Anda di halaman 1dari 48

TEKNOLOGI MINYAK, EMULSI DAN OLEOKIMIA

MINGGU 13

PENGUJIAN SIFAT FISIK EMULSI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat reologi
emulsi adalah :
1. Viskositas fasa pendispersi
2. Konsentrasi volume fasa terdispersi
3. Viskositas fasa internal
4. Emulsifier yang digunakan
5. Efek elektroviscous
6. Ukuran partikel dan distribusinya
1. Viskositas fasa pendispersi
Viskositas fasa eksternal memberikan pengaruh yang besar dalam
viskositas akhir emulsi.
Persamaan yang menggambarkan hubungan antara viskositas emulsi
dan viskositas fasa eksternal adalah sebagai berikut:

 = o.(x)

dimana x mewakili sejumlah faktor yang mempengaruhi viskositas.


Dalam banyak jenis emulsi, emulsifier larut dalam fasa eksternal
sehingga o dianggap sebagai viskositas campuran tersebut, jika
dibandingkan dengan cairan murni.
2. Konsentrasi fasa terdispersi

Pada umumnya, persamaan yang dihasilkan didasarkan pada teori


hidrodinamika.
Persamaan klasik yang dimunculkan oleh Einstein mengenai
hubungan antara viskositas dengan fraksi volume adalah sebagai
berikut :

 = o(1 +2,5)

Dimana () adalah o fasa internal. Persamaan Einstein ini terus


mengalami perkembangan bergantung pada jenis emulsi yang
dihadapi.
3. Viskositas fasa terdispersi

Berdasarkan kesepakatan teori hidrodinamika mengenai persamaan


klasik Einstein dengan mengasumsikan bahwa lapisan interfacial
hanya ditransmisikan tangensial dari satu fasa ke fasa lain, diperoleh
persamaan Taylor:

 = o {(1 +2,5)(1 + 0,5o) / (1 + o)}

dimana 1 adalah viskositas fasa internal.


4. Emulsifier yang digunakan

Lapisan interfacial timbul karena adanya perbedaan tegangan


antar muka.
Variasi konsentrasi emulsifier memberikan pengaruh pada …..
Antara minyak dan air
5. Ukuran partikel dan distribusinya
Konsentrasi emulsi berpengaruh terhadap ukuran partikel dan
distribusi globula emulsi yang nantinya akan berpengaruh pada
viskositas emulsi.
Viskositas nyata dari suatu emulsi memiliki konsentrasi dan
distribusi ukuran sama jika didasarkan pada diameter globula.
Viskositas relatif tidak tergantung pada suspensi liquid dan ukuran
absolut dari bola dalam konsentrasi tertentu. Tetapi viskositas relatif
merupakan fungsi dari distribusi ukuran bola.
Viskositas dipengaruhi oleh nilai diameter globula dan
efeknya berbeda untuk 2 tipe emulsi. Untuk emulsi tipe
w/o berlaku persamaan :
= x.1/dm + C

dimana x dan C konstan dan dm adalah diameter rata-rata


globula.
Viskositas relatif untuk suatu campuran sebanding
dengan viskositas relatif produk sebagai suspensi
yang terpisah, seperti digambarkan dalam persamaan:
r3 = r1 . r2

dimana : r1 = viskositas relatif dari suspensi dengan


partikel terkecil C1 persen volume
r2 = viskositas relatif dari suspensi dengan
partikel terbesar C2 persen volume
r3 = viskositas relatif suspensi dari
(CI+C2) o partikel
Viskositas dipengaruhi oleh nilai diameter globula dan
efeknya berbeda untuk 2 tipe emulsi. Untuk emulsi tipe
w/o berlaku persamaan :
= x.1/dm + C

dimana x dan C konstan dan dm adalah diameter rata-rata


globula.
Viskositas relatif untuk suatu campuran sebanding
dengan viskositas relatif produk sebagai suspensi
yang terpisah, seperti digambarkan dalam persamaan:
r3 = r1 . r2

dimana : r1 = viskositas relatif dari suspensi dengan


partikel terkecil C1 persen volume
r2 = viskositas relatif dari suspensi dengan
partikel terbesar C2 persen volume
r3 = viskositas relatif suspensi dari
(CI+C2) o partikel
Hubungan atau pengaruh emulsifier dengan
viskositas adalah:
Viskositas emulsi tergantung pada jenis
emulsifier yang digunakan.

Peningkatan konsentrasi emulsifier akan


meningkatkan viskositas larutan emulsi.

Peningkatan viskositas larutan emulsi, biasanya


diikuti oleh peningkatan stabilitas larutan emulsi.
 Konstanta Dielektrik
• Konstanta dielektrik merupakan suatu penunjuk
keberadaan agregat-agregat fasa terdispersi
pada suatu sistem emulsi.

 Konduktivitas Listrik
• Konduktivitas listrik antara sistem emulsi tipe
w/o berbeda dengan tipe o/w. Sistem emulsi
tipe o/w memiliki konduktivitas yang lebih
tinggi dibandingkan sistem emulsi tipe
w/o.
 Cara mengukur stabilitas emulsi

1. Pengukuran sedimentasi
a. Settling rate dalam area gravitasi
b. Sentrifuse
c. Ultra sentrifuse

2. Gerak Brown
3. Koalesen
4. Distribusi ukuran partikel
 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN
KETIDAKSTABILAN EMULSI

1. Komposisi bahan yang tidak tepat


2. Ketidakcocokan bahan
3. Kecepatan dan waktu pencampuran yang tidak
tepat
4. Tidak sesuainya rasio antara fasa terdispersi
dan fasa pendispersi
5. Pemanasan dan penguapan yang berlebihan
6. Jumlah dan pemilihan emulsifier yang tidak
tepat
7. Pembekuan
8. Guncangan mekanik atau getaran
9. Ketidakseimbangan densitas
10. Ketidakmurnian emulsi
11. Reaksi antara dua atau lebih komponen dalam
sistem emulsi
12. Penambahan asam atau senyawa elektrolit.
 USAHA-USAHA MEMPERTAHANKAN
STABILITAS EMULSI

1. Pengendalian Bahan-bahan Pembuat Emulsi


sebelum Proses Pembuatan Emulsi
a. Fasa terdispersi dan fasa pendispersi
b. Pemilihan jenis dan jumlah emulsifier
c. Pemilihan jenis dan jumlah stabilizer
2. Pengendalian Selama Proses Pembuatan
Emulsi
a. Pemilihan peralatan yang tepat
b. Penyesuaian suhu, tekanan, dan waktu
pencampuran pada saat proses emulsifikasi.

3. Pengendalian Setelah Terbentuk Emulsi


a. Disimpan pada suhu yang tepat
b. Terlindung dari sinar matahari
c. Terhindar dari guncangan mekanik
EMULSIFIER
 Dalam suatu emulsi, biasanya terdiri lebih dari satu
emulsifying agent karena kombinasi dari beberapa
emulsifier akan menambah kesempurnaan sifat fisik
maupun kimia dari emulsi.

 Selain memiliki gugus polar dan non-polar dalam satu


molekulnya, suatu emulsifying agent memiliki
kemampuan untuk menurunkan tegangan antar
muka dan tegangan permukaan.

 Dengan turunnya tegangan antar muka ini akan


mengurangi daya kohesi dan sebaliknya
meningkatkan daya adesi.

Gaya kohesi adalah .


 Gaya adesi adalah
 JENIS EMULSIFIER

1. Acacia Gum

• Acacia gum (gum arab) merupakan emulsifier


yang berasal dari tanaman.

• Acacia gum banyak digunakan pada emulsi


obat-obatan, terutama untuk jenis emulsi oil
in-water (O/W).

• Salah satu sifatnya adalah lengket sehingga


sama sekali tidak baik bila acacia gum
digunakan untuk pembuatan emulsi kosmetik
yang dioleskan seperti lotion dan krim.
2. Agar-agar

• Ciri khas dari agar-agar ini adalah bahwa ia


dapat menyerap air dalam jumlah yang
banyak.

• Agar-agar mulai menjadi gel pada suhu 40°C


dan akan kembali meleleh apabila dipanaskan.

• Agar-agar banyak juga digunakan pada


pembuatan emulsi obat-obatan dan makanan.

• Agar-agar berasal dari tumbuhan yaitu


tanaman rumput laut.
3. Karbohidrat

• Karbohidrat bukan merupakan emulsifier yang


baik. Karbohidrat digunakan karena
kemampuannya dapat menurunkan tegangan
antar muka.
• Contoh : dekstrin.

4. Kolesterol

• Kolesterol merupakan jenis emulsifying agent


untuk emulsi jenis water in oil (W/O).
5. Kuning Telur

• Kuning telur (egg yolk) digunakan sebagai


emulsifying agent dalam makanan terutama
dalam pembuatan kue, roti, mayonaise, dan
lain-lain.

6. Gelatin

• Gelatin memiliki sifat yang mirip dengan agar-


agar hanya saja gelatin lebih cepat menjadi
gel dibandingkan dengan agar-agar.

• Biasanya gelatin digunakan untuk produk


makanan dan produk kosmetik.
7. Lesitin

• Lesitin atau phospholipids banyak terdapat


pada biji-bijian dan digunakan untuk jenis
emulsi O/W.

8. Pektin

• Emulsi yang dihasilkan dari pektin


berpenampakan kasar. Pektin berasal dari
buah-buahan.

• Penggunaannya sebaiknya dikombinasikan


dengan emulsifier lain. Kombinasi pektin
dengan acacia gum hasilnya akan jauh lebih
baik.
9. Polihidrik Alkohol Esters dan Eter Esters

• Polihidrik alkohol esters dan eter esters yang


berbentuk cair banyak digunakan pada
industri-industri tekstil, kertas, kosmetik, dan
ada pula yang dapat dimakan.
• Sedangkan yang berbentuk padat banyak
digunakan untuk pembuatan pasta dan krim.
• Kelebihan dari emulsifler jenis ini adalah
dapat digunakan dalam air sadah karena tidak
akan terpengaruh oleh kalsium.
• Contoh emulsifier jenis ini adalah gliseril
mono stearat, gliseril manitol, oleat, dan lain-
lain.
10. Sabun
a. Sabun alkali
b. Metalic soap
c. Sabun yang merupakan gabungan dari asam
lemak dan grup amino

11. Solid Emulsifiers (emulsifying agent bentuk


padat)
• Kebanyakan dari solid emulsifier memberikan
emulsi yang agak kasar yang bersifat
sementara.
• Salah satu contoh solid emulsifiers adalah
bentonit.
11. Sulfated dan Sulfonated Emulsifier

• Perbedaan yang mendasar dari kedua jenis


emulsifying agent ini adalah bahwa sulfated
emulsifier terdiri dari belerang (sulfur) dimana
karbon disambungkan dengan sulfur oleh
oksigen.

• Pada sulfonated emulsifier, sulfur langsung


disambungkan dengan karbon.

• Minyak sulfated bila dilakukan proses


sulfanifikasi akan efektif dalam media yang
bersifat asam lemah.
12. Pelarut Hidrotropik

• Pelarut hidrotropik memiliki rumus umum


RSO3M.

• M merupakan natrium, potassium, kalsium,


lithium, atau grup amonium sementara R
adalah rantai paraffin atau kelompok aromatik.

• Beberapa contoh pelarut hidrotropik adalah


sodium kerosen sulfonat, kalsium silen
sulfonat, kalsium lignin sulfonat, dan lain-lain.
 PEMILIHAN EMULSIFIER

• Untuk menentukan jenis dan jumlah emulsifier


yang harus ditambahkan pada sistem emulsi,
dapat dilakukan melalui cara coba-coba dengan
memperhatikan sifat emulsifier dan emulsi
tersebut.
• Dalam pemilihan emulsifier dilihat jenis emulsi
yang akan dibuat apakah termasuk pada jenis
W/O atau O/W.
• Emulsifier memiliki ukuran hidrofil lipofil
balance (HLB). Ukuran ini yang dapat
menentukan apakan suatu jenis emulsifier
cocok untuk jenis emulsi W/O atau O/W.
 PEMILIHAN EMULSIFIER YANG AMAN

1. Produk tersebut dikeluarkan oleh FDA


(Food and Drugs Administration)
2. Harus memiliki fungsi yang khas dalam
memproduksi produk yang diinginkan
3. Secara kimia bersifat stabil, karena emulsifier
dengan sendirinya akan memiliki muatan
4. Tidak bereaksi
5. Tidak berbau
6. Tidak berasa dan berwama.
Tabel Kisaran HLB Emulsifier

Kisaran Penggunaan
4 -6 Emulsi W/O
7 -9 Bahan pembasah
8 - 18 Emulsi O/W
13 – 15 Detergent
15 – 18 Bahan pelarut
 Konsep keseimbangan hidrofil-lipofil
(HLB = Hydrophile-Lipophile Balance).

 Nilai ini menghitung keseimbangan karakteristik


hidrofolik-lipofilik dan molekul emulsifier dengan
skala numerik (Ford, 1976).

 Nilai HLB untuk emulsifier non ionik dapat dihitung


dari komposisi teoritis (berat molekul) atau dengan
data analitis seperti bilangan penyabunan dan
bilangan asam.

 Nilai HLB ini berkisar antara 1 sampai 40, dimana


angka yang lebih rendah pada umumnya
menunjukkan kelarutan dalam minyak dan angka
yang lebih tinggi menunjukkan kelarutan dalam air.
Tabel. Kebutuhan HLB untuk Emulsifikasi Minyak yang
Umum digunakan dalam Aplikasi Pangan
Nilai
Senyawa Nilai HLB Senyawa
HLB
Asam Laurat 16 Minyak Mineral, aromatik 12
Asam Linoleat 16 Minyak Mineral, parafin 10
Asam oleat 17 Mineral spirits 14
Asam Risinoleat 16 Minyak Sawit 7-10
Beeswax 9 Lilin Parafin 10
Minyak Jarak 14 Minyak Lobak 9
Lemak kakao 6 Minyak Safflower 7
Minyak Jagung 8 -10 Minyak Kedelai 6
Minyak Biji Kapas 5-6 Gemuk 6
Minyak Kacang
Lemak Babi 5 6-7
terhidrogenasi
Minyak Menhaden 12
Contoh Emulsifier dalam Formula

Susu Coklat Cold Cream


Sodium Alginate 0,8 lb Gliseril monostearate 12%
Irish Moss 0,7 lb Beeswax 3%
Gula 44 lb Spermacati 3%
Coklat 8,8 lb Mineral oil 30%
Susu 96 gal Gliserine 8%
Air 43.5%
Maldex 0.1%
Parfum 0,4%
 Beberapa Metode yang Digunakan dalam
Pemilihan dan Klasifikasi Emulsifier.

1. Metode Griffin
2. Metode Davies
3. Metode Greenwald
4. Metode Huebner
5. Metode Schott
1. Metode Griffin

 Griffin menemukan bahwa nilai HLB dari campuran


dua atau lebih emulsifier merupakan fungsi
penjumlahan.
 Nilai HLB campuran sama dengan jumlah nilai HLB
masing-masing emulsifier dikalikan fraksi beratnya di
dalam campuran tersebut.

HLB =  xi(HLB)
 Persamaan di atas dapat digunakan untuk
menentukan nilai HLB dari suatu bahan yang tidak
diketahui nilai HLB-nya, yaitu dengan jalan
mencampurkan bahan tersebut dengan bahan lain
yang nilai HLB-nya telah diketahui.
 Nilai HLB ester-ester asam lemak alkohol polihidrat
(tipe sorbitan monoester), dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan berikut:

HLB = 20(1-S/A)

dimana :
S = bilangan penyabunan ester
A = bilangan asam

 Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

HLB = 20(IMh/Mw)

dimana :
Mh = berat gugus hidrofobik
Mw = berat molekul
Nilai HLB Perkiraan untuk Beberapa Jenis Emulsifier

Emulsifier Sifat Perkiraan HLB


TEA oleat Anionik 12
Natrium oleat 18
Kalsium oleat Kationik 20

Atlas G-251 Nonionik 25 - 35

Asam oleat ~1
Span 85 1,8
Span 80 4,3
Span 60 4,7
Span 20 8,6
Tween 81 10,0
Tween 60 14,9
Tween 80 15,0
Tween 20 16,7
Sumber : Moroi (1992)
 Ester-ester asam lemak (jenis Tween) kebanyakan
tidak mempunyai data bilangan penyabunan. Nilai
HLB-nya dihitung dengan rumus :

HLB = (E+P)/5
dimana :
E = persen berat oksietilen
P = persen berat polihidrik alkohol

 Jika gugus hidrofilik hanya mengandung


polioksietilena, maka persamaan tersebut
disederhanakan menjadi:

HLB = E/5
 Griffin mengusulkan skala HLB emulsifier antara 1
(sangat lipofilik) sampai dengan 40 (sangat hidrofilik).

 Nilai HLB ditetapkan dengan cara menentukan


proporsi kombinasi emulsifier yang berbeda yang
dibutuhkan untuk membuat emulsi minyak/air yang
paling baik; dalam hal ini 75 % emulsi digunakan
untuk menentukan nilai HLB dari setiap surfaktan.

 Atlas Chemical Industries (sekarang ICI America)


merekomendasikan bahwa rangkaian sembilan jenis
tes emulsi awal dilakukan untuk mendapatkan nilai
HLB proksimat, yang kemudian ditingkatkan dengan
emulsi selanjutnya.

 Metode ini hanya dilakukan untuk surfaktan nonionik.


 Nilai HLB yang diperoleh dengan cara tersebut
berkisar antara 1 (paling lipofilik) sampai 20 (paling
hidrofilik) (Moroi, 1992).

 Jika suatu produk 100% hidrofilik, maka nilai HLBnya


adalah 20.

 Nilai HLB pada dasarnya merupakan indikasi


persentase berat dari bagian hidrofilik molekul
emulsifier nonionik (Kamel, 1991).

 Menurut Yeshajahu (1985), perubahan dari lipofilik ke


hidrofilik, pada skala HLB ini, terjadi pada nilai HLB
10.
Tabel. Nilai HLB Emulsifier Hasil Perhitungan
HLB = (Hm/Tm)X20 HLB = H/5 HLB = 20 {1-(Sv/Av)}
Hm = bagian molekul H = bagian hidrofilik Sv = bilangan penyabunan
hidrofilik Av = bilangan asam
Tm = berat molekul total
Persentase Gugus Nilai Sifat dalam
air Aplikasi
Hidrofilik Lipofilik HLB
0 100 0 Tidak 1 Antifoaming
10 90 2 terdispersi 3 agents

20 80 4 Dispersi
rendah 6 Emulsifier W/O
30 70 6
7 8
40 60 8 Keruh
9
50 50 10 Keruh, stabil Wetting agents
60 40 12 Transparan, 13 Emul
70 30 14 jernih 15 sifier
O/W
80 20 16 Larutan
koloidal 18 Deterjen
90 10 18
jernih 18
100 0 20 Bahan pelarut
Sumber : Schuster (l981) di dalam Yeshajahu (1985)
2. Metode Davies

 Davies menghitung nilai HLB dengan menetapkan


HLB kontribusi jumlah gugus untuk setiap gugus
fungsional dalam suatu molekul setelah
mempelajari laju koalesensi relatif droplet minyak
dalam air dan air dalam minyak yang telah distabilkan.

Persamaan Davies yang dapat diaplikasikan juga


untuk surfaktan anionik adalah sebagai berikut :

HLB = (jumlah gugus hidrofilik) - ( jumlah


gugus hidrofobik) + 7
 Metode Davies dapat digunakan jika struktur dan
proporsi komponen-komponen di dalam surfaktan
diketahui.

 Kerugian terbesar dari metode tersebut adalah


kenyataan bahwa kontribusi gugus hidrofilik pada
polaritas molekul surfaktan cenderung menurun
dengan meningkatnya ukuran molekul (Moroi, 1992).
Tabel. Jumlah Gugus HLB untuk Gugus Hidrofilik dan Hidrofobik

Hidrofilik Jumlah gugus


-SO4Na 38,7
-COOK 21,1
COONa 19,1
SO3Na 11,0
N (amina tersier) 9,4
Ester (bebas) 2,4
-COOH 2,1
-OH (bebas) 1,9
-O- 1,3
-OH (cincin sorbitan) 0,5
-CH- 0,475
-CH2- 0,475
-CH3 0,475
=CH- 0,475
-CF2- 0,870
Sumber : Moroi (1992)
3. Metode Greenwald

 Greenwald dan kawan-kawan mengembangkan


sistem klasifikasi berdasarkan koefisien distribusi
cairan-cairan dan surfaktan di dalam air dan
isooktana (Moroi,1992).

4. Metode Huebner

 Pada tahun 1962, Huebner memperkenalkan metode


kuantifikasi yang disebut indeks polaritas
(PI=Polarity Index) yang diharapkan dapat
menggantikan nilai HLB.

 Indeks ini diketahui mempunyai hubungan linear


dengan nilai HLB.
 Indeks polaritas diperoleh dari jumlah karbon
bersama-sama dengan metanol, ketika metanol dan
hidrokarbon normal dipisahkan dengan kromatografi
gas dengan surfaktan sebagai fase stasioner.

 Rumus Huebner untuk indeks polaritas ini yaitu :

PI = 100 log(nc – 4,7) + 60

dimana :
nc = jumlah atom karbon dalam alkana standar yang memiliki
waktu retensi yang sama dengan metanol (diperoleh dari
grafik antara waktu retensi hidrokarbon dengan jumlah
atom karbon dalam hidrokarbon);
4,7 = faktor yang diperoleh secara statistik
60 = nilai yang dibutuhkan untuk membuat indeks menjadi
positif.
4. Metode Schott

 Schott mengembangkan konsep penentuan parameter


kelarutan (solubility parameter) yaitu sifat molekul
surfaktan yang dapat dihitung dari kontribusi aditif
gugus fungsionalnya dan memperkenalkan
parameter kelarutan keseluruhan, yang diperoleh
dari tiga komponen:

0 = (2D + 2P + 2H)1/2

dimana :
D = gaya dispersi
P = gaya dipol-dipol
H = gaya ikatan hidrogen
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai