Oleh:
Haikal Alpin
Dosen STIKES Graha Edukasi Makassar
ABSTRAK:
Jumlah lanjut usia (lansia) di seluruh dunia pada tahun 2005 dierkirakan ada 500
juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan bertambah.
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk 14,3 juta dari 6,3 juta orang
tersebut terdapat 822.831 (13,06%) orang tergolong jompo, yaitu para lansia yang
memerlukan antuan khusus sesuai undang-undang bahkan mereka harus dipelihara oleh
Negara. Indonesia adalah termasuk Negara yang memasuki era penduduk berstruktur
lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang
lebih 19 juta, dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah
lansia sebesar 23,9 juta (9,77%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Menkokesra,
2008).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Apakah ada pengaruh Teknik
Relaksasi Benson Terhadap Lama Waktu Tidur Lansia
Jenis penelitian ini adalah adalah observasional analitik disain CrossSectional
Study,Dalam penelitian ini populasinya adalah lansia yang tinggal di kelurahan Paropo
kecamatan Panakukkang Kota Makassar jumlah lansia sebanyak 134 lansia. Dan jumlah
sampel dalam penelitian adalah 20 orang dengan menggunakan teknik pengambilan
sampel purposive Sampling.
Hasil uji skor relaksasi Benson dengan menggunakan analisis uji t berpasangan
ditemukan nilai significancy 0,000 yang lebih kecil dari nilai α 0,05. Hasil uji relaksasi
Benson (post-test) hari I menggunakan analisis uji t berpasangan.
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh teknik relaksasi Benson terhadap lama
waktu tidur lansi maka peneliti menyimpulkan bahwa pemberian latihan teknik relaksasi
Benson sangat membantu dalam memenuhi tidurnya apalagi bila lansia tersebut
mengalami kecemasan, depresi maupun adanya gangguan dalam tubuhnya misalnya:
sakit. Pemberian latihan secara teratur dan dibawah bimbingan seseorang belajar untuk
rileks dan menurunkan reaksinya terhadap stress. Cara ini bermanfaat untuk memenuhi
tidur lansia baik kualitas maupun kuantitasnya.
secara optimal baik sehat maupun yang siklus tidur. Tahap 1 dan 2 merupakan
sakit. Sejumlah factor yaitu factor biologis, karakteristik dari tidur dangkal dan
psikologis dan lingkungan dapat mengubah seseorang lebih mudah bangun. Tahap 3
kualitas dan kuantitas tidur, seperti penyakit dan 4 merupakan tidur dalam dan sulit
fisik, obat-obatan dan substansi, gaya untuk dibangunkan (Potter & Perry, 2005;
hidup, pola tidur yang biasa dan mengantuk Martono, 2009).
yang berlebihan pada siang hari, stress Gangguan tidur merupakan
emosional, lingkungan, latihan fisik dan masalah yang paling banyak dialami oleh
kelelahan, serta asupan makanan dan lanjut usia. Gangguan tidur dapat
kalori (Perry & Potter, 2005). meningkatkan biaya penyakit secara
Jumlah lanjut usia (lansia) di keseluruhan. Gangguan tidur juga dikenal
seluruh dunia pada tahun 2005 dierkirakan sebagai penyebab morbiditas yang
ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 signifikan. Pemahaman lansia tentang
tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 ganggua tidur yang dialaminya dapat
akan bertambah. Menurut data Biro Pusat berhubunga dengan perubahan fisik,
Statistik (BPS) jumlah penduduk 14,3 juta mental, psikososial dan perkembangan
dari 6,3 juta orang tersebut terdapat spiritualnya (Boyke, 2008). Ada beberapa
822.831 (13,06%) orang tergolong jompo, dampak serius gangguan pola tidur pada
yaitu para lansia yang memerlukan antuan lansia misalnya mengantuk berlebihan di
khusus sesuai undang-undang bahkan siang hari, gangguan atensi dan memori,
mereka harus dipelihara oleh Negara. mood, depresi, sering terjatuh, hipnotik
Indonesia adalah termasuk Negara yang yang tidak semestinya dan penurunan
memasuki era penduduk berstruktur lanjut kualitas hidup (Kozier, 2008).
usia (aging structured population) karena Lansia sering sekali mengatakan
jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke bahwa dirinya kesulitan untuk memulai
atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk tidur, sering terjaga sewaktu tidur dan tidak
lansia di Indonesia pada tahun 2006 dapat tidur lagi., menghabiskan waktu
sebesar kurang lebih 19 juta, dengan usia dalam tahap mengantuk serta sangat
harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun sedikit waktu dalam tahap mimpi. Lansia
2010 diperkirakan jumlah lansia sebesar dengan depresi, stress dan mempunyai
23,9 juta (9,77%), dengan usia harapan penyakit seperti stroke, jantung, paru-paru
hidup 71,1 tahun (Menkokesra, 2008). sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya
Menurunnya derajat kesehatan dan buruk dan durasi tidurnya kurang bila
kemampuan fisik mengakibatkan para dibandingkan dengan lansia yang sehat
lansia secara perlahan menarik diri dari (Carpenito, 2000).
hubungan masyarakat di sekitarnya. Hal ini Lansia dengan depresi, stroke,
akan menyebabkan interaksi social mereka penyakit jantung, penyakit paru, diabetes,
menurun baik secara kualitas maupun arthritis atau hipertensi sering melaporkan
kuantitas, akibatnya perasaan dan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi
kemampuan mereka dalam melakukan tidurnya kurang bila dibandingkan dengan
aktivitasnya sehari-hari (Stanley & Beace, lansia sehat. Gangguan tidur dapat
2006). meningkatkan biaya penyakit secara
Tidur normal melibatkan dua fase keseluruhan (Marcel dkk, 2009).
yaitu gerakan bola mata cepat atau rapid Gangguan tidur juga dikenal
eye movement (REM) dan tidur dengan sebagai penyebab morbiditas yang
bola mata lambat atau non rapid eye signifikan. Ada beberapa dampak serius
movement (NREM). Selama NREM gangguan tidur pada lansia misalnya
seseorang mengalami 4 tahapan selama mengantuk berlebihan di siang hari,
967
perlakuan dengan lama waktu tidur post Dari uji t berpasangan ditemukan nilai
test (5,9 jam), hari kelima perlakuan rerata kelompok pre-test hari I sebesar
dengan lama waktu tidur post test (6,25 (1,60) dan nilai simpang baku (s.b) sebesar
jam), hari keenam perlakuan dengan lama (0,11), nilai perbedaan rerata ± s.b pre-test
waktu tidur post test (6,2 jam), hari ketujuh hari I. nilai rerata sebesar (0,55), nilai
perlakuan dengan lama waktu tidur post simpang baku (0,11), nilai interval
test (6,15 jam), hari terakhir perlakuan kepercayaan (IK95%) post-test hari I
dengan lama waktu tidur post test (6,25 sebesar 0,78-0,31. Sedangkan hasil uji
jam). skor relaksasi Benson sebelum perlakuan
Hasil analisis bivariat antara (pre-test dan post-test) pada hari ke VIII
pengaruh teknik relaksasi Benson dengan sebesar (1,05) dan nilai simpang baku
lama waktu tidur lansia didapatkan nilai (0,22). Hasil uji skor relaksasi Benson
hasil uji skor relaksasi Benson (pre-test) dengan menggunakan analisis uji t
hari I menggunakan analisis uji t berpasangan ditemukan nilai significancy
berpasangan. Dari uji t berpasangan 0,002 yang lebih kecil dari nilai α 0,05. Hal
ditemukan nilai rerata kelompok pre-test ini dapat diartikan bahwa ada pengaruh
hari I sebesar (1,60) dan nilai simpang teknik relaksasi Benson terhadap lama
baku (s.b) sebesar (0,50), nilai perbedaan waktu tidur lansia.
rerata ± s.b pre-test hari I. nilai rerata Menurut Potter & Perry (2005),
sebesar (0,55), nilai simpang baku (0,11), mengatakan bahwa seseorang akan
nilai interval kepercayaan (IK95%) pre-test tertidur jika ia merasa nyaman dan rileks.
hari I sebesar 0,78-0,31. Sedangkan hasil Hal ini dapat dicapai melalui latihan teknik
uji skor relaksasi Benson sebelum relaksasi. Relaksasi merupakan
perlakuan (pre-test) pada hari ke VIII pembebasan mental dan fisik dari
sebesar (23,99) dan nilai simpang baku ketegangan dan stress. Teknik relaksasi
(0,89). Hasil uji skor relaksasi Benson memberikan kesempatan kepada individu
dengan menggunakan analisis uji t untuk dapat control diri dan lingkungan.
berpasangan ditemukan nilai significancy Teknik ini dapat digunakan saat individu
0,000 yang lebih kecil dari nilai α 0,05. sehat maupun sakit. Teknik ini merupakan
Hasil uji relaksasi Benson (post-test) hari I upaya pencegahan untuk membantu tubuh
menggunakan analisis uji t berpasangan. segar kembali dan beregenerasi setiap
Dari uji t berpasangan ditemukan nilai hari. Klien akan menggunakan teknik ini
rerata kelompok post-test hari I sebesar dengan berhasil mengalami beberapa
(1,45) dan nilai simpang baku (s.b) sebesar perubahan baik fisiologis maupun perilaku.
(0,51), nilai perbedaan rerata ± s.b post- Pada kondisi relaksasi seseorang
test hari I. nilai rerata sebesar (0,40), nilai berada dalam keadaan sadar namun rileks,
simpang baku (0,11), nilai interval tenang, istirahat pikiran, otot-otot rileks,
kepercayaan (IK95%) post-test hari I mata tertutup dan pernapasan dalam yang
sebesar 0,63-0,16. Sedangkan hasil uji teratur. Keadaan ini menurunkan
skor relaksasi Benson sebelum perlakuan rangsangan dari luar (Udjiati, 2002).
(post-test) pada hari ke VIII sebesar (1,05) Relaksasi pernapasan member
dan nilai simpang baku (0,22). Hasil uji skor respon melawan mass discharge
relaksasi Benson dengan menggunakan (pelepasan impuls secara missal), pada
analisis uji t berpasangan ditemukan nilai respon stress dari sistem saraf simpatis.
significancy 0,002 yang lebih kecil dari nilai Kondisi menurunkan tekanan perifer total
α 0,05. Sedangkan hasil uji relaksasi akibat tonus vasokontriksi arteriol (Udjiati,
Benson (post-test dan post-test) hari I 2002). Penurunan vasokontriksi arteriol
menggunakan analisis uji t berpasangan. member pengaruh pada perlambatan aliran
darah yang melewati arteriol dan kapiler, Pemberian teknik relaksasi Benson
sehingga mempunyai waktu untuk terhadap lama waktu tidur lansia ini di
mendistribusikan oksigen dan nutrisi ke sel harapkan oleh penulis dapat meningkatkan
terutama jaringan otak atau jantung dan kemandirian responden dalam melakukan
menyebabkan metabolism sel menjadi lebih aktivitas sehari-hari. Teknik pengumpulan
baik Karena produksi ATP meningkat, dank data menggunakan metode observasi.
arena produksi ATP yang meningkat Berdasarkan uji statistic terhadap rata-rata
kondisi tubuh akan menjadi lebih stabil, tingkat ketergantungan pada responden
sehingga pikiran menjadi rileks. sebelum dan sesudah dilaksanakan
Pernapasan lamban, menarik relaksasi Benson.
napas panjang dan membuangnya dengan Berdasarkan hasil penelitian
napas pelan-pelan juga memicu terjadi pengaruh teknik relaksasi Benson terhadap
sinkronisasi getaran seluruh sel tubuh dan lama waktu tidur lansi maka peneliti
gelombang medan bioelektrik menjadi menyimpulkan bahwa pemberian latihan
sangat tenang (Setiawan, 2000). teknik relaksasi Benson sangat membantu
Keadaan ini menurunkan dalam memenuhi tidurnya apalagi bila
rangsangan dari luar terhadap formation lansia tersebut mengalami kecemasan,
reticuler. Perangsangan pada nulkei depresi maupun adanya gangguan dalam
reticuler non spesifik yang mengelilingi tubuhnya misalnya: sakit. Pemberian
thalamus dan nuclei dalam difus sering latihan secara teratur dan dibawah
mampu mencetuskan gelombang dalam bimbingan seseorang belajar untuk rileks
sistem thalamokortikal. Dengan relaksasi dan menurunkan reaksinya terhadap
maka proses pernapasan, ventilasi, difusi stress. Cara ini bermanfaat untuk
dan perfusi menjadi terkontrol. Adanya memenuhi tidur lansia baik kualitas
pemusatan pikiran maka impuls dari maupun kuantitasnya.
stressor negative bisa dialihkan sehingga
secara tidak langsung akan membantu KESIMPULAN DAN SARAN
dalam menjaga keseimbangan homeostatis 1. Kesimpulan
tubuh melalui jalan HPA Axis, yang dapat 1. Setelah diberikan latihan teknik
merangsang produksi kortisol dalam batas relaksasi benson, responden yang
normal. Kortisol yang normal akan mengalami gangguan tidur
menciptakan keseimbangan berkurang menjadi 2 orang (10%)
neurotransmitter tubuh yang bermuara sedangkan responden yang
pada keseimbangan homeostatisnya tertangani insomnianya sebanyak
(Guyton, 1997). 18 orang (90%).
Pada waktu tarik napas panjang 2. Ada pengaruh pemberia teknik
otot-otot dinding perut (rektus abdominalis, relaksasi benson terhadap
transverses abdominalis, internal dan pemenuhan kebutuhan tidur pada
eksternal oblique) menekan iga bagia lansia. Hal ini berdasarkan hasil uji
bawah kearah belakang serta mendorong statistic Mann Whitney Test
sekat diafragma ke atas dapat berakibat dengan nilai signifikansi p=0,010
meninggikan tekanan intra abdominal, dengan demikian H1 diterima.
sehingga dapat merangsang aliran darah 3. Pemberian teknik relaksasi benson
baik pada vena cava inferior maupun aorta efektif untuk mengatasi gangguan
abdominalis, mengakibatkan aliran darah tidur pada lansia jika kesulitan
(vaskularisasi) menjadi meningkat ke untuk memulai tidur. Dimana
seluruh jaringan tubuh terutama organ- dengan pemberian teknik relaksasi
organ vital seperti otak (Sudarsono, 1995). benson lansia akan lebih mudah
973
Lampiran :
Tabel 5.3 Grafik rerata lama waktu tidur pre-test hari I-VII di Kelurahan Paropo Kecamatan
Panakukang Makassar
Tabel 5.4 Hasil Analisis Uji T Berpasangan Skor Relaksasi Benson (Pre Test I Dan Pre
Test VII)
Perbedaan
n Rerata ±s.b IK95% p
rerata±s.b
Pre Test I 20 1,60±0,50 0,55±0,11 0,78-0,31 0,000
Pre Test VIII 20 23,99±0,89
Uji t berpasangan
Tabel 5.5 Hasil Analisis Uji t Berpasangan Skor Relaksasi Benson Post Test I dan Post
Test VIII
Perbedaan
n Rerata ±s.b IK95% p
rerata±s.b
Post Test I 20 1,45±0,51 0,40±0,11 0,63-0,16 0,002
Post Test VIII 20 1,05±0,22
Uji t berpasangan
Tabel 5.6 Hasil Analisis Uji t Berpasangan Skor Relaksasi Benson pre test I dan post test
VIII
Perbedaan
N Rerata ±s.b IK95% p
rerata±s.b
Pre Test I 20 1,60±0,50 0,55±0,11 0,78-0,31 0,000
Post Test VIII 20 1,05±0,22
Uji t berpasangan