakukan penentuan tujuan dan materi pelatihan
Tujuan pelatihan harus dibuat spesifik yaitu dengan menentukan parameter-parameter
yang harus dicapai setelah proses pelatihan dan pengembangan. Selanjutnya, setelah
menentukan tujuan pelatihan, maka dapat ditentukan atau dirumuskan metode pelatihan.
3. Melakukan penentuan metode pelatihan
Dalam menentukan metode pelatihan harus memperhatikan beberapa faktor yaitu biaya
yang tersedia, fasilitas yang ada, serta waktu. Metode pelatihan dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu on the job/in house training, yaitu dilakukan pada internal perusahaan saat waktu
kerja berlangsung, baik formal maupun informal, seperti rotasi kerja, bimbingan dan
penyuluhan, magang, demonstrasi dan pemberian contoh. Ada pula off the job training yang
dilakukan di luar waktu kerja, seperti mengirimkan pekerja secara bergantian ke
berbagai training provider baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk
mengikuti pelatihan SDM, workshop, seminar, ataupun melakukan presentasi informasi
melalui lecturing, konferensi, transactional analysis, dan video presentation. Pemilihan
metode harus memperhatikan beberapa faktor yaitu cost-effectiveness, desired program
content, appropriateness of the facilities, trainee preferences and capabilities, trainer
preferences and capabilities, dan learning principle.
4. Melakukan evaluasi pelatihan
Evaluasi pelatihan dan pengembangan secara khusus mencermati masalah yang terkait
dengan aplikasi pembelajaran di tempat kerja, implementasi jangka panjang, biaya, dan
efektifitas pelatihan serta pengembangan yang diberikan.
Empat tahap evaluasi pelatihan dan pengembangan itu adalah reaction untuk mengukur
minat dan reaksi peserta atas pelatihan, learning untuk mengukur tingkat pemahaman
peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap sesi pelatihan, behaviour
untuk melihat bagaimana perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, dan result di mana
keempat evaluasi ini dirangkum untuk melihat seberapa besar peningkatan hasil kerja yang
dilakukan oleh karyawan setelah mendapat pelatihan dan pengembangan.

Pemutusan Hubungan Kerja di Rumah Sakit

Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara
pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Menurut Pasal 1 ayat 25 UU Ketenagakerjaan
adalah Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya
hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

Terdapat jenis PHK yaitu:

1. PHK bukan atas kehendak pemberi kerja dan pekerja: terjadi karena PKWT, Pekerja
mencapai usia pensiun, dan meninggal dunia
2. PHK oleh pengadilan, terjadi karena salah satu pihak ajukan pembatalan perjanjian ke
pengadilan.
3. PHK oleh pekerja, terjadi karena kehendak pekerja secara murni tanpa rekayasa pihak
lain seperti pekerja sakit berkepanjangan, alami cacat akibat kecelakaan kerja atau tidak
dapat bekerja selama 12 bulan. Dan Pihak RS melakukan pelanggaran atau kejahatan
pada pekerja.
4. PHK oleh pemberi kerja (RS), terjadi karena pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja,
pengurangan tenaga kerja, Rumah sakit tersebut hendak ditutup, dan perubahan status
RS.
Menurut Pedoman Pengadaan Tenaga Kesehatan dengan Perjanjian Kerja di Sarana Kesehatan
Milik Pemerintah, bahwa Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan oleh pemberi kerja
apabila tenaga kesehatan:

1. Tidak sehat jasmani atau rohani


2. Melanggar disiplin berat
3. Melakukan tindak pidana
4. Meninggal dunia
5. Selesai masa perjanjian kerja
6. Tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan dalam
perjanjian kerja.

Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan apabila pemberi kerja:

1. Tidak melaksanakan kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian kerja.


2. Telah melakukan perbuatan yang tidak layak/baik terhadap tenaga kesehatan tersebut
3. Memberi tugas tidak sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati

Jika salah satu pihak memutuskan hubungan kerja secara sepihak sebelum batal waktu
perjanjian kerja berakhir sebelum batas waktu yang disepakati maka pihak yang memutuskan
hubungan kerja sepihak tersebut agar membayar ganti rugi sesuai kesepakatan

Pemberi Kerja (RS) dilarang memutuskan hubungan kerja jika tenaga kesehatan:

1. Berhalangan masuk kerja karena sakit dengan keterangan dokter >1 tahun terus
menerus
2. Memenuhi kewajiban negara
3. Menjalankan ibadah agamanya
4. Menikah, hamil, melahirkan, keguguran, menyusui
5. Pertalian darah dengan pekerja lain, kecuali sudah diatur dalam perjanjian kerja
6. Pengaduan pekerja kepada pihak berwajib tentang perbuatan pihak RS yang melakukan
kejahatan.
7. Sakit akibat kecelakaan kerja

Kriteria pekerja melakukan pelanggaran berat:

1. Penipuan, pencurian, penggelapan barang/uang milik RS


2. Mabuk, konsumsi alcohol, mengedarkan narkoba di lingkungan kerja
3. Perbuatan asusila dan perjudian di lingkungan kerja
4. Mengancam atau menganiaya teman sekerja atau pihak RS
5. Membujuk teman sekerja atau pihak RS untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan peraturan perundangan
6. Sengaja membiarkan teman sekerja dalam keadaan bahaya ditempat kerja
7. Membocorkan rahasia RS

Prosedur PHK

1. Semua pihak harus berupaya menghindari terjadi PHK dengan cara pembinaan pekerja
= yaitu seperti dimutasi, diberikan peringatan baik lisan atau tulisan maksimal 3 kali.
2. Bila tidak dapat dihindarkan, baik pihak RS dan pekerja diadakan perundingan
3. Jika perundingan berhasil maka dibuatkan perbaikan
4. Jika tidak berhasil, pihak RS mengajukan penertapan disertai dengan alasan kepada
lembaga PPHI (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)
5. Selama belum ada penetapan / keputusan dari PPHI, kedua pihak tetap melakukan
kewajiban masing-masing.

Pemutusan Hubungan Kerja


Pengertian
Menurut UU RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pemutusan hubungan
kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Pada pasal 61 disebutkan hal-hal yang dapat menyebabkan perjanjian kerja dapat
berakhir, yaitu:
• Pekerja meninggal dunia
• jangka waktu kontak kerja telah berakhir
• adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
• adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Pelarangan PHK
Suatu perusahaan/lembaga seperti rumah sakit dilarang melakukan PHK jika:
 Tenaga kesehatan berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus
 Tenaga kesehatan berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
 Tenaga kesehatan menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
 Tenaga kesehatan menikah
 Tenaga kesehatan perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya
 Tenaga kesehatan mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
Tenaga kesehatan lainnya di dalam satu rumah sakit
 Tenaga kesehatan yang mengadukan pihak rumah sakit kepada yang berwajib
mengenai perbuatan pihak rumah sakit yang melakukan tindak pidana kejahatan
 Tenaga kesehatan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Syarat PHK

Menurut Permenkes No. 1199 tahun 2004, Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan
oleh pemberi kerja apabila tenaga kesehatan:
1. Tidak sehat jasmani dan/atau rohani.
2. Melanggar disiplin berat.
3. Melakukan tindak pidana.
4. Meninggal dunia.
5. Selesai masa perjanjian kerja.
6. Tidak melaksnakan pekerjaan sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan dalam
perjanjian kerja.
7. Faktor lain, seperti: pengurangan tenaga kerja (efisiensi), perubahan status rumah sakit,
rumah sakit tutup karena merugi (pailit), rumah sakit merugi selama 2 tahun berturut-
turut.
Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan apabila pihak pemberi kerja:
1. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian
kerja.
2. Telah melakukan perbuatan yang tidak layak/baik terhadap tenaga kesehatan tersebut.
3. Memberi tugas tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
Apabila salah satu pihak memtuskan hubungan kerja secara sepihak sebelum batas
waktu perjanjian berakhir sebelum batas waktu yang disepakati maka pihak yang memutuskan
hubungan kerja sepihak tersebut agar membayar ganti rugi sesuai kesepakatan.
Hal yang dipertimbangkan sebelum PHK
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan pemutusan hubungan kerja:
 Peringatan lisan/tulisan, dan dicatat pada bagian pegawaià Harapan ada
perbaikan.
 Bila perlu dibicarakan dahulu dengan sejawat untuk mengetahui apakah
tindakan peringatan dll. tidak berlebihan.
 Bila akan memutuskan hubungan kerja, perlu dicari waktu yang tepat.
 PHK harus jelas dan langsung sehingga tidak ada pertanyaan lagi, dan yang
bersangkutan sadar bahwa urusan sudah selesai. Jangan memberi harapan untuk
dapat bekerja kembali dan sebagainya.
 Perlu disediakan sanksi untuk menghindari reaksi negatif.
 PHK dapat berdampak sensitif terhadap pegawai lain, terutama pada mereka
yang terkait/terlibat dengan kasus tertentu.
 Setelah PHK selesai, perlu diambil pelajaran untuk rekrutment selanjutnya agar
lebih baik
 Evaluasi kinerja dari pegawai harus jadi acuan, misal: jika kinerja pegawai
tersebut buruk/sangat buruk maka PHK harus dilakukan.
Prosedur PHK
1. Semua pihak harus berupaya menghindari terjadinya PHK melalui:
a. Pembinaan pekerja meliputi, pendidikan berkelanjutan, seminar, pelatihan,
pemyuluhan hukum, etika profesi dan keterampilan pengelolaan program.
Sanksi yang dapat diberikan jika melanggar disiplin yaitu, teguran lisan, teguran
tertulis dan PHK sebelum batas waktu perjanjian.
b. Berikan penjelasan secara transparan melalui: pengurangan upah & fasilitas
kerja pada tingkat atas, pengurangan shift, batasi/hapus kerja lembur, kurangi
hari kerja, liburkan pekerja secara bergilir, tidak perpanjang kontrak sampai
masa kontrak habis dan memberikan pensiun dini bagi yang sudah memnuhi
syarat.
2. Bila tidak bisa dihindari maka harus dilakukan perundingan antara pihak RS dengan
tenaga kesehatan.
3. Jika perundingan berhasil, buat perjanjian baru
4. Jika tidak berhasil, pihak RS mengajukan permohonan penetapan disertai dengan
alasan-alasan.kepada lembaga PPHI ( Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)
5. Selama belum ada penetapan/keputusan dari lembaga PPHI, kedua pihak tetap
melakukan kewajibannya masing-masing.
Istilah dalam pemutusan hubungan kerja
Termination, putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang
telah disepakati. Dismissal, putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Redundancy, karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin teknologi baru, seperti: penggunaan robot-
robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu
atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berakibat pada pengurangan
tenaga kerja. Retrentchment, yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi
ekonomi yang membuat perusahaan tidak mampu memberikan upah kepada karyawannya.

Anda mungkin juga menyukai