Anda di halaman 1dari 20

Intra Operatif

A. PENDAHULUAN
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan
perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi
atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat
dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis
pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah
fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada
masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan
menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan
yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara
umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi
pertama, ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan
membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan
asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra
operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan
koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas
selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA
(Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan
baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia
masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi
penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan
instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi
mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat
bedah dan dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan
dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan,
temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan
pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.

B. PRINSIP-PRINSIP UMUM
a. Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan,
baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan
tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua
implantat, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi
dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan

b. Prinsip asepsis personel


Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing
(cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik
pemakaian sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep
tersebut diatas untuk dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan
antisepsis sehingga menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini
diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi
selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-
teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga
kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang
dapat muncul diantranya penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan
tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.

c. Prinsip asepsis pasien


Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah
dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan
operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi
lapangan operasi dan tindakan drapping.
d. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada
dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan
dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan
menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan
benda-benda non steril.

C. FUNGSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF


Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin
kelancaran jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan
pembedahan. Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan
dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan
kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di
dalam ruang operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu
yang sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan
ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan sebelum, selama dan sesudah operasi.
Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik
asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang berhubungan (tenaga medis,
rontgen dan petugas laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama
prosedur operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse termasuk melakukan desinfeksi lapangan
pembedahan dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan
peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub juga
membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-
tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa,
drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah
pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan material
untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat
tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan
pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan
dan untuk bekerja sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani
segala situasi kedaruratan di ruang operasi.

D. AKTIVITAS KEPERAWATAN SECARA UMUM


Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur
pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan
memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi
berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan
pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di
ruang operasi adalah:
a. Daerah operasi
b. Usia
c. Berat badan pasien
d. Tipe anastesi
e. Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan pergerakan,
seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan
penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi :
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang
berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
• Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi,
mastectomy atau pun reseksi usus.
• Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
• Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering digunakan
untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
• Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya digunakan
untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti
Hemmoiroidektomy
• Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
b. Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan
tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat
mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan
sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai
bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan
mencegah terjadinya injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien
selama operasi sehingga pasien kooperatif.
4. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus,
oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.

Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
1. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang
masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi
terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat
apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi
pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien
masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi
secepatnya.

Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)


Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
1. Memanage keamanan fisik pasien
2. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis

D. TIM OPERASI
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi,
maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim
operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota
tim non steril. Berikut adalah bagan anggota tim operasi.
Steril :
a. Ahli bedah
b. Asisten bedah
c. Perawat Instrumentator (Scub nurse)
Non Steril :
a. Ahli anastesi
b. Perawat anastesi
c. Circulating nurse
d. Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
Surgical Team:
Perawat steril bertugas :
a. Mempersiapkan pengadaan alat dan bahan yang diperlukan untuk operasi
b. Membatu ahli bedah dan asisten saat prosedur bedah berlangsung
c. Membantu persiapan pelaksanaan alat yang dibutuhkan seperti jatrum, pisau bedah, kassa
dan instrumen yang dibutuhkan untuk operasi.
Perawat sirkuler bertugas :
a. Mengkaji, merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi aktivitas keperawatan
yang dapat memenuhi kebutuhan pasien.
b. Mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman
c. Menyiapkan bantuan kepada tiap anggota tim menurut kebutuhan.
d. Memelihara komunikasi antar anggota tim di ruang operasi.
e. Membantu mengatasi masalah yang terjadi.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada tahap intra operatif yang biasanya muncul adalah:
• Resiko infeksi b.d prosedur invasif (luka incisi)
• Resiko injury b,d kondisi lingkungan eksternal misal struktrur lingkungan, pemajanan
peralatan, instrumentasi dan penggunaan obat-obatan anastesi.

F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi tindakan keperawatan yang bisa dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional
Kesejahteraan emosional pasien harus dijaga selama operasi. Sebelum dianastesi
perawat bertanggung jawab untuk membuat pasien nyaman dan tidak cemas.
Bila pasien sadar atau bangun selama prosedur pembedahan. Perawat bertugas
menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan, memberikan dukungan psikologis dan
menyakinkan pasien. Ketika pasien sadar dari pengaruh anastesi, penjelasan dan
pendidikan kesehatan perlu dilakukan. Hal ini dilakukan terhadap semua pasien,
terutama pada operasi dengan sistem anastesi lokal maupun regional. Pemantauan
kondisi pasien akan mempengaruhi kondisi fisik dan kerja sama pasien.
2. Mengatur posisi yang sesuai untuk pasien
Posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan pembedahan dan juga untuk
menjamin keamanan fisiologis pasien. Posisi yang diberikan pada saat
pembedahan disesuaikan dengan kondisi pasien. Lihat keterangan di atas.
3. Mempertahankan keadaan asepsis selama pembedahan
Perawat bertanggung jawab untuk mempertahankan keadaan asepsis selama operasi
berlangsung. Perawat bertanggung jawab terhadap kesterilan alat dan bahan yang
diperlukan dan juga bertanggung jawab terhdap seluruh anggota tim operasi dalam
menerapkan prinsip steril. Jika ada sesuatu yang diangggap tidak steril menyentuh
daerah steril, maka instrumen yang terkontaminasi harus segera diganti.
4. Menjaga kestabilan temperatur pasien
Temperatur di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan
kelembapannya diatur untuk mengahmabat pertumbuhan bakteri. Pasien biasanya
merasa kedinginan di kamar operasi jika tidak diberik selimut yang sesuai.
Kehilangan panas pada pasien berasal dari kulit dan daerah yang terbuka untuk
dilakukan operasi. Ketika jaringan tidak tertutup kulit akan terekspose oleh udara,
sehingga terjadi kehiilangan panas akan berlebihan. Pasien harus dijaga sehangat
mungkin untuk meminimalkan kehilangan panas tanpa menyebabkan vasodilatasi
yang justru menyebabkan bertambahnya perdarahan.
5. Memonitor terjadinya hipertermi malignan
Monitoring kejadian hipertermi maligan diperlukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi berupa kerusakan sistem saraf pusat atau bahkan kematian. Monitoring
secara kontinu diperlukan untuk menentukan tindakan pencegahan dan penanganan
sedini mungkin sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang dapat merugikan
pasien.
6. Membantu penutupan luka operasi
Langkah terakhir dalam prosedur pembedahan adalah penutupan luka operasi.
Penutupan luka dilakukan lapis demi lapis dengan menggunakan benag yang
sesuai dengan jenis jaringan. Penutupan kulit menggunakan benang bedah untuk
mendekatkan tepi luka sampai dengan terjadi penyembuhan luka operasi. Luka yang
terkontaminasi dapat terbuka seluruhnya atau sebagian saja. Ahli bedah memilih
metode dan tipe jahitan atau penutupan luka beedasarkan daerah operasi, ukuran dan
dalamnya luka operasi serta usia dan kondisi pasien. Setelah luka operasi dijahit
kemudian dibalut dengan kassa steril untuk mencegah kontaminasi luka,mengabsorpsi
drainage, dan membantu penutupan incisi. Jika penyembuhan luka terjadi tanpa
komplikasi, jahitan biasanya bisa dibuka setelah 7 sampai dengan 10 hari
tergantung letak lukanya.
7. Membantu drainage
Drain ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan darah, serum,debris dari
tempat operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat memperlambat penyembuhan luka
dan menyebabkan terjadinya infeksi. Ada beberapa tipe drain bedah yang dipili
berdasarkan ukuran luka. Perawat bertanggung jawab mengkaji bahwa drain berfungsi
dengan baik. Darain bisaanya dicabut bila produk drain sudah berkurang dalam
jumlah yang signifikan. Dan bentuk produk sudah serous, tidak dalam bentuk darah
lagi.
8. Memindahkan pasien dari ruang opersai ke ruang pemulihan/ICU
Sesudah operasi, tim operasi akan memberikan pasien pakain yang bersih, kemudian
memindahkan pasien dari meja operasi ke barankard. Selama pembedahan ini tim
operasi meghindari membawa pasien pasien tanpa pakaian, karena disamping
memalukan bagi pasien juga merupakan salah satu predisposisi terrjadinya kehilangan
panas, infeksi respirasi dan shock, mencegah luka operasi terkontaminasi serta
kenyamanan pasien.Hindari juga memindahkan pasien dengan tiba-tiba dan
perubahan posisi yang terlalu sering yang merupakan predisposisi terjadinya
hipotensi. Perubahan posisi pada pasien harus dilakukan secara bertahap, misalnya
dari litotomi ke posisi horizontal kemudian kearah supinasi dan lateral. Saat
memindahkan pasien post operasi harus dilakukan ekstra hati-hati dan mendapatkan
bantuan yang adekuat dari staff. Sesudah memindahkan pasien ke barnkard, pasien
ditutup dengan selimut dan dipasang sabuk pengaman. Pengaman tempat tidur (side
rail) harus selalu dipasang untuk keamanan pasien, karena pasien biasanya akan
mengalami periode gelisah saat dipindahkan dari ruang operasi.
PROSEDUR TINDAKAN PEMASANGAN WATER SEAL DRAINAGE
(WSD)

I. PENGERTIAN WSD

Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting untuk
memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif yang dilakukan pada
daerah thorax khususnya pada masalah paru-paru.
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan suatu kateter/ selang
kedalam rongga pleura ,rongga thorax,mediastinum dengan maksud untuk mengeluarkan
udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga tersebut agar mampu mengembang atau
ekspansi secara normal.
Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis adalah pemasangan
kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan dihubungkan dengan suatu botol
penampung.

Macam-Macam metode dari WSD :


a. Sistem WSD Botol Tunggal
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang, satu
untuk ventilasi udara dan lubang yang lain memungkinkan selang masuk kedalam botol.
Keuntungan :
 Penyusunan sederhana
 Memudahkan untuk mobilisasi pasien

Kerugian :
 Saat melakukan drainage, perlu kekuatan yang lebih besar dari ekspansi dada untuk
mengeluarkan cairan / udara
 Untuk terjadinya aliran kebotol, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan dalam
botol
 Kesulitan untuk mendrainage udara dan cairan secara bersamaan.

b. Sistem WSD Dua Botol


Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua
bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel
botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
 Mampu mempertahankan water seal pada tingkat yang konstan
 Memungkinkan observasi dan tingkat pengukuran jumlah drainage yang keluar dengan
baik
 Udara maupun cairan dapat terdrainage secara bersama-sama .
Kerugian :
 Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol
 Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara sehingga dapat terjadi kebocoran
udara.

c. Sistem WSD Tiga Botol


Pada sistem tiga botol, sistem dua botol ditambah dengan satu botol lagi yang berfungsi
untuk mengatur / mengontrol jumlah drainage dan dihubungkan dengan suction. Pada sistem
ini yang terpenting adalah kedalaman selang dibawah air pada botol ketiga. Jumlah penghisap
didinding yang diberikan botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran-putaran
lembut gelembung dalam botol. Gelembung yang kasar menyebabkan kehilangan air,
mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan .
Keuntungan :
 Sistem paling aman untuk mengatur penghisapan

Kerugian :
 Perakitan lebih kompleks sehingga lebih mudah terjadi kesalahan pada pada perakitan
dan pemeliharaan
 Sulit untuk digunakan jika pasien ingin melakukan mobilisasi

d. Sistem WSD sekali pakai / disposable


Jenis-jenisnya :
 Pompa penghisap Pleural Emerson
Merupakan pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di
dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga
botol.
Keuntungan :
 Plastik dan tidak mudah pecah

Kerugian :
 Mahal
 Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.

 Fluther valve
Keuntungan :
 Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik
 Kurang satu ruang untuk mengisi
 Tidak ada masalah dengan penguapan air
 Penurunan kadar kebisingan
Kerugian :
 Mahal
 Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karena
tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.

 Calibrated spring mechanism


Keuntungan :
 Mampu mengatasi volume yang besar

Kerugian
 Mahal

2. INDIKASI , TUJUAN DAN LOKASI PEMASANGAN WSD


a. Indikasi

1. Pneumothoraks yang disebabkan oleh :


- Spontan > 20 % karena rupture bleb
- Luka tusuk tembus
- Klem dada yang terlalu lama
- Kerusakan selang dada pada sistem drainage

2. Hemothoraks yang disebabkan oleh :


- robekan pleura
- kelebihan antikoagulan
- pasca bedah thoraks

3. Empyema disebabkan oleh :


- Penyakit paru serius
- Kondisi inflamasi

4. Bedah paru karena :


- Ruptur pleura sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura
- Reseksi segmental. Misalnya : pada tumor paru , TBC
- Lobectomy. Missal : pada tumor paru, abses, TBC
- Pneumektomi.

5. Efusi pleura yang disebabkan oleh :


- Post operasi jantung
b. Tujuan
1. Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
2. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
3. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura ( reflux drainage) yang dapat
menyebabkan pneumotoraks
4. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan
negatif pada intra pleura.

c. Lokasi
1) Apikal
- Letak selang pada intercosta III midclavicula
- Dimasukan secara anterolateral
- Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2) Basal
- Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler
- Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura

3. KONSEP FISIOLOGI TINDAKAN WSD TERHADAP TUBUH


Paru-paru disokong dalam rongga dada oleh tekanan negative. Tekanan negative ini
dibuat oleh dua kekuatan yang berlawanan. Pertama kecenderungan dinding dada untuk
mengembang kedepan dan belakang. Kedua adalah kecenderungan jaringan alveolar elastis
untuk berkontraksi.Analogi adalah dua lapisan mikroskopik yang saling mengikat tetesan air
yang terletak diantaranya.Kedua lapisan tersebut adalah lapisan visceral dan lapisan pleural
parietal. Tetesan air adalah cairan pleura.Sesuai analogi lapisan tersebut, upaya kekuatan
yang berlawanan untuk menarik pleura pada arah yang berbeda. Terjadinya tekanan paru
negative yang mengikat paru dengan kencang pada dinding dada akan mencegah paru
menjadi kolaps.Selama inspirasi, tekanan intrapleura akan menjadi lebih negative. Pada
ekspirasi, tekanan menjadi kurang negatif.

4. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
- Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( aritmia )
- Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
- Hipertensi / hipotensi

b. Nyeri
Subyektif :
- Nyeri dada sebelah
- Serangan sering tiba-tiba
- Nyeri bertambah saat bernafas dalam
- Nyeri menyebar ke dada, badan dan perut
Obyektif
- Wajah meringis
- Perubahan tingkah laku ( pergerakan hati-hati pada daerah yang sakit, prilaku
distraksi )
c. Respirasi
Subyektif :
- Riwayat sehabis pembedahan dada, trauma
- Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.
- Kesulitan bernafas
- Batuk
Obyektif :
- Takipnoe
- Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal.
- Fremitus menurun pada sisi yang abnormal
- Perkusi dada : hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan daerah dada, berkeringat,

d. Rasa aman
- Riwayat fraktur / trauma dada
- Kanker paru, riwayat radiasi / khemotherapi

e. Integritas ego
- cemas, ketakutan, gelisah
f. Pengetahuan
- Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi seperti TB, Ca.
- Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, perawatan.

5. DIAGNOSIS KEPERWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan insisi pemasangan WSD
DS :
- mengatakan nyeri dada sebelah
- serangan nyeri sering tiba-tiba
- nyeri bertambah saat bernapas dalam
- nyeri menyebar kedada,badan dan perut
DO :
- wajah tampak meringis
- perubahan prilaku (pergerakan hati-hati pada daerah yang sakit, prilaku distraksi )
- Perubahan tanda-tanda vital terutama nadi biasanya meningkat.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
penumpukan cairan/ udara,nyeri luka insisi, ditandai dengan
DS :
- klien mengatakan mempunyai riwayat pembedahan dada,trauma
- Riwayat penyakit paru kronik,peradangan paru, tumor paru,
- Mengatakan sulit bernapas akibat nyeri
- batuk-batuk.
DO :
- Takipnea
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot Bantu pernapasan,retraksi intercosta
- Perkusi dada : Hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi pergerakan dada tidak simetris
- Pada kulit terjadi sianosis, pucat, berkeringat dan terjadi krepitasi subcutan daerah
dada.

3. Sindrome kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan pola napas tidak efektif
akibat pemasangan selang WSD ditandai dengan
DS :
- Klien mengungkapkan nyeri pada saat melakukan mobilisasi
- Klien mengungkapkan tidak dapat memenuhi ADL nya karena nyeri dan sesak
DO :
- Klien tampak membatasi pergerakanya dan tidak mampu memenuhi ADL nya
- Pada daerah thoraks terpasang selang WSD

4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tindakan WSD, ditandai


dengan
DS :
- Klien mengatakan cemas dan takut dengan keadaanya yang terpasang selang
- Klien mengatakan tidak mengerti tentang fungsi,cara perawatan dan semua yang
berkaitan dengan tindakan WSD
DO :
- Klien tampak cemas,
- Klien tampak gelisah dan ketakutan.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan insisi / invansif akibat pemasangan selang
WSD ditandai dengan :
DS : -
DO :
- Terdapat luka insisi pemasangan selang WSD pada daerah thoraks

7. PERSIAPAN ALAT PROSEDUR TINDAKAN PEMASANGAN WSD


 Kasa steril
 Sarung tangan steril dan masker
 Motor suction
 Duk steril
 Sumber cahaya
 Sedative ( jika siperlukan )
 Lidokain 1 % tanpa epinephrine ( 20 ml )
 Spuit ukuran 10 ml dengan needle no 18 dan 23
 Tube / selang WSD no 28 atau 36 french ( untuk dewasa ) steril
 Sistem drainage dan penyedot/suction ( pompa emerson )
 Botol penampung berisis cairan antiseptic ( jumlah botol tergantung dengan sistem
WSD
 yang akan dipakai )
 Tabung oksigen dan kanul oksigen
 mata pisau scalpel dan tangkainya no 10 dan no 11
 Naalpocdes,Klem,duk berlubang steril.
 Trocart
 Klem mosquito 6 buah
 Klem Kelly bengkok yang besar
 Gunting jaringan 2 buah
 Gunting jahitan 2 buah
 Gunting diseksi bengkok metsenbaum 2 buah
 Forsep jaringan dengan dan tanpa gigi 2 buah
 Plester / hipavik
 Benang jahitan
1) no 2-0, 30 silk jarum kulit ( cutting needle )
2) no 2-0, 30 silk dengan jarum jaringan ( taxen needle)
 bengkok / tempat sampah
 gunting plester dan betadine

8. PERSIAPAN LINGKUNGAN DAN PERSIAPAN KLIEN


Persiapan lingkungan
a. Selalu menjaga privacy klien
b. Atur pencahayaan ruangan dan sirkulasi udara tempat tindakan
c. Ciptakan suasana lingkungan yang bersih,nyaman dan tenang

Persiapan klien
a. Beritahu klien tentang tujuan tindakan dan prosedur tindakan pemasangan WSD
b. Posisikan pasien pada posisi supinasi / fowler.

9. PROSEDUR KERJA PEMASANGAN WSD


A. Kaji airway,breathing dan circulation klien
B. Lakukan tindakan untuk melindungi airway,dengan membebaskan jalan napas
C. Lakukan tindakan pemasangan O2 sesuai yang dibutuhkan’
D. Pasang intravena line untuk menjaga sirkulasi
E. Kaji klien terhadap kemungkinan adanya cidera pada dada seperti adanya :
a. Memar pada dada / abdomen
b. Tanda luka dalam atau luar
c. Kesimetrisan dan bentuk dada
d. Menggunakan otot Bantu napas
e. Retraksi dada
f. Suara napas.ada tidaknya Hipersonor
g. Adanya nyeri
h. Adanya emphysema subcutan
F. Kaji adanya tanda-tanda komplikasi pernapasan
G. Periksa nilai Analisa gas darah ( AGD )
H. Hadirkan ahli terapi pernapasan jika diperlukan
I. Kaji apakah klien ada allergi dengan obat-obatan atau betadine
J. Jelaskan prosedur tindakan kepada klien dan keluarga
K. Posisikan klien dengan posisi fowler atau supinasi atau miring dengan sisi yang
sehat
L. mengarah ketempat tidur dan posisi tangan diangkat keatas kepala.
M. Tentukan lokasi insisi tempat pemasangan selang,cuci tangan.

1. Apikal
- Letak selang pada intercosta III midclavicula
- Dimasukan secara anterolateral
- Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

2. Basal
- Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler
- Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura.
A. Lakukan tindakan asepsis dan anti sepsis pada daerah pemasangan WSD
dengan betadine
B. Berikan anastesi local dengan lidokain 1 % tanpa epineprin 20 ml
C. Lakukan sayatan/ insisi pada kulit yang telah ditentukan sampai batas subcutis
D. Buatlah terowongan/lubang dengan spuit 110 ml diatas tepi iga/intercosta
sampai
E. menembus pleura,dengan tanda cairan akan menyemprot keluar
F. Masukkan selang berukuran 28-36 french untuk mengeluarkan darah / nanah.
G. mengeluarkan udara maka ukuran selang akan lebih kecil
H. Hubungkan selang WSD dengan sistem botol yang sudah diberi cairan
antiseptik sebanyak ± 20 cm
I. Lakukan penjahitan atau heating pada tempat insisi dan lakukan disinfeksi
dengan
J. betadin,fiksasi selang kekulit dengan kasa steril kemudian plester.
K. Rapikan klien dan rapikan alat-alat
L. Cuci tangan dengan teknik aseptic.

10. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Kaji vital sign klien selama pemasangan WSD
2. Gunakan selang berbahan karet dan harus tertutup dari kemungkinan masuknya udara
3. luar.
4. Botol tidak boleh ditempatkan lebih tinggi dari tempat pemasangan selang kecuali
pada
5. keaadan diklem
6. Selang hanya boleh diklem dalam waktu beberapa menit untuk mencegah terjadinya
7. tekanan positif pada rongga pleura
8. Pemasangan dilakukan dengan teknik steril
9. Lakukan pendokumentasian yang meliputi waktu pemasangan WSD, jumlah cairan
yang
10. dilkeluarkan, warna dan respon klien terhadap pemasangan WSD.

11. PERAWATAN WSD


1. Mengisi bilik water seal dengan air steril sampai batas ketinggian yang sama dengan 2
cm
2. H2O
3. Jika digunakan penghisap,isi bilik control penghisap dengan air steril sampai
ketinggian
4. 20 cm atau aesui yang diharuskan
5. Pastikan bahwa selang tidak terlipat,menggulung atau mengganggu gerakan klien
6. Berikan dorongan klien untuk mencari posisi yang nyaman dan pastikan selang tidak
7. tertindih.
8. Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan dan bahu dari sisi yang sakit beberapa
kali
9. sehari
10. Dengan perlahan pijat selang,pastikan adanya fluktuasi dari ketinggian cairan dalam
bilik
11. WSD yang menandakan aliran masih lancer.
12. Amati adanya kebocoran terhadap udara dalam sistem drainage sesuai yang
diindikasikan
13. oleh gelembung konstan dalam bilik WSD
14. Observasi dan laporkan adanya pernapasan cepat,dangkal,sianosis, adanya emfisema
15. subcutan, gejala-gejala hemoragi,dan perubahan yang signifikan pada tanda-tanda
vital
16. Anjurkan klien mengambil napas dalam dan batuk pada interval yang teratur dan
efektif
17. Jika klien harus dipindahkan kearea lain,letakkan botol dibawah ketinggian dada.
Jika
18. selang terlepas,gunting ujung yang terkontaminasi dari selang dada dan selang.Pasang
19. konektor steril dalam selang dada dan selang ,sambungkan kembali kesistem
drainage.
20. JANGAN mengklem WSD selama memindahkan klien.
21. Ganti botol WSD setiap tiga hari atau bila sudah penuh,catat jumlah cairan yang
dibuang.
22. Cara mengganti Botol :
a. Siapkan set baru.Botol yang berisi aquabides ditambahkan dengan disinfektan
b. Selang WSD diklem dulu
c. Ganti botol WSD dan lepaskan klem
d. Amati adanya undulasi dalam selang WSD

12. PELEPASAN DAN INDIKASI PELEPASAN SELANG WSD


Pelepasan Selang WSD :
a. Instruksikan klien untuk melakukan maneuver valsava dengan lambat dan bernapas
dengan tenang
b. Selang dada diklem dan dengan cepat dilepas
c. Secara bersamaan,pasangkan balutan kecil kedap udara dengan penutup kasa dan
difiksasi dengan plaster adesif/tahan air.

Indikasi Pelepasan Selang WSD :


a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
o Tidak ada undulasi, namun perlu hati-hati karena tidak adanya undulasi juga
salah
o satu tanda yang menyatakan kondisi motor suction tidak jalan, selang
tersumbat /terlipat atau paru memang sudah benar-benar mengembang.
o Tidak ada cairan keluar
o Tidak ada gelembung udara yang keluar
o Tidak ada kesulitan bernapas
o Dari foto rontgent menunjukan tidak ada cairan atau udara
b. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan
pada selang.
13. KOMPLIKASI PEMASANGAN WSD

a. Perdarahan intercosta
b. Empisema
c. Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri
d. Pneumothoraks kambuhan.

Anda mungkin juga menyukai